Anda di halaman 1dari 6

1.

Bagaimanakah proses penyusunan APBD pada pemerintah daerah kabupaten/kota

2. Buatlah tulisan mengenai pelaksanaan APBD pada pemerintah daerah, denganmemilih kasus pada
daerah tertentu.

3. Menjelaskan mekanisme pengawasan penggunaan keuangan daerah dan bagaimanakahfaktanya di


lapangan

Jawaban :

1.Penyusunan Rancangan APBD Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor
58 Tahun 2005 tentang

Jawab :

1. Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:

(1) penyusunanrencana kerja pemerintah daerah;

(2) penyusunan rencana kebijakan umum anggaran;

(3)penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara;

(4) penyusunan rencana kerja dananggaran SKPD;

(5) penyusunan rancangan perda APBD; dan

(6) penetapan APBD.

1.Rencana Kerja Pemerintah Daerah penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahuluterlebih dahulu mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila
dilihat dariPerspektif keterbatasan, perencanaan di tingkat pemerintah daerah bagian menjadi
tigakategori yaitu:

• Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan perencanaanpemerintah daerah untuk masa
jabatan 20 tahun;

• Rencana Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; danRencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan daerah. Sedangkan perencanaan di tingkat
SKPD terdiri dari: Rencana Strategi (Renstra) SKPDmerupakan rencana untuk jangka waktu 5 tahun; dan
Rencana Kerja (Renja) SKPDmerupakan rencana kerja tahunan SKPD. Proses penyusunan perencanaan di
tingkat satker dan pemda dapat diuraikan sebagai berikut:
A. SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang memuat visi, misi,tujuan, strategi, kebijakan,
program dan kegiatan pembangunan yang bersifatindikatif sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.

B. Penyusunan Renstra-SKPD berpedoman pada rencana pembangunan jangka menengah Daerah


(RPJMD). RPJMD memuat arah kebijakan keuangandaerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, dan program SKPD, lintasSKPD, dan program kewilayahan.

C. Pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang merupakanpenjabaran dari RPJMD
dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untukjangka waktu satu tahun yang merujuk kepada Renja
Pemerintah.

D. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang disusun berdasarkanevaluasi pencapaian
pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya.

E. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas, pembangunan dankewajiban daerah,
rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yangdilaksanakan langsung oleh pemda maupun
dilanjutkan dengan doronganpartisipasi masyarakat.

F. Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah mempertimbangkanprestasi capaian standar


pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undanganundangan.G.RKPD disusun untuk
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.H.Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahunanggaran
sebelumnya.

• Pemahaman Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Undang-Undang 32 tahun 2004 pasal 11 (4), menyatakan bahwa penyelenggaraanurusan pemerintahan


yang bersifat wajib yang berpedoman padaStandarPelayanan Minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh pemerintah.Di pihak lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2003 pasal 39 ayat
(2)Menyebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal merupakan tolok ukur kinerjadalam menentukan
jenis pencapaian dan mutu pelayanan dasar yang merupakanurusan wajib daerah. Selain itu dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005tentang Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang ditegaskanbahwa SPM berisi ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yangmerupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh masyarakat secara minimal.

2. Analisis Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Keterlambatan Dalam Penetapan APBD Kabupaten Melawi
Tahun 2015

Keterlambatan APBD memiliki penyebab dan akibat yang berdampak pada terlambatnya proses
pembangunan di daerah. Permasalahan timbul ketika keterlambatan penetapan APBD menyebabkan
program-program pembangunan yang seharusnya manfaatnya bisa dirasakan masyarakat menjadi
tertunda. Masalah lain yang dirasakan juga oleh masyarakat adalah berkurangnya jatah pembangunan
yang seharusnya diterima. Hal ini terkait dengan adanya sanksi pemotongan DAU atau tertundanya
pencairan karena daerah terlambat menyerahkan APBD-nya. Permasalahan lainnya adalah ketika
keterlambatan APBD menjadi suatu masalah yang terus menerus terjadi tiap tahunnya. Jika dilihat dari
fenomena ini, perlu dilihat permasalahan dari internal dimana dalam Pemerintah Daerah setiap
tahunnya selalu diadakan restrukturisasi pegawai. Hal ini menjadi permasalahan internal yang
menyebabkan kurangnya tenaga yang fokus dalam penyusunan APBD ini. Masalah keterlambatan APBD
tidak bisa dilihat penyebabnya oleh masalah-masalah teknis belaka ataupun ketiadaan kemauan politis
sematamata. Terdapat masalah-masalah yang harus ditangani secara lebih komprehensif. Secara sistem
dan kelembagaan, keterlambatan APBD dapat dilihat dalam beberapa perspektif, mulai dari proses
perencanaan, struktur politik, hubungan eksekutiflegislatif, dan bahkan kondisi kemasyarakatanyang
unik di tiap-tiap daerah.

Tahapan perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah meliputi proses yang panjang mulai
dari Musyawarah Pembangunan di tingkat desa dari bulan Januari, penetapan Rencana Kerja Tahunan
pada bulan Mei, penyusunan usulan anggaran di bulan Agustus, sampai dengan penetapan APBD sendiri
di bulan Desember. Proses yang panjang tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu: tahap perencanaan
dan tahap penganggaran.
Dari tahapan-tahapan tersebut, dapat diidentifikasi beberapa faktor yang menjadi penyebab
keterlambatan APBD secara umum, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Kegagalan sistem perencanaan dalam mengakomodasi transaksi politik. Proses musyawarah
pembangunan, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten/kota seharusnya diikuti oleh
berbagai unsur masyarakat. Pada proses yang berujung pada dokumen Rencana kerja Pemerintah
tersebut sebagian besar aspirasi masyarakat termasuk pokokpokok pikiran DPRD seharusnya telah
tersalurkan. Dengan demikian, daftar kegiatan dalam rencana kerja merupakan kesepakatan seluruh
pemangku kepentingan.
Namun, proses tersebut umumnya hanya sekedar menjadi ritual formal belaka karena sebagian besar
kita belum tertarik unuk membahas rencana kegiatan yang logis, tetapi lebih tertarik membahas besaran
uang pada saat pembahasan anggaran. Akibatnya, perencanaan kegiatan yang seharusnya telah menjadi
kesepakatan pada bulan Mei justru tidak mendapatkan perhatian serius. Akhirnya rencana kegiatan
dibahas ulang pada tahap penganggaran dan menjadi obyek transaksi yang mengalami tarik ulur dan
kadangkala berlarut-larut sehingga menyebabkan keterlambatan APBD.

Kedua, Kegagalan pemerintah dalam meletakkan kerangka peraturan perundangan yang komprehensif
dan secara sinergis mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang terpadu dan efisien.

Beberapa peraturan perundangan, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri
cenderung tidak saling melengkapi (untuk tidak mengatakan saling bertabrakan) dan
kadangkalamembingungkan. Akibatnya, Pemerintah Daerah dalam proses penyusunan APBD lebih
banyak membuang waktu dalam kebingungan pada hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu substansi. Hal-
hal tersebut diperparah oleh kapasitas SDM di Pemerintah Daerah yang secara umum mengalami
kesulitan dalam menerjemahkan substansi-substansi yang dikehendaki pemerintah pada level teknis.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan keterlambatan penetapan APBD Kabupaten Melawi Tahun Anggaran 2015, adalah
sebagai berikut:

1) Adanya keterlambatan dalam penyusunan Rancangan KUA-PPAS dan RAPBD, sehingga terlambat
disampaikan kepada DPRD Kabupaten Melawi oleh Penjabat Bupati Melawi.

Dalam kenyataannya, terjadinya keterlambatan dalam penyusunan Rancangan KUA-PPAS dan RAPBD
Kabupaten Melawi dikarenakan Penjabat Bupati Melawi (eksekutif) bersifat ego sektoral dan
mendahulukan kepentingannya dalam menyusun Rancangan KUAPPAS ditambah lagi dengan rendahnya
komitmen Penjabat Bupati Melawi (eksekutif) dalam mentaati jadwal penyusunan APBD sehingga
penyampaian Rancangan KUA-PPAS dan RAPBD kepada DPRD Kabupaten Melawi. Di samping itu,
ketidakmampuan Penjabat Bupati Melawi (eksekutif) dalam menyusun arah kebijakan anggaran dalam
KUA yang menyebabkan KUA dan PPAS tidak sinkron secara substansi. Selain itu, adanya penambahan
dan pengurangan kegiatan maupun alokasi anggaran oleh Penjabat Bupati Melawi (eksekutif) pada saat
pembahasan RAPBD, sehingga memakan waktu yang lama.

2) DPRD Kabupaten Melawi tidak melaksanakan fungsi anggarannya dengan baik, yakni membahas dan
memberikan persetujuan terhadap KUA-PPAS dan RAPBD. Padahal persetujuan ini menjadi kunci dapat
tidaknya proses penyusunan anggaran dilanjutkan ke tahap berikutnya.

3) DPRD Kabupaten Melawi mengutamakan kepentingannya dalam pelaksanaan fungsi anggarannya


pada saat pembahasan RAPBD.

4) Adanya ketidakpercayaan dari DPRD Kabupaten Melawi terhadap Penjabat Bupati Melawi (eksekutif)
dalam penyusunan APBD.

5) Kurangnya kompetensi dari anggota DPRD Kabupaten Melawi dalam melakukan pembahasan APBD
mengingat masih banyak anggota DPRD Kabupaten Melawi yang memiliki pendidikan hanya lulusan
SMA.

6) Peraturan tentang Pedoman Penyusunan APBD yang diterbitkan Pemerintah selalu mengalami
berubah setiap tahunnya.

7) Alasan politik, yakni adanya pertentangan politis antara sebagian anggota DPRD Kabupaten Melawi
dengan Penjabat Bupati Melawi.

Sebenarnya hal ini sama sekali tidak berhubungan dengan proses penyusunan APBD, namun dipaksakan
untuk menjadi penghambat dalam penetapan APBD.

3. Pengertian keuangan negara berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara. berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kekayaan
negara yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) tersebut adalah kekayaan negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah.

Pengelolaan keuangan negara secara jelas diatur dalam pasal 3 dan pasal 7 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 yang menyatakan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan
untuk mencapai tujuan negara. Dari uraian tersebut maka pengawasan pengelolaan keuangan negara
menjadi suatu keharusan.

Praktek pengawasan pengelolaan keuangan negara secara internal dilakukan oleh Inspektorat dan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sedangkan pengawasan eksternal dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pengawasan keuangan negara oleh BPK dilakukan melalui
pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23 E UUD 1945. Adapun pengawasan yang
dilakukan oleh DPR antara lain dilakukan melalui pengawasan pelaksanaan APBN dan pembahasan
laporan keuangan Pemerintah Pusat yang telah diaudit oleh BPK.

Banyaknya pejabat daerah mulai dari gubernur, walikota, dan bupati yang terlibat kasus korupsi tidak
mungkin akan terus menjalar kepada pejabat di bawahnya, termasuk para kepala desa, khususnya
dengan terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang antara lain mengatur bahwa setiap desa
di seluruh Indonesia akan memperoleh anggaran.

Terkait dengan terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Abdul Latief berharap agar para kepala
desa dan perangkat desa benar-benar dapat memahami peraturannya dan melaksanakan pengelolaan
keuangan desa secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan
transparan , dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Adapun APA Timo Pangerang
menjelaskan bahwa nggaran penyelenggaraan pemerintah desa bersumber dari APBN dan APBD dan
merupakan obyek pemeriksaan BPK. Untuk itu, APA Timo Pangerang berharap para kepala desa dapat
mengelola keuangan desa dengan baik agar terhindar dari jeratan hukum. Sedangkan Muh. Yusuf
Sommeng yang menjelaskan mengenai tata kelola keuangan desa menyampaikan bahwa pengelolaan
keuangan desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatusahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban harus dilaksanakan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai