Anda di halaman 1dari 3

TUGAS UAS MATA KULIAH INNOVATION & CREATIVITY

Nama : Mochamad Isnaeni


NIM : 21020029
Kelas : B4

Dalam pemerintahan yang terdesentralisasi di Indonesia, salah satu kebutuhan yang

mendesak adalah peningkatan efektifi tas pembangunan daerah antara lain melalui

kebijakan yang koheren serta penerapan prinsip-prinsip tata-pemerintahan yang baik (good

governance) secara konsisten. Tantangan lainnya adalah peningkatan kemampuan aparat

di daerah dalam penggunaan dana pembangunan secara efisien, efektif dan akuntabel

berdasarkan standar yang jelas. Konsisten dengan kondisi dan tantangan tersebut,

Pemerintah pada periode 2010-2014 telah meletakkan titik berat pada pembangunan

daerah dan peningkatan kesejahteraan ekonomi melalui perbaikan tata-pemerintahan.

Untuk itu, pada masa mendatang perlu terus diupayakan agar penggunaan dana

pembangunan semakin efisien dan efektif.

Berkenaan dengan penggunaan dana pembangunan di daerah, Pemerintah terus

mengupayakan penyempurnaan perangkat kebijakan, termasuk diantaranya kebutuhan

untuk melakukan revisi terhadap UU No.33/2004 tentang perimbangan keuangan pusat-

daerah serta PP No.55/2005 tentang dana perimbangan agar lebih sesuai dengan

tantangan baru dan dinamika pendanaan pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk

pendanaan pembangunan yang berasal dari DAK (Dana Alokasi Khusus), meskipun

proporsinya terhadap keseluruhan dana perimbangan relatif kecil (sekitar 7%, APBN 2010),

tidak dapat dipungkiri bahwa bagi daerah tertentu, terutama daerah-daerah yang

kemampuan fiskalnya rendah yang sebagian besar DAU-nya terpakai untuk gaji pegawai

dan belanja tidak langsung lainnya, pendanaan melalui DAK menjadi salah satu tumpuan

harapan mereka.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah salah satu instrumen desentralisasi fiskal

bersama-sama dengan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) dan jenis dana

desentralisasi lain yang tergabung dalam kelompok Dana Perimbangan. Secara teori, DAK
mempunyai tujuan untuk memberikan insentif bagi pemerintah pada level sub-nasional

untuk menyelenggarakan kegiatan khusus yang biasanya merupakan prioritas pemerintah

tingkat nasional

Sejauh ini perencanaan dan pengambilan keputusan pengalokasian DAK kepada

daerah-daerah dilakukan secara top-down. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) sebagai institusi perencanaan di kabupaten/kota tidak terlibat dalam

perencanaan program/kegiatan-kegiatan yang akan didanai dengan DAK. Demkian pula,

Pemerintah Propinsi khususnya Gubernur sebagai wakil Pemerintah, tidak jelas peranannya

dalam pengelolaan DAK. Dengan kata lain, perencanaan DAK kurang terintegrasi kedalam

siklus dan mekanisme perencanaan pembangunan nasional dan daerah (tidak melalui

MUSRENBANGDA dan MUSRENBANGNAS).

Guna agar Dana Alokasi Khusus (DAK) implementasinya semakin efektif dan efisien

maka beberapa hal perlu dipertimbangkan antara lain :

1. Sinkronisasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait perencanaan

kegiatan/pembangunan. Tidak sedikit pemerintah daerah sangat menantikan/menunggu

dana DAK ini guna mendanai kegiatan/proyek yang menurut pemerintah daerah sangat

dibutuhkan tetapi saat dana DAK turun ternyata kegiatan yang dibutuhkan suatu daerah

tidak ditemukan dan sebaliknya, sehingga pemerintah daerah yang bergantung anggaran

dari pemerintah pusat kesulitan mengoptimalkan program kerjanya.

2. Juklak dan juknis kementerian terkait tidak terlambat keluarnya. Sering pemerintah

daerah harus menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis)  baik

untuk melakukan pengajuan maupun pada saat pelaksanaan kegiatan yang keluarnya

tidak seiring dengan keluarnya dana DAK, sehingga pemerintah daerah kesulitan

mengoptimalkan program kerjanya.

3. Optimalisasi peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. DPD sebagai perwakilan dari

daerah maka para anggota DPD berkepentingan agar pembangunan baik fisik maupun

non fisik di daerah yang diwakili mengalami pertumbuhan kearah yang lebih baik. Sisi
yang lain anggota DPD seyogyanya paham apa yang dibutuhkan daerah. Dan tidak

jarang pemerintah daerah minta tolong kepada anggota DPD agar pemerintah pusat

memperhatikan aspirasi daerah dan meng-golkan proyek/kegiatan yang daerah usulkan.

Untuk itu sebaiknya anggota DPD dilibatkan dalam perencanaan dan ikut melakukan

monitoring pelaksanaan kegiatan/pemanfaatan dana DAK.

4. Optimalisasi peran Gubernur sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat dalam

melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan yang menggunakan DAK.

Gubernur berdasarkan Pasal 91 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah memiliki tugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan

terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah

kabupaten/kota dan Tugas Pembantuan oleh Daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu

oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Salah satu kewenangan yang diberikan

kepada Gubernur terkait pembinaan dan pengawasan dimaksud adalah memberikan

rekomendasi atas usulan DAK kabupaten/kota di wilayah provinsi. Peran dalam fungsi

pengawasan yaitu dalam melakukan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan dan

capaian program dan kegiatan yang bersumber dari DAK baik fisik maupun Non fisik.

5. Mekanisme “Reward” dan “Punishment”. Mekanisme reward dan punishment dapat

diterapkan terkait pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan. mekanisme

punishment berupa penundaan atau penghentian DAK dapat dilakukan jika ternyata

daerah tidak mampu memenuhi semua pelaksanaan kegiatan DAK yang direncanakan

dan tidak dapat mencapai output/outcome yang sudah ditetapkan. Sedangkan bagi

daerah-daerah yang mampu memenuhi dan melebihi sasaran pencapaian prioritas

nasional pemerintah pusat bisa memberikan reward.

Anda mungkin juga menyukai