Anda di halaman 1dari 9

Nama : Restu Abdi Wardana

NPP : 31.0567

Kelas : C6

RESUME ARTIKEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN

1. Artikel 1. PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DALAM ERA OTONOMI


DAERAH
Negara Hukum adalah konsep yang merupakan produk sejarah. Karena itu unsur-unsur
negara hukum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sejarah dan perkembangan
masyarakat dari suatu negara. Sementara itu sejarah dan perkembangan masyarakat setiap negara
tidaklah sama, sehingga pemaknaan dan unsur-unsur negara hukumnya juga berbeda. Hukum
merupakan suatu alat untuk menjalankan sebuah negara melalui kekuasaan.1 Maka dalam
menjalankan 1 Dedi Mulyadi dan M. Rendi Aridhayandi, 2015, Putusan Mahkamah Konstitusi
Tentang Pemilu Serentak Dihubungkan segala kehidupan bernegara harus sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku demi terciptanya suatu ketertiban hukum dalam masyarakat. Hal ini sesuai
dengan istilah Negara Indonesia sebagai Negara hukum (Rechstaat) yang berdasarkan pada
Pancasila

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 Pada Ayat 1 Dan 2 menyebutkan bahwa Negara
Republik Indonesia di bagi atas Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asa otonomi dan pembantuan. Pencantuman tentang
emerintah Daerah di dalam perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dilatar belakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam
memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal itu dilakukan setelah belajar dari praktik
ketatanegaraan pada era sebelumnya yang cenderung sentralistis.

Keseluruhan atau berbagai dokumen dalam sebuah perencanaan pembangunan daerah


otonom dalam memperlihatkan sebuah indikasi jangka panjang dan jangka menengah yang
mampu mengatur visi dan misi arah tujuan pembangunan. Program kerja kepala daerah dan
Organisasi Perangkat Daerah termasuk keuangan daerah, Rencana pembangunan tahunan daerah
terdapat dua yaitu RKPD dan Renstra-SKPD memuat suatu kebijakan visi dan misi tujuan,
strategi arah kebijakan daerah dalam proses dan berjalannya pembangunan daerah guna
mewujudkan percepatan pembangunan daerah.7 Implementasinya dalam era otonomi daearah ini
khusunya tehadap 7 Ibid, hlm. 8. pembangunan sering sekali menjadi hal yang disepelekan,
melihat urgensi dalam percepatan pembangunan daerah inilah menjadi titik awal balik kebijakan
pembangunan yang mampu dapat di rasakan oleh masyarakat untuk mendapatkan sebuah
kesejahteraan.

Era otnomi daerah merupakan titik balik guna memberikan kekelulasaan daerah untuk
meengatur rumah tangganya sendiri, namun di tengah perkembangan era otonomi daerah ini
memberikan peluang untuk daerah membangun daerahnya masing-masing, akan tetapi disatu sisi
masih banyak yang belum siap terhadap sistem pemerintahan daerah dan otonomi daerah
sehingga menyebabkan daerah yang tertinggal dan melupakan sebuah asas perencanaan dalam
pembangunan, oleh karena itu dengan urgennya untuk mengejar ketertinggalan percepatan
pembangungan daerah dibutuhkan sebuah perencanaan dan pembangunan. Hal ini lah
mendorong Urgensinya perencanaan dalam pembangunan daerah.

Rencana ataupun persiapan dalam pelaksanaan rencana pembangunan daerah memang


haruslah mempersiapkan diri dengan baik, Rencana awal persiapan yang baik belum tentu
menghasilkan sebuah kebijakan atau bahkan hasil yang baik sesui apa yang diharapkan dalam
perencaan daerah tersebut. Hal ini dapat di pandang dan dianalisis karena sebuah model sebuah
proses manajemen pembangunan daerah yang terkadang tidak disesuakan dengan kemapuan
daerah tersebut, Disisi lain perencanaan terdapat fungsi-fungsi lainnya, Fungsi tersbut tidaklah
lain adalah sebuah kepemimpinan, pengawasan, keterbukaan, suatu pembangunan dikatakan
gagal atau tidak berjalan dalam mencapai suatu tujuannya dalam jangka pendek maupun jangka
panjang apabila dalam implementasinya dalam suatu daerah fungsi-fungsi yang terkait dalam
system perencanaan pembangunan daerah tidak saling keterkaitan dan tidak dijalankan tidak
baik.

Urgensi perencanaan pembangunan dalam bidang Permasalahan pembangunan dalam


suatu negara atau masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan yang dapat
diusahakan Misalnya ekonomi, sumber daya alam. sumber daya manusia, infrastruktur karena
output dari perencanaan pembangunan daerah adalah pemerintah daerah haruslah mendorong
agar tercapainya sebuah rencana pembangunan yang berdasarkan perencanaan daerah karena
perencanaan merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan daerah.
Penyesuaian rencana akan selalu menghadapi hambatan-hambatan baik terduga maupun
tidak terduga dalam bentuk Ketidakmauan dan ketidakmampuan penyusun rencana menangkap
filosofi dan otonomisasi daerah. Ketidakmampuan, kelambatan atau ketidak pengalaman sebuah
tim perencana dalam menyusun rencana yang baik, sesuai standar dan dapat dimengerti,
Buruknya kerangka pemikiran dasar daerah tentang daerah yang bersangkutan, Resistensi
anggota tim penyusun rencana dan masyarakat dalam sebuah perencanaan terhadap sebuah
perubahan haluan pembangunan atau penggantian sektor unggulan, Mentalitas dalam
memandang rencana terutama rencana jangka panjang.

2. Artikel 2. PENGARUH PERANAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN


DAERAH UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PERENCANAAN PARTISIPATIF
DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) berada pada posisi strategis


dalam pemerintahan dan memiliki peran sentral dalam pengelolaan pembangunan serta
pelayanan kepada masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah beserta aturan pelaksanaannya terutama Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
sebagai daerah otonom, maka pelaksanaan otonomi daerah lebih berpihak kepada kepentingan
Daerah sehingga oleh karena itu maka sistem, mekanisme dan format perencanaan pembangunan
di daerah harus disesuaikan dengan batasan kewenangan dan kebutuhan masing-masing daerah
bersangkutan (Arsyad, 1999)’.

Reaksi masyarakat ‘terhadap pola dan pendekatan pembangunan yang sentralisasi akhir-
akhir ini dianggap semakin meruncing seiring dengan sering ditemuinya kelemahan-kelemahan
perencanaan pembangunan yang antara lain diakibatkan oleh kurangnya kapasitas atau bahkan
terlalu kuatnya campur tangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dalam
proses penentuan kebijakan perencanaan pembangunan daerah. Selain itu akibat dari kurangnya
kualitas BAPPEDA, mekanisme perencanaan pembangunan daerah menjadi tidak terkoordinasi
sehingga dokumen perencanaan yang dihasilkan kurang fokus kepada kebutuhan riel masyarakat.
Sedangkan pada sisi yang lain, jika campur tangan BAPPEDA dalam proses perencanaan
pembangunan daerah terlalu kuat, maka dapat dipastikan mekanisme perencanaan pembangunan
daerah menjadi kembali tersentral sehingga kurang aspiratif. Karena itulah maka dalam rangka
peningkatan kualitas perencanaan partisipatif diperlukan berbagai pra-syarat dimana semuanya
akan bermuara kepada kemauan dan kemampuan’ BAPPEDA untuk menyesuaikan diri terhadap
tuntutan perubahan jaman.

Sistem manajemen pembangunan partisipatif merupakan salah satu upaya Pemerintah


Kabupaten Langkat khususnya BAPPEDA dalam rangka memaduserasikan berbagai pendekatan
perencanaan pembangunan yang ada, baik Top Down Planning maupun Bottom Up Planning,
serta kombinasi antara teori Sustainable Development dengan Community Based Development’.
Tahap ‘perencanaan program dan/atau kegiatan adalah suatu tahapan perencanaan pembangunan
yang bertujuan untuk mengimplementasikan strategi pencapaian visi dan misi yang telah
disinkronkan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat hasil penjaringan masyarakat. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan ini lebih condong kepada upaya untuk mensinkronkan rencana
program pembangunan daerah secara luas dengan usulan langsung dari masyarakat dan usulan
dari Lembaga Perangkat’ Daerah.

Perencanaan ‘anggaran yang sehat dan proporsional, akan didapatkan suatu komposisi
ideal antara hasil yang ingin diraih dengan kemampuan untuk meraihnya sehingga seluruh
kegiatan pembangunan yang telah direncanakan akan terjamin kelancaran pelaksanaannya.
Dokumen-dokumen yang dihasilkan dalam tahap perencanaan anggaran tersebut antara lain
adalah: (a) Arah dan Kebijakan Umum (AKU) APBD yang tidak lain adalah merupakan
kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan DPRD. Kesepakatan tersebut didasarkan atas
pokokpokok pikiran DPRD dan hasil penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan baik oleh
pemerintah daerah maupun DPRD; (b) Strategi Prioritas APBD yang merupakan terjemahan
lebih kongkrit dari AKU yang telah disepakati; (c) Draft APBD atau RAPBD yang akan diajukan
ke DPRD untuk di bahas bersama-sama antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah dengan Panitia
Anggaran DPRD; dan (d) APBD yang pada hakikatnya merupakan rencana pembangunan
tahunan daerah dalam angka’.

Monitoring ‘merupakan kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan,


mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk
dapat diambil tindakan yang hasil akhirnya adalah pelaporan. Pengendalian adalah serangkaian
kegiatan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dimaksudkan untuk menjamin agar suatu
program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan yang hasil akhirnya
berupa Tindakan/Keputusan’. Evaluasi ‘merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya
suatu kegiatan, kebijakan, atau program. Evaluasi adalah sebuah penilaian yang objektif dan
sesistematik terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang
telah diselesaikan. Evaluasi menurut PP 39/2006, adalah Rangkaian kegiatan membandingkan
realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar
yang telah ditetapkan. Masukan untuk perencanaan yang akan datang’.

Kedudukan BAPPEDA Kabupaten Langkat dalam proses pembangunan daerah sangat


berpengaruh kuat, secara normatif mempunyai akses yang sangat kuat kepada penentu kebijakan
di lingkungan pemerintah Daerah. Kebijakan dasar penerapan otonomi daerah khususnya
kebijakan tentang reformasi internal birokrasi yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten
Langkat secara normatif dan substantif adalah sangat sejalan dengan semangat desentralisasi
kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, sehingga menjadi daya dorong sekaligus memperkuat landasan penerapan dan
peningkatan kualitas perencanaan pembangunan partisipatif di Kabupaten Langkat.

Kedudukan BAPPEDA Kabupaten Langkat dalam proses pembangunan daerah sangat


strategis dalam arti, secara normatif mempunyai akses yang sangat kuat kepada penentu
kebijakan dilingkungan pemerintah Daerah yaitu Bupati Langkat sehingga memperkuat
kedudukannya secara operasional dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembangunan daerah. Peranan BAPPEDA Kabupaten Langkat di dalam proses pembangunan
daerah juga sangat menentukan karena untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut BAPPEDA
Kabupaten Langkat secara fungsional berperan aktif sebagai perencana, pengkoordinasi dan
sekaligus sebagai pengendali pelaksanaan serta peneliti dan pengembangan pembangunan
daerah.

3. Artikel 3. MODEL KOORDINASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


BERBASIS HUKUM DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Keberhasilan tujuan pembangunan nasional akan tercapai secara optimal sesuai dengan
yang telah dicita-citakan, apabila terdapat perencanaan pembangunan yang cukup baik dalam
berbagai aspek kehidupan. Pembangunan nasional merupakan akumulasi dari pembangunan
daerah, yang pada hakikatnya menjadi tempat terakumulasinya program-program
pembangunan.1 Pembangunan daerah akan terlaksana dengan baik, sinergis dan terarah apabila
diawali dengan koordinasi perencanaan yang matang dan profesional serta memperhatikan aspek
kontinuitasnya. Sebagai salah satu perangkat daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Sulawesi Selatan berkewajiban untuk menyiapkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai acuan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan yang menjadi tugas dan fungsinya dalam jangka waktu lima tahun. Kewajiban ini
selain sebagai bentuk implementasi untuk melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan
yang juga didasarkan atas kebutuhan dalam rangka pelaksanaan prioritas pembangunan Provinsi
Sulawesi Selatan tahun 2018 – 2023.

Disadari dalam melakukan koordinasi perencanaan pembangunan daerah sering


ditemukan berbagai hambatan yang merintangi atau menjadi penyebab koordinasi kurang
maksimal untuk diterapkan dengan baik. Hambatan tersebut berupa pelaksanaan tupoksi yang
berbeda dari perencana pembangunan pada unit kerja yang terkoordinasikan. Perbedaan prosedur
dan mekanisme kerja masing-masing unit kerja yang berbeda dalam melakukan perencanaan
pembangunan, struktur organisasi yang kurang terlembagakan sesuai garis komando, pembagian
kerja dan kepemimpinan dalam mengkoordinasikan perencanaan pembangunan. Hambatan ini
menjadi penyebab yang perlu dipertimbangkan untuk membuat sebuah model koordinasi
perencanaan pembangunan daerah yang saling terintegrasi untuk mewujudkan keberhasilan
pembangunan nasional. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan sebuah kajian yang
mendalam dan relevan di dalam menghasilkan sebuah temuan baru sebagai novelty dari tulisan
ini dengan mengangkat judul yaitu Model Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.

Perkembangan era kesejagatan (globalisasi) yang melanda perkotaan sudah dinikmati


hikmahnya, namun diiringi oleh sejumlah permasalahan yang kian rumit dan tak kalah peliknya.
Menurut Richard Rogers, “Cities are undermining the world’s ecosystem... they are becoming
socially diversive and environmentally hazardous”. Fenomena ini perlu disadari dengan
menyiapkan langkah-langkaf preventif dalam tataran implementatif. Kota-kota kecil akan
berubah menjadi kota sedang, kota-kota sedang akan tumbuh menjadi kota besar, kota-kota besar
akan berkembang jadi kota raya (metropolis), tidak hanya berhenti disitu, karena kota-kota raya
pun akan mekar menjadi kota mega (megapolis), untuk kemudian menjadi kota-dunia
(ecumenopolis), dan bila tidak hati-hati akan berakhir dengan kedudukan tragis sebagai kota
mayat (necropolis).

Salah satu cara untuk memahami kompleksitas suatu kota adalah dengan cara meninjau
secara sepintas melalui pandangan orang-orang dari bidang-bidang yang berlainan, maupun yang
memiliki pengaruh tidak langsung pada kegiatan perkotaan. Berbagai bidang yang memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang kota disajikan secara acak, tanpa urutan tertentu. Bidang
yang merupakan sesuatu yang terpenting akan berbeda antara suatu tempat dengan tempat yang
lain, demikian pula antar berbagai kurun waktu yang berbeda.

Dalam konteks pembangunan kota berkelanjutan dan relasi fungsi hukum menurut
Bodenheimer, fungsi hukum di satu sisi, sebagai imperatif (pemaksa), sistem negara yang
menghasilkan norma (aturan) yang memback up kekuatan publik. Produk dari kekuatan sosial
ekonomi. Di sisi lain, sebagai alat untuk menyelesaikan konflik di masyarakat. Oleh karena itu,
penerapan pembangunan daerah berbasis hukum yang berkelanjutan diharapkan dapat menjamin
bahwa setiap warga kota memiliki akses terhadap kebebasannya dalam beraktifitas, adanya
persamaan derajat dan hak di antara sesamanya, keamanan dan stabilitas dalam pembangunan.

Komunikasi yaitu koordinasi yang dilakukan dalam membahas dan membicarakan segala
hal yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan daerah. Aktualisasi koordinasi melalui
komunikasi dalam perencanaan pembangunan daerah belum mencapai target yang ditetapkan.
Terlihat baru terealisasi antara 90 sampai 95 persen telah dikomunikasikan baik secara vertikal
maupun horizontal. Artinya koordinasi yang dilakukan selama ini masih menemukan
permasalahan yang harus diperbaiki atau dimaksimalkan guna mencapai target yang telah
ditetapkan. Kesadaran yaitu kemampu pahaman dari pihak terkait dalam menyikapi pentingnya
koordinasi perencanaan pembangunan daerah. Aktualisasi koordinasi melalui kerjasama dalam
perencanaan pembangunan daerah belum mencapai target yang ditetapkan. Terlihat baru
terealisasi 95 persen disadari untuk dikoordinasikan dalam perencanaan pembangunan. Artinya
masih ada permasalahan dalam koordinasi kesadaran yang berkaitan dengan aparat dalam
pelaksanaan pengembangan dan ketaatan terhadap hasil koordinasi perencanaan pembangunan
daerah.

Kompetensi yaitu kemampuan pejabat yang berwenang, ahli, pelaksana yang terlibat
dalam berkoordinasi melakukan perencanaan pembangunan daerah. Aktualisasi koordinasi
berdasarkan kompetensi dalam perencanaan pembangunan daerah belum mencapai target yang
ditetapkan. Terlihat baru terealisasi 80 sampai 90 persen dikoordinasikan sesuai kompetensi
pengetahuan tentang perencanaan, terampil dalam perencanaan, sikap inovatif dan penguasaan
teknologi bidang perencanaan. Artinya koordinasi yang dilakukan selama ini masih menemukan
permasalahan dalam hal kompetensi aparat yang belum banyak terlibat dalam kegiatan
koordinasi dan masih kurangnya tenaga ahli dibidang perencanaan pembangunan daerah.

Komitmen yaitu konsensus bersama menjalankan hasil keputusan koordinasi perencanaan


pembangunan daerah. Aktualisasi koordinasi berdasarkan komitmen dalam perencanaan
pembangunan daerah belum mencapai target yang ditetapkan. Terlihat baru terealisasi 70 sampai
85 persen dikoordinasikan secara afektif, normatif, berkelanjutan dan perspektif. Artinya
koordinasi yang dilakukan selama ini masih menemukan permasalahan dalam hal pengembangan
komitmen yang tidak sesuai dengan kesepakatan, pelaksana kegiatan dan pelanggaran atas
kesepakatan yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan daerah.

Salah satu penyebab koordinasi belum maksimal sesuai perencanaan pembangunan


daerah, disebabkan oleh hambatan secara vertikal (struktural), yaitu hambatan yang dihadapi
pejabat terkait dalam melaksanakan tupoksi, prosedur dan mekanisme kerja serta struktural
organisasi dalam perencanaan pembangunan. Selain itu, juga diperhadapkan oleh hambatan
secara horizontal (fungsional), yaitu hambatan mengaktualisasikan garis komando sesuai
pembagian tugas dan kepemimpinan dalam perencanaan pembangunan. Garis komando menjadi
penyebab koordinasi belum maksimal secara horizontal dikarenakan instruksi yang diberikan
oleh Kepala Badan kepada bawahannya menimbulkan berbagai asumsi:

1) Kewenangan tidak sesuai dengan jabatan yang diemban dalam melaksanakan


perencanaan pembangunan daerah.

2) Misunderstanding dalam menguraikan atau menjabarkan perintah pelaksanaan


perencanaan pembangunan daerah.

3) Perintah sering diperluas bahkan ditambah yang tidak sesuai dengan tata aturan kerja
dalam perencanaan pembangunan daerah.

Menjalankan fungsi manajemen dalam koordinasi dibutuhkan andil pemerintah baik


pusat maupun daerah. Pemerintah berperan penting menjalankan fungsi koordinasi dalam
melakukan perencanaan pembangunan, karena itu diperlukan integritas dan sinergitas
pengaktualisasian fungsi koordinasi dengan kebijakan pemerintah dalam perencanaan
pembangunan. Dye,10 menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Mengandung
pengertian bahwa kebijakan pemerintah sebagai kekuasaan mengalokasikan nilai kepentingan
untuk masyarakat secara menyeluruh. seperti halnya melakukan koordinasi untuk memikirkan,
menganalisa, mengambil keputusan dan menindaklanjuti segala kebijakan pemerintah baik
berupa program maupun kegiatan sebagai pilihan yang harus dilakukan.

Koordinasi telah dilaksanakan, baik secara vertikal maupun horizontal, di lingkup Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah sebagai fungsi manajemen yang melibatkan pihak terkait
menjalankan tupoksi masing-masing unit ke daerah. Koordinasi tersebut berupa komunikasi,
kesadaran, kompetensi, komitmen dan kontuitas dalam perencanaan pembangunan daerah
Provinsi Sulawesi Selatan. Hanya saja, koordinasi belum optimal sesuai perencanaan
pembangunan daerah. Terdapat hambatan dalam pelaksanaan koordinasi tersebut secara vertikal
(struktural) dan horizontal (fungsional). Model koordinasi terpadu yang tepat untuk diterapkan
dalam perencanaan pembangunan daerah. Model ini menjalankan sistem kerja terpadu secara
sistematik dengan isu-isu atau tema perencanaan yang diprogramkan. Bersifat konsisten dengan
semua aktivitas perencanaan pembangunan, logis secara intelektual, analisis dan kajian serta
bersifat kompleks sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mewujudkan perencanaan
pembangunan nasional yang terencana, terarah, dan berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai