Anda di halaman 1dari 2

HISTORIOGRAFI LIBERALISME DALAM KALANGAN 

MASYARAKAT BARAT

Dalam Penelitian ini menjelaskan tentang historiografi pemikiran liberal Ini tanggal kembali ke Roma
dan berkembang sampai renaisans dan era pasca-modern. Kajian ini juga memaparkan implikasi dari
perubahan Kitab Suci, otonomi feodal, dan dominasi gereja dalam pembentukan liberalisme di
kalangan masyarakat Barat. Perkembangan liberalisme dalam budaya Barat menekankan manusia
sebagai poros sentral pengambilan keputusan. Pola pikir menolak agama dan aturan-aturannya
dalam proses pengambilan keputusan dan evaluasi tindakan tertentu. Masyarakat Barat menerima
liberalisme sebagai gagasan kemajuan yang harus dilestarikan. Liberalisme membebaskan mereka
yang ingin sejahtera dan progresif dalam menguasai dunia dari ikatan dan aturan agama yang
dipandangnya sebagai candu masyarakat. didalam literatur ini penulis menjelaskan bahwa liberalisme
di bagi menjadi 4 fase yaitu :

• Liberalisme Sebelum Masehi (323 – 146SM)

Munculnya pemikiran-pemikiran yang menolak intervensi agama dalam kehidupan dan menempatkan


manusia sebagai poros pengambilan keputusan sejak zaman peradaban Yunani (323 – 146 SM). Filsuf
Yunani seperti Thales pada abad ke-6 SM (Jones 1970; Onians 1989; Arthur 1985) telah
mempertanyakan nilai kebenaran mitologis dan mencari prinsip-prinsip di luar mitologi.

• Liberalisme pada Abad Pertengahan (abad ke-5 -15 M)

Pada Abad Pertengahan (abad ke-5 -15 M) terjadi percampuran antara Yahudi-Kristen dan Yunani
Kuno-Romawi yang terjadi pada masa Kaisar Romawi. Namun Roma tidak bertahan lama dan
digantikan oleh budaya Kristen-Latin. Budaya Jermanik dan Celtic khususnya Irlandia masuk dan
mempengaruhi cara hidup Barat. Periode ini sangat penting bagi perkembangan budaya Barat (Cook
& Herzman 1983). Menurut Hamid (2009) dan Adian (2005), sejarah perkembangan liberalisme pada
abad pertengahan dipicu oleh fenomena ekonomi dan politik yang dimanipulasi oleh sistem feodal,
yaitu sistem kekuasaan absolut pemerintah dengan membatasi kebebasan publik. Liberalisme dimulai
ketika terjadi benturan antara kehendak pemerintah dengan pembatasan hak-hak publik, yang
melahirkan persepsi negatif dan kemudian membangun upaya sekularisasi dalam politik masyarakat.

• Liberalisme di era modern (abad 16 - 19 M)

Tren ini dimulai pada abad ke-16 melalui tulisan Francis Bacon (1561-1626) dan Hobbes (1588-
1679). Ketika di Prancis muncul Rene Descartes (1596-1650) yang memberi penekanan baru pada
logika akal. Di Jerman, filsuf kritis Immanuel Kant (1724-1804) muncul. Menurut Hamid (2009),
kebebasan intelektual yang berusaha untuk bebas dari agama dan Tuhan kemudian tumbuh secara
rasional menjadi liberalisme dalam pemikiran keagamaan. Tahap pertama pada abad ke-17 adalah
filsuf Prancis Rene Descartes yang mempromosikan doktrin rasionalisme atau Pencerahan yang
berakhir pada pertengahan abad ke-18. Doktrin utamanya adalah percaya pada akal manusia,
mengutamakan individu, berpikir dengan diri sendiri atau subyektif terhadap Tuhan dan percaya
bahwa manusia berkembang dan dapat dikembangkan. Liberalisme di era ini diawali dengan revolusi
tak berdarah pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan Revolusi Agung 1688. Revolusi ini
berhasil menggulingkan Raja James II dari Inggris dan Irlandia (James VII dari Skotlandia) dan
mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. 

•  Liberalisme Post-modern (abad ke-20 - 21 M)

Pendukung pemikiran post-modern seperti Richard Rorty bersikeras pada bahaya konsep sifat
manusia. Bagi Richard, konsep sifat manusia merupakan ancaman bagi postmodernisme. Di antara
aspek fitrah manusia yang ditolak oleh postmodernisme adalah semangat kewarganegaraan dan
semangat kebersamaan. Keyakinan ini telah ada sejak zaman Plato hingga era modern, namun telah
ditolak pada era pascamodern yang juga menolak konsep tersebut. dari metafisika. Bagi para pemikir
postmodern, metafisika merupakan katalisator bagi manusia untuk lari dari realitas kehidupan dan
bukan merupakan faktor yang dapat menentukan kemajuan yang akan dicapai manusia. Post-
modernisme menekankan kebebasan manusia untuk hidup di dunia tanpa ikatan apapun dengan segala
bentuk tradisi termasuk Tuhan dan agama. Hal ini membuat masyarakat hidup dalam kemunafikan
dan tidak memiliki pedoman dan agenda untuk apa yang dilakukannya. Masyarakat yang hidup di
dunia bebas tidak akan memiliki konsep kebenaran.

 PRINSIP LIBERALISME DALAM METODOLOGI TAFSIR FEMINIS: PEMBACAAN


PADA KARYA KARYA HUSEIN MUHAMMAD

Anda mungkin juga menyukai