Anda di halaman 1dari 79

SIKAP SABAR DALAM PANDANGAN IMAM IBNU

QAYYIM AL-JAUZIYYAH

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah Depok


untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (SI)
Program Pendidikan Agama Islam (PAI)

Oleh :

LUKMAN NULHAKIM
NIM. 16.AQ.1335

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-KARIMIYAH


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SAWANGAN KOTA DEPOK
2020
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Mahasiswa : Lukman Nulhakim

Nomor Induk : 16. AQ. 1335.

Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI).

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan skripsi saya ini adalah asli hasil karya/penelitian sendiri dan
bukan plagiasi dari karya/penelitian orang lain.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya agar dapat diketahui
oleh anggota dewan penguji.

Depok, 05 September 2020.

Yang Menyatakan,

LUKMAN NULHAKIM
NIM, 16. AQ. 1335.

i
PENGESAHAN PEMBIMBING

SIKAP SABAR DALAM PANDANGAN IMAM IBNU QAYYIM AL-


JAUZIYYAH

Oleh :

LUKMAN NULHAKIM

NIM. 16. AQ. 1335

DISETUJUI DAN DISAHKAN DOSEN PEMBIMBING

Pembimbing

Drs. H. Toyyibudin, M.Ag

Mengetahui,

Ketua

Ketua Program Studi STAI Al-Karimiyah

Drs. H. Toyyibudin, M.Ag H. Ahmad Patih, S.Pd.I,MM

ii
ABSTRAK

LUKMAN NULHAKIM. NIM : 16. AQ. 1335. Sikap Sabar Dalam Pandangan
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Skripsi Depok : STAI Al-Karimiyah Depok, 2020.
Sabar sangat dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan setiap muslim, baik dalam
rangka membangun hubungan dengan Allah dan terlebih dalam interaksi sosial.
Akan tetapi tidak setiap muslim memahami ajaran sabar dengan baik, propesional,
dan terarah. Sabar dipandang hanya dibutuhkan pada saat mengalami musibah saja,
tidak diperlukan saat menerima kesenangan. Lebih dari itu, oleh sebagian orang
sikap sabar yang diperintahkan Islam dipandang salah satu bukti bahwa Islam
mengajarkan pemeluknya untuk mudah menyerah dalam melawan tantangan hidup.
Padahal Islam mewajibkan semua muslim dengan berbagai identitas sosialnya
untuk senantiasa bersikap sabar sesuai dengan pedoman yang diturunkan Allah.
Penelitian ini bertujuan untuk menuturkan bahwa kebutuhan kepada prinsip dasar
ini merupakan kebutuhan yang urgen dan mendasar, serta menjelaskan
ketergantungan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Penelitian ini diperuntukkan bagi setiap masyarakat muslim yang ingin
mendapatkan faidah-faidah dari sikap sabar menghadapi ujian dan cobaan di dalam
kehidupan sehari-hari.
Skripsi ini hadir sebagai buku yang komprehensif, menyeluruh, bermanfaat, dan
sarat dengan faidah-faidah yang memang layak dan patut untuk dijadikan bahan
pemikiran bagi masyarakat sekaligus untuk memperkaya khazanah keperpustakaan
pendidikan Islam terlebih bagi Mahasiswa STAI Al-Karimiyah yang didahulukan
di bidangnya. Buku ini menenangkan pembacanya, membimbing orang yang
menelaahnya, menghibur orang yang bersedih, menggugah orang-orang yang lalai,
dan menguatkan semangat orang-orang yang bersemangat.

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan pertolongan-Nya. Shalawat serta salam
semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun
manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Penyusunan skripsi ini merupakan kajian singkat dan sederhana tentang


Sikap Sabar Berdasarkan Perspektif Islam. Penyusun menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan terselesaikan dengan baik tanpa
adanya bantuan, bimbingan, serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penyusun mengucapkan rasa
terima kasih kepada :

1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah Sawangan Depok


2. Pembantu Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah
3. Ketua Program Studi Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah
Sawangan Depok
4. Bapak Drs. H. Toyyibudin, M.Ag. selaku Dosen pembimbing dalam
penyusunan skripsi
5. Segenap Dosen dan Karyawan Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah
6. Orang tua tercinta, yang telah memberikan dorongan semangat, motivasi
dalam penyelesaian skripsi
7. Semua pihak yang telah ikut berjasa dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Atas bantuan beliau semua yang sangat besar, penulis hanya mampu
berdo’a, semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis
diterima di sisi Allah SWT dan dijadikan sebagai amal shaleh serta mendapatkan
imbalan yang setimpal.

iv
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis akan dengan senang hati
mengharapkan saran, kritik dan masukan yang bersifat membangun baik secara
materi maupun material demi terwujudnya karya yang lebih baik di masa
mendatang.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya. Aamiin..
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Depok, Juni 2020

Penyusun,

LUKMAN NULHAKIM
NIM. 16. AQ. 1335.

v
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN............................................................................. i
PENGESAHAN PEMBIMBING................................................................ ii
ABSTRAK................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1


B. Pembatasan Masalah............................................................ 5
C. Rumusan Masalah................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian............................................................... 6
F. Sistematika Penulisan........................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Pengertian Sabar................................................................... 8
B. Pembagian Sabar................................................................... 11
C. Keterangan Tentang Nama-Nama Sabar Menurut
Keterkaitannya...................................................................... 19
D. Keterangan Tentang Perbedaan Tingkatan-Tingkatan
Derajat Sabar......................................................................... 20

BAB III BIOGRAFI DAN PERSPEKTIF ISLAM TENTANG SABAR

A. Biografi Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra.......................... 22


B. Sabar yang Terpuji dan Sabar yang Tercela.......................... 24
C. Perbedaan Antara Kesabaran Orang yang Mulia Dengan
Kesabaran Orang yang Rendah............................................. 27
D. Faktor-Faktor yang Membantu untuk Bersabar.................... 29
E. Manusia Tidak Mungkin Tidak Membutuhkan Sabar.......... 36

vi
F. Sabar yang Paling Berat Bagi Jiwa....................................... 41
G. Sabar di Dalam Ayat-Ayat Kitab Allah yang Mulia............. 44
H. Sabar Dalam Sunnah Nabi SAW........................................... 53
I. Atsar-atsar Dari Para Sahbat ra. dan Orang-orang Sesudah
Mereka Tentang Keutamaan Sabar....................................... 56
J. Masalah-masalah yang Berkenaan Dengan Musibah Berupa
Tangisan, Ratapan, Merobek Pakaian, Berseru Dengan
Seruan Jahiliyah dan yang Sepertinya.................................. 58
K. Sabar Adalah Setengah Iman................................................ 63

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................... 66
B. Saran..................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 70

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam merupakan agama yang berlaku untuk setiap zaman dan tempat. Ia

memandang akhlak sebagai bagian dari dalam agama dan salah satu akhlak yang

diajarkan adalah sabar. Akhlak ini sangat dibutuhkan oleh setiap muslim dalam

rangka menghadapi berbagai realitas dan problematika kehidupan yang silih

berganti. Pentingnya memiliki dan mengaktualkan akhlak sabar ini dapat

dipahami dari banyaknya ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang

membicarakannya.

Sesungguhnya Allah menjadikan sabar sebagai kendaraan unggulan yang

tidak akan tersandung, pedang tajam yang tidak akan tumpul, dan benteng kokoh

yang tidak akan retak apalagi runtuh. Sabar dan kemenangan adalah saudara

kandung.

Allah Yang Maha memenuhi janji lagi Mahabenar telah memberikan

jaminan dalam kitabNya yang muhkam bahwa Dia akan memberikan balasan

(pahala) tanpa batas kepada orang-orang yang sabar. Dan Allah mengabarkan

kepada mereka bahwa Dia bersama mereka dengan hidayahNya,

pertolonganNya yang gemilang, dan kemenanganNya yang nyata.

Allah SWT berfirman,

ّٰ ‫ص ِب ُر ْواج ِإ َّن هللاَ َم َع ال‬


. َ‫ص ِب ِريْن‬ ْ ‫َوا‬
Artinya : “Bersabarlah, karena sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46).

1
Dengan kebersamaan (ma’iyah) Allah ini, orang-orang yang sabar meraih

kebaikan dunia dan akhirat, serta merengkuh nikmat-nikmatNya, lahir bathin.

Allah juga mengabarkan bahwa Dia mencintai orang-orang yang sabar. Dan

ini mengandung dorongan yang besar bagi siapa yang ingin menghiasi dirinya

dengan sikap sabar. Allah SWT berfirman,

. َ‫صبِ ِريْن‬
ّٰ ‫ّللاُ ي ُِاصّٰ ال‬
ّٰ ‫َو‬
Artinya : “Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran: 146).

Allah juga memberi kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar dengan

tiga perkara, yang masing-masing darinya lebih baik daripada apa yang

membuat penduduk bumi ini saling dengki. Allah SWT berfirman,

َ‫ّلِل َواِ نَّ ۤـا اِلَ ْي ِه ٰر ِجعُ ْون‬


ِ ّٰ ِ ‫ص ْيبَة ۙ قَا لُ ۤ ْوا اِنَّا‬ َ َ ‫) الَّ ِذيْنَ اِذَ ۤا ا‬155( َ‫ص ِب ِريْن‬
ِ ‫صا بَتْ ُه ْم ّٰم‬ ّٰ ‫َوبَش ِِر ال‬
ْ ٰٓ ٰ
)157( َ‫صلَ ٰوت ِم ْن َّر ِب ِه ْم َو َر ْح َمة ۙ َوا ُ ولئِ َك ُه ُم ال ُم ْهتَد ُْون‬ ٰٓ ٰ ُ ‫) ا‬156(
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬
َ ‫ول ِئ َك‬
Artinya : “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya-lah kami
kembali). Mereka itulah yang memperoleh pujian dan rahmat
dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 155-157).
Allah juga menetapkan kemenangan dengan meraih surga dan selamat dari

neraka hanya bagi orang-orang yang sabar. Allah SWT berfirman,

. َ‫صبَ ُر ۤ ْوا ۙ اَنَّ ُه ْم ُه ُم ْالفَآٰئِ ُز ْون‬


َ ‫اِنِ ْي َجزَ ْيت ُ ُه ُم ْاليَ ْو َم ِب َما‬
Artinya : “Sesungguhnya pada hari itu Aku memberi balasan kepada
mereka karena kesabaran mereka; bahwasanya mereka itulah
orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (Al-Mu’minun:
111).
Allah juga mengabarkan bahwa menolak keburukan dengan tindakan yang

lebih baik menjadikan pelaku keburukan tersebut seolah-olah kawan yang akrab.

Allah SWT berfirman,

2
ْ ‫ْ ُن فَ ِا ذَا الَّذ‬
َ ٗ‫ِي بَ ْيَ ََك َوبَ ْيََه‬
‫عدَ َاوة‬ َ ‫ْ ِيئَةُ ۙ اِدْفَ ْع ِبا لَّتِ ْي ه‬
َ ْ‫ِي اَح‬ َ ‫َو َل َ َ ْْت َ ِو ْال َا‬
َّ ‫ََْةُ َو َل ال‬
ٌّ ‫َكا َ نَّهٗ َو ِل‬
.‫ي َح ِميْم‬
Artinya : “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang
yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti
teman yang setia.” (Fushshilat: 34).
Allah juga mengaitkan ampunan dan pahala dengan amal shalih dan sabar,

dan hal itu adalah mudah bagi siapa yang Allah mudahkan. Allah SWT

berfirman,

.‫ولٰٓئِ َك لَ ُه ْم َّم ْغ ِف َرة َّواَجْر َكبِيْر‬


ٰ ُ‫ت ۙ ا‬ ّٰ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلا‬ َ َ‫إِ َّل الَّ ِذيْن‬
َ ‫صبَ ُر ْوا َو‬
Artinya : “Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan
mengerjakan amal-amal sholih; mereka itu memperoleh
ampunan dan pahala yang besar.” (Hud: 11).
Maka sebaik-baik kehidupan yang didapatkan oleh orang-orang yang

berbahagia adalah berkat sabar, dan mereka naik ke derajat tertinggi dengan

sabar, mereka terbang ke surga-surga yang penuh kenikmatan. Itu adalah karunia

Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah adalah

pemilik karunia yang besar.

Karena iman itu salah satunya adalah sabar, maka sudah sepatutnya bagi

siapa yaang tulus mendatangkan kebaikan bagi dirinya, mengharapkan

keselamatannya, dan mendahulukan kebahagiaannya, untuk tidak melalaikan

prinsip dasar yang agung ini, dan tidak menyimpang dari jalan yang lurus ini,

agar pada Hari Kiamat, Allah menjadikannya bersama yang terbaik.1

Melihat berbagai pandangan yang dikemukakan di atas mengenai kewajiban

sabar, maka ditemukan bahwa sabar mengandung nilai-nilai positif yang sangat

dalam berupa latihan-latihan jiwa yang harus dilalui oleh seseorang untuk

1
Ahmad bin Utsman al-Mazyad, Penjelasan Tuntas Tentang Sabar & Syukur. Jakarta : Darul Haq,
2017, Cet. Ke-2, hlm. 3

3
mencapai maqam yang sangat mulia dan agung. Bila tantangan awal berhasil

dilalui maka tantangan berikutnya akan semakin mudah.

Masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah bersikap sabar

menurut perspektif Islam. Penelitian ini penting dilakukan karena dua hal, yaitu:

Pertama, dipandang dari sisi materi, sabar sangat dibutuhkan dalam segala

aspek kehidupan setiap muslim, baik dalam rangka membangun hubungan

dengan Allah dan terlebih dalam interaksi sosial. Akan tetapi tidak setiap muslim

memahami ajaran sabar dengan baik, propesional, dan terarah. Sabar dipandang

hanya dibutuhkan pada saat mengalami musibah saja, tidak diperlukan saat

menerima kesenangan. Lebih dari itu, oleh sebagian orang sikap sabar yang

diperintahkan Islam dipandang salah satu bukti bahwa Islam mengajarkan

pemeluknya untuk mudah menyerah dalam melawan tantangan hidup. Padahal

Islam mewajibkan semua muslim dengan berbagai identitas sosialnya untuk

senantiasa bersikap sabar sesuai dengan pedoman yang diturunkan Allah.

Kedua, dipandang dari sisi metode, bahwa sabar merupakan cara atau

latihan-latihan jiwa dalam mengandalkan hawa nafsu, juga merupakan cara

dalam segala perintah Allah.

Skripsi ini ditulis untuk menuturkan bahwa kebutuhan kepada prinsip dasar

ini merupakan kebutuhan yang urgen dan mendasar, serta menjelaskan

ketergantungan kebahagiaan dunia dan akhirat. Skripsi ini hadir sebagai buku

yang komprehensif, menyeluruh, bermanfaat, dan sarat dengan faidah-faidah

yang memang layak dan patut untuk dijadikan bahan pemikiran bagi masyarakat

sekaligus untuk memperkaya khazanah keperpustakaan pendidikan Islam

4
terlebih bagi Mahasiswa STAI Al-Karimiyah yang didahulukan di bidangnya.

Skripsi ini menenangkan pembacanya, membimbing orang yang menelaahnya,

menghibur orang yang bersedih, menggugah orang-orang yang lalai, dan

menguatkan semangat orang-orang yang bersemangat.

Skripsi ini saya memberinya nama dengan judul, “Sikap Sabar Dalam

Pandangan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.”. Semoga Allah menjadikannya

ikhlas karenaNya semata, mendekatkan kepada ridhaNya, serta bermanfaat bagi

penulis dan pembacanya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar do’a dan Dia

adalah tempat pengharapan. Dia-lah yang mencukupi kita dan Dia-lah sebaik-

baik pemberi pertolongan.

B. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan, peneliti membatasi

masalah guna mempermudah penelitian. Pembatasan masalah dimaksudkan

agar penelitian menjadi lebih jelas dan terarah. Dalam penelitian ini

permasalahan dibatasi pada : pembahasan sabar yang terpuji dan sabar yang

tercela dalam karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra.

C. Rumusan Masalah

Berawal dari latar belakang masalah di atas maka penulis dapat

mengemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimana perspektif Islam tentang

sabar yang terpuji dan sabar yang tercela dalam karya Imam Ibnu Qayyim al-

Jauziyah ra.

5
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis dalam penelitian

ini adalah untuk menjelaskan pembahasan sabar yang terpuji dan sabar yang

tercela dalam karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa, untuk memberikan sumbangan pemikiran dan menambah

hasanah keilmuan serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan penulisan di

bidang ilmiah.

2. Bagi para remaja khususnya, menjadi masukan positif dalam memahami,

mengenal, dan mempraktekkan pengetahuan tentang sifat sabar dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Bagi masyarakat umumnya yang tidak lepas dari setiap masalah, cobaan dan

ujian dalam menghadapinya dengan bersikap sabar.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini berjudul : “Sikap Sabar Berdasarkan Perspektif Islam”.

Pembahasannya dikelompokkan ke dalam 4 BAB dan Sub BAB, yang secara

keseluruhan merupakan satu kesatuan, dengan sistematikanya sebagai berikut :

Bab pertama, Pendahuluan, yang meliputi : Latar Belakang Masalah,

Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

serta Sistematika Penulisan.

6
Bab kedua, membahas Kajian Teori, yang meliputi : Makna dan Hakikat

Sabar serta Perkataan Manusia Tentangnya, Pembagian Sabar, Keterangan

Tentang Nama-Nama Sabar Menurut Keterkaitannya, Keterangan Tentang

Perbedaan Tingkatan-Tingkatan Derajat Sabar.

Bab ketiga, membahas Perspektif Islam Tentang Sabar, yang meliputi:

Biografi Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra., Sabar yang Terpuji dan Sabar yang

Tercela serta Perbedaan Antara Kesabaran Orang yang Mulia Dengan Kesabaran

Orang yang Rendah, Faktor-faktor yang membantu untuk Bersabar, Manusia

tidak mungkin tidak membutuhkan Sabar, Sabar yang paling berat bagi Jiwa,

Sabar di dalam ayat-ayat Kitab Allah yang Mulia, Sabar dalam Sunnah Nabi

SAW, Atsar-atsar dari Para Sahabat ra. dan orang-orang sesudah mereka tentang

Keutamaan Sabar, Masalah-masalah yang berkenaan dengan musibah berupa

tangisan, ratapan, merobek pakaian, berseru dengan seruan Jahiliyah dan yang

seterusnya; serta Sabar adalah setengan Iman.

Bab keempat, Penutup, meliputi : Kesimpulan dan Saran-Saran yang

dilengkapi dengan Daftar Pustaka.

7
BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Pengertian Sabar

Makna dasar sabar adalah mencegah dan menahan. Sabar adalah menahan

jiwa dari kesedihan mendalam, menahan lisan dari keluh kesah, dan menahan

anggota tubuh dari menampar pipi, merobek pakaian, dan yang sepertinya.

Dikatakan ‫صب ًْرا‬


َ -‫صبِ ُر‬
ْ َ‫ ي‬-‫صبَ َر‬ َ ‫صبَ َرنَ ْف‬
َ , dan ُ‫ْه‬ َ .

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

ُ ْ‫ْ َك َم َع الَّ ِذيْنَ يَد‬


.‫ع ْو َن َربَّ ُهم‬ َ ‫صبِ ْر نَـ ْف‬
ْ ‫َوا‬
Artinya : “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru
Tuhan mereka.” (QS. Al-Kahfi: 28).
Secara etimologis, kata sabar berasal dari bahasa Arab yaitu : “‫صبَ َر‬
َ ”, yang

berarti bersabar, tabah hati.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sabar

adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak

lekas patah hati).2

Sedangkan menurut istilah ajaran Islam bahwa sabar adalah tabah menerima

ujian-ujian Tuhan dalam bakti dan perjuangan dengan tujuan memperoleh ridho-

Nya.3

1
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir
Al-Qur’an, 1972, hlm. 211.
2
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1993, Cet. Ke-2, Hlm. 763.
3
H. Hamzah Yaqub, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu’min, Surabaya : PT. Bina Ilmu,
1980, Cet. Ke-2, hlm. 174.

8
1. Hakikat Sabar dan Perkataan Manusia Tentangnya

Hakikat sabar adalah sebuah akhlak mulia diantara akhlak-akhlak jiwa

yang membentenginya dari melakukan apa yang tidak baik dan tidak patut. Ia

adalah satu kekuatan-kekuatan jiwa yang dengannya kebaikan urusannya

terwujud dan tegak.

Al-Junaid bin Muhammad ra. ditanya tentang sabar, dia menjawab,

“(Sabar adalah) menelan kepedihan tanpa bermuka masam.”

Amr bin Utsman al-Makki ra. berkata, “Sabar adalah keteguhan dalam

meyakini (pertolongan) Allah dan menerima ujianNya dengan dada yang

lapang dan tentram.”

Maknanya adalah, hamba menerima ujian dengan lapang dada, tidak

dikotori kesempitan, kemarahan, dan keluh kesah.

Jiwa memiliki dua kekuatan: Kekuatan progresif dan kekuatan posesif.

Hakikat sabar adalah menjadikan kekuatan progresif untuk sesuatu yang

bermanfaat, sedangkan kekuatan posesif dipakai untuk menahan diri apa yang

membahayakan.

Sebagian manusia ada yang memiliki kesabaran dan keteguhan untuk

melakukan apa yang bermanfaat baginya dibandingkan menahan diri dari apa

yang merugikannya, dia sabar memikul beban berat ketaatan, namun tidak

kuat di depan ajakan hawa nafsunya sehingga dia melakukan apa yang

dilarang.

9
Sebagian manusia ada yang sebaliknya, lebih kuat menahan diri dari

penyimpangan-penyimpangan dibandingkan kesabarannya di atas beban

berat ketaatan.

Sebagian lainnya tidak memiliki kesabaran pada kedua sisi tersebut.

Yang terbaik diantara manusia adalah yang paling sabar pada kedua sisi

tersebut. Banyak orang bisa sabar dalam menunaikan qiyamul lail secara rutin

di musim dingin dan panas, sabar dalam memikul lapar karena puasa, namun

tidak sabar untuk melihat sesuatu yang haram. Sebaliknya, ada orang yang

mampu menahan diri dengan tidak melihat dan menoleh kepada sesuatu yang

haram, namun tidak kuat dalam beramal ma’ruf, bernahi mungkar, berjihad

melawan orang-orang kafir dan munafik, di bidang ini dia adalah orang yang

paling lemah, dan kebanyakan manusia tidak memiliki kesabaran atas salah

satu dari keduanya. Dan yang paling sedikit adalah yang paling sabar pada

keduanya.

Ada yang berkata, Sabar adalah keteguhan yang muncul dari akal dan

agama dalam menghadapi dorongan hawa nafsu dan syahwat.

Ini berarti bahwa tabiat manusia mengajak kepada apa yang dia sukai,

sedangkan dorongan akal dan agama berusaha mencegahnya. Perang pun

terjadi di antara keduanya dan saling mengalahkan, medan perang ini adalah

hati hamba, kesabaran, keberanian, dan keteguhan.4

4
Ahmad bin Utsman al-Mazyad, Penjelasan Tuntas Tentang Sabar & Syukur. Jakarta : Darul Haq,
2017, Cet. Ke-2, hlm. 7

10
Sabar merupakan akhlak Qur’ani yang paling utama dan ditekankan oleh

Al-Qur’an baik pada surat-surat Makiyah maupun Madaniyah, serta

merupakan akhlak yang terbanyak sebutannya dalam Al-Qur’an.

Al-Imam Ghazali berkata dalam bukunya, “Assobru Wassyukru” dari

“Rubu’ul Munjilat” dalam kitab “Ihya Ulumuddin” Allah menyebut “Sabar”

dalam Al-Qur’an lebih dari 70 tempat.5

Al-Alamah Ibnu Qoyyim dalam bukunya, “Madarijussalikin” mengutip

ucapan Al-Imam Ahmad, sebutan sabar dalam Al-Qur’an kira-kira di 90

tempat.6

An-Nadhi dalam bukunya, “Al-Mufahras Lialfaahil Qur’anil Karim”

(Kamus Indeks) menemukan artikel “sabar” dengan segala bagian-bagiannya

tercantum dalam Al-Qur’an lebih dari 100 kali.7

B. Pembagian Sabar

1. Pembagian Sabar Menurut Tempatnya

Sabar ada dua: Sabar raga dan jiwa. Masing-masing dari keduanya

terbagi menjadi dua, yaitu sukarela dan terpaksa. Jadi ada empat bagian.

Pertama: Sabar raga yang dilakukan secara sukarela, seperti sesorang

yang memikul beban pekerjaan yang berat atas keinginan dan kerelaannya

sendiri.

5
Yusuf Qordhowi, Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar. Jakarta : Buku Andalan, 1989, Cet. Ke-2, hlm.
11
6
Yusuf Qordhowi. Ibid, hlm. 11
7
Yusuf Qordhowi. Ibid, hlm. 11

11
Kedua: Sabar raga yang terpaksa, seperti sabar menerima rasa sakit

karena pukulan, sakit, luka, dingin, panas, atau yang sepertinya.

Ketiga: Sabar jiwa secara sukarela, seperti sabarnya jiwa untuk tidak

melakukan sesuatu yang tidak patut dilakukan dari sisi syari’at dan akal.

Keempat: Sabar jiwa yang terpaksa, seperti sabar menghadapi pahitnya

perpisahan dengan orang yang dicintai saat dia harus pergi.

Bila Anda mengetahui bagian-bagian ini, maka ia hanya khusus bagi

manusia, bukan hewan, namun hewan pun memiliki dua macam diantaranya,

yaitu sabaar raga yang terpaksa dan jiwa yang terpaksa, dan terkadang

sebagian hewan lebih sabar daripada manusia, dan manusia berbeda dengan

hewan dalam dua macam sabar yang dilakukan dengan keinginan sendiri.

Banyak orang yang hanya memiliki kesabaran pada dua macam yang

hewan pun ikut memilikinya, namun mereka tidak memilikinya pada apa

yang khusus bagi manusia, maka dia dianggap makhluk yang sabar tetapi

tidak termasuk orang-orang yang sabar.8

2. Pembagian Sabar Menurut Perbedaan Kekuatan dan Kelemahannya,

serta Perlawanan Sabar Terhadap Serangan Pasukan Hawa Nafsu Dan

Kelemahannya di Hadapannya

Dorongan agamaa dihadapkan kepada dorongan hawa nafsu, memiliki

tiga keadaan:

8
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 11.

12
Keadaan pertama: Dorongan agama menguasai dan mendominasi,

maka pasukan hawa nafsu terusir kalah. Keadaan ini diperoleh melalui sabar

yang berkesinambungan. Orang-orang yang mencapai derajat ini adalah

orang-orang yang meraih kemenangan di dunia dan akhirat. Mereka adalah

orang-orang yang berkata,

.‫ّللاُ ث ُ َّم ا ْست َقا ُم ْوا‬


ّٰ ‫َربََّٰا‬
Artinya : “Tuhan kami ialah Allah, kemudian mereka istiqomah
(meneguhkan pendirian mereka).” (QS. Al-Fushshilat: 30).
Mereka adalah orang-orang yang saat mereka mati, para malaikat berkata

kepada mereka,

)30( َ‫عد ُْون‬ َ ‫أ َّل ََخَا فُ ْوا َو َل ََاْزَ نُ ْوا َوا َ ْبش ُِر ْوا ِبا ْل َجـََّ ِة الَّتِ ْي ُك َْت ُ ْم َ ُ ْو‬
‫ْ ُك ْم َولَـ ُك ْم‬
ُ ُ‫ال ِخ َرةِ ۙ َولَـ ُك ْم فِ ْي َها َما َ َ ْشت َ ِهى ا َ ْنف‬ ٰ ْ ‫نَ ْا ُن ا َ ْو ِل ٰۤيـؤُ ُک ْم فِى ْال َا ٰيوةِ الدّٰ ْنيَا َوفِى‬
.)31( َ‫ع ْون‬ ُ َّ‫فِ ْي َها َما ََد‬
Artinya : “Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian bersedih
hati; dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) surga
yang telah dijanjikan kepada kalian. Kamilah pelindung-
pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat; di
dalamnya (surga) kalian memperoleh apa yang diinginkan
oleh diri kalian dan di dalamnya kalian juga memperoleh apa
yang kalian minta.” (QS. Al-Fushshilat: 30-31).
Mereka adalah orang-orang yang meraih kebersamaan (ma’iyah) Allah,

karena Allah bersama orang-orang yang sabar. Mereka adalah orang-orang

yang berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sesungguhnya, sehingga Allah

mengkhususkan hidayahNya bagi mereka dan bukan selain mereka.

Keadaan kedua: Dorongan hawa nafsu menguasai dam mendominasi,

dorongan agama kalah total, maka ia menyerah kepada setan dan bala

13
tentaranya yang menggiringnya kemana mereka ingin. Dia memiliki dua

keadaan bersama mereka:

a. Dia menjadi bala tentara setan dan pengikutnya. Ini adalah keadaan orang

lemah yang tak berdaya.

b. Dia menjadi komandan bagi setan-setan. Ini adalah keadaan orang durjana

(fajir) yang kuat dan ulet, dan juga ahli bid’ah yang diikuti, yang menyeru

kepada bid’ahnya, sebagaimana seseorang daari mereka berkata,

Dulu aku adalah bala tentara iblis, dan keadaan (buruk) semakin
meningkat padaku, sehingga iblis justru menjadi bala tentaraku.
Iblis dan bala tentaranya menjadi pendukung dan pengikutnya. Mereka

adalah orang-orang yang dikuasai oleh kesesatan, mereka menjual akhirat

mereka demi dunia, mereka menjadi demikian karena mereka tidak memiliki

kesabaran.

Orang-orang yang berada dalam martabat ini terbagi ke dalam berbagai

macam dan jenis:

Diantara mereka ada orang yang memerangi Allah dan RasulNya.

Diantara mereka ada yang berpaling dari apaa yang Rasul bawa, dan

fokus kepada dunia, hawa nafsu dan kesenangannya.

Diantara mereka ada orang munafik pemilik dua wajah, yang makan

dengan kekufuran dan Islam.

Diantara mereka adalah orang sinting yang hanya bermain-main yang

menghabisi hembusan nafasnya hanya untuk kegilaan, permainan, dan kesia-

siaan.

14
Diantara mereka ada yang bila dinasihati akan menjawab, “Sebenernya

aku sangat ingin bertaubat, namun itu sangat sulit, hampir tidak mungkin.”

Diantara mereka ada yang berkata, “Apa guna amal shalihku di depan

apa yang telah aku perbuat. Orang yang tenggelam kalau badannya tenggelam

akan tetap tenggelam, sekalipun jarinya diselamatkan.”

Di antara mereka ada yang berkata, “Aku akan bertaubat. Saat ajal

kematian datang, aku akan bertaubat dan ia diterima.”

Dan masih banyak lagi orang-orang yang teperdaya.

Keadaan ketiga: Perang terjadi diantara kedua kubu dan saling

mengalahkan. Terkadang dorongan agama yang menang, namun terkadang

dorongan hawa nafsu yang menang, dengan skor yang terkadang banyak dan

terkadang sedikit. Ini adalah keadaan kebanyakan orang-orang Mukmin yang

mencampur-adukkan amal shalih dengan amal buruk.

Ketiga keadaan di atas merupakan potret dari keadaan manusia pada Hari

Kiamat. Ada manusia yang masuk neraka tanpa masuk surga. Ada manusia

yang masuk neraka kemudian masuk surga.

Ketiga keadaan ini adalah keadaan manusia dalam urusan sehat dan sakit.

Ada manusia yang daya tahannya menang melawan penyakitnya, maka dia

pun sehat. Ada yaang sebaliknya, penyakitnya mengalahkan daya tahannya,

maka dia pun sakit. Dan ada manusia yang daya tahan dan penyakitnya

berperang dan saling mengalahkan, orang ini terombang-ambing, terkadang

sakit dan terkadang sehat.

15
Dan diantara manusia ada yang sabar dengan usaha keras dan berat. Ada

juga manusia yang sabar tanpa memikul beban berat. Misal yang pertama

adalah orang yang melawan orang kuat, dia tidak mengalahkannya sebelum

mengerahkan segala kekuatannya. Misal yang kedua adalah orang yang

menghadapi orang lemah, dia mengalahkannya tanpa bersusah payaah.

Demikianlah pertempuran antara bala tentaraa ar-Rahman dan para

begundal setan. Barangsiapa mengalahkan bergundal setan, dia telah

mengalahkan setan.9

3. Pembagian Sabar Menurut Keterkaitannya

Sabar menurut keterkaitannya ada tiga:

a. Sabar dalam menjalankan perintah-perintah dan ketaatan-ketaatan hingga

sukses menunaikannya.

b. Sabar dalam menjauhi larangan-larangan dan penyimpangan-

penyimpangan, sehingga tidak terjatuh ke dalamnya.

c. Sabar menghadapi takdir dan keputusan Allah, sehingga tidak murka

terhadapnya.10

4. Pembagian Sabar Menurut Keterkaitannya dengan Hukum yang Lima

Dari sisi hukum yang kima, sabar terbagi menjadi sabar wajib, sunnah,

haram, makhruh, dan mubah.

Sabar yang wajib memiliki tiga bentuk:

a. Sabar dalam menjauhi hal-hal yang haram.

9
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 15.
10
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Ibid.. hlm. 16.

16
b. Sabar dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban.

c. Sabar menghadapi musibah yang tidak ada campur tangan hamba padanya

seperti sakit, miskin, dan sepertinya.

Untuk sabar yang sunnah, ia memiliki tiga macam:

a. Sabar dalam menjauhi hal-hal yang makhruh.

b. Sabar melaksanakan hal-hal yang dianjurkan.

c. Sabar dengan tidak membalas tindakan buruk seseorang dengan tindakan

yang sepertinya.

Untuk sabar yang haram, ia memiliki beberapa bentuk:

Pertama: Sabar tidak makan dan minum hingga mati dan sabar tidak

makan bangkai, darah, atau daging babi dalam keadaan terpaksa. Ini haram,

karena bila tidak memakannya, maka itu akan membuatnya mati.

Termasuk sabar haram adalah sabar di depan apa yang

membahayakannya seperti hewan buas, ular berbisa, kebakaran, banjir, atau

orang kafir yang hendak membunuhnya. Ini berbeda dengan sabar menahan

diri saat terjadi fitnah atau peperangan diantara kaum Muslimin, ini mubah

bahkan dianjurkan sebagaimana yang ditetapkan oleh banyak dalil. Nabi

SAW pernah ditanya tentang masalah ini secara khusus, dan beliau

menjawab,

.‫ُك ْن َخي َْرا ْبَِ ْي آدَ َم‬


“Jadilah yang terbaik (yang dibunuh) diantara dua anak adam.”11

11
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 4357; dan at-Tirmidzi, no. 2204.

17
Dalam sebuah ladadz,

.‫ع ْبدَهللاِ ْالقَاَِ َل‬


َ ‫ َو َلَ َ ُك ْن‬,‫عبْدَهللاِ ْال َم ْقت ُ ْو َل‬
َ ‫ُك ْن‬
“Jadilah hamba Allah yang terbunuh dan jangan menjadi hamba Allah
yang membunuh.”12
Untuk sabar yang makhruh, ia memiliki beberapa contoh:

Pertama: Sabar tidak makan, minum, berpakaian, dan hubungan suami

istri yang mengakibatkannya sakit.

Kedua: Sabar tidak melakukan hubungan suami istri walaupun tidak

menyebabkan sakit.

Ketiga: Sabar melakukan sesuatu yang makhruh.

Keempat: Sabar tidak melakukan perbuatan yang dianjurkan.

Untuk sabar yang mubah, maka ia adalah sabar terhadap perbuatan

yang kedua sisinya sama, dia diberi pilihan antara melakukan dan

meninggalkannya dan sabar di atasnya. Secara umum, sabar melaksanakan

yang wajib adalah wajib dan sabar meninggalkan yang wajib adalah haram,

sabar menjauhi yang haram adalah wajib dan sabar melakukan yang haram

adalah haram. Sabar menjalankan sesuatu yang sunnah adalah sunnah dan

sabar meninggalkan yang sunnah adalah makhruh. Sabar menjauhi yang

makhruh adalah sunnah dan sabar dalam melakukan yang makhruh adalah

makhruh. Dan sabar di atas yang mubah adalah mubah.13

12
Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/110.
13
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 18.

18
C. Keterangan Tentang Nama-Nama Sabar Menurut Keterkaitannya

Karena kesabaran yang terpuji adalah kesabaran jiwa yang terjadi secara

sukarela di depan seruan hawa nafsu yang tercela, maka tingkatan-tingkatan dan

nama-namanya sesuai dengan keterkaitannya.

1. Bila sesorang bersabar di depan hawa nafsu syahwat yang haram, maka ia

adalah iffah (menjaga diri dari yang tercela), lawannya adalah fujur (durjana),

zina dan asusila.

2. Bila seseorang bersabar di depan hawa nafsu perut, tidak tergesa-gesa kepada

makanan, atau tidak menyantap apa yang tidak patut, maka itu disebut

kemuliaan dan ketinggian jiwa, lawannya adalah rakus, serakah, dan

kerendahan jiwa.

3. Bila seseorang bersabar di depan godaan hidup yang tidak bermanfaat, maka

itu disebut zuhud, lawannya adalah ambisi.

4. Bila seseorang bersabar di atas kadar hidup yang mencukupi, maka itu disebut

qona’ah, lawannya adalah tamak.

5. Bila seseorang bersabar di depan hal yang membangkitkan amarah, maka itu

disebut kesantunan, lawannya adalah tergesa-gesa.

Sabar memiliki nama khusus menurut keterkaitannya pada setiap perbuatan

aktif atau pasif. Nama general itu semua itu adalah sabar. Dan ini menunjukkan

kepada Anda keterkaitan derajat-derajat agama seluruhnya dengan sabar, dari

awal hingga akhir.14

14
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 8

19
D. Keterangan Tentang Perbedaan Tingkatan-Tingkatan Derajat Sabar

Sabar, sebagaimana yang sudah dijelaskan, terbagi menjadi dua: Sabar

secara sukarela dan sabar karena terpaksa.

Yang pertama lebih sempurna daripada yang kedua, karena yang kedua

dimiliki oleh semua manusia dan dilakukan oleh orang yang tidak punya sabar

secara sukarela. Dari sini, maka sabarnya Nabi Yusuf ash-Shiddiq As. terhadap

rayuan istri al-Aziz dan sabarnya dalam menerima akibatnya berupa penjara dan

penahanan, adalah lebih besar dibandingkan sabarnya Nabi Yusuf As. terhadap

apa yang dia terima dari saudara-saudaranya saat mereka memasukkannya ke

dalam sumur dan memisahkannya dengan bapaknya, lalu mereka menjualnya

layaknya budak.

Demikian juga sabarnya al-Khalil Nabi Ibrahim As., Nabi Musa al-Kalim

As., Nabi Nuh As., al-Masih As., dan sabarnya Nabi dan Rasul penutup, Sayyid

anak cucu Adam As., adalah sabar di atas dakwah kepada Allah dan berjihad

melawan musuh-musuhNya. Karena itu Allah menamakan mereka Ulul Azmi

dan memerintahkan Rasulullah SAW agar bersabar seperti sabarnya mereka.

Allah SWT berfirman,

.‫س ِل‬
ُ ‫الر‬ ْ ‫صبَ َرأ ُ ْولُ ْو‬
ّٰ َ‫االعَ ْز ِم ِمن‬ ْ ‫فَا‬
َ ‫ص ِب ْر َك َما‬
Artinya : “Maka bersabarlah engkau (wahai Rasul), sebagaimana rasul-
rasul yang memiliki keteguhan hati telah bersabar.” (Al-Ahqaf:
35).
Mereka sabar terhadap hukumNya secara sukarela. Dan ini adalah sabar

yang paling sempurna.

20
Bila ada yang berkata, mana dari ketiga macam sabar itu yang paling

sempurna; sabar dalam menjalankan perintah, sabar dalam menjauhi larangan,

atau sabar menghadapi takdir?

Kami menjawab, sabar yang berhubungan dengan beban taklif, yaitu

perintah dan larangan, ini lebih utama daripada sabar di atas takdir semata,

karena sabar yang akhir ini dilakukan oleh orang baik dan fajir (pendosa),

Mukmin dan kafir. Maka setiap orang harus sabar menghadapi takdir, suka atau

tidak. Adapun sabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan, maka

ia adalah sabarnya para pengikut rasul-rasul, dan yang paling besar ittiba’nya

dari mereka adalah yang paling sabar di atas itu. Setiap sabar yang sesuai dengan

tempat dan keadaannya adalah lebih utama. Sabar dalam menjauhi yang haram

pada saatnya adalah lebih utama. Sabar dalam menjalani ketaatan pada

tempatnya adalah yang terbaik.15

15
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 20.

21
BAB III
PERSPEKTIF ISLAM TENTANG SABAR

A. Biografi Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra., nama populer untuk Syams ad-Din abu

‘Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Haris az-Zar’i ad-

Dimasyqi.1 Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra. dilahirkan di Damaskus pada tanggal 7

Syafar 691 H. bertepatan dengan 29 Januari 1292 M. dan wafat pada tanggal 13

Rajab 751 H. bertepatan dengan 1350 M.2

Ibnu Qayyim al-Jauziyah ra. hidup dilingkungan ilmiah yang sempurna.

Beliau mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk pengembangan ilmu, sehingga

banyak karya intelektualnya dapat dijadikan sumber ilmu. Nama al-Jauziyah3

sendiri diambil dari satu sekolah yang dibangun oleh Muhyy ad-Din bin Hafiz

bin Abu Farj Abdul ar-Rahim al-Jauzi, yang mana ayah Ibnu Qayyim al-

Jauziyah adalah salah satu pengurus (qayyim) di dalamnya.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah sangat mencintai ilmu, maka tidakheran kemudian

kalau beliau mempunyai sejumlah guru, diantaranya Ibnu Taimiyyah. Beliau

berguru pada Ibnu Taimiyyah sejak 721 H. setelah sang guru datang dari Mesir.

Pikiran dan ide-ide Ibnu Taimiyyah sangat mempengaruhi Ibnu Qayyim al-

Jauziyah. Beliau bahkan menempuh jalan yang dilakukan oleh gurunya itu

dalam memerangi orang-orang yang menyimpang dari agama. Meskipun beliau

1
Depag. RI, Ensiklopedia Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993) II: 403.
2
Bernard Lewis (ed.) Dkk., Encyclopedia Of Islam (Leiden: E.J Brill, 1973), III: 821.
3
Disamping fungsinya sebagai tempat menuntut ilmu, madrasah al-Jauziyah ini juga dipakai sebagai
Mahkamah Syari’iyyah bagi mazhab Hambali di Damaskus. Bernard Lewis (ed.) Dkk.,
Encyclopedia Of Islam, hlm. 821.

22
sangat mencintai dan menghormati gurunya, tetapi tidak jarang beliau berbeda

pendapat dengannya, jika menurutnya sesuatu itu benar dan jelas dalilnya. 4

Berkat kedalaman dan keluasan ilmunya Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang

sebagian besar diperoleh dari gurunya Ibnu Taimiyyah beliau kemudian dijuluki

Syaikh al-Islam yang kedua setelah gurunya tersebut.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah berusaha mengajak orang kembali berpegang

kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana ulama Salaf dan mengajak

meninggalkan perbedaan pertikaian mazhab. Juga Ibnu Qayyim al-Jauziyah

mengajak bebas berfikir dan memerangi taklid buta. Usaha dan ajakan itu tidak

hanya dibidang Ilmu Kalam, tapi juga di bidang Fiqh dan Tasawuf.

Pada dasarnya pemikiran-pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah bersifat

pembaharuan. Tak terkecuali dalam bidang Tasawuf. Ibnu Qayyim al-Jauziyah

menghendaki agar Tasawuf dikembalikan ke sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan

as-Sunnah dan tanpa penyimpangan-penyimpangan. Ajaran-ajaran Tasawuf

seharusnya memperkuat Syari’at dengan itu beroleh kesegaran dan penghayatan

hakiki yang tumbuh dari kedalaman bathin manusia.

Karir Ibnu Qayyim al-Jauziyah sangat sederhana dan selalu dihalang-

halangi oleh golongan oposisi, sebagaimana Neo-Hanbalisme yang

dikembangkan oleh Ibnu Taimiyyah juga ditentang oleh kalangan pemerintah.

Banyak ulama yang mempunyai keutamaan pada masa hidup Ibnu Qayyim

al-Jauziyah yang belajar kepadanya dan memanfaatkan karya-karyanya.

4
Depag. RI, Ensiklopedia, II: 403.

23
Gelora pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang tegas dengan berpegang

kepada al-Qur’an dan as-Sunnah Rasul, menolak taklid, menyerang bid’ah dan

khurafat, dapat dipahami apabila kita melihat situasi dan kondisi masyarakat

dimana Ibnu Qayyim al-Jauziyah hidup.5

Pendapat yang ditimbulkan di zaman disintegrasi bahwa pintu Ijtihad telah

ditutup dan diterima secara umum di zaman tersebut. Disamping itu, pengaruh

tarekat-tarekat bertambah mendalam dan meluas di dunia Islam. Demikianlah

kehidupan yang melanda orang Islam pada masa itu, penuh dengan bentrokan

fisik dan perpecahan sesama mereka, disebabkan mereka menyimpang dari

ajaran agama.

Keadaan seperti ini membutuhkan terjadinya perubahan dan pembaharuan

kesempatan seperti inilah yang paling tepat untuk mengajak dan mengarahkan

bangsa kembali kepada ajaran Islam. Kondisi tersebut mendorong Ibnu Qayyim

al-Jauziyah untuk menegakkan dakwah perdamaian, mempersatukan paham

Aqidah dan Fiqh, membuang pertikaian sesama orang Islam serta membuka

kembali pintu Ijtihad dengan tetap berpegang kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

B. Sabar yang Terpuji dan Sabar yang Tercela

Sabar dibagi menjadi dua bagian: tercela dan terpuji.

Sabar yang tercela adalah sabar dalam menjauh dari Allah, keinginanNya,

kecintaanNya, dan perjalanan hati kepadaNya. Sabar ini berarti menghalangi

5
Ibnu Qayyim al-Jauziyah hidup pada akhir abad ke-7 H dan awal ke-8 atau akhir abad ke-13 dan
pertengahan abad ke-14 M, yang dalam sejarah disebut sebagai abad pertengahan keadaan politik
dunia Islam saat itu sangat memprihatinkan sekali, saat itu negeri Islam bagaikan sebuah
kekuasaan kecil yang dikuasai orang asing dengan sesuka hati untuk memecat dan mengangkat
penguasa lihat Ibnu Kasir, al-Bidayah wa an-Nihayah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), IV: 176.

24
kesempurnaan hamba secara total dan menghalangi untuk menguatkan apa yang

menjadi tujuan dia diciptakan. Sabagaimana sabar ini adalah yang paling buruk,

ia juga yang paling besar dan paling mendalam. Karena tidak ada sabar yang

lebih mendalam dibandingkan sabarnya seseorang terhadap apa yang dicintainya

yang tidak ada kehidupan baginya sama sekali kecuali dengannya. Sebagaimana

tidak ada zuhud yang lebih mendalam dibandingkan zuhudnya seseorang

terhadap apa yang Allah siapkan untuk para kekasihnya, berupa surgaNya yang

tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak

pernah terbetik dalam alam pikiran manusia. Zuhud terhadap hal ini adalah

zuhud paling besar. Seseorang mengagumi zuhudnya seorang ahli zuhud, dia

berkata kepadanya, “Aku tidak melihat orang yang lebih zuhud darimu.” Ahli

zuhud itu menjawab, “Kamu lebih zuhud daripada diriku. Aku hanya zuhud

terhadap dunia yang tidak abadi dan tidak pernah tercapai, sedangkan kamu

zuhud terhadap akhirat. Siapa yang lebih zuhud bila demikian?”

Sedangkan sabar yang terpuji adalah sabar untuk Allah dan dengan

pertolongan Allah. Allah SWT berfirman,

‫ج‬
ِ ‫صب ُْر َك ِإ َّل ِبا‬
.‫لل‬ َ ‫ص ِب ْر َو َما‬
ْ ‫َوا‬
Artinya : "Dan bersabarlah (wahai Rasul) dan tidaklah kesabaranmu itu,
melainkan dengan pertolongan Allah." (An-Nahl: 127).
Dan Allah SWT juga berfirman,

.‫ص ِب ْر ِل ُا ْك ِم َر ِب َك فَإِنَّ َك ِبأ َ ْعيَََُِا‬


ْ ‫َوا‬
Artinya : “Dan bersabarlah (wahai Rasul) menunggu ketetapan Tuhanmu,
karena sesungguhnya engkau berada dalam (pengawasan) Mata
Kami.” (Ath-Thur: 48).
Disini terkandung sebuah rahasia yang sangat indah, yaitu bahwa siapa yang

tertaut dengan suatu sifat diantara sifat-sifat Allah SWT, niscaya sifat itu akan

memasukkan dan menyampaikannya kepada Allah. Dan Allah SWT, Dia-lah

25
Yang Maha Penyabar, bahkan tidak ada seorang pun yang lebih penyabar

daripada Allah terhadap gangguan yang didengarNya.

Allah SWT mencintai Nama-nama dan Sifat-sifatNya, juga mencintai

tuntutan dari Sifat-sifatNya serta tampaknya pengaruh dari Sifat-sifatNya

tersebut pada diri hamba-hambaNya. Maka sesungguhnya Dia Mahaindah dan

mencintai keindahan; Dia Maha Pemaaf dan mencintai orang yang suka

memaafkan; Dia Maha Dermawan dan mencintai orang-orang yang dermawan;

Dia Maha Mengetahui dan mencintai orang-orang yang berilmu; Dia Maha

Tunggal (ganjil) dan mencintai orang-orang yang melakukan amal dengan

jumlah ganjil; Dia Maha Kuat dan orang Mukmin yang kuat lebih Dia cintai

daripada orang Mukmin yang lemah; Dia Maha Penyabar dan mencintai orang-

orang yang bersabar; Maha Mensyukuri dan mencintai orang-orang yang

bersyukur. Dan apabila Allah SWT mencintai orang-orang yang menyandang

pengaruh dari Sifat-sifatNya, maka Dia bersama mereka sesuai dengan kadar

bagian mereka dari usaha menyandang sifat-sifat tersebut.6

Sebagian ulama ada yang menambah jenis ketiga dari macam-macam sabar,

yaitu “sabar bersama Allah”, bahkan mereka menjadikannya sebagai tingkatan

sabar yang paling tinggi, dan mereka berkata, yaitu memenuhi (apa yang harus

dipenuhi).

Kemudian ketahuilah, bahwa hakikat sabar bersama Allah adalah keteguhan

hati dengan beristiqomah bersamaNya, yaitu tidak pernah liar (menjauh)

6
Ahmad bin Utsman al-Mazyad, Penjelasan Tuntas Tentang Sabar & Syukur. Jakarta : Darul Haq,
2017, Cet. Ke-2, hlm. 22

26
dariNya seperti liarnya serigala kesana kemari. Maka hakikat sabar jenis ini

adalah istiqomah kepadaNya dan fokusnya hati kepadaNya.

Sebagian ulama ada juga yang menambahkan jenis lain dari macam-macam

sabar, dan menyebutnya dengan istilah “bersabar di jalan Allah”. Akan tetapi ini

juga tidak keluar dari macam-macam sabar yang telah disebutkan, dan istilah

“bersabar di jalanNya” tidak dapat dipahami kecuali dengan makna yang sama

dengan “bersabar karena Allah”.

C. Perbedaan Antara Kesabaran Orang yang Mulia Dengan Kesabaran

Orang yang Rendah

Setiap orang harus sabar menghadapi apa yang tidak diinginkan, secara

sukarela atau terpaksa.

Orang yang mulia bersabar secara sukarela, karena dia mengetahui akibat

baik dari sabar; dia dipuji karena sabar dan dicela karena kesedihan yang

berlebihan, dia mengetahui bahwa bila dia tidak sabar, maka kesedihan yang

berlebihan tetap tidak mengembalikan apa yang hilang dan tidak mengangkat

apa yang dibenci, dan bahwa tidak ada daya dalam menolak apa yang telah

ditakdirkan dan tidak ada cara untuk mewujudkan apa yang tidak ditakdirkan.

Mudharat kesedihan yang berlebihan lebih besar dibandingkan manfaatnya.

Sebagian orang berakal berkata, “Saat musibah terjadi, orang yang berakal

melakukan apa yang dilakukan oleh orang dungu sebulan kemudian.” Sebagian

mereka berkata,

Bahwa urusan itu mengalir ke akhirnya


Sehingga akhirnya menjadi awal.

27
Maka apabila akhir perkara adalah kesabaran, sementara sang hamba tidak

terpuji, maka alangkah bagus jika dia mengawali perkara di awalnya dengan

sikap orang dungu di akhirnya.

Sebagian orang berakal berkata, “Barangsiapa tidak bersabar dengan

kesabaran orang-orang mulia, dia lupa terhadap musibahnya layaknya hewan.”

Orang yang mulia melihat musibah, bila dia melihat kesedihan bisa menolak

dan mengangkatnya, maka kesedihan mungkin berguna, namun bila kesedihan

tidak berguna, maka dia menjadikan satu musibah menjadi dua musibah.

Orang yang rendah, dia bersabar karena terpaksa, dia berjalan mengelilingi

lapangan kesedihan, dia tidak melihat kesedihan berguna apa pun baginya, maka

dia bersabar layaknya orang yang akan didera dan sudah terikat.

Orang yang mulia bersabar dalaam menaati ar-Rahman, sementara orang

yang rendah bersabar dalam menaati setan. Orang-orang yang rendah adalah

manusia-manusia yang paling sabar dalam mematuhi hawa nafsu dan syahwat

mereka, disaat yang sama, mereka adalah orang-orang yang paling kecil

sabarnya dalam menaati Tuhan mereka.

Orang yang rendah bersabar dalam mengorbankan sesuatu demi menaati

setan, sabarnya sempurna, namun dia tidak sabar dalam menaati Allah,

walaupun terhadap sesuatu yang paling remeh. Dia bersabar dalam memikul

kesusahan untuk mendapatkan kerelaan musuhnya, namun tidak mampu

bersabar di atas kesulitan terendah pun demi mendapatkan keridhaan Tuhannya.

Orang yang rendah, sabar menerima penghinaan terkait dengan

kehormatannya akibat dari kemaksiatannya, namun tidak bersabar menerima

28
penghinaan terkait dengan kehormatannya di jalan Allah, sebaliknya, dia justru

meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar karena takut dihina dan dicela

karena berada di jalan Allah. Orang yang rendah rela menggadaikan

kehormataannya demi mewujudkan hawa nafsunya, sabar menerima apa yang

dikatakan terhadapnya. Orang yang rendah juga sabar, rela merendahkan dirinya

dan kehormataannya demi hawa nafsu dan keinginannya, sebaliknya, dia tidak

sabar untuk berbuat sesuatu di jalan Allah dan melakukan ketaatan kepadaNya.

Orang yang rendah adalah orang yang paling sabar dalam merendahkan diri demi

menaati setan dan hawa nafsunya, tetapi paling lemah untuk itu di jalan Allah.

Ini adalah kerendahan yang terendah, orangnya bukanlah orang yang mulia di

sisi Allah, tidak akan bangkit bersama orang-orang mulia saat mereka diseru

pada Hari Kiamat dihadapan seluruh makhluk, agar orang-orang yang ada di

padang Kiamat mengetahui siapa yang berhak mendapatkan kemuliaan pada hari

itu dan mana orang-orang yang bertakwa.7

D. Faktor-Faktor yang Membantu untuk Bersabar

Karena sabar adalah sesuatu yang Allah perintahkan, Allah meletakkan

sebab-sebab yang membantu dalam mewujudkannya. Allah tidak

memerintahkan satu perintah kecuali Allah membantu untuk melakukannya

serta meletakkan sebab-sebab yang mendukung dan menopangnya, sebagaimana

Allah menakdirkan penyakit dan menakdirkan obatnya, serta menjamin

kesembuhan dengan menggunakannya.

7
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Ibid. hlm. 26.

29
Sekalipun sabar itu berat dan pahit bagi jiwa, namun mewujudkannya

tetaplah mungkin. Kesabaran tersusun dari dua hal: Ilmu dan amal. Dari

keduanya segala obat hati dan raga diracik, maka harus ada bagian ilmu dan

bagian amal. Dari keduanya pula diracik obat yang merupakan obat yang paling

mujarab.

Tentang bagian ilmu, maksudnya adalah mengetahui apa yang tersimpan

dalam apa yang Allah perintahkan berupa kebaikan, manfaat, kenikmatan, dan

kesempurnaan, juga mengetahui apa yang tersimpan di balik larangan berupa

keburukan, kemudharatan, dan kerendahan. Bila seseorang mengetahui dua

rambu ini sebagaimana mestinya, lalu dia menambahkan tekad yang kuat,azam

yang bulat, harga diri dan kepribadian sebaagai manusia, selanjutnya dia

menggabungkan bagian ilmu ini ke bagian yang lain, bila dia melakukannya,

maka dia mewujudkan sabar, beban beratnya akan terasa ringan, kepedihannya

akan sirna dan kepahitannya berubah menjadi manis.

Sabar adalah perlawanan dorongan akal dan agama terhadap dorongan hawa

nafsu. Masing-masing dari keduanya ingin mengalahkan musuhnya. Jalannya

adalah menguatkan siapa yang ingin menang dan melemahkan lawannya, sama

halnya dengan kesehatan dan penyakit. Bila dorongan syahwat untuk melakukan

hubungan yang haram kuat, ia akan menang, akibatnya dia tidak menguasai

kemaluannya, atau menguasainya namun tidak menguasai matanya, atau

menguasainya namun tidak menguasai hatinya, sebaliknya, hatinya senantiasa

membisikinya tentang apa yang ada disana, menjanjikan dan mengiming-

30
iminginya, memalingkannya dari hakikat dzikir, dan melupakannya dari tafakur

terhadap apa yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat.

Bila seseorang bertekad untuk sembuh dan melawan penyakit ini, maka

sebelumnya dia harus melemahkannya dengan cara:

Pertama: Melihat materi yang menguatkan syahwat dan selanjutnya

menumpulkannya dari santapan-santapan yang menggerakkan syahwat dari sisi

jenisnya atau dosisnya atau takarannya, agar bisa memotong materi ini dengan

cara meminimalisirnya. Bila belum juga terpotong, maka hendaknya segera

berpuasa, karena puasa mempersempit jalan-jalan syahwat dan menumpulkan

ketajamannya, apalagi bila saat berbuka, makan secara berimbang.

Kedua: Menjauhi sebab yang membuatnya ingin mencari, yaitu pandangan

mata. Hendaknya menundukkan matanya sebisa mungkin, karena dorongan

hawa nafsu dan syahwat digerakkan oleh pandangan, selanjutnya pandanganlah

yang menggerakkan hati dengan syahwat.

Ketiga: Menghibur jiwa dengan yang mudah yang menggantikan yang

haram; karena apa yang diinginkan oleh tabiat manusia tersedia yang halal

darinya yang sangat memadahi. Inilah obat yang mujarab untuk kebanyakan

manusia sebagaimana yang dianjurkan oleh Nabi SAW.

Keempat: Merenungkan dampak buruk di dunia akibat dari melampiaskan

dorongan syahwat ini secara sembarangan. Seandainya tidak ada balasan surga

dan neraka, niscaya dampak buruk di balik mengikuti ajakan rusak ini sudah

cukup menjadi kendali yang kuat. Bila kita mau menyebutkannya, niscaya

jumlahnya tidak terhingga, akan tetapi mata hawa nafsu memang buta.

31
Kelima: Merenungkan buruknya potret yang hawa nafsunya mengajaknya

kepadanya, bila ia dikenal mau dengannya dan dengan orang lain, maka jiwanya

akan menolak minum dari tempat air yang didatangi anjing-anjing dan serigala-

serigala, sebagaimana yang dikatakan,

Aku tidak menjalin hubungan dengan kalian


Demi menjaga kemuliaan dan kehormatanku
Karena kehinaan semua orang yang bersekutu padanya

Yang lain berkata,

Bila lalat mengerubungi makanan,


Aku menarik tanganku walaupun aku ingin sekali makan
Singa-singa tidak akan minum dari mata air
Manakala anjing-anjing telah menjilatnya.

Adapun untuk menguatkan dorongan agama, maka bisa dilakukan hal-

hal berikut ini:

Pertama: Mengagungkan Allah (dengan merasa malu apa bila)

mendurhakaiNya sementara Dia senantiasa melihat dan mendengar. Barangsiapa

yang hatinya terisi oleh sikap memuliakan Allah, maka hatinya tidak akan

mengajaknya untuk mendurhakai Allah.

Kedua: Menghadirkan kecintaan kepada Allah, dimana dia meninggalkan

kemaksiatan kepada Allah karena mencintai Allah, karena orang yang mencintai

akan menaati siapa yang dia cintai.

Ketiga: Mengingat-ingat nikmat Allah dan kebaikanNya; karena orang

yang mulia tidak akan membalas siapa yang berbuat baik kepadanya dengan

keburukannya, yang membalas kebaikan dengan keburukan hanyalah orang-

orang yang rendah.

32
Keempat: Menyadari murka dan pembalasan Allah; karena bila seorang

hamba terus-menerus mendurhakai Allah, maka Allah akan murka kepadanya,

dan bila Allah telah murka, apa yang bisa membendungnya? Apalagi hamba

yang lemah itu.

Kelima: Menyadari apa yang akan hilang, yaitu bahwa kemaksiatan

membuat pelakunya kehilangan kebaikan di dunia dan akhirat, dia dicap dengan

semua cap buruk dari sisi akal, syari’at, dan kebiasaan, dia pun kehilangan

julukan muliadari sisi akal, syari’at, dan kebiasaan.

Keenam: Menghadirkan dan mengingat nikmatnya kemenangan dan

keunggulan; karena mengalahkan hawa nafsu dan mempecundangi setan

mendatangkan kenikmatan, buah manis dan kebahagiaan bagi siapa yang

merasakannya, dan itu lebih besar daripada kemenangan seseorang atas

musuhnya dari kalangan manusia, lebih manis rasanya dan lebih sempurna

kebahagiaannya. Untuk efeknya, maka ia adalah efek yang paling baik, ia seperti

efek minum obat yang manjur yang mengusir penyakit dari raga dan

mengembalikan kesehatan dan kekuatannya.

Ketujuh: Mengingat-ingat kepada gantinya, yaitu apa yang Allah sediakan

sebagai ganti bagi siapa yang meninggalkan apa yang Dia haramkan,

mengembalikan hawa nafsunya dari apa yang Dia larang, selanjutnya dia bisa

menimbang antara perbuatannya itu dengan gantinya bila dia meninggalkannya,

mana dari keduanya yang layak didahulukan, itulah yang sepatutnya dia pilih

dan terima untuk dirinya.

33
Kedelapan: Menyadari bahwa perbuatannya ini menentang Allah yang

mana hati manusia berada diantara dua JariNya, yang simpul-simpul urusan ada

di kedua TanganNya, yang segala sesuatu berpulang kepadaNya untuk

selamanya, sangat mungkin saat dia berbuat kemaksiatan, hembusan nafasnya

terhenti.

Kesembilan: Menyadari ajal kematian yang datang tiba-tiba, yaitu

bahwasanya seorang hamba hendaknya takut ajalnya datang tiba-tiba, lalu Allah

mengambilnya saat dia lalai, akibatnya dia gagal meraih apa yang diinginkan

jiwanya di akhirat. Sungguh sebuah penyesalan yang sangat buruk dan pahit,

hanya saja tidak ada yang mengetahui kecuali siapa yang telah mencobanya.

Kesepuluh: Mengetahui hakikat musibah dan keselamatan, karena musibah

hakiki tidak lain kecuali dosa-dosa berikut dampaknya, sedangkan keselamatan

sejati adalah ketaatan-ketaatan dan akibatnya. Orang-orang yang mendapatkan

musibah adalah para pendosa, sekalipun raga mereka sehat dan selamat.

Sedangkan orang-orang yang selamat adalah ahli ketaatan sekalipun raga

mereka sakit.

Kesebelas: Melatih motivasi dan dorongan agama untuk melawan dorongan

hawa nafsu dan menghadangnya langkah demi langkah, sedikit demi sedikit,

sampai akhirnya sampai akhirnya bisa mengenyam nikmat kemenangan, saat itu

semangatnya akan menguat, karena siapa yang merasakan nikmat sesuatu, maka

semangatnya untuk mendapatkannya akan menggelora dan kebiasaan

melakukan pekerjaan berat menambahkan kekuatan yang dihasilkan oleh

pekerjaan-pekerjaan itu.

34
Kedua belas: Merenungkan dunia, bahwa ia akan lenyap dengan cepat dan

berlalu dengan segera.

Ketiga belas: Memutuskan sebab dan sarana serta jalan yang mengajaknya

untuk mengikuti hawa nafsu. Namun maksudnya bukan memangkas keinginan

dari dasarnya, akan tetapi maksudnya adalah mengalihkannya kepada apa yang

berguna dan menggunakannya untuk melaksanakan perintah Allah, karena hal

itu akan menepis darinya keburukan akibat dari menggunakannya untuk

melakukan kedurhakaan kepadaNya.

Keempat belas: Mengarahkan alam pikiran kepada ayat-ayat Allah yang

menakjubkan yang Allah mengajak hamba-hambanya untuk merenungkannya,

yakni ayat-ayat Allah dan tanda-tanda kebesarannya di alam raya ini.

Kelima belas: Hendaknya seorang hamba tidak terpedaya oleh

keyakinannya bahwa sekedar mengetahui apa yang kami sebutkan di atas cukup

untuk mewujudkan usaha keras dalam mempraktikkannya, mengkonsentrasikan

dan memfokuskan daya dan tenaga untuk mewujudkannya.

Dan kunci dari semua itu adalah melepaskan diri dari belenggu kebiasaan,

karena ia adalah penghambat utama kesempurnaan dan keberuntungan, tidak

akan beruntung siapa yang mereka bersikukuh mempertahankan kebiasaannya

selamanya. Untuk bisa terlepas dari belenggu kebiasaan diperlukan keberanian

untuk berlari dari tempat-tempat kemungkinan terjadinya fitnah (keburukan) dan

menjauhinya sebisa mungkin. Nabi SAW bersabda,

َ َ ‫س ِم َع بِالدَّ َّجا ِل فَ ْليَ َْأ‬


.ُ‫ع َْه‬ َ ‫َم ْن‬

35
“Barangsiapa mendengar kedatangan Dajjal, maka hendaklah dia menjauh
darinya.”8
Tidak ada cara yang lebih baik agar terhindar dari keburukan kecuali dengan

menjauhi sebab-sebab dan pemicu-pemicunya.

Disini terdapat celah kecil bagi setan yang mana tidak dapat dihindarkan

kecuali oleh orang yang mumpuni, yaitu setan menampakkan baginya sebagian

dari kebaikan pada tempat-tempat keburukan, lalu apabila dia telah dekat

kepadanya, setan menjerumuskannya ke dalam jerat perangkap. 9

E. Manusia Tidak Mungkin Tidak Membutuhkan Sabar

Hal itu karena seorang hamba berada diantara perintah yang wajib dia

lakukan dan kerjakan dengan larangan yang wajib dia jauhi dan tinggalkan, serta

takdir yang berlalu atasnya tanpa bisa dia hindari dan nikmat yang menuntut

syukur kepada pemberinya. Bila hamba tidak bisa terlepas dari keadaan-keadaan

ini, maka sabar adalah sebuah keharusan hingga mati. Dan semua yang dihadapi

seorang hamba di alam dunia ini tidak lepas dari dua macam.

Pertama: Apa-apa yang sesuai dengan yang diinginkan dan diharapkan

hawa nafsunya.

Kedua: Apa-apa yang menyelisihinya.

Dan dia memerlukan sabar dalam keduanya.

8
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 4319; dan Ahmad, 4/431, 441.
9
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 34.

36
Tentang apa-apa yang sesuai dengan apa yang diinginkan, maka ia seperti

sehat, selamat, kehormatan, harta, dan kenikmatan-kenikmatan yang mubah.

Untuk sisi ini seorang hamba sangat memerlukan kesabaran dari beberapa sisi:

Pertama: Agar dia tidak condong kepadanya dan tidak tertipu olehnya,

tidak membuatnya angkuh, sombong, dan suka cita yang tercela yang mana

Allah tidak menyukai pelakunya.

Kedua: Agar dia tidak tenggelam dalam mendapatkan dan merengkuhnya

sepuas-puasnya, karena bila demikian, maka ia berbalik menjadi sebaliknya.

Barangsiapa makan, minum, dan berhubungan suami istri secara berlebihan,

maka semua itu akan membahayakannya, akibatnya dia bisa tidak lagi mampu

untuk makan, minum, dan berhubungan suami istri.

Ketiga: Agar dia sabar dalam menunaikan hak Allah padanya dan tidak

menyia-nyiakannya karena Allah bisa mencabutnya.

Keempat: Agar dia sabar dengan tidak menggunakannya di jalan yang

haram, sehingga tidak menuruti semua keinginan jiwa, karena ia bisa

menjerumuskan ke dalam yang haram, bila dia sangat berhati-hati, maka ia

menjerumuskannya ke dalam hal yang makruh. Tidak ada yang sabar di atas

kebahagiaan kecuali orang-orang Shiddiqin (yang benar dalam Imannya).

Sebagian salaf berkata, “Mukmin dan kafir bisa sabar menghadapi musibah,

namun hanya Shiddiqin (yang benar dalam imannya) saja yang mampu sabar

dalam keselamatan.”

37
Abdurrahman bin Auf ra. berkata, “Kami diuji dengan kesulitan dan kami

mampu bersabar, namun saat kami diuji dengan kebahagiaan, kami tidak

mampu.”

Karena itu Allah memperingatkan hamba-hambaNya terhadap fitnah harta,

suami atau istri dan anak-anak. Allah SWT berfirman,

َ ‫ٰۤيا َ يّٰ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُ ْوا َل َ ُ ْل ِهكُ ْم ا َ ْم َوا لُ ُك ْم َو َ ۤل ا َ ْو َل دُكُ ْم‬
ّٰ ‫ع ْن ِذ ْك ِر‬
ۙ ِ‫ّللا‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta benda
kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari berdzikir
(mengingat dan menyebut) Allah.” (Al-Munafiqun: 9).
Allah SWT juga berfirman,

.‫ٰۤيا َ يّٰ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُ ۤ ْوا ا َِّن ِم ْن ا َ ْز َوا ِج ُك ْم َوا َ ْو َل ِد ُك ْم عَد ًُّوا لَّ ُك ْم فَا حْ ذَ ُر ْو ُه ْم‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-
istri kalian dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi
kalian, maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka.” (At-
Taghabun: 14).
Sedangkan yang kedua, yaitu yang tidak sesuai dengan keinginan hamba, ia

mungkin berkenaan dengan kehendak hamba seperti ketaatan dan kemaksiatan,

dan mungkin awalnya tidak berkenaan dengan keinginannya seperti musibah,

atau awalnya berkenaan dengan keinginannya akan tetapi dia tidak punya pilihan

dalam mengangkatnya sesudah masuk ke dalamnya. Disini ada tiga bagian:

Pertama: Apa yang berkenaan dengan keinginan hamba, yaitu seluruh

perbuatannya yang dikatakan bahwa ia merupakan ketaatan atau kemaksiatan.

Untuk yang pertama, yang merupakan ketaatan, seorang hamba

memerlukan kesabaran di dalamnya, karena jiwa berlari dari banyak ibadah.

Untuk shalat misalnya, tabiat jiwa adalah kemalasan, lebih condong kepada

sikap santai, apalagi bila hal ini bertemu dengan kerasnya hati dan noda dosa,

cenderung kepada syahwat, berkawan dengan orang-orang lalai, maka seorang

hamba hampir tidak mengerjakannya di depan rintangan-rintangan tersebut,

38
kalau pun dia melakukannya dengan hati yang kosong dan lalai darinya, ingin

segera terlepas darinya seperti orang yang duduk di dekat bangkai. Untuk zat

misalnya, tabiat manusia adalah kikir dan bakhil, demikian juga haji dan jihad

dengan alasan yang sama karena itu merupakan tabiatnya.

Disini seorang hamba memerlukan kesabaran dalam tiga keadaan.

Pertama, sebelum memulai, yaitu dengan meluruskan niat dan ikhlas.

Kedua, sabar saat beramal.

Ketiga, sabar sesudah beramal, dan ini memiliki beberapa bentuk:

1. Sabar dalam arti menahan diri dari perbuatan yang membatalkan

amalnya tersebut. Allah SWT berfirman,

َ ‫ٰۤيـاَيّٰ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُ ْوا َل َُب ِْطلُ ْوا‬


. ‫صدَ ٰقتِ ُك ْم ِبا ْل َم ِن َوا ْلَ ٰذ‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian merusak
sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan penerima).” (Al-Baqarah: 264).
2. Sabar dengan tidak melihatnya dengan penuh kebanggaan, ujub

karenanya, menyombongkan diri dengannya, merasa agung dan besar

karenanya.

3. Sabar menahan diri dengan tidak mengalihkannya dari ruang rahasia ke

alam terbuka.

Untuk sabar dalam menjauhi kemaksiatan, maka perkaranya jelas. Faktor

penolong yang paling besar adalah memutuskan hal-hal yang menjadi kebiasaan,

berpisah dari rekan-rekan yang gemar berbuat maksiat dengan tidak bergaul dan

tidak berbincang dengan mereka serta memutuskan kesenangan yang didapat

darinya.

39
Bagian kedua: Sabar yang tidak masuk ke dalam keinginan, dan seorang

hamba tidak memiliki jalan untuk menolaknya, seperti musibah yang tangan

hamba tidak memiliki peran padanya, kematian orang yang dicintai, kecurian

harta, sakit, atau yang sepertinya. Ini terbagi menjadi dua:

Pertama, perkara yang manusia tidak memiliki peran apa pun padanya.

Kedua, perkara yang menimpanya dari manusia lain seperti celaan, pukulan

dan yang sepertinya.

Untuk yang pertama, seorang hamba memiliki empat sikap:

Yang pertama dalam posisi lemah.

Kedua adalah sabar, bisa karena Allah dan bisa karena kepribadian yang

baik.

Ketiga adalah ridha, ini lebih tinggi yang kedua.

Keempat adalah syukur, ini lebih tinggi dari yang ketiga.

Untuk yang kedua, yaitu apa yang menimpanya dari manusia sepertinya,

seorang hamba memiliki keempat sikap di atas dan ditambah dengan empat

lainnya, yaitu:

Pertama, memaafkan dan lapang dada.

Kedua, kebersihan hati dari dorongan membalas dendam.

Ketiga, menyadarinya sebagai takdir.

Keempat, berbuat baik kepada pelaku keburukan, membalas keburukannya

dengan kebaikan.

Bagian ketiga adalah apa-apa yang kedatangannya terjadi dengan

kehendaknya, dan bila ia sudah datang dan bersemayam dengan mantap, maka

40
dia tidak punya pilihan dan cara untuk menolaknya. Ini seperti cinta nafsu,

awalnya adalah pilihan dan akhirnya adalah terpaksa, seperti menjerumuskan

diri ke dalam sebab-sebab sakit dan apa yang menyakitkan yang dia tidak

memiliki daya untuk menolaknya sesudah terjerumus ke dalam sebabnya,

sebagaimana dia tidak memiliki daya untuk menolak mabuk sesudah meminum

apa yang memabukkan. Untuk keadaan ini, kewajiban atasnya adalah bersabar

di awalnya, manakala ini tidak dilakukannya, maka kewajibannya adalah

bersabar terhadapnya di akhirnya dan hendaknya tidak menuruti hawa nafsunya

di awalnya.10

F. Sabar yang Paling Berat Bagi Jiwa

Beban berat sabar sesuai dengan kadar kuatnya pendorong untuk berbuat

dan mudahnya ia bagi seorang hamba. Bila dua perkara ini terkumpul pada suatu

perbuatan, maka sabar terhadapnya termasuk sesuatu yang paling berat bagi

orang yang sabar. Bila keduanya tidak ada, maka sabar terhadapnya menjadi

ringan. Bila salah satu dari keduanya saja yang ada, maka dari satu sisi sabar

menjadi mudah dan dari sisi lainnya menjadi sulit. Barangsiapa tidak memiliki

pendorong untuk membunuh, minum khamar, dan berbagai macam perbuataan

kecil dan hal-hal itu juga tidak mudah baginya, maka sabar terhadapnya

termasuk perkara yang paling mudah dan paling ringan. Barangsiapa yang

pendorongnya kepada perbuatan-perbuatan tersebut kuat dan mudah saja

baginya untuk melakukannya, maka sabar terhadapnya adalah perkara yang

10
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 39.

41
paling berat baginya. Dari sini, maka kesabaran pemimpin terhadap perbuatan

zhalim dan kesabaran anak muda terhadap perbuatan keji serta kesabaran orang

kaya terhadap perbuatan yang haram memiliki kedudukan khusus di sisi Allah.

Disebutkan dalam al-Musnad dan lainnya dari Nabi SAW bahwa beliau

bersabda,

َ ُ‫ت لَه‬
.‫ص ْب َوة‬ َ ‫شاب لَ ْي‬
ْ ْ َ ‫ص َربّٰ َك ِم ْن‬
َ ‫ع ِج‬
َ
“Tuhanmu takjub kepada anak muda yang tidak punya kecondongan
kepada perbuatan main-main.”11
Karena itu pula, tujuh golongan yang tersebut dalam hadits 12 berhak

mendapatkan naungan Arasy Allah di hari yang tidak ada naungan kecuali

naunganNya, hal itu karena kesabaran mereka yang sangat besar dan sempurna.

Kesabaran seorang pemimpin yang berkuasa di atas keadilan dalam pembagian,

penetapan hukum, kerelaan dan amarahnya, kesabaran anak muda dalam

beribadah kepada Allah dan menyelisihi hawa nafsunya, sabar seorang laki-laki

yang berkait dengan masjid, kesabaran orang yang bersedekah untuk terus

menyembunyikan sedekahnya termasuk dari sebagian dirinya, kesabaran

seorang laki-laki yang diajak berbuat mesum, padahal yang mengajaknya adalah

wanita yang memiliki kecantikan dan kedudukan, kesabaran dua orang yang

saling mencintai karena Allah saat keduanya berkumpul dan berpisah, kesabaran

orang yang menangis karena takut kepada Allah untuk tetap

menyembunyikannya dan tidak membukanya kepada orang-orang, ini semua

termasuk sabar yang paling berat.

11
Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/151.
12
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 660; dan Muslim, no. 1031.

42
Hukuman bagi laki-laki tua pezina, raja pembual dan orang miskin yang

sombong sangat berat, karena sabar dalam hal-hal yang haram tersebut mudah

bagi mereka, karena dorongan mereka kepadanya lemah, saat mereka tidak sabar

terhadapnya padahal ia mudah, maka hal itu membuktikan kedurhakaan mereka

terhadap Allah.

Karena itu, maka sabar dalam menjauhi kemaksiataan lisan dan kemaluan,

termasuk bentuk sabar yang paling sulit, karena kuatnya pendorong kepada

keduanya dan mudahnya keduanya untuk diperbuat. Kemaksiatan lisan adalah

buah bibir, seperti namimah (adu domba), ghibah (menggunjing), dusta,

berbantah-bantahan, menyanjung diri dengan bahasa langsung atau sindiran,

gosip, mencela orang yang tidak disukainya, menyanjung orang yang disukainya

dan yang sepertinya. Lahirnya kekuatan pendorong dan mudahnya

menggerakkan lisan, menyebabkan sabar melemah. Karena itu Nabi SAW

bersabda kepada Mu’adz ra.,

َ ََّ‫ َو َه ْل يَ ُكصّٰ ال‬:‫ َو ِإنَّا لَ ُم َؤا َخذُ ْونَ بِ َما نَت َ َكلَّ ُم بِ ِه؟ فَقَا َل‬:‫ فَقَا َل‬،‫ْانَ َك‬
‫اس فِي‬ َ ‫أ َ ْم ِْ ْك‬
َ ‫علَ ْي َك ِل‬
‫صائِدُ أ َ ْل ََِْتِ ِه ْم؟‬
َ ‫اخ ِر ِه ْم إِ َّل َح‬
ِ ََ‫ار َعلَى َم‬
ِ ََّ‫ال‬
“Jagalah lisanmu.” Dia bertanya, “Apakah kita benar-benar
akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Rasulullah SAW
menjawab, “Bukankah yang membuat manusia jatuh tersungkur
di atas lubang hidung mereka ke dalam neraka hanyalah buah
lidah mereka?”13
Apalagi bila kemaksiatan lisan sudah menjadi kebiasaan bagi seorang

hamba, maka sulit baginya untuk bersabar terhadapnya. Oleh karenanya Anda

akan mendapati seorang laki-laki yang shalat malam dan berpuasa di siang hari,

tidak mau bersandar ke bantal sutra sejenak pun, namun lidahnya bebas di alam

13
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2616; dan Ibnu Majah, no. 3973.

43
ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), membicarakan kehormatan

manusia, dan terkadang dia mengarahkan semua itu kepada orang-orang shalih

ahli ilmu dan agama Allah, dan berkata atas Nama Allah tanpa ilmu.

Banyak orang, Anda melihatnya membersihkan diri dari hal-hal haram yang

remeh seperti setetes khamar dan najis seujung jarum, namun dia tidak peduli

melakukan persetubuhan yang haram. Ini seperti yang diceritakan bahwa ada

seorang laki-laki menyepi dengan wanita yang bukan mahramnya, lalu ketika

dia hendak menggaulinya, dia berkata kepadanya, “Tutuplah wajahmu, karena

melihat wajah wanita yang bukan mahram itu haram.”14

Yang dimaksud adalah bahwa berat dan ringannya sabar pada berbagai

macam kemaksiatan dan satuannya, kembali kepada kuat dan lemahnya

pendorong kepada kemaksiatan tersebut.

G. Sabar di Dalam Ayat-Ayat Kitab Allah yang Mulia

Imam ahmad ra. berkata, “Allah menyebutkan sabar pada 90 tempat dalam

kitabNya.”

Dan kami menyebutkan konteks-konteks di mana sabar disebutkan. Dan ia

ada beberapa bentuk.

Pertama: Perintah untuk bersabar, seperti Firman Allah SWT,

.ِ‫صب ُْر َك ِإ َّل ِباهللا‬


َ ‫ص ِب ْر َو َما‬
ْ ‫َوا‬
Artinya : “Dan bersabarlah (Muhammad) dan tidaklah kesabaranmu itu,
melainkan dengan pertolongan Allah.” (An-Nahl: 127).
.‫ص ِب ْر ِل ُا ْك ِم َر ِب َك‬
ْ ‫َوا‬
Artinya : “Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Tuhanmu.”
(Ath-Thur: 48).

14
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 42.

44
Kedua: Larangan terhadap lawan sabar, seperti Firman Allah SWT,

.‫َو َل َ َ ْْت َ ْع ِج ْل لَّ ُه ْم‬


Artinya : “Dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk
mereka.” (Al-Ahqaf: 35).
Juga Firman Allah SWT,

.‫َو َل َ َ ِهَُ ْوا َو َل َ َ ْازَ نُ ْوا‬


Artinya : “Dan janganlah kalian (merasa) lemah, dan jangan (pula)
bersedih hati.” (Ali Imran: 139).
Ketiga: Mengaitkan keberuntungan dengan sabar, seperti Firman Allah

SWT,

. َ‫ّللاَ لَعَلَّ ُك ْم َ ُ ْف ِل ُا ْون‬ ُ ‫صا ِب ُر ْوا َو َرا ِب‬


ّٰ ‫ط ْوا َوا ََّقُوا‬ ْ ‫ٰۤيـاَيّٰ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُوا ا‬
َ ‫ص ِب ُر ْوا َو‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kalian dan
kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap-siaga (di
perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah agar
kalian beruntung.” (Ali Imran: 200).
Allah mengaitkan keberuntungan dengan semua hal di atas.

Keempat: Pemberitahuan tentang dilipatgandakannya balasan bagi orang-

orang yang sabar, dan tidak bagi selain mereka, seperti Firman Allah SWT,
َٰٓ ٰ ُ ‫ا‬
َ َ ‫ولئِ َك يُؤْ َ َْونَ ا‬
َ ‫جْر ُه ْم َّم َّرََي ِْن بِ َما‬
.‫صبَ ُر ْوا‬
Artinya : “Mereka itu diberi pahala dua kali (karena beriman kepada
Taurat dan Al-Qur'an) disebabkan kesabaran mereka.” (Al-
Qashash: 54).
Juga Firman Allah SWT,

ّٰ ‫اِنَّ َما ي َُوفَّى ال‬


َ ‫ص ِب ُر ْونَ اَج َْر ُه ْم ِبغَي ِْر ِح‬
.‫ْا ب‬
Artinya : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10).
Kelima: Mengaitkan kepemimpinan dalam agama dengan sabar dan yakin,

seperti Firman Allah SWT,

. َ‫صبَ ُر ْوا ۙ َوكَا نُ ْوا ِب ٰا ٰيتََِا ي ُْوقَُِ ْون‬


َ ‫َو َجعَ ْلََا ِم َْ ُه ْم اَئِ َّمةً يَّ ْهد ُْونَ ِبا َ ْم ِرنَا لَ َّما‬
Artinya : “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah Kami saat mereka
bersabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24).
Maka dengan sabar dan yakin, kepemimpinan dalam agama dapat diraih.

Keenam: Meraih kebersamaan (ma’iyah) Allah, Allah SWT berfirman,

45
. َ‫ص ِب ِريْن‬ ّٰ ‫ا َِّن‬
ّٰ ‫ّللاَ َم َع ال‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-
Anfal: 46).
Abu Ali ad-Daqqaq ra. berkata, “Orang-orang sabar meraih kemuliaan dua

alam: dunia dan akhirat, karena mereka mendapatkan ma’iyah Allah.”

Ketujuh: Allah menyatukan tiga perkara bagi orang-orang yang sabar yang

Dia tidak menyatukannya untuk selain mereka, yaitu shalawat dari Allah kepada

mereka, rahmatNya kepada mereka dan hidayahNya kepada mereka. Allah SWT

berfirman,

َ‫ّلِل َواِ نَّ ۤـا اِلَ ْي ِه ٰر ِجعُ ْون‬


ِ ّٰ ِ ‫ص ْيبَة ۙ قَا لُ ۤ ْوا اِنَّا‬ َ َ ‫) الَّ ِذيْنَ اِذَ ۤا ا‬155( َ‫ص ِب ِريْن‬
ِ ‫صا بَتْ ُه ْم ّٰم‬ ّٰ ‫َوبَش ِِر ال‬
ٰٓ ٰ
)157( َ‫صلَ ٰوت ِم ْن َّر ِب ِه ْم َو َر ْح َمة ۙ َوا ُ ول ِئ َك ُه ُم ْال ُم ْهتَد ُْون‬ ٰٓ ٰ ُ ‫) ا‬156(
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬
َ ‫ول ِئ َك‬
Artinya : “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka berkata, ‘Inn a lillahi wa inna ilaihi raji’un’
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya-lah kami
kembali). Mereka itulah yang memperoleh pujian dan rahmat
dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 155-157).
Seorang salaf dihibur karena mendapatkan musibah, maka dia berkata,

“Mengapa aku tidak bersabar sementara Allah menjanjikanku tiga hal, yang satu

hal darinya saja lebih baik daripada dunia dan isinya.”

Kedelapan: Allah menjadikan sabar sebagai penolong dan bekal, dan Allah

memerintahkan hambaNya agar meminta pertolongan dengan sabar. Allah SWT

berfirman,

.‫ص ٰلو ِة‬ َّ ‫َوا ْست َ ِع ْيَُ ْوا بِا ل‬


َّ ‫صب ِْر َوا ل‬
Artinya : “dan Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar
(mengerjakan) shalat.” (Al-Baqarah: 45).
Maka barangsiapa tidak punya kesabaran, dia tidak punya penolong.

46
Kesembilan: Allah mengaitkan kemenangan dengan sabar dan takwa.

Allah SWT berfirman,

ۤ
َ ‫صبِ ُر ْوا َوََتَّقُ ْوا َويَأَُْ ْو ُك ْم ِم ْن فَ ْو ِر ِه ْم ٰهذَا ي ُْم ِد ْد ُك ْم َربّٰ ُك ْم بِخ َْم‬
َ‫ْ ِة ٰا َل ف ِمن‬ ْ َ َ ‫بَ ٰلى ۙ ا ِْن‬
ٰٓ
َ ‫ْال َم ٰلئِ َك ِة ُم‬
. َ‫ْ ِو ِميْن‬
Artinya : "Ya (cukup). Jika kalian bersabar dan bertakwa ketika mereka
datang menyerang kalian dengan tiba-tiba, niscaya Tuhan kalian
memberi bala bantuan untuk kalian dengan lima ribu malaikat
yang memakai tanda.” (Ali Imran: 125).
Karena itu Nabi SAW bersabda,

.‫صب ِْر‬ ْ ََّ‫َوا ْعلَ ْم أ َ َّن ال‬


َّ ‫ص َر َم َع ال‬
“Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran.”
Kesepuluh: Allah menjadikan sabar dan takwa sebagai tameng kokoh di

depan tipu muslihat musuh. Seorang hamba tidak berlindung darinya dengan

sebuah tameng yang lebih kokoh darinya. Allah SWT berfirman,

‫شيْــئًا‬ ُ َ‫صبِ ُر ْوا َوََتَّقُ ْوا َل ي‬


َ ‫ض ّٰر ُك ْم َك ْيدُهُ ْم‬ ْ َ َ ‫َوإِ ْن‬
Artinya : “Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka
tidak akan memudaratkan kalian sedikit pun.” (Ali Imran: 120).
Kesebelas: Allah mengabarkan bahwa para malaikatNya mengucapkan

salam kepada mereka di surga. Allah SWT berfirman,


ٰٓ
َ ‫س ٰلم‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم ِب َما‬
‫صبَ ْرَ ُ ْم فََِ ْع َم‬ َ َ‫َوا ْل َم ٰل ِئكَةُ يَدْ ُخلُ ْون‬
َ )23( ‫علَ ْي ِه ْم ِم ْن ُك ِل بَا ب‬
)24(‫ع ْقبَى الدَّا ِر‬ ُ
Artinya : “Dan malaikat-malaikat akan masuk ke tempat-tempat mereka
dari semua pintu; (sambil mengucapkan), ‘Selamat sejahtera
bagi kalian karena kesabaran kalian.’ Maka alangkah nikmatnya
tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra’d: 23-24).
Kedua belas: Allah membolehkan hamba-hambaNya membalas sesuai

dengan perbuatan yang dilakukan terhadap mereka, kemudian Allah bersumpah

dengan tegas dan sangat, bahwa sabar mereka adalah lebih baik bagi mereka.

Allah SWT berfirman,

47
ّٰ ‫صبَ ْرَ ُ ْم لَ ُه َو َخيْر ِلل‬
. َ‫ص ِب ِريْن‬ ُ ‫عا قَ ْبت ُ ْم فَعَا قِب ُْوا ِب ِمثْ ِل َما‬
َ ‫ع ْوقِ ْبت ُ ْم ِب ٖه َولَئِ ْن‬ َ ‫َواِ ْن‬
Artinya : "Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang
sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika
kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang
yang sabar." (An-Nahl: 126).
Perhatikan penegasan dengan sumpah (pada ayat) ini yang ditunjukkan oleh

waw (‫)ولَئِ ْن‬,


َ kemudian lam (‫)ولَئِ ْن‬
َ sesudahnya, kemudian lam (‫ )لَ ُه َو‬lagi yang ada

pada kalimat jawab.

Ketiga belas: Allah menetapkan ampunan dan pahala yang besar sebagai

buah dari kesabaran dan amal shalih. Allah SWT berfirman,

.‫ولٰٓئِ َك لَ ُه ْم َّم ْغ ِف َرة َّواَجْر َك ِبيْر‬


ٰ ُ‫ت ا‬ ّٰ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلا‬ َ َ‫ا َِّل الَّ ِذيْن‬
َ ‫صبَ ُر ْوا َو‬
Artinya : “Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan
mengerjakan kebajikan, mereka itu memperoleh ampunan dan
pahala yang besar." (Hud: 11).
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah kecualikan dari manusia tercela

yang memiliki sifat tercela, yaitu putus asa dan kufur saat ditimpa musibah dan

sombong saat mendapat nikmat.

Keempat belas: Allah menetapkan sabar dalam menghadapi musibah-

musibah termasuk azmi umur (urusan yang patut dibulatkan tekad untuk

dilakukan), yakni perkara yang ditekankan, dan sebuah perkara hanya akan

ditekankan karena ia memang urgen dan penting sekali. Allah SWT berfirman,

َ ‫غفَ َر ا َِّن ٰذ ِل َك لَ ِم ْن‬


.‫ع ْز ِم ْالُ ُم ْو ِر‬ َ ‫َولَ َم ْن‬
َ ‫صبَ َر َو‬
Artinya : “Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sesungguhnya
yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) dibulatkan tekad
(untuk dilakukan).” (Asy-Syura: 43).
Luqman berkata kepada anaknya,

ُ‫ع ْز ِم ْال‬ َ َ ‫ع ٰلى َم ۤا ا‬


َ ‫صا بَ َك ا َِّن ٰذ ِل َك ِم ْن‬ ْ ‫ع ِن ْال ُم َْك َِر َوا‬
َ ‫ص ِب ْر‬ ِ ‫َوأْ ُم ْر ِبا ْل َم ْع ُر ْو‬
َ َ‫ف َوا ْنه‬
.‫ُم ْو ِر‬
Artinya : “Dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah
(mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu, (karena) sesungguhnya yang demikian itu
termasuk perkara yang penting." (Luqman: 17).

48
Kelima belas: Allah menjanjikan kemenangan dan keunggulan kepada

kaum Mukminin, dan ia adalah kalimat (ketentuan Allah) Allah yang telah

tetapkan bagi mereka, yang mana ia merupakan Kalimatul Husna, dan Allah

mengabarkan bahwa Dia memberikannya kepada mereka berkat kesabaran.

Allah SWT berfirman,

َ ‫ع ٰلى بََِ ۤ ْي اِس َْرآٰ ِء ْي َل بِ َما‬


.‫صبَ ُر ْوا‬ َ ‫ت َك ِل َمتُ َربِ َك ْال ُاْ َْٰى‬
ْ ‫َوَ َ َّم‬
Artinya : “Dan telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai
janji) untuk Bani Israil, disebabkan kesabaran mereka.” (Al-
A’raf: 137).
Keenam belas: Allah mengaitkan kecintaanNya dengan sabar dan

memberikannya untuk yang berhak mendapatakannya. Allah SWT berfirman,

‫َعُفُ ْوا‬
َ ‫ّللاِ َو َما‬
ّٰ ‫سبِي ِْل‬
َ ‫ي‬ َ َ ‫َو َكا َ يِ ْن ِم ْن نَّبِي ٰقت َ َل َمعَ ٗه ِربِي ّْٰو َن َكثِيْر فَ َما َو َهَُ ْوا ِل َم ۤا ا‬
ْ ِ‫صا بَ ُه ْم ف‬
ّٰ ‫َو َما ا ْستَكَا نُ ْوا َوا ّّٰلِلُ ي ُِاصّٰ ال‬
. َ‫صبِ ِريْن‬
Artinya : “Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah
besar dari pengikutnya (yang bertakwa). Mereka tidak (menjadi)
lemah semangat karena bencana yang menimpa mereka di jalan
Allah, tidak lesu (badan mereka) dan tidak (pula) menyerah
(kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."
(Ali Imran: 146).
Ketujuh belas: Allah mengabarkan bahwa sifat-sifat kebaikan hanya

dianugerahkan kepada orang-orang yang sabar pada dua tempat dalam

KitabNya. Pertama, di Surat al-Qashash tentang kisah Qarun, bahwa orang-

orang yang diberi ilmu berkata kepada orang-orang yang berharap diberikan

harta sebagaimana yang telah diberikan kepada Qarun,

ّٰ ‫صا ِل ًاـا َو َل يُلَقّٰٮ َه ۤا ا َِّل ال‬


. َ‫ص ِب ُر ْون‬ َ ‫ّللا َخيْر ِل َم ْن ٰا َم َن َو‬
َ ‫ع ِم َل‬ ُ ‫َو ْيلَـ ُك ْم ث َ َوا‬
ِ ّٰ ‫ب‬
Artinya : “Celakalah kalian! (Ketahuilah, bahwa) pahala Allah adalah
lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal shalih, dan tidak diberi taufik untuk mendapatkannya
kecuali orang-orang yang bersabar.” (Al-Qashash: 80).
Kedua, di Surat Fushshilat, dimana Allah memerintahkan hamba agar

menolak keburukan dengan apa yang lebih baik, maka bila dia melakukan itu,

49
orang yang antara dia dengannya ada permusuhan berubah menjadi kawan karib,

kemudian Allah SWT berfirman,

َ ‫صبَ ُر ْوا َو َما يُلَقّٰٮ َه ۤا ا َِّل ذُ ْو َحظ‬


.‫ع ِظيْم‬ َ َ‫َو َما يُلَقّٰٮ َه ۤا ا َِّل الَّ ِذيْن‬
Artinya : “Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan, kecuali
kepada orang-orang yang bersabar dan tidak dianugerahkan,
kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan
yang besar.”(Fushshilat: 35).
Kedelapan belas: Allah mengabarkan bahwa hanya orang-orang yang

banyak bersabar dan banyak bersyukur yang mengambil faidah dan pelajaran

dari ayat-ayatNya. Allah SWT berfirman,

ِ ّٰ ‫ت اِلَى الَّٰ ْو ِر َوذَ ِك ْر ُه ْم ِبا َ يّٰٮ ِم‬


‫ّللا‬ ّٰ َ‫س ْلََا ُم ْوسٰ ى ِب ٰا ٰيتَِ َۤا ا َ ْن ا َ ْخ ِرجْ قَ ْو َم َك ِمن‬
ِ ٰ‫الظلُم‬ َ ‫َولَـقَدْ ا َ ْر‬
.‫ش ُك ْور‬
َ ‫صبَّا ر‬ َ ‫ا َِّن ِف ْي ٰذ ِل َك َ ٰل ٰيت ِلـ ُك ِل‬
Artinya : “Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa
tanda-tanda (kekuasaan) Kami, (dan Kami perintahkan
kepadanya), ‘Keluarkanlah kaummu dari kegelapan-kegelapan
kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka
kepada hari-hari Allah.’ Sesungguhnya, pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang
penyabar dan banyak bersyukur." (Ibrahim: 5).
Kesembilan belas: Allah menyanjung hambaNya, Nabi Ayyub As., dengan

sanjungan yang paling bagus atas kesabaranNya. Allah SWT berfirman,

.‫صا ِب ًرا نِ ْع َم ْالعَ ْبدُ اِنَّـهٗۤ ا َ َّوا ب‬


َ ُ‫اِنَّا َو َجدْ ٰنه‬
Artinya : “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar.
Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya, dia sangat taat
(kepada Allah).” (Shad: 44).
Allah menyebutnya ُ ‫( نِ ْع َم ْالعَ ْبد‬sebaik-baik hamba), karena dia adalah seorang

yang penyabar. Ini menunjukkan bahwa siapa yang tidak sabar saat diuji, maka

dia adalah ُ ‫س ْالعَ ْبد‬


َ ْ‫( بِئ‬seburuk-buruk hamba).

Kedua puluh: Allah menetapkan kerugian yang merupakan hukum yang

berlaku secara umum bagi siapa yang tidak beriman, tidak berpegang kepada

50
kebenaran, dan tidak sabar. Ini menunjukkan bahwa tidak ada orang yang

beruntung selain mereka. Allah SWT berfirman,

.‫صب ِْر‬
َّ ‫ص ْوا بِا ل‬ ِ ‫ص ْوا بِا ْل َا‬
َ ‫ق َوَ ََوا‬ َ ‫ت َوَ ََوا‬ َ ‫ا َِّل الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُ ْوا َو‬
ّٰ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلا‬
Artinya : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
shalih serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling
menasihati untuk kesabaran.” (Al-Ashr: 3).
Karena itu Imam asy-Syafi’i ra. berkata, “Kalau manusia seluruhnya

merenungkan ayat ini, niscaya ia mencukupi mereka.”

Kedua puluh satu: Allah menyatakan bahwa orang-orang golongan kanan

adalah orang-orang yang bersabar dan berkasih sayang. Mereka adalah orang-

orang yang memiliki dua sifat ini dan mewasiatkan keduanya kepada orang lain.

Allah SWT berfirman,

‫ص ْوا بِا ْل َم ْر َح َم ِة‬


َ ‫صب ِْر َوَ ََوا‬ َ ‫ث ُ َّم كَا نَ ِمنَ الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُ ْوا َوَ ََوا‬
َّ ‫ص ْوا بِا ل‬
Artinya : “Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling
berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih
sayang.”(Al-Balad: 17).
Kedua puluh dua: Allah menyandingkan sabar dengan rukun-rukun Islam

dan derajat-derajat Iman seluruhnya. Allah menyandingkan sabar dengan

shalat dalam FirmanNya,

.ِ‫ص ٰلوة‬ َّ ‫َوا ْست َ ِع ْيَُ ْوا بِا ل‬


َّ ‫صب ِْر َوا ل‬
Artinya : “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat.” (Al-Baqarah: 45).
Allah mengandingkan sabar dengan amal shalih secara umum, seperti
FirmanNya,
ّٰ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلا‬
‫ت‬ َ َ‫ا َِّل الَّ ِذيْن‬
َ ‫صبَ ُر ْوا َو‬
Artinya : “Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan
mengerjakan amal-amal shalih.” (Hud: 11).
Allah SWT juga menyandingkan sabar dengan takwa, seperti firmanNya,

.‫صبِ ْر‬ ِ َّ ‫ َمن يَت‬,ُ‫إِنَّه‬


ْ َ‫ق َوي‬

51
Artinya : “Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar.”
(Yusuf: 90).
Allah SWT juga menyandingkan sabar dengan syukur, seperti firmanNya,

.‫ش ُك ْور‬ َ ‫ا َِّن فِ ْي ٰذ ِل َك َ ٰل ٰيت ِلـ ُك ِل‬


َ ‫صبَّا ر‬
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak
bersyukur." (Ibrahim: 5).
Allah juga menyandingkan sabar dengan kebenaran, seperti firmanNya,

.‫صب ِْر‬
َّ ‫ص ْوا ِبا ل‬ ِ ‫ص ْوا ِبا ْل َا‬
َ ‫ق َوَ ََوا‬ َ ‫ت َوَ ََوا‬ َ ‫ا َِّل الَّ ِذيْنَ ٰا َمَُ ْوا َو‬
ّٰ ‫ع ِملُوا ال‬
ِ ٰ‫ص ِلا‬
Artinya : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
shalih serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling
menasihati untuk kesabaran.” (Al-Ashr: 3).
Allah juga menyandingkan sabar dengan rahmat, seperti firmanNya,

‫ص ْوا ِبا ْل َم ْر َح َم ِة‬


َ ‫صب ِْر َوَ ََوا‬
َّ ‫ص ْوا ِبا ل‬
َ ‫َوَ ََوا‬
Artinya : “Dan mereka saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan
untuk berkasih sayang.” (Al-Balad: 17).
Allah juga menyandingkan sabar dengan yakin, seperti firmanNya,

. َ‫صبَ ُر ْوا َوكَا نُ ْوا ِب ٰا ٰيتََِا ي ُْوقَُِ ْون‬


َ ‫لَ َّما‬
Artinya : “Saat mereka sabar, dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-
Sajdah: 24).
Allah juga menyandingkan sabar dengan shidq (kejujuran Iman), seperti

firmanNya,

.‫ت‬
ِ ‫صبِ ٰر‬
ّٰ ‫صبِ ِريْنَ َوا ل‬ ِ ‫صد ِٰق‬
ّٰ ‫ت َوا ل‬ ّٰ ‫ص ِدقِيْنَ َوا ل‬
ّٰ ‫َوا ل‬
Artinya : “Laki-laki dan perempuan yang benar (jujur), laki-laki dan
perempuan yang sabar.” (Al-Ahzab).
Allah menjadikan sabar sebagai sebab untuk mendapatkan kecintaanNya,

kebersamaan (ma’iyah)Nya, kemenanganNya, pertolonganNya dan balasanNya

yang baik. Apa yang disebutkan di atas sudah cukup membuktikan kemuliaan

dan keutamaan sabar.15

15
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. Op.cit. hlm. 54.

52
H. Sabar Dalam Sunnah Nabi SAW

Dalam ash-Shahihain, dari hadits Anas bin Malik ra., dia berkata,

،‫ اَقي هللا واصبري‬:‫ فقال لها‬،‫أن رسول هللا ﷺ أَى على امرأة َبكي على صبي لها‬
،‫ فأخذها مثل الموت‬،‫ إنه لْول هللا ﷺ‬:‫ قيل لها‬،‫ وماَبالي بمصيبتي؟ فلما ذهص‬:‫فقالت‬
:‫ لم أعرفك؟ فقال‬،‫ يارسول هللا‬:‫ فقالت‬،‫ فلم َجد على بابه بوابين‬،‫فأَت بابه‬
.‫ عَد الصدمة الولى‬:‫ وفي لفظ‬.‫إنماالصبرعَد أول صدمة‬
“Bahwa Rasulullah SAW pernah melewati seorang wanita yang
sedang menangisi seorang anaknya yang meninggal dunia. Maka
beliau bersabda kepadanya, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah
dan bersabarlah.’ Maka dia menjawab, ‘Apa urusanmu dengan
musibahku?’ Saat Nabi SAW pergi, dikatakan kepadanya,
‘Sesungguhnya dia adalah Rasulullah SAW Maka dia hampir
pingsan. Dia langsung mendatangi pintu Nabi SAW, dia tidak
menemukan para penjaga pintu seorang pun. Dia berkata,
‘Wahai Rasulullah, aku tidak mengenal Anda tadi.’ Maka beliau
bersabda, ‘Sabar itu hanyalah pada saat awal terjadinya
musibah’.” Dalam sebuah lafazh, “Pada saat pertama musibah
menimpa.”16
Sabda Nabi SAW, ‫صدْ َم ِة ْال ُ ْولَى‬
َّ ‫صب ُْر ِع َْدَ ال‬
َّ ‫( اَل‬Sabar itu adalah pada saat

pertama musibah menimpa), adalah seperti sabda beliau,

.‫ص‬ َ َ‫ْهُ ِع َْدَ ْالغ‬


ِ ‫ض‬ ْ ‫ش ِد ْيدُ الَّ ِذ‬
َ ‫ي يَ ْم ِلكُ نَ ْف‬ َّ ‫ ِإنَّ َماا ال‬،‫ع ِة‬
َ ‫ص َر‬ َ ‫لَي‬
َّ ‫ْس ال‬
ّٰ ‫ش ِد ْيدُ ِبال‬
“Orang yang kuat bukanlah orang yang selalu menang berkelahi,
akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu
mengendalikan dirinya saat marah.”
Karena kedatangan musibah yang tiba-tiba memiliki beban berat yang bisa

mengguncangkan hati dan menggoyahkannya saat ia pertama kali turun, bila

hamba bersabar saat pertama kali musibah menghantam, maka ketajaman

musibah itu akan berkurang dan kekuatannya akan melemah, sehingga ringan

baginya untuk meneruskan sabar.

Dalam Shahih Muslim, dari Ummu Salamah ra., dia berkata, Aku

mendengar Rasulullah SAW bersabda,

16
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1283; dan Muslim, no. 926.

53
“Tidak ada seorang Muslim pun yang tertimpa musibah, lalu dia
mengucapkan apa yang Allah perintahkan kepadanya, Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un, ya Allah, berilah aku pahala karena
musibahku ini dan berilah aku ganti yang lebih baik darinya,’
melainkan pasti Allah memberinya ganti yang lebih baik’.”
Ummu Salamah berkata, ”Ketika Abu Salamah wafat, aku
berkata, ‘Muslim mana yang lebih baik daripada Abu Salamah?
Dia dan keluarganya adalah rumah pertama yang hijrah kepada
Rasulullah SAW.’ Kemudian aku mengucapkan kalimat di atas,
maka Allah memberiku ganti, yaitu Rasulullah SAW. Rasulullah
SAW mengutus Hathib bin Abu Balta’ah melamarku untuk beliau.
Aku menjawab, ‘Sesungguhnya aku memiliki anak perempuan
dan aku adalah wanita pencemburu.’ Maka Rasulullah SAW
menjawab, ‘Adapun anak perempuannya, maka aku berdo’a
kepada Allah agar membuatnya mandiri sehingga tidak
tergantung kepadanya, dan aku akan berdo’a kepada Allah agar
menghilangkan sifat cemburunya.’ Maka aku menikah dengan
Rasulullah SAW.”17
Perhatikanlah akibat baik dari kesabaran, ucapan istirja’, mengikuti ajaran

Rasulullah SAW dan ridha kepada keputusan Allah, yang membuat Ummu

Salamah meraih apa yang dia raih, yaitu menjadi istri manusia paling mulia di

sisi Allah.

Dari Abu Musa al-Asy’ari ra., dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Bila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman


kepada para malaikatNya, ‘Kalian mewafatkan anak hambaKu?’
Mereka menjawab, ‘Benar.’ Allah berfirman, ‘Kalian mengambil
buah hatinya?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Allah bertanya, ‘Lalu
apa yang hambaKu ucapkan?’ Mereka menjawab, ‘Dia
memujiMu dan mengucapkan istirja’.’ Maka Allah berfirman,
‘Bangunkanlah sebuah rumah untuknya di surga dan namakan ia
dengan Baitul Hamd’.”18
Dalam Shahih al-Bukhari, dari hadits Anas ra., dia berkata, bahwasanya

Rasulullah SAW bersabda,

.َ‫َتُهُ ِم َْ ُه َما ْال َجََّة‬


ْ ‫ع َّو‬ َ ‫ي ِب َا ِب ْيبَت َ ْي ِه ث ُ َّم‬
َ ،‫صبَ َر‬ َ ُ‫ ِإذَا ا ْبتَلَيْت‬:‫ِإ َّن هللاَ قَا َل‬
ْ ‫ع ْب ِد‬

17
Diriwayatkan oleh Muslim, no. 918.
18
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1021; dan Ahmad, 4/415.

54
“Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Jika Aku menguji hambaKu
dengan kebutaan pada kedua matanya, kemudian dia bersabar,
maka Aku mengganti kedua mata itu dengan surga untuknya’.” 19
Dalam Sunan at-Tirmidzi,

.َ‫ي ِإ َّل ْال َجََّة‬


ْ ‫ي فِ ْي الدّٰ ْنيَا لَ ْم يَ ُك ْن لَهُ َجزَ اء ِع َْ ِد‬ َ ‫ِإذَا أ َ َخذْتُ َك ِر ْي َمت َ ْي‬
ْ ‫ع ْب ِد‬
“Bila Aku mengambil dua yang mulia (kedua mata) seorang
hambaKu di dunia, maka tidak ada balasan baginya di sisiKu
kecuali surga.”20
Dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah ra., berkata Rasulullah SAW

bersabda,

‫ص ِفيَّهُ ِم ْن أ َ ْه ِل الدّٰ ْنيَا‬ ْ ‫ َما ِلعَ ْب ِدي ْال ُمؤْ ِم ِن ِعَْ ِد‬:‫يَقُ ْو ُل هللاُ ﷻ‬
ْ َ‫ي َجزَ اء ِإذَا قَب‬
َ ُ‫ضت‬
.ُ‫ْبَهُ ِإ َّل ْال َجََّة‬
َ َ ‫ث ُ َّم ا ْحت‬
“Allah SWT berfirman, ‘Tidak ada balasan bagi hambaKu yang
Mukmin apabila Aku mencabut nyawa orang yang disayanginya
dari penduduk dunia kemudian dia mengharapkan pahala dariKu
atas hal itu, kecuali surga.”21
Juga dalam Shahih al-Bukhari, dari Atha’ bin Abu Rabbah ra., dia berkata,

“Ibnu Abbas ra. pernah berkata kepadaku, ‘Maukah kamu aku


tunjukkan salah seorang wanita penduduk surga? Aku berkata,
‘Tentu.’ Dia berkata, ‘Wanita hitam ini pernah mendatangi Nabi
SAW dan berkata, ’Sesungguhnya aku sakit ayan dan auratku
tersingkap, maka berdoalah kepada Allah untukku.’ Beliau
bersabda, ‘Jika engkau mau, bersabarlah dan bagimu surga,
tetapi jika engkau mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia
menyembuhkanmu.’ Maka wanita itu berkata, ‘Aku akan
bersabar.’ Lalu dia berkata lagi, ‘Sesungguhnya (saat sakitku
kambuh) auratku tersingkap, maka berdoalah kepada Allah agar
auratku tidak tersingkap.’ Maka beliau berdoa untuknya’.”22
Kemudian dari hadits Abu Sa’id dan Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW,

beliau bersabda,

َ ‫صص َو َل َهم َو َل ُح ْزن َو َل أ َذً َو َل‬


‫غم‬ َ ‫صص َو َل َو‬ َ َ‫ص ْال ُم ْْ ِل َم ِم ْن ن‬ُ ‫ص ْي‬ ِ ُ‫َما ي‬
.ُ‫طايَاه‬ َّ
َ ‫شا ُك َها ِإل َكفَّ َرهللاُ ِب َها ِم ْن َخ‬ َّ ‫َحت َّى ال‬
َ ُ‫ش ْو َك ِة ي‬
“Tidaklah seorang Muslim ditimpa oleh rasa letih, penyakit,
kegelisahan, kesedihan, gangguan atau duka, hingga duri yang

19
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5653.
20
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2400.
21
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6424.
22
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5652 dan Muslim, no. 2576.

55
tertancap padanya, melainkan Allah menghapus dengannya
sebagian dari kesalahan-kesalahannya.”23
Dalam al-Musnad, dari hadits Abu Hurairah ra., dia berkata, Rasulullah

SAW bersabda,

‫ي َما ِل ِه َوفِ ْي َولَ ِد ِه َحت َّى يَ ْلقَى‬ َ ‫َليَزَ ا ُل ْالبَ َل ُء بِ ْال ُمؤْ ِم ِن أ َ ِو ْال ُمؤْ ِمََ ِة فِ ْي َج‬
ْ ِ‫ْ ِد ِه َوف‬
.‫علَ ْي ِه َخ ِط ْيئ َة‬
َ ‫هللاَ َو َما‬
“Ujian senantiasa menimpa Mukmin dan Mukminah, pada
tubuhnya, hartanya dan anaknya, hingga dia bertemu Allah
tanpa membawa dosa.”24
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud ra,

dia berkata,

“Aku masuk menemui Nabi SAW, ketika itu beliau sedang didera
rasa sakit. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Anda didera sakit yang sangat.’ Beliau bersabda, ‘Benar,
sesungguhnya aku merasakan sakit sebagaimana dua orang di
antara kalian merasakan sakit.’ Aku bertanya, ‘Hal itu karena
Anda mendapatkan dua pahala?’ Beliau menjawab, ‘Benar, demi
Dzat Yang jiwaku ada di tanganNya, tidak ada seorang Muslim
pun di muka bumi ini yang ditimpa gangguan, baik itu sakit
maupun yang lainnya, melainkan Allah akan menggugurkan
dosa-dosanya karenanya sebagaimana pohon kering yang
menggugurkan dedaunannya.”25

I. Atsar-atsar Dari Para Sahbat ra. dan Orang-orang Sesudah Mereka

Tentang Keutamaan Sabar

Abu Bakar ra. sakit, dan orang-orang menjenguknya, mereka berkata,

“Tidakkah sebaiknya kami undang seorang tabibuntukmu?” Maka Abu Bakar

menjawab, “Dia (maksudnya Allah Yang Maha Menyembuhkan) sudah melihat

keadaanku.” Mereka bertanya, “Lalu apa yang Dia katakan?” Dia menjawab,

“Sesungguhnya Aku melakukan apa yang Aku inginkan.”

23
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5641, 5642; dan Muslim, no. 2573.
24
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3499; dan Ahmad dalam al-Musnad, 2/287, 450.
25
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5648; dan Muslim, no. 2571.

56
Umar bin al-Khaththab ra. berkata, “Kami melihat penghidupan kami

adalah dengan sabar.”

Umar ra. juga berkata, “Sebaik-baik penghidupan yang kami dapatkan

adalah dengan sabar, seandainya sabar itu manusia, niscaya dia adalah orang

mulia.”

Ali bin Abi Thalib ra. berkata, “Ingatlah bahwa kedudukan sabar di sisi iman

adalah seperti kepala bagi raga, bila kepala dipenggal, maka raga binasa.”

Kemudian dia meninggikan suaranya, “Ingatlah, sesungguhnya tidak ada iman

bagi siapa yang tidak punya kesabaran.”

Ali ra. juga berkata, “Sabar adalah kendaraan yang tidak pernah tergelincir.”

Al-Hasan ra. berkata, “Sabar adalah salah satu harta kekayaan yang penuh

dengan kebaikan, Allah hanya memberikannya kepada hamba yang mulia di

sisiNya.”

Umar bin Abdul Aziz ra. berkata, “Tidaklah Allah memberi seorang hamba

sebuah kenikmatan, lalu Allah mengambilnya darinya dan menggantikannya

dengan sabar, melainkan apa yang Allah berikan sebagai gantinya itu lebih baik

dibandingkan apa yang telah Allah ambil.”

Maimun bin Mihran berkata, “Tidaklah seseorang mendapatkan sesuatu dari

kebaikan yang sangat besar, baik dia itu seorang nabi atau bukan nabi, kecuali

karena sabar.”

Sulaiman bin al-Qasim berkata, “Semua amal itu diketahui pahalanya,

kecuali sabar. Allah SWT berfirman,

َ ‫صابِ ُر ْونَ أ َ ْج َر ُه ْم بِغَ ْي ِر ِح‬


.‫ْاب‬ َّ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى ال‬

57
Artinya : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
disempurnakan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10).
Dia berkata, “Seperti air yang mengalir deras.”

Muhammad bin Syubrumah, bila dia mendapatkan musibah, dia berkata,

“Awan musim kemarau akan pergi sesaat lagi.”

Sufyan bin Uyainah berkata tentang Firman Allah SWT,

َ ‫َو َجعَ ْلََا ِم َْ ُه ْم أ َئِ َّمةً يَ ْهدُ ْو َن بِأ َ ْم ِرنَا لَ َّما‬


.‫صبَ ُر ْوا‬
Artinya : “Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami saat mereka bersabar,”
(As-Sajdah: 24), “(Yakni), manakala mereka memegang pangkal
urusan, maka Kami jadikan mereka para pemimpin.”
Al-Ahnaf bin Qais ditanya, “Apa itu santun? Dia menjawab, “Sabar sedikit

terhadap apa yang tidak kamu inginkan.”

Yunus bin Yazid berkata, “Aku bertanya kepada Rabi’ah bin Abdurrahman,

‘Apa puncak kesabaran?’ Dia menjawab, ‘Hari dimana dia mendapatkan

musibah sama dengan hari sebelum musibah’.”

Qais bin al-Hajjaj berkata tentang Firman Allah SWT,

.ً‫ص ْب ًرا َج ِم ْيل‬ ْ ‫فَا‬


َ ‫صبِ ْر‬
Artinya : “Maka bersabarlah engkau (wahai Rasul) dengan kesabaran yang
baik,” (Al-Ma’arij: 5), ”(Yaitu) orang yang ditimpa musibah di
tengah-tengah masyarakat, tidak diketahui siapa orangnya.”

J. Masalah-masalah yang Berkenaan Dengan Musibah Berupa Tangisan,

Ratapan, Merobek Pakaian, Berseru Dengan Seruan Jahiliyah dan yang

Sepertinya

1. Menangisi Mayit

Madzhab Ahmad dan Abu Hanifah membolehkannya sebelum dan

sesudah kematian. Pendapat ini dipilih oleh Abu Ishaq asy-Syirazi.

Sedangkan asy-Syafi’i dan banyak kalangan dari pengikut-pengikutnya

58
memakruhkannya sesudah kematian dan membolehkannya sebelum ruh

keluar. Pendapat ini berdalil kepada hadits Jabir bin Atik,

“Bahwa Rasulullah SAW datang menjenguk Abdullah bin Tsabit,


beliau melihatnya telah pingsan, beliau berteriak di sisinya dan
dia tidak menjawab, maka beliau beristirja’. Beliau bersabda,
‘Wahai Abu ar-Rabi’, kami tidak mampu berbuat apa-apa
untukmu.’ Maka kaum wanita berteriak dan menangis histeris.
Ibnu Atik mulai menyuruh mereka diam, maka Rasulullah SAW
bersabda, ‘Biarkanlah mereka menangis, namun bila sudah
pasti, maka jangan ada seorang wanita pun yang menangisinya.’
Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa maksud pasti?’ Beliau
menjawab, ‘Kematian’.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-
Nasa’i.26
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Ibnu Umar ra.,

bahwa Rasulullah SAW bersabda,

َ ‫ب بِبُ َكا ِء أ َ ْه ِل ِه‬


.‫علَ ْي ِه‬ َ ِ‫إِ َّن ْال َمي‬
ُ َّ‫ت لَيُعَذ‬
“Sesungguhnya mayit disiksa karena tangisan keluarganya
atasnya.”27
Ini hanya terjadi sesudah kematian, karena bila sebelumnya dia tidak

disebut mayit.

Dari Umar ra.,

“Bahwa saat Rasulullah SAW pulang dari Uhud, beliau


mendengar kaum wanita Bani Abdul Asyhal menangisi kaum
lelaki mereka yang gugur. Nabi SAW bersabda, ‘Hamzah, tidak
ada yang menangisinya.’ Maka kaum wanita Anshar datang,
mereka menangisi Hamzah di sisi Rasulullah SAW,, maka beliau
terjaga dan bersabda, ‘Celaka mereka, mereka datang ke sini
hanya untuk menangis hingga saat ini. Suruh mereka pulang dan
jangan ada yang menangisi orang mati sesudah hari ini.”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.28
Hadits-hadits ini menyatakan dengan jelas bahwa pembolehan menangis

sudah dihapus (mansukh).

26
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 3111; dan an-Nasa’i, no. 1846.
27
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1286; dan Muslim, no. 928.
28
Al-Musnad, 2/40, 84 dan 92.

59
Perbedaan menangis sebelum kematian dengan sesudahnya, yakni untuk

sebelumnya masih ada harapan, jadi tangisan adalah ungkapan kekhawatiran,

adapun sesudahnya tidak ada lagi harapan, maka menangis tidaklah berguna.

Pihak yang membolehkan menangis berdalil dengan ucapan Jabir bin

Abdullah ra.,

“Bapakku gugur dalam perang Uhud, maka aku menangis, dan


orang-orang melarangku, namun Rasulullah SAW tidak
melarangku. Bibiku, Fathimah, juga menangis, maka Nabi SAW
bersabda, ‘Kalian menangis atau tidak, para malaikat akan tetap
memayunginya dengan sayap-sayap mereka hingga kalian
mengangkatnya’.” Muttafaq ‘alaih.29
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Ibnu Umar ra., dia

berkata,

“Sa’ad bin Ubadah sakit, lalu Nabi SAW datang menjenguknya


bersama Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah bin Mas’ud. Manakala Rasulullah SAW datang, Sa’ad
dalam keadaan pingsan. Rasulullah SAW bertanya, ‘Apakah dia
sudah meninggal dunia?’ Mereka menjawab, ‘Belum wahai
Rasulullah.’ Maka Rasulullah SAW menangis. Ketika mereka
menyaksikan beliau menangis mereka pun ikut menangis. Maka
Rasulullah SAW bertanya, ‘Apakah kalian tidak mendengar?
Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa karena air mata, tidak
juga karena kesedihan hati, akan tetapi Dia akan menyiksa atau
mengasihi karena ini –sambil beliau menunjuk kepada lisan
beliau-‘.”30
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari hadits Usamah bin

Zaid ra.,

“Bahwa Rasulullah SAW pergi ke rumah salaah seorang putri


beliau yang anaknya sedang menghadapi kematian. Anak itu
diangkat kepada beliau sementara nafasnya tersengal-sengal
seolah-olah daalam kantong kulit, maka kedua mata beliau
menangis. Sa’ad berkata, ‘Apa ini wahai Rasulullah?’ Beliau
menjawab, ‘Ini adalah kasih sayang yang Allah titipkan di dalam

29
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1244; dan Muslim, no. 2471.
30
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1304; dan Muslim, no. 924.

60
hati hamba-hambaNya. Sesungguhnya Allah hanya mengasihi
hamba-hambaNya yang penyayang’.”31
Dalam al-Musnad, dari Aisyah ra., bahwa ketika Sa’ad bin Mu’adz ra.

menghadapi kematian, Rasulullah SAW menghadirinya bersama Abu Bakar

dan Umar ra. Aisyah ra. berkata,

ْ ِ‫ َوأ َنَا ف‬،‫ع َم َر‬


‫ي‬ ُ ‫ف بُ َكا َء أ َبِ ْي بَ ْكر ِم ْن بُ َكا ِء‬
ُ ‫ إِنِ ْي َل َ ْع ِر‬،‫س ُم َا َّمد بِيَ ِد ِه‬
ُ ‫ي نَ ْف‬ْ ‫فَ َوالَّ ِذ‬
.‫ُح ْج َرَِ ْي‬
“Demi Allah yang jiwa Nabi Muhammad ada di tanganNya,
sesungguhnya aku mengenal (perbedaan) tangisan Abu Bakar
dari tangisan Umar, sementara aku ada di kamarku.”32
Dalam Sunan at-Tirmidzi, dari Jabir bin Abdullah ra., dia berkata,

“Nabi SAW mengajak Abdurrahman bin Auf kepada anak beliau


Ibrahim yang sedang menghadapi kematian. Nabi SAW
mengangkatnya dan meletakkannya di pangkuan beliau, lalu
beliau menangis. Maka Abdurrahman berkata kepada beliau,
‘Apakah engkau menangis, bukankah engkau melarang
menangis?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Tidak, akan tetapi aku
melarang dua suara dungu yang fajir: Suara saat musibah,
mencakar wajah, merobek pakaian, dan rintihan setan.” At-
Tirmidzi berkata, “Hadits Hasan.”33
Diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW,

.ُ‫ فَبَ َكى َوأ َ ْب َكى َم ْن َح ْولَه‬،‫ي ﷺ قَ ْب َرأ ُ ِم ِه‬


ّٰ ِ‫ار الََّب‬
َ َ‫ز‬
“Nabi SAW pernah ziarah ke kubur ibu beliau, lalu beliau
menangis dan membuat orang-orang di sekitar beliau
menangis.”34
Diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW,

.‫علَى َوجْ ِه ِه‬


َ ُ‫عه‬ ْ َ‫سال‬
ُ ‫ت د ُ ُم ْو‬ ْ ‫عثْ َمانَ ْب َن َم‬
َ ‫ظعُ ْون َحت َّى‬ َّ ‫أ َ َّن الََّ ِب‬
ُ ‫ي ﷺ قَبَّ َل‬
“Bahwa Nabi SAW mencium Utsman bin Mazh’un hingga air
mata beliau menetes pada wajahnya.”35
Diriwayatkan juga secara shahih dari Nabi SAW,

ِ َ‫ع ْيََاهُ َ َذْ ِرف‬


.‫ان‬ ْ َ ‫ي ﷺ نَعَى َج ْعفَ َر َوأ‬
َ ‫ َو‬،ُ‫ص َاابَه‬ َّ ‫أ َ َّن الََّ ِب‬

31
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1284; dan Muslim, no. 923.
32
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, 6/141-142.
33
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1005.
34
Diriwayatkan oleh Muslim, no. 976.
35
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 6163; at-Tirmidzi, no. 989; dan Ibnu Majah, no. 1456.

61
“Bahwa Nabi SAW mengabarkan gugurnya Ja’far dan rekan-
rekannya sementara kedua mata beliau meneteskan air mata.”36
Diriwayatkan secara shahih dari Abu Bakar ash-Shiddiq ra.,

َّ ِ‫أ َنَّهُ قَبَّ َل الََّب‬


.‫ي ﷺ َو ُه َو َميِت َوبَ َكى‬
“Bahwa dia mencintai Nabi SAW saat beliau wafat dan
menangis.”37
Ini adalah dua belas dalil yang menunjukkan bahwa menangis itu

tidaklah makruh. Dari sini, maka hadits-hadits yang melarang menangisi

mayit harus dipahami bahwa maksudnya adalah tangisan yang diiringi

dengan meratapi mayit dan mengungkit-ungkit kebaikan-kebaikannya.

Karena itu dalam sebagian lafazh hadits Umar ra.,

َ ‫ض بُ َكا ِء أ َ ْه ِل ِه‬
.‫علَ ْي ِه‬ ُ َّ‫ا َ ْل َم ِيتُ يُعَذ‬
ِ ْ‫ب ِببَع‬
“Mayit diazab karena sebagian tangisan keluarganya atasnya.”
Dalam sebagian lafazh,

.‫علَ ْي ِه‬ ُ َّ‫يُعَذ‬


َ ‫ب بِ َما نِ ْي َح‬
“Diazab karena ratapan yang dilakukan terhadapnya.”38
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari al-Mughirah bin

Syu’bah ra., dia berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

.‫علَ ْي ِه‬ ُ َّ‫علَ ْي ِه يُعَذ‬


َ ‫ب بِ َما نِ ْي َح‬ َ ‫إِ َّن َم ْن نِ ْي َح‬
“Sesungguhnya siapa yang diratapi, maka dia diazab karena
ratapan yang dilakukan terhadapnya.”39
Dalam Shahih al-Bukhari, dari Ibnu Umar ra., bahwa Nabi SAW

bersabda,

.‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ي قَ ْب ِر ِه بِ َما نِ ْي َح‬ ُ َّ‫ا َ ْل َميِتُ يُعَذ‬
ْ ِ‫ب ف‬
“Mayit diazab di kuburnya karena ratapan yang dilakukan
terhadapnya.”
Dalam Shahih Muslim, dari Abu Malik al-Asy’ari ra., bahwa Nabi SAW

bersabda,

36
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 9630.
37
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4455, 4456, 4457.
38
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1292 dan Muslim, no. 927.
39
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1291 dan Muslim, no. 933.

62
“Ada empat perkara pada umatku yang termasuk perkara
jahiliyah yang tidak mereka tinggalkan: Membanggakan nenek
moyang, mencela nasab, menisbatkan hujan kepada bintang, dan
meratapi mayit.” Beliau bersabda, “Wanita yang meratapi
mayit, bila dia tidak bertaubat sebelum matinya, maka dia akan
dibangkitkan pada Hari Kiamat dengan memakai pakaian ter dan
pakaian dari kudis.”40

K. Sabar Adalah Setengah Iman


Iman itu ada dua bagian: Setengahnya sabar dan setengahnya lagi adalah

syukur.

Beberapa salaf berkata, “Sabar itu setengah iman.”

Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, “Iman memiliki dua bagian: Setengahnya

sabar dan setengahnya lagi adalah syukur.”

Karena itu Allah menyatukan sabar dan syukur dalam Firman-Nya SWT,

.‫ش ُك ْور‬ ِ ‫ِإ َّن فِى ذَا ِل َك َلَيَا‬


َ ‫ت ِل ُك ِل‬
َ ‫صبَّار‬
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(Kuasa Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak syukur.”
(QS. Ibrahim: 5).
.‫ش ُك ْور‬ ِ ‫ِإ َّن ِفى ذَا ِل َك َلَيَا‬
َ ‫ت ِل ُك ِل‬
َ ‫صبَّار‬
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang yang selalu bersabar dan banyak
bersyukur.” (QS. Asy-Syura: 33).
.‫ش ُك ْور‬ ِ ‫إِ َّن فِى ذَا ِل َك َلَيَا‬
َ ‫ت ِل ُك ِل‬
َ ‫صبَّار‬
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (Kuasa Allah) bagi setiap orang yang bersabar dan
banyak bersyukur.” (QS. Saba’: 19).
.‫ش ُك ْور‬ ِ ‫ِإ َّن فِى ذَا ِل َك َلَيَا‬
َ ‫ت ِل ُك ِل‬
َ ‫صبَّار‬
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran)-Nya bagi setiap orang yang sangat
sabar dan banyak bersyukur.” (QS. Al-Luqman: 31).
Beberapa pertimbangan yang menjadikan sabar adalah setengah dari iman:

40
Diriwayatkan oleh Muslim, no. 934.

63
Pertama: Iman mencakup perkataan, perbuatan, dan niat (hati) dan ia

kembali kepada dua bagian pokok; melakukan dan meninggalkan. Yang pertama

dalah mentaati Allah dan ini adalah hakikat syukur, sedangkan yang kedua

adalah sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Seluruh agama ada pada dua sisi

ini, yaitu melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan.

Kedua: Iman berpijar kepada dua pilar utama: Yakin dan sabar. Keduanya

adalah dua pilar yang disebutkan dalam Firman Allah SWT,

َ ‫َو َجعَ ْلََا ِم َْ ُه ْم أَئِ َّمة ً يَ ْهد ُْونَ ِبأ َ ْم ِرنَا لَ َّما‬
. َ‫صبَ ُر ْوا َوكَانُ ْو ِبئ َايَاَََِا يُ ْوقَُِ ْون‬
Artinya : “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah Kami saat mereka
bersabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24).
Ketiga: Iman adalah perkataan dan perbuatan. Perkataan adalah perkataan

haati dan lisan, sedangkan perbuatan adalah perbuatan hati dan anggota badan.

Keempat: Jiwa memiliki dua kekuatan: Kekuatan progresif dan kekuatan

posesif. Jiwa berkutat diantara dua kekuatan ini dan hukum-hukumnya. Jiwa

melakukan apa yang ia inginkan dan menahan diri dari apa yang ia benci. Agama

seluruhnya adalah melakukan dan menahan diri. Melakukan ketaatan dan

menahan diri dari kemaksiatan; masing-masing dari keduanya tidak bisa

diwujudkan kecuali dengan kesabaran.

Kelima: Agama seluruhnya adalah harapan dan kekhawatiran. Seorang

Mukmin senantiasa berharap (rahmat Allah) dan merasa khawatir (akan

hukumanNya).

Allah SWT berfirman,

.‫غب ًَاو َر َهبًا‬


َ ‫ع ْونَََا َر‬ ِ ‫ع ْونَ ِفى ْال َخي َْرا‬
ُ ْ‫ت َويَد‬ ُ ‫ار‬
ِ َْ ُ‫ِإنَّ ُه ْم كَانُ ْوا ي‬
Artinya :"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik

64
dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas.”
(Al-Anbiya’: 90).
Karena itu, Anda tidak akan melihat seorang Mukmin, kecuali dia selalu

berharap dan khawatir.

Keenam: Apa yang dilakukan hamba di dunia ini tidak lepas dari apa yang

bermanfaat baginya di dunia dan akhirat atau apa yang merugikannya di dunia

dan akhirat, atau bermanfaat pada salah satu sisi dari keduanya dan merugikan

pada sisi yang lainnya.

Ketujuh: Seorang hamba tidak terlepas dari perintah yang harus dikerjakan

atau larangan yang harus dia tinggalkan serta takdir yang berlaku atasnya, dan

ketiga-tiganya memerlukan kesabaran dan syukur.

Kedelapan: Pada diri seorang hamba ada dua penyeru: Pertama, penyeru

kepada dunia, hawa nafsu, dan kesenangannya. Dan kedua, penyeru kepada

Allah dan alam akhirat.

Kesembilan: Agama bertumpu pada dua poros: Tekad dan keteguhan.

Keduanya merupakan dasar utama yang disebut dalam hadits yang diriwayatkan

oleh Ahmad dan an-Nasa’i, dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda,

َ َ‫ات ِفي ْال َ ْم ِر َو ْالعَ ِز ْي َمة‬


ّٰ ‫علَى‬
.ِ‫الر ْشد‬ َ َ‫اَلل ُه َّم ِإ ِن ْي أَسْأَلُ َك الثَّب‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu keteguhan
dalam melaksanakan perintah dan tekad kuat di atas jalan
lurus.”41
Kesepuluh: Agama berpijak kepada dua dasar utama: Kebenaran dan

kesabaran, dan keduanya disebut dalam Firman Allah SWT,

.‫صب ِْر‬
َّ ‫ص ْوا بِال‬ ِ ‫ص ْوا بِ ْال َا‬
َ ‫ق َوَ ََوا‬ َ ‫َوَ ََوا‬
Artinya : “Dan saling menasihati untuk kenaran dan saling menasihati
untuk kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 3).

41
Lihat al-Musnad, 4/123-125; an-Nasa’i, no. 1304; dan at-Tirmidzi, no. 3407.

65
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Garis besar yang ditemukan oleh penulis dalam membahas konsep

pendidikan akhlak dalam buku karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziah ra. berikut

hasilnya:

Sabar dibagi menjadi dua bagian: tercela dan terpuji.

Sabar yang tercela adalah sabar dalam menjauh dari Allah, keinginanNya,

kecintaanNya, dan perjalanan hati kepadaNya. Sabar ini berarti menghalangi

kesempurnaan hamba secara total dan menghalangi untuk menguatkan apa yang

menjadi tujuan dia diciptakan. Sabagaimana sabar ini adalah yang paling buruk,

ia juga yang paling besar dan paling mendalam. Karena tidak ada sabar yang

lebih mendalam dibandingkan sabarnya seseorang terhadap apa yang dicintainya

yang tidak ada kehidupan baginya sama sekali kecuali dengannya. Sebagaimana

tidak ada zuhud yang lebih mendalam dibandingkan zuhudnya seseorang

terhadap apa yang Allah siapkan untuk para kekasihnya, berupa surgaNya yang

tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak

pernah terbetik dalam alam pikiran manusia. Zuhud terhadap hal ini adalah

zuhud paling besar. Seseorang mengagumi zuhudnya seorang ahli zuhud, dia

berkata kepadanya, “Aku tidak melihat orang yang lebih zuhud darimu.” Ahli

zuhud itu menjawab, “Kamu lebih zuhud daripada diriku. Aku hanya zuhud

66
terhadap dunia yang tidak abadi dan tidak pernah tercapai, sedangkan kamu

zuhud terhadap akhirat. Siapa yang lebih zuhud bila demikian?”

Sedangkan sabar yang terpuji adalah sabar untuk Allah dan dengan

pertolongan Allah. Allah SWT berfirman,

‫ج‬
.ِ‫صب ِ ْر َو َما صَب ُْر َك إ ِ َّل بِالل‬
ْ ‫َوا‬
Artinya :"Dan bersabarlah (wahai Rasul) dan tidaklah kesabaranmu itu,
melainkan dengan pertolongan Allah." (An-Nahl: 127).
Dan Allah SWT juga berfirman,

.‫صب ِ ْر ِل ُا ْك ِم َرب ِ َك َفإ ِ َّن َك بِأَ ْعيَََُِا‬


ْ ‫َوا‬
Artinya : “Dan bersabarlah (wahai Rasul) menunggu ketetapan Tuhanmu,
karena sesungguhnya engkau berada dalam (pengawasan) Mata
Kami.” (Ath-Thur: 48).
Disini terkandung sebuah rahasia yang sangat indah, yaitu bahwa siapa yang

tertaut dengan suatu sifat diantara sifat-sifat Allah SWT, niscaya sifat itu akan

memasukkan dan menyampaikannya kepada Allah. Dan Allah SWT, Dia-lah

Yang Maha Penyabar, bahkan tidak ada seorang pun yang lebih penyabar

daripada Allah terhadap gangguan yang didengarNya.

Allah SWT mencintai Nama-nama dan Sifat-sifatNya, juga mencintai

tuntutan dari Sifat-sifatNya serta tampaknya pengaruh dari Sifat-sifatNya

tersebut pada diri hamba-hambaNya. Maka sesungguhnya Dia Mahaindah dan

mencintai keindahan; Dia Maha Pemaaf dan mencintai orang yang suka

memaafkan; Dia Maha Dermawan dan mencintai orang-orang yang dermawan;

Dia Maha Mengetahui dan mencintai orang-orang yang berilmu; Dia Maha

Tunggal (ganjil) dan mencintai orang-orang yang melakukan amal dengan

67
jumlah ganjil; Dia Maha Kuat dan orang Mukmin yang kuat lebih Dia cintai

daripada orang Mukmin yang lemah; Dia Maha Penyabar dan mencintai orang-

orang yang bersabar; Maha Mensyukuri dan mencintai orang-orang yang

bersyukur. Dan apabila Allah SWT mencintai orang-orang yang menyandang

pengaruh dari Sifat-sifatNya, maka Dia bersama mereka sesuai dengan kadar

bagian mereka dari usaha menyandang sifat-sifat tersebut.

Sebagian ulama ada yang menambah jenis ketiga dari macam-macam sabar,

yaitu “sabar bersama Allah”, bahkan mereka menjadikannya sebagai tingkatan

sabar yang paling tinggi, dan mereka berkata, yaitu memenuhi (apa yang harus

dipenuhi).

Kemudian ketahuilah, bahwa hakikat sabar bersama Allah adalah keteguhan

hati dengan beristiqomah bersamaNya, yaitu tidak pernah liar (menjauh)

dariNya seperti liarnya serigala kesana kemari. Maka hakikat sabar jenis ini

adalah istiqomah kepadaNya dan fokusnya hati kepadaNya.

Sebagian ulama ada juga yang menambahkan jenis lain dari macam-macam

sabar, dan menyebutnya dengan istilah “bersabar di jalan Allah”. Akan tetapi ini

juga tidak keluar dari macam-macam sabar yang telah disebutkan, dan istilah

“bersabar di jalanNya” tidak dapat dipahami kecuali dengan makna yang sama

dengan “bersabar karena Allah”.

B. Saran-saran

Setelah selesai menulis skripsi ini, penulis menyarankan beberapa hal terkait

pembahasan skripsi yang penulis tulis, di antaranya adalah:

68
1. Bagi mahasiswa, untuk memberikan sumbangan pemikiran dan menambah

hasanah keilmuan serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan penulisan di

bidang ilmiah.

2. Bagi para remaja khususnya, menjadi masukan positif dalam memahami,

mengenal, dan mempraktekkan pengetahuan tentang sifat sabar dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Bagi masyarakat umumnya yang tidak lepas dari setiap masalah, cobaan dan

ujian dalam menghadapinya dengan bersikap sabar.

4. Bagi lembaga pendidikan

Menambah kesadaran kepada setiap pendidik untuk tidak menjadikan

lembaga pendidikan sebagai tempat transfer of knowladge saja, tetapi juga

memperhatikan aspek spiritual anak didik yang tidak hanya mengejar

kesuksesan duniawi saja namun juga mengejar kesuksesan akhirat.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian yang penulis tulis mengenai Sikap Sabar Berdasarkan

Perspektif Islam tentulah belum bisa dikatakan selesai dengan sempurna,

karena saat mengerjakan karya ilmiah ini tidak menutup kemungkinan adanya

kekeliruan tersebab kurangnya pengetahuan penulis dalam menganalisis serta

keterbatasan waktu sehingga memungkinkan timbulnya kekeliruan dalam

karya ilmiah ini.

69
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. 2000. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada.
Abu Hamid al-Ghazali. 1996. Al-Ihya Ulum al-Din. Cairo: Martabat al-Aman.
Ahmad bin Utsman al-Mazyad. 2017. Penjelasan Tuntas Tentang Sabar & Syukur.
Jakarta: Darul Haq. Cet. 2
Ali, Yunasril. 1999. Pilar-pilar Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Amin, Moh. 1997. 10 Induk Akhlak Terpuji: Kiat Membina dan Mengembangkan
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kalam Mulia.
Bernard Lewis (ed.) Dkk. 1973. Encyclopedia Of Islam. Leiden: E.J Brill. III: 821.
Dagun, Save M. 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga
Pengkajian Dan Kebudayaan. Cet. 1
Depag. RI. 1993. Ensiklopedia Islam di Indonesia. Jakarta: CV. Anda Utama. II:
403.
Depdikbud. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 2
Fad’aq, Asma’ Umar Hasan. 2000. Mengungkap Makna dan Hikmah Sabar, terj.
Nasib Mustafa. Jakarta: Lentera.
Ghazali, Muhammad. 1990. Akhlak Seorang Muslim. Semarang: Wicaksana.
Hamzah Yaqub. 1980. Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu’min, Surabaya:
PT. Bina Ilmu. Cet. 2
Harun Nasution. 1990. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Ibrahim, Mahyuddin. 1996. 180 Sifat Tercela dan Terpuji. Jakarta: Restu Agung.
Cet. 4
Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.
Jauziyyah, Ibn Qayyim al-. 1998. Melumpuhkan Senjata Setan, terj. Ainul Haris
Umar Arifin Thayib. Jakarta: Daarul Falah.
---------, 1998. Etika Kesucian; Wacana Penyucian Jiwa Entitas Sikap Hidup
Muslim, terj. Abu Ahmad Najieh. Surabaya : Risalah Gusti. Cet. 1.
--------, 2006. Indahnya Sabar; Bekal Sabar Agar Tidak Pernah Habis, terj. A. M.
Halim. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
---------, 1998. Madarijus Salikin; Pendakian menuju Allah Penjabaran Konkrit
“Iyyakana’budu wa iyyakanasta’in”, terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka
al-Kautsar. Cet. 1

70
---------, 2000. Memetik Manfaat al-Qur’an, terj. Mahrus Ali. Jakarta: Cendikia
Centra Muslim.
---------, 1999. Pesona Keindahan, terj. Hadi Mulyo. Jakarta : Pustaka Azzam. Cet.1
---------, 1997. Petunjuk Nabi Saw Menjadi Hamba Teladan Dalam Berbagai Aspek
Kehidupan, terj. Achmad Sunarto. Jakarta: Robbani Press. Jilid 1.
---------, 1999. Sabar; Perisai Seorang Mukmin, terj. Fadli,. L.C. Jakarta: Pustaka
Azzam. Cet. 1.
---------, 2000. Sholawat Nabi Saw, terj. Ibn Ibrahim. Jakarta: Pustaka Azzam.
---------, 2000. Siraman Rohani Bagi Yang Mendambakan Ketenangan Hati, terj.
Arif Iskandar. Jakarta: Lentera.
--------, 1994. Sistem Kedokteran Nabi; Kesehatan Dan Pengobatan Menurut
Petunjuk Nabi Muhammad Saw, terj. Agil Husin al-Munawar. Semarang:
Dina Utama. Cet. 1
---------, 2003. Tafsir ibnu qoyyim; tafsir ayat-ayat pilihan, terj. Kathur Suhardi.
Jakarta: Daarul Falah. Cet. 1
--------, 1997. Tahzib Madarij al-Salikin. Jeddah: Maktabah al-Mukmin.
Mahmud Yunus. 1972. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an.
Muhammad al-Ghazali. 2000. Khulq al-Muslim. Damaskus: Dar al-Qalam.
Muhammad al-Ghazali. 2001. Menghidupkan Ajaran Rohani Islam. Jakarta:
Lentera.
Muhammad Hamdar Arraiyah. 2002. Sabar Kunci Surga. Jakarta: Khazanah Baru.
Muhammad Quraish Syihab. 2003. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar.
Jakarta: Penamadani.
Tim Riels Grafika. 2016. Al-Qur’an Tafsir Perkata Tajwid. Depok: PT. Riels
Grafika.
Yusuf Qordhowi. 1989. Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar. Jakarta: Buku Andalan.
Cet. 2

71

Anda mungkin juga menyukai