Anda di halaman 1dari 3

5 Cara Menajamkan Mata Hati yang Wajib Diketahui Umat Islam

Allah SWT mengajak umat Islam untuk taat kepada-Nya dan Rasul-Nya berdasarkan dalil. Artinya,
kehidupan beragama seseorang harus dibangun berdasarkan argumentasi yang kuat, melalui ketajaman
hati, atau kecerdasan.

Seperti yang Tuhan katakan: “Katakanlah, 'Inilah jalan-Ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan dalil (dalil) yang jelas, Maha Suci Allah, dan aku bukan termasuk
orang-orang musyrik” (QS Yusuf: 108).

Umat Islam perlu mengetahui bahwa semakin luas dan tajam akal seseorang, maka semakin serius pula
amalan dan amalan keagamaannya. Keikhlasan dan kejujuran akan lahir dengan sendirinya. Dalam ayat
di atas, Allah mengiringi proses kewajiban dakwah dengan basirah sebagai kewajiban syari'at yang
dituntut oleh Islam.

Ibnu Katsir mengidentifikasi basirah sebagai keyakinan yang didasarkan pada argumen syariat dan aqli
yang kuat, dan bukan imitasi buta. Menurut Syaukani, basirah adalah ilmu yang mampu membedakan
yang benar dari yang salah, yang benar dari yang salah, dan sebagainya.

Nah, untuk menemukan ketajaman hikmah, ada banyak amalan yang harus dipenuhi, yaitu:

Pertama, adanya kesadaran akan niat yang benar. Sebab, niat yang salah juga akan mempengaruhi
kinerja dan hasil karya yang asli. Apalagi ibadah dan amalan ketaatan cenderung fluktuatif. Inilah rahasia
mengapa setiap perbuatan dalam Islam harus dilandasi dengan niat yang benar dan ikhlas karena Allah.
Kedua, untuk mempertajam akal, seseorang harus bertaubat dengan sungguh-sungguh. “Hai orang-
orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang murni). Mudah-
mudahan Tuhanmu menutupi dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang
bersamanya; sementara cahaya mereka bersinar di depan dan di sebelah kanan mereka, seperti yang
mereka katakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakan bagi kami cahaya kami dan ampunilah
kami; Sesungguhnya Engkau Maha Mampu mengerjakan segala sesuatu” (QS At-Tahrim: 8).

Ketiga, mengesampingkan keinginan dunia dengan tidak tebersit untuk menyelamatkan banyak dosa
dan keburukan. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu golongan manusia merendahkan
golongan yang lain, boleh jadi orang yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan sampai
sekelompok perempuan merendahkan golongan lain, bisa jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
jangan suka mengkritik diri sendiri dan jangan menyebut dengan judul yang mengandung
cemoohan. Seburuk-buruknya seruan itu (panggilan) buruknya setelah iman dan barang siapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS Al-Hujurat:11).

Keempat, menjaga serius amalan wajib dan menghidupkan kembali Sunnah. “Dan sesungguhnya,
sebelum Harun berkata kepada mereka, “Wahai umatku! Sesungguhnya kamu hanya diberi ujian
(dengan rupa anak lembu) dan sesungguhnya Tuhanmu adalah (Allah) Yang Maha Penyayang, maka
ikutilah aku dan taatilah perintahku” (QS Thaha: 90).

Kelima, memeriahkan waktu terutama pada malam hari dengan memperbanyak zikir dan renungan. 

Perbanyak amal shaleh di siang hari dan jangan menghabiskan malam dengan tidur. “Sesungguhnya
orang-orang sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia, mereka tidur
sangat sedikit di malam hari. Dan, selalu memohon ampun di pagi hari sebelum fajar” (QS Adz-Dzariyat:
16-18).
Hal lain adalah menumbuhkan rasa takut akan kehidupan setelah kematian. Selain itu, perlu melatih
ketekunan, kesabaran, dan keteguhan menghadapi gempuran godaan. Dari titik inilah seseorang
perlahan-lahan akan memiliki ketajaman mata hati (basirah) sehingga amalan dakwahnya akan selalu
dinamis dan cerdas mencari kreatifitas baru dalam berdakwah.

Contoh sosok yang memiliki kecerdasan luar biasa adalah Nabi Nuh AS. Di tengah penolakan umatnya, ia
terus mencari terobosan baru dalam berdakwah. Ia tetap berkomitmen dan tabah, bahkan mencari
alternatif sarana dakwah yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan umatnya. Wallahu
A'lam. (republika.co.id/Salimah)

Anda mungkin juga menyukai