KARYA AKHIR
FAKTOR RISIKO DEPRESI DAN OBESITAS SENTRAL
TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA PROVINSI DI
INDONESIA: ANALISIS DATA RISKESDAS 2018
Oleh :
Achmad Shofwan Hadi, dr.
NIM. 011718136306
Pembimbing :
Dr. Achmad Lefi, dr., Sp.JP(K)
Prof. Dr. Budi Susetyo Pikir, dr., Sp.JP(K)
KARYA AKHIR
Oleh :
Achmad Shofwan Hadi, dr.
NIM. 011718136306
LEMBAR PENGESAHAN
Karya akhir ini telah disetujui untuk diajukan pada tanggal 17 Februari 2022
Oleh:
Pembimbing
Dr. Achmad Lefi, dr, Sp.JP(K)-FIHA
.........................
.........................
Mengetahui,
Dengan ini menyatakan bahwa karya akhir ini adalah hasil karya saya sendiri
dan benar keasliannya serta berasal dari data asli dan bukan hasil rekayasa. Apabila
di kemudian hari penelitian ini mengandung plagiasi atau penjiplakan atau hasil
karya orang lain, maka saya bersedia bertanggung jawab. Demikian pernyataan ini
saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
noneksklusif ini, Universitas Airlangga Surabaya berhak menyimpan, mengalih
media atau formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat dan anugerah-Nya sehingga karya akhir dengan judul “Faktor Risiko
menyadari bahwa karya akhir ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kami haturkan kepada Dr. dr. Achmad Lefi, Sp.JP(K) dan Prof.
Dr. dr. Budi Susetyo Pikir, Sp.PD, Sp.JP(K) atas segala ide, bimbingan, dukungan
dan semangat yang telah diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini. Selain itu,
pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT, Ak., CMA selaku rektor Universitas
Airlangga; Prof. Dr. dr. Soetojo, Sp.U(K) dan Prof. Dr. dr. Budi Santoso,
Harsono dan Dr. dr. Djoni Wahyuhadi, Sp.BS(K) selaku direktur RSUD dr.
2. dr. Muhammad Aminuddin, Sp.JP(K) dan dr. Agus Subagjo, Sp.JP(K) selaku
kepala Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah saat kami
menempuh pendidikan dan Prof. Dr. Yudi Her Oktaviono, dr. Sp.JP(K), MM
selaku kepala Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah saat ini
3. Dr. Andrianto, dr. Sp.JP(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Jantung
pendidikan.
4. dr. Aldhi Pradana, Sp.JP(K) selaku koordinator penelitian pada Program Studi
5. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Dr. R.M. Yogiarto, Sp.JP(K), Prof. Dr. dr. Djoko Soemantri, Sp.JP(K), Prof.
Dr. dr. Budi Susetyo Pikir, Sp.JP(K), Prof. Dr. dr. Rochmad Romdhoni,
Sp.JP(K), dr. RP. Soeharsohadi, Sp.JP(K), dr. Iswanto Pratanu, Sp.JP(K), dr.
Esti Hindariati, Sp.JP(K), dr. Budi Baktijasa, Sp.JP(K), Dr. dr. I Gde Rurus
Suryawan, Sp.JP(K), dr. Bambang Herwanto, Sp.JP(K), Dr. dr. Achmad Lefi,
Sp.JP(K), Prof. Dr. dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K), Dr. dr. J. Nugroho Eko
P., Sp.JP(K), Dr. dr. Andrianto, Sp.JP(K), dr. Moh. Budiarto, Sp.JP(K), dr. M.
Yusuf A, Sp.JP(K), Ph.D, Dr. dr. Meity Ardiana, Sp.JP(K), dr. Rosi Amrilla
Fagi, Sp.JP(K), dr. Rerdin Julario, Sp.JP(K), dr. Aldhi Pradana, Sp.JP(K), dr.
Nia Dyah Rahmianti, Sp.JP, dr. Ratih Rachmanyati Pasah, Sp.JP, dr. Alisia
Yuana Putri, Sp.JP, dr. Nadya Lutfah, Sp.JP, dr. Anudya Kartika Ratri, Sp.JP,
dr. Rendra Mahardhika Putra, Sp.JP, dr. Suryo Ardi Hutomo, Sp.JP, dr. Dian
Paramita K, Sp.JP, dr. Christian Pramudita B, Sp.JP, dr. Hendri Susilo, Sp.JP,
dr. Irma Maghfirah, Sp.JP atas segala bimbingan, bantuan dan semangat yang
6. Pembimbing penelitian kami di bidang epidemiologi dan statistika: Dr. dr. Budi
Utomo, M.Kes, Dr. dr. Pudji Lestari, M.Kes, Bu Rahma Weni S.Km, dan Pak
Tantra S.Km.
Airlangga – RSUD dr. Soetomo : Prof. Dr. dr. Teddy Ontoseno, Sp.JP, Sp.A(K),
Dr. dr. Mahrus A. Rahman, Sp.A(K), Dr. dr. I Ketut Alit Utamayasa, Sp.A(K),
dan dr. Taufiq Hidayat, Sp.A(K) yang telah banyak membimbing penulis
Anak.
9. Kepala ruangan rawat inap PPJT, IGD, IGD PPJT, Poliklinik Jantung Rawat
Jalan dan Poliklinik PPJT, CVCU, IDIK (Cath Lab), dan Ekokardiografi beserta
Darah (Mbak Jeki, Mbak Fita, Mbak Anna, Mbak Lina, Mbak Agustin, Pak
Doni, Pak Tomo, Pak Rin, dan Pak Bambang (alm.) atas segala bantuan, kerja
11. Seluruh pasien yang telah kami rawat atas ketulusan dan kerjasamanya,
12. Kakak-kakak dan rekan-rekan seperjuangan saya dalam menyusun karya akhir
di bidang Riskesdas ini : dr. M. Satya Bhisma, dr. Evan Lusida, dr. Yusuf Azmi,
13. Rekan-rekan seangkatan Cardiolaoch : dr. M. Insani Ilman, dr. Bagus Fitriadi,
dr. M. Firdani Ramadhan, dr. Bunga Novitalia, dr. Rachmat Ageng Prastowo,
14. Seluruh rekan-rekan PPDS-1 Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
15. Keluarga kecil saya: istri saya dr. Damba Bestari, SpKJ yang memberikan
inspirasi penelitian ini dan anak saya Mutiara Langit Sore yang senantiasa
menjadi sumber semangat dan tenaga saya. Terima kasih telah membantu dalam
16. Orang tua saya: ayah saya Hadi Yussalam dan ibu saya Umiana Shofia, serta
adik-adik saya Aini Mas’ula Apt. dan M. Ali Luthfi S.Ip yang senantiasa
17. Kedua mertua saya: dr. Agung Hadyono, SpOG dan dr. Nalini Muhdi, SpKJ(K)
18. Seluruh keluarga besar dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu
Penulis menyadari bahwa karya akhir ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kami harapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di masa
mendatang. Penulis berharap karya akhir ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala kekurangan dan kesalahan yang
masih banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan saran dan kritik dari semua
pihak demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap karya akhir ini dapat
kepada semua pihak atas segala kekurangan dan kesalahan yang dilakukan selama
menjalani Pendidikan.
ABSTRAK
ABSTRACT
Background. Hypertension is still a significant health problem that causes morbidity and
mortality in cardiovascular disease. Various studies have examined the direct relationship
of depression and obesity with hypertension. However, few have investigated the indirect
relationship among these three variables.
Objective. This study aims to analyze the direct and indirect relationship between the
prevalence of depression and hypertension through central obesity in the Indonesian
population.
Methods. This quantitative, analytical observational study is based on secondary data with
a cross-sectional design. The data is taken from the Indonesian Basic Health Surveys
Report (Riskesdas) of the Health Research and Development Agency of the Ministry of
Health of the Republic of Indonesia in 2018, which is already in the form of aggregated
data from survey results on household members in 34 Indonesian provinces. We used path
analysis and the Sobel test using AMOS version 23.0 program to assess the direct and
indirect relationship of depression and obesity to hypertension. Multiple linear regression
analysis was used to determine the effect of confounding factors on hypertension.
Results. The average prevalence (+ SD) of depression, central obesity and hypertension in
2018 was 6.21% (+ 2.30); 31.26% (+ 4.80); and 31.07% (+ 4.76). There was an indirect
positive relationship between depression and hypertension through central obesity (p=
0.041). The direct effect of depression was associated with a 17% chance of being centrally
obese (p= 0.009), and the direct effect of central obesity was associated with a 32.7%
chance of becoming hypertensive (p= 0.001). There is no significant direct relationship
between depression and hypertension. The effect of confounding factors on hypertension
was 21.9% (p= 0.007), still lower than the effect of depression and central obesity.
Conclusion. The existence of a significant indirect effect of depression (mediated through
central obesity) in Indonesians suggests that central obesity can be an intermediate variable
linking depression and hypertension.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Gangguan Depresi Mayor Menurut DSM-V ........... 11
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut ISH ...................................................... 16
Tabel 4.1 Definisi operasional penelitian .............................................................. 32
Tabel 4.2 Jadwal penelitian .................................................................................... 35
Tabel 5.1 Prevalensi hipertensi provinsi menurut Riskesdas 2018 ........................ 37
Tabel 5.2 Prevalensi depresi provinsi menurut Riskesdas 2018 ............................ 39
Tabel 5.3 Prevalensi obesitas sentral provinsi menurut Riskesdas 2018 ............... 40
Tabel 5.4 Deskripsi variabel penelitian.................................................................. 41
Tabel 5.5 Uji normalitas secara multivariat ........................................................... 42
Tabel 5.6 Uji analisis jalur, pengaruh langsung dan tidak langsung...................... 43
Tabel 5.7 Uji pengaruh perancu terhadap hipertensi ............................................. 45
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
usia remaja dan dewasa. Obesitas dan depresi sangat umum dan terkait dengan
dan peningkatan kematian (Nemiary et al., 2012). Obesitas merupakan salah satu
faktor risiko utama terjadinya hipertensi. Semakin tinggi nilai indeks massa tubuh,
Perkembangan obesitas di seluruh dunia telah meningkat lebih dari dua kali
lipat sejak tahun 1980 dan pada tahun 2015 sekitar 604 juta orang dewasa
penduduk dewasa tergolong obesitas pada 2017. Jumlah itu melonjak dua kali lipat
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 10,6 persen (Kemenkes RI, 2018a).
19 studi menunjukkan hubungan dua arah antara depresi dan obesitas. Dalam
risiko menjadi obesitas, dan orang yang mengalami obesitas memiliki 18%
dapat dialami oleh semua kelompok usia. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan
gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak rentang usia remaja (15-24 tahun),
dengan peningkatan usia, tertinggi pada umur 75+ tahun sebesar 8,9%, 65-74
tahun sebesar 8,0% dan 55-64 tahun sebesar 6,5%. Depresi dapat dikaitkan dengan
hipertensi secara global sebesar 22% dari total penduduk dunia (Kemenkes RI,
nasional sebesar 34.11% (Kemenkes RI, 2018b). Angka tersebut lebih tinggi dari
Riskesdas 2013 sebesar 25.8% (Kemenkes RI, 2013). Data dari Pusat Data
Informasi Kemenkes tahun 2019 dan menurut Institute for Health Metrics and
Evaluation (IHME) tahun 2017, secara global kontributor terbesar beban penyakit
dalam perkembangannya. Namun jika dilihat dari Years Lived with Disability
(YLDs) atau tahun hilang akibat kesakitan atau kecacatan, maka persentase
pada tahun 2006 dalam penelitian epidemiologinya yang bertajuk Bogalusa Heart
Study mengutarakan bahwa depresi dan obesitas berkaitan dengan hipertensi, baik
angka depresi dan obesitas serta hipertensi pada Riskesdas 2018, perlu dilakukan
hubungan antara depresi dan obesitas dengan hipertensi melalui analisis jalur pada
dengan hipertensi?
hipertensi?
1.3 Tujuan
Indonesia.
1.4 Manfaat
faktor risiko depresi terhadap hipertensi melalui faktor risiko obesitas sentral pada
kesehatan masyarakat.
komprehensif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(IMT), yang dikalkulasi berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat
tinggi badan dalam meter. Obesitas didefinisikan sebagai IMT >30 kg/m2. IMT
merupakan alat ukur yang sederhana untuk mendiagnosa obesitas, karena memiliki
korelasi dengan massa lemak dan terkait dengan morbiditas dan mortalitas seperti
Pischon, 2019). The International Obesity Task Force merekomendasikan nilai cut-
off obesitas yang lebih rendah untuk populasi Asia, yaitu IMT >25 kg/m2 (Goda
Mengukur IMT adalah langkah pertama yang diterima secara umum untuk
menentukan tingkat kelebihan berat badan. IMT mudah diukur, andal, dan
berkorelasi dengan persentase lemak tubuh dan massa lemak tubuh. IMT
memberikan perkiraan yang lebih baik dari total lemak tubuh dibandingkan dengan
berat badan saja. IMT dapat menimbulkan estimasi berlebihan tingkat adipositas
pada individu yang kelebihan berat badan tetapi sangat berotot (misalnya, atlet
profesional atau binaragawan) dan menimbulkan estimasi lebih rendah pada orang
tua karena hilangnya massa otot yang terkait dengan penuaan (Perreault, 2021).
pada pasien yang dianggap kelebihan berat badan atau yang memiliki obesitas
untuk menilai obesitas sentral. Lingkar pinggang 40 inci (102 cm) untuk pria dan
35 inci (88 cm) untuk wanita dianggap meningkat dan menunjukkan peningkatan
diperlukan pada pasien dengan IMT 35 kg/m2 karena hampir semua individu
dengan IMT ini juga memiliki lingkar pinggang yang tidak normal dan sudah
Pasien dengan obesitas sentral (juga disebut adipositas sentral, visceral, android,
atau obesitas tipe pria) memiliki peningkatan risiko penyakit jantung, diabetes,
dan Ross, 2004), dan memiliki angka kematian keseluruhan yang lebih tinggi
Prevalensi obesitas telah meningkat hampir tiga kali lipat sejak tahun 1975,
dengan lebih dari 650 juta orang dewasa di dunia (13%) mengalami obesitas pada
tahun 2016. Prevalensi obesitas tertinggi di Amerika Serikat (38,2%) dan terendah
di Jepang (3,7%) (Nam dan Park, 2018). Menurut data Riskesdas, prevalensi
obesitas pada tahun 2013 di Indonesia adalah 14,8%. Angka ini meningkat menjadi
21,8% pada tahun 2018, dengan prevalensi obesitas tertinggi berada di Provinsi
Sulawesi Utara (30,2%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (10,3%)
Keterkaitan antara genetik dan obesitas telah ditunjukkan oleh beberapa penelitian.
Gen FTO dikaitkan dengan adipositas. Gen ini mungkin menyimpan banyak varian
mengurangi asupan makanan dan berat badan. Resistensi leptin seluler dikaitkan
dengan obesitas. Jaringan adiposa mensekresi adipokin dan asam lemak bebas yang
yang menyebabkan disfungsi ventrikel kiri. Hal ini juga telah terbukti mengubah
peningkatan tekanan darah. Adiposit telah terbukti memiliki aktivitas inflamasi dan
protrombotik yang dapat meningkatkan risiko stroke. Adipokin adalah sitokin yang
terutama diproduksi oleh adiposit dan preadiposit. Pada obesitas, makrofag yang
medikasi, dan intervensi surgikal jika dibutuhkan. Modifikasi diit harus di-
Diit rendah karbohidrat menyebabkan penurunan berat badan yang lebih besar pada
diberikan untuk IMT >30 atau >27 dengan komorbiditas. Medikasi tentu harus
kurangnya efek sistemik akibat limitasi absorbsi. Indikasi untuk terapi surgikal
adalah IMT >40 atau >35 dengan kondisi komorbiditas berat. Pasien harus
mentaaati perubahan gaya hidup pasca operasi, kunjungan kontrol, dan program
bypass dan adjustable gastric banding (Panuganti, Nguyen dan Kshirsagar, 2021).
premenstrual, dan gangguan depresi akibat kondisi medis lain. Ciri umum dari
semua gangguan depresi ini adalah kesedihan, kekosongan, atau suasana hati
iritabel, bersamaan dengan perubahan somatik dan kognitif yang secara signifikan
2013):
Diagnosis depresi kadang dapat menjadi sulit pada populasi umum. Proses
depresi. MINI berguna sebagai bagian dari penilaian klinis pada pasien-pasien
tertentu dengan gejala psikiatri yang tidak jelas. MINI juga dapat membantu pasien
terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 5 sampai 17% (rata-rata 12%).
Tingkat prevalensi hampir 2 kali lipat lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-
laki. Meskipun rata-rata usia saat terdiagnosis adalah sekitar 40 tahun, survei
terbaru menunjukkan adanya peningkatan insidensi pada populasi yang lebih muda
akibat penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang (Bains dan Abdijadid, 2021).
sebesar 6,1%, dengan cakupan pengobatan hanya sebesar 9%. Gangguan depresi
dapat dialami oleh semua kelompok usia. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan
gangguan depresi sudah mulai terjadi sejak rentang usia remaja (15-24 tahun),
peningkatan usia, tertinggi pada umur >75 tahun sebesar 8,9%. Perempuan lebih
paling sering terjadi pada individu yang tidak/belum pernah sekolah, dan tingkat
kelompok yang tidak/belum pernah sekolah versus 3,1% pada kelompok yang tamat
dihipotesiskan bahwa mekanisme ini mungkin memiliki peran baik dalam etiologi
bahwa subjek yang mengalami depresi memiliki peningkatan signifikan dari pro-
inflamasi sitokin interleukin-6, 7, 8 dan reaktan fase akut C-reactive protein (CRP)
tinggi pada mereka yang mengalami >3 episode episode mendukung patofisologi
sumbu HPA sebagai faktor penyebab MDD juga telah ditunjukkan oleh berbagai
glukokortikoid yang merusak sirkuit umpan balik negatif dari sumbu HPA.
pasien depresi memiliki kadar BDNF yang lebih rendah daripada kontrol. Meta-
analisis juga menunjukkan antara kadar vitamin D yang rendah dan depresi.
D akan menghambat proses ini dan menyebabkan depresi (Verduijn et al., 2015).
depresi yang lebih tinggi, peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan ketaatan
terapi. Terapi lini pertama untuk depresi adalah SSRI (selective serotonin reuptake
medikasi lain yang dapat diberikan pada pasien depresi antara lain SNRI
seperti amitriptilin, dan lain-lain. SNRI merupakan anti-depresan lini kedua apabila
pasien tidak memberikan respon terhadap SSRI. Terapi kognitif perilaku dan terapi
Terapi elektrokonvulsif berguna terutama pada pasien yang tidak merespon anti-
depresan, pasien psikotik, dan risiko tinggi bunuh diri (Chand dan Arif, 2022).
hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik >140 mmHg dan/atau
tekanan darah diastolik >90 mmHg setelah pemeriksaan berulang. Pada setiap
kunjungan, tekanan darah diukur sebanyak 3 kali dengan interval 1 menit. Rata-rata
darah pada pengukuran pertama <130/85, maka tidak perlu dilakukan pengukuran
lebih lanjut. Rata-rata tekanan darah >140/90 pada 2-3 kunjungan klinik
apabila tekanan darah >180/110 mmHg dan terdapat bukti penyakit kardiovaskular
Lebih dari satu miliar orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi,
dengan estimasi prevalensi global sampai dengan 45%. Prevalensi hipertensi yang
tinggi konsisten pada semua strata sosial ekonomi. Prevalensi hipertensi meningkat
seiring dengan pertambahan usia dan mencapai 60% pada populasi >60 tahun. Pada
tahun 2010, survei kesehatan global dari 67 negara melaporkan hipertensi sebagai
penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia sejak tahun 1990. Estimasi
hingga 20%, dan dapat mencapai hampir 1,5 miliar pada tahun 2025 (Iqbal dan
Jamal, 2022).
tahun di Indonesia berdasarkan diagnosa oleh dokter atau tenaga kesehatan adalah
sebesar 8,4% pada tahun 2018, menurun dari sebelumnya sebesar 9,4% pada tahun
pada tahun 2018 adalah 8,8%, menurun dari sebelumnya sebesar 9,5% pada tahun
umur >18 tahun adalah 34,1%, meningkat dari sebelumnya sebesar 25,8% pada
pengukuran pada penduduk umur >18 tahun, hipertensi paling sering terjadi pada
kelompok umur >75 tahun, jenis kelamin perempuan, tidak/belum pernah sekolah,
merupakan organ kontributor sekaligus organ target pada proses hipertensi, dan
penyakit ini melibatkan berbagai interaksi antar sistem organ dan berbagai jalur
Gambar 2.5 Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis, konsumsi obat, dan pengukuran
Sumber: Kemenkes 2018
termasuk genetik, aktivasi sistem neurohormonal (sistem saraf simpatik dan sistem
Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah ataupun menunda onset hipertensi
hidup merupakan terapi lini pertama untuk hipertensi. Modifikasi gaya hidup juga
merokok, dan aktivitas fisik reguler (olahraga aerobik 30 menit selama 5-7 hari per
idealnya <140/90 mmHg. Target optimal adalah penurunan tekanan darah hingga
<130/80 mmH untuk usia <65 tahun dan <140/90 mmHg untuk usia >65 tahun.
Target tekanan darah diusahakan untuk tercapai dalam waktu 3 bulan. Karakteristik
medikasi anti-hipertensi yang ideal adalah medikasi yang terbukti secara medis
satu kali sehari, harga terjangkau, mampu ditoleransi dengan baik, dan memberikan
hipertensi derajat 2, pasien dengan risiko tinggi, atau pasien dengan diabetes,
penyakit ginjal kronis, penyakit kardiovaskular, dan penyakit kerusakan organ yang
depresi dan obesitas; individu yang obesitas memiliki peningkatan risiko sebesar
peningkatan risiko sebesar 58% untuk menjadi obese (Luppino et al., 2010).
Aspek imunologi dan inflamasi terlibat dalam interaksi antara depresi dan
obesitas. Pada respon imun yang normal, peradangan dan perubahan perilaku
adaptif terjadi hanya untuk sementara waktu. Namun, jika respons ini menjadi
buruk kepada berbagai regio otak yang terlibat dalam pengaturan perilaku
kompleks, tidak hanya dalam kontrol asupan makanan dan persepsi rasa kenyang,
kognisi dan suasana hati dan sangat berkontribusi pada inaktivitas, penambahan
kronis tingkat rendah. Hal ini ditandai dengan peningkatan sitokin proinflamasi
yang bersirkulasi dan akumulasi sel imun di berbagai jaringan dan organ, termasuk
SSP. Selama fase stres kronis. Terdapat bukti bahwa sitokin ini mendorong perilaku
Aktivasi imun perifer ini, baik melalui jalur humoral maupun jalur saraf, terutama
jalur vagal, dapat menginduksi keadaan inflamasi otak, yang tidak hanya
sel imunitas dapat mempengaruhi perilaku dan suasana hati. Kadar sitokin seperti
IL-1β, IL-6 dan TNF-α meningkat di otak selama kondisi stres atau depresi kronis
dan berasal baik dari produksi lokal, di sistem saraf pusat atau dari translokasi
proinflamasi dengan memiliki akses ke berbagai regio otak dengan melintasi BBB
melalui sistem transpor aktif jenuh atau melalui jalur tidak langsung termasuk
aktivasi sel glial, khususnya mikroglia, dalam SSP. Aktivasi mikroglia biasanya
memberikan tindakan protektif pada sistem saraf pusat, akan tetapi, aktivasi yang
tidak teratur dan kronis dapat, menjadi berbahaya. Di dalam otak, sitokin
neurotransmiter serta mengubah plastisitas saraf dan sirkuit otak. Telah terbukti
bahwa sitokin inflamasi, termasuk IL-6 dan TNF-α, bersama dengan faktor
peran penting dalam regulasi suasana hati dan fungsi kognitif (Milano et al., 2020).
tanpa henti, adalah salah satu temuan paling konsisten dalam gangguan pskiatri.
saraf di daerah limbik yang rentan terhadap stres dan terkait dengan depresi, seperti
dan metabolisme kortisol dapat berperan dalam obesitas dan gangguan depresi
mayor. Peradangan kronis khas dari obesitas dapat mengganggu fungsi reseptor
et al., 2019).
Hiperaktivasi aksis HPA jangka panjang juga dapat ditemukan pada hampir
usia muda, hampir 10 kali lipat peningkatan risiko obesitas telah diamati pada anak-
anak dengan tingkat kortisol jangka panjang tinggi. Paparan kortisol tinggi dapat
dengan preferensi untuk makanan padat energi; (2) promosi adipogenesis dan
hipertrofi terutama pada lemak viseral; (3) penekanan termogenesis dalam brown
menginduksi obesitas melalui aktivasi jangka panjang dari sumbu HPA. Kortisol,
dengan adanya insulin, menghambat enzim penggerak lipid, suatu proses yang
gaya hidup yang tidak sehat, seperti aktivitas fisik yang tidak adekuat dan preferensi
juga diketahui dapat menyebabkan peningkatan berat badan (Luppino et al., 2010).
pasien hipertensi sampai dengan sembilan kali lipat (Rubio-Guerra et al., 2013).
pada kelompok yang mengalami depresi. Keterkaitan antara depresi dan hipertensi
bergantung pada waktu. Pada kohort dengan durasi follow-up yang pendek, terdapat
sedikit kontribusi dari depresi terhadap risiko hipertensi, tetapi pada kohort dengan
durasi follow-up yang cukup panjang (minimal 3 tahun), terdapat keterkaitan positif
terkait dengan tekanan darah tinggi melalui gaya hidup yang tidak sehat seperti
depresi dikaitkan dengan disfungsi sistem saraf otonom (ANS / autonomic nervous
menemukan bahwa terdapat aktivitas saraf simpatis yang tinggi pada pasien
depresi, sebanding dengan yang diamati pada pasien dengan hipertensi esensial.
sistem saraf simpatik otot. Tingkat aktivasi simpatis menurun secara signifikan
denyut jantung (HRV / heart rate variability). Studi menemukan bahwa depresi
dikaitkan dengan penurunan HRV secara signifikan. Hal dapat disebabkan oleh
efek antidepresan ataupun akibat efek residual pada sistem neurofisiologis. Faktor-
faktor lain seperti peradangan dan kerentanan genetik juga mungkin terlibat dalam
metabolik terkait. Studi pada populasi yang beragam di seluruh dunia telah
menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier antara IMT dan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Perkiraan risiko dari Framingham Heart Study, misalnya,
menunjukkan bahwa 78% hipertensi primer (esensial) pada pria dan 65% pada
wanita dapat dikaitkan dengan peningkatan berat badan yang berlebihan. Studi
balik vena (venous return) dan curah jantung (cardiac output). Peningkatan
tekanan ginjal dan meningkatkan tekanan darah selama peningkatan berat badan
yang cepat dan berlebihan (gambar 7): (1) kompresi fisik ginjal karena peningkatan
lemak sinus viseral, retroperitoneal, dan ginjal; (2) aktivasi sistem renin-
tidak bergantung pada aldosteron; dan (3) aktivasi sistem saraf simpatik (SNS),
darah dengan menekan ginjal secara fisik. Akumulasi lemak berlebih di dalam dan
Akumulasi lemak di dalam dan di sekitar ginjal mungkin memiliki efek lipotoksik
tambahan pada ginjal. Akumulasi lipid di organ dapat mengganggu fungsi organ
aldosteron. Aktivasi RAAS terjadi meskipun retensi NaCl, ekspansi volume, dan
hipertensi, yang biasanya menekan sekresi renin dan pembentukan Ang II. Berbagai
adiposa. Ang II juga diduga berperan dalam pertumbuhan dan diferensiasi adiposit
pada hewan coba. Aktivasi RAAS dapat berkontribusi pada cedera glomerulus dan
meningkatkan tekanan darah tetapi juga melalui efek intrarenal. Sebagai contoh,
The Bogalusa Heart Study mengevaluasi hubungan direk dan indirek antara
gejala depresi, IMT (indeks massa tubuh), dan hipertensi pada populasi birasial
(Afrika Amerika – kulit putih). Studi ini melibatkan 1.017 partisipan berusia 12-62
tahun. Pada studi potong lintang ini, terdapat 2 hipotesis. Yang pertama, gejala
depresi secara langsung berkaitan dengan IMT. Yang kedua, gejala depresi
berkaitan secara langsung dengan IMT dan IMT berkaitan secara langsung dengan
gejala depresi dan hipertensi. Gejala depresi berkaitan dengan hipertensi secara
tidak langsung (indirek) melalui kaitannya dengan IMT yang lebih tinggi baik pada
populasi kulit putih maupun Afrika Amerika. Studi ini juga mendemonstrasikan
adanya efek langsung (direk) yang tidak signifikan antara depresi dan hipertensi
pada populasi kulit putih. Pada studi Bogalusa, IMT berkaitan erat dengan
hipertensi.
IMT secara tidak langsung juga berkaitan dengan hipertensi akibat adanya efek
mediasi melalui IMT. Faktor-faktor ini termasuk etnis, jenis kelamin, usia, gejala
depresi, riwayat merokok, dan aktivitas mayor. Kesimpulan penting dari studi ini
adalah bahwa keberadaan efek indirek signifikan (yang di-mediasi melalui derajat
IMT yang lebih tinggi) baik pada populasi kulit putih dan Afrika Amerika
pada studi Bogalusa dapat dijelaskan oleh keberadaan efek indirek gejala depresi
mempertahankan IMT yang lebih tinggi (efek indirek), yang kemudian bertanggung
BAB 3
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
dari seluruh Indonesia yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2018.
Riskesdas merupakan survei berskala nasional dengan desain potong lintang (cross
data kejadian depresi, obesitas, dan hipertensi dalam bentuk data agregat hasil dari
penulis akan meneliti pengaruh depresi terhadap hipertensi melalui obesitas sentral
gambar 3.1.
Dari rincian tersebut terdapat 2 garis besar hipotesis yang diambil garis
langsung dengan hipertensi, sehingga peran obesitas sentral adalah sebagai variabel
BAB 4
METODE PENELITIAN
rancangan studi korelasi, berbasis data sekunder dengan desain cross sectional.
Tujuan dari penelitian untuk mendapatkan hubungan langsung dan tidak langsung
dari Riset Kesehatan Dasar Indonesia periode 2018 (Ahn, 2002). Teknik analisis
Keterangan:
Indonesia yang masuk kerangka sampel Sensus Penduduk 2010 dengan total
720.000 blok sampel dengan rincian 1 blok sampel terdiri dari 10 rumah tangga dan
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2018 yang masuk dalam sampel
Riskesdas 2018. Target sampel yang dikunjungi 300.000 rumah tangga dari 30.000
Blok Sensus (BS) Susenas yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan
Tahap 1: Melakukan implicit stratification seluruh Blok Sensus (BS) hasil Sensus
Penduduk (SP) 2010 berdasarkan strata kesejahteraan. Dari master frame 720.000
BS hasil SP 2010 dipilih 180.000 BS (25%) secara PPS untuk menjadi sampling
frame pemilihan BS. Memilih sejumlah n BS dengan metode PPS di setiap strata
Sampel Blok Sensus (DSBS). Jumlah total BS yang dipilih adalah 30.000 BS.
ditamatkan KRT (Kepala Rumah Tangga), untuk menjaga keterwakilan dari nilai
Dari seluruh data yang terkumpul didapatkan data agregat dari masing-
Data diambil dari data laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Indonesia dari tahun 2018 yang sudah
dalam bentuk data agregat dari hasil survey pada kepala keluarga di Propinsi
excel sesuai dengan variabel dan pengukuran dari variabel yang dibutuhkan.
Moment Structure) versi 23. Data dari variabel independen, mediasi, dan dependen
berupa data rasio akan diolah secara deskriptif dengan melihat nilai mean, standar
deviasi, kemudian uji statistik yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis)
Penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan November 2021 sampai dengan
Januari 2022.
Penelitian ini telah memperoleh surat keterangan layak etik dari dari Komite
31/EC/KEPK/FKUA/2022.
6 Analisis data X X
7 Penyusunan X X
laporan
8 Pengumpulan X
laporan
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Data penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data
yang diperoleh dari pihak lain dan tidak diambil sendiri oleh peneliti. Data sekunder
diambil dari Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018. Data tersebut berasal dari
hasil survey yang dilakukan Dinas Kesehatan tingkat propinsi dari seluruh
Indonesia. Data yang digunakan adalah persentase sesuai dengan rumus yang ada
pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah
2. Depresi adalah persentase jumlah ART umur ≥ 15 tahun yang saat ini
propinsi.
Tabel 5.1 Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur ≥18
tahun menurut provinsi, Riskesdas 2018
Hipertensi (Pengukuran) N
No Provinsi
% IK95% tertimbang
Aceh 26,45 25,67 - 12.259
1
27,24
Sumatera Utara 29,19 28,46 - 32.944
2
29,94
Sumatera Barat 25,16 24,29 - 12.650
3
26,04
Riau 29,14 28,19 - 15.807
4
30,12
Jambi 28,99 27,91 - 8.760
5
30,09
Sumatera Selatan 30,44 29,50 - 20.231
6
31,40
Bengkulu 28,14 27,08 - 4.777
7
29,22
Lampung 29,94 29,10 - 20.484
8
30,80
Bangka Belitung 29,90 28,55 - 3.605
9
31,30
Kepulauan Riau 25,84 24,17 - 5.052
10
27,59
DKI Jakarta 33,43 32,13 - 27.195
11
34,75
Jawa Barat 39,60 38,93 - 121.153
12
40,27
Jawa Tengah 37,57 37,02 - 89.648
13
38,12
DI Yogyakarta 32,86 31,59 - 10.318
14
34,15
Jawa Timur 36,32 35,81 - 105.380
15
36,84
Banten 29,47 28,34 - 31.052
16
30,61
Tabel 5.2 Prevalensi depresi pada penduduk umur >15 tahun menurut provinsi, Riskesdas
2018
Depresi* N
No Provinsi
% IK95% tertimbang
1 Aceh 4,4 4,0 - 4,8 13.285
2 Sumatera Utara 7,9 7,3 - 8,5 36.147
3 Sumatera Barat 8,2 7,6 - 8,8 13.683
4 Riau 6,6 6,1 - 7,2 17.165
5 Jambi 1,8 1,5 - 2,1 9.439
6 Sumatera Selatan 3,4 3,0 - 3,8 21.889
7 Bengkulu 4,8 4,2 - 5,5 5.144
8 Lampung 3,2 3,0 - 3,6 21.994
9 Bangka Belitung 6,5 5,7 - 7,3 3.884
10 Kepulauan Riau 3,7 3,0 - 4,5 5.431
11 DKI Jakarta 5,9 5,2 - 6,7 28.747
12 Jawa Barat 7,8 7,3 - 8,2 130.528
13 Jawa Tengah 4,4 4,2 - 4,6 95.461
14 DI Yogyakarta 5,5 4,92 - 6,1 10.811
15 Jawa Timur 4,5 4,3 - 4,8 111.879
16 Banten 8,7 8,0 - 9,5 33.269
17 Bali 5,1 4,6 - 5,7 11.885
18 Nusa Tenggara Barat 8,8 8,0 - 9,7 12.945
19 Nusa Tenggara Timur 9,7 9,0 - 10,4 12.666
20 Kalimantan Barat 6,2 5,6 - 6,8 12.876
21 Kalimantan Tengah 3,9 3,3 - 4,5 6.981
22 Kalimantan Selatan 4,8 4,4 - 5,3 10.982
23 Kalimantan Timur 6,2 5,4 - 7,1 9.602
24 Kalimantan Utara 5,7 4,7 - 7,0 1.816
25 Sulawesi Utara 6,6 6,0 - 7,4 6.754
26 Sulawesi Tengah 12,3 11,4 - 13,2 7.763
27 Sulawesi Selatan 7,8 7,3 - 8,4 22.798
28 Sulawesi Tenggara 6,3 5,6 - 7,1 6.440
29 Gorontalo 10,3 9,1 - 11,6 3.117
30 Sulawesi Barat 4,3 3,3 - 5,5 3.380
31 Maluku 5,3 4,6 - 6,2 4.329
32 Maluku Utara 9,3 8,3 - 10,5 2.976
33 Papua Barat 7,4 6,3 - 8,7 2.343
34 Papua 4,0 3,5 - 4,5 8.279
INDONESIA 6,1 6,0 - 6,2 706.689
*berdasarkan Mini International Neuropsychiatric Interview
Tabel 5.3 Prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur ≥ 15 tahun menurut provinsi,
Riskesdas 2018
Obesitas Sentral* N
No Provinsi
% IK95% tertimbang
1 Aceh 30,2 29,4-31,1 12.841
2 Sumatera Utara 34,9 34,1-35,8 35.399
3 Sumatera Barat 32,8 31,9-33,7 13.447
4 Riau 32,5 31,6-33,5 16.811
5 Jambi 24,6 23,6-25,7 9.278
6 Sumatera Selatan 27,1 26,2-28,0 21.467
7 Bengkulu 29,3 28,2-30,4 5.047
8 Lampung 26,0 25,2-26,8 21.646
9 Bangka Belitung 33,8 32,6-35,1 3.823
10 Kepulauan Riau 33,7 31,9-35,5 5.221
11 DKI Jakarta 41,9 40,6-43,1 27.645
12 Jawa Barat 32,0 31,4-32,6 127.351
13 Jawa Tengah 28,8 28,3-29,3 93.894
14 DI Yogyakarta 32,0 30,5-33,4 10.678
15 Jawa Timur 30,4 29,9-30,9 110.288
16 Banten 30,6 29,6-31,6 32.588
17 Bali 36,9 35,7-38,1 11.795
18 Nusa Tenggara Barat 25,3 24,3-26,3 12.645
19 Nusa Tenggara Timur 19,3 18,6-20,1 12.323
20 Kalimantan Barat 25,6 24,7-26,6 12.574
21 Kalimantan Tengah 24,7 23,7-25,7 6.833
22 Kalimantan Selatan 29,2 28,3-30,2 10.714
23 Kalimantan Timur 37,3 36,0-38,7 9.426
24 Kalimantan Utara 32,5 30,7-34,3 1.787
25 Sulawesi Utara 42,5 41,4-43,5 6.640
26 Sulawesi Tengah 32,9 31,9-34,0 7.615
27 Sulawesi Selatan 31,6 30,8-32,4 22.383
28 Sulawesi Tenggara 30,4 29,0-31,8 6.308
29 Gorontalo 36,6 35,1-38,2 3.076
30 Sulawesi Barat 27,1 25,7-28,5 3.324
31 Maluku 31,8 30,2-33,3 4.185
32 Maluku Utara 32,1 30,7-33,6 2.917
33 Papua Barat 34,6 32,7-36,5 2.287
34 Papua 31,7 30,2-33,3 7.749
Indonesia 31,0 30,8-31,2 692.007
*Lingkar perut laki-laki (> 90cm), lingkar perut perempuan (> 80 cm)
Hasil deskripsi dapat dilihat seluruh data berjumlah 34. Ini adalah jumlah
memiliki obesitas sentral terendah adalah 19.30 % yaitu propinsi Nusa Tenggara
Timur, tertinggi 42,50 % pada propinsi Gorontalo. Rata – rata persentase obesitas
Jambi, tertinggi 12,30 % pada propinsi Sulawesi Tengah. Rata – rata persentase
adalah 22.22 % yaitu propinsi Papua, tertinggi 44,13 % pada propinsi Sulawesi
Tengah. Rata – rata persentase penduduk dengan hipertensi dari seluruh propinsi
31,07 % + 29,83 %.
Kemudian variabel perancu yaitu DM, gagal ginjal kronis dan konsumsi
rokok diperoleh hasil persentase DM tertinggi ada di propinsi DKI Jakarta, terendah
standar untuk menentukan apakah persentase di masing masing propinsi diatas rata
Analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Analisis ini dipilih karena ada
variabel mediasi yang berfungsi sebagai perantara hubungan variabel bebas dengan
terikat. Sehingga pengaruh yang dibangun adalah pengaruh langsung dan tidak
langsung. Program yang digunakan adalah AMOS versi 23. Sebelum dilakukan uji
analisis jalur maka harus dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji
multivariat normal. Jika nilai CR dibawah 2,58 maka distribusi seluruh variabel
adalah normal.
nilai CR dibawah 2,58 yaitu 2,438. Sehingga distribusi seluruh variabel adalah
pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung diolah dengan AMOS,
sedangkan pengaruh tidak langsung dilakukan dengan Sobel Test, karena program
Tabel 5.6 Uji analisis jalur, pengaruh langsung dan tidak langsung
Pengaruh Hubungan antar variabel Koefisien Critical P R2
jalur Ratio value
Langsung Depresi ➔ Obesitas 0,413 2,603 0,009 0,170
Sentral
Depresi ➔ Hipertensi 0,116 0,741 0,459 0,327
Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga pengaruh depresi terhadap obesitas
adalah 17 %.
Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga pengaruh depresi terhadap hipertensi
Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga pengaruh obesitas terhadap hipertensi
adalah 32,7 %.
diperoleh nilai koefisien 0,212. Hasil nilai p value diperoleh 0,041. Nilai ini
lebih kecil dari 0,05 sehingga ada pengaruh tidak langsung yang signifikan
hipertensi maka dilakukan uji regresi linier berganda. Hasil selengkapnya dari
pengaruh variabel perancu terhadap dependen yaitu hipertensi dapat dilihat pada
tabel berikut:
karena nilai signifikansi 0,013 (p < 0,05). Sedangkan gagal ginjal kronis dan
hipertensi. Besar pengaruh seluruh variabel dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasi yaitu 21,9 %. Jika dibandingkan dengan variabel bebas dan mediasi
maka pengaruh variabel perancu lebih rendah. Sehingga peran variabel bebas dan
BAB 6
PEMBAHASAN
diukur dari 34 provinsi di Indonesia adalah 31,07%, lebih rendah dari data seluruh
dunia 33,4% dan dari daerah asia tenggara dan Australia 35,4%, tetapi lebih tinggi
dari prevalensi data sebelumnya tahun 2013 (25,8%) (Kemenkes RI, 2013; Beaney
et al., 2019). Selain itu, skrining May Measurement Months (MMM) di Indonesia
pada tahun 2018 menunjukan hanya sekitar 47,6% orang sadar menderita
masih memiliki tekanan darah yang tidak terkontrol (Turana et al., 2020). Hal ini
modifikasi gaya hidup sebagai terapi lini pertama antihipertensi harus dilakukan
karena dapat mencegah atau menunda timbulnya hipertensi dan dapat menurunkan
Analisis jalur pada studi ini merupakan metode untuk menilai efek
langsung dan tidak langsung dari variabel independen depresi, variabel mediasi
obesitas, dan variabel dependen hipertensi. Berbeda dengan metode analisis regresi
persamaan tunggal (konvensional) yang hanya mampu menilai efek langsung dari
terhadap obesitas dan positif tidak signifikan terhadap hipertensi (koefisien jalur
0,413; p= 0,009 dan koefisien jalur 0,116; p= 0,459). Temuan ini menunjukan
2006 bertajuk Bogalusa Heart Study, juga menunjukan hasil serupa untuk
hubungan tiga variabel yang sama. Analisis data primer mereka menunjukan bahwa
peningkatan skor gejala depresi berkaitan dengan 14% (OR= 1,14; p=0,02)
(IMT) yang tinggi pada ras kulit putih dan Afrika Amerika. Selain itu efek langsung
dari gejala depresi juga menunjukan hubungan positif tidak signifikan terhadap
hipertensi pada ras kulit putih (OR=1,05; p= 0,22) dan bahkan hubungan negative
signifikan pada ras Afrika Amerika (OR 0,81; p= 0,004) (Kabir et al., 2006).
Sebuah penelitian analisis jalur lainnya juga menunjukan hasil yang serupa bahwa
depresi dan ansietas memiliki hubungan tidak langsung terhadap hipertensi melalui
variabilitas denyut nadi yang dipengaruhi gangguan system syaraf otonom (Chen
faktor risiko hipertensi lainnya dalam model analisis regresi logistik (OR=1,78;
pada ras kulit hitam, namun tidak pada ras kulit putih yang memiliki insiden
hipertensi lebih rendah (Davidson et al., 2000). Di sisi yang lain ada juga studi
prospektif (r = 0,003-0,005; p= 0,93) dan meta analisis (OR= 0,89; IK 95%= 0,62-
(Goldberg, Comstock dan Graves, 1980; Vancampfort et al., 2014). Perbedaan hasil
dari berbagai peneltian ini mungkin disebabkan adanya efek tidak langsung yang
dominan dari gejala depresi yang dapat dibuktikan dengan penelitian metode
analisis jalur.
Besar pengaruh depresi terhadap obesitas pada penelitian ini adalah 17%
(koefisien jalur 0,413; p= 0,009). Artinya semakin tinggi presentase penduduk yang
mengalami depresi maka semakin tinggi pula presentase obesitas. Dalam meta
analisis dari empat penelitian, prevalensi obesitas sentral adalah 41,6% pada 3118
pasien dengan depresi berat (OR= 1,37; IK 95%= 0,92-2,05) (Vancampfort et al.,
2014). Depresi adalah penyebab dan akibat dari obesitas, melalui aktivitas jangka
sentral. Di sisi lain, Kelebihan berat badan dan persepsi kelebihan berat badan akan
menurunkan harga diri, dan menyebabkan gangguan pola makan yang merupakan
faktor resiko dari depresi (Atlantis dan Ball, 2008; Hewagalamulage et al., 2016).
2010).
Besar pengaruh obesitas dengan hipertensi pada penelitian ini adalah 32,7%
(koefisien jalur 0,514; p= 0,001) yang berarti semakin tinggi perenstasi penduduk
mengalami hipertensi. Peningkatan lemak tubuh baik dinilai dari IMT atau lingkar
tahun, menunjukan bahwa kelebihan berat badan (overweight [IMT 25-29,9 kg/m2]
dan obesitas [IMT > 30 kg/m2]) menyumbang sekitar 26% kasus hipertensi pada
pria dan 28% pada wanita (RR= 1,48 IK95%= 1,24-1,75 untuk overweight dan RR=
studi lain di cina, yang melibatkan 10.265 pasien normotensi, juga meneliti
hubungan penambahan lingkar perut dengan diagnosis baru hipertensi. Dalam enam
hipertensi yang lebih besar terlepas dari status obesitas sentral pada awal
lingkar perut meningkatkan risiko hipertensi unutk laki-laki (RR= 1,34; IK 95%
menurun pada mereka yang lingkar perutnya berkurang sebanyak 2,5% (RR= 0,81;
hipertensi biasa terjadi pada individu yang tidak kelebihan berat badan dan bahwa
melakukan analisis regresi linier berganda untuk faktor DM, gagal ginjal kronis dan
adalah 21,9%. Pengaruh ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan pengaruh
variabel bebas dan mediasi (32,7%) sehingga pengaruh variabel bebas dan mediasi
lebih besar dari pada variabel perancu dalam menyebabkan hipertensi. Hubungan
tidak signifikan dari gagal ginjal kronis dan riwayat merokok dari data penelitian
ini masih belum dapat dijelaskan, mungkin dapat dibuktikan lebih lanjut dengan
penyakit ginjal kronis. Pada pasien yang menderita DM, ada relasi yang dekat
nefropatinya (Epstein dan Sowers, 1992). Pada sebuah studi yang melibatkan 981
et al., 1988). Pada DM tipe 2, dari 3.500 diagnosis baru, ada 39% pasien menderita
Prevalensi hipertensi adalah sekitar 80-85% pada pasien dengan gagal ginjal
perburukan laju filtrasi ginjal (GFR). Data dari studi Modification of Diet in Renal
progresif dari 65 menjadi 95% bersamaan dengan turunya GFR dari 85 menjadi 15
rokok dapat secara sementara meningkatkan tekanan darah. Sebagai contoh, dalam
darah sistolik setelah penggunaan rokok adalah sekitar 20 mmHg. Tekanan darah
kemudian turun 10-15 menit setelah berhenti merokok. Namun, ketika orang
tersebut melanjutkan merokok (merokok satu batang setip 15 menit dalam 1 jam)
tekanan darah akan tetap naik (Groppelli et al., 1992). Pada kedaan kronik,
beberapa kelompok pasien yang merokok dilaporkan memiliki tekanan darah lebih
rendah dari pada yang tidak merokok (Green, Jucha dan Luz, 1986; Mikkelsen et
al., 1997; Primatesta et al., 2001). Tetapi, ada pula studi yang mengemukakan
juga diterapi sama seperti pasien hipertensi lainnya (Verberk, Kessels dan de
Leeuw, 2008). Namun demikian, efek samping merokok yang cukup besar pada
risiko kardiovaskular telah diketahui dengan baik dan pasien yang menderita
terhadap hipertensi pada penelitian ini mungkin disebabkan karena limitasi studi,
di mana kami menggunakan data sekunder dan bukan data primer, serta data yang
Limitasi studi ini adalah penggunaan data sekunder yang diambil dari Riset
Kesehatan Dasar Nasional tahun 2018 dan merupakan data agregat, bukan raw
data. Namun demikian, keakuratan data sekunder ini dapat dipercaya. Hasil uji
normalitas data ini adalah 2,438 (CR < 2,58) sehingga distribusi seluruh variabel
data adalah normal. Selain itu hasil uji analisis jalur kami tidak berbeda dengan
hasil uji analisis jalur sebelumnya yang menggunakan data primer dengan variabel
serupa (Kabir et al., 2006; Chen dan Kao, 2020). Limitasi lain berkaitan dengan
data sekunder ini adalah keterbatasan variabel perancu yang bisa kami masukan
BAB 7
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
perhubungan langsung.
7.2 Saran
perancu dengan data primer agar dapat mengetahui hubungan murni variabel
hidup dengan memperhatikan kesehatan mental, pola makan, dan lingkar perut
lebih lanjut.
Daftar Pustaka
Ahn, J. (2002) “Beyond Single Equation Regression Analysis: Path Analysis and
MultiStage Regression Analysis,” American journal of pharmaceutical education,
66, hal. 37–42.
Chen, T. Y. dan Kao, C. W. (2020) “Effect of psychosocial factors and heart ate
variability on blood pressure control in patient with primary hypertension:A path
analysis,” European Heart Journal, 41(Supplement_2), hal. ehaa946.3410. doi:
10.1093/ehjci/ehaa946.3410.
Green, M. S., Jucha, E. dan Luz, Y. (1986) “Blood pressure in smokers and
nonsmokers: epidemiologic findings.,” American heart journal, 111(5), hal. 932–
940. doi: 10.1016/0002-8703(86)90645-9.
Janssen, I., Katzmarzyk, P. T. dan Ross, R. (2004) “Waist circumference and not
body mass index explains obesity-related health risk.,” The American journal of
clinical nutrition, 79(3), hal. 379–384. doi: 10.1093/ajcn/79.3.379.
The Obesity Society.,” Circulation, 129(25 Suppl 2), hal. S102-38. doi:
10.1161/01.cir.0000437739.71477.ee.
Lampiran
Rata-rata variabel
Report
Obesitas.Sentra Depresi Hipertens DM Gagal.Ginjal.Kroni Konsumsi.Roko
l i s k
N 34 34 34 34 34 34
Minimum 19.30 1.80 22.22 .60 .18 18.80
Maximu
42.50 12.30 44.13 2.60 .64 28.10
m
1.376
Mean 31.2559 6.2147 31.0671 .3947 23.4941
5
1.300
Median 31.7500 6.0500 29.8250 .3950 23.3500
0
Std. 2.3033 .4985
4.80260 4.75806 .10270 2.60139
Deviation 7 2
Test normalitas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Obesitas.Sentral .101 34 .200* .972 34 .525
Depresi .110 34 .200* .974 34 .593
Hipertensi .179 34 .007 .955 34 .170
DM .179 34 .008 .931 34 .033
Gagal.Ginjal.Kronis .118 34 .200* .983 34 .872
Konsumsi.Rokok .090 34 .200* .962 34 .273
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Korelasi Nonparametric
Correlations
Hipertensi DM
Correlation Coefficient 1.000 .481**
Hipertensi Sig. (2-tailed) . .004
N 34 34
Spearman's rho
Correlation Coefficient .481** 1.000
DM Sig. (2-tailed) .004 .
N 34 34
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Korelasi
Correlations
Hipertensi Gagal.Ginjal.Kronis
Pearson Correlation 1 .188
Hipertensi Sig. (2-tailed) .286
N 34 34
Pearson Correlation .188 1
Gagal.Ginjal.Kronis Sig. (2-tailed) .286
N 34 34
Korelasi
Correlations
Hipertensi Konsumsi.Rokok
Pearson Correlation 1 .075
Hipertensi Sig. (2-tailed) .673
N 34 34
Pearson Correlation .075 1
Konsumsi.Rokok Sig. (2-tailed) .673
N 34 34
Regresi
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method
Konsumsi.Rokok, DM,
1 . Enter
Gagal.Ginjal.Kronisb
a. Dependent Variable: Hipertensi
b. All requested variables entered.
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .468a .219 .141 4.41069
a. Predictors: (Constant), Konsumsi.Rokok, DM, Gagal.Ginjal.Kronis
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 163.465 3 54.488 2.801 .057b
1 Residual 583.626 30 19.454
Total 747.091 33
a. Dependent Variable: Hipertensi
b. Predictors: (Constant), Konsumsi.Rokok, DM, Gagal.Ginjal.Kronis
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
B Std. Beta Tolerance VIF
Error
(Constant) 21.434 7.421 2.888 .007
Estimat Labe
S.E. C.R. P
e l
Obesitas.Sentra <-- .33 2.60 .00 par_
Depresi .861
l - 1 3 9 1
<-- .32 .45 par_
Hipertensi Depresi .240 .741
- 4 9 2
<-- Obesitas.Sentr .15 3.27 .00 par_
Hipertensi .509
- al 5 4 1 3
Estimate
Obesitas.Sentral <--- Depresi .413
Hipertensi <--- Depresi .116
Hipertensi <--- Obesitas.Sentral .514
Estimate
Obesitas.Sentral .170
Hipertensi .327
Depresi Obesitas.Sentral
Obesitas.Sentral .861 .000
Hipertensi .678 .509
Depresi Obesitas.Sentral
Obesitas.Sentral .413 .000
Depresi Obesitas.Sentral
Hipertensi .328 .514
Depresi Obesitas.Sentral
Obesitas.Sentral .861 .000
Hipertensi .240 .509
Depresi Obesitas.Sentral
Obesitas.Sentral .413 .000
Hipertensi .116 .514
Depresi Obesitas.Sentral
Obesitas.Sentral .000 .000
Hipertensi .438 .000
Depresi Obesitas.Sentral
Obesitas.Sentral .000 .000
Hipertensi .212 .000