Anda di halaman 1dari 86

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KARYA AKHIR

HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN PENINGKATAN


PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI SEL TURUNAN KARDIAK

Peneliti:
Dr. Muhammad Firdani Ramadhan
NIM. 011718136307

Pembimbing :
Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP (K) M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI
Dr. Budi Baktijasa Dharmajati, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC, FSCAI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
2022

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN PENINGKATAN


PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI SEL TURUNAN KARDIAK

KARYA AKHIR

Untuk Memperoleh Keterangan Keahlian (Sp.JP) pada Program Pendidikan


Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Peneliti:
Dr. Muhammad Firdani Ramadhan
NIM. 011718136307

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
2022

ii

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN PENINGKATAN


PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI SEL TURUNAN KARDIAK

Nama : Muhammad Firdani Ramadhan, dr.


NIM : 011718136304

KARYA AKHIR INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIAJUKAN


PADA TANGGAL 24 FEBRUARI 2022

Oleh :
Pembimbing I

Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP (K) M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI

Pembimbing II

Dr. Budi Baktijasa Dharmajati, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC, FSCAI

Mengetahui:
Ketua Program Studi Ketua Departemen

Dr. Andrianto, dr., Sp.JP(K) Prof. Dr. Yudi Her Oktaviono, dr., SpJP(K)
FIHA, FAsCC M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI

iii
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS


HASIL PENELITIAN KARYA AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Muhammad Firdani Ramadhan, dr.
NIM : 011718136307
Judul Penelitian : HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN
PENINGKATAN PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI
SEL TURUNAN KARDIAK

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini merupakan hasil karya sendiri dan
benar keasliannya serta berasal dari data asli dan bukan hasil rekayasa. Apabila di
kemudian hari penelitian ini mengandung plagiasi atau penjiplakan atau hasil karya orang
lain, maka saya bersedia bertanggung jawab.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Surabaya, 14 Februari 2022


Yang membuat pernyataan,

Muhammad Firdani Ramadhan, dr.


NIM. 011718136307

iv
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Firdani Ramadhan, dr.
NIM : 011718136307
Program Studi : Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Departemen : Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas : Kedokteran Universitas Airlangga
Jenis : Karya Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalti Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN PENINGKATAN
PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI SEL TURUNAN KARDIAK”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini
Universitas Airlangga berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memplubikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak
cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Surabaya


Pada tanggal 14 Februari 2022
Yang menyatakan,

Muhammad Firdani Ramadhan, dr.


NIM. 011718136307

v
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat dan anugerah-Nya sehingga karya akhir kami dengan judul Hubungan Antara
Dosis Reversine da Peningkatan Plastisitas Sel DFAT Menjadi Sel Turunan Kardiak telah
terselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
karya akhir saya ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K) M.M.,
FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI dan Dr. Budi Baktijasa Dharmajati, Sp.JP(K) FIHA,
FASCC, FSCAI selaku pembimbing yang selama pembuatan karya akhir ini telah banyak
memberikan bimbingan, masukan dan bantuan. Pada kesempatan ini saya juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. DR. Mohammad Nasih, SE., MT, Ak., CMA selaku rektor Universitas
Airlangga; Prof. DR. Dr. Budi Santoso, Sp.OG(K) selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga; DR. Dr. Djoni Wahyuhadi, Sp.BS(K) selaku
direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas kesempatan belajar yang diberikan.
2. Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K) selaku kepala Departemen Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah saat ini atas kesempatan belajar yang
diberikan.
3. DR. Dr. Andrianto, Sp.JP(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah Fakulatas Kedokteran Universitas Airlangga atas
kesempatan menempuh pendidikan dan bimbingan serta bantuan selama
pendidikan.
4. Dr. Aldhi Pradana, Sp.JP(K) selaku koordinator penelitian pada Program Studi
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakulatas Kedokteran Universitas
Airlangga atas segala bimbingan dan bantuan selama melakukan penelitian.
5. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakulatas Kedokteran Universitas Airlangga: Prof. Dr. R. M. Yogiarto,
Sp.JP(K), Prof. DR. Dr. Djoko Soemantri, Sp.JP(K), Prof. DR. Dr. Budi Susetyo

vi
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pikir, Sp.JP(K), Prof. DR. Dr. Rochmad Romdhoni, Sp.JP(K), Dr. RP.
Soeharsohadi, Sp.JP(K), Dr. Iswanto Pratanu, Sp.JP(K), Dr. Esti Hindariati,
Sp.JP(K), DR. Dr. Budi Baktijasa, Sp.JP(K), DR. Dr. I Gde Rurus Suryawan,
Sp.JP(K), Dr. Bambang Herwanto, Sp.JP(K), DR. Dr. Achmad Lefi, Sp.JP(K),
Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K), DR. Dr. J. Nugroho Eko P.,
Sp.JP(K), DR. Dr. Andrianto, Sp.JP(K), Dr. Muh. Budiarto, Sp.JP(K), Dr. M.
Yusuf A, Sp.JP(K), Phd, DR. dr. Meity Ardiana, Sp.JP(K), Dr. Rosi Amrilla
Fagi, Sp.JP(K), Dr. Rerdin Julario,Sp.JP(K), Dr. Nia Dyah Rahmianti, Sp.JP(K),
Dr. Ratih Rachmanyati Pasah, Sp.JP, Dr. Aldhi Pradana, Sp.JP, Dr. Alisia Yuana
Putri, Sp.JP, Dr. Nadya Lutfah, Sp.JP, Dr. Anudya Kartika Ratri, Sp.JP, Dr.
Rendra Mahardhika Putra Sp.JP, Dr. Dian Paramita Kartikasari, Sp.JP, Dr.
Christian Pramudita Budianto, Sp.JP, Dr. Muhammad Rafdi Amadis, Sp.JP, Dr.
Suryo Adi Hutomo, Sp.JP, Dr. Irma Maghfirah, Sp.JP atas segala bimbingan,
bantuan dan semangat yang diberikan selama pendidikan.
6. Kepala Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi, Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Ilmu Kesehatan Anak,
Anestesiologi dan Reanimasi beserta staf pengajar atas kesempatan belajar serta
bimbingan selama pendidikan.
7. Kepala ruangan rawat inap, IGD, IGD PPJT, Poliklinik Jantung rawat jalan dan
Poliklinik PPJT, CVCU, ruang kateterisasi, dan ekokardiografi beserta seluruh
staf atas segala bimbingan, bantuan, dan motivasi selama pendidikan.
8. Seluruh pasien yang telah kami rawat atas ketulusan dan kerjasamanya,
sekaligus menjadi guru bagi kami selama pendidikan.
9. Rekan-rekan seangkatan: Dr. Bunga Novitalia, Dr. Achmad Shofwan Hadi, Dr.
Muhammad Insani Ilman, Dr. Bagus Fitriadi Kurnia Putra, Dr. Ivan Satria
Pratama, Dr. Rachmat Ageng Prastowo, atas kerjasama, dukungan, motivasi dan
semangat selama pendidikan.
10. Seluruh rekan-rekan PPDS-1 Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga atas segala kerjasama, bantuan dan
semangat selama pendidikan.

vii

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11. Orang tua saya Drs. Firdaus Agus Wiwoho, Ak., CA., CPA. dan Dra. Mariani,
dan seluruh anggota keluarga tercinta yang senantiasa mendoakan, memberikan
semangat dan bantuan selama pendidikan.
12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang turut membantu
dan mendukung saya selama menjalani pendidikan.
Saya menyadari bahwa karya akhir ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk
itu saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk perbaikan kedepannya.
Kami berharap karya akhir ini dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan pendidikan.
Akhir kata, tidak lupa saya menyampaikan permohonan maaf saya yang tulus dan
sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala kekurangan atau kesalahan yang saya
lakukan selama menempuh pendidikan.

Surabaya, 14 Februari 2022


Penulis,

viii

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN PENINGKATAN


PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI SEL TURUNAN KARDIAK
Muhammad Firdani R, Yudi Her O, Budi Baktijasa D

Latar Belakang: Sel adiposit matur putih saat ini dianggap sebagai sumber potensial sel
punca atau stem cell karena ketersediaan jaringan lemak yang melimpah, dengan
kemampuan memproduksi sel punca lebih banyak dibandingkan sel lainnya.
Dedifferentiated Fat Cells (DFAT) adalah sel lemak multipoten yang diketahui mampu
berdiferensiasi menjadi sel turunan jantung, seperti sel otot polos vaskular (VSMC),
kardiomiosit, dan sel endotel vaskular. Reversine merupakan turunan purin yang mampu
menginduksi diferensiasi sel kompeten miogenik menjadi sel progenitor mesenkim
multipoten yang berdiferensiasi, namun pengaruhnya terhadap peningkatan diferensiasi
DFAT menjadi sel turunan kardiak belum diketahui..
Tujuan: Menganalisis hubungan antara reversine dan peningkatan plastisitas DFAT
menjadi sel turunan kardiak.
Metode: Abdominoplasty digunakan untuk mengisolasi jaringan lemak putih, yang
kemudian didediferensiasi menggunakan metode insert culture untuk menghasilkan
DFAT. Sel-sel DFAT yang dikultur kemudian dipisahkan menjadi empat kelompok dosis
reversine: kelompok kontrol (tanpa reversine), reversine 10 nM, 20 nM, dan 40 Nm, dan
akan melalui beberapa tahap proses dan menjalani diferensiasi lebih lanjut menjadi
kardiomiosit (ditandai dengan ekspresi cTnT), VSCM (ditandai dengan ekspresi alpha-
SMA), dan sel endotel vaskular (ditandai dengan ekspresi CD31). Analisa ANOVA
digunakan untuk membandingkan kadar ekspresi cTnT, alpha-SMA, dan CD31 antar
kelompok, dilanjutkan dengan uji post-hoc dengan nilai signifikansi p<0.05.
Hasil: Dari analisis ANOVA, terdapat perbedaan yang signifikan pada ekspresi cTnT,
alpha-SMA, dan CD31 (p value ANOVA masing-masing 0,003, <0,001, dan <0,001) pada
masing-masing kelompok sel DFAT yang menerima berbagai dosis reversine. Dari uji
post-hoc dengan analisis Tukey, ditemukan bahwa hanya kelompok reversine 10 nM yang
menghasilkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol
(9,00+1,03 vs 7,05+1,07; p = 0,002) untuk ekspresi cTnT. Untuk diferensiasi VSMC,
ditemukan bahwa kelompok reversine 10 nM dan kelompok reversine20 nM,
menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam ekspresi alpha-SMA dibandingkan
dengan kelompok kontrol (30.1850+8.22632 vs. 15.2350+3.67057; p <0,001) dan
(24,3550+2.80411 vs. 15.2350+3.67057; p=0,005). Sedangkan untuk diferensiasi sel
endotel vaskular, ditemukan hanya kelompok reversine 20 nM yang mengalami
peningkatan signifikan ekspresi CD31 dibandingkan kelompok kontrol
(42.5338+10.96637 vs. 14.3813+7.08986; p < 0,001).
Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara reversine
dengan peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa kardiomiosit
(cTnT), VSMCs (alpha-SMA), dan sel endotel vaskular (CD31), dengan peningkatan
signifikan tertinggi ditemukan dalam kelompok reversine 10 nM untuk ekspresi cTnT dan
alpha SMA, dan kelompok reversine 20 nM untuk ekspresi CD31.
Kata Kunci: DFAT, reversine, kardiomiosit, VSMCs, sel endotel.

ix
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN REVERSINE DOSE AND INCREASED


PLASTICITY OF DFAT CELLS INTO CARDIAC DERIVATIVE CELLS
Muhammad Firdani R, Yudi Her O, Budi Baktijasa D

Background: White mature adipocyte cells are being considered as a potential source of
stem cells due to the abundance of fat tissue availability, with the ability to produce more
stem cells than other cells. Dedifferentiated Fat Cells (DFAT) are multipotent fat cells that
known can be differentiated into cardiac derivative cells, such as vascular smooth muscle
cells (VSMCs), cardiomyocyte, and vascular endothelial cells. Reversine is a purine
derivate that capable of inducing differentiation of myogenic competence cells into
differentiated multipotent mesenchymal progenitor cells, however, its effect on increasing
differentiation of DFAT into cardiac derivative cells is not known.
Objective: To analyze the association between reversine and increased plasticity of
DFAT into cardiac derivative cells.
Method: Abdominoplasty was used to isolate white fat tissue, which was then
dedifferentiated using the insert culture method to produce DFAT. The cultured DFAT
cells were then separated into four groups of reversine dose: control (no reversine), 10
nM, 20 nM, and 40 Nm reversine, and will go through several stages of passage and
undergo further differentiation into cardiomyocytes (marked by cTnT expression),
VSCMs (marked by alpha-SMA expression), and vascular endothelial cells (marked by
CD31 expression). Oneway ANOVA was used to compare the levels of cTnT, alpha
SMA, and CD31 expression between groups, followed by a post-hoc test with a significant
level of p<0.05.
Result: From ANOVA analysis, there was significant differences in the expression of
cTnT, alpha-SMA, and CD31 (p value ANOVA 0.003, <0.001, and <0.001 respectively)
in each group of DFAT cells that received various doses of reversine. From post-hoc
analysis with Tukey test, it was found that only the 10 nM reversine group produced a
significant difference compared to the control group (9.00 + 1.03 vs. 7.05 + 1.07; p =
0.002) for cTnT expression. For VSMC differentiation, it was found that the reversine 10
nM group and the reversine 20 nM group resulted in a significant increase in alpha-SMA
expression compared to the control group (30.1850 + 8.22632 vs. 15.2350 + 3.67057; p <
0.001) and (24.3550 + 2.80411 vs. 15.2350 + 3.67057; p = 0.005). Meanwhile for vascular
endothelial cells differentiation, it was found that only the reversine 20 nM group resulted
in a significant increase in CD31 expression compared to the control group (42.5338 +
10.96637 vs. 14.3813 + 7.08986; p < 0.001).
Conclusions: This study proves that there is a relationship between reversine and
increased plasticity of DFAT cells into cardiac derived cells in the form of cardiomyocytes
(cTnT), VSMCs (alpha-SMA), and vascular endothelial cells (CD31), with the highest
significant increasement was found in reversine 10 nM for cTnT and alpha-SMA
expression, and reversine 20 nM for CD31 expression.

Keywords: DFAT, reversine, cardiomyocyte, VSMCs, endothelial cells

x
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ..................................................................................................... iii


Lembar Pernyataan Orisinalitas ..................................................................................... iv
Pernyataan Persetujuan Publikasi ................................................................................... v
Kata Pengantar .............................................................................................................. vi
Abstrak ......................................................................................................................... ix
Abstract ......................................................................................................................... x
Daftar Isi ....................................................................................................................... xi
Daftar Tabel ................................................................................................................xiii
Daftar Gambar ............................................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ..................................................................... 8
2.1 Sel Punca dan Kemampuan Regeneratif ............................................... 8
2.2 Sel Dedifferentiated Fat (DFAT) .......................................................... 9
2.3 Analisis Pluripotensi RNA pada Sel DFAT ........................................ 12
2.4 Analisis Flow Cytometric pada Sel DFAT .......................................... 13
2.5 Differensi Sel DFAT dalam Berbagai Macam Sel .............................. 14
2.6 Teknik Isolasi DFAT.......................................................................... 16
2.7 Reversine ........................................................................................... 19
2.7.1 Reversine Menginduksi Cell Cycle Arrest pada Fase G2/M ... 20
2.7.2 Efek Reversine terhadap MPS 1............................................. 21
2.7.3 Efek Reversine terhadap Aurora kinase ................................. 22
2.7.4 Efek Reversine terhadap Adenosine Reseptor ........................ 22
2.8 Vascular Smooth Muscle Cell (VSMC) .............................................. 23
2.9 Kardiomiosit (CM)............................................................................. 29
2.10 Sel Endotelial (EC) ............................................................................ 32
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ................................................................... 34
3.1 Kerangka Konseptual ......................................................................... 34
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual ........................................................ 35
3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................ 35
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 36
4.1 Subyek dan Obyek Penelitian ............................................................. 36
4.2 Rancangan dan Desain Penelitian ....................................................... 36
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 37
4.4 Besar Sampel Penelitian ..................................................................... 37

xi
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.5
Teknik Randomisasi ........................................................................... 37
4.6
Variabel Penelitian ............................................................................. 37
4.6.1 Variabel Bebas......................................................................... 37
4.6.2 Variabel Eksperimental ............................................................ 37
4.6.3 Variabel Tergantung ................................................................ 38
4.7 Definisi Operasional........................................................................... 38
4.8 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 39
4.9 Prosedur Penelitian ............................................................................ 40
4.9.1 Penelitian Tahap 1: Pengambilan Spesimen Anatomis ............ 40
4.9.2 Penelitian Tahap 2: Isolasi dan Kultur Sel DFAT dari
Jaringan Adiposit Insert Culture ............................................. 40
4.9.3 Penelitian Tahap 3: Identifikasi Ekspresi CD90, CD105,
CD34, dan CD45 .................................................................... 41
4.9.4 Penelitian Tahpa 4: Induksi Sel DFAT pada Media
Diferensiasi VSMCs, CM, dan EC .......................................... 42
4.9.5 Penelitian Tahap 5: Penilaian Ekspresi cTnT, Alpha-SMA,
CD31 ...................................................................................... 42
4.10 Alur Penelitian ................................................................................... 44
4.11 Analisis Data ...................................................................................... 45
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................ 47
5.1 Gambaran Subyek Penelitian.............................................................. 47
5.2 Uji Normalitas Variabel Penelitian ..................................................... 47
5.3 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi Alpha-SMA Sel
DFAT ................................................................................................ 47
5.4 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi cTnT Sel DFAT ........... 50
5.5 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi CD31 Sel DFAT .......... 52
BAB VI DISKUSI .................................................................................................... 55
6.1 Pengaruh Reversine dalam Meningkatkan Plastisitas Sel DFAT ......... 55
6.2 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi
Sel VSMCs yang Ditandai dengan Ekspresi Alpha-SMA ................... 56
6.3 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel
CM yang Ditandai dengan Ekspresi cTnT .......................................... 58
6.4 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi
Sel EC yang Ditandai dengan Ekspresi CD31..................................... 60
6.5 Dosis Toksik Reversine Menginduksi Penghentian Siklus Sel dan
Memicu Apoptosis Sel DFAT ............................................................ 61
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 63
7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 63
7.2 Saran .................................................................................................. 63

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 64


Lampiran...................................................................................................................... 69

xii

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.4.1 Analisa Antibodi pada Pemeriksaan Molekul Spesifik pada Permukaan
Sel ......................................................................................................... 14
Tabel 4.1.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian .................................................... 36
Tabel 4.6.1 Definisi Operasional .............................................................................. 38
Tabel 5.2.1 Uji Normalitas Shapiro-Wilk ................................................................. 47
Tabel 5.3.1 Uji ANOVA Ekspresi alpha SMA pada Tiap Dosis Reversine .............. 47
Tabel 5.3.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk Ekspresi alpha SMA pada
Tiap Dosis Reversine ............................................................................. 48
Tabel 5.4.1 Uji ANOVA Ekspresi cTnT pada Tiap Dosis Reversine ........................ 50
Tabel 5.4.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk Ekspresi cTnT pada Tiap
Dosis Reversine ..................................................................................... 50
Tabel 5.5.1 Uji ANOVA Ekspresi CD31 pada Tiap Dosis Reversine ....................... 52
Tabel 5.5.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk Ekspresi CD31 pada Tiap
Dosis Reversine ..................................................................................... 52
Tabel 5.3.3.1 Analisis Multivariat Prediktor MACE 6 Bulan Pengamatan ................... 40

xiii
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ...................................................................... 34


Gambar 4.8.2.1 Skema Insert Culture....................................................................... 41
Gambar 4.9.1 Alur Penelitian ................................................................................ 44
Gambar 5.3.1 Grafik Dosis Reversine terhadap Ekspresi alpha-SMA Sel DFAT ... 49
Gambar 5.4.1 Grafik Dosis Reversine terhadap Ekspresi cTnT Sel DFAT ............. 51
Gambar 5.5.1 Grafik Dosis Reversine terhadap Ekspresi CD 31 Sel DFAT ........... 53

xiv
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

seluruh dunia. Proyeksi penyakit kardiovaskular diperkirakan akan meningkat sebesar

10% antara tahun 2010 hingga 2030. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan

populasi lanjut usia dan perubahan gaya hidup. (Vasan and Benjamin 2016) Pada tahun

2013 disebutkan prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 0,5% atau sekitar 883.447

orang dan prevalensi penyakit gagal jantung sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang.

(RI 2014). Penyakit kardiovaskular memegang 37% penyebab kematian di Indonesia.

Penyakit kardiovaskular tersebut antara lain penyakit jantung koroner, stroke, dan

diabetes mellitus. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor dua di

Indonesia pada tahun 2012. Penyakit jantung koroner menempati 9% penyebab kematian,

sekitar 138.400 penduduk.(Health 2017)

Infark miokard akut (AMI) adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia.

Kemajuan dalam modalitas terapi untuk pasien setelah AMI telah menyebabkan

penurunan mortalitas dini, namun sebagai akibatnya meningkatnya gagal jantung pada

pasien AMI. Modalitas terapi AMI saat ini secara farmakologis dengan beta-bloker,

diuretik, dan penghambat ACE, maupun metode pembedahan dan implan alat bantu

fungsi ventrikel kiri. Patofisiologi pada AMI yang belum dapat diatasi modalitas terapi

saat ini yaitu kematian kardiomiosit, sel vaskular, dan sel interstisial sehingga pasien

mengalami kematian dini. Dengan adanya pemahaman baru bahwa proses regeneratif

juga terjadi pada miokardium yang sebelumnya diasumsikan tidak memiliki sifat

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2

regeneratif, penggunaan sel punca mulai dikembangkan sebagai pendekatan terapi yang

menjanjikan dengan ekspektasi yang cukup tinggi. Pemberian sel punca memiliki

kontribusi pada regenerasi fungsi miokardium yang mengalami infark dan memperbaiki

sel endotelial yang mengalami jejas atau rusak (Chagastelles & Nardi, 2011; Menasche,

2009; Xu, 2006) sehingga merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk pengobatan

AMI, gagal jantung, dan penyakit arteri perifer.(Wollert & Drexler, 2010)

Sel punca dewasa, tali pusat, embrio, dan janin memiliki potensi besar sebagai

strategi terapi baru untuk regenerasi dan perbaikan jaringan atau organ yang rusak dan

bermanfaat dalam pengobatan penyakit kardiovaskular yang berat. Sumsum tulang

memiliki banyak sel punca dan sel progenitor endotel. Hasil dari studi angiogenesis

terapeutik menggunakan transplantasi sel menunjukkan bahwa implantasi sel sumsum

tulang memperbaiki ulkus iskemik dengan mengembalikan perfusi pada kasus iskemia

tungkai. Terapi sel autologus untuk induksi angiogenesis sebagai terapi regeneratif yang

lebih progresif untuk penyakit vaskular Selain itu, implantasi sel sumsum tulang dapat

juga digunakan untuk penyakit jantung iskemik; studi klinis pendahuluan menunjukkan

manfaat klinis potensial dari terapi transplantasi seluler pada pasien dengan infark

miokard akut dan iskemia miokard kronis. Transplantasi sel dedifferentiated fat adipose

tissue (DFAT) menyebabkan neovaskuralisasi pada tikus dengan infark miokard

(Jumabay, Matsumoto et al., 2009)

Sel punca didefinisikan sebagai sel klon yang memiliki kapasitas untuk

memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi banyak cell lineages. Sel punca dapat

berproliferasi secara ekstensif, dengan kemampuan self-renewing selagi mempertahankan

keadaan tidak terdiferensiasi, sampai sel tersebut di induksi untuk berdiferensiasi menjadi

jenis sel yang spesifik.(Ilic and Polak, 2011) Sehingga saat ini sel punca menjadi subjek

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3

berbagai penelitian untuk menemukan sel prekursor yang mudah untuk diperoleh dan

diinduksi menjadi sel target. Dua jenis utama dari sel punca adalah embryonic stem cells

(ESCs) dan adult stem cells (ASCs). Sel punca embrionik bersifat pluripotent,

mempunyai kemampuan self-renewing. Berbeda dengan ESCs, ASCs bersifat multipoten

dan dapat diperoleh dari banyak organ seperti otak dan sum-sum tulang (Doeppner &

Hermann, 2014). ASCs dibagi menjadi mesenkimal dan hematopoetik. Jenis ASCs yang

banyak diteliti adalah mesenchymal stem cells (MSCs), salah satunya adipocyte-derived

stem cell (ADSCs).(Barky et. al, 2017)

Ada dua jenis jaringan adiposa, jaringan adiposa putih (WAT) dan jaringan

adiposa coklat (BAT). Jaringan adiposa terdiri tidak hanya dari adiposit, tetapi juga dari

jenis sel lain yang disebut fraksi stroma-vaskular, yang terdiri dari sel darah, sel endotel,

pericytes dan sel prekursor adiposa. Adiposit berdiferensiasi dari sel prekursor stellata

atau fusiform yang berasal dari mesenkim. (Kim et al., 2015). ADSCs adalah sel

mesenkim dengan kemampuan untuk pembaharuan diri dan diferensiasi multipotensial

menjadi adiposit, kondrosit, miosit, osteoblas, dan neurosit. Kelebihan ADSCs meliputi

kemudahan akses, prosedur yang jauh lebih tidak menyakitkan (seperti lipoaspirasi

subkutan) daripada mengambil sel punca sumsum tulang, dan penggunaannya tidak

terkait dengan kontroversi etika karena diambil dari lemak autologus. (Miana & Prieto

González, 2018). Selain ADSCs, terdapat kelompok sel lain menunjukkan morfologi

seperti fibroblast dan memiliki karakteristik sel prekursor dengan potensi multilineage,

yang didapat dari teknik kultur tertentu. Kelompok sel ini disebut sel DFAT. Sel DFAT

telah diperoleh dari tikus, babi, kelinci, sapi, kucing, dan manusia. (Shah et al., 2016;

Saler et al., 2017). Sel DFAT mampu melakukan transdiferensiasi ke jenis sel lain seperti

osteoblas, kondrosit, miosit kerangka, sel otot polos, kardiomiosit, sel endotel vaskular,

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4

dan sel saraf di bawah kondisi kultur yang sesuai secara in vitro atau in vivo. (Wei, et al.

2012). Berdasarkan prosedur isolasi, sel DFAT terdeteksi lebih awal (~hari ke-5) dengan

kuantitas sel yang lebih banyak sehingga akan lebih mudah dipropagasi. Meskipun sel

DFAT dan ADSCs sama-sama diambil secara autologous tetapi sel DFAT memiliki

tingkat imunogenisitas yang relatif lebih rendah (Saler et al., 2017; Shah et al., 2016).

Sel DFAT telah dibuktikan berdiferensiasi menjadi vascular smooth muscle cells

(VSMCs). VSMCs merupakan komponen penting dalam pembuluh darah. VSMCs

terdapat pada tunika media, mengelilingi lumen pembuluh darah, dan membentuk

lapisan. Fungsi utama VSMCs adalah untuk mengatur aliran darah melalui pembuluh

darah dengan kontraksi dan relaksasi. VSMCs pada manusia dewasa berasal dari

ectodermal neural crest dan mesodermal lineages. Sel terapi menggunakan VSMCs

berserta progenitornya terbukti dapat memicu terjadinya neovaskularisasi, penyembuhan

luka, dan memperbaiki kontraktilitas miokard. (Ayoubi et al., 2017). Penelitian Wanjare

dkk, menunjukkan human pluripotent stem cells (hPSCs) dapat dideferensiasikan menjadi

VSMCs dengan cara dibiakkan dalam medium kultur lalu didiferensiasi menjadi sel

progenitor VSMCs. Pada penelitian ini juga disebutkan marker awal VSMCs adalah

alpha-SMA dan VSMCs yang dapat berkontraksi adalah smoothelin.(Wanjare, Kuo and

Gerecht, 2013)

Sel DFAT telah dibuktikan berdiferensiasi menjadi kardiomiosit (CM). Sel DFAT

dapat berdiferensiasi menjadi kardiomiosit in vitro dan in vivo dengan kultur ceiling

adiposit matur. Sel DFAT diperoleh dengan dediferensiasi adiposit matur dari tikus

transgenik green fluorescent protein (GFP). Kemampuan diferensiasi sel DFAT menjadi

kardiomiosit dievaluasi dengan mendeteksi penanda cardiac troponin T (cTnT) dalam

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5

analisis imunositokimia dan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR)

in vitro.

Sel DFAT telah dibuktikan berdiferensiasi menjadi sel endotel (EC) vaskular. Sel

punca dewasa dan mesenkimal sekresi berbagai faktor angiogenik seperti fibroblast

growth factor-2 (FGF2), vascular endothelial growth factor (VEGF), angiogenin,

hepatocyte growth factor (HGF) dan platelet-derived growth factor BB (PDGF-BB), serta

memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi EC vaskular dan pericytes. Di antara

faktor angiogenik yang diekspresikan oleh sel DFAT, VEGF-A, FGF-2 dan HGF

diketahui berkontribusi terutama terhadap proliferasi dan diferensiasi EC vaskular

(morfogenesis tubular). CD31 merupakan penanda karakteristik dari fungsi

endotel.(Watanabe et al., 2020)

Reversine adalah derivat purin 2,6-disubstituted yang menghambat reseptor

adenosin A3 manusia, rantai berat nonmuscle myosin II, mitogen activated protein kinase-

1 (MEK1), dan Aurora B kinase. Reversine menginduksi diferensiasi myogenic

competence cell menjadi sel-sel progenitor mesenkimal multipoten yang dapat

berdiferensiasi menjadi osteoblas atau adiposit di bawah kondisi yang sesuai. Reversine

juga bisa mengubah murine primer dan fibroblas kulit manusia menjadi sel myogenic-

competent, menginduksi diferensiasi otot babi yang berasal dari sel induk menjadi female

germ-like cells, dan menginduksi dediferensiasi makrofag tikus ke mesenchymal

progenitor-like cells.(Lu et al., 2016; Huang et al., 2016) Saat ini, belum ada penelitian

tentang pengaruh reversine terhadap peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel

turunan kardiak berupa VSMCs, CM, dan EC.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs yang ditandai

dengan ekspresi penanda alpha-SMA?

2. Apakah terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang ditandai dengan

ekspresi penanda cTnT?

3. Apakah terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang ditandai dengan

ekspresi penanda CD31?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan adanya hubungan antara reversine

dengan dosis tertentu dan peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak

berupa VSMCs, CM, dan EC.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian adalah :

1. Menganalisis hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs yang ditandai

dengan ekspresi penanda alpha-SMA.

2. Menganalisis hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang ditandai dengan

ekspresi penanda cTnT.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7

3. Menganalisis hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang ditandai dengan

ekspresi penanda CD31.

1.4 Manfaat Penelitian

3.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah terhadap

perkembangan pengetahuan tentang potensi sel DFAT sebagai prekursor pada terapi

berbasis sel punca dan potensi reversine dalam meningkatkan plastisitas sel DFAT untuk

diarahkan menjadi VSMCs, CM, dan EC, sehingga dapat dijadikan acuan untuk

penelitian lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian di kemudian hari

dan pertimbangan klinis mengenai penggunaan jaringan adiposa sebagai sumber sel

punca dalam bentuk sel DFAT yang dideferensiasikan menjadi berbagai sel turunan

kardiak berupa VSMCs, CM, dan EC, yang nantinya dapat dikembangkan sebagai salah

satu terapi sel punca di bidang kardiovaskular. Penelitian ini juga menjadi acuan

pemberian dosis reversine yang dapat digunakan sebagai penginduksi pluripotensi.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Sel Punca dan Kemampuan Regeneratif

Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel mengalami

kemajuan yang amat pesat. Hal ini terkait dengan upaya manusia untuk mengetahui dan

mengobati penyakit-penyakit yang sudah tidak mungkin untuk diobati lagi baik secara

konservatif maupun operatif khususnya penyakit degeneratif maupun kelainan lainnya

seperti trauma, keganasan dan sebagainya. Para ahli telah mulai meneliti kemungkinan

penggunaan sel punca untuk mengobati penyakit-penyakit atau kelainan-kelainan yang

tak mungkin lagi untuk diobati dengan obat-obatan atau tindakan operatif. Sel punca

adalah sumber dari semua sel dalam individu dan ini merupakan sebuah sumber bagi

pengobatan sel yang sekarang ini merupakan sebuah jalan revolusi untuk mengatasi

berbagai penyakit yang mematikan. Sel punca adalah sekelompok sel di dalam tubuh

mahluk dengan kemampuan regenerasi, yang dapat mengalami diferensiasi lebih lanjut

menjadi sel-sel lain (sel-sel pembangun organ maupun sel-sel darah) misalnya sel saraf,

sel otot jantung, sel otot rangka, dan sel pankreas.

Sel punca didefinisikan sebagai sel klon yang memiliki kapasitas untuk

memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi banyak cell lineages. Dua jenis utama

dari sel punca adalah embryonic stem cells (ESCs) dan adult stem cells (ASCs). ESCs

bersifat pluripoten, tetapi beberapa faktor termasuk etika dan penyalahgunaan membatasi

penggunaan ESCs secara luas. Sel punca embrionik bersifat pluripotent, mempunyai

kemampuan self-renewing. Pluripoten ditandai dengan dapat berdiferensiasi menjadi

endoderm, mesoderm, ectoderm, dan sel somatic lainnya. Sel punca dewasa didapatkan

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9

pada jaringan matur, yang ditemukan pada jaringan dewasa. Berbeda dengan ESCs, ASCs

bersifat multipoten dan dapat didapatkan dari banyak organ seperti otak dan sum-sum

tulang. ASCs juga suitable untuk penggunaan autologus maupun allogeneic. Namun,

potensi diferensiasinya kurang dibandingkan dengan ESCs.(Doeppner & Hermann, 2014)

Sel punca dewasa dibagi menjadi mesenkimal dan hematopoetik. Sel punca mesenkimal

dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel somatik. Sel punca hematopoetik dapat

berdiferensiasi menjadi sel turunan hematopoetik.(Barky et. al, 2017)

Sel punca dapat diklasifikasikan melalui asalnya yang dibagi menjadi 4 tipe, yaitu

berasal dari embrio, fetus, anak-anak, atau dari dewasa. Sel punca dapat juga

diklasifikasikan berdasarkan potensinya. Sel punca fetal ditemukan pada organ yang

terdapat saat fetus. Sel punca ini dapat berdiferensiasi menjadi sel punca pluripoten dan

sel punca hematopoetik. Sel punca infant dapat ditemukan pada tali pusat dan

jaringannya. Sel punca embrionik manusia (ES) berasal dari lapisan dalam blastokista

dan, karena sifat pluripotensinya, digunakan dalam rekayasa jaringan dan pengobatan

regeneratif. Sel punca mesenkim janin manusia (hfMSCs) dapat diambil dari sel punca

yang ada dalam cairan ketuban atau tali pusat namun seperti sel embrio ketersediaannya

terbatas terkait masalah etika. Induced pluripotent stem cells (iPSCs) memiliki kesulitan

terkait dengan prosedur induksi di laboratorium untuk membedakannya menjadi sel

spesifik yang diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Oleh karena itu, sel punca

dewasa adalah yang paling menjanjikan untuk digunakan dalam praktik klinis dan dalam

penelitian.(Miana & Prieto González, 2018)

2.2 Sel Dedifferentiated Fat Adipose Tissue (DFAT)

Jaringan adiposa terdiri dari sel adiposa dan non-adiposa seperti sel punca

mesenkimal. Sel-sel ini menunjukkan profil antigenik permukaan yang mirip dengan

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10

MSCs yang diturunkan dari sumsum tulang. Sel-sel yang diturunkan dari DFAT adalah

populasi sel lain dengan karakteristik stemness. Sel DFAT menunjukkan morfologi

seperti fibroblast dan memiliki karakteristik sel prekursor dengan potensi multilineage.

Sel DFAT telah diperoleh dari tikus, babi, kelinci, sapi, kucing, dan sumber manusia. Sel

DFAT memiliki kemampuan proliferasi aktif dan dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas

atau kondrosit, atau dapat berdiferensiasi kembali menjadi adiposit matur dalam kondisi

kultur yang sesuai. Dibandingkan dengan ASCs dan sel punca dewasa lainnya, sel DFAT

memiliki beberapa keunggulan seperti jumlaj yang banyak, metode isolasi, homogenitas,

dan imunogenisitas yang rendah setelah transplantasi. Populasi sel dipelajari dengan

teknik histokimia dan biologi molekuler. Baik hASC dan DFAT positif untuk penanda

MSCs. Kapasitas proliferasi mereka serupa dan kedua populasi mampu berdiferensiasi

menjadi garis keturunan osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik. Sel DFAT mampu

mengakumulasi lipid dan ekspresi gen lipoprotein lipase dan adiponektinnya tinggi.

Ekspresi gen alkali fosfatase dan RUNX2 lebih besar di hASC daripada di sel DFAT pada

14 hari tetapi menjadi sama setelah tiga minggu. Kedua populasi sel tersebut mampu

berdiferensiasi menjadi kondrosit, menunjukkan pewarnaan positif dengan Alcian Blue

dan ekspresi gen SOX9 dan ACAN. Populasi hASC dan sel DFAT yang berasal dari AT

memiliki kapasitas diferensiasi yang tinggi.(Saler et al., 2017)

Berdasarkan prosedur isolasi, sel DFAT terdeteksi lebih awal (~hari ke-5) dengan

kuantitas sel yang lebih banyak sehingga akan lebih mudah dipropagasi. Meskipun sel

DFAT dan ADSCs sama-sama diambil secara autologous tetapi sel DFAT memiliki

tingkat imunogenisitas yang relatif lebih rendah (Saler et al., 2017; Shah et al., 2016)

Profil antigen permukaan sel DFAT dianalisis dan dibandingkan dengan profil hASC

pada passage 0. Sel DFAT positif untuk CD13 (aminopeptidase N), CD73 (5′-

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11

nukleotidase), CD90 (Thy-I), dan CD105 (endoglin), tetapi negatif untuk CD14

(myelomonocytic differentiation antigen); kurang dari 1% sel ini mengekspresikan CD34

(antigen sel progenitor hematopoietik) dan CD45 (protein tirosin fosfatase, reseptor tipe

C). Profil ini serupa dengan temuan sebelumnya untuk BM-MSC dan sel induk vena

umbilikalis (UVSCs). Ekspresi profil surface antigen dari ADSCs pada passage 0 secara

esensial tidak memiliki perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan sel

DFAT.(Saler et al., 2017).

Adiposit matur memiliki kemampuan untuk dediferensiasi menjadi adipofibroblas

atau sel DFAT. Diferensiasi adiposit dapat dilihat secara in vitro. Tahapan diferensiasi

dan dediferensiasi sel lemak. (1) adipofibroblas, preadiposit atau sel vaskuler stroma

berkembang biak sampai jumlah populasi sel tepat. Di bawah sinyal intrinsik dan

ekstrinsik, sel-sel ini (2) memulai metabolisme/akumulasi lipid di mana beberapa di

antaranya dapat menjadi adiposit matur (3) sementara beberapa di antaranya

mempertahankan kapasitas untuk kehilangan lipid dan kembali ke tahap proliferatif. Jenis

sel lain (4) juga dapat menunjukkan kemampuan akumulatif proliferatif dan lipid yang

berkontribusi untuk peningkatan populasi adiposit matur.(Wei, et al. 2012)

Di bawah kondisi in vitro tertentu, sel DFAT yang berasal dari daging sapi

berdiferensiasi ulang, di mana beberapa sel mengandung lipid dan beberapa tidak (hanya

memiliki vesikel penyimpanan. Sel DFAT mampu melakukan transdiferensiasi ke jenis

sel lain seperti osteoblas, kondrosit, miosit kerangka, sel otot polos, kardiomiosit, sel

endotel vaskular, dan sel saraf di bawah kondisi kultur yang sesuai secara in vitro atau in

vivo. Sebuah studi menemukan bahwa RUNX2, SPP1, SP7, BGLAP, PTH1R dan SOX9

diekspresikan dalam sel DFAT yang berasal dari adiposit matur yang menunjukkan

potensi osteogenik dan kondrogenik . Studi lain menemukan ekspresi penanda spesifik

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12

kardiomiosit spesifik diamati pada sel DFAT yang berasal dari adiposit matur saat

dikultur bersama dengan kardiomiosit neonatal, menunjukkan bahwa sel DFAT dapat

diubah menjadi fenotipe kardiomiosit di bawah lingkungan mikro yang sesuai. Selain itu,

ditemukan bahwa sel DFAT mengekspresikan penanda fenotipik jantung ketika tumbuh

pada media metilselulosa semipadat tanpa adanya kardiomiosit, menunjukkan bahwa sel

DFAT berpotensi untuk secara spontan berubah menjadi fenotipe kardiomiosit.(Wei, et

al. 2012)

2.3 Analisis Pulripotensi RNA pada sel DFAT

Total mRNA dari hASC dan sel DFAT diekstraksi dengan QIAzol Lysis Reagent

(Qiagen, Milan, Italy) untuk mengevaluasi ekspresi gen. Monolayer dikenai dua kali

dengan PBS dan kemudian β-merkaptoetanol (Sigma-Aldrich), dan buffer lisis

ditambahkan. Suspensi dibekukan dalam nitrogen cair dan disimpan pada suhu -80 ° C

sampai ekstraksi. Tingkat kemurnian RNA ditingkatkan dengan menambahkan 70%

etanol dan DNAse (Qiagen). Total RNA yang diekstraksi ditranskripsikan terbalik

menjadi cDNA menggunakan heksamer acak dan M-MLV Reverse Transcriptase

(Promega, Madison, WI, USA), menurut Laforenza et al. MRNA sel kontrol diekstraksi

dari hASC dan sel DFAT dipertahankan di GM. (Saler et al., 2017)

Real-time polymerase chain reaction (PCR) dan transkripsi balik PCR dilakukan.

Primer dan probe yang digunakan untuk PCR untuk tikus dan human POU homeodomain

protein Oct3/ 4, tikus dan SRY manusia (sex-determining region Y) -box 2 (SOX2), tikus

dan protein homeobox manusia Nanog, tikus c-Kit (CD117), antigen sel induk tikus 1

(Sca1), protein morfogenetik tulang tikus 4 (BMP4), c-Myc manusia, faktor mirip

Kruppel manusia 4 (Klf4), manusia α-fetoprotein, Neurofilamen manusia-66, Nestin

manusia, Troponin I manusia, reseptor yang diaktifkan proliferator peroksisom manusia

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13

γ (PPARγ), CCAAT / enhancer-binding protein (C / EBP) manusia α, CD31 manusia, VE

- Cadherin manusia, Osteopontin manusia, Osterix manusia, dan Aggrecan manusia telah

dirancang sebelumnya dan diperoleh dari Applied Biosystems (Grand Island, NY,

http://www.lifetechnologies.com/us/en/home/brands/applied-biosystems.html) sebagai

bagian dari uji ekspresi gen TaqMan. CDNA sebelumnya disiapkan dari garis sel embrio

manusia HFS-1 dan ES tikus digunakan sebagai kontrol. Primer yang digunakan untuk

RT-PCR tercantum dalam tabel online tambahan 1 dan 2. Produk dari RT-PCR dianalisis

dengan elektroforesis gel agarosa 2%.

Adiposit dari fraksi filter yang lebih besar menghasilkan sel DFAT yang

karakteristiknya sama pada hari ke 5, sedangkan fraksi filter terkecil yaitu 0-70 µm

menghasilkan sel yang gagal berproliferasi karena masih terdapat debris dan droplet lipid.

Sel human DFAT (hDFAT) dikultur selama 15 hari setelah filter diambil. Sampel RNA

dari sel DFAT diambil pada hari ke 3, 5, 7, 10, dan 15. Ekspresi dari pluripotensi ditandai

dengan adanya Oct ¾, SOX 2, c-Myc, Klf4, Nanog, dan c-Kit yang terdeteksi pada sel

DFAT dengan RT-PCR pada hari ke 5, dengan jumlah yang lebih tinggi dari ASCs.

Perbedaan dengan hDFAT yang dibentuk dengan metode ceiling culture, sel hDFAT yang

dengan metode sesuai dengan Tabel 1 memiliki ekspresi Oct3/4, SOX2, dan Nanog yang

jumlahnya tiga hingga 6 kali lebih banyak. Ekspresi dari Oct 3/4 , SOX 2, dan Nanog

lebih tinggi daripada yang dihasilkan pada sel adiposit matur (Jumabay, Abdmaulen, et

al. 2013).

2.4 Analisis Flow Cytometric pada Sel DFAT

Jumabay M dkk. mendemonstrasikan bahwa sel DFAT tikus dan manusia, yang

masing-masing berasal dari jaringan adiposa dan lipospirat, dapat berdiferensiasi menjadi

sel endotel vaskular (EC) baik in vitro maupun in vivo. Dalam model infark miokard akut

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14

tikus, sel DFAT tikus yang ditransplantasikan mengekspresikan aktin sarkomerik jantung

dan berdiferensiasi menjadi sel menyerupai kardiomiosit.( Shah et al., 2016; Jumabay, et

al., 2009)

Pemeriksaan tes fluositometri pada sel DFAT dilakukan dengan menggunakan

cara pada saat Passase 5 dilakukan pencampuran dengan buffer (SB, PBS yang terdiri

dari 1% FBS) lalu dilakukan inkubasi selama 30 menit dan dilakukan penilaian pada

marker permukaan CD 11a/CD 18, CD 34, CD 44, CD 45, CD 90, CD 105. Marker

permukaan ini harus dilihat untuk mengetahui sel tersebut merupakan sel DFAT. Pada

studi yang dilakukan Murata, dkk., sel DFAT menunjukkan positif terhadap CD 44 dan

CD 90, MHC kelas I, dan positif sedang pada CD 11a/18, CD 105, dan MHC kelas II,

serta negatif terhadap CD 34 dan CD 45. (Murata, et al. 2016)

Tabel 2.4.1 Analisa antibodi pada pemeriksaan molekul spesifik pada permukaan sel
(Murata, et al. 2016)

2.5 Diferensiasi Sel DFAT dalam Berbagai Macam Sel

Ketika adiposit matur dilakukan dediferensiasi in vitro melalui kultur ceiling,

adiposit matur dapat kembali ke fenotipe yang lebih primitif dan mendapatkan

kemampuan proliferasi sel. Sel DFAT yang diperoleh dari jaringan adiposa dari 18 donor

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15

menunjukkan morfologi mirip fibroblast dengan aktivitas proliferasi yang tinggi. Analisis

aliran sitometri mengungkapkan bahwa sel DFAT terdiri dari populasi sel yang sangat

homogen dibandingkan dengan sel induk / stroma yang diturunkan dari adiposa (ASC),

meskipun profil antigen permukaan sel dari sel DFAT sangat mirip dengan ASC. Sel

memperoleh ekspresi gen penanda mesenkim seperti gamma reseptor aktif proliferator

peroksisom (PPARγ), RUNX2, dan SOX9. Analisis diferensiasi in vitro mengungkapkan

bahwa sel DFAT dapat berdiferensiasi menjadi adiposit, kondrosit, dan osteoblas dalam

kondisi kultur yang sesuai. Sel DFAT juga membentuk matriks osteoid ketika ditanamkan

secara subkutan ke tikus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sel DFAT merupakan jenis

sel progenitor multipoten.(Matsumoto, et al. 2008)

Potensi diferensiasi sel DFAT dianalisis dengan membiakkan sel-sel dalam

kondisi yang mendukung diferensiasi adipogenik, osteogenik, atau kondrogenik. Sel

DFAT dapat berdiferensiasi ulang menjadi adiposit. Konsisten dengan pengamatan

sebelumnya, akumulasi vakuola kaya lipid di dalamnya diamati setelah induksi

adipogenik selama 3 minggu. Setelah induksi adipogenik, analisis RT-PCR

mengungkapkan peningkatan ekspresi penanda adiposit fungsional, termasuk LPL,

leptin, dan GLUT4, serta beberapa penanda diferensiasi adipogenik, termasuk PPARg,

C/ EBPa, C/ EBPb, C/ EBPd, dan FGF10. Sebaliknya, diferensiasi adipogenik tidak

diinduksi pada fibroblas kulit manusia yang dibiakkan dalam media induksi adipogenik.

Ketika sel DFAT manusia dikultur dalam media induksi osteogenik, sel-sel tersebut

mempertahankan morfologi mirip seratnya dan mengekspresikan fosfatase alkali, sebuah

karakteristik dari osteoblas, dari 1 minggu kultur. Analisis RT-PCR mengungkapkan

peningkatan ekspresi Runx2, osteopontin, dan osterix dalam sel DFAT selama kultur

induksi. Ekspresi osteokalsin, protein matriks terkait osteoblas, telah dianggap sebagai

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16

penanda yang valid untuk osteoblas yang berdiferensiasi penuh. Kadar protein

osteokalsin meningkat secara signifikan dalam sel DFAT setelah 3 minggu kultur induksi.

Hasil ini menunjukkan bahwa sel DFAT manusia dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas

in vitro. Sel DFAT manusia ke spons b-TCP / kolagen I (Collagraft 6), dan dikultur

selama 2 minggu dalam media induksi osteogenik, diikuti dengan implantasi subkutan ke

tikus. Setelah 3 minggu, implan diangkat dan dievaluasi secara morfologis dan histologis.

Implan yang dilepas menunjukkan jaringan tulang yang membeku dengan invasi

vaskular. Implan menghasilkan matriks termineralisasi seperti yang ditunjukkan oleh

pewarnaan alizarin merah S. Analisis histologis mengungkapkan bahwa implan berisi

osteoid, tulang anyaman, sel mirip osteoblas, dan sel mirip osteoklas. Sel DFAT dapat

membentuk matriks osteoid secara in vivo. Ketika sel DFAT manusia dikultur dalam

media induksi kondrogenik, sel DFAT membentuk mikromassa dalam kultur dan

menunjukkan imunostain positif untuk kolagen tipe II, penanda kondrosit. Mikromassa

juga positif untuk pewarnaan biru alcian, menunjukkan akumulasi proteoglikan tulang

rawan. Analisis RT-PCR menunjukkan peningkatan ekspresi SOX9, penanda diferensiasi

awal untuk kondrosit. Hasil ini menunjukkan bahwa sel DFAT manusia dapat mengalami

diferensiasi kondrogenik.(Matsumoto, et al. 2008)

2.6 Teknik Isolasi Sel DFAT

Teknik ceiling culture akan menghasilkan sel dengan tingkat potensiasi yang

berbeda. Sel-sel tersebut dikenal sebagai sel DFAT. Sel DFAT menunjukkan morfologi

seperti fibroblast dan memiliki karakteristik sel prekursor dengan potensi multilineage.

DFAT telah diperoleh dari tikus, babi, kelinci, sapi, kucing, dan sumber manusia.(Shah

et al., 2016; Saler et al., 2017).

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17

Pendekatan yang paling umum digunakan untuk mendapatkan sel DFAT dari

jaringan adiposa adalah metode kultur ceiling berdasarkan adiposit yang berisi lipid

matur. Kultur ceiling (metode kultur adiposit) merupakan metode yang memanfaatkan

kemampuan mengapung dari adiposit yang memungkinkan sel tersebut menempel pada

permukaan bagian dalam atas dari tabung kultur yang terisi penuh dengan medium. Dari

2 jenis jaringan adiposa: jaringan adiposa putih (WAT) dan jaringan adiposa coklat

(BAT), WAT lebih sering digunakan untuk mengisolasi sel induk. Yagi dkk. pertama kali

melaporkan metode pengambilan sel DFAT dari WAT subkutan tikus. Secara singkat,

jaringan adiposa menjalani pencernaan enzimatik dengan kolagenase tipe II. Setelah

sentrifugasi, pellet yang dihasilkan yang mengandung SVF dikultur sebagai ASCs dan

adiposit dikumpulkan, dicuci, dan dipindahkan ke inverted cell culture flask yang diisi

dengan media kultur sel. Setelah sel mirip fibroblast diamati, labu dibalik untuk

membiakkan sel-sel yang menempel sebagai sel DFAT. Dalam 7 hari kultur ceiling,

adiposit yang menempel pada permukaan atas labu mulai melepaskan tetesan lipid dan

secara bertahap mengubah morfologi sel menjadi sel mirip fibroblas. Sel-sel mirip

fibroblast yang berasal dari adiposit menunjukkan tingkat proliferasi yang tinggi serupa

dengan yang telah dilaporkan setelah kultur jangka panjang in vitro. Jumabay et al.

melaporkan metode lain untuk isolasi sel DFAT tanpa menggunakan kultur ceiling.

Adiposit yang diisolasi dari jaringan diinkubasi di atas media kultur selama 24 jam dan

kemudian sel dipindahkan ke plate baru dengan filter sisipan 70µm. Sel DFAT yang

berasal dari adiposit dibiarkan melalui filter ke dasar cawan dan dikumpulkan setelah 5

hari. Sel DFAT yang diisolasi melalui filter telah dilaporkan mengekspresikan penanda

pluripotensi yang meningkat secara signifikan.(Shah et al., 2016)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18

Adiposit bukan satu-satunya jenis sel yang ada di jaringan adiposa. Jenis sel lain

dalam jaringan adiposa meliputi stem sel, pradiposit, makrofag, neutrofil, limfosit, dan

sel endotel. Selama proses isolasi sel DFAT, sejumlah kecil jenis sel lain (misalnya

pradiposit, fibroblas) dengan morfologi yang tidak dapat dibedakan dapat diisolasi

bersama dengan adiposit matur, menghasilkan sel DFAT yang terkontaminasi sel lain.

Tholpady dkk. mengamati kontaminasi fibroblas dalam waktu 48 jam dari kultur ceiling.

Untuk menurunkan kontaminasi sel, beberapa pendekatan telah dieksplorasi termasuk

metode menggunakan pelapisan diferensial dan kloning. Pelapisan diferensial

memanfaatkan perbedaan waktu yang dibutuhkan adiposit matur dan jenis sel lain untuk

menempel pada labu untuk memisahkan sel yang terkontaminasi. Setelah 1-2 hari kultur

ceiling, adiposit matur akan mengambang di media tetapi sel yang tidak mengandung

lipid akan menempel pada permukaan bawah. Dalam pelapisan diferensial awal, adiposit

matur yang mengambang di media dipindahkan ke labu baru meninggalkan sel-sel

pencemar yang menempel. Adiposit matur menempel pada permukaan atas setelah 3-4

hari kultur ceiling. Sel-sel yang melekat pada ceiling akan mengalami trypsinisasi dan

disentrifugasi setelah 3-4 hari kultur plafon, untuk menghilangkan sel-sel yang

mengkontaminasi yang berkembang biak bersama dengan adiposit matur. Untuk prosedur

kloning, setelah 5 hari kultur ceiling, bejana dibalik dan sel-sel yang mengandung non-

lipid yang tumbuh bersama dengan adiposit matur ditandai dan dikikis dari labu dengan

pipet di bawah mikroskop.(Shah et al., 2016)

Setelah menjalani proses isolasi, sel adiposit matur yang diperoleh dianalisa

dengan fluorescence-activated cell sorting dan mikroskop, menunjukkan adanya fraksi

sel terapung yang terdiri dari populasi adiposit matur yang homogen tanpa adanya sel

stromal vaskuler. Dengan menggunakan teknik ini, kultur murni dari sel DFAT yang

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19

diperoleh akan mampu berproliferasi dan berdiferensiasi selama sedikitnya 2 passage. Sel

DFAT juga terbukti mampu berproliferasi secara ekstensif sampai sel tersebut menjadi

confluent dan berdiferensiasi penuh menjadi adiposit matur, baik secara in vitro maupun

in vivo, membentuk bantalan lemak (fat pads) saat diimplantasikan secara subkutan pada

tikus C57/BL/6N. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ditemukan

perubahan pola diferensiasi selama proses propagasi sel DFAT.(Nobusue, Endo dan

Kano, 2008)

Profil antigen permukaan sel DFAT dianalisis dan dibandingkan dengan profil

hASC pada passage 0. Sel DFAT positif untuk CD13 (aminopeptidase N), CD73 (5′-

nukleotidase), CD90 (Thy-I), dan CD105 (endoglin), tetapi negatif untuk CD14

(myelomonocytic differentiation antigen); kurang dari 1% sel ini mengekspresikan CD34

(antigen sel progenitor hematopoietik) dan CD45 (protein tirosin fosfatase, reseptor tipe

C). Ekspresi dari antigen sel permukaan DFAT pada passase 0. CD 13, CD 73, CD90,

CD105 merupakan penanda yang spesifik untuk sel mesenkimal; CD14, CD34, dan CD

45 sebagai antigen hemopoetik.(Saler et al. 2017)

2.7 Reversine

Reversine adalah derivat purin 2,6-disubstituted yang menghambat reseptor

adenosin A3 manusia, rantai berat nonmuscle myosin II, mitogen yang diaktivasi sinyal

ekstra-seluler yang diatur kinase-1 (MEK1), dan Aurora B kinase. Reversine

menginduksi dediferensiasi myoblas tikus yang terikat garis keturunan menjadi sel-sel

progenitor multipoten yang dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas atau adiposit di

bawah kondisi yang sesuai. Reversine juga bisa mengubah murine primer dan fibroblas

kulit manusia menjadi sel myogenic-competent, menginduksi diferensiasi otot babi yang

berasal dari sel induk menjadi female germ-like cells, dan menginduksi dediferensiasi

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20

makrofag tikus ke mesenchymal progenitor-like cells. Reversine telah terbukti mengubah

siklus sel dan menginduksi apoptosis sel dalam berbagai jenis sel, seperti sel karsinoma

skuamosa oral, sel kanker tiroid, dan sel kanker payudara manusia. (Huang et al., 2016)

2.7.1 Reversine Menginduksi Cell Cycle Arrest pada Fase G2/M

Sel stellate hati (Hepatic Stellate Cell/HSC) diobati dengan berbagai dosis

reversine (0, 5, 10, 20, dan 40 lg/ mL) selama 24 jam. DNA seluler dinilai dengan analisis

FACS Calibur dengan pelabelan PI. Persentase distribusi fase sub-G1, G0/ G1, S, dan

G2/ M dari sel yang diberi perlakuan. Data menunjukkan bahwa jumlah sel fase G2/ M

meningkat secara signifikan bergantung pada dosis. Kami kemudian mendeteksi dua

protein yang berhubungan dengan siklus sel, yaitu p16, protein yang memfasilitasi

transisi fase G1/ S, dan Aurora B, protein yang berperan dalam dinamika spindel mitosis.

Analisis imunofluoresensi menunjukkan bahwa reversin pada 20 lg/ mL meningkatkan

ekspresi protein p16 dan mengurangi ekspresi protein Aurora B. Kemudian, ekspresi

protein p16 dan Aurora B selanjutnya diverifikasi dengan analisis western blot. Data

menunjukkan bahwa pengobatan reversine dapat menurunkan regulasi ekspresi protein

Aurora B. Dosis tinggi pengobatan reversin (yaitu, 20 dan 40 lg/ mL) dapat meningkatkan

ekspresi protein p16 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Reversine dapat

menyebabkan penghentian siklus sel pada fase G2/ M dan dapat mengatur siklus sel

melalui protein p16 dan Aurora B.(Huang et al., 2016)

Reversine menekan proliferasi HSCs, menginduksi henti siklus sel pada fase G2/

M, dan meningkatkan apoptosis sel melalui jalur yang bergantung pada mitokondria dan

bergantung pada kaspase. Reversine juga menghambat aktivasi HSC melalui jalur

pensinyalan TGF-b dan mendorong degenerasi protein kolagen dengan menekan ekspresi

protein TIMP1 dan TGF-b1.(Huang et al., 2016)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21

Reversine, antagonis reseptor adenosin A3, telah terbukti menginduksi

diferensiasi myogenic competence cell menjadi sel-sel progenitor mesenchymal

multipoten. Reversine, sebuah molekul kecil, pada awalnya diidentifikasi untuk

menginduksi dediferensiasi myoblas murine menjadi sel progenitor multipoten.

Kemudian, peran reversin dalam aktivitas anti-tumor dipromosikan pada leukemia

mieloid manusia, mieloma multipel, karsinoma serviks, kanker tiroid, kanker payudara,

karsinoma sel skuamosa rongga mulut, dan kanker prostat. Reversine telah terbukti

menekan proliferasi beberapa sel kanker manusia, melalui tindakan seperti penghentian

siklus sel, apoptosis, dan induksi autophagy. Selain itu, reversine telah dilaporkan

menjadi penghambat Aurora kinase (Aur) yang manjur, dan menghambat pertumbuhan

leukemia myeloid akut serta VX-680, tetapi kurang toksik. Selain itu, reversine adalah

analog ATP dan berspekulasi sebagai penghambat berbagai aktivitas enzimatik, termasuk

Aurora kinase. Reversine telah terbukti menghambat sel kanker melalui protein pengatur

siklus sel Aurora kinase-A (Aur-A) dan -B (Aur-B), JAK2 dan SRC. (Lu et al., 2016)

2.7.2 Efek Reversine terhadap MPS 1

MPS1 (Monopolar Spindle 1) kinase mempunyai peran penting dalam spindle

assembly check point dan bioorientasi kromosom pada proses mitosis sel. MPS 1

merupakan “down stream” dari Aurora B kinase. Inhibisi reversine terhadap MPS 1, 30

kali lebih kuat daripada inhibisi terhadap Aurora B kinase. Disimpulkan bahwa MPS 1

adalah target utama reversine dalam dosis submicromolar.(Santaguida et al 2010)

Reversine dapat memfasilitasi dediferensiasi myoblas C2C12 menjadi sel

multipoten yang mampu berdiferensiasi menjadi jenis sel yang berbeda. Sifat reversin

juga dikaitkan dengan kemampuannya untuk menghambat aurora B kinase. Efek mitosis

reversine konsisten dengan kemungkinan bahwa MPS1 adalah target utamanya dalam

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22

mitosis. Aktivitas katalitik dari MPS1 kinase sangat penting untuk spindle assembly

checkpoint dan biorientasi kromosom pada spindel mitosis. Reversine molekul kecil

dapat menghambat mitosis yang kuat dari MPS1. Reversine menghambat spindle

assembly checkpoint dengan bergantung pada dosis. Penambahannya ke mitosis sel HeLa

menyebabkan ejeksi Mad1 dan kompleks ROD – ZWILCH – ZW10, keduanya penting

untuk spindle assembly checkpoint, dari kinetokor yang tidak terikat. MPS 1 merupakan

“down stream” dari Aurora B kinase. Inhibisi Reversin terhadap MPS 1, 30 kali lebih

kuat daripada inhibisi terhadap Aurora B kinase. Disimpulkan bahwa MPS 1 adalah target

utama reversine dalam dosis submicromolar.

2.7.3 Efek Reversin terhadap Aurora kinase

Protein pertama yang secara jelas terlibat dalam proses ini adalah aurora B kinase.

aurora B adalah anggota keluarga aurora dari S/ T kinase, yang juga mencakup aurora A

yang diekspresikan di mana-mana terlibat dalam bipolarisasi spindel, dan aurora C, yang

perannya kurang dipahami tetapi kemungkinan terbatas pada meiosis dan perkembangan

awal. aurora B adalah bagian dari kompleks penumpang kromosom, yang subunitnya juga

termasuk incenp, survivin, dan borealin. Inaktivasi Ipl1, satu-satunya aurora kinase di

saccharomyces cerevisiae, mengarah pada stabilisasi keterikatan syntelic, yang

melibatkan Ipl1 dalam koreksi mereka. Aurora B mengontrol pembentukan daerah

centromere-kinetochore, mengatur penggabungan (attachment) kinetochore-

microtubule. Aurora B juga berperan penting dalam sitokinesis pada akhir siklus

sel.(Santaguda et al 2010)

2.7.4 Efek Reversine terhadap Adenosine Reseptor

Reseptor adenosine (AR) merupakan super family dari purine reseptor dan dibagi

menjadi 2 sub divisi yaitu P1 (reseptor Adenosine) dan P2 (reseptor ATP,ADP dan

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23

nukleotida lain) . Diketahui ada 4 sub tipe Adenosine reseptor yaitu A1, A2A, A2B dan

A3.A1 dan A2A mempunyai ikatan yang kuat terhadap adenosin ,sedangkan A2B dan A3

mempuyai ikatan yang lemah. Aktivasi A1 dan A3 reseptor menghambat adenylate

cyclase melalui coupling dengan GI protein. Sedangkan A2A dan A2B menstimulasi

adenylate cyclase melalui coupling dengan Gs Protein. Reseptor adenosin A1, A2A, A2B,

dan A3 adalah reseptor berpasangan protein G yang didistribusikan ke berbagai jaringan

dan jenis sel tubuh manusia. Di antara yang paling kuat dan selektif antagonis A3 AR

dibandingkan dengan A1 dan A2A AR adalah senyawa 12, 19 dan 22. Senyawa 19 dan

analog lainnya juga ditunjukkan tidak aktif pada A2B AR. Meskipun reversin sebelumnya

diidentifikasi sebagai agen dediferensiasi dan sebagai antagonis AR potensi moderate,

tidak dapat ditunjukkan hubungan antara antagonisme AR dan dediferensiasi.(Pereira

2005)

2.8 Vascular Smooth Muscle Cell (VSMC)

Selama awal perkembangan mamalia, sistem kardiovaskular adalah sistem organ

utama yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi organisme yang lebih kompleks. Pada

tahap awal embriogenesis ini, embrio memperoleh nutrisi dan oksigen melalui difusi.

Dengan embrio yang sedang tumbuh, jarak difusi menjadi terlalu panjang, dan embrio

beradaptasi dengan membuat jaringan tubular bercabang tinggi untuk memastikan

distribusi yang cukup dari gas, nutrisi, hormon, dan sel yang bersirkulasi. Proses

perkembangan ini sangat kompleks, dan membutuhkan regulasi dan diferensiasi sel punca

dan sel progenitor menjadi sel endotel (EC) dan sel otot polos pembuluh darah (VSMC)

untuk mempertahankan homeostasis jaringan normal. Disregulasi dari sel-sel ini dapat

menyebabkan berbagai kondisi patologis, termasuk hipertensi, aterosklerosis, dan

iskemia. Alternatif yang lain adalah induksi pembentukan pembuluh darah baru oleh

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24

faktor pro-angiogenik untuk meningkatkan perfusi darah pada jaringan iskemik. Lebih

dari 25 uji klinis telah mengevaluasi konsep transfer gen dan pengiriman faktor

pertumbuhan faktor pro-angiogenik seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)

dan faktor pertumbuhan fibroblast (FGF) tetapi gagal menunjukkan peningkatan

fungsional yang substansial pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskular. Oleh

karena itu, diperlukan pendekatan baru dan lebih efektif, dengan tujuan mendorong

neovaskularisasi, meningkatkan perfusi darah, dan memulihkan fungsi dengan regenerasi

vaskular. Tujuan ini dapat dicapai dengan terapi sel, yang bertujuan untuk memfasilitasi

regenerasi dengan pengiriman sel punca, sel progenitor, atau sel yang terdiferensiasi

seperti terapi sel menggunakan VSMC yang telah terbukti meningkatkan

neovaskularisasi, penyembuhan luka, dan kontraktilitas. Banyak diferensiasi in vitro dari

VSMC telah dibuat dari sumber sel yang berbeda dan metode induksi yang berbeda,

namun, tidak ada metode standar. Saat ini, yang paling sesuai untuk mengembangkan

sumber sel untuk regeneratif serta aplikasi penelitian tampaknya adalah induced

pluripotent stem cells (IPSC).(Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)

Asal embrionik VSMC heterogenik dan mengisi lokasi anatomi tertentu dalam

tubuh manusia dewasa: VSMC yang diturunkan dari ektoderm (krista neuralis) menjadi

arkus aorta. Di antara struktur yang menjadi VSMC dari mesoderm plat lateral adalah:

secondary heart field di root aorta. Mesoangioblas menjadi VSMC di aorta dorsal yang

sedang berkembang. VSMC koroner berasal dari proepikardium. Mesoderm splanchnic

menjadi arteri visceral. VSMC yang ditemukan di arteri mesenterika berasal dari

mesothelium. Mesoderm paraaksial menjadi VSMC di dinding aorta torakalis desendens.

VSMC yang timbul dari asal embriologis yang berbeda telah ditemukan di pembuluh

yang berbeda serta di dalam segmen pembuluh yang sama. Dalam modulasi fenotipik sel

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25

otot polos pembuluh darah, VSMC memiliki kemampuan untuk beralih di antara dua

fenotipe, fenotipe sintetis dan kontraktil. VSMC kontraktil memiliki ekspresi gen

kontraktil yang tinggi, tingkat proliferasi dan migrasi yang rendah. Secara morfologis,

VSMC kontraktil menampilkan bentuk gelendong dengan inti heterokromatik, penurunan

organel sintetik, dan miofilamen yang banyak. Sebaliknya, VSMC sintetis memiliki

tingkat proliferasi dan migrasi yang tinggi, ekspresi gen kontraktil yang rendah, dan

menunjukkan produksi ECM yang ekstensif, termasuk kolagen, elastin, proteoglikan,

cadherin, dan integrin, yang merupakan bagian utama dari pembuluh darah. Secara

morfologis, VSMC sintetis mengadopsi bentuk romboid dengan retikulum endoplasma

kasar yang luas, golgi, ribosom, nukleus eukromatik, dan tidak ada sitoplasma

berfilamen.(Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)

Kompleksitas dalam pengembangan VSMC karena perbedaan asal embriologis

dan sifat fenotipik telah menghambat pembentukan model in vitro yang efisien. iPSC

menunjukkan kemiripan dengan sel induk embrionik (ESCs) termasuk self-renewal,

pluripotensi, ekspresi gen, proliferasi, morfologi, dan aktivitas telomerase. Berbagai

metode telah digunakan untuk memprogram ulang sel somatik ke iPSC. Transduksi

dengan retro- dan lentivirus tidak dapat diandalkan karena dapat menghasilkan integrasi

genomik. Metode pemrograman ulang integrasi seperti sistem Cre / LoxP atau transposon

PiggyBac untuk mengeluarkan transgen terintegrasi sedang dikembangkan. Juga, metode

bebas integrasi dengan adenovirus, virus Sendai, plasmid episom, pengiriman langsung

RNA, miRNA, molekul kecil, dan protein permeabel sel telah terbukti berhasil

memprogram ulang sel somatik. Namun, tidak jelas metode mana yang paling cocok

untuk produksi iPSC kelas GMP. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26

Diferensiasi hiPSC menjadi primitive streak merupakan langkah awal dari

spesifikasi jaringan mesodermal dan endodermal. Pembentukan primitive streak

bergantung pada jalur pensinyalan yang kompleks. Aktivasi famili TGF-β termasuk

BMP, Activin/ Nodal serta pensinyalan Wnt dan FGF penting dalam induksi primitive

streak. Spesifikasi selanjutnya dari subtipe mesoderm (mesoderm pelat aksial, paraaksi,

menengah, dan lateral) diinduksi oleh gradien BMP4 yang diatur presentasi faktor

pertumbuhan dan ekspresi faktor transkripsi. Tingkat Activin / Nodal yang tinggi menjadi

endoderm sedangkan tingkat Wnt3 yang tinggi dan tingkat Activin / Nodal yang rendah

menjadi mesoderm paraxial dan lateral. LY2944002: penghambat phosphoinositide 3-

kinase (PI3K). CHIR99021: penghambat GSK3 dan dengan demikian berfungsi sebagai

aktivator WNT. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)

Berbagai penelitian yang dilakukan secara in vivo serta kultur sel in vitro telah

membantu mengidentifikasi penanda selektif untuk menentukan proses diferensiasi sel

induk menjadi VSMC pada tahap tertentu selama perkembangan. Selain itu, beberapa

regulator epigenetik dan miRNA telah terbukti mempengaruhi diferensiasi dan fenotipe

VSMC. Telah terbukti bahwa penghapusan enzim yang penting untuk sintesis miRNA,

mengakibatkan kematian embrio yang disebabkan oleh penurunan proliferasi VSMC,

pada tikus dan ekspresi penanda pluripotensi yang berkelanjutan dalam sel ES setelah

induksi diferensiasi menjadi VSMC. Metodologi kultur sel untuk membedakan hiPSC

dengan VSMC meliputi (i) pembentukan agregat sel pada spheroid non-adherent, yang

disebut badan embrioid (EB), (ii) pendekatan berbasis lapisan tunggal di mana jalur

pensinyalan dan kondisi kultur dimanipulasi untuk mendapatkan jenis sel yang

diinginkan. , dan (iii) kultur bersama dengan sel stroma. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen

2016)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27

Marker VSMC pertama yang diidentifikasi, yaitu aktin otot polos alfa (αSMA),

telah digunakan secara ekstensif untuk memverifikasi diferensiasi VSMC. Namun,

αSMA juga diekspresikan dalam miofibroblas, kardiomiosit, dan miosit kerangka yang

menunjukkan bahwa αSMA saja tidak cukup untuk mendefinisikan VSMC. Banyak

protein lain yang ditemukan termasuk h1-calponin (CNN1), protein otot polos 22 alpha

(SM22α), myosin light chain (MLC), vimentin, desmin, tropomyosin, dan angiotensin

tipe II reseptor telah ditampilkan selama diferensiasi VSMC tetapi tidak spesifik untuk

VSMCs. Saat ini, rantai berat myosin otot polos (SM-MHC) dan smoothelin (SMNT)

adalah penanda paling spesifik untuk VSMC kontraktil, karena belum terdeteksi selain

dalam sel otot polos. Selain itu, verifikasi VSMC yang dibedakan sebaiknya mencakup

sifat fungsional seperti kemampuan berkontraksi sebagai respons terhadap agen vasoaktif

seperti karbachol, endotelin-1 (ET-1) atau KCl. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)

Fungsi utama VSMC adalah untuk mengatur aliran darah melalui pembuluh darah

dengan kontraksi dan relaksasi. Saluran kalsium (Ca2 +) berpartisipasi dalam regulasi

kalsium sitoplasma, yang mengatur kontraksi otot polos. VSMC pada manusia dewasa

berasal dari ectodermal neural crest dan mesodermal lineages seperti paraxial mesoderm

(somite), lateral plate mesoderm (proepicardium, secondary heart field, splanchnic,

mesothelium, dan mesoangioblast). VSMC yang berasal dari ectodermal berkembang

menjadi aorta, arkus aorta, trunkus pulmonary, ductus arteriosus subclavian artery,

carotids, dan septum cardiac. Sedangkan VSMC yang berasal dari mesodermal

berkembang menjadi aortic root, coronary arteries, descending aorta, visceral arteries, dan

mesenteric arteries (Iyer, Gambardella and Bernard 2015).

Penelitian Wanjare dkk, menunjukkan human pluripotent stem cells (hPSCs)

dapat dideferensiasikan menjadi vascular smooth muscle cells (VSMCs) dengan cara

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28

dibiakkan dalam medium kultur lalu didiferensiasi menjadi sel progenitor VSMCs. Pada

penelitian ini juga disebutkan marker awal VSMCs adalah alpha-SMA dan marker

smooth muscle cells yang dapat berkontraksi adalah smoothelin(Wanjare, Kuo and

Gerecht, 2013).

Pada protokol diferensiasi VSMC, PSC manusia dikumpulkan melalui digesti

dengan TrypLE (Invitrogen), dan saringan mesh 40 µm (BD Biosciences, San Jose, CA,

USA) digunakan untuk memisahkan sel menjadi suspensi sel individu. Sel-sel akan

disemai pada konsentrasi 5 × 104 sel/ cm2 ke plates yang sebelumnya dilapisi dengan

kolagen IV (R&D Systems, Minneapolis, MN, USA). HPSC dikultur selama 6 hari dalam

media diferensiasi yang terdiri dari alpha-MEM (Invitrogen), 10% FBS (Hyclone), dan

0,1 mM β-mercaptoethanol (Invitrogen), dengan media diganti setiap hari. Pada hari ke-

6, sel-sel yang terdiferensiasi diambil dengan digesti TrypLE (Invitrogen), dipisahkan

dengan saringan mesh 40 µm, dan disemai pada konsentrasi 1,25 × 104 sel / cm2 pada

plate berlapis kolagen-IV. Setelah itu akan dikultur dengan medium diferensiasi 10ng/mL

PDGF-BB dan 1 ng/Ml TGF-ß1 pada 6 hari berikutnya (total 12 hari) untuk terbentuk sel

vascular smooth muscle look-a-like, dengan medium yang diganti tiap 2 hari sekali.

Sel otot polos pembuluh darah (VSMC) adalah komponen seluler dari dinding

pembuluh darah normal yang memberikan integritas struktural dan mengatur diameter

dengan berkontraksi dan relaksasi secara dinamis sebagai respons terhadap rangsangan

vasoaktif. Keadaan terdiferensiasi dari VSMC dicirikan oleh protein kontraktil spesifik,

saluran ion, dan reseptor permukaan sel yang mengatur proses kontraktil dan dengan

demikian disebut sel kontraktil. Selain fungsi normal ini, sebagai respons terhadap cedera

atau selama perkembangan, VSMC bertanggung jawab untuk sintesis protein matriks

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29

ekstraseluler, menjadi bermigrasi dan berkembang biak. Fenotipe ini telah disebut sel

sintetis. (Metz, Patterson and Wilson 2012).

2.9 Kardiomiosit (CM)

Gagal jantung dapat berasal dari proses iskemik dari atherosklerosis baik akut

maupun kronis. Gagal jantung iskemik menyebabkan perfusi jantung menurun, sehingga

sejumlah besar kardiomiosit menjadi rusak. Berbagai pengobatan dan pembedahan

berusaha untuk mengatasi kondisi gagal jantung, namun pendekatan tersebut tidak dapat

menggantikan kardiomiosit yang telah mati. Metode transplantasi jantung diharapkan

dapat menjanjikan perbaikan pada kondisi gagal jantung, akan tetapi masih banyak

kendala pada proses transplantasi jantung. Kendala transplantasi jantung dapat berupa

ketersediaan donor yang minim, komplikasi imunosupresan, angka kegagalan yang

tinggi. Hal ini membuat terapi sel punca memiliki prospek yang menjanjikan dalam

meregenerasi sel kardiomiosit dan neovaskularisasi. (Menasche et al., 2003)

Dalam beberapa tahun terakhir, terapi pada pasien gagal jantung semakin

berkembang. Banyak uji klinis telah menunjukkan bahwa penghambat sistem renin

angiotensin aldosteron dan β-blocker memiliki peran fungsional remodeling jantung

melalui penekanan aktivasi renin angiotensin aldosteron dan sistem saraf adrenergik yang

berlebihan. Jantung terdiri dari kardiomiosit ventrikel dan atrium, sel pacemaker, sel

Purkinje, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Kardiomiosit ventrikel berbentuk kolumnar

dengan diameter 20µm dan panjang 60-140µm, sedangkan kardiomiosit atrium berbentuk

ellipsoidal dengan diameter 5µm dan panjang 10-20µm. Kardiomiosit ventrikel sekitar

50% dari berat jantung, dan 2-4 miliar di antaranya membentuk ventrikel kiri manusia.

Sekitar 50% volume sel dalam kardiomiosit yang berkontraksi terdiri dari miofibril dan

25% volume sel ditempati oleh mitokondria. Sisanya terdiri dari nukleus, retikulum

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

sarkoplasma (SR), dan sitosol . Myofibril adalah elemen kontraktil di dalam kardiomiosit.

Sistem tubular transversal (tubulus T) adalah bagian organ khusus dari kardiomiosit di

sarcolemma. Tubulus T adalah invaginasi sarcolemma ke dalam kardiomiosit, dan

membentuk penghalang antara ruang intraseluler dan ekstraseluler. Ketika potensial aksi

mencapai tubulus-T, gelombang depolarisasi menginduksi masuknya Ca2 + ke dalam

kardiomiosit melalui saluran Ca2 + tipe-L dari tubulus-T. Hal ini menyebabkan keluarnya

Ca2 + dari retikulum sarkoplasma menjadi sitosol yang mengakibatkan kontraksi jantung.

Kardiomiosit memiliki agregasi miofibril dan unit kontraktil fundamental di dalam

kardiomiosit adalah sarkomer, yang memiliki panjang 1,8 µm di sistol dan 2,2 µm di

diastol. Selain miofibril, juga mengandung tropomiosin, kompleks troponin. Kompleks

troponin, juga terdapat dalam filamen tipis, terdiri dari troponin C, I dan T. Protein ini

mengatur pembentukan jembatan silang. Dalam sistol, peningkatan ikatan Ca2 + ke

troponin C mengarah pada interaksi aktin-miosin yang mengakibatkan pembentukan

jembatan penyeberangan. Troponin I dan T menekan interaksi aktin-miosin dalam

penurunan Ca2 + diastol. Relaksasi kardiomiosit bergantung pada fungsi retikulum

sarkoplasma Ca2 + -ATPase (SERCA2a di jantung). Untuk setiap 1 mol ATP yang

terhidrolisis, 2 mol Ca2 + diangkut kembali ke retikulum sarkoplasma. Phospholamban

(PLB) mengatur fungsi SERCA2a. (Jumabay, Matsumoto, et al., 2009)

Pemodelan matematika menunjukkan bahwa pembaruan kardiomiosit bergantung

pada usia, 1% kardiomiosit manusia diperbarui pada usia 20 tahun, dan angka ini

berkurang menjadi 0,45% pada usia 75 tahun. Sekitar 45% kardiomiosit diperkirakan

akan diperbarui selama kehidupan manusia. Sebagian besar studi regenerasi jantung

berfokus pada proliferasi kardiomiosit yang ada, dan tidak dirancang untuk mendeteksi

kardiomiosit yang terbentuk dari sel progenitor. Untuk menentukan apakah sel-sel

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31

progenitor berkontribusi pada pembaruan kardiomiosit, dilakukan percobaan dengan

menggunakan tikus transgenik sehingga dapat membedakan antara pembaruan

kardiomiosit dari kardiomiosit yang ada melalui proliferasi dan pembaruan kardiomiosit

dari sel progenitor. BMC tidak bekerja dengan berdiferensiasi langsung menjadi

kardiomiosit baru. Kardiomiosit yang diturunkan dari ESC manusia mengekspresikan

faktor transkripsi jantung awal seperti NKX2.5, serta protein sarkomerik, saluran ion,

koneksin, dan calcium-handling protein. Mereka menunjukkan sifat fungsional yang

mirip dengan yang dilaporkan untuk kardiomiosit di jantung yang sedang berkembang,

dan menjalani mekanisme yang sebanding dari kopling kontraksi-eksitasi dan

pensinyalan neurohormonal. Kardiomiosit yang diturunkan dari iPS manusia

menunjukkan fenotipe yang sangat mirip. (Jumabay, Matsumoto, et al., 2009)

Stem sel yang diturunkan dari jaringan adiposa (DFAT) telah dibuktikan

berdiferensiasi menjadi kardiomiosit dan sel endotel vaskular. Sel DFAT diperoleh

dengan dediferensiasi adiposit dewasa dari tikus transgenik GFP. Kemampuan

diferensiasi sel DFAT menjadi kardiomiosit dievaluasi dengan mendeteksi penanda

fenotipe jantung dalam analisis imunositokimia dan RT-PCR in vitro. Sel DFAT

mengekspresikan penanda fenotipe jantung ketika dikulturkan dengan kardiomiosit dan

juga ketika ditumbuhkan dalam medium MethoCult tanpa adanya kardiomiosit,

menunjukkan bahwa sel DFAT memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi garis

keturunan kardiomiosit. Dalam model tikus infark miokard akut, sel DFAT yang

ditransplantasikan secara efisien terakumulasi dalam infark miokardium dan

mengekspresikan aktin sarkomerik jantung pada 8 minggu setelah transplantasi sel.

Transplantasi sel DFAT secara signifikan (p <0,05) meningkatkan kepadatan kapiler di

area infark jika dibandingkan dengan jantung tikus kontrol yang diinjeksi garam. Sel

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32

DFAT memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel mirip kardiomiosit secara

in vitro dan in vivo. Transplantasi sel DFAT menyebabkan neovaskuralisasi pada tikus

dengan infark miokard. Diferensiasi kardiogenik pada sel DFAT, sel DFAT yang diambil

dari tikus dilakukan kokultur dengan kardiomiosit tikus SD. Pada hari ketiga kultur

didapatkan kardiomiosit tikus membentuk myotubes. Analisa imunositokimia

menunjukkan kardiomiosit mengekspresikan konexin 43, protein penghubung. Untuk

memastikan ekspresi protein khusus jantung dalam sel DFAT, dilakukan pemeriksaan

imun terhadap protein inti jantung GATA4 dan Nkx2.5 dan terhadap protein sitoplasma

jantung seperti aktin sarkomerik jantung dan troponin-T. Tujuh hari setelah kokultur

langsung, sel DFAT GFP-positif terbukti mengekspresikan GATA4 dan Nkx2.5 serta

aktin sarkomerik jantung dan troponin-T.(Jumabay, Matsumoto, et al., 2009)

2.10 Sel Endotelial (EC)

Sel punca dewasa dan mesenkimal sekresi berbagai faktor angiogenik seperti

fibroblast growth factor 2 (FGF2), vascular endothelial growth factor (VEGF),

angiogenin, hepatocyte growth factor (HGF) dan platelet-derived growth factor BB

(PDGF-BB), serta memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel endotel

vaskular dan pericytes.(Watanabe et al., 2020)

Pada penelitian eksperimen dilakukan kultur sel endotel vaskular dan sel DFAT.

Ekspresi gen HGF, FGF-2, dan Ang1 dalam sel DFAT secara signifikan lebih tinggi pada

kultur bersama dengan sel endotel vaskular dibandingkan dengan kontrol. Ekspresi

beberapa gen faktor angiogenik termasuk HGF, FGF-2, Ang1, dan TGF-β dari sel DFAT

ditingkatkan dengan kultur langsung dan tidak langsung dengan sel endotel vaskular.

Kultur bersama dengan sel endotel tidak mempengaruhi ekspresi gen VEGF-A dalam sel

DFAT, menunjukkan ekspresi VEGF-A mungkin diatur secara ketat oleh rangsangan

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33

spesifik seperti hipoksia. Di antara faktor angiogenik yang diekspresikan oleh sel DFAT,

VEGF-A, FGF-2 dan HGF diketahui berkontribusi terutama terhadap proliferasi dan

diferensiasi sel endotel vaskular (morfogenesis tubular). Data eksperimental

menunjukkan bahwa pembentukan tabung sel endotel dipromosikan tidak hanya oleh

kultur bersama langsung dengan sel DFAT tetapi juga dengan administrasi media sel

dikondisikan sel DFAT. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor angiogenik yang

disekresikan memainkan peran penting dalam neovaskularisasi sel endotel.

Diketahui bahwa PDGF-BB berperan dalam perekrutan pericyte dan Ang1 dan

TGF-β terutama berkontribusi terhadap pematangan pericyte. Dari hasil di atas,

diperkirakan mekanisme perbaikan aliran darah dengan transplantasi sel DFAT model

iskemik adalah sebagai berikut; VEGF-A dan HGF, disekresikan oleh sel DFAT yang

ditransplantasikan di lingkungan hipoksia, bekerja pada sel endotel vaskular untuk

mendorong angiogenesis. Kemudian PDGF-BB, disekresikan dari sel endotel vaskular,

menginduksi perekrutan pericytes di sekitarnya. Akhirnya, Ang1 yang disekresikan oleh

sel DFAT dan TGF-β disekresikan oleh sel DFAT dan sel endotel vaskular,

memungkinkan pericyte menjadi matur. Data ini menunjukkan bahwa kultur bersama sel

DFAT dengan sel endotel meningkatkan ekspresi beberapa faktor angiogenik di setiap

jenis sel.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Adiposit
matur

Insert culture Dediferensiasi

Penanda sel
punca mesenkimal
DFAT CD90+ CD105+
CD45+ CD34-
Reversine

Sel multipoten Penanda multipoten

Passage 4

Medium pengarah

PDGF BB StemCelldiff BMP4


dan TGF ß

Vascular smooth Kardiomiosit Sel endotelial


muscle cells (CM) (EC)
(VSMCs)
cTnT+ CD 31+
Alpha-SMA+

Keterangan :
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konseptual

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Jaringan adiposit matur akan mengalami dediferensiasi menjadi sel DFAT yang

ditandai dengan hilangnya kandungan lipid dan terbentuknya sel serupa fibroblast setelah

melewati proses insert culture. Sel DFAT mampu melakukan transdiferensiasi ke sel

multipoten seperti osteoblas, kondrosit, miosit kerangka, sel otot polos, kardiomiosit, sel

endotel vaskular, dan sel saraf di bawah kondisi kultur yang sesuai secara in vitro atau in

vivo.

Reversine sebagai small molecule diasumsikan dapat meningkatkan plastisitas

dari sel multipoten. Setelah dipaparkan reversine, sel multipoten akan melalui beberapa

tahapan passage dan mengalami diferensiasi lebih lanjut dengan medium pengarah PDGF

BB dan TGF ß, StemCelldiff, dan BMP4. Seberapa besar plastisitas tersebut meningkat

dapat dibuktikan dengan kuantitas ekpresi dari penanda-penanda pluripotensi sel punca.

Sel DFAT akan berdiferensiasi menjadi VSMCs, CM, dan EC yang masing-masing

ditandai dengan ekspresi penanda alpha-SMA, cTnT, CD31, secara berurutan.

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs yang ditandai

dengan ekspresi penanda alpha-SMA.

2. Terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang ditandai

dengan ekspresi penanda cTnT.

3. Terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan

plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang ditandai dengan

ekspresi penanda CD31

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini memiliki objek berupa sel mesenkimal dari jaringan lemak

subkutan. Jaringan lemak subkutan ini diperoleh dari objek tunggal melalui prosedur

abdominoplasty. Berikut karakteristik dari subjek penelitian :

Tabel 4.1.1 Karakteristik dasar subjek penelitian

Jenis Kelamin Perempuan


Usia 32 tahun
Profil darah Dalam batas normal
Echocardiography Dalam batas normal
HbA1c 5.1
Keganasan Tidak ada
Gangguan autoimunitas Tidak ada
Height/weight 164 cm/66 kg
BMI 24.5

4.2 Rancangan dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental eksploratif (in vitro) yang

bertujuan untuk menganalisis pemberian reversine akan meningkatkan plastisitas sel

DFAT untuk berdiferensiasi menjadi VSMCs, CM, dan EC yang ditandai dengan ekspresi

penanda Alpha-SMA, cTnT, dan CD31. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan

desain cross-sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/

observasi data variable independen dan dependen hanya dalam satu kali pengukuran.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga,

Surabaya yang dilaksanakan selama lebih kurang 3 bulan.

4.3 Besar Sampel Penelitian

Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh melalui rumus Higgins dan Klinbaum

sebagai berikut:

T-1 (n-1) ≥ 15

Dengan perhitungan sebagai berikut:

8-1 (n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15:7
n ≥ 2+1
n≥3
Keterangan

T : banyak kelompok perlakuan

n : besar sampel atau replikasi

4.4 Teknik Randomisasi

Semua sampel yang berkualitas baik berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh tim

sel punca Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, Surabaya disertakan dalam

penelitian.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Variabel Bebas

Sel DFAT

4.5.2 Variabel Eksperimental

- Reversine 10 nM

- Reversine 20 nM

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38

- Reversine 40 nM

4.5.3 Variabel Tergantung

- Ekspresi cTnT

- Ekspresi alpha-SMA

- Ekspresi CD31

4.6 Definisi Operasional

Tabel 4.6.1 Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala


Jaringan Istilah anatomis yang Digital scale Tidak ada
adiposit digunakan untuk
dewasa mendeskripsikan jaringan ikat
longgar yang disusun
terutama oleh sel adiposit
matur, dan berfungsi sebagai
penyimpan cadangan energy;
diperoleh melalui laparotomi
Sel DFAT Suatu sel punca mesenkimal Mikroskop Ordinal
yang memiliki bentuk serupa
fibroblast yang diperoleh
melalui insert culture dengan
filter ganda
Reversine Purin analog yang dapat Digital scale Ordinal
menginduksi diferensiasi sel
unipotent menjadi sel
progenitor multipotent
Alpha-SMA Isoform aktin yang Mikroskop Interval
mendominasi dalam sel otot fluorescence
polos pembuluh darah dan
berperan penting dalam
fibrogenesis.
cTnT Suatu antigen penanda yang Mikroskop Interval
terdapat pada membrane sel fluorescence
yang merupakan pe2nanda
spesifik dari sel kardiomiosit
dan dapat terdeteksi sejak fase

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39

imatur sel kardiomiosit


sampai matur
CD31 molekul enam domain yang Mikroskop Interval
memediasi adhesi leukosit dan fluorescence
trombosit / sel endotel dan
migrasi transendotelial

4.7 Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan untuk pengambilan dan penyimpanan spesimen anatomis

a. Conical tube 50 ml

b. Plastic dish ukuran 10 cm

2. Bahan dan alat untuk isolasi dan kultur sel adiposit

a. Phosphate buffer saline (PBS) dengan 2% fetal bovine serum (FBS)

b. Ficoll Histopaque®-1077 (Sigma-Aldrich, USA)

c. Trypan blue

d. Tabung conical 50 ml

e. Inkubator dengan suhu 37C dan kandungan CO2 5%

f. Micropipette tip

g. Cylinder pippete

h. Non-coated 6-wells plate

i. Mesin sentrifugasi OneMed model 0512-1

j. Botol plastic centrifuge 200 ml

k. Unit filter (cell strainer) 70 µm

l. Unit filter (cell strainer) 100 µm

m. T25 flask

n. Shaking waterbath

o. Hemocytometer

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40

p. Tabung vacutainer dengan sodium heparin

3. Bahan dan alat untuk menilai imunofluoresensi fenotip kardiomiosit

a. PBS

b. Formaldehide 3%

c. CD90, CD105, CD34, CD45

d. Mikroskop imunofluoresense

e. Label partikel fluorochrome (FITC, PE)

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Penelitian Tahap 1: Pengambilan Spesimen Anatomis

Jaringan adiposit matur diperoleh dari jaringan longgar subkutan melalui prosedur

laparotomi dengan estimasi berat 10 gram dalam potongan 3x3 cm, disimpan dalam 50

mL conical tube dan es dengan suhu -70℃ tanpa ditambah agen cryopreservation lain.

Jaringan sampel dibawa dari ruang operasi menuju laboratorium dalam wadah plastik.

Selanjutnya 1-2 gram jaringan adiposit dicuci dengan 5 mL PBS (-) pada temperatur

ruangan sebanyak 1 kali dalam tube 50 ml lalu sampel diletakkan dalam plastic dish

ukuran 10 cm.

4.8.2 Penelitian Tahap 2: Isolasi dan Kultur Sel DFAT dari Jaringan Adiposit

Insert Culture (Jumabay, 2015)

Jaringan adiposit matur sebanyak ~1 gram dicacah halus dan di-digesti

menggunakan larutan 0.1% collagenase type I pada suhu 37℃ selama 1 jam dan

diguncangkan secara perlahan. Jaringan adiposit tersebut kemudian difilter melalui nylon

filter (100 µm) dan disentrifugasi 135 g selama 3 menit. Lapisan atas yang mengambang

(supernatant) diambil, kemudian dibilas berulang kali dengan larutan αMEM (penelitian

terdahulu dibilas sebanyak 3 kali). Sebanyak 30-50 µL adiposit yang diperoleh dari

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41

lapisan atas yang creamy kemudian dipindahkan ke dalam 6 well plates yang telah diberi

filter 70 µL dan diinkubasi selama 5 hari dalam medium kultur. Sel DFAT akan

tenggelam melewati filter dan melekat pada dasar dish. Filter 70 µL dengan sisa adiposit

kemudian dipindahkan pada hari ke 5.

Gambar 4.8.2.1 Skema insert culture

Penelitian terdahulu menemukan bahwa hanya diperlukan 5x104 sel adiposit

(kurang dari 100 mg jaringan adiposa) untuk memperoleh kuantitas sel DFAT yang

memadai (3x106 pada saat kultur primer) saat ekspansi dalam beberapa passage.

4.8.3 Penelitian Tahap 3: Identifikasi Ekspresi CD90, CD105, CD34 dan CD45

Identifikasi fenotip sel dilakukan dengan penilaian ekspresi penanda sel punca

mesenkimal, yaitu CD90+, CD105+, CD34-, dan CD45- melalui metode imunositokimia

(immunofluorescence indirect). Sel DFAT dipanen, dimasukkan ke dalam tabung plastik

15 ml, difiksasi menggunakan methanol, dan setelah 15 menit diberi reagen anti-CD90,

anti-CD45, anti-CD34 dan anti-CD45. Sel DFAT yang telah diberi reagen kemudian

dicuci dengan larutan PBS, diteteskan di atas object glass dan ditutup dengan cover slip

untuk selanjutnya dievaluasi dengan mikroskop fluorescence.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42

4.8.4 Penelitian Tahap 4: Induksi Sel DFAT pada Media Diferensiasi VSMCs,

CM, dan EC

Sel DFAT yang berkualitas baik kemudian dikultur pada media khusus untuk

diferensiasi vascular smooth muscle cells, yaitu alpha-MEM.Medium diferensiasi

tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu medium diferensiasi A, medium diferensiasi B, dan

medium maintenance. Proses diferensiasi dilakukan sesuai dengan protokol yang

terlampir pada worksheet medium tersebut.

Sel DFAT yang berkualitas baik kemudian dikultur pada media khusus untuk

diferensiasi kardiomiosit, yaitu StemCelldiff (Stemcell, USA). Medium diferensiasi

tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu medium diferensiasi A, medium diferensiasi B, dan

medium maintenance. Proses diferensiasi dilakukan sesuai dengan protokol yang

terlampir pada worksheet medium tersebut.

Sel DFAT yang berkualitas baik kemudian dikultur pada media khusus untuk

diferensiasi sel endotelial, yaitu CSTI-303MSC (Cell Science & Technology Institute,

Miyagi, Japan) berisi 20% Foetal Bovine Serum (FBS). Medium diferensiasi tersebut

terdiri dari 3 bagian, yaitu medium diferensiasi A, medium diferensiasi B, dan medium

maintenance. Proses diferensiasi dilakukan sesuai dengan protokol yang terlampir pada

worksheet medium tersebut.

4.8.5 Penelitian Tahap 5: Penilaian Ekspresi Alpha-SMA, cTnT, dan CD31

Penilaian ekpresi Alpha SMA pada hasil kultur ADSC/DFAT untuk mendeteksi

keberadaan vascular smooth muscle cells dilakukan pada hari ke-7 dan ke 21 setelah sel

ADSC dan DFAT dipaparkan pada medium diferensiasi. Penilaian ekpresi cTnT pada

hasil kultur ADSC/DFAT untuk mendeteksi keberadaan sel kardiomiosit dilakukan pada

hari ke-7, ke-14 dan ke 21 setelah sel ADSC dan DFAT dipaparkan pada medium

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43

diferensiasi. Penilaian ekpresi CD31 pada hasil kultur ADSC/DFAT untuk mendeteksi

keberadaan sel endotelial dilakukan pada hari ke-6 dan ke 8 setelah sel ADSC dan DFAT

dipaparkan pada medium diferensiasi. Medium diferensiasi diganti setiap hari sesuai

dengan protokol sampai hari target pengamatan akhir tercapai. Sel monolayer yang telah

diinkubasi, difiksasi menggunakan buffer formalin 3% selama 15 menit, kemudian object

glass dicuci dengan PBS dan dikeringkan. Selanjutnya object glass di-blocking

menggunakan PBS selama 15 menit. Pemeriksaan imunositokimia, dengan pewarnaan

sekunder sebanyak 10 µl sesuai dengan label ditujukan untuk melihat ekspresi cTnT.

Proses pewarnaan dilakukan dalam ruang gelap, kemudian sediaan diinkubasi selama 1

jam pada suhu 37℃. Pembacaan hasil dilakukan menggunakan mikroskop fluoresens,

dengan menilai adanya ikatan antibodi dan antigen baik di permukaan maupun di dalam

sel.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44

4.9 Alur Penelitian

10 gram jaringan adiposit dewasa subkutan

Isolasi dan kultur dengan media αMEM

Insert culture

Identifikasi sel punca mesenkimal dengan metode ICC:


CD90, CD105, CD34, CD45

Kontrol Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

Reversine 10 nM Reversine 20 nM Reversine 40 nM


nmnM

Medium Medium
pengarah pengarah

PDGF BB BMP PDGF BB BMP


StemCelldiff StemCelldiff
dan TGF ß 4 dan TGF ß 4

Penilaian Penilaian Penilaian Penilaian Penilaian Penilaian


ekspresi ekspresi ekspresi ekspresi ekspresi ekspresi
Alpha-SMA cTnT - CD31 - Alpha-SMA cTnT - CD31 -
- VSMCs CM EC - VSMCs CM EC

Medium Medium
pengarah pengarah

PDGF BB BMP PDGF BB BMP


StemCelldiff StemCelldiff
dan TGF ß 4 dan TGF ß 4

Penilaian Penilaian Penilaian Penilaian Penilaian Penilaian


ekspresi ekspresi ekspresi ekspresi ekspresi ekspresi
Alpha-SMA cTnT - CD31 - Alpha-SMA cTnT - CD31 -
- VSMCs CM EC - VSMCs CM EC

Gambar 4.9.1 Alur penelitian

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45

4.10 Analisis Data

Masing-masing eksperimen dilakukan sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh

akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 22.0 untuk Windows. Uji

statistik dinyatakan signifikan bila nilai p<0,05. Analisa data yang akan dilakukan

meliputi:

1. Karakteristik dan kuantifikasi ADSCs dan sel DFAT akan disajikan secara

deskriptif

2. Karakteristik dan kuantifikasi VSMCs yang ditandai dengan expresi penanda alpha-

SMA akan disajikan secara deskriptif.

3. Karakteristik dan kuantifikasi CM yang ditandai dengan ekpresi penanda cTnT

akan disajikan secara deskriptif.

4. Karakteristik dan kuantifikasi EC yang ditandai dengan ekspresi penanda CD31

akan disajikan secara deskriptif.

Untuk menentukan perbedaan antara data kontinu antara kelompok control dengan

kelompok 1 (reversine 10nM), kelompok 2 (reversine 20 nM), dan kelompok 3 (reversin

40 nM), maka dilakukan uji menggunakan metode Anova atau Kruskal Wallis. Sebelum

dilakukan pengujian hipotesis, data diolah dengan menggunakan statistik deskriptif

dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi (untuk distirbusi normal), dan

median dengan inter quantil range (IQR) (untuk data distirbusi tidak normal). Adapun uji

statistik yang digunakan adalah:

1. Uji normalitas data

Uji ini merupakan persyaratan sebelum melakukan uji statistik parametrik. Uji yang

digunakan adalah Saphiro Wilk, karena besar sampel kurang dari 50. Data

dikatakan berdistribusi normal jika signifikansi uji > 0,05.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46

2. Uji ANOVA atau Kruskal Wallis

Uji beda digunakan untuk melihat perbedaan kuantitas ekspresi penanda VSMCs

(Alpha-SMA), CM (cTnT), dan EC (CD31) berdasarkan kelompok kontrol dan

dosis reversine. Jika data berdistribusi normal maka menggunakan uji ANOVA,

sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji Kruskal

Wallis.

3. Uji Post Hoc dengan Tukey atau Mann Whitney

Setelah hasil pengujian ANOVA atau Kruskal Wallis menunjukkan ada perbedaan,

maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Uji lanjut yang digunakan untuk ANOVA

adalah uji Tukey, sedangkan uji lanjut untuk Kruskal Wallis menggunakan uji

Mann Whitney.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Subyek Penellitian

Sel DFAT serupa fibroblast yang menempel pada plastik (plastic adherent)

diamati dibawah mikroskop inverted selama beberapa hari pertama proses kultur. Sel

yang non-adherent dihilangkan dengan mengganti medium kultur setelah 24 jam,

selanjutnya proses kultur dilanjutkan dengan menggunakan sebagian kecil dari koloni sel

punca.

5.2 Uji Normalitas Variabel Penelitian

Tabel 5.2.1 Uji normalitas Shapiro-Wilk

Uji Normalitas Shapiro-Wilk


Variabel Tergantung Statistik df Sig.
cTnT .949 32 .134
aSMA .937 32 .062
CD31 .908 32 .083

Dari variabel dependen yang dianalisis, variabel-variabel rasio yaitu cTnT, Alpha

SMA, dan CD31 merupakan data rasio. Untuk itu, dilakukan uji normalitas dengan Uji

Shapiro-Wilk. Didapatkan bahwa ketiga variabel terdistribusi normal.

5.3 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi Alpha-SMA sel DFAT

Tabel 5.3.1 Uji ANOVA ekspresi alpha-SMA pada tiap dosis reversine

Variabel Mean Std. Std. Mean


N F Sig.
Bebas Alpha-SMA Deviation Error Square
Kontrol 8 15.2350 3.67057 1.29774 354.749
14.776 .000
Reversine 10 8 30.1850 8.22632 2.90844 24.008

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48

Reversine 20 8 24.3550 2.80411 .99140

Reversine 40 8 18.1625 2.65005 .93693

Total 32 21.9844 7.48432 1.32305


*Dinyatakan signifikan jika p<0,05

Dari tabel di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari ekspresi alpha

SMA pada masing-masing kelompok sel DFAT yang mendapatkan berbagai dosis

reversin. Kelompok dosis reversin 10 menghasilkan ekspresi alpha SMA paling tinggi

(30.1850 + 8.22632) sedangkan kontrol meghasilkan ekspresi alpha SMA paling rendah

(15.2350 + 3.67057) dengan signifikansi ANOVA p<0.001.

Tabel 5.3.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk ekspresi alpha SMA pada tiap dosis
reversin

Tukey HSD

Mean
(I) (J)
Difference Std. Error Sig.
REVERSINE REVERSINE
(I-J)

Kontrol Reversine 10 -14.95000* 2.44989 .000


Reversine 20 -9.12000* 2.44989 .005
Reversine 40 -2.92750 2.44989 .635
Reversine 10 Kontrol 14.95000* 2.44989 .000
Reversine 20 5.83000 2.44989 .104
Reversine 40 12.02250* 2.44989 .000
Reversine 20 Kontrol 9.12000* 2.44989 .005
Reversine 10 -5.83000 2.44989 .104
Reversine 40 6.19250 2.44989 .077
Reversine 40 Kontrol 2.92750 2.44989 .635
Reversine 10 -12.02250* 2.44989 .000
Reversine 20 -6.19250 2.44989 .077
*Dinyatakan signifikan jika p<0,05

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49

Dari uji Tukey yang merupakan analisis post-hoc dari uji ANOVA, dimana

didapatkan bahwa kelompok Reversin dosis 10 dan kelompok Reversin dosis 20 yang

menghasilkan peningkatan ekspresi alpha SMA yang signifikan dibandingkan dengan

kelompok kontrol (30.1850 + 8.22632 vs. 15.2350 + 3.67057; p < 0.001) dan (24.3550 +

2.80411 vs. 15.2350 + 3.67057; p = 0.005).

Gambar 5.3.1 Grafik dosis reversine terhadap ekspresi alpha-SMA sel DFAT

Berikut grafik yang disajikan, dimana ekspresi alpha SMA pada sel DFAT

kelompok dosis Reversin 10 paling tinggi (30.1850 + 8.22632), dilanjutkan oleh

kelompok dosis Reversin 20 (24.3550 + 2.80411), dilanjutkan kelompok dosis Reversin

40 (18.1625 + 2.65005), sedangkan kelompok kontrol meghasilkan ekspresi alpha SMA

paling rendah (15.2350 + 3.67057).

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50

5.4 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi cTnT sel DFAT

Tabel 5.4.1 Uji ANOVA ekspresi cTNT pada tiap dosis reversine

Variabel Std. Std. Mean


N Mean cTnT F Sig.
Bebas Deviation Error Square
Kontrol 8 7.0488 1.07009 .37833
Reversine 10 8 9.0000 1.03099 .36451 5.330
5.719 .003
Reversine 20 8 8.1712 .55122 .19488 .932

Reversine 40 8 7.7450 1.10303 .38998

Total 32 8.2321 1.56092 .48905


*Dinyatakan signifikan jika p<0,05

Dari tabel di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari ekspresi cTnT

pada masing-masing kelompok sel DFAT yang mendapatkan berbagai dosis reversin.

Kelompok dosis reversin 10 menghasilkan ekspresi cTnT paling tinggi (9.00 + 1.03)

sedangkan kontrol meghasilkan ekspresi cTnT paling rendah (7.05 + 1.07) dengan

signifikansi ANOVA p = 0.003.

Tabel 5.4.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk ekspresi cTnT pada tiap dosis reversine

Tukey HSD

Mean
(I) (J)
Difference Std. Error Sig.
REVERSINE REVERSINE
(I-J)

Kontrol Reversine 10 -1.95125* .48274 .002


Reversine 20 -1.12250 .48274 .116
Reversine 40 -.69625 .48274 .485
Reversine 10 Kontrol 1.95125* .48274 .002
Reversine 20 .82875 .48274 .334
Reversine 40 1.25500 .48274 .066
Reversine 20 Kontrol 1.12250 .48274 .116
Reversine 10 -.82875 .48274 .334

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51

Reversine 40 .42625 .48274 .814


Reversine 40 Kontrol .69625 .48274 .485
Reversine 10 -1.25500 .48274 .066
Reversine 20 -.42625 .48274 .814
*Dinyatakan signifikan jika p<0,05

Dari uji Tukey yang merupakan analisis post-hoc dari uji ANOVA, hanya

kelompok Reversin dosis 10 yang menghasilkan perbedaan yang signifikan dibandingkan

dengan kelompok kontrol (9.00 + 1.03 vs. 7.05 + 1.07; p = 0.002).

Gambar 5.4.1 Grafik dosis reversine terhadap ekspresi cTnT sel DFAT

Berikut grafik yang disajikan, dimana ekspresi cTnT pada sel DFAT kelompok

dosis Reversin 10 paling tinggi (9.00 + 1.03), dilanjutkan oleh kelompok dosis Reversin

20 (8.17 + 0.55), dilanjutkan kelompok dosis Reversin 40 (7.75 + 1.10), sedangkan

kelompok kontrol meghasilkan ekspresi cTnT paling rendah (7.05 + 1.07).

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52

5.5 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi CD31 sel DFAT

Tabel 5.5.1 Uji ANOVA ekspresi CD31 sel DFAT pada tiap dosis reversine

Variabel Std. Std. Mean


N Mean CD31 F Sig.
Bebas Deviation Error Square
Kontrol 8 14.3813 7.08986 2.50665
Reversine 10 8 24.9762 10.19824 3.60562
Reversine 20 8 42.5338 10.96637 3.87720 1315.136
17.526 .000
75.041
Reversine 40 8 16.4150 5.06294 1.79002

Total 32 24.5766 13.96604 2.46887


*Dinyatakan signifikan jika p<0,05

Dari tabel di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari ekspresi

CD31 pada masing-masing kelompok sel DFAT yang mendapatkan berbagai dosis

reversin. Kelompok dosis reversin 20 menghasilkan ekspresi alpha SMA paling tinggi

(42.5338 + 10.96637) sedangkan kontrol meghasilkan ekspresi alpha SMA paling rendah

(14.3813 + 7.08986) dengan signifikansi ANOVA p < 0.001.

Tabel 5.5.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk ekspresi CD31 pada tiap dosis
reversine

Tukey HSD

Mean
(I) (J)
Difference Std. Error Sig.
REVERSINE REVERSINE
(I-J)

Kontrol Reversine 10 -10.59500 4.33132 .091


Reversine 20 -28.15250* 4.33132 .000
Reversine 40 -2.03375 4.33132 .965
Reversine 10 Kontrol 10.59500 4.33132 .091
Reversine 20 -17.55750* 4.33132 .002
Reversine 40 8.56125 4.33132 .221
Reversine 20 Kontrol 28.15250* 4.33132 .000

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53

Reversine 10 17.55750* 4.33132 .002


Reversine 40 26.11875* 4.33132 .000
Reversine 40 Kontrol 2.03375 4.33132 .965
Reversine 10 -8.56125 4.33132 .221
Reversine 20 -26.11875* 4.33132 .000
*Dinyatakan signifikan jika p<0,05

Dari uji Tukey yang merupakan analisis post-hoc dari uji ANOVA, dimana

didapatkan bahwa hanya kelompok Reversin dosis 20 yang menghasilkan peningkatan

ekspresi CD31 yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (42.5338 +

10.96637 vs. 14.3813 + 7.08986; p < 0.001).

Gambar 5.5.1 Grafik dosis reversine terhadap ekspresi CD31 sel DFAT

Berikut grafik yang disajikan, dimana ekspresi CD31 pada sel DFAT kelompok

dosis Reversin 20 paling tinggi (42.5338 + 10.96637), dilanjutkan oleh kelompok dosis

Reversin 10 (24.9762 + 10.19824), dilanjutkan kelompok dosis Reversin 40 (16.4150 +

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54

5.06294), sedangkan kelompok kontrol meghasilkan ekspresi CD31 paling rendah

(14.3813 + 7.08986).

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55

BAB 6

DISKUSI

6.1 Pengaruh Reversine dalam Meningkatkan Plastisitas Sel DFAT

Terdapat keuntungan yang cukup besar dalam penggunaan reversine untuk

stimulasi diferensiasi sel DFAT yang berasal dari jaringan adiposa. Hal terpenting adalah

fakta bahwa sel DFAT dapat diperoleh dalam jumlah besar dan mudah dipanen dari

jaringan adiposa. Selain itu, meskipun sel-sel ini dapat melakukan dediferensiasi dan

memiliki sifat multipotensi, penelitian ini mencoba melakukan pembalikan secara khusus

mengikuti jalur diferensiasi yang relevan dengan penggunaan selanjutnya untuk

perbaikan sel-sel kardiomiosit.(Soltani et al, 2020) Keuntungan dari penggunaan sel

DFAT autolog yang terdediferensiasi tidak akan ditolak oleh donor, dan oleh karena itu,

pemrograman epigenetik menyediakan pendekatan yang disesuaikan untuk terapi

transplantasi.(Palmieri V et al, 2021) Dari perspektif ini, pemberian reversine

menjanjikan untuk mempromosikan ekspresi sel yang menunjukkan karakteristik seperti

stem cell mesenkimal. Dalam lingkungan yang hipoksia, hiperosmotik, dan tertekan

secara mekanis, sel-sel ini akan memprogram ulang dan mengekspresikan fenotipe yang

dapat digunakan untuk memperbaiki atau mengganti sel kardiomiosit.(Soltani et al, 2020)

Perawatan dengan konsentrasi reversine yang sangat rendah mendorong

diferensiasi sel-sel DFAT.(Soltani et al, 2020) Analisis siklus sel dengan jelas

menunjukkan bahwa konsentrasi nanomolar reversine tidak bersifat toksik dan ditoleransi

dengan baik oleh sel DFAT. Selama periode ini, sel-sel ini menunjukkan penurunan yang

nyata dalam potensi proliferasi dan inflamasi sel. Sesuai dengan hipotesis awal, kami

memperkirakan bahwa sel DFAT yang terdediferensiasi dua hingga tiga kali lipat lebih

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56

besar daripada sel yang tidak memperoleh reversine.(Hiruma Y et al, 2016) Meskipun

kami tidak mempelajari mekanisme inflamasi sel, beberapa penelitian lain telah mencatat

bahwa sel-sel menunjukkan poliploidi mungkin karena gangguan yang bergantung pada

pembalikan dengan aktivitas Aurora B kinase. Protein kinase ini telah terbukti berperan

dalam sejumlah fungsi termasuk mitosis segregasi kromosom, fungsi pos pemeriksaan

spindel, sitokinesis, dan fosforilasi histon H3.(Hiruma Y et al, 2016)

Sabbattini dkk (2019) telah menunjukkan bahwa Aurora B diperlukan untuk

merombak kromatin selama diferensiasi sel pascamitotik MSCs. Menariknya, jaringan

komputasi dan analisis jalur kami mendukung pengamatan sebelumnya ini. Sabbattini

menyatakan bahwa pengobatan reversine mempengaruhi jaringan gen yang mengontrol

perakitan dan organisasi seluler, replikasi DNA, rekombinasi, dan perbaikan, pensinyalan

sel-ke-sel, morfologi jaringan, serta transportasi molekuler dan biokimia molekuler

kecil.(Sabbattini P, et al 2019) Pengamatan ini sejalan dengan penelitian kami yang

menyarankan bahwa administrasi reversine secara istimewa mempengaruhi fungsi

biologis yang mencakup proses sinyal antar sel, transportasi seluler, dan pertumbuhan

dan proliferasi sel. Dari perspektif ini, pemberian reversine pada dosis optimalnya

mungkin mendorong sel DFAT ke dalam keadaan terdiferensiasi dan perolehan

karakteristik seperti sel punca mesenkimal yang memiliki kemampuan pluripoten melalui

jalur yang bergantung pada remodeling kromatin, penghentian siklus pertumbuhan, dan

regulasi siklus sel.

6.2 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel VSMCs
yang Ditandai dengan Ekspresi Alpha-SMA

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yu Guo et al (2021) menunjukkan

bahwa reversine dapat meyebabkan dediferensiasi sel fibroblas domba menjadi sel punca

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57

mesenkimal dan mengekspresikan gen penanda pluripoten Oct4 dan antigen permukaan

terkait MSC. Selain itu, pembentukan populasi sel yang terakumulasi dengan DNA 4 N

atau DNA 8 N yang diinduksi oleh reversine adalah atribut untuk multinukleasi sel yang

diperoleh pada fase G2 atau M dari siklu sel.(Yu Guo et al, 2021)

Fenotip Vascular Smooth Muscle Cells (VSMCs) pada arteri yang sehat

ditentukan oleh ekspresi SMA dan protein struktural lainnya termasuk otot polos rantai

berat miosin, SM22alpha dan calponin-1. Ekspresi gen otot polos ini diatur oleh faktor

respons serum dalam kombinasi dengan anggota keluarga koaktivator transkripsional

miokardin seperti miokardin atau myocardin-related transcription factors

(MRTFs).(Pipes GC et al, 2006)

Seperti yang diharapkan, penanda ekspresi alpha-SMA (aSMA) menunjukkan

spesifisitas tinggi untuk garis keturunan ASMC dan VSMC. Di masa depan,

transkriptomik ekspresi protein sel tunggal dengan alpha SMA akan menjadi penanda

yang spesifik untuk membedakan antara subpopulasi SMC yang berbeda. Dalam proses

vaskulogenesis VSMCs, peran dari Reversine diprakarsai oleh SHH dan WNT dalam

proses dediferensiasi. Peran Sonic Hedghehog (SHH) dalam proses dediferensiasi dan

pembentukan VSMCs telah diusulkan. Sebuah studi baru-baru ini mengamati bahwa ada

peningkatan progresif dalam pensinyalan SHH saat vaskulogenesis berlangsung, dan ini

berkorelasi dengan peningkatan pembentukan VSMCs. Reversine diyakini turut terlibat

dalam menstimulasi vaskulogenesis.(Li et al, 2015)

Pensinyalan WNT juga terlibat dalam pembentukan VSMCs selama

perkembangan embrionik. Ini memainkan peran penting dalam proliferasi, migrasi, dan

diferensiasi sel progenitor VSMCs.(Kumar ME et al, 2014) Dalam penelitian oleh Kumar

et al (2014), pensinyalan WNT secara keseluruhan diaktifkan pada proses vaskulogenesis.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58

Ini sekali lagi menggarisbawahi pentingnya pensinyalan WNT untuk prekursor pada garis

keturunan ASMC dan VSMC. Dalam SMC yang dibedakan, ekspresi Axin2 muncul

diregulasi ke bawah, menunjukkan penurunan regulasi pensinyalan WNT dalam SMC

yang dibedakan versus progenitor. Wnt5a adalah salah satu gen yang diregulasi tertinggi

dalam progenitor vaskulogenesis dan alveologeness. Telah ditunjukkan bahwa

penghapusan Wnt5a menyebabkan peningkatan proliferasi mesenkim dan proses

vaskulogenesis yang tidak teratur.(Kumar ME et al, 2014)

Studi oleh Anastasia et al (2006) menunjukkan bahwa pemberian Reversine pada

kultur primer fibroblas menyebabkan perubahan dramatis pada morfologi dan proliferasi

sel. Sel tidak hanya membesar dalam ukurannya hingga sembilan kali lipat dibandingkan

dengan sel kontrol. tetapi mereka juga meningkatkan daya rekatnya ke pelat kultur,

seperti yang dicatat selama pelepasan tripsin. Penanda fibroblast HSP47 semakin

menghilang setelah pemberian Reversine, mendukung kemungkinan diferensiasi menjadi

VSMCs yang diinduksi oleh Reversine dalam garis keturunan.(Anastasia L et al, 2006)

6.3 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel CM yang
Ditandai dengan Ekspresi cTnT

Penelitian oleh Soltani et al (2016) menunjukkan bahwa tampaknya reversine

meningkatkan plastisitas MSC dan jalur pensinyalan FGF setidaknya melalui partisipasi

reversine dengan 5-AC untuk induksi miogenesis dari MSC.(Soltani et al, 2016) Dalam

studi tersebut, kultur tidak langsung yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian

reversine plus 5-AC secara signifikan meningkatkan ekspresi jalur FGF, MAPK1 dan

FGFR1 dibandingkan dengan kultur tidak langsung tanpa molekul reversine. Soltani

melakukan evaluasi pada diferensiasi MSC menjadi sel kardiomiosit melalui penambahan

reversin dengan atau tanpa kultur bersama secara tidak langsung telah menunjukkan

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59

bahwa penambahan medium reversin ke media kultur MSC diikuti oleh 5-AC

menghasilkan plastisitas dan akhirnya memicu proses dediferensiasi sel otot jantung.

Salah satu penanda keberhasilan proses diferensiasi sel otot jantung atau kardiomiosit

ditunjukkkan lewat tingkat ekspresi protein spesifik jantung seperti cTnT yang

terakumulasi pada inti sel, telah mendorong kelompok penelitian kami untuk

menambahkan molekul reversin ke dalam kultur bersama dan membandingkannya

dengan medium kultur tanpa penambahan molekul reversine. Namun, harus ditekankan

bahwa, terkadang densitas sel yang tinggi acapkali menyebabkan hasil rendah palsu,

dengan tingkat ekspresi cTnT yang lebih rendah dibandingkan dengan fakta yang

seharusnya.(Cao F et al, 2014) Meskipun fungsi pasti dari reversine selama proses

dediferensiasi kardiomiosit belum diketahui, telah disarankan bahwa agen pengatur

epigenetik ini dapat mengaktifkan beberapa gen diam yang terkait.

Reversine, molekul sintetis kecil yang permeabel, memiliki kemampuan untuk

meningkatkan pemrograman ulang sel dan menginduksi diferensiasi dari beberapa sel

yang sudah berdiferensiasi secara terminal. Selain itu, ditemukan bahwa molekul ini

mampu melakukan rediferensiasi sel dari jalur nuroektodermal atau mesodermal menjadi

tipe sel lain yang dikehendaki.(Cao F et al, 2014) Salah satu jalur yang mungkin diinduksi

oleh Reversine melalui kapasitas diferensiasinya adalah melalui jalur pensinyalan

MEK/ERK. Mitogen-activated protein kinases (MAPKs) terdiri dari tiga cabang utama

termasuk c-Jun N-terminal kinases (JNKs), p38 dan extracellular signal-regulated kinases

(ERKs). Jalur ini terbukti mengendalikan banyak proses seluler, seperti, metabolisme,

motilitas, proliferasi sel, kelangsungan hidup, apoptosis, selain dediferensiasi sel

induk.(Kolch W, 2005)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60

6.4 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel EC yang
Ditandai Dengan Ekspresi CD31

Secara teoritis, EC dapat diperoleh menggunakan proses diferensiasi dari jalur sel

mesenkimal dengan pemilihan fenotipe pada permukaan atau kultur sel in vitro (Van

Craenenbroeck et al, 2008). Proses diferensiasi menjadi sel EC dari jaringan adipose

sangat bergantung pada penanda permukaan yang digunakan. Selain itu, karena masih

ada perdebatan tentang penanda yang paling tepat untuk mendefinisikan sebuah EC,

ambiguitas tidak bisa dihindari. Di antara beragam penanda yang dikutip dalam uji coba

invitro, CD31 adalah yang paling sering digunakan untuk EC yang baru diisolasi. Kultur

sel adalah pendekatan alternatif untuk mendapatkan EC yang homogen, memungkinkan

perluasan jumlah sel, dan didasarkan pada adhesi sel ke substrat spesifik di tempat khusus.

media. Dengan menggunakan pendekatan in vitro ini, setidaknya dua jenis EC yang

berbeda dengan sifat angiogenik yang berbeda telah diidentifikasi: early EC (eECs) dan

outgrowth EC (OECs).(Medina RJ et al, 2010)

Pada penelitian eksperimen dilakukan kultur sel endotel vaskular dan sel DFAT.

Ekspresi gen HGF, FGF-2, dan Ang1 dalam sel DFAT secara signifikan lebih tinggi pada

kultur bersama dengan sel endotel vaskular dibandingkan dengan kontrol. Ekspresi

beberapa gen faktor angiogenik termasuk HGF, FGF-2, Ang1, dan TGF-β dari sel DFAT

ditingkatkan dengan kultur langsung dan tidak langsung dengan sel endotel vaskular.

Kultur bersama dengan sel endotel tidak mempengaruhi ekspresi gen VEGF-A dalam sel

DFAT, menunjukkan ekspresi VEGF-A mungkin diatur secara ketat oleh rangsangan

spesifik seperti hipoksia. Di antara faktor angiogenik yang diekspresikan oleh sel DFAT,

VEGF-A, FGF-2 dan HGF diketahui berkontribusi terutama terhadap proliferasi dan

diferensiasi sel endotel vaskular (morfogenesis tubular). Data eksperimental

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61

menunjukkan bahwa pembentukan tabung sel endotel dipromosikan tidak hanya oleh

kultur bersama langsung dengan sel DFAT tetapi juga dengan administrasi media sel

dikondisikan sel DFAT. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor angiogenik yang

disekresikan memainkan peran penting dalam neovaskularisasi sel endotel.

6.5 Dosis Toksik Reversine Menginduksi Penghentian Siklus Sel dan Memicu
Apoptosis Sel DFAT

Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian kami menunjukkan bahwa

Rerversine dosis tinggi justru menurunkan ekspresi cTnT, alpha SMA, dan CD31 yang

menunjukkan kegagalan proses diferensiasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Reversine

dapat memprovokasi penghentian siklus sel, akumulasi ROS dan disfungsi mitokondria

dalam sel DFAT yang memicu proses apoptosis.(Yu Guo et al, 2021)

Chen et al melaporkan bahwa pemberian Reversine menginduksi akumulasi

kandungan DNA G2/M yang mengakibatkan penghentian siklus sel sebelum mitosis.

Dalam penelitian Chen, pemberian Reversin dosis 5 M dapat menginduksi penghentian

siklus sel fibroblas domba pada G2/M (dari 14,4 menjadi 39,1%) dan mendorong

pembentukan sel poliploid. Namun, banyak fibroblas yang diobati dengan reversine

berputar cepat melalui mitosis, keluar tanpa menyelesaikan sitokinesis dan oleh karena

itu terakumulasi sebagai sel berinti banyak.(Chen et al, 2007) Jadi, kami berspekulasi

bahwa penanda ekspresi sel-sel kardiomiosit ini terisi dengan DNA 4 N atau DNA 8 N

yang berinti banyak, yang memicu penghentian siklus sel pada fase G2 atau M. Untuk

mengkonfirmasi hipotesis ini, multinukleasi pada fibroblas yang diberikan reversine perlu

dideteksi lebih lanjut dengan analisis imunofluoresensi dan G-band. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa lebih dari 30% fibroblas memiliki sitokinesis abnormal setelah

pengobatan dosis 5 M reversine selama 4 hari dan menjadi sel berinti banyak, sedangkan

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62

hampir semua sel mengalami kegagalan proses sitokinesis pada 10 M. Selain itu, Chen

juga mengkonfirmasi empat protein pengatur G2/M, Cyclin B1, Cyclin A2, Cdc2, dan

Cdc25c, semuanya terakumulasi setelah pemberian Reversine.(Chen et al, 2007)

Penelitian oleh Yu Guo et al (2021) menunjukkan bahwa persentase sel apoptosis

dan sel nekrosis secara signifikan meningkat pada konsentrasi tinggi reversine. Dan,

tingkat ROS intraseluler dan proporsi sel dengan ROS tinggi meningkat secara signifikan

setelah 48 jam pengobatan dengan reversine. Intensitas fluoresensi Rh123 juga berkurang

dengan cara yang bergantung pada dosis.(Yu Guo et al, 2021) Hilangnya mitochondrial

membrane potential (MMP) bergantung pada konsentrasi dari Reversine. Pun demikian

dengan ekspresi caspase 3, caspase 3 dan caspase 9 secara signifikan dipengaruhi oleh

peningkatan konsentrasi reversine. Berdasarkan temuan ini, reversine dapat

menyebabkan apoptosis sel DFAT melalui jalur intrinsik yang dimediasi mitokondria,

yang telah menunjukkan efek serupa pada semua jenis sel mesenkimal.(Park YL, 2019)

Oleh karena itu, pemberian reversine dosis tinggi mampu mempromosikan apoptosis sel

fibroblas melalui jalur intrinsik yang dimediasi mitokondria.

6.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan pilot study untuk mengetahui dosis optimal Reversin

dalam dediferensiasi sel DFAT, sehingga protokol penelitian belum teruji secara

komprehensif untuk dapat direplikasi dengan human error margin dan keajegan yang

belum diketahui. Oleh karena penelitian ini menggunakan subjek tunggal, maka tidak

didapatkan variasi subjek sehingga hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisasi pada

populasi umum.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara reversine dengan

peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs

yang ditandai dengan ekspresi penanda alpha-SMA, dimana reversine dosis 10

mampu meningkatkan ekspresi penanda alpha-SMA paling tinggi.

2. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara reversine dengan

peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang

ditandai dengan ekspresi penanda cTnT, dimana reversine dosis 10 mampu

meningkatkan ekspresi penanda cTnT paling tinggi.

3. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara reversine dengan

peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang

ditandai dengan ekspresi penanda CD31, dimana reversine dosis 20 mampu

meningkatkan ekspresi penanda CD31 paling tinggi.

7.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan dosis optimal dari reversine

dan pasase optimal untuk diferensiasi sel DFAT menjadi VSMCs, CM, dan EC dengan

jumlah sampel dan replikasi yang lebih besar, sebelum diaplikasikan dalam uji invivo.

Fisiologi sel dan variabilitas interindividu dan intraindividu dalam pengukuran perlu

dipertimbangkan sebagai perancu terhadap validitas dan reliabilitas data.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64

DAFTAR PUSTAKA

Amira Ragab EL Barky*, E. M. M. A. and T. M. M. (2017). Stem Cells, Classifi cations


and their Clinical Applications. American Journal of Pharmacology & Therapeutics,
1(1), 1–7. www.scireslit.com

Anastasia, L., Sampaolesi, M., Papini, N. et al. Reversine-treated fibroblasts acquire


myogenic competence in vitro and in regenerating skeletal muscle. Cell Death Differ
13, 2042–2051 (2006). https://doi.org/10.1038/sj.cdd.4401958

Ayoubi, S., Sheikh, S. P., & Eskildsen, T. V. (2017). Human induced pluripotent
stemcell-derived vascular smooth muscle cells: Differentiation and therapeutic
potential. Cardiovascular Research, 113(11), 1282–1293.
https://doi.org/10.1093/cvr/cvx125

Brown, J. C., Shang, H., Li, Y., Yang, N., Patel, N., & Katz, A. J. (2017). Isolation of
Adipose-Derived Stromal Vascular Fraction Cells Using a Novel Point-of-Care
Device: Cell Characterization and Review of the Literature. Tissue Engineering -
Part C: Methods. https://doi.org/10.1089/ten.tec.2016.0377

Cao F, Nic L, Meng L, et al. Cardiomyocyte-like differentiation of hu- man bone marrow
mesenchymal stem cells after exposure to 5-azacytidine in vitro. J Geriatr Cardiol
2004; 37(2): 101–107.

Chagastelles, P. C., & Nardi, N. B. (2011). Biology of stem cells: An overview. Kidney
International Supplements. https://doi.org/10.1038/kisup.2011.15

Chen S, Takanashi S, Zhang Q, Xiong W, Zhu S, Peters EC, Ding S, Schultz PG.
Reversine increases the plasticity of lineage-committed mammalian cells. Proc Natl
Acad Sci U S A. 2007 Jun 19; 104(25):10482-7.

Doeppner, T. R., & Hermann, D. M. (2014). Stem cell-based treatments against stroke:
observations from human proof-of-concept studies and considerations regarding
clinical applicability. Frontiers in Cellular Neuroscience, 8(October), 357.
doi:10.3389/fncel.2014.00357.

Hiruma Y, Koch A, Dharadhar S, Joosten RP, Perrakis A. Structural basis of reversine


selectivity in inhibiting Mps1 more potently than aurora B kinase. Proteins. 2016
Dec;84(12):1761-1766. doi: 10.1002/prot.25174. Epub 2016 Oct 11.

Huang, Y., Huang, D., Weng, J. et al. Effect of reversine on cell cycle, apoptosis, and
activation of hepatic stellate cells. Mol Cell Biochem 423, 9–20 (2016).
https://doi.org/10.1007/s11010-016-2815-x

Ilic, D., & Polak, J. M. (2011). Stem cells in regenerative medicine: Introduction: British
Medical Bulletin. https://doi.org/10.1093/bmb/ldr012

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65

Iyer, D., Gambardella, L., & Bernard, W. G. (2015). Robust derivation of epicardium and
its differentiated smooth muscle cell progeny from human pluripotent stem cells.
Development, 1528–1541.

Jumabay, M. (2015). Dedifferentiated fat cells: A cell source for regenerative medicine.
World Journal of Stem Cells. https://doi.org/10.4252/wjsc.v7.i10.1202

Jumabay, M., Abdmaulen, R., Ly, A., Cubberly, M. R., Shahmirian, L. J., Heydarkhan-
Hagvall, S., Dumesic, D. A., Yao, Y., & Boström, K. I. (2014). Pluripotent Stem
Cells Derived From Mouse and Human White Mature Adipocytes. STEM CELLS
Translational Medicine, 3(2), 161–171. https://doi.org/10.5966/sctm.2013-0107

Jumabay, M., Matsumoto, T., Yokoyama, S. ichiro, Kano, K., Kusumi, Y., Masuko, T.,
Mitsumata, M., Saito, S., Hirayama, A., Mugishima, H., & Fukuda, N. (2009).
Dedifferentiated fat cells convert to cardiomyocyte phenotype and repair infarcted
cardiac tissue in rats. Journal of Molecular and Cellular Cardiology, 47(5), 565–
575. https://doi.org/10.1016/j.yjmcc.2009.08.004

Kim, E. Y., Kim, W. K., Oh, K. J., Han, B. S., Lee, S. C., & Bae, K. H. (2015). Recent
advances in proteomic studies of adipose tissues and adipocytes. International
Journal of Molecular Sciences.

Kolch W. Coordinating ERK/MAPK signalling through scaffolds and inhibitors. Nat Rev
Mol Cell Biol 2005; 6: 827–837.

Kumar ME, Bogard PE, Espinoza FH et al. Defining a mesenchymal progenitor niche
at single-cell resolution. Science 2014;346:1258810–1258810.

Li C, Li M, Li S et al. Progenitors of secondary crest myofibroblasts are


developmentally committed in early lung mesoderm. STEM CELLS 2015;33:999–
1012.

Lu Y-C, Lee Y-R, Liao J-D, Lin C-Y, Chen Y-Y, Chen P-T, et al. (2016) Reversine
Induced Multinucleated Cells, Cell Apoptosis and Autophagy in Human Non-Small
Cell Lung Cancer Cells. PLoS ONE 11(7): e0158587.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0158587

Matsumoto, T., Kano, K., Kondo, D., Fukuda, N., Iribe, Y., Tanaka, N., Matsubara, Y.,
Sakuma, T., Satomi, A., Otaki, M., Ryu, J., & Mugishima, H. (2008). Mature
adipocyte-derived dedifferentiated fat cells exhibit multilineage potential. Journal
of Cellular Physiology, 215(1), 210–222. https://doi.org/10.1002/jcp.21304

Medina RJ O'Neill CL Sweeney M . Molecular analysis of endothelial progenitor cell


(EPC) subtypes reveals two distinct cell populations with different identities. BMC
Med Genomics. 2010;3:18.

Menasche, P. (2009). Cell-based therapy for heart disease: A clinically oriented


perspective. Molecular Therapy. https://doi.org/10.1038/mt.2009.40

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66

Menasché, P., Hagège, A. A., Vilquin, J. T., Desnos, M., Abergel, E., Pouzet, B., Bel, A.,
Sarateanu, S., Scorsin, M., Schwartz, K., Bruneval, P., Benbunan, M., Marolleau, J.
P., & Duboc, D. (2003). Autologous skeletal myoblast transplantation for severe
postinfarction left ventricular dysfunction. Journal of the American College of
Cardiology, 41(7), 1078–1083. https://doi.org/10.1016/S0735-1097(03)00092-5

Menasché, P., Hagège, A. A., Vilquin, J. T., Desnos, M., Abergel, E., Pouzet, B., Bel, A.,
Sarateanu, S., Scorsin, M., Schwartz, K., Bruneval, P., Benbunan, M., Marolleau, J.
P., & Duboc, D. (2003). Autologous skeletal myoblast transplantation for severe
postinfarction left ventricular dysfunction. Journal of the American College of
Cardiology, 41(7), 1078–1083. https://doi.org/10.1016/S0735-1097(03)00092-5

Metz, R. P., Patterson, J. L., & Wilson, E. (2012). Vascular smooth muscle cells:
isolation, culture, and characterization. Methods Molecullar Biology, 169-176.

Miana, V. V., & Prieto González, E. A. (2018). Adipose tissue stem cells in regenerative
medicine. Ecancermedicalscience. https://doi.org/10.3332/ecancer.2018.822

Murata, D., Yamasaki, A., Matsuzaki, S., Sunaga, T., Fujiki, M., Tokunaga, S., &
Misumi, K. (2016). Characteristics and multipotency of equine dedifferentiated fat
cells. Journal of Equine Science, 27(2), 57–65. https://doi.org/10.1294/jes.27.57

Nobusue H, Endo T, Kano K. Establishment of a preadipocyte cell line derived from


mature adipocytes of GFP transgenic mice and formation of adipose tissue. Cell
Tissue Res. 2008 Jun;332(3):435-46. doi: 10.1007/s00441-008-0593-9. Epub 2008
Apr 3. PMID: 18386066.

Palmieri V, Mansueto G, Coscioni E, Maiello C, Benincasa G, Napoli C. Novel


biomarkers useful in surveillance of graft rejection after heart transplantation.
Transpl Immunol. 2021 Aug;67:101406. doi: 10.1016/j.trim.2021.101406.

Park YL, et al. Reversine induces cell cycle arrest and apoptosis via upregulation of the
Fas and DR5 signaling pathways in human colorectal cancer cells. Int. J. Oncol.
2019;54:1875–1883. doi: 10.3892/ijo.2019.4746.

Perreira M, Jiang JK, Klutz AM, Gao ZG, Shainberg A, Lu C, Thomas CJ, Jacobson KA.
"Reversine" and its 2-substituted adenine derivatives as potent and selective A3
adenosine receptor antagonists. J Med Chem. 2005 Jul 28;48(15):4910-8. doi:
10.1021/jm050221l. PMID: 16033270; PMCID: PMC3474371.

Pipes GC, Creemers EE, Olson EN. The myocardin family of transcriptional coactivators:
versatile regulators of cell growth, migration, and myogenesis. Genes Dev. 2006 Jun
15; 20(12):1545-56.

Sabbattini P, Canzonetta C, Sjoberg M, Nikic S, Georgiou A, Kemball-Cook G, Auner


HW, Dillon N. EMBO J. 2019 Nov 14;26(22):4657-69. A novel role for the Aurora
B kinase in epigenetic marking of silent chromatin in differentiated postmitotic cells

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67

Saler, M., Caliogna, L., Botta, L., Benazzo, F., Riva, F., & Gastaldi, G. (2017). hASC and
DFAT, multipotent stem cells for regenerative medicine: A comparison of their
potential differentiation in vitro. International Journal of Molecular Sciences.
https://doi.org/10.3390/ijms18122699

Sánchez-hernández, C., Martínez-cisneros, M., & Lourdes, M. De. (2018). Pluripotency


Markers in Stem Cells of Bats. Journal of Stem Cell and Developmental Biology,
1(1), 1–12. https://doi.org/10.30951/jscdb.10000

Santaguida S, Tighe A, D'Alise AM, Taylor SS, Musacchio A. Dissecting the role of
MPS1 in chromosome biorientation and the spindle checkpoint through the small
molecule inhibitor reversine. J Cell Biol. 2010 Jul 12;190(1):73-87. doi:
10.1083/jcb.201001036. PMID: 20624901; PMCID: PMC2911657.

Shah, M., George, R. L., Evancho-Chapman, M. M., & Zhang, G. (2016). Current
challenges in dedifferentiated fat cells research. Organogenesis.
https://doi.org/10.1080/15476278.2016.1197461

Soltani, Leila; Rahmani, Hamid Reza; Daliri Joupari, Morteza; Ghaneialvar, Hori;
Mahdavi, Amir Hossein; Shamsara, Mehdi (2016). Ovine fetal mesenchymal stem
cell differentiation to cardiomyocytes, effects of co-culture, role of small molecules;
reversine and 5-azacytidine. Cell Biochemistry and Function, 34(4), 250–261.
doi:10.1002/cbf.3187
Soltani L, Rahmani HR, Daliri Joupari M, Ghaneialvar H, Mahdavi AH, Shamsara M.
Effects of Different Concentrations of Reversine on Plasticity of Mesenchymal Stem
Cells. Indian J Clin Biochem. 2020 Apr;35(2):188-196. doi: 10.1007/s12291-018-
0800-8.

Sugihara, H., Yonemitsu, N., Miyabara, S., & Yun, K. (1986). Primary cultures of
unilocular fat cells: Characteristics of growth in vitro and changes in differentiation
properties. Differentiation. https://doi.org/10.1111/j.1432-0436.1986.tb00381.x

Van Craenenbroeck EM Conraads VM Van Bockstaele DR . Quantification of circulating


endothelial progenitor cells: a methodological comparison of six flow cytometric
approaches. J Immunol Methods. 2008;332:31–40.

Vasan, R. S., & Benjamin, E. J. (2016). The future of cardiovascular epidemiology.


Circulation, 133(25), 2626–2633.
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.116.023528

Wanjare, M., Kuo, F., & Gerecht, S. (2013). Derivation and maturation of synthetic and
contractile vascular smooth muscle cells from human pluripotent stem cells.
Cardiovascular Research, 97(2), 321–330. https://doi.org/10.1093/cvr/cvs315
Watanabe, H., Goto, S., Kato, R. et al. The neovascularization effect of dedifferentiated
fat cells. Sci Rep 10, 9211 (2020). https://doi.org/10.1038/s41598-020-66135-1

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68

Wei, S., Duarte, M. S., Zan, L., Du, M., Jiang, Z., & Guan, L. (2012). Cellular and
molecular implications of mature adipocyte dedifferentiation . J Genomics, 5-12

Wollert, K. C., & Drexler, H. (2010). Cell therapy for the treatment of coronary heart
disease: A critical appraisal. Nature Reviews Cardiology.
https://doi.org/10.1038/nrcardio.2010.1

Xu, Q. (2006). The impact of progenitor cells in atherosclerosis. Nature Clinical Practice
Cardiovascular Medicine. https://doi.org/10.1038/ncpcardio0396

Yagi, K., Kondo, D., Okazaki, Y., & Kano, K. (2004). A novel preadipocyte cell line
established from mouse adult mature adipocytes. Biochemical and Biophysical
Research Communications. https://doi.org/10.1016/j.bbrc.2004.07.055

Zuk, P. A., Zhu, M., Mizuno, H., Huang, J., Futrell, J. W., Katz, A. J., … Hedrick, M. H.
(2001). Multilineage cells from human adipose tissue: Implications for cell-based
therapies. In Tissue Engineering. https://doi.org/10.1089/107632701300062859

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69

Lampiran 1. Anggaran Penelitian

No Rincian Sampel Harga (Rp) Jumlah (Rp)


1. Bench fee/bulan 8 175.000 1.400.000
Isolasi DFAT Adipose
2. 1 10.050.000 10.050.000
Abdomen Human
Perbanyakan sel DFAT Ꝋ
3. 2 920.000 1.840.000
10 cm
Perbanyakan sel DFAT Ꝋ
4. 1 560.000 560.000
10 cm
5. Hitung sel 3 230.000 690.000
6. Inkubator CO2/hari 61 100.000 6.100.000
Container
7. 45 100.000 4.500.000
cryopreserve/hari
8. Mikroskop inverted/jam 10 100.000 1.000.000
Seeding sel untuk
9. 16 50.000 800.000
karakterisasi M96
Seeding sel untuk
10. 24 75.000 1.800.000
diferensiasi CM (M24)
Seeding sel untuk
11. diferensiasi VSMCs 24 75.000 1.800.000
(M24)
Seeding sel untuk
12. 24 75.000 1.800.000
diferensiasi EC (M24)
Diferensiasi CM sel
13. 4 300.000 1.200.000
DFAT hari 21
Diferensiasi VSMCs sel
14. 4 300.000 1.200.000
DFAT hari 21
Diferensiasi EC sel DFAT
15. 4 300.000 1.200.000
hari 21
Karakterisasi marker well
16. 16 100.000 1.600.000
M96 (reagen sendiri)
Karakterisasi ICC DFAT
17. 16 300.000 4.800.000
P4H21 TNT/well
Karakterisasi ICC DFAT
18. 16 300.000 4.800.000
P4H21 αSMA/well
Karakterisasi ICC DFAT
19. 16 300.000 4.800.000
P4H21 CD31/well
TOTAL 51.940.000

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Subyek Penelitian

FORM INFORMED CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBYEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat/Telepon :

Dengan ini sesungguhnya menyatakan memberikan persetujuan untuk diperlakukan


sebagai subyek penelitian dengan judul:

“Hubungan antara Dosis Reversine dan Peningkatan Plastisitas Sel DFAT


Menjadi Sel Turunan Kardiak”

Setelah memahami informasi dan penjelasan tentang penelitian ini, dengan catatan
sewaktu-waktu anda berhak memutuskan mencabut surat persetujuan ini.

Surabaya,

Yang menerangkan Yang memberikan persetujuan


Peneliti Pasien/Orang Tua/Wali

(……….……….……….) (……….……….……….)

Saksi (paramedis) Saksi (pihak keluarga)

(……….……….……….) (……….……….……….)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71

Lampiran 3. Penjelasan Penelitian untuk Disetujui

FORM INFORMATION FOR CONSENT


Penjelasan Penelitian untuk Disetujui (Information for consent)

Nama Peneliti : dr. Muhammad Firdani Ramadhan


Alamat : Jalan Klampis semolo barat X, blok L-71 Perumahan
Wisma Mukti
Judul Penelitian : Hubungan antara Dosis Reversine dan Peningkatan Plastisitas
Sel DFAT menjadi Sel Turunan Kardiak

A. Tujuan penelitian dan penggunaan hasil


Penelitian ini bertujuan untuk menentukan adanya hubungan antara dosis
reversine dan peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak.
B. Manfaat bagi peserta penelitian
Mengetahui usia donor ideal yang dapat dikembangkan secara optimal
menjadi sel kardiomiosit sehingga nantinya akan dapat digunakan sebagai
terapi pada penyakit jantung pada umumnya, dan penyakit jantung koroner
pada khususnya.
C. Metode dan prosedur kerja penelitian
Jaringan adiposit matur sub-kutan, diperoleh melalui prosedur laparotomi
dengan anestesi lokal. Jaringan diambil ~10 gram, lalu selanjutnya dibawa ke
laboratorium untuk menjalani proses isolasi dan kultur sampai didapatkan
populasi sel punca dengan bentuk dan sifat yang sama dengan sel punca
mesemkimal. Sel punca tersebut kemudian dikultur dalam medium pengarah
sampai terbentuk sel kardiomiosit, yang diidentifikasi dengan adanya ekspresi
penanda cTnT
D. Risiko yang mungkin timbul
Risiko terkait tindakan operatif saat memperoleh jaringan adiposit matur yang
dapat timbul antara lain, perdarahan, wound dehiscence, dan timbulnya scar
hipertrofik.
E. Efek samping penelitian
Penelitian dilakukan secara in-vitro sehingga tidak ada efek samping yang
akan timbul pada subyek.
F. Tindak lanjut jika terjadi insiden saat dilaksanakan penelitian
Insiden yang terjadi saat pengambilan sampel jaringan adiposit matur akan
disesuaikan dengan tatalaksana medis yang berlaku dengan didampingi dokter
yang bertanggung jawab. Insiden yang terjadi dalam pelaksanaan penelitian
di laboratorium akan disesuaikan dengan prosedur standar masing-masing
laboratorium.

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72

G. Jaminan kerahasiaan
Semua data yang terkait subyek maupun hasil penelitian akan disimpan dalam
perangkat lunak ber-enkripsi dan berkata sandi. Hanya peneliti yang dapat
mengakses data-data tersebut.
H. Hak untuk menolak menjadi subyek penelitian
Oleh karena sampel penelitian adalah jaringan lemak yang sudah tersimpan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell, dari penelitian sebelumnya,
maka poin ini bersifat nihil.
I. Partisipasi berdasarkan kesukarelaan dan hak untuk mengundurkan diri
Oleh karena sampel penelitian adalah jaringan lemak yang sudah tersimpan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell, dari penelitian sebelumnya,
maka poin ini bersifat nihil.
J. Subyek dapat dikeluarkan dari penelitian
Penelitian ini menggunakan subyek tunggal sehingga poin ini nihil.
K. Hal-hal lain yang perlu diketahui
Tidak ada
L. Ganti rugi/kompensasi subyek penelitian
Oleh karena sampel penelitian adalah jaringan lemak yang sudah tersimpan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell, dari penelitian sebelumnya,
maka subyek penelitian tidak menerima ganti rugi maupun kompensasi

Surabaya,

Yang menerima penjelasan Yang memberi penjelasan

(……….……….……….) (……….……….……….)

Saksi I Saksi II
Pihak Subjek Penelitian Pihak Peneliti

(……….……….……….) (……….……….……….)

KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.

Anda mungkin juga menyukai