KARYA AKHIR
Peneliti:
Dr. Muhammad Firdani Ramadhan
NIM. 011718136307
Pembimbing :
Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP (K) M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI
Dr. Budi Baktijasa Dharmajati, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC, FSCAI
KARYA AKHIR
Peneliti:
Dr. Muhammad Firdani Ramadhan
NIM. 011718136307
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Pembimbing I
Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP (K) M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI
Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Program Studi Ketua Departemen
Dr. Andrianto, dr., Sp.JP(K) Prof. Dr. Yudi Her Oktaviono, dr., SpJP(K)
FIHA, FAsCC M.M., FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI
iii
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini merupakan hasil karya sendiri dan
benar keasliannya serta berasal dari data asli dan bukan hasil rekayasa. Apabila di
kemudian hari penelitian ini mengandung plagiasi atau penjiplakan atau hasil karya orang
lain, maka saya bersedia bertanggung jawab.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
iv
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Sebagai civitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Firdani Ramadhan, dr.
NIM : 011718136307
Program Studi : Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Departemen : Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas : Kedokteran Universitas Airlangga
Jenis : Karya Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalti Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“HUBUNGAN ANTARA DOSIS REVERSINE DAN PENINGKATAN
PLASTISITAS SEL DFAT MENJADI SEL TURUNAN KARDIAK”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini
Universitas Airlangga berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memplubikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak
cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
v
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat dan anugerah-Nya sehingga karya akhir kami dengan judul Hubungan Antara
Dosis Reversine da Peningkatan Plastisitas Sel DFAT Menjadi Sel Turunan Kardiak telah
terselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
karya akhir saya ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K) M.M.,
FIHA, FICA, FAsCC, FSCAI dan Dr. Budi Baktijasa Dharmajati, Sp.JP(K) FIHA,
FASCC, FSCAI selaku pembimbing yang selama pembuatan karya akhir ini telah banyak
memberikan bimbingan, masukan dan bantuan. Pada kesempatan ini saya juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. DR. Mohammad Nasih, SE., MT, Ak., CMA selaku rektor Universitas
Airlangga; Prof. DR. Dr. Budi Santoso, Sp.OG(K) selaku dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga; DR. Dr. Djoni Wahyuhadi, Sp.BS(K) selaku
direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas kesempatan belajar yang diberikan.
2. Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K) selaku kepala Departemen Ilmu
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah saat ini atas kesempatan belajar yang
diberikan.
3. DR. Dr. Andrianto, Sp.JP(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah Fakulatas Kedokteran Universitas Airlangga atas
kesempatan menempuh pendidikan dan bimbingan serta bantuan selama
pendidikan.
4. Dr. Aldhi Pradana, Sp.JP(K) selaku koordinator penelitian pada Program Studi
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakulatas Kedokteran Universitas
Airlangga atas segala bimbingan dan bantuan selama melakukan penelitian.
5. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakulatas Kedokteran Universitas Airlangga: Prof. Dr. R. M. Yogiarto,
Sp.JP(K), Prof. DR. Dr. Djoko Soemantri, Sp.JP(K), Prof. DR. Dr. Budi Susetyo
vi
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pikir, Sp.JP(K), Prof. DR. Dr. Rochmad Romdhoni, Sp.JP(K), Dr. RP.
Soeharsohadi, Sp.JP(K), Dr. Iswanto Pratanu, Sp.JP(K), Dr. Esti Hindariati,
Sp.JP(K), DR. Dr. Budi Baktijasa, Sp.JP(K), DR. Dr. I Gde Rurus Suryawan,
Sp.JP(K), Dr. Bambang Herwanto, Sp.JP(K), DR. Dr. Achmad Lefi, Sp.JP(K),
Prof. DR. Dr. Yudi Her Oktaviono, Sp.JP(K), DR. Dr. J. Nugroho Eko P.,
Sp.JP(K), DR. Dr. Andrianto, Sp.JP(K), Dr. Muh. Budiarto, Sp.JP(K), Dr. M.
Yusuf A, Sp.JP(K), Phd, DR. dr. Meity Ardiana, Sp.JP(K), Dr. Rosi Amrilla
Fagi, Sp.JP(K), Dr. Rerdin Julario,Sp.JP(K), Dr. Nia Dyah Rahmianti, Sp.JP(K),
Dr. Ratih Rachmanyati Pasah, Sp.JP, Dr. Aldhi Pradana, Sp.JP, Dr. Alisia Yuana
Putri, Sp.JP, Dr. Nadya Lutfah, Sp.JP, Dr. Anudya Kartika Ratri, Sp.JP, Dr.
Rendra Mahardhika Putra Sp.JP, Dr. Dian Paramita Kartikasari, Sp.JP, Dr.
Christian Pramudita Budianto, Sp.JP, Dr. Muhammad Rafdi Amadis, Sp.JP, Dr.
Suryo Adi Hutomo, Sp.JP, Dr. Irma Maghfirah, Sp.JP atas segala bimbingan,
bantuan dan semangat yang diberikan selama pendidikan.
6. Kepala Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi, Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Ilmu Kesehatan Anak,
Anestesiologi dan Reanimasi beserta staf pengajar atas kesempatan belajar serta
bimbingan selama pendidikan.
7. Kepala ruangan rawat inap, IGD, IGD PPJT, Poliklinik Jantung rawat jalan dan
Poliklinik PPJT, CVCU, ruang kateterisasi, dan ekokardiografi beserta seluruh
staf atas segala bimbingan, bantuan, dan motivasi selama pendidikan.
8. Seluruh pasien yang telah kami rawat atas ketulusan dan kerjasamanya,
sekaligus menjadi guru bagi kami selama pendidikan.
9. Rekan-rekan seangkatan: Dr. Bunga Novitalia, Dr. Achmad Shofwan Hadi, Dr.
Muhammad Insani Ilman, Dr. Bagus Fitriadi Kurnia Putra, Dr. Ivan Satria
Pratama, Dr. Rachmat Ageng Prastowo, atas kerjasama, dukungan, motivasi dan
semangat selama pendidikan.
10. Seluruh rekan-rekan PPDS-1 Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga atas segala kerjasama, bantuan dan
semangat selama pendidikan.
vii
11. Orang tua saya Drs. Firdaus Agus Wiwoho, Ak., CA., CPA. dan Dra. Mariani,
dan seluruh anggota keluarga tercinta yang senantiasa mendoakan, memberikan
semangat dan bantuan selama pendidikan.
12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang turut membantu
dan mendukung saya selama menjalani pendidikan.
Saya menyadari bahwa karya akhir ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk
itu saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk perbaikan kedepannya.
Kami berharap karya akhir ini dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan pendidikan.
Akhir kata, tidak lupa saya menyampaikan permohonan maaf saya yang tulus dan
sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala kekurangan atau kesalahan yang saya
lakukan selama menempuh pendidikan.
viii
ABSTRAK
Latar Belakang: Sel adiposit matur putih saat ini dianggap sebagai sumber potensial sel
punca atau stem cell karena ketersediaan jaringan lemak yang melimpah, dengan
kemampuan memproduksi sel punca lebih banyak dibandingkan sel lainnya.
Dedifferentiated Fat Cells (DFAT) adalah sel lemak multipoten yang diketahui mampu
berdiferensiasi menjadi sel turunan jantung, seperti sel otot polos vaskular (VSMC),
kardiomiosit, dan sel endotel vaskular. Reversine merupakan turunan purin yang mampu
menginduksi diferensiasi sel kompeten miogenik menjadi sel progenitor mesenkim
multipoten yang berdiferensiasi, namun pengaruhnya terhadap peningkatan diferensiasi
DFAT menjadi sel turunan kardiak belum diketahui..
Tujuan: Menganalisis hubungan antara reversine dan peningkatan plastisitas DFAT
menjadi sel turunan kardiak.
Metode: Abdominoplasty digunakan untuk mengisolasi jaringan lemak putih, yang
kemudian didediferensiasi menggunakan metode insert culture untuk menghasilkan
DFAT. Sel-sel DFAT yang dikultur kemudian dipisahkan menjadi empat kelompok dosis
reversine: kelompok kontrol (tanpa reversine), reversine 10 nM, 20 nM, dan 40 Nm, dan
akan melalui beberapa tahap proses dan menjalani diferensiasi lebih lanjut menjadi
kardiomiosit (ditandai dengan ekspresi cTnT), VSCM (ditandai dengan ekspresi alpha-
SMA), dan sel endotel vaskular (ditandai dengan ekspresi CD31). Analisa ANOVA
digunakan untuk membandingkan kadar ekspresi cTnT, alpha-SMA, dan CD31 antar
kelompok, dilanjutkan dengan uji post-hoc dengan nilai signifikansi p<0.05.
Hasil: Dari analisis ANOVA, terdapat perbedaan yang signifikan pada ekspresi cTnT,
alpha-SMA, dan CD31 (p value ANOVA masing-masing 0,003, <0,001, dan <0,001) pada
masing-masing kelompok sel DFAT yang menerima berbagai dosis reversine. Dari uji
post-hoc dengan analisis Tukey, ditemukan bahwa hanya kelompok reversine 10 nM yang
menghasilkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol
(9,00+1,03 vs 7,05+1,07; p = 0,002) untuk ekspresi cTnT. Untuk diferensiasi VSMC,
ditemukan bahwa kelompok reversine 10 nM dan kelompok reversine20 nM,
menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam ekspresi alpha-SMA dibandingkan
dengan kelompok kontrol (30.1850+8.22632 vs. 15.2350+3.67057; p <0,001) dan
(24,3550+2.80411 vs. 15.2350+3.67057; p=0,005). Sedangkan untuk diferensiasi sel
endotel vaskular, ditemukan hanya kelompok reversine 20 nM yang mengalami
peningkatan signifikan ekspresi CD31 dibandingkan kelompok kontrol
(42.5338+10.96637 vs. 14.3813+7.08986; p < 0,001).
Kesimpulan: Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara reversine
dengan peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa kardiomiosit
(cTnT), VSMCs (alpha-SMA), dan sel endotel vaskular (CD31), dengan peningkatan
signifikan tertinggi ditemukan dalam kelompok reversine 10 nM untuk ekspresi cTnT dan
alpha SMA, dan kelompok reversine 20 nM untuk ekspresi CD31.
Kata Kunci: DFAT, reversine, kardiomiosit, VSMCs, sel endotel.
ix
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT
Background: White mature adipocyte cells are being considered as a potential source of
stem cells due to the abundance of fat tissue availability, with the ability to produce more
stem cells than other cells. Dedifferentiated Fat Cells (DFAT) are multipotent fat cells that
known can be differentiated into cardiac derivative cells, such as vascular smooth muscle
cells (VSMCs), cardiomyocyte, and vascular endothelial cells. Reversine is a purine
derivate that capable of inducing differentiation of myogenic competence cells into
differentiated multipotent mesenchymal progenitor cells, however, its effect on increasing
differentiation of DFAT into cardiac derivative cells is not known.
Objective: To analyze the association between reversine and increased plasticity of
DFAT into cardiac derivative cells.
Method: Abdominoplasty was used to isolate white fat tissue, which was then
dedifferentiated using the insert culture method to produce DFAT. The cultured DFAT
cells were then separated into four groups of reversine dose: control (no reversine), 10
nM, 20 nM, and 40 Nm reversine, and will go through several stages of passage and
undergo further differentiation into cardiomyocytes (marked by cTnT expression),
VSCMs (marked by alpha-SMA expression), and vascular endothelial cells (marked by
CD31 expression). Oneway ANOVA was used to compare the levels of cTnT, alpha
SMA, and CD31 expression between groups, followed by a post-hoc test with a significant
level of p<0.05.
Result: From ANOVA analysis, there was significant differences in the expression of
cTnT, alpha-SMA, and CD31 (p value ANOVA 0.003, <0.001, and <0.001 respectively)
in each group of DFAT cells that received various doses of reversine. From post-hoc
analysis with Tukey test, it was found that only the 10 nM reversine group produced a
significant difference compared to the control group (9.00 + 1.03 vs. 7.05 + 1.07; p =
0.002) for cTnT expression. For VSMC differentiation, it was found that the reversine 10
nM group and the reversine 20 nM group resulted in a significant increase in alpha-SMA
expression compared to the control group (30.1850 + 8.22632 vs. 15.2350 + 3.67057; p <
0.001) and (24.3550 + 2.80411 vs. 15.2350 + 3.67057; p = 0.005). Meanwhile for vascular
endothelial cells differentiation, it was found that only the reversine 20 nM group resulted
in a significant increase in CD31 expression compared to the control group (42.5338 +
10.96637 vs. 14.3813 + 7.08986; p < 0.001).
Conclusions: This study proves that there is a relationship between reversine and
increased plasticity of DFAT cells into cardiac derived cells in the form of cardiomyocytes
(cTnT), VSMCs (alpha-SMA), and vascular endothelial cells (CD31), with the highest
significant increasement was found in reversine 10 nM for cTnT and alpha-SMA
expression, and reversine 20 nM for CD31 expression.
x
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
xi
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.5
Teknik Randomisasi ........................................................................... 37
4.6
Variabel Penelitian ............................................................................. 37
4.6.1 Variabel Bebas......................................................................... 37
4.6.2 Variabel Eksperimental ............................................................ 37
4.6.3 Variabel Tergantung ................................................................ 38
4.7 Definisi Operasional........................................................................... 38
4.8 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 39
4.9 Prosedur Penelitian ............................................................................ 40
4.9.1 Penelitian Tahap 1: Pengambilan Spesimen Anatomis ............ 40
4.9.2 Penelitian Tahap 2: Isolasi dan Kultur Sel DFAT dari
Jaringan Adiposit Insert Culture ............................................. 40
4.9.3 Penelitian Tahap 3: Identifikasi Ekspresi CD90, CD105,
CD34, dan CD45 .................................................................... 41
4.9.4 Penelitian Tahpa 4: Induksi Sel DFAT pada Media
Diferensiasi VSMCs, CM, dan EC .......................................... 42
4.9.5 Penelitian Tahap 5: Penilaian Ekspresi cTnT, Alpha-SMA,
CD31 ...................................................................................... 42
4.10 Alur Penelitian ................................................................................... 44
4.11 Analisis Data ...................................................................................... 45
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................ 47
5.1 Gambaran Subyek Penelitian.............................................................. 47
5.2 Uji Normalitas Variabel Penelitian ..................................................... 47
5.3 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi Alpha-SMA Sel
DFAT ................................................................................................ 47
5.4 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi cTnT Sel DFAT ........... 50
5.5 Pengaruh Dosis Reversine terhadap Ekspresi CD31 Sel DFAT .......... 52
BAB VI DISKUSI .................................................................................................... 55
6.1 Pengaruh Reversine dalam Meningkatkan Plastisitas Sel DFAT ......... 55
6.2 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi
Sel VSMCs yang Ditandai dengan Ekspresi Alpha-SMA ................... 56
6.3 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel
CM yang Ditandai dengan Ekspresi cTnT .......................................... 58
6.4 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi
Sel EC yang Ditandai dengan Ekspresi CD31..................................... 60
6.5 Dosis Toksik Reversine Menginduksi Penghentian Siklus Sel dan
Memicu Apoptosis Sel DFAT ............................................................ 61
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 63
7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 63
7.2 Saran .................................................................................................. 63
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.4.1 Analisa Antibodi pada Pemeriksaan Molekul Spesifik pada Permukaan
Sel ......................................................................................................... 14
Tabel 4.1.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian .................................................... 36
Tabel 4.6.1 Definisi Operasional .............................................................................. 38
Tabel 5.2.1 Uji Normalitas Shapiro-Wilk ................................................................. 47
Tabel 5.3.1 Uji ANOVA Ekspresi alpha SMA pada Tiap Dosis Reversine .............. 47
Tabel 5.3.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk Ekspresi alpha SMA pada
Tiap Dosis Reversine ............................................................................. 48
Tabel 5.4.1 Uji ANOVA Ekspresi cTnT pada Tiap Dosis Reversine ........................ 50
Tabel 5.4.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk Ekspresi cTnT pada Tiap
Dosis Reversine ..................................................................................... 50
Tabel 5.5.1 Uji ANOVA Ekspresi CD31 pada Tiap Dosis Reversine ....................... 52
Tabel 5.5.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk Ekspresi CD31 pada Tiap
Dosis Reversine ..................................................................................... 52
Tabel 5.3.3.1 Analisis Multivariat Prediktor MACE 6 Bulan Pengamatan ................... 40
xiii
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
xiv
KARYA AKHIR HUBUNGAN ANTARA DOSIS... MUHAMMAD FIRDANI R.
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
10% antara tahun 2010 hingga 2030. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan
populasi lanjut usia dan perubahan gaya hidup. (Vasan and Benjamin 2016) Pada tahun
2013 disebutkan prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 0,5% atau sekitar 883.447
orang dan prevalensi penyakit gagal jantung sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang.
Penyakit kardiovaskular tersebut antara lain penyakit jantung koroner, stroke, dan
diabetes mellitus. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor dua di
Indonesia pada tahun 2012. Penyakit jantung koroner menempati 9% penyebab kematian,
Infark miokard akut (AMI) adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Kemajuan dalam modalitas terapi untuk pasien setelah AMI telah menyebabkan
penurunan mortalitas dini, namun sebagai akibatnya meningkatnya gagal jantung pada
pasien AMI. Modalitas terapi AMI saat ini secara farmakologis dengan beta-bloker,
diuretik, dan penghambat ACE, maupun metode pembedahan dan implan alat bantu
fungsi ventrikel kiri. Patofisiologi pada AMI yang belum dapat diatasi modalitas terapi
saat ini yaitu kematian kardiomiosit, sel vaskular, dan sel interstisial sehingga pasien
mengalami kematian dini. Dengan adanya pemahaman baru bahwa proses regeneratif
juga terjadi pada miokardium yang sebelumnya diasumsikan tidak memiliki sifat
regeneratif, penggunaan sel punca mulai dikembangkan sebagai pendekatan terapi yang
menjanjikan dengan ekspektasi yang cukup tinggi. Pemberian sel punca memiliki
kontribusi pada regenerasi fungsi miokardium yang mengalami infark dan memperbaiki
sel endotelial yang mengalami jejas atau rusak (Chagastelles & Nardi, 2011; Menasche,
2009; Xu, 2006) sehingga merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk pengobatan
AMI, gagal jantung, dan penyakit arteri perifer.(Wollert & Drexler, 2010)
Sel punca dewasa, tali pusat, embrio, dan janin memiliki potensi besar sebagai
strategi terapi baru untuk regenerasi dan perbaikan jaringan atau organ yang rusak dan
memiliki banyak sel punca dan sel progenitor endotel. Hasil dari studi angiogenesis
tulang memperbaiki ulkus iskemik dengan mengembalikan perfusi pada kasus iskemia
tungkai. Terapi sel autologus untuk induksi angiogenesis sebagai terapi regeneratif yang
lebih progresif untuk penyakit vaskular Selain itu, implantasi sel sumsum tulang dapat
juga digunakan untuk penyakit jantung iskemik; studi klinis pendahuluan menunjukkan
manfaat klinis potensial dari terapi transplantasi seluler pada pasien dengan infark
miokard akut dan iskemia miokard kronis. Transplantasi sel dedifferentiated fat adipose
Sel punca didefinisikan sebagai sel klon yang memiliki kapasitas untuk
memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi banyak cell lineages. Sel punca dapat
keadaan tidak terdiferensiasi, sampai sel tersebut di induksi untuk berdiferensiasi menjadi
jenis sel yang spesifik.(Ilic and Polak, 2011) Sehingga saat ini sel punca menjadi subjek
berbagai penelitian untuk menemukan sel prekursor yang mudah untuk diperoleh dan
diinduksi menjadi sel target. Dua jenis utama dari sel punca adalah embryonic stem cells
(ESCs) dan adult stem cells (ASCs). Sel punca embrionik bersifat pluripotent,
dan dapat diperoleh dari banyak organ seperti otak dan sum-sum tulang (Doeppner &
Hermann, 2014). ASCs dibagi menjadi mesenkimal dan hematopoetik. Jenis ASCs yang
banyak diteliti adalah mesenchymal stem cells (MSCs), salah satunya adipocyte-derived
Ada dua jenis jaringan adiposa, jaringan adiposa putih (WAT) dan jaringan
adiposa coklat (BAT). Jaringan adiposa terdiri tidak hanya dari adiposit, tetapi juga dari
jenis sel lain yang disebut fraksi stroma-vaskular, yang terdiri dari sel darah, sel endotel,
pericytes dan sel prekursor adiposa. Adiposit berdiferensiasi dari sel prekursor stellata
atau fusiform yang berasal dari mesenkim. (Kim et al., 2015). ADSCs adalah sel
menjadi adiposit, kondrosit, miosit, osteoblas, dan neurosit. Kelebihan ADSCs meliputi
kemudahan akses, prosedur yang jauh lebih tidak menyakitkan (seperti lipoaspirasi
subkutan) daripada mengambil sel punca sumsum tulang, dan penggunaannya tidak
terkait dengan kontroversi etika karena diambil dari lemak autologus. (Miana & Prieto
González, 2018). Selain ADSCs, terdapat kelompok sel lain menunjukkan morfologi
seperti fibroblast dan memiliki karakteristik sel prekursor dengan potensi multilineage,
yang didapat dari teknik kultur tertentu. Kelompok sel ini disebut sel DFAT. Sel DFAT
telah diperoleh dari tikus, babi, kelinci, sapi, kucing, dan manusia. (Shah et al., 2016;
Saler et al., 2017). Sel DFAT mampu melakukan transdiferensiasi ke jenis sel lain seperti
osteoblas, kondrosit, miosit kerangka, sel otot polos, kardiomiosit, sel endotel vaskular,
dan sel saraf di bawah kondisi kultur yang sesuai secara in vitro atau in vivo. (Wei, et al.
2012). Berdasarkan prosedur isolasi, sel DFAT terdeteksi lebih awal (~hari ke-5) dengan
kuantitas sel yang lebih banyak sehingga akan lebih mudah dipropagasi. Meskipun sel
DFAT dan ADSCs sama-sama diambil secara autologous tetapi sel DFAT memiliki
tingkat imunogenisitas yang relatif lebih rendah (Saler et al., 2017; Shah et al., 2016).
Sel DFAT telah dibuktikan berdiferensiasi menjadi vascular smooth muscle cells
terdapat pada tunika media, mengelilingi lumen pembuluh darah, dan membentuk
lapisan. Fungsi utama VSMCs adalah untuk mengatur aliran darah melalui pembuluh
darah dengan kontraksi dan relaksasi. VSMCs pada manusia dewasa berasal dari
ectodermal neural crest dan mesodermal lineages. Sel terapi menggunakan VSMCs
luka, dan memperbaiki kontraktilitas miokard. (Ayoubi et al., 2017). Penelitian Wanjare
dkk, menunjukkan human pluripotent stem cells (hPSCs) dapat dideferensiasikan menjadi
VSMCs dengan cara dibiakkan dalam medium kultur lalu didiferensiasi menjadi sel
progenitor VSMCs. Pada penelitian ini juga disebutkan marker awal VSMCs adalah
alpha-SMA dan VSMCs yang dapat berkontraksi adalah smoothelin.(Wanjare, Kuo and
Gerecht, 2013)
Sel DFAT telah dibuktikan berdiferensiasi menjadi kardiomiosit (CM). Sel DFAT
dapat berdiferensiasi menjadi kardiomiosit in vitro dan in vivo dengan kultur ceiling
adiposit matur. Sel DFAT diperoleh dengan dediferensiasi adiposit matur dari tikus
transgenik green fluorescent protein (GFP). Kemampuan diferensiasi sel DFAT menjadi
in vitro.
Sel DFAT telah dibuktikan berdiferensiasi menjadi sel endotel (EC) vaskular. Sel
punca dewasa dan mesenkimal sekresi berbagai faktor angiogenik seperti fibroblast
hepatocyte growth factor (HGF) dan platelet-derived growth factor BB (PDGF-BB), serta
faktor angiogenik yang diekspresikan oleh sel DFAT, VEGF-A, FGF-2 dan HGF
adenosin A3 manusia, rantai berat nonmuscle myosin II, mitogen activated protein kinase-
berdiferensiasi menjadi osteoblas atau adiposit di bawah kondisi yang sesuai. Reversine
juga bisa mengubah murine primer dan fibroblas kulit manusia menjadi sel myogenic-
competent, menginduksi diferensiasi otot babi yang berasal dari sel induk menjadi female
progenitor-like cells.(Lu et al., 2016; Huang et al., 2016) Saat ini, belum ada penelitian
tentang pengaruh reversine terhadap peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel
1. Apakah terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs yang ditandai
2. Apakah terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang ditandai dengan
3. Apakah terdapat hubungan antara reversine dengan dosis tertentu dan peningkatan
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang ditandai dengan
dengan dosis tertentu dan peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs yang ditandai
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang ditandai dengan
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang ditandai dengan
perkembangan pengetahuan tentang potensi sel DFAT sebagai prekursor pada terapi
berbasis sel punca dan potensi reversine dalam meningkatkan plastisitas sel DFAT untuk
diarahkan menjadi VSMCs, CM, dan EC, sehingga dapat dijadikan acuan untuk
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian di kemudian hari
dan pertimbangan klinis mengenai penggunaan jaringan adiposa sebagai sumber sel
punca dalam bentuk sel DFAT yang dideferensiasikan menjadi berbagai sel turunan
kardiak berupa VSMCs, CM, dan EC, yang nantinya dapat dikembangkan sebagai salah
satu terapi sel punca di bidang kardiovaskular. Penelitian ini juga menjadi acuan
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel mengalami
kemajuan yang amat pesat. Hal ini terkait dengan upaya manusia untuk mengetahui dan
mengobati penyakit-penyakit yang sudah tidak mungkin untuk diobati lagi baik secara
seperti trauma, keganasan dan sebagainya. Para ahli telah mulai meneliti kemungkinan
tak mungkin lagi untuk diobati dengan obat-obatan atau tindakan operatif. Sel punca
adalah sumber dari semua sel dalam individu dan ini merupakan sebuah sumber bagi
pengobatan sel yang sekarang ini merupakan sebuah jalan revolusi untuk mengatasi
berbagai penyakit yang mematikan. Sel punca adalah sekelompok sel di dalam tubuh
mahluk dengan kemampuan regenerasi, yang dapat mengalami diferensiasi lebih lanjut
menjadi sel-sel lain (sel-sel pembangun organ maupun sel-sel darah) misalnya sel saraf,
Sel punca didefinisikan sebagai sel klon yang memiliki kapasitas untuk
memperbaharui diri dan berdiferensiasi menjadi banyak cell lineages. Dua jenis utama
dari sel punca adalah embryonic stem cells (ESCs) dan adult stem cells (ASCs). ESCs
bersifat pluripoten, tetapi beberapa faktor termasuk etika dan penyalahgunaan membatasi
penggunaan ESCs secara luas. Sel punca embrionik bersifat pluripotent, mempunyai
endoderm, mesoderm, ectoderm, dan sel somatic lainnya. Sel punca dewasa didapatkan
pada jaringan matur, yang ditemukan pada jaringan dewasa. Berbeda dengan ESCs, ASCs
bersifat multipoten dan dapat didapatkan dari banyak organ seperti otak dan sum-sum
tulang. ASCs juga suitable untuk penggunaan autologus maupun allogeneic. Namun,
Sel punca dewasa dibagi menjadi mesenkimal dan hematopoetik. Sel punca mesenkimal
dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel somatik. Sel punca hematopoetik dapat
Sel punca dapat diklasifikasikan melalui asalnya yang dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
berasal dari embrio, fetus, anak-anak, atau dari dewasa. Sel punca dapat juga
diklasifikasikan berdasarkan potensinya. Sel punca fetal ditemukan pada organ yang
terdapat saat fetus. Sel punca ini dapat berdiferensiasi menjadi sel punca pluripoten dan
sel punca hematopoetik. Sel punca infant dapat ditemukan pada tali pusat dan
jaringannya. Sel punca embrionik manusia (ES) berasal dari lapisan dalam blastokista
dan, karena sifat pluripotensinya, digunakan dalam rekayasa jaringan dan pengobatan
regeneratif. Sel punca mesenkim janin manusia (hfMSCs) dapat diambil dari sel punca
yang ada dalam cairan ketuban atau tali pusat namun seperti sel embrio ketersediaannya
terbatas terkait masalah etika. Induced pluripotent stem cells (iPSCs) memiliki kesulitan
spesifik yang diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Oleh karena itu, sel punca
dewasa adalah yang paling menjanjikan untuk digunakan dalam praktik klinis dan dalam
Jaringan adiposa terdiri dari sel adiposa dan non-adiposa seperti sel punca
mesenkimal. Sel-sel ini menunjukkan profil antigenik permukaan yang mirip dengan
MSCs yang diturunkan dari sumsum tulang. Sel-sel yang diturunkan dari DFAT adalah
populasi sel lain dengan karakteristik stemness. Sel DFAT menunjukkan morfologi
seperti fibroblast dan memiliki karakteristik sel prekursor dengan potensi multilineage.
Sel DFAT telah diperoleh dari tikus, babi, kelinci, sapi, kucing, dan sumber manusia. Sel
DFAT memiliki kemampuan proliferasi aktif dan dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas
atau kondrosit, atau dapat berdiferensiasi kembali menjadi adiposit matur dalam kondisi
kultur yang sesuai. Dibandingkan dengan ASCs dan sel punca dewasa lainnya, sel DFAT
memiliki beberapa keunggulan seperti jumlaj yang banyak, metode isolasi, homogenitas,
dan imunogenisitas yang rendah setelah transplantasi. Populasi sel dipelajari dengan
teknik histokimia dan biologi molekuler. Baik hASC dan DFAT positif untuk penanda
MSCs. Kapasitas proliferasi mereka serupa dan kedua populasi mampu berdiferensiasi
menjadi garis keturunan osteogenik, kondrogenik, dan adipogenik. Sel DFAT mampu
mengakumulasi lipid dan ekspresi gen lipoprotein lipase dan adiponektinnya tinggi.
Ekspresi gen alkali fosfatase dan RUNX2 lebih besar di hASC daripada di sel DFAT pada
14 hari tetapi menjadi sama setelah tiga minggu. Kedua populasi sel tersebut mampu
dan ekspresi gen SOX9 dan ACAN. Populasi hASC dan sel DFAT yang berasal dari AT
Berdasarkan prosedur isolasi, sel DFAT terdeteksi lebih awal (~hari ke-5) dengan
kuantitas sel yang lebih banyak sehingga akan lebih mudah dipropagasi. Meskipun sel
DFAT dan ADSCs sama-sama diambil secara autologous tetapi sel DFAT memiliki
tingkat imunogenisitas yang relatif lebih rendah (Saler et al., 2017; Shah et al., 2016)
Profil antigen permukaan sel DFAT dianalisis dan dibandingkan dengan profil hASC
pada passage 0. Sel DFAT positif untuk CD13 (aminopeptidase N), CD73 (5′-
nukleotidase), CD90 (Thy-I), dan CD105 (endoglin), tetapi negatif untuk CD14
(antigen sel progenitor hematopoietik) dan CD45 (protein tirosin fosfatase, reseptor tipe
C). Profil ini serupa dengan temuan sebelumnya untuk BM-MSC dan sel induk vena
umbilikalis (UVSCs). Ekspresi profil surface antigen dari ADSCs pada passage 0 secara
esensial tidak memiliki perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan sel
atau sel DFAT. Diferensiasi adiposit dapat dilihat secara in vitro. Tahapan diferensiasi
dan dediferensiasi sel lemak. (1) adipofibroblas, preadiposit atau sel vaskuler stroma
berkembang biak sampai jumlah populasi sel tepat. Di bawah sinyal intrinsik dan
mempertahankan kapasitas untuk kehilangan lipid dan kembali ke tahap proliferatif. Jenis
sel lain (4) juga dapat menunjukkan kemampuan akumulatif proliferatif dan lipid yang
Di bawah kondisi in vitro tertentu, sel DFAT yang berasal dari daging sapi
berdiferensiasi ulang, di mana beberapa sel mengandung lipid dan beberapa tidak (hanya
sel lain seperti osteoblas, kondrosit, miosit kerangka, sel otot polos, kardiomiosit, sel
endotel vaskular, dan sel saraf di bawah kondisi kultur yang sesuai secara in vitro atau in
vivo. Sebuah studi menemukan bahwa RUNX2, SPP1, SP7, BGLAP, PTH1R dan SOX9
diekspresikan dalam sel DFAT yang berasal dari adiposit matur yang menunjukkan
potensi osteogenik dan kondrogenik . Studi lain menemukan ekspresi penanda spesifik
kardiomiosit spesifik diamati pada sel DFAT yang berasal dari adiposit matur saat
dikultur bersama dengan kardiomiosit neonatal, menunjukkan bahwa sel DFAT dapat
diubah menjadi fenotipe kardiomiosit di bawah lingkungan mikro yang sesuai. Selain itu,
ditemukan bahwa sel DFAT mengekspresikan penanda fenotipik jantung ketika tumbuh
pada media metilselulosa semipadat tanpa adanya kardiomiosit, menunjukkan bahwa sel
al. 2012)
Total mRNA dari hASC dan sel DFAT diekstraksi dengan QIAzol Lysis Reagent
(Qiagen, Milan, Italy) untuk mengevaluasi ekspresi gen. Monolayer dikenai dua kali
ditambahkan. Suspensi dibekukan dalam nitrogen cair dan disimpan pada suhu -80 ° C
etanol dan DNAse (Qiagen). Total RNA yang diekstraksi ditranskripsikan terbalik
(Promega, Madison, WI, USA), menurut Laforenza et al. MRNA sel kontrol diekstraksi
dari hASC dan sel DFAT dipertahankan di GM. (Saler et al., 2017)
Real-time polymerase chain reaction (PCR) dan transkripsi balik PCR dilakukan.
Primer dan probe yang digunakan untuk PCR untuk tikus dan human POU homeodomain
protein Oct3/ 4, tikus dan SRY manusia (sex-determining region Y) -box 2 (SOX2), tikus
dan protein homeobox manusia Nanog, tikus c-Kit (CD117), antigen sel induk tikus 1
(Sca1), protein morfogenetik tulang tikus 4 (BMP4), c-Myc manusia, faktor mirip
- Cadherin manusia, Osteopontin manusia, Osterix manusia, dan Aggrecan manusia telah
dirancang sebelumnya dan diperoleh dari Applied Biosystems (Grand Island, NY,
http://www.lifetechnologies.com/us/en/home/brands/applied-biosystems.html) sebagai
bagian dari uji ekspresi gen TaqMan. CDNA sebelumnya disiapkan dari garis sel embrio
manusia HFS-1 dan ES tikus digunakan sebagai kontrol. Primer yang digunakan untuk
RT-PCR tercantum dalam tabel online tambahan 1 dan 2. Produk dari RT-PCR dianalisis
Adiposit dari fraksi filter yang lebih besar menghasilkan sel DFAT yang
karakteristiknya sama pada hari ke 5, sedangkan fraksi filter terkecil yaitu 0-70 µm
menghasilkan sel yang gagal berproliferasi karena masih terdapat debris dan droplet lipid.
Sel human DFAT (hDFAT) dikultur selama 15 hari setelah filter diambil. Sampel RNA
dari sel DFAT diambil pada hari ke 3, 5, 7, 10, dan 15. Ekspresi dari pluripotensi ditandai
dengan adanya Oct ¾, SOX 2, c-Myc, Klf4, Nanog, dan c-Kit yang terdeteksi pada sel
DFAT dengan RT-PCR pada hari ke 5, dengan jumlah yang lebih tinggi dari ASCs.
Perbedaan dengan hDFAT yang dibentuk dengan metode ceiling culture, sel hDFAT yang
dengan metode sesuai dengan Tabel 1 memiliki ekspresi Oct3/4, SOX2, dan Nanog yang
jumlahnya tiga hingga 6 kali lebih banyak. Ekspresi dari Oct 3/4 , SOX 2, dan Nanog
lebih tinggi daripada yang dihasilkan pada sel adiposit matur (Jumabay, Abdmaulen, et
al. 2013).
Jumabay M dkk. mendemonstrasikan bahwa sel DFAT tikus dan manusia, yang
masing-masing berasal dari jaringan adiposa dan lipospirat, dapat berdiferensiasi menjadi
sel endotel vaskular (EC) baik in vitro maupun in vivo. Dalam model infark miokard akut
tikus, sel DFAT tikus yang ditransplantasikan mengekspresikan aktin sarkomerik jantung
dan berdiferensiasi menjadi sel menyerupai kardiomiosit.( Shah et al., 2016; Jumabay, et
al., 2009)
cara pada saat Passase 5 dilakukan pencampuran dengan buffer (SB, PBS yang terdiri
dari 1% FBS) lalu dilakukan inkubasi selama 30 menit dan dilakukan penilaian pada
marker permukaan CD 11a/CD 18, CD 34, CD 44, CD 45, CD 90, CD 105. Marker
permukaan ini harus dilihat untuk mengetahui sel tersebut merupakan sel DFAT. Pada
studi yang dilakukan Murata, dkk., sel DFAT menunjukkan positif terhadap CD 44 dan
CD 90, MHC kelas I, dan positif sedang pada CD 11a/18, CD 105, dan MHC kelas II,
Tabel 2.4.1 Analisa antibodi pada pemeriksaan molekul spesifik pada permukaan sel
(Murata, et al. 2016)
adiposit matur dapat kembali ke fenotipe yang lebih primitif dan mendapatkan
kemampuan proliferasi sel. Sel DFAT yang diperoleh dari jaringan adiposa dari 18 donor
menunjukkan morfologi mirip fibroblast dengan aktivitas proliferasi yang tinggi. Analisis
aliran sitometri mengungkapkan bahwa sel DFAT terdiri dari populasi sel yang sangat
homogen dibandingkan dengan sel induk / stroma yang diturunkan dari adiposa (ASC),
meskipun profil antigen permukaan sel dari sel DFAT sangat mirip dengan ASC. Sel
memperoleh ekspresi gen penanda mesenkim seperti gamma reseptor aktif proliferator
bahwa sel DFAT dapat berdiferensiasi menjadi adiposit, kondrosit, dan osteoblas dalam
kondisi kultur yang sesuai. Sel DFAT juga membentuk matriks osteoid ketika ditanamkan
secara subkutan ke tikus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sel DFAT merupakan jenis
leptin, dan GLUT4, serta beberapa penanda diferensiasi adipogenik, termasuk PPARg,
diinduksi pada fibroblas kulit manusia yang dibiakkan dalam media induksi adipogenik.
Ketika sel DFAT manusia dikultur dalam media induksi osteogenik, sel-sel tersebut
peningkatan ekspresi Runx2, osteopontin, dan osterix dalam sel DFAT selama kultur
induksi. Ekspresi osteokalsin, protein matriks terkait osteoblas, telah dianggap sebagai
penanda yang valid untuk osteoblas yang berdiferensiasi penuh. Kadar protein
osteokalsin meningkat secara signifikan dalam sel DFAT setelah 3 minggu kultur induksi.
Hasil ini menunjukkan bahwa sel DFAT manusia dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas
in vitro. Sel DFAT manusia ke spons b-TCP / kolagen I (Collagraft 6), dan dikultur
selama 2 minggu dalam media induksi osteogenik, diikuti dengan implantasi subkutan ke
tikus. Setelah 3 minggu, implan diangkat dan dievaluasi secara morfologis dan histologis.
Implan yang dilepas menunjukkan jaringan tulang yang membeku dengan invasi
osteoid, tulang anyaman, sel mirip osteoblas, dan sel mirip osteoklas. Sel DFAT dapat
membentuk matriks osteoid secara in vivo. Ketika sel DFAT manusia dikultur dalam
media induksi kondrogenik, sel DFAT membentuk mikromassa dalam kultur dan
menunjukkan imunostain positif untuk kolagen tipe II, penanda kondrosit. Mikromassa
juga positif untuk pewarnaan biru alcian, menunjukkan akumulasi proteoglikan tulang
awal untuk kondrosit. Hasil ini menunjukkan bahwa sel DFAT manusia dapat mengalami
Teknik ceiling culture akan menghasilkan sel dengan tingkat potensiasi yang
berbeda. Sel-sel tersebut dikenal sebagai sel DFAT. Sel DFAT menunjukkan morfologi
seperti fibroblast dan memiliki karakteristik sel prekursor dengan potensi multilineage.
DFAT telah diperoleh dari tikus, babi, kelinci, sapi, kucing, dan sumber manusia.(Shah
Pendekatan yang paling umum digunakan untuk mendapatkan sel DFAT dari
jaringan adiposa adalah metode kultur ceiling berdasarkan adiposit yang berisi lipid
matur. Kultur ceiling (metode kultur adiposit) merupakan metode yang memanfaatkan
kemampuan mengapung dari adiposit yang memungkinkan sel tersebut menempel pada
permukaan bagian dalam atas dari tabung kultur yang terisi penuh dengan medium. Dari
2 jenis jaringan adiposa: jaringan adiposa putih (WAT) dan jaringan adiposa coklat
(BAT), WAT lebih sering digunakan untuk mengisolasi sel induk. Yagi dkk. pertama kali
melaporkan metode pengambilan sel DFAT dari WAT subkutan tikus. Secara singkat,
jaringan adiposa menjalani pencernaan enzimatik dengan kolagenase tipe II. Setelah
sentrifugasi, pellet yang dihasilkan yang mengandung SVF dikultur sebagai ASCs dan
adiposit dikumpulkan, dicuci, dan dipindahkan ke inverted cell culture flask yang diisi
dengan media kultur sel. Setelah sel mirip fibroblast diamati, labu dibalik untuk
membiakkan sel-sel yang menempel sebagai sel DFAT. Dalam 7 hari kultur ceiling,
adiposit yang menempel pada permukaan atas labu mulai melepaskan tetesan lipid dan
secara bertahap mengubah morfologi sel menjadi sel mirip fibroblas. Sel-sel mirip
fibroblast yang berasal dari adiposit menunjukkan tingkat proliferasi yang tinggi serupa
dengan yang telah dilaporkan setelah kultur jangka panjang in vitro. Jumabay et al.
melaporkan metode lain untuk isolasi sel DFAT tanpa menggunakan kultur ceiling.
Adiposit yang diisolasi dari jaringan diinkubasi di atas media kultur selama 24 jam dan
kemudian sel dipindahkan ke plate baru dengan filter sisipan 70µm. Sel DFAT yang
berasal dari adiposit dibiarkan melalui filter ke dasar cawan dan dikumpulkan setelah 5
hari. Sel DFAT yang diisolasi melalui filter telah dilaporkan mengekspresikan penanda
Adiposit bukan satu-satunya jenis sel yang ada di jaringan adiposa. Jenis sel lain
dalam jaringan adiposa meliputi stem sel, pradiposit, makrofag, neutrofil, limfosit, dan
sel endotel. Selama proses isolasi sel DFAT, sejumlah kecil jenis sel lain (misalnya
pradiposit, fibroblas) dengan morfologi yang tidak dapat dibedakan dapat diisolasi
bersama dengan adiposit matur, menghasilkan sel DFAT yang terkontaminasi sel lain.
Tholpady dkk. mengamati kontaminasi fibroblas dalam waktu 48 jam dari kultur ceiling.
memanfaatkan perbedaan waktu yang dibutuhkan adiposit matur dan jenis sel lain untuk
menempel pada labu untuk memisahkan sel yang terkontaminasi. Setelah 1-2 hari kultur
ceiling, adiposit matur akan mengambang di media tetapi sel yang tidak mengandung
lipid akan menempel pada permukaan bawah. Dalam pelapisan diferensial awal, adiposit
pencemar yang menempel. Adiposit matur menempel pada permukaan atas setelah 3-4
hari kultur ceiling. Sel-sel yang melekat pada ceiling akan mengalami trypsinisasi dan
disentrifugasi setelah 3-4 hari kultur plafon, untuk menghilangkan sel-sel yang
mengkontaminasi yang berkembang biak bersama dengan adiposit matur. Untuk prosedur
kloning, setelah 5 hari kultur ceiling, bejana dibalik dan sel-sel yang mengandung non-
lipid yang tumbuh bersama dengan adiposit matur ditandai dan dikikis dari labu dengan
Setelah menjalani proses isolasi, sel adiposit matur yang diperoleh dianalisa
sel terapung yang terdiri dari populasi adiposit matur yang homogen tanpa adanya sel
stromal vaskuler. Dengan menggunakan teknik ini, kultur murni dari sel DFAT yang
diperoleh akan mampu berproliferasi dan berdiferensiasi selama sedikitnya 2 passage. Sel
DFAT juga terbukti mampu berproliferasi secara ekstensif sampai sel tersebut menjadi
confluent dan berdiferensiasi penuh menjadi adiposit matur, baik secara in vitro maupun
in vivo, membentuk bantalan lemak (fat pads) saat diimplantasikan secara subkutan pada
perubahan pola diferensiasi selama proses propagasi sel DFAT.(Nobusue, Endo dan
Kano, 2008)
Profil antigen permukaan sel DFAT dianalisis dan dibandingkan dengan profil
hASC pada passage 0. Sel DFAT positif untuk CD13 (aminopeptidase N), CD73 (5′-
nukleotidase), CD90 (Thy-I), dan CD105 (endoglin), tetapi negatif untuk CD14
(antigen sel progenitor hematopoietik) dan CD45 (protein tirosin fosfatase, reseptor tipe
C). Ekspresi dari antigen sel permukaan DFAT pada passase 0. CD 13, CD 73, CD90,
CD105 merupakan penanda yang spesifik untuk sel mesenkimal; CD14, CD34, dan CD
2.7 Reversine
adenosin A3 manusia, rantai berat nonmuscle myosin II, mitogen yang diaktivasi sinyal
menginduksi dediferensiasi myoblas tikus yang terikat garis keturunan menjadi sel-sel
bawah kondisi yang sesuai. Reversine juga bisa mengubah murine primer dan fibroblas
kulit manusia menjadi sel myogenic-competent, menginduksi diferensiasi otot babi yang
berasal dari sel induk menjadi female germ-like cells, dan menginduksi dediferensiasi
siklus sel dan menginduksi apoptosis sel dalam berbagai jenis sel, seperti sel karsinoma
skuamosa oral, sel kanker tiroid, dan sel kanker payudara manusia. (Huang et al., 2016)
Sel stellate hati (Hepatic Stellate Cell/HSC) diobati dengan berbagai dosis
reversine (0, 5, 10, 20, dan 40 lg/ mL) selama 24 jam. DNA seluler dinilai dengan analisis
FACS Calibur dengan pelabelan PI. Persentase distribusi fase sub-G1, G0/ G1, S, dan
G2/ M dari sel yang diberi perlakuan. Data menunjukkan bahwa jumlah sel fase G2/ M
meningkat secara signifikan bergantung pada dosis. Kami kemudian mendeteksi dua
protein yang berhubungan dengan siklus sel, yaitu p16, protein yang memfasilitasi
transisi fase G1/ S, dan Aurora B, protein yang berperan dalam dinamika spindel mitosis.
ekspresi protein p16 dan mengurangi ekspresi protein Aurora B. Kemudian, ekspresi
protein p16 dan Aurora B selanjutnya diverifikasi dengan analisis western blot. Data
Aurora B. Dosis tinggi pengobatan reversin (yaitu, 20 dan 40 lg/ mL) dapat meningkatkan
menyebabkan penghentian siklus sel pada fase G2/ M dan dapat mengatur siklus sel
Reversine menekan proliferasi HSCs, menginduksi henti siklus sel pada fase G2/
M, dan meningkatkan apoptosis sel melalui jalur yang bergantung pada mitokondria dan
bergantung pada kaspase. Reversine juga menghambat aktivasi HSC melalui jalur
pensinyalan TGF-b dan mendorong degenerasi protein kolagen dengan menekan ekspresi
mieloid manusia, mieloma multipel, karsinoma serviks, kanker tiroid, kanker payudara,
karsinoma sel skuamosa rongga mulut, dan kanker prostat. Reversine telah terbukti
menekan proliferasi beberapa sel kanker manusia, melalui tindakan seperti penghentian
siklus sel, apoptosis, dan induksi autophagy. Selain itu, reversine telah dilaporkan
menjadi penghambat Aurora kinase (Aur) yang manjur, dan menghambat pertumbuhan
leukemia myeloid akut serta VX-680, tetapi kurang toksik. Selain itu, reversine adalah
analog ATP dan berspekulasi sebagai penghambat berbagai aktivitas enzimatik, termasuk
Aurora kinase. Reversine telah terbukti menghambat sel kanker melalui protein pengatur
siklus sel Aurora kinase-A (Aur-A) dan -B (Aur-B), JAK2 dan SRC. (Lu et al., 2016)
assembly check point dan bioorientasi kromosom pada proses mitosis sel. MPS 1
merupakan “down stream” dari Aurora B kinase. Inhibisi reversine terhadap MPS 1, 30
kali lebih kuat daripada inhibisi terhadap Aurora B kinase. Disimpulkan bahwa MPS 1
multipoten yang mampu berdiferensiasi menjadi jenis sel yang berbeda. Sifat reversin
juga dikaitkan dengan kemampuannya untuk menghambat aurora B kinase. Efek mitosis
reversine konsisten dengan kemungkinan bahwa MPS1 adalah target utamanya dalam
mitosis. Aktivitas katalitik dari MPS1 kinase sangat penting untuk spindle assembly
checkpoint dan biorientasi kromosom pada spindel mitosis. Reversine molekul kecil
dapat menghambat mitosis yang kuat dari MPS1. Reversine menghambat spindle
assembly checkpoint dengan bergantung pada dosis. Penambahannya ke mitosis sel HeLa
menyebabkan ejeksi Mad1 dan kompleks ROD – ZWILCH – ZW10, keduanya penting
untuk spindle assembly checkpoint, dari kinetokor yang tidak terikat. MPS 1 merupakan
“down stream” dari Aurora B kinase. Inhibisi Reversin terhadap MPS 1, 30 kali lebih
kuat daripada inhibisi terhadap Aurora B kinase. Disimpulkan bahwa MPS 1 adalah target
Protein pertama yang secara jelas terlibat dalam proses ini adalah aurora B kinase.
aurora B adalah anggota keluarga aurora dari S/ T kinase, yang juga mencakup aurora A
yang diekspresikan di mana-mana terlibat dalam bipolarisasi spindel, dan aurora C, yang
perannya kurang dipahami tetapi kemungkinan terbatas pada meiosis dan perkembangan
awal. aurora B adalah bagian dari kompleks penumpang kromosom, yang subunitnya juga
termasuk incenp, survivin, dan borealin. Inaktivasi Ipl1, satu-satunya aurora kinase di
microtubule. Aurora B juga berperan penting dalam sitokinesis pada akhir siklus
sel.(Santaguda et al 2010)
Reseptor adenosine (AR) merupakan super family dari purine reseptor dan dibagi
menjadi 2 sub divisi yaitu P1 (reseptor Adenosine) dan P2 (reseptor ATP,ADP dan
nukleotida lain) . Diketahui ada 4 sub tipe Adenosine reseptor yaitu A1, A2A, A2B dan
A3.A1 dan A2A mempunyai ikatan yang kuat terhadap adenosin ,sedangkan A2B dan A3
cyclase melalui coupling dengan GI protein. Sedangkan A2A dan A2B menstimulasi
adenylate cyclase melalui coupling dengan Gs Protein. Reseptor adenosin A1, A2A, A2B,
dan jenis sel tubuh manusia. Di antara yang paling kuat dan selektif antagonis A3 AR
dibandingkan dengan A1 dan A2A AR adalah senyawa 12, 19 dan 22. Senyawa 19 dan
analog lainnya juga ditunjukkan tidak aktif pada A2B AR. Meskipun reversin sebelumnya
2005)
utama yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi organisme yang lebih kompleks. Pada
tahap awal embriogenesis ini, embrio memperoleh nutrisi dan oksigen melalui difusi.
Dengan embrio yang sedang tumbuh, jarak difusi menjadi terlalu panjang, dan embrio
distribusi yang cukup dari gas, nutrisi, hormon, dan sel yang bersirkulasi. Proses
perkembangan ini sangat kompleks, dan membutuhkan regulasi dan diferensiasi sel punca
dan sel progenitor menjadi sel endotel (EC) dan sel otot polos pembuluh darah (VSMC)
untuk mempertahankan homeostasis jaringan normal. Disregulasi dari sel-sel ini dapat
iskemia. Alternatif yang lain adalah induksi pembentukan pembuluh darah baru oleh
faktor pro-angiogenik untuk meningkatkan perfusi darah pada jaringan iskemik. Lebih
dari 25 uji klinis telah mengevaluasi konsep transfer gen dan pengiriman faktor
fungsional yang substansial pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskular. Oleh
karena itu, diperlukan pendekatan baru dan lebih efektif, dengan tujuan mendorong
vaskular. Tujuan ini dapat dicapai dengan terapi sel, yang bertujuan untuk memfasilitasi
regenerasi dengan pengiriman sel punca, sel progenitor, atau sel yang terdiferensiasi
VSMC telah dibuat dari sumber sel yang berbeda dan metode induksi yang berbeda,
namun, tidak ada metode standar. Saat ini, yang paling sesuai untuk mengembangkan
sumber sel untuk regeneratif serta aplikasi penelitian tampaknya adalah induced
Asal embrionik VSMC heterogenik dan mengisi lokasi anatomi tertentu dalam
tubuh manusia dewasa: VSMC yang diturunkan dari ektoderm (krista neuralis) menjadi
arkus aorta. Di antara struktur yang menjadi VSMC dari mesoderm plat lateral adalah:
secondary heart field di root aorta. Mesoangioblas menjadi VSMC di aorta dorsal yang
menjadi arteri visceral. VSMC yang ditemukan di arteri mesenterika berasal dari
VSMC yang timbul dari asal embriologis yang berbeda telah ditemukan di pembuluh
yang berbeda serta di dalam segmen pembuluh yang sama. Dalam modulasi fenotipik sel
otot polos pembuluh darah, VSMC memiliki kemampuan untuk beralih di antara dua
fenotipe, fenotipe sintetis dan kontraktil. VSMC kontraktil memiliki ekspresi gen
kontraktil yang tinggi, tingkat proliferasi dan migrasi yang rendah. Secara morfologis,
organel sintetik, dan miofilamen yang banyak. Sebaliknya, VSMC sintetis memiliki
tingkat proliferasi dan migrasi yang tinggi, ekspresi gen kontraktil yang rendah, dan
cadherin, dan integrin, yang merupakan bagian utama dari pembuluh darah. Secara
kasar yang luas, golgi, ribosom, nukleus eukromatik, dan tidak ada sitoplasma
dan sifat fenotipik telah menghambat pembentukan model in vitro yang efisien. iPSC
metode telah digunakan untuk memprogram ulang sel somatik ke iPSC. Transduksi
dengan retro- dan lentivirus tidak dapat diandalkan karena dapat menghasilkan integrasi
genomik. Metode pemrograman ulang integrasi seperti sistem Cre / LoxP atau transposon
bebas integrasi dengan adenovirus, virus Sendai, plasmid episom, pengiriman langsung
RNA, miRNA, molekul kecil, dan protein permeabel sel telah terbukti berhasil
memprogram ulang sel somatik. Namun, tidak jelas metode mana yang paling cocok
untuk produksi iPSC kelas GMP. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)
bergantung pada jalur pensinyalan yang kompleks. Aktivasi famili TGF-β termasuk
BMP, Activin/ Nodal serta pensinyalan Wnt dan FGF penting dalam induksi primitive
streak. Spesifikasi selanjutnya dari subtipe mesoderm (mesoderm pelat aksial, paraaksi,
menengah, dan lateral) diinduksi oleh gradien BMP4 yang diatur presentasi faktor
pertumbuhan dan ekspresi faktor transkripsi. Tingkat Activin / Nodal yang tinggi menjadi
endoderm sedangkan tingkat Wnt3 yang tinggi dan tingkat Activin / Nodal yang rendah
kinase (PI3K). CHIR99021: penghambat GSK3 dan dengan demikian berfungsi sebagai
Berbagai penelitian yang dilakukan secara in vivo serta kultur sel in vitro telah
induk menjadi VSMC pada tahap tertentu selama perkembangan. Selain itu, beberapa
regulator epigenetik dan miRNA telah terbukti mempengaruhi diferensiasi dan fenotipe
VSMC. Telah terbukti bahwa penghapusan enzim yang penting untuk sintesis miRNA,
pada tikus dan ekspresi penanda pluripotensi yang berkelanjutan dalam sel ES setelah
induksi diferensiasi menjadi VSMC. Metodologi kultur sel untuk membedakan hiPSC
dengan VSMC meliputi (i) pembentukan agregat sel pada spheroid non-adherent, yang
disebut badan embrioid (EB), (ii) pendekatan berbasis lapisan tunggal di mana jalur
pensinyalan dan kondisi kultur dimanipulasi untuk mendapatkan jenis sel yang
diinginkan. , dan (iii) kultur bersama dengan sel stroma. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen
2016)
Marker VSMC pertama yang diidentifikasi, yaitu aktin otot polos alfa (αSMA),
αSMA juga diekspresikan dalam miofibroblas, kardiomiosit, dan miosit kerangka yang
menunjukkan bahwa αSMA saja tidak cukup untuk mendefinisikan VSMC. Banyak
protein lain yang ditemukan termasuk h1-calponin (CNN1), protein otot polos 22 alpha
(SM22α), myosin light chain (MLC), vimentin, desmin, tropomyosin, dan angiotensin
tipe II reseptor telah ditampilkan selama diferensiasi VSMC tetapi tidak spesifik untuk
VSMCs. Saat ini, rantai berat myosin otot polos (SM-MHC) dan smoothelin (SMNT)
adalah penanda paling spesifik untuk VSMC kontraktil, karena belum terdeteksi selain
dalam sel otot polos. Selain itu, verifikasi VSMC yang dibedakan sebaiknya mencakup
sifat fungsional seperti kemampuan berkontraksi sebagai respons terhadap agen vasoaktif
seperti karbachol, endotelin-1 (ET-1) atau KCl. (Ayoubi, Sheikh and Eskildsen 2016)
Fungsi utama VSMC adalah untuk mengatur aliran darah melalui pembuluh darah
dengan kontraksi dan relaksasi. Saluran kalsium (Ca2 +) berpartisipasi dalam regulasi
kalsium sitoplasma, yang mengatur kontraksi otot polos. VSMC pada manusia dewasa
berasal dari ectodermal neural crest dan mesodermal lineages seperti paraxial mesoderm
menjadi aorta, arkus aorta, trunkus pulmonary, ductus arteriosus subclavian artery,
carotids, dan septum cardiac. Sedangkan VSMC yang berasal dari mesodermal
berkembang menjadi aortic root, coronary arteries, descending aorta, visceral arteries, dan
dapat dideferensiasikan menjadi vascular smooth muscle cells (VSMCs) dengan cara
dibiakkan dalam medium kultur lalu didiferensiasi menjadi sel progenitor VSMCs. Pada
penelitian ini juga disebutkan marker awal VSMCs adalah alpha-SMA dan marker
smooth muscle cells yang dapat berkontraksi adalah smoothelin(Wanjare, Kuo and
Gerecht, 2013).
dengan TrypLE (Invitrogen), dan saringan mesh 40 µm (BD Biosciences, San Jose, CA,
USA) digunakan untuk memisahkan sel menjadi suspensi sel individu. Sel-sel akan
disemai pada konsentrasi 5 × 104 sel/ cm2 ke plates yang sebelumnya dilapisi dengan
kolagen IV (R&D Systems, Minneapolis, MN, USA). HPSC dikultur selama 6 hari dalam
media diferensiasi yang terdiri dari alpha-MEM (Invitrogen), 10% FBS (Hyclone), dan
0,1 mM β-mercaptoethanol (Invitrogen), dengan media diganti setiap hari. Pada hari ke-
dengan saringan mesh 40 µm, dan disemai pada konsentrasi 1,25 × 104 sel / cm2 pada
plate berlapis kolagen-IV. Setelah itu akan dikultur dengan medium diferensiasi 10ng/mL
PDGF-BB dan 1 ng/Ml TGF-ß1 pada 6 hari berikutnya (total 12 hari) untuk terbentuk sel
vascular smooth muscle look-a-like, dengan medium yang diganti tiap 2 hari sekali.
Sel otot polos pembuluh darah (VSMC) adalah komponen seluler dari dinding
pembuluh darah normal yang memberikan integritas struktural dan mengatur diameter
dengan berkontraksi dan relaksasi secara dinamis sebagai respons terhadap rangsangan
vasoaktif. Keadaan terdiferensiasi dari VSMC dicirikan oleh protein kontraktil spesifik,
saluran ion, dan reseptor permukaan sel yang mengatur proses kontraktil dan dengan
demikian disebut sel kontraktil. Selain fungsi normal ini, sebagai respons terhadap cedera
atau selama perkembangan, VSMC bertanggung jawab untuk sintesis protein matriks
ekstraseluler, menjadi bermigrasi dan berkembang biak. Fenotipe ini telah disebut sel
Gagal jantung dapat berasal dari proses iskemik dari atherosklerosis baik akut
maupun kronis. Gagal jantung iskemik menyebabkan perfusi jantung menurun, sehingga
berusaha untuk mengatasi kondisi gagal jantung, namun pendekatan tersebut tidak dapat
dapat menjanjikan perbaikan pada kondisi gagal jantung, akan tetapi masih banyak
kendala pada proses transplantasi jantung. Kendala transplantasi jantung dapat berupa
tinggi. Hal ini membuat terapi sel punca memiliki prospek yang menjanjikan dalam
Dalam beberapa tahun terakhir, terapi pada pasien gagal jantung semakin
berkembang. Banyak uji klinis telah menunjukkan bahwa penghambat sistem renin
melalui penekanan aktivasi renin angiotensin aldosteron dan sistem saraf adrenergik yang
berlebihan. Jantung terdiri dari kardiomiosit ventrikel dan atrium, sel pacemaker, sel
Purkinje, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Kardiomiosit ventrikel berbentuk kolumnar
dengan diameter 20µm dan panjang 60-140µm, sedangkan kardiomiosit atrium berbentuk
ellipsoidal dengan diameter 5µm dan panjang 10-20µm. Kardiomiosit ventrikel sekitar
50% dari berat jantung, dan 2-4 miliar di antaranya membentuk ventrikel kiri manusia.
Sekitar 50% volume sel dalam kardiomiosit yang berkontraksi terdiri dari miofibril dan
25% volume sel ditempati oleh mitokondria. Sisanya terdiri dari nukleus, retikulum
sarkoplasma (SR), dan sitosol . Myofibril adalah elemen kontraktil di dalam kardiomiosit.
Sistem tubular transversal (tubulus T) adalah bagian organ khusus dari kardiomiosit di
membentuk penghalang antara ruang intraseluler dan ekstraseluler. Ketika potensial aksi
kardiomiosit melalui saluran Ca2 + tipe-L dari tubulus-T. Hal ini menyebabkan keluarnya
Ca2 + dari retikulum sarkoplasma menjadi sitosol yang mengakibatkan kontraksi jantung.
kardiomiosit adalah sarkomer, yang memiliki panjang 1,8 µm di sistol dan 2,2 µm di
troponin, juga terdapat dalam filamen tipis, terdiri dari troponin C, I dan T. Protein ini
sarkoplasma Ca2 + -ATPase (SERCA2a di jantung). Untuk setiap 1 mol ATP yang
pada usia, 1% kardiomiosit manusia diperbarui pada usia 20 tahun, dan angka ini
berkurang menjadi 0,45% pada usia 75 tahun. Sekitar 45% kardiomiosit diperkirakan
akan diperbarui selama kehidupan manusia. Sebagian besar studi regenerasi jantung
berfokus pada proliferasi kardiomiosit yang ada, dan tidak dirancang untuk mendeteksi
kardiomiosit yang terbentuk dari sel progenitor. Untuk menentukan apakah sel-sel
kardiomiosit dari kardiomiosit yang ada melalui proliferasi dan pembaruan kardiomiosit
dari sel progenitor. BMC tidak bekerja dengan berdiferensiasi langsung menjadi
faktor transkripsi jantung awal seperti NKX2.5, serta protein sarkomerik, saluran ion,
mirip dengan yang dilaporkan untuk kardiomiosit di jantung yang sedang berkembang,
Stem sel yang diturunkan dari jaringan adiposa (DFAT) telah dibuktikan
berdiferensiasi menjadi kardiomiosit dan sel endotel vaskular. Sel DFAT diperoleh
fenotipe jantung dalam analisis imunositokimia dan RT-PCR in vitro. Sel DFAT
menunjukkan bahwa sel DFAT memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi garis
keturunan kardiomiosit. Dalam model tikus infark miokard akut, sel DFAT yang
area infark jika dibandingkan dengan jantung tikus kontrol yang diinjeksi garam. Sel
DFAT memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel mirip kardiomiosit secara
in vitro dan in vivo. Transplantasi sel DFAT menyebabkan neovaskuralisasi pada tikus
dengan infark miokard. Diferensiasi kardiogenik pada sel DFAT, sel DFAT yang diambil
dari tikus dilakukan kokultur dengan kardiomiosit tikus SD. Pada hari ketiga kultur
memastikan ekspresi protein khusus jantung dalam sel DFAT, dilakukan pemeriksaan
imun terhadap protein inti jantung GATA4 dan Nkx2.5 dan terhadap protein sitoplasma
jantung seperti aktin sarkomerik jantung dan troponin-T. Tujuh hari setelah kokultur
langsung, sel DFAT GFP-positif terbukti mengekspresikan GATA4 dan Nkx2.5 serta
Sel punca dewasa dan mesenkimal sekresi berbagai faktor angiogenik seperti
Pada penelitian eksperimen dilakukan kultur sel endotel vaskular dan sel DFAT.
Ekspresi gen HGF, FGF-2, dan Ang1 dalam sel DFAT secara signifikan lebih tinggi pada
kultur bersama dengan sel endotel vaskular dibandingkan dengan kontrol. Ekspresi
beberapa gen faktor angiogenik termasuk HGF, FGF-2, Ang1, dan TGF-β dari sel DFAT
ditingkatkan dengan kultur langsung dan tidak langsung dengan sel endotel vaskular.
Kultur bersama dengan sel endotel tidak mempengaruhi ekspresi gen VEGF-A dalam sel
DFAT, menunjukkan ekspresi VEGF-A mungkin diatur secara ketat oleh rangsangan
spesifik seperti hipoksia. Di antara faktor angiogenik yang diekspresikan oleh sel DFAT,
VEGF-A, FGF-2 dan HGF diketahui berkontribusi terutama terhadap proliferasi dan
menunjukkan bahwa pembentukan tabung sel endotel dipromosikan tidak hanya oleh
kultur bersama langsung dengan sel DFAT tetapi juga dengan administrasi media sel
dikondisikan sel DFAT. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor angiogenik yang
Diketahui bahwa PDGF-BB berperan dalam perekrutan pericyte dan Ang1 dan
diperkirakan mekanisme perbaikan aliran darah dengan transplantasi sel DFAT model
iskemik adalah sebagai berikut; VEGF-A dan HGF, disekresikan oleh sel DFAT yang
sel DFAT dan TGF-β disekresikan oleh sel DFAT dan sel endotel vaskular,
memungkinkan pericyte menjadi matur. Data ini menunjukkan bahwa kultur bersama sel
DFAT dengan sel endotel meningkatkan ekspresi beberapa faktor angiogenik di setiap
jenis sel.
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Adiposit
matur
Penanda sel
punca mesenkimal
DFAT CD90+ CD105+
CD45+ CD34-
Reversine
Passage 4
Medium pengarah
Keterangan :
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
Jaringan adiposit matur akan mengalami dediferensiasi menjadi sel DFAT yang
ditandai dengan hilangnya kandungan lipid dan terbentuknya sel serupa fibroblast setelah
melewati proses insert culture. Sel DFAT mampu melakukan transdiferensiasi ke sel
multipoten seperti osteoblas, kondrosit, miosit kerangka, sel otot polos, kardiomiosit, sel
endotel vaskular, dan sel saraf di bawah kondisi kultur yang sesuai secara in vitro atau in
vivo.
dari sel multipoten. Setelah dipaparkan reversine, sel multipoten akan melalui beberapa
tahapan passage dan mengalami diferensiasi lebih lanjut dengan medium pengarah PDGF
BB dan TGF ß, StemCelldiff, dan BMP4. Seberapa besar plastisitas tersebut meningkat
dapat dibuktikan dengan kuantitas ekpresi dari penanda-penanda pluripotensi sel punca.
Sel DFAT akan berdiferensiasi menjadi VSMCs, CM, dan EC yang masing-masing
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs yang ditandai
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang ditandai
plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang ditandai dengan
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memiliki objek berupa sel mesenkimal dari jaringan lemak
subkutan. Jaringan lemak subkutan ini diperoleh dari objek tunggal melalui prosedur
DFAT untuk berdiferensiasi menjadi VSMCs, CM, dan EC yang ditandai dengan ekspresi
penanda Alpha-SMA, cTnT, dan CD31. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan
desain cross-sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/
observasi data variable independen dan dependen hanya dalam satu kali pengukuran.
Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh melalui rumus Higgins dan Klinbaum
sebagai berikut:
T-1 (n-1) ≥ 15
8-1 (n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15:7
n ≥ 2+1
n≥3
Keterangan
Semua sampel yang berkualitas baik berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh tim
sel punca Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga, Surabaya disertakan dalam
penelitian.
Sel DFAT
- Reversine 10 nM
- Reversine 20 nM
- Reversine 40 nM
- Ekspresi cTnT
- Ekspresi alpha-SMA
- Ekspresi CD31
a. Conical tube 50 ml
c. Trypan blue
d. Tabung conical 50 ml
f. Micropipette tip
g. Cylinder pippete
m. T25 flask
n. Shaking waterbath
o. Hemocytometer
a. PBS
b. Formaldehide 3%
d. Mikroskop imunofluoresense
Jaringan adiposit matur diperoleh dari jaringan longgar subkutan melalui prosedur
laparotomi dengan estimasi berat 10 gram dalam potongan 3x3 cm, disimpan dalam 50
mL conical tube dan es dengan suhu -70℃ tanpa ditambah agen cryopreservation lain.
Jaringan sampel dibawa dari ruang operasi menuju laboratorium dalam wadah plastik.
Selanjutnya 1-2 gram jaringan adiposit dicuci dengan 5 mL PBS (-) pada temperatur
ruangan sebanyak 1 kali dalam tube 50 ml lalu sampel diletakkan dalam plastic dish
ukuran 10 cm.
4.8.2 Penelitian Tahap 2: Isolasi dan Kultur Sel DFAT dari Jaringan Adiposit
menggunakan larutan 0.1% collagenase type I pada suhu 37℃ selama 1 jam dan
diguncangkan secara perlahan. Jaringan adiposit tersebut kemudian difilter melalui nylon
filter (100 µm) dan disentrifugasi 135 g selama 3 menit. Lapisan atas yang mengambang
(supernatant) diambil, kemudian dibilas berulang kali dengan larutan αMEM (penelitian
terdahulu dibilas sebanyak 3 kali). Sebanyak 30-50 µL adiposit yang diperoleh dari
lapisan atas yang creamy kemudian dipindahkan ke dalam 6 well plates yang telah diberi
filter 70 µL dan diinkubasi selama 5 hari dalam medium kultur. Sel DFAT akan
tenggelam melewati filter dan melekat pada dasar dish. Filter 70 µL dengan sisa adiposit
(kurang dari 100 mg jaringan adiposa) untuk memperoleh kuantitas sel DFAT yang
memadai (3x106 pada saat kultur primer) saat ekspansi dalam beberapa passage.
4.8.3 Penelitian Tahap 3: Identifikasi Ekspresi CD90, CD105, CD34 dan CD45
Identifikasi fenotip sel dilakukan dengan penilaian ekspresi penanda sel punca
mesenkimal, yaitu CD90+, CD105+, CD34-, dan CD45- melalui metode imunositokimia
15 ml, difiksasi menggunakan methanol, dan setelah 15 menit diberi reagen anti-CD90,
anti-CD45, anti-CD34 dan anti-CD45. Sel DFAT yang telah diberi reagen kemudian
dicuci dengan larutan PBS, diteteskan di atas object glass dan ditutup dengan cover slip
4.8.4 Penelitian Tahap 4: Induksi Sel DFAT pada Media Diferensiasi VSMCs,
CM, dan EC
Sel DFAT yang berkualitas baik kemudian dikultur pada media khusus untuk
tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu medium diferensiasi A, medium diferensiasi B, dan
Sel DFAT yang berkualitas baik kemudian dikultur pada media khusus untuk
tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu medium diferensiasi A, medium diferensiasi B, dan
Sel DFAT yang berkualitas baik kemudian dikultur pada media khusus untuk
diferensiasi sel endotelial, yaitu CSTI-303MSC (Cell Science & Technology Institute,
Miyagi, Japan) berisi 20% Foetal Bovine Serum (FBS). Medium diferensiasi tersebut
terdiri dari 3 bagian, yaitu medium diferensiasi A, medium diferensiasi B, dan medium
maintenance. Proses diferensiasi dilakukan sesuai dengan protokol yang terlampir pada
Penilaian ekpresi Alpha SMA pada hasil kultur ADSC/DFAT untuk mendeteksi
keberadaan vascular smooth muscle cells dilakukan pada hari ke-7 dan ke 21 setelah sel
ADSC dan DFAT dipaparkan pada medium diferensiasi. Penilaian ekpresi cTnT pada
hasil kultur ADSC/DFAT untuk mendeteksi keberadaan sel kardiomiosit dilakukan pada
hari ke-7, ke-14 dan ke 21 setelah sel ADSC dan DFAT dipaparkan pada medium
diferensiasi. Penilaian ekpresi CD31 pada hasil kultur ADSC/DFAT untuk mendeteksi
keberadaan sel endotelial dilakukan pada hari ke-6 dan ke 8 setelah sel ADSC dan DFAT
dipaparkan pada medium diferensiasi. Medium diferensiasi diganti setiap hari sesuai
dengan protokol sampai hari target pengamatan akhir tercapai. Sel monolayer yang telah
glass dicuci dengan PBS dan dikeringkan. Selanjutnya object glass di-blocking
sekunder sebanyak 10 µl sesuai dengan label ditujukan untuk melihat ekspresi cTnT.
Proses pewarnaan dilakukan dalam ruang gelap, kemudian sediaan diinkubasi selama 1
jam pada suhu 37℃. Pembacaan hasil dilakukan menggunakan mikroskop fluoresens,
dengan menilai adanya ikatan antibodi dan antigen baik di permukaan maupun di dalam
sel.
Insert culture
Medium Medium
pengarah pengarah
Medium Medium
pengarah pengarah
akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 22.0 untuk Windows. Uji
statistik dinyatakan signifikan bila nilai p<0,05. Analisa data yang akan dilakukan
meliputi:
1. Karakteristik dan kuantifikasi ADSCs dan sel DFAT akan disajikan secara
deskriptif
2. Karakteristik dan kuantifikasi VSMCs yang ditandai dengan expresi penanda alpha-
Untuk menentukan perbedaan antara data kontinu antara kelompok control dengan
40 nM), maka dilakukan uji menggunakan metode Anova atau Kruskal Wallis. Sebelum
dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi (untuk distirbusi normal), dan
median dengan inter quantil range (IQR) (untuk data distirbusi tidak normal). Adapun uji
Uji ini merupakan persyaratan sebelum melakukan uji statistik parametrik. Uji yang
digunakan adalah Saphiro Wilk, karena besar sampel kurang dari 50. Data
Uji beda digunakan untuk melihat perbedaan kuantitas ekspresi penanda VSMCs
dosis reversine. Jika data berdistribusi normal maka menggunakan uji ANOVA,
sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji Kruskal
Wallis.
Setelah hasil pengujian ANOVA atau Kruskal Wallis menunjukkan ada perbedaan,
maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Uji lanjut yang digunakan untuk ANOVA
adalah uji Tukey, sedangkan uji lanjut untuk Kruskal Wallis menggunakan uji
Mann Whitney.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Sel DFAT serupa fibroblast yang menempel pada plastik (plastic adherent)
diamati dibawah mikroskop inverted selama beberapa hari pertama proses kultur. Sel
selanjutnya proses kultur dilanjutkan dengan menggunakan sebagian kecil dari koloni sel
punca.
Dari variabel dependen yang dianalisis, variabel-variabel rasio yaitu cTnT, Alpha
SMA, dan CD31 merupakan data rasio. Untuk itu, dilakukan uji normalitas dengan Uji
Tabel 5.3.1 Uji ANOVA ekspresi alpha-SMA pada tiap dosis reversine
Dari tabel di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari ekspresi alpha
SMA pada masing-masing kelompok sel DFAT yang mendapatkan berbagai dosis
reversin. Kelompok dosis reversin 10 menghasilkan ekspresi alpha SMA paling tinggi
(30.1850 + 8.22632) sedangkan kontrol meghasilkan ekspresi alpha SMA paling rendah
Tabel 5.3.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk ekspresi alpha SMA pada tiap dosis
reversin
Tukey HSD
Mean
(I) (J)
Difference Std. Error Sig.
REVERSINE REVERSINE
(I-J)
Dari uji Tukey yang merupakan analisis post-hoc dari uji ANOVA, dimana
didapatkan bahwa kelompok Reversin dosis 10 dan kelompok Reversin dosis 20 yang
kelompok kontrol (30.1850 + 8.22632 vs. 15.2350 + 3.67057; p < 0.001) dan (24.3550 +
Gambar 5.3.1 Grafik dosis reversine terhadap ekspresi alpha-SMA sel DFAT
Berikut grafik yang disajikan, dimana ekspresi alpha SMA pada sel DFAT
Tabel 5.4.1 Uji ANOVA ekspresi cTNT pada tiap dosis reversine
Dari tabel di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari ekspresi cTnT
pada masing-masing kelompok sel DFAT yang mendapatkan berbagai dosis reversin.
Kelompok dosis reversin 10 menghasilkan ekspresi cTnT paling tinggi (9.00 + 1.03)
sedangkan kontrol meghasilkan ekspresi cTnT paling rendah (7.05 + 1.07) dengan
Tabel 5.4.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk ekspresi cTnT pada tiap dosis reversine
Tukey HSD
Mean
(I) (J)
Difference Std. Error Sig.
REVERSINE REVERSINE
(I-J)
Dari uji Tukey yang merupakan analisis post-hoc dari uji ANOVA, hanya
Gambar 5.4.1 Grafik dosis reversine terhadap ekspresi cTnT sel DFAT
Berikut grafik yang disajikan, dimana ekspresi cTnT pada sel DFAT kelompok
dosis Reversin 10 paling tinggi (9.00 + 1.03), dilanjutkan oleh kelompok dosis Reversin
Tabel 5.5.1 Uji ANOVA ekspresi CD31 sel DFAT pada tiap dosis reversine
Dari tabel di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan dari ekspresi
CD31 pada masing-masing kelompok sel DFAT yang mendapatkan berbagai dosis
reversin. Kelompok dosis reversin 20 menghasilkan ekspresi alpha SMA paling tinggi
(42.5338 + 10.96637) sedangkan kontrol meghasilkan ekspresi alpha SMA paling rendah
Tabel 5.5.2 Uji Post-Hoc ANOVA dengan Tukey untuk ekspresi CD31 pada tiap dosis
reversine
Tukey HSD
Mean
(I) (J)
Difference Std. Error Sig.
REVERSINE REVERSINE
(I-J)
Dari uji Tukey yang merupakan analisis post-hoc dari uji ANOVA, dimana
Gambar 5.5.1 Grafik dosis reversine terhadap ekspresi CD31 sel DFAT
Berikut grafik yang disajikan, dimana ekspresi CD31 pada sel DFAT kelompok
dosis Reversin 20 paling tinggi (42.5338 + 10.96637), dilanjutkan oleh kelompok dosis
(14.3813 + 7.08986).
BAB 6
DISKUSI
stimulasi diferensiasi sel DFAT yang berasal dari jaringan adiposa. Hal terpenting adalah
fakta bahwa sel DFAT dapat diperoleh dalam jumlah besar dan mudah dipanen dari
jaringan adiposa. Selain itu, meskipun sel-sel ini dapat melakukan dediferensiasi dan
memiliki sifat multipotensi, penelitian ini mencoba melakukan pembalikan secara khusus
DFAT autolog yang terdediferensiasi tidak akan ditolak oleh donor, dan oleh karena itu,
stem cell mesenkimal. Dalam lingkungan yang hipoksia, hiperosmotik, dan tertekan
secara mekanis, sel-sel ini akan memprogram ulang dan mengekspresikan fenotipe yang
dapat digunakan untuk memperbaiki atau mengganti sel kardiomiosit.(Soltani et al, 2020)
diferensiasi sel-sel DFAT.(Soltani et al, 2020) Analisis siklus sel dengan jelas
menunjukkan bahwa konsentrasi nanomolar reversine tidak bersifat toksik dan ditoleransi
dengan baik oleh sel DFAT. Selama periode ini, sel-sel ini menunjukkan penurunan yang
nyata dalam potensi proliferasi dan inflamasi sel. Sesuai dengan hipotesis awal, kami
memperkirakan bahwa sel DFAT yang terdediferensiasi dua hingga tiga kali lipat lebih
besar daripada sel yang tidak memperoleh reversine.(Hiruma Y et al, 2016) Meskipun
kami tidak mempelajari mekanisme inflamasi sel, beberapa penelitian lain telah mencatat
bahwa sel-sel menunjukkan poliploidi mungkin karena gangguan yang bergantung pada
pembalikan dengan aktivitas Aurora B kinase. Protein kinase ini telah terbukti berperan
dalam sejumlah fungsi termasuk mitosis segregasi kromosom, fungsi pos pemeriksaan
komputasi dan analisis jalur kami mendukung pengamatan sebelumnya ini. Sabbattini
perakitan dan organisasi seluler, replikasi DNA, rekombinasi, dan perbaikan, pensinyalan
biologis yang mencakup proses sinyal antar sel, transportasi seluler, dan pertumbuhan
dan proliferasi sel. Dari perspektif ini, pemberian reversine pada dosis optimalnya
karakteristik seperti sel punca mesenkimal yang memiliki kemampuan pluripoten melalui
jalur yang bergantung pada remodeling kromatin, penghentian siklus pertumbuhan, dan
6.2 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel VSMCs
yang Ditandai dengan Ekspresi Alpha-SMA
bahwa reversine dapat meyebabkan dediferensiasi sel fibroblas domba menjadi sel punca
mesenkimal dan mengekspresikan gen penanda pluripoten Oct4 dan antigen permukaan
terkait MSC. Selain itu, pembentukan populasi sel yang terakumulasi dengan DNA 4 N
atau DNA 8 N yang diinduksi oleh reversine adalah atribut untuk multinukleasi sel yang
diperoleh pada fase G2 atau M dari siklu sel.(Yu Guo et al, 2021)
Fenotip Vascular Smooth Muscle Cells (VSMCs) pada arteri yang sehat
ditentukan oleh ekspresi SMA dan protein struktural lainnya termasuk otot polos rantai
berat miosin, SM22alpha dan calponin-1. Ekspresi gen otot polos ini diatur oleh faktor
spesifisitas tinggi untuk garis keturunan ASMC dan VSMC. Di masa depan,
transkriptomik ekspresi protein sel tunggal dengan alpha SMA akan menjadi penanda
yang spesifik untuk membedakan antara subpopulasi SMC yang berbeda. Dalam proses
vaskulogenesis VSMCs, peran dari Reversine diprakarsai oleh SHH dan WNT dalam
proses dediferensiasi. Peran Sonic Hedghehog (SHH) dalam proses dediferensiasi dan
pembentukan VSMCs telah diusulkan. Sebuah studi baru-baru ini mengamati bahwa ada
peningkatan progresif dalam pensinyalan SHH saat vaskulogenesis berlangsung, dan ini
perkembangan embrionik. Ini memainkan peran penting dalam proliferasi, migrasi, dan
diferensiasi sel progenitor VSMCs.(Kumar ME et al, 2014) Dalam penelitian oleh Kumar
Ini sekali lagi menggarisbawahi pentingnya pensinyalan WNT untuk prekursor pada garis
keturunan ASMC dan VSMC. Dalam SMC yang dibedakan, ekspresi Axin2 muncul
yang dibedakan versus progenitor. Wnt5a adalah salah satu gen yang diregulasi tertinggi
kultur primer fibroblas menyebabkan perubahan dramatis pada morfologi dan proliferasi
sel. Sel tidak hanya membesar dalam ukurannya hingga sembilan kali lipat dibandingkan
dengan sel kontrol. tetapi mereka juga meningkatkan daya rekatnya ke pelat kultur,
seperti yang dicatat selama pelepasan tripsin. Penanda fibroblast HSP47 semakin
VSMCs yang diinduksi oleh Reversine dalam garis keturunan.(Anastasia L et al, 2006)
6.3 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel CM yang
Ditandai dengan Ekspresi cTnT
meningkatkan plastisitas MSC dan jalur pensinyalan FGF setidaknya melalui partisipasi
reversine dengan 5-AC untuk induksi miogenesis dari MSC.(Soltani et al, 2016) Dalam
studi tersebut, kultur tidak langsung yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian
reversine plus 5-AC secara signifikan meningkatkan ekspresi jalur FGF, MAPK1 dan
FGFR1 dibandingkan dengan kultur tidak langsung tanpa molekul reversine. Soltani
melakukan evaluasi pada diferensiasi MSC menjadi sel kardiomiosit melalui penambahan
reversin dengan atau tanpa kultur bersama secara tidak langsung telah menunjukkan
bahwa penambahan medium reversin ke media kultur MSC diikuti oleh 5-AC
menghasilkan plastisitas dan akhirnya memicu proses dediferensiasi sel otot jantung.
Salah satu penanda keberhasilan proses diferensiasi sel otot jantung atau kardiomiosit
ditunjukkkan lewat tingkat ekspresi protein spesifik jantung seperti cTnT yang
terakumulasi pada inti sel, telah mendorong kelompok penelitian kami untuk
dengan medium kultur tanpa penambahan molekul reversine. Namun, harus ditekankan
bahwa, terkadang densitas sel yang tinggi acapkali menyebabkan hasil rendah palsu,
dengan tingkat ekspresi cTnT yang lebih rendah dibandingkan dengan fakta yang
seharusnya.(Cao F et al, 2014) Meskipun fungsi pasti dari reversine selama proses
meningkatkan pemrograman ulang sel dan menginduksi diferensiasi dari beberapa sel
yang sudah berdiferensiasi secara terminal. Selain itu, ditemukan bahwa molekul ini
mampu melakukan rediferensiasi sel dari jalur nuroektodermal atau mesodermal menjadi
tipe sel lain yang dikehendaki.(Cao F et al, 2014) Salah satu jalur yang mungkin diinduksi
MEK/ERK. Mitogen-activated protein kinases (MAPKs) terdiri dari tiga cabang utama
termasuk c-Jun N-terminal kinases (JNKs), p38 dan extracellular signal-regulated kinases
(ERKs). Jalur ini terbukti mengendalikan banyak proses seluler, seperti, metabolisme,
induk.(Kolch W, 2005)
6.4 Reversine Mampu Menginduksi Diferensiasi Sel DFAT menjadi Sel EC yang
Ditandai Dengan Ekspresi CD31
Secara teoritis, EC dapat diperoleh menggunakan proses diferensiasi dari jalur sel
mesenkimal dengan pemilihan fenotipe pada permukaan atau kultur sel in vitro (Van
Craenenbroeck et al, 2008). Proses diferensiasi menjadi sel EC dari jaringan adipose
sangat bergantung pada penanda permukaan yang digunakan. Selain itu, karena masih
ada perdebatan tentang penanda yang paling tepat untuk mendefinisikan sebuah EC,
ambiguitas tidak bisa dihindari. Di antara beragam penanda yang dikutip dalam uji coba
invitro, CD31 adalah yang paling sering digunakan untuk EC yang baru diisolasi. Kultur
perluasan jumlah sel, dan didasarkan pada adhesi sel ke substrat spesifik di tempat khusus.
media. Dengan menggunakan pendekatan in vitro ini, setidaknya dua jenis EC yang
berbeda dengan sifat angiogenik yang berbeda telah diidentifikasi: early EC (eECs) dan
Pada penelitian eksperimen dilakukan kultur sel endotel vaskular dan sel DFAT.
Ekspresi gen HGF, FGF-2, dan Ang1 dalam sel DFAT secara signifikan lebih tinggi pada
kultur bersama dengan sel endotel vaskular dibandingkan dengan kontrol. Ekspresi
beberapa gen faktor angiogenik termasuk HGF, FGF-2, Ang1, dan TGF-β dari sel DFAT
ditingkatkan dengan kultur langsung dan tidak langsung dengan sel endotel vaskular.
Kultur bersama dengan sel endotel tidak mempengaruhi ekspresi gen VEGF-A dalam sel
DFAT, menunjukkan ekspresi VEGF-A mungkin diatur secara ketat oleh rangsangan
spesifik seperti hipoksia. Di antara faktor angiogenik yang diekspresikan oleh sel DFAT,
VEGF-A, FGF-2 dan HGF diketahui berkontribusi terutama terhadap proliferasi dan
menunjukkan bahwa pembentukan tabung sel endotel dipromosikan tidak hanya oleh
kultur bersama langsung dengan sel DFAT tetapi juga dengan administrasi media sel
dikondisikan sel DFAT. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor angiogenik yang
6.5 Dosis Toksik Reversine Menginduksi Penghentian Siklus Sel dan Memicu
Apoptosis Sel DFAT
Rerversine dosis tinggi justru menurunkan ekspresi cTnT, alpha SMA, dan CD31 yang
menunjukkan kegagalan proses diferensiasi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Reversine
dapat memprovokasi penghentian siklus sel, akumulasi ROS dan disfungsi mitokondria
dalam sel DFAT yang memicu proses apoptosis.(Yu Guo et al, 2021)
kandungan DNA G2/M yang mengakibatkan penghentian siklus sel sebelum mitosis.
siklus sel fibroblas domba pada G2/M (dari 14,4 menjadi 39,1%) dan mendorong
pembentukan sel poliploid. Namun, banyak fibroblas yang diobati dengan reversine
berputar cepat melalui mitosis, keluar tanpa menyelesaikan sitokinesis dan oleh karena
itu terakumulasi sebagai sel berinti banyak.(Chen et al, 2007) Jadi, kami berspekulasi
bahwa penanda ekspresi sel-sel kardiomiosit ini terisi dengan DNA 4 N atau DNA 8 N
yang berinti banyak, yang memicu penghentian siklus sel pada fase G2 atau M. Untuk
mengkonfirmasi hipotesis ini, multinukleasi pada fibroblas yang diberikan reversine perlu
dideteksi lebih lanjut dengan analisis imunofluoresensi dan G-band. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 30% fibroblas memiliki sitokinesis abnormal setelah
pengobatan dosis 5 M reversine selama 4 hari dan menjadi sel berinti banyak, sedangkan
hampir semua sel mengalami kegagalan proses sitokinesis pada 10 M. Selain itu, Chen
juga mengkonfirmasi empat protein pengatur G2/M, Cyclin B1, Cyclin A2, Cdc2, dan
dan sel nekrosis secara signifikan meningkat pada konsentrasi tinggi reversine. Dan,
tingkat ROS intraseluler dan proporsi sel dengan ROS tinggi meningkat secara signifikan
setelah 48 jam pengobatan dengan reversine. Intensitas fluoresensi Rh123 juga berkurang
dengan cara yang bergantung pada dosis.(Yu Guo et al, 2021) Hilangnya mitochondrial
membrane potential (MMP) bergantung pada konsentrasi dari Reversine. Pun demikian
dengan ekspresi caspase 3, caspase 3 dan caspase 9 secara signifikan dipengaruhi oleh
menyebabkan apoptosis sel DFAT melalui jalur intrinsik yang dimediasi mitokondria,
yang telah menunjukkan efek serupa pada semua jenis sel mesenkimal.(Park YL, 2019)
Oleh karena itu, pemberian reversine dosis tinggi mampu mempromosikan apoptosis sel
Penelitian ini merupakan pilot study untuk mengetahui dosis optimal Reversin
dalam dediferensiasi sel DFAT, sehingga protokol penelitian belum teruji secara
komprehensif untuk dapat direplikasi dengan human error margin dan keajegan yang
belum diketahui. Oleh karena penelitian ini menggunakan subjek tunggal, maka tidak
didapatkan variasi subjek sehingga hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisasi pada
populasi umum.
BAB 7
7.1 Kesimpulan
peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa VSMCs
peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa CM yang
peningkatan plastisitas sel DFAT menjadi sel turunan kardiak berupa EC yang
7.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan dosis optimal dari reversine
dan pasase optimal untuk diferensiasi sel DFAT menjadi VSMCs, CM, dan EC dengan
jumlah sampel dan replikasi yang lebih besar, sebelum diaplikasikan dalam uji invivo.
Fisiologi sel dan variabilitas interindividu dan intraindividu dalam pengukuran perlu
DAFTAR PUSTAKA
Ayoubi, S., Sheikh, S. P., & Eskildsen, T. V. (2017). Human induced pluripotent
stemcell-derived vascular smooth muscle cells: Differentiation and therapeutic
potential. Cardiovascular Research, 113(11), 1282–1293.
https://doi.org/10.1093/cvr/cvx125
Brown, J. C., Shang, H., Li, Y., Yang, N., Patel, N., & Katz, A. J. (2017). Isolation of
Adipose-Derived Stromal Vascular Fraction Cells Using a Novel Point-of-Care
Device: Cell Characterization and Review of the Literature. Tissue Engineering -
Part C: Methods. https://doi.org/10.1089/ten.tec.2016.0377
Cao F, Nic L, Meng L, et al. Cardiomyocyte-like differentiation of hu- man bone marrow
mesenchymal stem cells after exposure to 5-azacytidine in vitro. J Geriatr Cardiol
2004; 37(2): 101–107.
Chagastelles, P. C., & Nardi, N. B. (2011). Biology of stem cells: An overview. Kidney
International Supplements. https://doi.org/10.1038/kisup.2011.15
Chen S, Takanashi S, Zhang Q, Xiong W, Zhu S, Peters EC, Ding S, Schultz PG.
Reversine increases the plasticity of lineage-committed mammalian cells. Proc Natl
Acad Sci U S A. 2007 Jun 19; 104(25):10482-7.
Doeppner, T. R., & Hermann, D. M. (2014). Stem cell-based treatments against stroke:
observations from human proof-of-concept studies and considerations regarding
clinical applicability. Frontiers in Cellular Neuroscience, 8(October), 357.
doi:10.3389/fncel.2014.00357.
Huang, Y., Huang, D., Weng, J. et al. Effect of reversine on cell cycle, apoptosis, and
activation of hepatic stellate cells. Mol Cell Biochem 423, 9–20 (2016).
https://doi.org/10.1007/s11010-016-2815-x
Ilic, D., & Polak, J. M. (2011). Stem cells in regenerative medicine: Introduction: British
Medical Bulletin. https://doi.org/10.1093/bmb/ldr012
Iyer, D., Gambardella, L., & Bernard, W. G. (2015). Robust derivation of epicardium and
its differentiated smooth muscle cell progeny from human pluripotent stem cells.
Development, 1528–1541.
Jumabay, M. (2015). Dedifferentiated fat cells: A cell source for regenerative medicine.
World Journal of Stem Cells. https://doi.org/10.4252/wjsc.v7.i10.1202
Jumabay, M., Abdmaulen, R., Ly, A., Cubberly, M. R., Shahmirian, L. J., Heydarkhan-
Hagvall, S., Dumesic, D. A., Yao, Y., & Boström, K. I. (2014). Pluripotent Stem
Cells Derived From Mouse and Human White Mature Adipocytes. STEM CELLS
Translational Medicine, 3(2), 161–171. https://doi.org/10.5966/sctm.2013-0107
Jumabay, M., Matsumoto, T., Yokoyama, S. ichiro, Kano, K., Kusumi, Y., Masuko, T.,
Mitsumata, M., Saito, S., Hirayama, A., Mugishima, H., & Fukuda, N. (2009).
Dedifferentiated fat cells convert to cardiomyocyte phenotype and repair infarcted
cardiac tissue in rats. Journal of Molecular and Cellular Cardiology, 47(5), 565–
575. https://doi.org/10.1016/j.yjmcc.2009.08.004
Kim, E. Y., Kim, W. K., Oh, K. J., Han, B. S., Lee, S. C., & Bae, K. H. (2015). Recent
advances in proteomic studies of adipose tissues and adipocytes. International
Journal of Molecular Sciences.
Kolch W. Coordinating ERK/MAPK signalling through scaffolds and inhibitors. Nat Rev
Mol Cell Biol 2005; 6: 827–837.
Kumar ME, Bogard PE, Espinoza FH et al. Defining a mesenchymal progenitor niche
at single-cell resolution. Science 2014;346:1258810–1258810.
Lu Y-C, Lee Y-R, Liao J-D, Lin C-Y, Chen Y-Y, Chen P-T, et al. (2016) Reversine
Induced Multinucleated Cells, Cell Apoptosis and Autophagy in Human Non-Small
Cell Lung Cancer Cells. PLoS ONE 11(7): e0158587.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0158587
Matsumoto, T., Kano, K., Kondo, D., Fukuda, N., Iribe, Y., Tanaka, N., Matsubara, Y.,
Sakuma, T., Satomi, A., Otaki, M., Ryu, J., & Mugishima, H. (2008). Mature
adipocyte-derived dedifferentiated fat cells exhibit multilineage potential. Journal
of Cellular Physiology, 215(1), 210–222. https://doi.org/10.1002/jcp.21304
Menasché, P., Hagège, A. A., Vilquin, J. T., Desnos, M., Abergel, E., Pouzet, B., Bel, A.,
Sarateanu, S., Scorsin, M., Schwartz, K., Bruneval, P., Benbunan, M., Marolleau, J.
P., & Duboc, D. (2003). Autologous skeletal myoblast transplantation for severe
postinfarction left ventricular dysfunction. Journal of the American College of
Cardiology, 41(7), 1078–1083. https://doi.org/10.1016/S0735-1097(03)00092-5
Menasché, P., Hagège, A. A., Vilquin, J. T., Desnos, M., Abergel, E., Pouzet, B., Bel, A.,
Sarateanu, S., Scorsin, M., Schwartz, K., Bruneval, P., Benbunan, M., Marolleau, J.
P., & Duboc, D. (2003). Autologous skeletal myoblast transplantation for severe
postinfarction left ventricular dysfunction. Journal of the American College of
Cardiology, 41(7), 1078–1083. https://doi.org/10.1016/S0735-1097(03)00092-5
Metz, R. P., Patterson, J. L., & Wilson, E. (2012). Vascular smooth muscle cells:
isolation, culture, and characterization. Methods Molecullar Biology, 169-176.
Miana, V. V., & Prieto González, E. A. (2018). Adipose tissue stem cells in regenerative
medicine. Ecancermedicalscience. https://doi.org/10.3332/ecancer.2018.822
Murata, D., Yamasaki, A., Matsuzaki, S., Sunaga, T., Fujiki, M., Tokunaga, S., &
Misumi, K. (2016). Characteristics and multipotency of equine dedifferentiated fat
cells. Journal of Equine Science, 27(2), 57–65. https://doi.org/10.1294/jes.27.57
Park YL, et al. Reversine induces cell cycle arrest and apoptosis via upregulation of the
Fas and DR5 signaling pathways in human colorectal cancer cells. Int. J. Oncol.
2019;54:1875–1883. doi: 10.3892/ijo.2019.4746.
Perreira M, Jiang JK, Klutz AM, Gao ZG, Shainberg A, Lu C, Thomas CJ, Jacobson KA.
"Reversine" and its 2-substituted adenine derivatives as potent and selective A3
adenosine receptor antagonists. J Med Chem. 2005 Jul 28;48(15):4910-8. doi:
10.1021/jm050221l. PMID: 16033270; PMCID: PMC3474371.
Pipes GC, Creemers EE, Olson EN. The myocardin family of transcriptional coactivators:
versatile regulators of cell growth, migration, and myogenesis. Genes Dev. 2006 Jun
15; 20(12):1545-56.
Saler, M., Caliogna, L., Botta, L., Benazzo, F., Riva, F., & Gastaldi, G. (2017). hASC and
DFAT, multipotent stem cells for regenerative medicine: A comparison of their
potential differentiation in vitro. International Journal of Molecular Sciences.
https://doi.org/10.3390/ijms18122699
Santaguida S, Tighe A, D'Alise AM, Taylor SS, Musacchio A. Dissecting the role of
MPS1 in chromosome biorientation and the spindle checkpoint through the small
molecule inhibitor reversine. J Cell Biol. 2010 Jul 12;190(1):73-87. doi:
10.1083/jcb.201001036. PMID: 20624901; PMCID: PMC2911657.
Shah, M., George, R. L., Evancho-Chapman, M. M., & Zhang, G. (2016). Current
challenges in dedifferentiated fat cells research. Organogenesis.
https://doi.org/10.1080/15476278.2016.1197461
Soltani, Leila; Rahmani, Hamid Reza; Daliri Joupari, Morteza; Ghaneialvar, Hori;
Mahdavi, Amir Hossein; Shamsara, Mehdi (2016). Ovine fetal mesenchymal stem
cell differentiation to cardiomyocytes, effects of co-culture, role of small molecules;
reversine and 5-azacytidine. Cell Biochemistry and Function, 34(4), 250–261.
doi:10.1002/cbf.3187
Soltani L, Rahmani HR, Daliri Joupari M, Ghaneialvar H, Mahdavi AH, Shamsara M.
Effects of Different Concentrations of Reversine on Plasticity of Mesenchymal Stem
Cells. Indian J Clin Biochem. 2020 Apr;35(2):188-196. doi: 10.1007/s12291-018-
0800-8.
Sugihara, H., Yonemitsu, N., Miyabara, S., & Yun, K. (1986). Primary cultures of
unilocular fat cells: Characteristics of growth in vitro and changes in differentiation
properties. Differentiation. https://doi.org/10.1111/j.1432-0436.1986.tb00381.x
Wanjare, M., Kuo, F., & Gerecht, S. (2013). Derivation and maturation of synthetic and
contractile vascular smooth muscle cells from human pluripotent stem cells.
Cardiovascular Research, 97(2), 321–330. https://doi.org/10.1093/cvr/cvs315
Watanabe, H., Goto, S., Kato, R. et al. The neovascularization effect of dedifferentiated
fat cells. Sci Rep 10, 9211 (2020). https://doi.org/10.1038/s41598-020-66135-1
Wei, S., Duarte, M. S., Zan, L., Du, M., Jiang, Z., & Guan, L. (2012). Cellular and
molecular implications of mature adipocyte dedifferentiation . J Genomics, 5-12
Wollert, K. C., & Drexler, H. (2010). Cell therapy for the treatment of coronary heart
disease: A critical appraisal. Nature Reviews Cardiology.
https://doi.org/10.1038/nrcardio.2010.1
Xu, Q. (2006). The impact of progenitor cells in atherosclerosis. Nature Clinical Practice
Cardiovascular Medicine. https://doi.org/10.1038/ncpcardio0396
Yagi, K., Kondo, D., Okazaki, Y., & Kano, K. (2004). A novel preadipocyte cell line
established from mouse adult mature adipocytes. Biochemical and Biophysical
Research Communications. https://doi.org/10.1016/j.bbrc.2004.07.055
Zuk, P. A., Zhu, M., Mizuno, H., Huang, J., Futrell, J. W., Katz, A. J., … Hedrick, M. H.
(2001). Multilineage cells from human adipose tissue: Implications for cell-based
therapies. In Tissue Engineering. https://doi.org/10.1089/107632701300062859
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat/Telepon :
Setelah memahami informasi dan penjelasan tentang penelitian ini, dengan catatan
sewaktu-waktu anda berhak memutuskan mencabut surat persetujuan ini.
Surabaya,
(……….……….……….) (……….……….……….)
(……….……….……….) (……….……….……….)
G. Jaminan kerahasiaan
Semua data yang terkait subyek maupun hasil penelitian akan disimpan dalam
perangkat lunak ber-enkripsi dan berkata sandi. Hanya peneliti yang dapat
mengakses data-data tersebut.
H. Hak untuk menolak menjadi subyek penelitian
Oleh karena sampel penelitian adalah jaringan lemak yang sudah tersimpan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell, dari penelitian sebelumnya,
maka poin ini bersifat nihil.
I. Partisipasi berdasarkan kesukarelaan dan hak untuk mengundurkan diri
Oleh karena sampel penelitian adalah jaringan lemak yang sudah tersimpan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell, dari penelitian sebelumnya,
maka poin ini bersifat nihil.
J. Subyek dapat dikeluarkan dari penelitian
Penelitian ini menggunakan subyek tunggal sehingga poin ini nihil.
K. Hal-hal lain yang perlu diketahui
Tidak ada
L. Ganti rugi/kompensasi subyek penelitian
Oleh karena sampel penelitian adalah jaringan lemak yang sudah tersimpan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell, dari penelitian sebelumnya,
maka subyek penelitian tidak menerima ganti rugi maupun kompensasi
Surabaya,
(……….……….……….) (……….……….……….)
Saksi I Saksi II
Pihak Subjek Penelitian Pihak Peneliti
(……….……….……….) (……….……….……….)