Anda di halaman 1dari 18

Mata kuliah :

Dosen Pembimbing : Bd. Maswati Madjid.,STr.Keb,MM.,M.Kes

TUGAS

Oleh :

NAMA : SARNI EKASYAH PITRI

NIM : Pbd21.067

KELAS : A ( Ajeng )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU

KENDARI TAHUN AJARAN 2022/2023


A. Pengertian BBLR

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang saat

dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa gestasi.

(Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO) semua bayi

yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth

Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi prematur atau

bayi tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi prematur, bisa

juga terjadi pada bayi cukup bulan yang mengalami proses hambatan dalam

pertumbuhannya selama kehamilan (Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).

Berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin dari lubchenko, maka

kebanyakan bayi prematur akan dilahirkan dengan berat badan yang

rendah (BBLR), BBLR dibedakan atas berat lahir sangat rendah

(BLSR), yaitu bila berat bayi lahir < 1.500 gram, dan berat lahir amat

sangat rendah (BLASR), yaitu bila berat bayi lahir < 1.000 gram

(Yushananta, 2001). Menurut Manuaba (1998), bayi dengan BBLR

dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Prematuritas Murni

Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu

dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk

masa kehamilan atau disebut neonatus kurang bulan – sesuai masa

kehamilan (NKB-SMK). Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh

yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan

lingkungan hidup diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu

lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta

mencegah kekurangan vitamin dan zat besi .


Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi

hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan

belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan

permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas

harus dirawat didalam inkubator sehingga panas badannya

mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka

suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 0c dan untuk bayi

dengan berat badan 2 - 2,5 kg adalah 33 - 34 0c. Bila inkubator

tidak ada, bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya

ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat di

pertahankan.

Alat pencemaan bayi prematur masih belum sempurna.

Lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan

kebutuhan protein 3 - 5 gr/Kg BB dan kalori 110 Kal/Kg BB sehingga

pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah

lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih

lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi

frekuensiyang lebih sering. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling

utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan. Bila kurang, maka ASI dapat

diperas dan diminumkan perlahan-lahan

atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan

sekitar 50 - 60 cc/Kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200

cc/Kg BB/hari.

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya

tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih

kurang dan pembentukan antibodi belum sempuma. Oleh karena

itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan sehingga

tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR). Dengan demikian


perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan

terisolasi dengan baik.

b. Dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam

preterm, term, dan post term.

Karakteristik BBLR

Menurut Manuaba (1998), karakteristik BBLR adalah sebagai

berikut :

a. Berat kurang dari 2.500gram

b. Panjang badan kurang dari 45cm

c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.

d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

e. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

f. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak

g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang,

otot hipotonik-lemah

h. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas, pernafasan

sekitar 40 - 50 kali per menit

i. Kepala tidak mampu tegak

j. Frekuensi nadi 100 - 140 kali per menit.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan BBLR

Menurut Depkes (1993) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

terjadinya BBLR, yaitu:


1. Factor Ibu

- Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan

misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,

diabetes mellitus, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.

- Umur

Ibu Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20

tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.

Kejadian terendah adalah pada usia antara 26 - 35 tahun.

- Keadaan social ekonomi

Keadaan sosial ekonomi sangat berperan terhadap timbulnya

prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan

sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi

yang kurang baik (khususnya anemia) dan pelaksanaan

antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas

pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah.

Temyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang

lahir dari perkawinan yang sah.

- Sebab lain

Ibu perokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat

narkotik.

2. Factor janin

Faktor janin yang berpengaruh terhadap kejadian berat badan

lahir rendah (BBLR) seperti kelainan konginital, kelainan

kromosom dan infeksi. Faktor janin merupakan salah satu faktor

yang mendorong terjadinya berat badan lahir rendah (BBLR),

seperti hidramnion, kehamilan ganda umumnya akan

mengakibatkab BBLR.
3. Factor lingkungan

Lingkungan juga mempengaruhi untuk menjadi resiko untuk

melahirkan BBLR. Faktor lingkungan yaitu bila ibu bertempat di

dataran tinggi seperti pegunungan. Hal tersebut menyebabkan

rendahnya kadar oksigen sehingga suplai oksigen terhadap janin

menjadi terganggu. Ibu yang tempat tinggalnya di dataran tinggi

beresiko untuk mengalami hipoksia janin yang menyebabkan

asfiksia neonatorium. Kondsisi tersebut dapat berpengaruh

terhadap janin oleh karena gangguan oksigenasi atau kadar

oksigen udara lebih rendah dan dapat menyebabkan lahirnya bayi

BBLR. Radiasi dan paparan zat-zat racun juga berpengaruh,

kondisi tersebut dikhawatirkan terjadi maturasi gen sehingga

dapat menimbulkan kelainan congenital pada janin.

Komplikasi pada bayi BBLR

Komplikasi yang terjadi pada bayi BBLR adalah :

a.Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempuma

b.Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belurn sempurna

c.Perdarahan intraventrikuler: perdarahan spontan di ventrikel otak

lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang

dapat menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah

sistemik.

Masalah-masalah pada bayi BBLR

Masalah-masalah yang muncul pada bati BBLR adalah :

a. Suhu tubuh

- Pusat pengatur panas badan belum sempurna


- Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya

bertambah

- Otot bayi masih lemah

- Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat

kehilangan panas badan

- Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi

dengan BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak

kehilangan panas badan dan dapat diperhatikan sekitar 30 0c

sampai 37 0c.

b. Pernafasan

- Pusat pengatur pernafasan belum sempurna

- Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga

perkembangannya tidak sempurna

- Otot pernafasan dan tulang iga lemah

- Dapat disertai penyakit-penyakit : penyakit hialin membran,

mudah infeksi paru-paru, gagal pernafasan.

c. Alat percenaan makanan

- Belum berfungsi sempurna, sehingga penyerapan makanan

kurang baik

- Aktivitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna

sehingga pengosongan lambung berkurang

- Mudah terjadinya regurtasi isi lambung dan dapat

menimbulkan aspirasi pneumonia

- Hepar yang belum matang (immatur)

Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga

mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai keroikterus


- Ginjal masih belum matang

Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air

masih belum sempurna sehingga mudah terjadi edema.

d. Perdarahan dalam otak

- Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah

pecah

- Sering mengalami gangguan pernafasan sehingga

memudahkan terjadi perdarahan dalam otak.

- Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan dapat

menyebabkan kematian

- Pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga

memudahkan terjadi perdarahan dan nekrosis.

Penatalaksanaan pada BBLR

1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi

Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas badan

dan menjadi hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas badan belum

berfungsi secara baik dan optimal, metabolismenya masih rendah, dan

permukaan badannya yang sangat relatif luas. Maka, bayi harus di rawat

pasa suatu alat di dalam inkubator sehingga mendapatkan kehangatan atau

panas badan sesuai suhu dalam rahim. Inkubator terlebih dahulu

dihangatkan, sampai sekitar29,40C untuk bayi dengan berat badan sebesar

1,7 kg dan suhu sebesar 32,20C untuk bayi yang memiliki berat badan lebih

kecil. Bila tidak memiliki alat atau tidak terdapat inkubator, bayi dapat

dibungkus menggunakan kain dan pada sisi samping dapat diletakkan botol

ysng diisi dengan air hangat. Selain itu, terdapat metode kanguru yang dapat

dilakukan dengan cara menempatkan atau menempelkan bayi secara

langsung di atas dada ibu.

2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi


Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu

menentukan pilihan susu yang sesuai, tata cara pemberian dan pemberan

jadwal yang cocok dengan kebutuhan bayi dengan BBLR. ASI (Air Susu

Ibu) merupakan pilihan utama apabila bayi masih mampu mengisap. Tetapi,

jika bayi tidak mampu untuk mengisap maka dapat dilakukan dengan cara

ASI dapat diperas terlebih dahulu lalu diberikan kepada bayi dengan

menggunakan sendok atau dapat dengan cara memasang sonde ke lambung

secara langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan tidak ada,

khusus pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu formula yang

komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula khusus

untuk bayi BBLR (Hartini, 2017).

3. Pencegahan Infeksi

Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil ataupun

sedikit. Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan sering terkena infeksi.

Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari tingkah laku, seperti

memiliki rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh yang relatif

meningkat, frekuensi pernapasan cenderung akan meningkat, terdapat

muntah, diare, dan berat badan mendadak akan semakin turun.

Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR

dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak dengan

penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus

dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung,

kulit, tindakan asepsis dan antisepsis alat- alat yang digunakan, rasio perawat

pasien ideal, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya

asfiksia dan pemberian antibotik yang tepat (Kusparlina, 2016).

4. Hidrasi

Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kekurangan

cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk


menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk kebutuhan

tubuh.

5. Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR.

Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan

sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen pada bayi BLR dapat menimbulkan

ekspansi paru akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli.

Konsentrasi oksigen yang dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35%

dengan menggunakan head box. Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi

dalam waktu yang panjang akan dapat menyebabkan kerusakan pada

jaringan retina. Oksigen dapat dilakukan melalui tudung kepala, dapat

menimbulkan kebutaan pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

Sebisa mungkin lakukan dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat

dilakukan dengan pemberian alat CPAP (ContinousPositive Airway

Pressure) atau dengan pipa endotrakeal untuk pemberian konsentrasi oksigen

yang cukup aman dan relatif stabil.

6. Pengawasan Jalan Nafas

Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu terhambatnya

jalan nafas. Jalan nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan

akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR susah dalam beradaptasi apabila

terjadi asfiksia selama proses kelahiran sehingga menyebabkan kondisi pada

saat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko mengalami

serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh

oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam

kondisi seperti ini diperlukan tindakan pemberian jalan nafas segera setelah

lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi yang miring, merangsang

pernapasan dengan cara menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini

dapat gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan


pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah untuk

terjadinya aspirasi. Tindakan ini dapat dicegah untuk mengatasi asfiksia

sehingga dapat memperkecil kejadian kematian bayi BBLR (Proverawati,

2010.

B. Pengertian Hipotermi pada bayi BBLR

Hipotermi adalah turunmya suhu tubuh bayi dibawah 30. Hipotermi adalah

pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi

kemampuan tubuh untuk memproduksi panas. (Patricia A. 2005). Hipotermi

adalah suhu rektal bayi dibawah 350C. (Hellen, 1999). Hipotermi pada BBL

adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres)

yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32- 36ºC, dan

hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC.

Perawatan BBLR Hipotermi

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilian klinis untuk mencapai luaran (outcome)

yang diharapkan. Standar intervensi keperawatan Indonesia menggunakan sistem

klasifikasi yang sama dengan klasifikasi SDKI yang terdiri dari 5 kategori dan 14

subkategori. Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek – aspek yang dapat

diobeservasi dan diukur meliputi kondidi, prilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga dan

komitas sebagai respon terahdap intervensi keperawatan. Luaran keperawatan

menunjuukan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi keperawatan.

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

Penatalaksana Hipotermi
a. Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :

1. Prinsip penanganan hipotermia adalah penstabilan suhu tubuh dengan

menggunakan selimut hangat (tapi hanya pada bagian dada, untuk mencegah

turunnya tekanan darah secara mendadak) atau menempatkan pasien di

ruangan yang hangat. Berikan juga minuman hangat(kalau pasien dalam

kondisi sadar).

2. Penanganan Hipotermi dengan pemberian panas yang mendadak, berbahaya

karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C

tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso,

F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan

dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila

tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner

Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk

tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan

menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur

suhu yang dibutuhkan secara manual).

b. Pencegahan Hipotermia Pada Bayi:

1. Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan topi.

Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan observasi maupun

pengobatan, maka bayi ditempatkan dibawah cahaya penghangat.Untuk

mencegah hipotermia, semua bayi yang baru lahir harus tetap berada

dalamkeadaan hangat.

2. Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari hilangnya


panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus dengan selimut dan diberi

penutup kepala.

3. Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan popok dan

tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi menjadi hangat karena

terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa

ditambahkan selimut.

4. Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika atau

dihangatkan diatas tungku.

5. Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt yang diletakkan

pada jarak setengah meter diatas bayi

6. Terapi yang bisa diberikan untuk bayi dengan kondisi hipotermia, yaitu jalan

nafas harus tetap terjaga juga ketersediaan oksigen yang cukup.

7. Komplikasi berkelanjutan dari Hipotermi

a. HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan

metabolisme anaerob.

b. Kebutuhan oksigen yang meningkat.

c. Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.

d. Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal

yang menyertai hipotermi berat.

e. Shock.

f. Apnea.

g. Perdarahan Intra Ventricular.

h. Kedinginan yang terlalu lama dapat menyebabkan tubuh beku, pembuluh


darah dapat mengerut dan memutus aliran darah ke telinga, hidung, jari

dan kaki. Dalam kondisi yang parah mungkin korban menderita ganggren

(kemuyuh) dan perlu diamputasi. Hipotermia bisa menyebabkan terjadinya

pembengkakan di seluruubuh (Edema Generalisata), menghilangnya reflex

tubuh (areflexia), koma, hingga menghilangnya reaksi pupil mata. Disebut

hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh

pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading

termometer) sampai 250C. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia

dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

C. Hipoglikemia

Hipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar gula darah atau kondisi

ketidaknormalan kadar glukosa serum yang rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan

sebagai kadar glukosa di  bawah 40 mg/dL setelah kelahiran berlaku untuk seluruh bayi

baru lahir atau pembacaan strip reagen oxidasi glukosa di bawah 45 mg/dL yang

dikonfirmasi dengan uji glukose darah. Kondisi Hipoglikemi ini lebih berbahaya

daripada Hiperglikemi (kebalikan dari Hipo, kadar gula darahnya diatas normal). Saat

Hipoglikemi oksigen yang sampai ke otak bisa sangat kurang.

Kekurangan oksigen di otak, fatalnya, bisa menyebabkan “Koma”. Selain itu keadaan

minim oksigen ini kalau sering terjadi bisa menimbulkan menurunnya daya ingat

bahkan menjadi “Idiot”.

 Hipoglikemia bisa disebabkan oleh: Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas;

Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita
diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya; kelainan pada kelenjar hipofisa atau

kelenjar adrenal. Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat

menimbulkan kejang yang  berakibat terjadinya hipoksia otak. Bila tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan kerusakan  pada susunan saraf pusat bahkan sampai

kematian. Dalam keadaan normal, tubuh mempertaankan kadar gula darah antara 70-

110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar

gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang terlalu rendah memnyebabkan

berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Otak merupakan organ yang

sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber

energi otak yang utama. Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang

rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepas

epinefrin (adrenalin). Hal ini akan merangsang hati untuk melepaskan gula agar

kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya menurun, maka akan terjadi

gangguan fungsi otak.

D. Kejang Pada Neonatus


Kejang merupakan keadaan darurat atau tanda bahaya yang sering terjadi pada

neonatus karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi

kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari. Selain itu

kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari satu masalah atau lebih dan memiliki efek

jangka panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan gangguan daya ingat.

Aktivitas kejang yang terjadi pada waktu diferensiasi neuron, mielinisasi, dan proliferasi glia

pada neonatus dianggap sebagai penyebab kerusakan otak. kejang berulang akan

menyebabkan berkurangnya oksigenasi, ventilasi, dan nutrisi di otak. Kejang pada neonatus

secara klinis dapat diartikan sebagai perubahan paroksimal dari fungsi neurologik seperti

perubahan perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem saraf yang terjadi pada

bayi berumur sampai dengan 28 hari Angka kejadian kejang neonatus yang sebenarnya tidak

diketahui secara pasti karena sulitnya mengelai tanda bangkitan kejang pada neonatus.

gambaran klinis kejang sangat bervariasi bahkan sangat sulit membedakan gerakan normal

bayi itu sendiri.

Penatalaksanaan Kejang pada Neonatus

Beberapa neonatologis berpendapat bahwa Kejang mulai diterapi • jika telah

mengalami kejang > 3 kali dalam satu jam, atau kejang tunggal yang berlangsung

> 3 menit.

Manajemen awal

Pengawasan jalan napas agar tetap terbuka, pemberian oksigen

• pasang jalur infus IV beri cairan dosis rumatan

• koreksi hipoglikemia
• Injeksi fenobarbital 20 mg/kg IV diberikan pelan selama 5 menit

• atau dosis 20 mg/kg tunggal I.M atau ditingkatkan 10-15% dibanding IV

Fenobarbital 10mg/kgBB IV atau IM

Fenobarbital 10 mg/kgBB IV atau IM (dosis max 40 mg/kgBB/hari)

Injeksi fenobarbital 20mg/kg diberikan pelan selama 5-10 menit atau dosis

20mg/kg tunggal I.M atau ditingkatkan 10-15% dibanding IV

Dosis rumat 3-5mg/BB :

Masih kejang 2 dosis

Fenobarbital 10mg/kgBB IV atau IM

Masih kejang

Fenobarbital 10mg/kgBB IV atau IM (dosis max 40mg/kgBB/hr

Masih kejang

Inj. Fenitoin 20mg/kgBB IV

Oplos dalam 15ml NaCl fisiologis

Kecepatan 0,5ml/menit selama 30 menit,

Denyut jantung harus dimonitor (efek samping

hipotensi,bradikardi,anitmia).

Anda mungkin juga menyukai