Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS BIDANG ILMU PERIODONSIA

REQUIREMENT:

KURETASE

NAMA DPJP:
drg. Pratiwi Nur Widyaningsih, M Biomed

NAMA MAHASISWA/NIM:
Rina Muji Rahayu/ G4B020032

Komponen Pembelajaran
Resume Diskusi
Daring

Nilai

Tanda Tangan
DPJP

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. PEMERIKSAAN JARINGAN PERIODONTAL


Jaringan periodontal merupakan suatu jaringan pendukung gigi yang
terdiri dari atas gingiva yang melapisi permukaan luar akar gigi, ligamen
periodontal, sementum dan tulang alveolar. Jaringan periodonsium memiliki
fungsi untuk mempertahankan gigi pada tempatnya dan sebagai tempat
tertanamnya gigi (Jain dkk, 2017).

Gambar 1. Struktur Jaringan Periodontal

Fungsi lain dari jaringan periodonsium, yaitu memelihara perkembangan


gigi serta jaringan di sekitarnya, mempertahankan daerah jaringan gingiva pada
gigi. Jika kerusakan terjadi pada jaringan periodonsium, maka dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi tersebut. Apabila terjadi kerusakan
dari ringan hingga bera. Kerusakan yang paling ringan dan terjadi pada gingiva
disebut gingivitis, sedangkan kerusakan jaringan periodonsium yang berat
disebut periodontitis (Jain dkk, 2017). Pemeriksaan jaringan periodontal dapat
diselesaikan dalam 2 kunjungan. Pada kunjungan pertama dilakukan beberapa
pemeriksaan pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif yang dapat
membantu penegakan diagnosa (Widyastuti, 2009). Pemeriksaan subjektif
meliputi:

2
1. Pemeriksaan Subjektif

Pada pemeriksaan subjektif harus dilakukan anamnesa secara menyeluruh.


Anamnesa secara menyeluruh meliputi evaluasi status mental, riwayat penyakit
sistemik, riwayat dental, dan riwayat keluarga.

2. Pemeriksaan objektif

Pada pemeriksaan objektif yang dilakukan meliputi: rongga mulut secara


keselurahan terdiri dari kebersihan rongga mulut seperti kebersihan dari plak,
debris, kalkulus, gigi geligi dan pemeriksaan jaringan periodontal. Menurut Fedi
dkk. (2015), dan American Dental Asisstans Association (2015), pemeriksaan
periodontal terdiri dari:

a. Pemeriksaan plak dan kalkulus

Pemeriksaan plak dan kalkulus dapat dilakukan dengan cara O’Leary


plaque score, The Plaque Index dari Silness & Loe, Oral Hygiene Index
dan Oral Hygiene Index Simplified (Putri dkk., 2010).

1) Pemeriksaaan OHI

Oral hygiene Indeks (OHI) merupakan gabungan dari indeks debris


dan indeks kalkulus, masing-masing didasarkan pada 12 angka
pemeriksaan skor debris atau kalkulus pada permukaan bukal dan
lingual dari 3 segmen dalam tiap rahang, yaitu (Putri dkk., 2010).
a) Segmen pertama, mulai dari distal caninus sampai molar
ketiga rahang kanan atas

b) Segmen kedua, diantara distal caninus kanan dan kiri

c) Segmen ketiga, dimulai dari distal caninus sampai molar


ketiga kiri

3
Gambar 2. Segmen gigi saat pemeriksaan OHI

Rahang atas dan rahang bawah masing-masing dibagi menjadi 3 segmen.


Pemberian skor debris dan kalkulus pada setiap segmen didasarkan pada
permukaan bukal dan lingual yang paling banyak tertutup debris atau
kalkulus, sehingga skor bukal dan lingual tidak harus diambil dari gigi
yang sama. Pemberian skor juga diambil dari gigi permanen yang sudah
erupsi penuh. OHI mengukur debris dan kalkulus yang menutupi
permukaan gigi dan terdiri dari dua komponen yaitu indeks debris dan
indeks kalkulus yang masing masing memiliki rentangan skor 0-3 dan
nantinya akan dijumlahkan.

No. Kriteria Skor


1. - Tidak ada debris 0

- Tidak ada pewarnaan ekstrinsik


2. - Debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas < 1
1/3 permukaan

- Tidak adaa debris lunak akan tetapi ada pewarnaan


ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian
atau seluruhnya
3. Debris lunak yang menutupi permukaan gigi >1/3 gigi 2
namun <2/3 permukaan gigi
4. Debris menutupi >2/3 permukaan gigi atau seluruh 3
permukaan gigi

4
Menghitung debris indeks (DI)

No. Kriteria Skor


1. Tidak terdapat kalkulus 0
2. Kalkulus supragingiva pada 1/3 permukaan gigi 1
3. Kalkulus supragingiva > 1/3 permukaan gigi 2
atau terdapat titik kalkulus subgingiva pada
servikal gigi
4. Kalkulus supragingiva >2/3 permukaan gigi atau 3
terdapat kalkulus subgingiva disepanjang
servikal gigi

Menghitung calculus indeks (CI)

Skor OHI = DI+CI

Kategori penilaian dari OHI:


0 – 2,4 : Baik
2,5 – 6 : Sedang
6,1 – 12 : Buruk

2) Pemeriksaan OHI-S

OHIS ini adalah indeks yang digunakan untuk mengukur


permukaan gigi yang tertutup debris dan kalkulus. Indeks OHI-S

5
menggunakan gigi indeks dalam perhitungannya. Green & Vermillion
(1964) menentukan enam permukaan gigi pilihan yang dapat mewakili
semua segmen anterior dan posterior mulut berdasarkan pemeriksaan
yang dilakukan pada seluruh mulut. Keenam gigi yang diperiksa pada
OHI-S adalah permukaan fasial atau bukal dari gigi 6 1 6 dan permukaan
lingual dari gigi 6 1 6 (Putri dkk., 2010).
Tiap permukaan gigi dibagi secara horizontal menjadi tiga
bagian: 1/3 gingival, 1/3 bagian tengah dan 1/3 incisal. Untuk
pemeriksaan DI-S (debris indeks) dan CI-S digunakan sonde yang
diletakkan pada 1/3 incisal dan digerakkan ke 1/3 gingival sesuai dengan
kriteria bila (Nield gehrig, 2013).

0 = tidak ada debris/tidak ada kalkulus

1 =debris lunak/kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3


permukaan gigi

2 =debris lunak/kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3


permukaan, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 =debris lunak/kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3


permukaan gigi.

Skor dari debris indeks/kalkulus per orang diperoleh dengan cara


menjumlahkan skor debris/ kalkulus tiap permukaan gigi dan dibagi
oleh jumlah dari permukaan gigi yang diperiksa (Daliemunthe, 2009)
Kriteria OHI-S adalah dibagi menjadi baik, sedang dan buruk.
baik : 0-1,2 ;
sedang : 1,3-3 ;
buruk : 3,1-6.
Penilaian debris dan kalkulus dilakukan pada gigi-geligi yang yang
telah ditentukan, yaitu:
a) Gigi 16 dilakukan penilaian pada permukaan bukal
b) Gigi 11 dilakukan penilaian pada permukaan labial
c) Gigi 26 dilakukan penilaian pada permukaan bukal
6
d) Gigi 36 dilakukan penilaian pada permukaan lingual
e) Gigi 31 dilakukan penilaian pada permukaan labial
f) Gigi 46 dilakukan penilaian pada permukaan lingual
Penilaian tidak dilakukan pada gigi yang partial eruption, gigi yang
menggunakan crown, dan gigi yang berkurang akibat adanya karies.
Penilaian pada gigi yang telah ditentukan dapat diganti dengan gigi lain
apabila gigi tersebut hilang, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Molar 1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian
dilakukan pada Molar 2 rahang atas atau rahang bawah.

b) Molar 1 dan Molar 2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,
penilaian dilakukan pada Molar 3 rahang atas atau rahang bawah.

c) Molar 1 Molar 2 Molar 3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,
segmen tidak dihitung.

d) Insisivus 1 kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada Insisivus


1 kiri atas.

e) Insisivus 1 kanan atau kiri atas tidak ada, segmen tidak dihitung.

f) Insisivus 1 kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada Insisivus


1 kanan bawah.

g) Insisivus 1 kiri atau kanan bawah tidak ada, segmen tidak dihitung.

h) Apabila terdapat kasus diantara keenam gigi indeks yang


seharusnya diperiksa tidak ada, maka penilaian debris indeks dan
kalkulus indeks masih dapat dihitung apabila terdapat dua gigi
indeks yang dapat dinilai.

3) Pemeriksaan O’Leary

Pemeriksaan O’leary merupakan perhitungan yang dilakukan


menggunakan disclosing agent yang diaplikasikan menggunakan
microbrush kemudian pasien diminta untuk meratakanya ke seluruh
permukaan gigi geligi kemudian permukaan yang tewarnai dihitung.
Perhitungan dilakukan pada seluruh permukaan gigi yang telah dibagi
7
menjadi 4 permukaan yaitu mesial, bukal, distal, dan lingual, dimana
skor 0 artinya tidak terwarnai dan skor 1 artinya terwarni. Jumlah
permukaan yang terwarnai nantinya akan dibagi dengan jumlah
permukaan yang diperiksa kemudian dikali dengan 100%. Hasilnya
akan dikelompokkan ke dalam kategori sangat baik 0-20%, baik 21-
40%, rendah 41-60%, buruk >60% (Odell, 2017).
4) Community Periodontal Index of Treatment Need (CPITN)

5) Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) merupakan


index resmi yang digunakan oleh WHO untuk memeriksa kesehatan
jaringan periodontal serta kebutuhan perawatan yang akan dilakukan
untuk menanganinya. Pemeriksaan dilakukan menggunakan probe
WHO (Reddy, 2011). Menurut Katz (2000), metode pemeriksaan
Community Periodontal Index of Treatment Need (CPITN) sebagai
berikut:

a) Gigi dibagi menjadi 6 sektan dan merupakan gigi permanen yaitu


gigi 17-14, 13-23, 24-27, 37-34, 33-43, 44-47.

b) Nilai tertinggi pada tiap sektan diidentifikasi setelah memeriksa


seluruh gigi.

c) Sebuah sektan diperiksa jika terdapat dua atau lebih gigi fungsional
dan tidak indikasi ekstraksi.

d) Jika hanya terdapat satu gigi yang tersisa pada suatu sektan, maka
gigi tersebut dimasukkan ke dalam sektan yang berdekatan.

e) Nilai yang ditulis melalui pemeriksaan dari indeks gigi spesifik.

Pemeriksaan CPITN hanya meggunakan beberapa gigi sebagai gigi


indeks dalam pemeriksaan. (menyebutkan gigi indeks yang digunakan
dalam pemeriksaan yaitu: gigi 17, 16, 11, 26, 27, 47, 46, 31, 36, 37
(Katz, dkk., 2000). Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
mengenai gigi indeks CPITN yaitu:

8
a) Jika salah satu gigi molar dari gigi indeks tidak ada, tidak perlu
dilakukan penggantian gigi tersebut.

b) Jika dalam sextan tidak terdapat gigi indeks, semua gigi yang ada
dalam sextan tersebut diperiksa dan dinilai, lalu diambil yang
mempunyai keadaan terparah dengan skor tertinggi pada sextan
tersebut.

c) Untuk anak muda usia 19 tahun ke bawah, tidak perlu dilakukan


pemeriksaan gigi molar kedua, untuk menghindari false pocket.

d) Bila pada satu sextan tidak ada gigi indeks dan juga gigi
penggantinya, maka diberi tanda X.

Kriteria skoring

a) Kode X yaitu ketika hanya terdapat satu gigi atau tidak ada gigi
fungsional dalam satu sektan.

b) Kode 1 yaitu perdarahan diobservasi ketika sedang atau setelah


dilakukan probing.

c) Kode 2 yaitu adanya kalkulus supragingiva atau subgingiva terlihat


atau teraba ketika dilakukan probing.

d) Kode 3 yaitu adanya poket kedalaman 4-5 mm.

e) Kode 4 yaitu adanya poket kedalaman 6 mm atau lebih (Katz, dkk.,


2000).

b. Pemeriksaan gingiva
Prinsip pada saat pemeriksaan gingiva adalah gingiva harus dalam keadaan
kering. Pemerksaan gingiva antara lain (Robinson dkk, 2018) :
1) Inflamasi gingiva, pembengkakan dan perubahan kontur gingiva

2) Resesi gingiva berdasarkan Miller

- Kelas 1 : Resisi tidak melebihi mucogingival juntion

9
- Kelas 2 : Resisi mencapai mucogingival juntion, tetapi tidak ada
kehilangan tulang interdental.

- Kelas 3 : Sudah ada kehilangan tulang interdental namun resorbsi


tulang tidak melebihi mucogingival junction.

- Kelas 4 : Resorbsi tulang interdental setinggi mucogingival


junction.

3) Berdasarkan Morfologi:

- Poket gigiva atau false pocket merupakan pedalaman sulkus


gingiva sebagai akibat dari pembesaran gingiva. Tidak terjadi
migrasi epitel jungsional ke apikal atau resorpsi puncak tulang
alveolar.

- Poket periodontal atau truepocket: proses bertambah dalamnya


sulkus gingiva, merupakan salah satu gambaran klinis penyakit
periodontal. Pedalaman sulkus gingiva sebagai akibat migrasi
epitel jungsional ke arah apikal, disertai destruksi jaringan
periodontal (kehilangan perlekatan dan resorpsi puncak tulang
alveolar) (Robinson dkk, 2018).

4) Berdasarkan Letak:

- Suprabony (supra crestal): letak dasar poket dan epitel junctional


berada lebih koronal atau atas dibandingkan puncak tulang alveolar.
- Infrabony (sub crestal): letak dasar poket berada di arah apikal atau
bawah puncak tulang alveolar (Robinson dkk, 2018).

5) Berdasarkan Jumlah Permukaan:

- Simple pocket: hanya mengenai permukaan gigi

- Compound pocket: mengenai satu atau lebih dari permukaan gigi


(bukal, distal, mesial, dan lingual) - Complex pocket: mengelilingi
satu permukaan gigi dan sekeliling gigi meliputi 1 atau lebih
permukaan tambahan bifurkasi (Robinson dkk, 2018).

10
c. Pemeriksaan periodontal

1) Probing dept

Probing dept diukur dari margin gingiva ke dalam dasar sulkus. Nilai
probing dept normal tidak melebihi dari 3 mm. Pengukuran dapat
dilakukan dengan menggunakan probe dengan cara ujung probe
diletakkan ke dalam sulkus gingiva digerakan dengan gerakan walking
stroke mengelilingi gigi. Lakukan probing pada 6 permukaan setiap gigi
dan hanya 1 pembacaan dari setiap permukaan (yang paling dalam), hasil
+0,5 dibulatkan keatas (Nayak, 2014).

Gambar 3. Lokasi Probing dept

1: distofasial line angle


2: fasial
3: mesiofacial line angle
4: distolingual line angle
5: lingual surface
6: mesiolingual line angle
2) Gingival Enlargement

Gingival enlargement merupakan jaringan gingiva yang mengalami


pembesaran secara berlebihan di antara gigi dan dan atau pada daerah
servikal gigi. Gingival enlargement disebabkan oleh banyak faktor,
faktor utama adalah plak bakteri dan pemakaian obat (obat
antikonvulsan, immunosuppressant, dan calcium channel blockers).
Perawatan gingival enlargement dilakukan dengan menghilangkan
faktor penyebab dan gingivektomi (Satrio, 2018).
11
Gingival enlargement diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Bedasarkan lokasi:

- Papillary: pembesaran terjadi pada papila interdental gingiva.

- Marginal: pembesaran terjadi sampai tepi gingiva.

- Diffuse: pembesaran terjadi mencakup papila interdental, tepi


gingiva, dan gingiva cekat.

b) Berdasarkan distribusi:
- Lokal: terbatas pada satu gingiva atau sekelompok gigi
- General: meliputi gingiva seluruh rongga mulut
Discrete: pembesaran seperti tumor yang dapat bertangkai atau
Berdasarkan derajat keparahan:
- Grade 0 : tidak ada gingival enlargement.
- Grade 1 : pembesaran pada papila interdental.
- Grade 2: pembesaran pada papila interdental dan margin
gingiva.
- Grade 3: pembesaran hingga menutupi ¾ mahkota atau lebih
(Reddy, 2011).
3) Clinical Attachement Loss (CAL)

Perhitungan kehilangan perlekatan klinis dapat dinilai dari


penjumalahan resesi gingiva dan kedalaman probing atau pengukuran
jarak cemento enamel junction (CEJ) ke dasar poket. Nilai CAL 1-2 mm
ringan, 34 mm sedang dan lebih dari 5 mm tinggi (Newman, 2012).

4) Bleeding on probing (BOP)

Pemeriksaan BOP dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan


kedalaman probing. Perdarahan ditunggu 30-60 detik setelah probing
Perdarahan saat probing terjadi akibat adanya proses peradangan yang
ditandai dengan terjadinya perubahan vaskuler meliputi dilatasi
pembuluh darah kapiler dan peningkatan aliran darah di gingiva.
Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan
12
menyebar ke sekitar servikal/ leher gigi. Pada pemeriksaan PBI probing
dilakukan pada semua kuadran, untuk mempermudah melakukan
pengambilan data, kuadran 1 dilakukan hanya bagian palatal, kuadran 2
pada bagian labial, kuadran 3 pada bagian lingual, dan kuadran 4 pada
bagian labial. Perhitungan nilai PBI yaitu:

PBI =

Kriteria derajat perdarahan saat probing diukur berdasarkan pengukuran


Papillary Bleeding Index (PBI) yaitu seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 4. Kriteria perdarahan saat probing

Kriteria Bleeding on probing berdasarkan Papillary Bleeding


Index (PBI) adalah sebagai berikut:

a) Derajat 1: Muncul titik perdarahan 20 - 30 detik setelah probing


pada sulkus gingiva bagian mesial dan distal.

b) Derajat 2: Terlihat garis tipis darah atau beberapa titik perdarahan


pada tepi gingiva.

c) Derajat 3: Interdental papila terlihat dipenuhi dengan sedikit atau


banyak darah.

d) Derajat 4: Perdarahan yang banyak. Setelah probing, darah


mengalirke daerah interdental sampai menutupi gigi dan atau
gingiva (Chatterjee, 2013).

13
5) Pemeriksaan mobilitas gigi dilakukan menggunakan dua ujung
instrumen tumpul atau satu instrumen tumpul dan jari. Pemeriksaan
mobilitas horizontal dengan mengunakan batang instrumen ditempatkan
di bagian bukal dan palatal, bila menggunakan jari maka jari diposisikan
di palatal dan satu batang instrumen di bagian bukal. Gigi kemudian
digerakkan dengan arah bukal-palatal. Pemeriksaaan mobilitas vertikal
yaitu dengan cara memposisikan instrumen di bagian oklusal gigi
kemudian diarahkan ke vertikal. Berikut klasifikasi kegoyangan gigi
menurut Miller (1950):

Derajat 0 : Mobilitas fisiologis (0,1-0,2 mm pada arah horizontal)


Derajat I : Mobilitas pada arah horizontal (mesio-distal, buko-
lingual) sebesar 1 mm
Derajat II : Mobilitas pada arah horizontal (mesio-distal, buko-
lingual) sebesar lebih dari 1-2 mm
Derajat III : Mobilitas pada arah horizontal (mesio-distal, buko-
lingual) sebesar lebih dari 2 mm dan disertai dengan
pergerakan pada arah vertikal (Chatterjee, 2013).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada praktek kedokteran gigi salah satunya yaitu foto
radiografi. Radiografi yang sering dipakai adalah panoramik, Computed
Tomography Scan (CT Scan), dan Cone Beam Computed Tomography (CBCT)
(Widyastuti, 2009).

14
B. DIAGNOSIS PENYAKIT PERIODONTAL

Diagnosis kelainan jaringan periodontal menggunakan klasifikasi AAP (American


Academy of Periodontology) tahun 1999 (Newman, 2012):

Gambar 5. Klasifikasi Kelainan Periodontal menurut AAP 1999

a. Penyakit gingiva

- Penyakit gingiva yang disebabkan oleh plak

- Lesi gingiva yang tidak disebabkan oleh plak

b. Periodontitis kronis

- Localized

- Generalized

c. Periodontitis agresif

- Localized

- Generalized

d. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik

- Necrotizing periodontal diseases

- Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)

- Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)

e. Abses periodonsium
15
Abses periodonsium dibagi menjadi: abses gingival, abses periodontal dan
abses perikoronal.

f. Periodontitis terasosiasi dengan lesi endodontik dibagi menjadi: lesi


endodontik-periodontal, lesi periodontal-endodontik, dan lesi kombinasi .

g. Developmental or Acquired Deformities and Conditions dibagi menjadi:

- Faktor predisposisi lokal gigi individu untuk penyakit gingiva yang


disebabkan oleh plak.

- Deformasi mukogingival dan kondisi sekitar gigi.

- Deformasi mukogingival dan kondisi pada puncak edentulous

- Trauma oklusa

1. Penyakit gingiva

Penyakit gingiva /gingivitis dibedakan menjadi gingivitis yang dipengaruhi plak


dan gingivitis yang dipengaruhi nonplak. Penegakkan diagnosis gingivitis dapat
dilakukan dengan melihat gambaran klinis inflamasi pada gingiva, apabila
gingivitis berkelanjutan dengan adanya attachment loss akan menjadi periodontitis
(Newman, 2012).

a. Gingivitis dipengaruhi plak

1) Gingivitis yang murni disebabkan plak dental

a) Tanpa faktor penunjang lain

b) Dengan faktor penunjang

2) Gingivitis dipengaruhi sistemik faktor

a) Berkaitan dengan endokrin

- Gingivitis disebabkan pubertas

- Gingivitis disebabkan siklus menstruasi

- Kehamilan

16
- Diabetes melitus

b) Berkaitan dengan kelainan darah


- Leukimia
3) Gingivitits dipengaruhi penggunaan obat-obatan

4) Gingivitis dipengaruhi menstruasi

b. Gingivitis tidak dipengaruhi plak

1) Gingivitis disebabkan infeksi bakteri: (Neisseria gonorrhoeae,


Treponema pallidum, Streptococcus species)

2) Gingivitis disebabkan infeksi virus: (Primary herpetic


gingivostomatitis, Recurrent oral herpes, Varicella zoster)

3) Gingivitis disebabkan infeksi jamur (Candida species infections:


generalized gingival candidiasis, Linear gingival erythema,
Histoplasmosis)

4) Gingivitis disebabkan faktor genetik

5) Gingivitis sebagai manifestasi sistemik (lichen planus,


pemphigoid, pemphigus vulgaris, erythema multiform)

6) Lesi traumatic

7) Reaksi autoimun

c. Gingival Enlargement

Gingival enlargement merupakan jaringan gingiva yang mengalami


pembesaran secara berlebihan di antara gigi dan dan atau pada daerah servikal
gigi. Gingival enlargement disebabkan oleh banyak faktor, faktor utama adalah
plak bakteri dan pemakaian obat (obat antikonvulsan, immunosuppressant, dan
calcium channel blockers. Tanda klinis yang muncul yaitu gingiva membesar,
halus, mengkilat, konsistensi lunak, warna merah dan margin gingiva tampak
membulat (Newman, 2019). Perawatan gingival enlargement dilakukan
dengan menghilangkan faktor penyebab seperti memperbaiki faktor

17
lingkungan, kontrol plak dan kalkulus, serta dalam kasus yang parah prosedur
bedah seperti kuret dan gingivektomi mungkun diperlukan (Satrio, 2018).
Gingival enlargement diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Bedasarkan lokasi:

- Papillary: pembesaran terjadi pada papila interdental gingiva.

- Marginal: pembesaran terjadi sampai tepi gingiva.

- Diffuse: pembesaran terjadi mencakup papila interdental, tepi


gingiva, dan gingiva cekat (Reddy, 2011). .
b) Berdasarkan distribusi:
- Lokal: terbatas pada satu gingiva atau sekelompok gigi
- General: meliputi gingiva seluruh rongga mulut
- Isolated: melibatkan satu hingga dua gigi.
- Regional: lebih dari tiga gigi baik pada satu atau banyak region
(Reddy, 2011).
Menurut Newman (2012), berdasarkan derajat keparahan dibagi
menjadi:
- Grade 0 : tidak ada gingival enlargement.
- Grade 1 : pembesaran pada papila interdental.
- Grade 2: pembesaran pada papila interdental dan margin
gingiva.
- Grade 3: pembesaran hingga menutupi ¾ atau lebih mahkota
klinis. (Newman, 2019).
Bentuk umum hasil dari penggunaan obat sistemik disebut
drug-induced gingival overgrowth (DIGO). Tiga kelompok obat dapat
menyebabkan DIGO yaitu antikonvulsan, penghambat saluran kalsium,
dan imunosupresan. Gingiva Enlargment (GE) juga dikaitkan dengan
penyakit sistemik yang parah seperti leukemia dan dengan faktor
genetik. GE yang tidak dapat diklasifikasikan di antara bentuk GE yang
lain dikenal sebagai GE idiopatik. GE juga bisa menjadi hasil dari
perubahan inflamasi akibat gingivitis. Kasus GE diklasifikasikan

18
sebagai berikut:
1) Inlammatory enlargement due to chronic gingivitis
2) Drug-induced enlargement
3) Gingival enlargment associated with systemic conditions
4) Gingival enlargment associated with systemic diseases
5) Gingival ibromatosis

2. Periodontitis Kronis

Periodontitis adalah suatu penyakit peradangan jaringan pendukung gigi


yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan
penghancuran progresif ligamen periodontal dan tulang alveolar. Kondisi ini
disertai dengan pembentukan poket periodontal akibat migrasi apikal dari
junctional epithelium, terjadi resesi gingiva, atau kombinasi keduanya
(Finkbeiner, 2009). Periodontitis kronis disebabkan oleh faktor lokal dan
sistemik. Periodontisis kronis ini paling sering terjadi pada orang dewasa, akan
tetapi periodontitis kronis juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja sebagai
respon terhadap akumulasi plak dan kalkulus secara kronis (Newman, dkk.,
2012). Periodontitis kronis dapat disubklasifikasikan kedalam lokalisata dan
generalisata serta dikarakterisasikan sebagai slight, moderate, dan severe
berdasarkan :
a. Lokalisata : <30% sites yang terlibat

b. Generalisata : >30% sites yang terlibat

c. Slight : 1 sampai 2 mm clinical attachment loss

d. Moderate : 3 sampai 4 mm clinical attachment loss

e. Severe : ≥5 mm clinical attachment loss

3. Periodontitis Agresif

Periodontitis agresif merupakan salah satu tipe penyakit periodontitis


yang ditandai dengan hilangnya perlekatan jaringan ikat dan kerusakan tulang
alveolar secara cepat pada lebih dari satu gigi permanen, dengan tidak adanya
19
akumulasi plak dan kalkulus yang signifikan. Bakteri penyebab utama
periodontitis agresif yaitu Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Ridwan,
2012). Periodontitis agresif terjadi pada usia 10-30 tahun, kondisi klinis sehat
(tidak ada akumulasi yang besar dari plak dan kalkulus), kerusakan tulang serta
loss attachment terjadi cepat, dan dapat terjadi disebabkan oleh genetik.
Periodontitis agresif dapat diklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata
seperti berikut (Newman, dkk., 2012):
a. Lokalisata

- Circumpubertal onset

- Lokalisasi pada molar pertama atau insisif dengan proksimal


attachment loss pada setidaknya 2 gigi permanen, salah satunya molar
pertama.

- Respon antibodi kuat terhadap agen infeksi

b. Generalisata

- Biasanya mengenai pasien usia dibawah 30 tahun

- Attachment loss proksimal generalisata mengenai setidaknya 3gigi


lain selain molar pertama dan insisif.

- Pronounced episodic nature dari destruksi periodontal

- Respon antibodi serum buruk terhadap agen infeksi.

C. Prognosis Perawatan Periodontal


Prognosis pasien menurut (Fedi dkk., 2015) dan (Carranza dkk., 2012) pada
penyakit periodontal dapat dibagi menjadi:

a. Excellent prognosis

Tidak ada kehilangan tulang, gingival sangat baik, pasien sangat


kooperatif, tidak ada faktor sistemik.

b. Good prognosis

Tulang alveolar baik, kelainan sistemik ada tapi terkontrol, dan pasien

20
kooperatif.

c. Fair prognosis

Bone loss 25%, furcation involvement grade 1, mobilitas derajat 1 atau 2,


dan pasien kooperatif.

d. Poor prognosis

Bone loss 50% , furcation involvement grade 1-2, mobilitas gigi derajat 2-
3, dan pasien tidak kooperatif.

e. Questionable prognosis

Bone loss >50%, furcation involvement grade II dan III, gigi goyang, dan
faktor kelainan sistemik.

f. Hopeless prognosis

Bone loss parah, furcation involvement grade 4, pasien tidak kooperatif,


sistemik tidak terkontrol, serta indikasi ekstraksi.

D. Rencana Perawatan Periodonsia

Perawatan periodontal merupakan bagian dari perawatan gigi dan


jaringan sekitarnya. Perawatan penyakit periodontal bertujuan untuk
mempertahankan fungsi gigi geligi, mencegah atau mengurangi penjalaran atau
keparahan penyakit. Keberhasilan perawatan dapat dilakukan dengan
mengurangi jumlah bakteri pathogen, meningkatkan kemampuan jaringan
untuk mempertahankan atau memperbaiki diri. Keberhasilan perawatan
penyakit periodontal ditandai dengan adanya kapasitas penyembuhan yang baik
dari jaringan periodontal. Perawatan penyakit periodontal dapat dilakukan
dengan beberapa tahap perawatan yaitu, preliminary phase, fase I, fase II, fase
III, dan fase IV (Carranza, 2015).

21
Gambar 6. Fase perawatan periodontal

1. Preliminary phase / Emergency phase

Keadaan darurat periodontal adalah suatu keadaan atau gabungan berbagai


kondisi yang berpengaruh buruk terhadap jaringan periodontal dan
memerlukan tindakan segera (Fedi, 2015). Situasi darurat yang berhubungan
dengan penyakit periodontal yaitu Acute Gingival Disease meliputi Acute
necrotizing ulcerative gingivitis, Acute pericoronitis dan Acute/primary
herpetic gingivostomatitis. Abscess meliputi: Gingival abscess, Periodontal
abscess, dan Pericoronal abscess.

2. Fase I (Non-surgical phase)/ fase etiotropik

Terapi inisial disebut juga terapi fase I (phase non-surgical) atau terapi
higienik. Terapi inisial bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang
menyebabkan peradangan gingiva serta pemberian instruksi dan motivasi
pasien dalam melakukan kontrol plak. Terapi inisial juga disebut sebagai fase
etiotropik karena bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologik penyakit
periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I
yaitu:
a. DHE, intruksi dan motivasi pasien
Instruksi kontrol plak harus dimulai sejak kunjungan pertama, yaitu
penggunaan sikat gigi mencakup metode menyikat gigi yang benar,

22
frekuensi menyikat gigi, lama menyikat gigi, sikat gigi yang digunakan dan
prinsip penyikatan. Instruksi kontrol plak yang komperehensif selanjutnya
meliputi penggunaan alat bantu selain sikat gigi yaitu benang gigi maupun
pembersih daerah interdental lainnya. Konseling yang bersifat memotivasi
pasien terhadap faktor resiko yang berpengaruh terhadap penyakit
periodontal (seperti merokok) juga dimulai pada tahap ini (Manson, 2013).
b. Scalling dan Root Planning
Kalkulus memiliki permukaan yang kasar sehingga menjadi tempat yang
ideal bagi perlekatan bakteri, oleh karena itu kalkulus harus dihilangkan
agar kontrol plak dapat dilaksanakan secara efektif. Scalling dan root
planning termasuk dalam perawatan periodontal tahap awal. Tujuan utama
tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan gingiva dengan cara
menghilangkan faktor yang menimbulkan keradangan dari permukaan gigi.
Scalling supragingiva dapat dilakukan dengan menggunakan skeler
manual, alat kuret dan instumen ultrasonik. Tindakan instrumentasi
periodontal dapat direncanakan dalam beberapa kali kunjungan dan untuk
pasien dengan inflamasi yang parah dan disertai deposit kalkulus yang
banyak, tindakan debridemen seluruh mulut (full- mouth debridement)
dapat dilakukan secara bertahap dalam dua kunjungan atau lebih.
Penggunaan anastesi lokal juga diperlukan bila instrumentasi dilakukan
pada sisi inflamasi yang lebih dalam, selanjutnya dilakukan pemolesan
yang bertujuan untuk menghilangkan permukaan kasar setelah
pembuangan sisa kalkulus supragingiva (Widyastuti, 2009).
c. Perawatan karies dan lesi endodontik
Langkah ini meliputi pembuangan karies secara sempurna kemudian
dilakukan penumpatan dengan restorassi sementara atau restorasi akhir.
Kontrol terhadap karies penting karena karies merupakan sumber infeksi
sehingga perlu perawatan untuk memaksimalkan penyembuhan selama
perawatan periodontal fase I. Karies khususnya pada daerah proksimal
dan serikal gigi serta pada permukaan akar, merupakan daerah reservoir
bakteri dan dapat memberikan pengaruh terhadap re-populasi bakteri plak.
Kavitas yang terbentuk akibat proses karies merupakan wadah yang baik
23
dimana plak terlindung dari usaha eliminasi secara mekanis. Oleh karena
itu kontrol terhaap karies sangat penting, setidaknya penumpatan
sementara harus diselesaikan dalam terapi fase I (Ismail, 2015).
d. Menghilangkan restorasi gigi yang overcountur dan over hanging
Restorasi dengan permukaan yang kasar, overcountur, overhanging, atau
terlalu menekan ke daerah subgingiva dapat menyebabkan akumulasi
bakteri periodontal yang bersifat pathogen sehingga menyebabkan
terjadinya inflamasi gusi, kehilangan perlekatan epitel dan kehilangan
tulang alveolar. Restorasi tersebut mempengaruhi efektivitaas kontrolplak
yang dilakukan pasien sehingga harus dikoreksi dengan carapenggantian
seluruh restorasi atau mahkota, atau koreksi dengan menggunakan
finishing bur atau file berlapis diamond (diamond-coated files) yang
dipasang pada handpiece khusus. Untuk restorasi yang overhanging
pada daerah subgingiva, memungkinkan melakukan tindakan flap yang
sederhana untuk memfasilitasi akses akhiran restorasi (Manson, 2013).
e. Penyesuaian oklusal (occlusal adjustment)
Tahapan setelah gigi-gigi menempati posisi yang semestinya, kemudian
dilakukan occlusal adjustment untuk menghilangkan trauma oklusal serta
oral hygiene yang baik (Ismail, 2015).
f. Splinting temporer pada gigi yang goyah
Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang vertikal. Salah
satu cara untuk mengontrol dan menstablisasi kegoyangan gigi adalah
splinting. Kegoyangan gigi diklasifikasikan menjadi 3 derajat. Derajat 1
yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2 yaitu
kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu kegoyangan > 1 mm pada
segala arah dan/ atau gigi dapat ditekan kea rah apikal. Splinting
diindikasikan pada keadaan kegoyangan gigi derajat 3 dengan kerusakan
tulang berat (Fedi, 2015).
g. Analisis diet dan evaluasinya
Defisiensi nutrisional tidak menimbulkan penyakit gusi. Meskipun
demikian, bila penyakit akibat plak sudah ada, defisiensi nutrisi akan
24
mempengaruhi perkembangan penyakit, oleh karena itu diet yang
seimbang sangat diperlukan. Konsumsi gula dalam bentuk apapun
sebaiknya dikurangi (Manson, 2013).

Evaluasi hasil perawatan dari Fase I dengan melakukan pengecekan


kembali kedalaman poket / gingival inflammation, OHI-S, karies, oklusi dan
kegoyangan gigi, serta cek apakah ada perubahan patologis lain.
3. Fase II (Surgical phase)
Fase II (Fase surgical) disebut juga fase terapi korektif, termasuk koreksi
terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi
dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit
sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit
periodontal (Carranza, 2015). Berikut ini adalah beberapa prosedur yang
dilakukan pada fase ini:
1) Bedah periodontal
Perawatan bedah untuk menghilangkan jaringan inflamasi dapat
merangsang terjadinya perbaikan atau regenerasi jaringan yang
mengalami kerusakan.
a. Kuretase gingiva
Kuretase merupakan tindakan membuang dinding poket yang
mengalami granulasi dan inflamasi yang bertujuan membersihkan
jaringan granulasi dan jaringan inflamasi, mengurangi kedalaman
poket, mengambil papilla interdental yang rusak guna mempercepat
penyembuhan (Manson, 2013).
b. Gingivektomi
Gingivektomi merupakan tindakan eksisi gingiva yang mengalami
enlargement dengan tujuan mengeliminasi poket akibat
pembengkakan gingiva (Manson, 2013).
2) Prosedur flap periodontal
Flap didefinisikan sebagai bagian dari gingiva, mukosa alveolar, atau
periosteum yang masih memiliki suplai darah pada saat diangkat atau
dipisahkan dari gigi dan tulang alveolar. Flap periodontal didesain

25
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan akses untuk melakukan detoksifikasi akar
b. Mengurangi poket yang meluas
c. Menyediakan atau mempertahankan daerah gingiva cekat yang
cukup
d. Membuka akses untuk mencapai tulang di bawahnya, untuk
merawat cacat tulang
e. Memudahkan prosedur regeneratif (Fedi, 2015).
3) Rekonturing tulang
Bedah tulang merupakan istilah umum bagi semua prosedur yang
dirancang untuk memperbaiki dan membentuk kembali cacat dan
kelainan bentuk pada tulang yang mengelilingi gigi (Fedi, 2015).
4) Prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
5) Penempatan implant
4. Fase III (Restorative phase)
Fase dengan tahapan pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal
untuk gigi yang hilang, splinting permanen serta evaluasi respon terhadap
terapi fase III dengan pemeriksaan periodontal (Carranza, 2015).
5. Fase IV (Maintenance phase)
Fase IV dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit
periodontal sehingga perlu dilakukan kontrol periodik. Beberapa prosedur
dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Re-evaluasi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat
skor plak
3. Ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
4. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal
dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali
5. Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektivitas
kontol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
Aplikasi tablet fluoride secara topical untuk mencegah karies
(Kiswaluyo, 2013).
26
E. Tindakan Perawatan

1. Kuretase

Kuretase merupakan teknik pengerukan dinding gingiva dari poket


periodontal untuk menghilangkan jaringan granulasi yang mengalami
inflamasi kronis. Kuretase dapat dibedakan menjadi kuretase gingiva dan
kuretase subgingiva. Kuretase gingiva merupakan penghilangan jaringan
terinflamasi pada lateral dinding poket, sedangkan kuretase subgingiva
merupakan prosedur pengerukan yang dilakukan dari apikal perlekatan epitel
ke bawah mengarah ke krista tulang (Bathla, 2011). Kuretase diperlukan
terutama bila diharapkan terjadinya perlekatan baru pada poket dengan cara
membersihkan jaringan yang rusak, sementum nekrotik, serta jaringan yang
dapat mengiritasi gingival yang merupakan dinding dari poket. Perawatan
scalling dan root planning dengan kuretase terbukti dapat meningkatkan
perkembangan perbaikan kondisi jaringan periodontal dibandingkan hanya
dengan perawatan scaling dan root planning (Witjaksono, 2006).
a. Indikasi
Indikasi kuretase:

1) Poket kedalaman dangkal dengan jaringan gingiva yang ketebalannya


adekuat.
2) Poket supraboni yang tidak meluas ke mucogingival junction.

3) Dapat dilakukan untuk membuat perlekatan baru pada poket periodontal tipe
infraboni dengan kedalaman sedang pada area yang mudah diakses.
4) Dapat dilakukan sebagai prosedur non-definitif untuk mengurangi inflamasi
yang jika penghilangan poket dilakukan dengan metode lain atau teknik
bedah yang lebih agresif dikontraindikasikan pada pasien dengan kondisi
tertentu seperti usia, kondisi sistemik, ataupun masalah psikologis.
5) Dapat dilakukan pada kunjungan recall sebagai metode perawatan
maintenance pada area yang mengalami inflamasi atau kedalaman poket
rekuren, terutama jika bedah untuk mengurangi poket sebelumnya sudah
dilakukan (Bathla, 2011; Newman dkk., 2012).
27
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi kuretase:
1) Adanya infeksi akut seperti necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
2) Pembesaran fibrous pada gingiva seperti hiperplasia karena phenytoin
3) Perluasan dasar poket ke apikal mucogingival junction
4) Pasien dengan kondisi sistemik tertentu, manfaat dibandingkan resiko dari
prosedur bedah dipertimbangkan secara hati-hati sebelum prosedur dilakukan
kepada pasien (Bathla, 2011; Newman dkk., 2012).

c. Teknik kuretase
Pada saat melakukan prosedur kuretase yang perlu diperhatikan adalah
aksesbilitas, visibilitas, iluminasi, dan retraksi. Aksesbilitas merupakan posisi
pasien dan operator yang dapat memudahkan akses instrumen sehingga
perawatan dapat berjalan efektif. Visibilitas merupakan keadaan operator untuk
melihat daerah kerja pada saat melakukan tindakan baik secra langsung maupun
tidak langsung. Iluminasi merupakan penerangan atau pencahayaan yang di
dapatkan dari lampu pada dental unit atau melalui refleksi lampu pada kaca
mulut. Retraksi tergantung pada daerah operasi yangdapat menggunakan jari
operator ataupun kaca mulut untuk merenggangkan rongga mulut ataupun lidah
pasien (Krismariono, 2009). Teknik memegang instrumen pada prosedur
kuretase umumnya adalah modified pen grasp. Modified pen grasp
merupakan teknik yang dilakukan seperti memegang pena dengan bagian
dalam ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Ibu jari dan jari telunjuk berada
berdekatan pada gagang alat (handle) di sisi yang bersebrangan sedangkan jari
tengah berada diatas leher alat (shank). Cara ini memungkinkan operator untuk
melakukan kuretase dengan tekanan yang terkontrol. (Nield-Gehrig, 2013).

Posisi pasien saat operator mengerjakan regio maksila adalah supine,


sedangkan pada regio mandibula, posisi pasien semi- supine kira-kira 45° dari
bidang datar. Posisi pasien mendekati operator yaitu pada pukul 08.00, 09.00
dan 12.00, sedangkan posisi pasien yang menjauhi operator pada posisi
pukul 10.00 dan 12.00 (Finkbeiner, 2010). Alat-alat yang digunakan untuk
melakukan kuretase yaitu (Neild- Gehrig, 2013):
28
a) Kuret

Kuret merupakan alat scaling manual yang diindikasikan untuk pengambilan


kalkulus subgingiva, root planing dan kuretase pada permukaan dalam poket.
Jenis kuret ada dua, yaitu kuret universal dan kuret Gracey. Kuret Gracey
dibagi menjadi beberapa nomor dan masing masing nomor memiliki kegunaan
berbeda-beda yaitu
- Kuret Gracey #1-4: gigi anterior

- Kuret Gracey #5-6: gigi anterior dan premolar

- Gracey #7-8 and 9-10: gigi posterior bagian labial dan lingual

- Gracey #11-12: gigi posterior bagian mesial

- Gracey #13-14: gigi posterior bagan distal

Gambar 7. Kuret Gracey a. #5-6 b. #7-8 c.#11-12 d.#13-14

Sumber: Newman dkk., 2012.


Terdapat 6 jenis teeknik kuretase gingival, yaitu basic curettage yang terdiri atas
curettage gingiva dan curettage subgingiva, ENAP, ENAP modifikasi, ultrasonic
curettage,Chemical curettage, dan Diode laser curettage.
1. Basic Curettage
Teknik tertutup yang dilakukan dengan prosedur pembedahan di bawah
anastesi lokal, bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan poket,
memperbaiki perlekatan atau membentuk perlekatan baru. Instrument yang
dipakai adalah gracey curettes dan universal curete. Kuretase gingiva merupakan
29
penghilangan jaringan terinflamasi pada lateral dinding poket, sedangkan
kuretase subgingiva merupakan prosedur pengerukan yang dilakukan dari apikal
perlekatan epitel ke bawah mengarah ke krista tulang (Bathla, 2011). Prosedur
kuretase gingival diawali anestesi lokal dengan teknik infiltrasi (Dinyati, 2016).
Kuret dimasukkan ke lapisan dalam dinding poket, pada bagian yang tajam dari
kuret diarahkan pada daerah epitel sulkuler kemudian dilakukan pengerokan
sepanjang jaringan lunak sehingga jaringan granulasi seperti fibroblastik dan
proliferasi angioblastik, serta kalkulus yang berisi akumulasi bakteri dapat
terangkat (Johanna dan Gabriella, 2021).
Dinding poket harus didukung oleh tekanan jari lembut pada permukaan
eksternal. Kuret tersebut ditempatkan di bawah tepi potongan epitel junctional
untuk merusaknya. Selama kuretase subgingival, jaringan yang ada antara bawah
poket dan puncak alveolar dikeluarkan dengan gerakan menyendoki, gerakan
kuret kearah oklusal gigi. Irigasi dilakukan dengan larutan NaCl fisiologis 0,9 %
dan akuades sampai bersih untuk menghilangkan kotoran, debris serta jaringan
nekrotik (Khoman, 2021). Pembersihan dan pengeringan daerah operasi
dilakukan dengan tampon steril Gingiva diadaptasikan ke permukaan gigi dengan
cara menekan gingival kearah gigi dengan jari selama 1-3 menit (Johanna dan
Gabriella, 2021). Penjahitan papila dan aplikasi peridontal pak diindiksikan jika
daerah bekuan terganggu dn papla telah dipisahkan, sehingga penyembuhan ini
akan menghasilkan penyusutan jaringan (Dinyati, 2016).

Gambar 8. Prosedur Kuretase


2. ENAP (excisional new attachment prosedure)
Tujuannya memungkinkan penyusutan jaringan lunak menyeluruh,
membuat akses yang lebih baik ke permukaan akar. Keunggulan dibandingkan
kuretase subgingival tradisional adalah definitif, eksisi bersih dari epitel
30
junctional dan jaringan yang terletak di bawah dengan probabilitas yang lebih
besar dari perlekatan klinis baru. Indikasi dilakukan pada poket supraboni,
jaringan keratin yang memadai, ketika estetika tidak penting. Sedangkan kontra
indikasinva adalah poket yang melebihi junction mukogingival, jaringan edema,
kurangnya jaringan keratin, jaringan hiperplastik, keterlibatan bifurkasi, probing
kedalaman 3 mm atau kurang. Keuntungan dari dilakukannya ENAP adalah
peningkatan visualisasi akar, penghapusan lengkap dari epitel sulkular dan
lampiran epitel, trauma gingiva minimal, tidak ada kehilangan keratin gingiva.
Sedangkan kekurangannya adalah sulit untuk menentukan sejauh apikal epitel
attachment, dan tidak membentuk attachment baru (Dinyati, 2016).
3. Chemical curettage
Pengembangan prosedur periodontal dalam penggunaan obat kaustik telah
direkomendasikan untuk menginduksi kuretase kimia dari dining lateral poket
atau bahkan penghapusan epitel selektif. Obat-obatan seperti natrium sulfida,
alkali larutan natrium hipoklorit (Antiformin) dan fenol, telah diusulkan dan
kemudian ditinggalkan setelah studi menunjukkan mereka tidak efektif. Chemical
curettage juga dapat menggunakan sodium sulphide, phenol camphor, antiformin
dan sodium hipokloride. Prosedur yang dilakukan dimulai anastesi pada daerah
yang dipilih, setelah mengisolasi semua sisi dengan cotton rools, larutan natrium
hypokloride ditempatkan ke dalam poket selama 1 menit, lalu larutan asam sitrat
5% dimasukkan ke poket selama 1 menit untuk menetralkan natrium hipochorida.
Jaringan digumpalkan kemudian dikeluarkan dengan kuretase dan poket memerah
dibilas dengan larutan salin untuk menghilangkan sisa-sisa jaringan ikat. Tingkat
penetrasi kimia untuk jaringan tidak dapat dikontrol dan dengan demikian,
kuretase kimia sudah tidak dipakai lagi (Dinyati, 2016).
4. Ultrasonic Kuret
Penggunaan perangkat ultrasonic telah untuk direkomendasikan untuk
curettage gingiva. Apabila teknik ini diterapkan gingiva hewan coba, getaran
ultrasonik mengganggu kelangsungan jaringan, mengangkat epitel, memotong-
motong bundel kolagen, dan mengubah fitur morfologi dari fibroblast nuclei.
USG efektif untuk debriding lapisan epitel dari kantong periodontal. Morse scaler
berbentuk dan instrumen ultrasonik berbentuk batang digunakan pada teknik ini.
31
Beberapa peneliti menemukan ultrasonik instrumen mengakibatkan peradangan
kurang dan kurang penghapusan jaringan ikat yang mendasari. Alat ini tidak
efektif seperti alat manual yang bisa menghilangkan dan membuat halus dinding
poket (Dinyati, 2016).
5. Laser Curettage
Laser curettage adalah pengembalian epitel dan menghilangkan bakteri
dikonfirmasi dalam studi multicenter laser kuretase, bahwa pengurangan bakteri
tidak sering dicapai, hanya 1 dari 3 yang melaporkan pengurangan bakteri. Saat
ini telah dikembangkan diode laser. Mengobati permukaan akar yang sakit dengan
laser diode saja tidak meningkatkan sel adesi ke permukaan, tetapi
menggabungkan kuretase untuk menghapus epitel ulserasi lapisan, mengurangi
pencemaran sulkus, dan membersihkan akar permukaan oleh root planing
mungkin meningkatkan tingkat dan luasnva perbaikan. Mencegah atau
memperlambat epitel luka invasi ke daerah luka tampak meningkatkan regenerasi.
Sebuah stud sedang berlangsung untuk menentukan tingkatan penuh perbaikan
(Dinyati, 2016).

2. SOP

Menurut Kodir dkk., (2014), prosedur tindakan scaling dan root planning:

1) Pemeriksaan Subjektif
a. Pemeriksaan Objektif: deteksi kalkulus supragingiva, deteksi kalkulus
subgingiva, dan kedalaman poket gingiva.

b. Perhitungan OHI-S dan plak indeks

2) Prosedur scaling supragingiva: membersihkan karang gigi diatas gusi


(mahkota gigi)

Gambar 9. Prosedur scaling supragingiva


32
3) Prosedur scaling subgingiva: membersihkan kalkulus yang berada
dibawah gusi (akar gigi)

4) Prosedur root planning: kelanjutan dari scaling subgingiva yaitu


membersihkan karang gigi pada sementum.
5) Lakukan eksplorasi supra dan subgingiva dengan sonde/probe

6) Gigi dihaluskan dengan sikat dan pasta pumice

7) Irigasi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9 % dan akuades


8) Prosedur Kuretase : menghilangkan jaringan nekrotik dan membuat
perdarahan baru

Gambar 10. Prosedur Kuretase


9) Irigasi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9 % dan akuades
10) Aplikasi povidone iodine pada seluruh area yang dilakukan scaling dan
root planing.
11) Penutupan peridontal pak
12) Medikasi
13) Edukasi pasien

Edukasi pasien mengenai DHE meliputi cara menyikat gigi yang benar 2x
dalam sehari, penggunaan dental flos atau obat kumur jika diperlukan.
Edukasi pasien apabila terdapat kemungkinan gigi menjadi goyang, terasa
nyeri, dan perdarahan yang tidak berhenti dapat segera dikonsultasikan.
Instruksikan pasien untuk kontrol 1 minggu pasca scaling.

14) Kontrol dilakukan untuk mengetahui perbaikan keradangan gingiva dan


jaringan periodontal.

33
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 23 tahun
B. HASIL PEMERIKSAAN
Resume Pemeriksan Subjektif
a. Chief complain:
Pasien datang ke Departemen Periodonsia dengan keluhan utama pembengkakan gusi
di daerah depan bawah, gusi berdarah, dan bau mulut.

b. Present illness:

Pasien telah menandai pembengkakan dan mengatakan bahwa gingiva yang bengkak
telah meningkat ukurannya sejak saat itu Post medical history:

Pasien dinyatakan sehat tanpa riwayat.


c. Post dental history:
Tidak ada keterangan.
d. Family history:
Tidak ada keterangan.
e. Social history:
Tidak ada keterangan.

Resume Pemeriksaan Keadaan Umum:


- Nomal / Sehat
Resume Pemeriksaan Ekstraoral:
- Pemeriksaan ekstraoral tidak menunjukan adanya kelainan.

34
Resume Pemeriksaan Intraoral:
Pemeriksaan intraoral pasien dapat dilihat pada tabel berikut:
Pemeriksaan Kunjungan 1 Kunjungan 2 Kunjungan 3
Initial Konrol 1 Bulan Kontrol 3 Bulan
Lesi Intraoral - - -

Pembengkakan Adanya - -
gingiva pembengkan grade
2 yang melibatkan
marginal dan
papila gingiva,
berwarna
kemerahan
mengkilat dan
halus.
Stippling Hilang
- -

Bleeding on BOP (+) - -


Probing
Resesi gingiva
- - -
& CAL
Dehisence / - -
-
Fenestration
Kegoyangan Gigi - - -

35
OHI-S - - -
Plak skor -
- -
(O’leary)

Gambar 11. Penampakan Klinis Intraoral sebelum Perawatan


(A: Tampak depan, B:Tampak kiri, C: Tampak kanan)

Resume Pemeriksaan Penunjang:


Tidak ada keterangan.
Kesimpulan Pemeriksaan:
- Adanya kalkulus subgingiva
- Adanya pembengkan grade 2 yang melibatkan marginal dan papila gingiva, berwarna
kemerahan mengkilat dan halus.
- BOP: +
- Hilangnya stipling
C. PENEGAKAN DIAGNOSIS:
Diagnosis : Gingival enlargment et causa chronic gingivitis ( K06.1)
DD : Drug-induced enlargement
Gingival enlargment associated with systemic conditions
Gingival enlargment associated with systemic diseases
Prognosis : Baik

36
D. RENCANA PERAWATAN KASUS
Kunjungan I

Fase I (Non Surgical) sering disebut dengan terapi inisial yang memliki tujuan untuk
menghilangkan seluruh faktor penyebab peradangan gingiva.

- Intruksi kepada pasien untuk melakukan kontrol plak.

- Scaling supra dan subgingiva, serta root planning


Kunjungan II
Fase IV (Maintenace)
Pada kunjungan ke II dilihat kembali status periodontal setelah 4 minggu dilakukan SRP
tujuannya melihat kondisi gingiva apakah ada kekambuhan atau terdapat perubahan yang positif.
Beberapa prosedur dalam fase ini antara lain: mengecek ada tidaknya inflamasi gingiva,
kedalaman poket dan mobilitas gigi.
Fase II (Surgical)
Kuretase gingiva dilakukan dbawah anestesi lokal (2% lignokain hidroklorida dengan 1:80.000
epinefrin), kuretase dilakukan pada gigi anterior mandibula (gigi 33 hingga 43) dengan bantuan
kuret Gracey # 1, 2, 3, 4.
Kunjungan III
Fase IV (Maintenance)
Kunjungan ke III dilihat kembali status periodontal setelah 2 bulan dilakukan kuretase dan
medikasi tujuannya melihat kondisi gingiva apakah ada kekambuhan atau terdapat perubahan
yang positif.
E. PEMBAHASAN
Gingival enlargement merupakan jaringan gingiva yang mengalami pembesaran secara
berlebihan di antara gigi dan dan atau pada daerah servikal gigi. Gingival enlargement
disebabkan oleh banyak faktor, faktor utama adalah plak bakteri dan pemakaian obat (obat
antikonvulsan, immunosuppressant, dan calcium channel blockers. Tanda klinis yang muncul
yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat, konsistensi lunak, warna merah dan margin gingiva
tampak membulat (Newman, 2019). Perawatan gingival enlargement dilakukan dengan
menghilangkan faktor penyebab seperti memperbaiki faktor lingkungan, kontrol plak dan
kalkulus, serta dalam kasus yang parah prosedur bedah seperti kuret dan gingivektomi mungkun
diperlukan (Satrio, 2018). Menurut Newman (2019), berdasarkan derajat keparahan dibagi
menjadi:

37
1. Grade 0 : tidak ada gingival enlargement.
2. Grade 1 : pembesaran pada papila interdental.
3. Grade 2: pembesaran pada papila interdental dan margin gingiva.
4. Grade 3: pembesaran hingga menutupi ¾ atau lebih mahkota klinis. (Newman, 2019).
Pembesaran gingiva dapat berasal dari inflamasi kronis atau akut. Inflamasi kronik lebih
biasa terjadi dari pada akut. Pembesaran kronis inflamasi gingival disebabkan oleh mikroba yang
dikaitkan dengan kontak yang terlalu lama pada plak gigi. Faktor-faktor yang mendukung
akumulasi plak yaitu kebersihan mulut yang buruk, serta iritasi karena kelainan anatomi dan
restorative yang tidak tepat serta peralatan orthodontik. Pembesaran akut inflamasi gingival
boasanya berasal dari bakteri yang terbawa jauh ke dalam jaringan oleh benda asing seperti
makanan yang tertanam dan bulu sikat gigi (Newman, 2019). Gambaran klinis dari pemeriksan
intraoral pasien menunjukan derajat keprahan tingkat 2 yaitu pembesaran sudah mencapai pada
papila interdental dan margin gingiva (Das dkk., 2020).
Pemeriksaan keadaan umum sehat dan pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
serta tidak memiliki kebiasaan mengunyah tembakau. Pemeriksaan introral menunjukkan
adanya kalkulus subgingiva terutama pada regio anterior bawah, tampak adanya pembengkan
yang melibatkan bagian marginal dan papila gingiva, selain itu terdapat kemerahan mengkilat
pada gingiva dan hilangnya stipling. Diagnosis klinis kasus ini yaitu gingival enlargment et
causa gingivitis chronic. Prognosis tergolong baik karena pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik, memiliki motivasi tinggi untuk menjaga kebersihan rongga mulut, dan kooperatif (Das
dkk., 2020). Rencana perawatan pada kasus ini dimulai dari fase non surgical atau terapi inisial
bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang menyebabkan peradangan gingiva serta
pemberian instruksi dan motivasi pasien dalam melakukan kontrol plak. Kontrol plak dilakukan
dengan cara mengedukasi pasien untuk pemeliharaan kebersihan oral yang tepat dan berlatih
teknik menyikat gigi yang benar (Modified Bass Technique) (Das dkk., 2020).
Pembersihan kalkus subgingiva pada kasus ini dapat dilakukan dengan perawatan scaling
dan root plnning (SRP). Scaling adalah suatu tindakan penghilangan plak, kalkulus dan stain
yang terdapat pada permukaan mahkota gigi. Root planing adalah pembuangan jaringan
sementum nekrotik dan atau lunak, dentin, kalkulus serat eliminasi bakteri dan toksin dari
permukaan akar gigi untuk memperoleh permukaan akar yang halus (Andriani, 2012). Tahapan
prosedur SRP diawali dengan anestesi lokal pada jaringan sekitar gigi dengan menggunakan
anestesi teknik infiltrasi. Penghalusan akar/ root planing, instrumen dimasukkan sejajar sumbu
gigi, mata pisau menghadap permukaan akar sampai dasar poket kemudian ditarik ke arah
oklusal. Tindakan ini dilakukan berulang sampai permukaan akar terasa halus, dilanjutkan
dengan irigasi menggunakan larutan NaCl fisiologis 0,9% (Johanna, Gabriella, 2021). 38
Curettage adalah tindakan untuk menghilangkan atau membersihkan jaringan granulasi
atau jaringan yang meradang dari gingiva yang merupakan dinding poket. Dengan dilakukannya
curettage diharapkan jaringan periodontal akan sehat terjadi regenerasi dan perlekatan kembali
dengan dinding gigi (Andriani 2012). Kuretase pada gingiva regio anterior dapat dilakukan
dengan menggunakan kuret Gracey no.1-2, 3-4. Kuret dimasukkan ke dalam sulkus gingiva
searah aksis gigi sampai dasar poket, dan bagian yang tajam dari kuret Gracey diletakkan pada
daerah epitel sulkuler, kemudian lakukan pengerokan beberapa kali sampai jaringan granulasi
terangkat semua dan tidak terdapat jaringan granulasi lagi. Setelah itu daerah operasi diirigasi
dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% kemudian akuades sampai bersih (Dinyati, 2016).
Pembersihan dan pengeringan daerah operasi dengan menggunakan tampon steril.
Gingiva diadaptasikan ke permukaan gigi dengan cara menekan gingival kearah gigi dengan jari
selama 1-3 menit. Periodontal pek yang dikemas dalam bentuk dua tube pasta seperti Coe-Pak®
dipersiapkan dengan mencampur pasta basis dan pasta akselerator sama panjang, dan diaduk
sampai didapatkan warna yang merata, setelah itu pasta yang telah diaduk sudah dapat dibentuk
dan ditempatkan di atas luka (Johanna dan Gabriella, 2021). Setelah dilakukan perawatan
kuretase akan terjadi proses perbaikan epitel sulkuler yang berlangsung antara dua sampai tujuh
hari, sedangkan untuk perbaikan epitel cekat terjadi selama lima hari. Pengerutan margin gingiva
terjadi setelah satu minggu dan penyembuhan sempurna terjadi antara dua sampai tiga minggu
setelah kuretase. Penyembuhan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor sistemik,
sistem kekebalan tubuh pasien, dan kepedulian pasien untuk menjaga kebersihan rongga
mulutnya (Dinyati, 2016).
Terapi antibiotika sistemik memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan dengan
yang diberikan secara lokal. Antibiotika sistemik dapat diberikan melalui serum ke dasar poket
dan mempengaruhi organisme invasif jaringan seperti A.actinomycetemcomitans. Selain itu juga
dapat mempengaruhi sumber dari reinfeksi bakteri, yaitu saliva, tonsil, dan mukosa. Obat
sistemik ini juga lebih murah biayanya dan mempersingkat waktu perawatan pasien. Jika
pemeriksaaan mikrobiologis menunjukkan adanya A. actinomycetemcomitans maka disarankan
penggunaan kombinasi obat amoksisilin dengan asam klavulanat dan metronidazol, yang
merupakan antibiotik spesifik untuk obligat anaerob (Johanna dan Gabriella, 2021). Pasien yang
alergi terhadap penisilin, dapat diberikan siprofloksasin sebagai pengganti amoksisilin dengan
asam klavulanat. Siprofloksasin efektif terhadap stafilokokus, pseudomonas, dan enteric rods.
Selain itu dapat juga digunakan klindamisin (Dinyati, 2016).
Johanna dan Gabriella (2021), pada studi kasusnya proses penyembuhan pasca prosedur
kuretase dapat diberian medikasi berupa amoksisilin 500 mg, natrium diklofenak 50 mg, dan
vitamin B kompleks dan vitamin C agar mempercepat penyembuhan lukanya. Setiap gejala yang39
menunjukkan tanda-tanda kambuhnya penyakit seperti pendarahan saat probing, dianggap
sebagai tanda klinis pertama terjadinya peradangan dan harus segera dilakukan. perawatan untuk
mencegah progesifitas dari penyakit. Kerjasama yang baik antar dokter gigi dan pasien sangat
penting dilakukan sehingga perawatan dapat berjalan dengan optimal. Kedisiplinan pasien untuk
melakukan kunjungan berkala maupun dalam melakukan control plak dirumah membantu
mencegah terjadinya kerusakan jaringan periodontal yang lebih parah.

40
F. LAMPIRAN

41
42
43
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, I., 2012, Efektivitas Antara Scaling Root Planing Dengan dan Tanpa Pemberian
Ciprofloxacin Per Oral Pada Penderita Periodontitis, International Dental
Journal, 1(2):70-81.
Bathla, S., 2011, Periodontics Revisited. 1st Ed. New delhi: Jaypée Brothers Medical
Publishers, hal: 191.
Carranza, F. A., Newman, M. G., Takei, H. H., & Klokkevold, P. R. (2015). Carranza's
clinical periodontology (12 ed.). Philadelphia: Saunders Elsevier.
Chatterjee, A., Baiju, C.S., Bose, S., Shetty, S.S., 2013, Clinical uses and benefits of
ultrasonic scalers as compared to curets: A review, J Oral Health & Community
Dent, 7(2):108-1
Daliemunthe, 2009, Periodonsia edisi ke-2, Bagian Peridonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Medan:55-127.
Das, C. A., Panda, S., Kumar, M., Mohanty, R., dan Nayak, R., 2020, Chronic Inflamatory
Gingival Enlargment Managed by Scaling and Root Planing with Curettage: A Cas
Report, Indian Journal of Forensik Medicine & Toxicology, Vol 14(4). 8067-8069.
Dibart, S., Dietrich, T., 2010, Practical Periodontal Diagnosis and Treatment Planning,
Bllackwell Publishing, Lowa.
Dinyati M, Andi MA. Kuretase gingiva sebagai perawatan poket periodontal. Makassar
Dent J. 2016;5(2):58-64.
Fedi, P. F., Vernino, A. R., & Gray, J. L. (2005). The Periodontic Syllabus (4th ed.).
Williams and Wilkins.
Finkbeiner, B.L., 2010, Four-Handed Dentistry, Part 1: An Overview Concept, J Crest
Oral B, 10 (2): 135-137.
Jain, S., Kaur, H., Sehgal, N.K., Saxena, D., 2016, Investing in Periodontal Instrumen,
Journal of Dental Sciences and Oral Rahabilitation, 7(1): 21-27.
Johanna, A. K., Gabriella, A. S., 2021, Perawatan Kuretase Gingiva Gigi Anterior pada
Periodontitis: Laporan Kasus, e-GiGi, Vol 9 (1): 86-91.
Katz, J., Peretz, B., Sgan-Cohen, H.D., Horev. T, Eldad, A., 2000, Periodontal Status by
CPITN, and associated variables in an Israeli Permanent force military
Population, J Clin Periodontal, Vol 27(5):1
Kodir, A.I.A., Herawati, D., Murdiastuti, K., 2014, Perbedaan Efektivitas Antara
Pemberian Secara Sistemik Ciprofloksasin dan Amoksisilin Setelah Scaling dan
Root Planing pada Periodontitis Kronis Penderita Hipertensi, Jurnal
44
Kedokteran Gigi, 5(4): 323-328.
Kiswaluyo, 2013, Perawatan Periodontitis pada Puskesmas Sumbersari, Puskesmas
Wuluhan dan RS Bondowoso, Stomatognatic: Jurnal kedokteran gigi UNEJ,
Vol 10 (3): 115-120.
Krismariono, A., 2009, Prinsip-Prinsip Dasar Scaling dan Root Planing dalam Perawatan
Periodontal, Periodontic Journal, 1(1):1-5.
Manson J.D., 2013, Buku Ajar Periodonti, Edisi 2, Hipokrates, Jakarta.
Newman, M. G., Klokkevold, P. R., Takei, H. H., & Carranza, F. A. 2012, Carranza's
Clinical Periodontology (11 ed.). USA: Sauders Elsevier.
Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., Carranza, F.A., 2019, Carranza’s Clinical
Periodontology, 13th ed, Saunders Elsevier, St. Louis Missouri.
Nield-Gehrig, J.S., 2013, Fundamentals of Periodontal Instrumentation and Advanced
Root Instrumentation, 7th Ed., Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia.
Nayak, D.G., Uppoor, A., C.P. Mahesh, 2014, Textbook of Periodontology and Oral
Implantology, 2nd Ed., Elsevier, India.
Odell, E.W., 2017, Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 9th Ed.,
Elsevier, Missouri.
Pattison, A.M., Pattison, G.L., 1991, Periodontal Instrumentation, 2nd edition, Prentice-
Hall International, California, h. 86.

Putri, M.H., Herijulianti , E., Nurjannah, N., 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan
Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Reddy, S., 2011, Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics, Jaypee Brothers
Medical Publishers, India.
Robinson, M., Hunter, K., Pemberton, M., Sloan, P., 2018, Soame’s and Southam’s Oral
Pathology, 5th Ed., Oxford University Press, United Kingdom.
Satrio, R., dan Laksmi, P. I., 2018, Laporan Kasus: Pembesaran gingiva yang diinduksi
fenitoin, Stomatognatic: Jurnal Kedokteran Gigi UNEJ, Vol. 15(1): 17-20.
Widyastuti, R., 2009, Periodontitis: Diagnosis dan Perawatannya, Jurnal Ilmiah dan
Teknologi Kedokteran Gigi, 6(1): 1-9.
Wiley, J., 2010, Comparative Biology of Chronic and Aggressive Periodontitis,
Introduction. Periodontol, Vol 53(6):7-11.
Witjaksono, W., Abusamah, R. dan Kannan, T., 2006, Clinical evaluation in periodontitis
patient after curettage, Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Vol 39 (3) : 102–106

45
46

Anda mungkin juga menyukai