REQUIREMENT:
KURETASE
NAMA DPJP:
drg. Pratiwi Nur Widyaningsih, M Biomed
NAMA MAHASISWA/NIM:
Rina Muji Rahayu/ G4B020032
Komponen Pembelajaran
Resume Diskusi
Daring
Nilai
Tanda Tangan
DPJP
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1. Pemeriksaan Subjektif
2. Pemeriksaan objektif
1) Pemeriksaaan OHI
3
Gambar 2. Segmen gigi saat pemeriksaan OHI
4
Menghitung debris indeks (DI)
2) Pemeriksaan OHI-S
5
menggunakan gigi indeks dalam perhitungannya. Green & Vermillion
(1964) menentukan enam permukaan gigi pilihan yang dapat mewakili
semua segmen anterior dan posterior mulut berdasarkan pemeriksaan
yang dilakukan pada seluruh mulut. Keenam gigi yang diperiksa pada
OHI-S adalah permukaan fasial atau bukal dari gigi 6 1 6 dan permukaan
lingual dari gigi 6 1 6 (Putri dkk., 2010).
Tiap permukaan gigi dibagi secara horizontal menjadi tiga
bagian: 1/3 gingival, 1/3 bagian tengah dan 1/3 incisal. Untuk
pemeriksaan DI-S (debris indeks) dan CI-S digunakan sonde yang
diletakkan pada 1/3 incisal dan digerakkan ke 1/3 gingival sesuai dengan
kriteria bila (Nield gehrig, 2013).
b) Molar 1 dan Molar 2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,
penilaian dilakukan pada Molar 3 rahang atas atau rahang bawah.
c) Molar 1 Molar 2 Molar 3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,
segmen tidak dihitung.
e) Insisivus 1 kanan atau kiri atas tidak ada, segmen tidak dihitung.
g) Insisivus 1 kiri atau kanan bawah tidak ada, segmen tidak dihitung.
3) Pemeriksaan O’Leary
c) Sebuah sektan diperiksa jika terdapat dua atau lebih gigi fungsional
dan tidak indikasi ekstraksi.
d) Jika hanya terdapat satu gigi yang tersisa pada suatu sektan, maka
gigi tersebut dimasukkan ke dalam sektan yang berdekatan.
8
a) Jika salah satu gigi molar dari gigi indeks tidak ada, tidak perlu
dilakukan penggantian gigi tersebut.
b) Jika dalam sextan tidak terdapat gigi indeks, semua gigi yang ada
dalam sextan tersebut diperiksa dan dinilai, lalu diambil yang
mempunyai keadaan terparah dengan skor tertinggi pada sextan
tersebut.
d) Bila pada satu sextan tidak ada gigi indeks dan juga gigi
penggantinya, maka diberi tanda X.
Kriteria skoring
a) Kode X yaitu ketika hanya terdapat satu gigi atau tidak ada gigi
fungsional dalam satu sektan.
b. Pemeriksaan gingiva
Prinsip pada saat pemeriksaan gingiva adalah gingiva harus dalam keadaan
kering. Pemerksaan gingiva antara lain (Robinson dkk, 2018) :
1) Inflamasi gingiva, pembengkakan dan perubahan kontur gingiva
9
- Kelas 2 : Resisi mencapai mucogingival juntion, tetapi tidak ada
kehilangan tulang interdental.
3) Berdasarkan Morfologi:
4) Berdasarkan Letak:
10
c. Pemeriksaan periodontal
1) Probing dept
Probing dept diukur dari margin gingiva ke dalam dasar sulkus. Nilai
probing dept normal tidak melebihi dari 3 mm. Pengukuran dapat
dilakukan dengan menggunakan probe dengan cara ujung probe
diletakkan ke dalam sulkus gingiva digerakan dengan gerakan walking
stroke mengelilingi gigi. Lakukan probing pada 6 permukaan setiap gigi
dan hanya 1 pembacaan dari setiap permukaan (yang paling dalam), hasil
+0,5 dibulatkan keatas (Nayak, 2014).
a) Bedasarkan lokasi:
b) Berdasarkan distribusi:
- Lokal: terbatas pada satu gingiva atau sekelompok gigi
- General: meliputi gingiva seluruh rongga mulut
Discrete: pembesaran seperti tumor yang dapat bertangkai atau
Berdasarkan derajat keparahan:
- Grade 0 : tidak ada gingival enlargement.
- Grade 1 : pembesaran pada papila interdental.
- Grade 2: pembesaran pada papila interdental dan margin
gingiva.
- Grade 3: pembesaran hingga menutupi ¾ mahkota atau lebih
(Reddy, 2011).
3) Clinical Attachement Loss (CAL)
PBI =
13
5) Pemeriksaan mobilitas gigi dilakukan menggunakan dua ujung
instrumen tumpul atau satu instrumen tumpul dan jari. Pemeriksaan
mobilitas horizontal dengan mengunakan batang instrumen ditempatkan
di bagian bukal dan palatal, bila menggunakan jari maka jari diposisikan
di palatal dan satu batang instrumen di bagian bukal. Gigi kemudian
digerakkan dengan arah bukal-palatal. Pemeriksaaan mobilitas vertikal
yaitu dengan cara memposisikan instrumen di bagian oklusal gigi
kemudian diarahkan ke vertikal. Berikut klasifikasi kegoyangan gigi
menurut Miller (1950):
14
B. DIAGNOSIS PENYAKIT PERIODONTAL
a. Penyakit gingiva
b. Periodontitis kronis
- Localized
- Generalized
c. Periodontitis agresif
- Localized
- Generalized
e. Abses periodonsium
15
Abses periodonsium dibagi menjadi: abses gingival, abses periodontal dan
abses perikoronal.
- Trauma oklusa
1. Penyakit gingiva
- Kehamilan
16
- Diabetes melitus
6) Lesi traumatic
7) Reaksi autoimun
c. Gingival Enlargement
17
lingkungan, kontrol plak dan kalkulus, serta dalam kasus yang parah prosedur
bedah seperti kuret dan gingivektomi mungkun diperlukan (Satrio, 2018).
Gingival enlargement diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Bedasarkan lokasi:
18
sebagai berikut:
1) Inlammatory enlargement due to chronic gingivitis
2) Drug-induced enlargement
3) Gingival enlargment associated with systemic conditions
4) Gingival enlargment associated with systemic diseases
5) Gingival ibromatosis
2. Periodontitis Kronis
3. Periodontitis Agresif
- Circumpubertal onset
b. Generalisata
a. Excellent prognosis
b. Good prognosis
Tulang alveolar baik, kelainan sistemik ada tapi terkontrol, dan pasien
20
kooperatif.
c. Fair prognosis
d. Poor prognosis
Bone loss 50% , furcation involvement grade 1-2, mobilitas gigi derajat 2-
3, dan pasien tidak kooperatif.
e. Questionable prognosis
Bone loss >50%, furcation involvement grade II dan III, gigi goyang, dan
faktor kelainan sistemik.
f. Hopeless prognosis
21
Gambar 6. Fase perawatan periodontal
Terapi inisial disebut juga terapi fase I (phase non-surgical) atau terapi
higienik. Terapi inisial bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang
menyebabkan peradangan gingiva serta pemberian instruksi dan motivasi
pasien dalam melakukan kontrol plak. Terapi inisial juga disebut sebagai fase
etiotropik karena bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologik penyakit
periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I
yaitu:
a. DHE, intruksi dan motivasi pasien
Instruksi kontrol plak harus dimulai sejak kunjungan pertama, yaitu
penggunaan sikat gigi mencakup metode menyikat gigi yang benar,
22
frekuensi menyikat gigi, lama menyikat gigi, sikat gigi yang digunakan dan
prinsip penyikatan. Instruksi kontrol plak yang komperehensif selanjutnya
meliputi penggunaan alat bantu selain sikat gigi yaitu benang gigi maupun
pembersih daerah interdental lainnya. Konseling yang bersifat memotivasi
pasien terhadap faktor resiko yang berpengaruh terhadap penyakit
periodontal (seperti merokok) juga dimulai pada tahap ini (Manson, 2013).
b. Scalling dan Root Planning
Kalkulus memiliki permukaan yang kasar sehingga menjadi tempat yang
ideal bagi perlekatan bakteri, oleh karena itu kalkulus harus dihilangkan
agar kontrol plak dapat dilaksanakan secara efektif. Scalling dan root
planning termasuk dalam perawatan periodontal tahap awal. Tujuan utama
tindakan ini adalah untuk memperbaiki kesehatan gingiva dengan cara
menghilangkan faktor yang menimbulkan keradangan dari permukaan gigi.
Scalling supragingiva dapat dilakukan dengan menggunakan skeler
manual, alat kuret dan instumen ultrasonik. Tindakan instrumentasi
periodontal dapat direncanakan dalam beberapa kali kunjungan dan untuk
pasien dengan inflamasi yang parah dan disertai deposit kalkulus yang
banyak, tindakan debridemen seluruh mulut (full- mouth debridement)
dapat dilakukan secara bertahap dalam dua kunjungan atau lebih.
Penggunaan anastesi lokal juga diperlukan bila instrumentasi dilakukan
pada sisi inflamasi yang lebih dalam, selanjutnya dilakukan pemolesan
yang bertujuan untuk menghilangkan permukaan kasar setelah
pembuangan sisa kalkulus supragingiva (Widyastuti, 2009).
c. Perawatan karies dan lesi endodontik
Langkah ini meliputi pembuangan karies secara sempurna kemudian
dilakukan penumpatan dengan restorassi sementara atau restorasi akhir.
Kontrol terhadap karies penting karena karies merupakan sumber infeksi
sehingga perlu perawatan untuk memaksimalkan penyembuhan selama
perawatan periodontal fase I. Karies khususnya pada daerah proksimal
dan serikal gigi serta pada permukaan akar, merupakan daerah reservoir
bakteri dan dapat memberikan pengaruh terhadap re-populasi bakteri plak.
Kavitas yang terbentuk akibat proses karies merupakan wadah yang baik
23
dimana plak terlindung dari usaha eliminasi secara mekanis. Oleh karena
itu kontrol terhaap karies sangat penting, setidaknya penumpatan
sementara harus diselesaikan dalam terapi fase I (Ismail, 2015).
d. Menghilangkan restorasi gigi yang overcountur dan over hanging
Restorasi dengan permukaan yang kasar, overcountur, overhanging, atau
terlalu menekan ke daerah subgingiva dapat menyebabkan akumulasi
bakteri periodontal yang bersifat pathogen sehingga menyebabkan
terjadinya inflamasi gusi, kehilangan perlekatan epitel dan kehilangan
tulang alveolar. Restorasi tersebut mempengaruhi efektivitaas kontrolplak
yang dilakukan pasien sehingga harus dikoreksi dengan carapenggantian
seluruh restorasi atau mahkota, atau koreksi dengan menggunakan
finishing bur atau file berlapis diamond (diamond-coated files) yang
dipasang pada handpiece khusus. Untuk restorasi yang overhanging
pada daerah subgingiva, memungkinkan melakukan tindakan flap yang
sederhana untuk memfasilitasi akses akhiran restorasi (Manson, 2013).
e. Penyesuaian oklusal (occlusal adjustment)
Tahapan setelah gigi-gigi menempati posisi yang semestinya, kemudian
dilakukan occlusal adjustment untuk menghilangkan trauma oklusal serta
oral hygiene yang baik (Ismail, 2015).
f. Splinting temporer pada gigi yang goyah
Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala penyakit periodontal yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang vertikal. Salah
satu cara untuk mengontrol dan menstablisasi kegoyangan gigi adalah
splinting. Kegoyangan gigi diklasifikasikan menjadi 3 derajat. Derajat 1
yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2 yaitu
kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu kegoyangan > 1 mm pada
segala arah dan/ atau gigi dapat ditekan kea rah apikal. Splinting
diindikasikan pada keadaan kegoyangan gigi derajat 3 dengan kerusakan
tulang berat (Fedi, 2015).
g. Analisis diet dan evaluasinya
Defisiensi nutrisional tidak menimbulkan penyakit gusi. Meskipun
demikian, bila penyakit akibat plak sudah ada, defisiensi nutrisi akan
24
mempengaruhi perkembangan penyakit, oleh karena itu diet yang
seimbang sangat diperlukan. Konsumsi gula dalam bentuk apapun
sebaiknya dikurangi (Manson, 2013).
25
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan akses untuk melakukan detoksifikasi akar
b. Mengurangi poket yang meluas
c. Menyediakan atau mempertahankan daerah gingiva cekat yang
cukup
d. Membuka akses untuk mencapai tulang di bawahnya, untuk
merawat cacat tulang
e. Memudahkan prosedur regeneratif (Fedi, 2015).
3) Rekonturing tulang
Bedah tulang merupakan istilah umum bagi semua prosedur yang
dirancang untuk memperbaiki dan membentuk kembali cacat dan
kelainan bentuk pada tulang yang mengelilingi gigi (Fedi, 2015).
4) Prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
5) Penempatan implant
4. Fase III (Restorative phase)
Fase dengan tahapan pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal
untuk gigi yang hilang, splinting permanen serta evaluasi respon terhadap
terapi fase III dengan pemeriksaan periodontal (Carranza, 2015).
5. Fase IV (Maintenance phase)
Fase IV dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit
periodontal sehingga perlu dilakukan kontrol periodik. Beberapa prosedur
dalam fase ini adalah sebagai berikut:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Re-evaluasi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat
skor plak
3. Ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi
4. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal
dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali
5. Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektivitas
kontol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
Aplikasi tablet fluoride secara topical untuk mencegah karies
(Kiswaluyo, 2013).
26
E. Tindakan Perawatan
1. Kuretase
3) Dapat dilakukan untuk membuat perlekatan baru pada poket periodontal tipe
infraboni dengan kedalaman sedang pada area yang mudah diakses.
4) Dapat dilakukan sebagai prosedur non-definitif untuk mengurangi inflamasi
yang jika penghilangan poket dilakukan dengan metode lain atau teknik
bedah yang lebih agresif dikontraindikasikan pada pasien dengan kondisi
tertentu seperti usia, kondisi sistemik, ataupun masalah psikologis.
5) Dapat dilakukan pada kunjungan recall sebagai metode perawatan
maintenance pada area yang mengalami inflamasi atau kedalaman poket
rekuren, terutama jika bedah untuk mengurangi poket sebelumnya sudah
dilakukan (Bathla, 2011; Newman dkk., 2012).
27
b. Kontraindikasi
Kontraindikasi kuretase:
1) Adanya infeksi akut seperti necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
2) Pembesaran fibrous pada gingiva seperti hiperplasia karena phenytoin
3) Perluasan dasar poket ke apikal mucogingival junction
4) Pasien dengan kondisi sistemik tertentu, manfaat dibandingkan resiko dari
prosedur bedah dipertimbangkan secara hati-hati sebelum prosedur dilakukan
kepada pasien (Bathla, 2011; Newman dkk., 2012).
c. Teknik kuretase
Pada saat melakukan prosedur kuretase yang perlu diperhatikan adalah
aksesbilitas, visibilitas, iluminasi, dan retraksi. Aksesbilitas merupakan posisi
pasien dan operator yang dapat memudahkan akses instrumen sehingga
perawatan dapat berjalan efektif. Visibilitas merupakan keadaan operator untuk
melihat daerah kerja pada saat melakukan tindakan baik secra langsung maupun
tidak langsung. Iluminasi merupakan penerangan atau pencahayaan yang di
dapatkan dari lampu pada dental unit atau melalui refleksi lampu pada kaca
mulut. Retraksi tergantung pada daerah operasi yangdapat menggunakan jari
operator ataupun kaca mulut untuk merenggangkan rongga mulut ataupun lidah
pasien (Krismariono, 2009). Teknik memegang instrumen pada prosedur
kuretase umumnya adalah modified pen grasp. Modified pen grasp
merupakan teknik yang dilakukan seperti memegang pena dengan bagian
dalam ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Ibu jari dan jari telunjuk berada
berdekatan pada gagang alat (handle) di sisi yang bersebrangan sedangkan jari
tengah berada diatas leher alat (shank). Cara ini memungkinkan operator untuk
melakukan kuretase dengan tekanan yang terkontrol. (Nield-Gehrig, 2013).
- Gracey #7-8 and 9-10: gigi posterior bagian labial dan lingual
2. SOP
Menurut Kodir dkk., (2014), prosedur tindakan scaling dan root planning:
1) Pemeriksaan Subjektif
a. Pemeriksaan Objektif: deteksi kalkulus supragingiva, deteksi kalkulus
subgingiva, dan kedalaman poket gingiva.
Edukasi pasien mengenai DHE meliputi cara menyikat gigi yang benar 2x
dalam sehari, penggunaan dental flos atau obat kumur jika diperlukan.
Edukasi pasien apabila terdapat kemungkinan gigi menjadi goyang, terasa
nyeri, dan perdarahan yang tidak berhenti dapat segera dikonsultasikan.
Instruksikan pasien untuk kontrol 1 minggu pasca scaling.
33
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 23 tahun
B. HASIL PEMERIKSAAN
Resume Pemeriksan Subjektif
a. Chief complain:
Pasien datang ke Departemen Periodonsia dengan keluhan utama pembengkakan gusi
di daerah depan bawah, gusi berdarah, dan bau mulut.
b. Present illness:
Pasien telah menandai pembengkakan dan mengatakan bahwa gingiva yang bengkak
telah meningkat ukurannya sejak saat itu Post medical history:
34
Resume Pemeriksaan Intraoral:
Pemeriksaan intraoral pasien dapat dilihat pada tabel berikut:
Pemeriksaan Kunjungan 1 Kunjungan 2 Kunjungan 3
Initial Konrol 1 Bulan Kontrol 3 Bulan
Lesi Intraoral - - -
Pembengkakan Adanya - -
gingiva pembengkan grade
2 yang melibatkan
marginal dan
papila gingiva,
berwarna
kemerahan
mengkilat dan
halus.
Stippling Hilang
- -
35
OHI-S - - -
Plak skor -
- -
(O’leary)
36
D. RENCANA PERAWATAN KASUS
Kunjungan I
Fase I (Non Surgical) sering disebut dengan terapi inisial yang memliki tujuan untuk
menghilangkan seluruh faktor penyebab peradangan gingiva.
37
1. Grade 0 : tidak ada gingival enlargement.
2. Grade 1 : pembesaran pada papila interdental.
3. Grade 2: pembesaran pada papila interdental dan margin gingiva.
4. Grade 3: pembesaran hingga menutupi ¾ atau lebih mahkota klinis. (Newman, 2019).
Pembesaran gingiva dapat berasal dari inflamasi kronis atau akut. Inflamasi kronik lebih
biasa terjadi dari pada akut. Pembesaran kronis inflamasi gingival disebabkan oleh mikroba yang
dikaitkan dengan kontak yang terlalu lama pada plak gigi. Faktor-faktor yang mendukung
akumulasi plak yaitu kebersihan mulut yang buruk, serta iritasi karena kelainan anatomi dan
restorative yang tidak tepat serta peralatan orthodontik. Pembesaran akut inflamasi gingival
boasanya berasal dari bakteri yang terbawa jauh ke dalam jaringan oleh benda asing seperti
makanan yang tertanam dan bulu sikat gigi (Newman, 2019). Gambaran klinis dari pemeriksan
intraoral pasien menunjukan derajat keprahan tingkat 2 yaitu pembesaran sudah mencapai pada
papila interdental dan margin gingiva (Das dkk., 2020).
Pemeriksaan keadaan umum sehat dan pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
serta tidak memiliki kebiasaan mengunyah tembakau. Pemeriksaan introral menunjukkan
adanya kalkulus subgingiva terutama pada regio anterior bawah, tampak adanya pembengkan
yang melibatkan bagian marginal dan papila gingiva, selain itu terdapat kemerahan mengkilat
pada gingiva dan hilangnya stipling. Diagnosis klinis kasus ini yaitu gingival enlargment et
causa gingivitis chronic. Prognosis tergolong baik karena pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik, memiliki motivasi tinggi untuk menjaga kebersihan rongga mulut, dan kooperatif (Das
dkk., 2020). Rencana perawatan pada kasus ini dimulai dari fase non surgical atau terapi inisial
bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang menyebabkan peradangan gingiva serta
pemberian instruksi dan motivasi pasien dalam melakukan kontrol plak. Kontrol plak dilakukan
dengan cara mengedukasi pasien untuk pemeliharaan kebersihan oral yang tepat dan berlatih
teknik menyikat gigi yang benar (Modified Bass Technique) (Das dkk., 2020).
Pembersihan kalkus subgingiva pada kasus ini dapat dilakukan dengan perawatan scaling
dan root plnning (SRP). Scaling adalah suatu tindakan penghilangan plak, kalkulus dan stain
yang terdapat pada permukaan mahkota gigi. Root planing adalah pembuangan jaringan
sementum nekrotik dan atau lunak, dentin, kalkulus serat eliminasi bakteri dan toksin dari
permukaan akar gigi untuk memperoleh permukaan akar yang halus (Andriani, 2012). Tahapan
prosedur SRP diawali dengan anestesi lokal pada jaringan sekitar gigi dengan menggunakan
anestesi teknik infiltrasi. Penghalusan akar/ root planing, instrumen dimasukkan sejajar sumbu
gigi, mata pisau menghadap permukaan akar sampai dasar poket kemudian ditarik ke arah
oklusal. Tindakan ini dilakukan berulang sampai permukaan akar terasa halus, dilanjutkan
dengan irigasi menggunakan larutan NaCl fisiologis 0,9% (Johanna, Gabriella, 2021). 38
Curettage adalah tindakan untuk menghilangkan atau membersihkan jaringan granulasi
atau jaringan yang meradang dari gingiva yang merupakan dinding poket. Dengan dilakukannya
curettage diharapkan jaringan periodontal akan sehat terjadi regenerasi dan perlekatan kembali
dengan dinding gigi (Andriani 2012). Kuretase pada gingiva regio anterior dapat dilakukan
dengan menggunakan kuret Gracey no.1-2, 3-4. Kuret dimasukkan ke dalam sulkus gingiva
searah aksis gigi sampai dasar poket, dan bagian yang tajam dari kuret Gracey diletakkan pada
daerah epitel sulkuler, kemudian lakukan pengerokan beberapa kali sampai jaringan granulasi
terangkat semua dan tidak terdapat jaringan granulasi lagi. Setelah itu daerah operasi diirigasi
dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% kemudian akuades sampai bersih (Dinyati, 2016).
Pembersihan dan pengeringan daerah operasi dengan menggunakan tampon steril.
Gingiva diadaptasikan ke permukaan gigi dengan cara menekan gingival kearah gigi dengan jari
selama 1-3 menit. Periodontal pek yang dikemas dalam bentuk dua tube pasta seperti Coe-Pak®
dipersiapkan dengan mencampur pasta basis dan pasta akselerator sama panjang, dan diaduk
sampai didapatkan warna yang merata, setelah itu pasta yang telah diaduk sudah dapat dibentuk
dan ditempatkan di atas luka (Johanna dan Gabriella, 2021). Setelah dilakukan perawatan
kuretase akan terjadi proses perbaikan epitel sulkuler yang berlangsung antara dua sampai tujuh
hari, sedangkan untuk perbaikan epitel cekat terjadi selama lima hari. Pengerutan margin gingiva
terjadi setelah satu minggu dan penyembuhan sempurna terjadi antara dua sampai tiga minggu
setelah kuretase. Penyembuhan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor sistemik,
sistem kekebalan tubuh pasien, dan kepedulian pasien untuk menjaga kebersihan rongga
mulutnya (Dinyati, 2016).
Terapi antibiotika sistemik memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan dengan
yang diberikan secara lokal. Antibiotika sistemik dapat diberikan melalui serum ke dasar poket
dan mempengaruhi organisme invasif jaringan seperti A.actinomycetemcomitans. Selain itu juga
dapat mempengaruhi sumber dari reinfeksi bakteri, yaitu saliva, tonsil, dan mukosa. Obat
sistemik ini juga lebih murah biayanya dan mempersingkat waktu perawatan pasien. Jika
pemeriksaaan mikrobiologis menunjukkan adanya A. actinomycetemcomitans maka disarankan
penggunaan kombinasi obat amoksisilin dengan asam klavulanat dan metronidazol, yang
merupakan antibiotik spesifik untuk obligat anaerob (Johanna dan Gabriella, 2021). Pasien yang
alergi terhadap penisilin, dapat diberikan siprofloksasin sebagai pengganti amoksisilin dengan
asam klavulanat. Siprofloksasin efektif terhadap stafilokokus, pseudomonas, dan enteric rods.
Selain itu dapat juga digunakan klindamisin (Dinyati, 2016).
Johanna dan Gabriella (2021), pada studi kasusnya proses penyembuhan pasca prosedur
kuretase dapat diberian medikasi berupa amoksisilin 500 mg, natrium diklofenak 50 mg, dan
vitamin B kompleks dan vitamin C agar mempercepat penyembuhan lukanya. Setiap gejala yang39
menunjukkan tanda-tanda kambuhnya penyakit seperti pendarahan saat probing, dianggap
sebagai tanda klinis pertama terjadinya peradangan dan harus segera dilakukan. perawatan untuk
mencegah progesifitas dari penyakit. Kerjasama yang baik antar dokter gigi dan pasien sangat
penting dilakukan sehingga perawatan dapat berjalan dengan optimal. Kedisiplinan pasien untuk
melakukan kunjungan berkala maupun dalam melakukan control plak dirumah membantu
mencegah terjadinya kerusakan jaringan periodontal yang lebih parah.
40
F. LAMPIRAN
41
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, I., 2012, Efektivitas Antara Scaling Root Planing Dengan dan Tanpa Pemberian
Ciprofloxacin Per Oral Pada Penderita Periodontitis, International Dental
Journal, 1(2):70-81.
Bathla, S., 2011, Periodontics Revisited. 1st Ed. New delhi: Jaypée Brothers Medical
Publishers, hal: 191.
Carranza, F. A., Newman, M. G., Takei, H. H., & Klokkevold, P. R. (2015). Carranza's
clinical periodontology (12 ed.). Philadelphia: Saunders Elsevier.
Chatterjee, A., Baiju, C.S., Bose, S., Shetty, S.S., 2013, Clinical uses and benefits of
ultrasonic scalers as compared to curets: A review, J Oral Health & Community
Dent, 7(2):108-1
Daliemunthe, 2009, Periodonsia edisi ke-2, Bagian Peridonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Medan:55-127.
Das, C. A., Panda, S., Kumar, M., Mohanty, R., dan Nayak, R., 2020, Chronic Inflamatory
Gingival Enlargment Managed by Scaling and Root Planing with Curettage: A Cas
Report, Indian Journal of Forensik Medicine & Toxicology, Vol 14(4). 8067-8069.
Dibart, S., Dietrich, T., 2010, Practical Periodontal Diagnosis and Treatment Planning,
Bllackwell Publishing, Lowa.
Dinyati M, Andi MA. Kuretase gingiva sebagai perawatan poket periodontal. Makassar
Dent J. 2016;5(2):58-64.
Fedi, P. F., Vernino, A. R., & Gray, J. L. (2005). The Periodontic Syllabus (4th ed.).
Williams and Wilkins.
Finkbeiner, B.L., 2010, Four-Handed Dentistry, Part 1: An Overview Concept, J Crest
Oral B, 10 (2): 135-137.
Jain, S., Kaur, H., Sehgal, N.K., Saxena, D., 2016, Investing in Periodontal Instrumen,
Journal of Dental Sciences and Oral Rahabilitation, 7(1): 21-27.
Johanna, A. K., Gabriella, A. S., 2021, Perawatan Kuretase Gingiva Gigi Anterior pada
Periodontitis: Laporan Kasus, e-GiGi, Vol 9 (1): 86-91.
Katz, J., Peretz, B., Sgan-Cohen, H.D., Horev. T, Eldad, A., 2000, Periodontal Status by
CPITN, and associated variables in an Israeli Permanent force military
Population, J Clin Periodontal, Vol 27(5):1
Kodir, A.I.A., Herawati, D., Murdiastuti, K., 2014, Perbedaan Efektivitas Antara
Pemberian Secara Sistemik Ciprofloksasin dan Amoksisilin Setelah Scaling dan
Root Planing pada Periodontitis Kronis Penderita Hipertensi, Jurnal
44
Kedokteran Gigi, 5(4): 323-328.
Kiswaluyo, 2013, Perawatan Periodontitis pada Puskesmas Sumbersari, Puskesmas
Wuluhan dan RS Bondowoso, Stomatognatic: Jurnal kedokteran gigi UNEJ,
Vol 10 (3): 115-120.
Krismariono, A., 2009, Prinsip-Prinsip Dasar Scaling dan Root Planing dalam Perawatan
Periodontal, Periodontic Journal, 1(1):1-5.
Manson J.D., 2013, Buku Ajar Periodonti, Edisi 2, Hipokrates, Jakarta.
Newman, M. G., Klokkevold, P. R., Takei, H. H., & Carranza, F. A. 2012, Carranza's
Clinical Periodontology (11 ed.). USA: Sauders Elsevier.
Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., Carranza, F.A., 2019, Carranza’s Clinical
Periodontology, 13th ed, Saunders Elsevier, St. Louis Missouri.
Nield-Gehrig, J.S., 2013, Fundamentals of Periodontal Instrumentation and Advanced
Root Instrumentation, 7th Ed., Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia.
Nayak, D.G., Uppoor, A., C.P. Mahesh, 2014, Textbook of Periodontology and Oral
Implantology, 2nd Ed., Elsevier, India.
Odell, E.W., 2017, Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine, 9th Ed.,
Elsevier, Missouri.
Pattison, A.M., Pattison, G.L., 1991, Periodontal Instrumentation, 2nd edition, Prentice-
Hall International, California, h. 86.
Putri, M.H., Herijulianti , E., Nurjannah, N., 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan
Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Reddy, S., 2011, Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics, Jaypee Brothers
Medical Publishers, India.
Robinson, M., Hunter, K., Pemberton, M., Sloan, P., 2018, Soame’s and Southam’s Oral
Pathology, 5th Ed., Oxford University Press, United Kingdom.
Satrio, R., dan Laksmi, P. I., 2018, Laporan Kasus: Pembesaran gingiva yang diinduksi
fenitoin, Stomatognatic: Jurnal Kedokteran Gigi UNEJ, Vol. 15(1): 17-20.
Widyastuti, R., 2009, Periodontitis: Diagnosis dan Perawatannya, Jurnal Ilmiah dan
Teknologi Kedokteran Gigi, 6(1): 1-9.
Wiley, J., 2010, Comparative Biology of Chronic and Aggressive Periodontitis,
Introduction. Periodontol, Vol 53(6):7-11.
Witjaksono, W., Abusamah, R. dan Kannan, T., 2006, Clinical evaluation in periodontitis
patient after curettage, Dent. J. (Maj. Ked. Gigi), Vol 39 (3) : 102–106
45
46