Anda di halaman 1dari 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Prosedur Penegakan Diagnosis Bidang Periodonsia

3.1.1 Pemeriksaan Subjektif


Prosedur pemerikaaan subjektif untuk menegakkan diagnosa penyakit
periodontal menurut Newman, dkk. (2008) adalah :
1. Riwayat kesehatan umum
a. Riwayat penyakit sistemik seyogyanya dijelaskan kepada penderita
b. Menjadi sarana atau sumber bagi operator dalam :

Mendiagnosa manifestasi oral penyakit sistemik


Mendeteksi kondisi sistemik yang mungkin memberi efek terhadap respon

jaringan terhadap faktor lokal


Mendeteksi kondisi sistemik yang memerlukan penanganan dan perhatian
khusus pada waktu melakukan prosedur perawatan

2. Riwayat kesehatan gigi


a. Keluhan utama
- Pemeriksaan dimulai dari keluhan utama pasien, untuk menentukan apakah
dibutuhkan perawatan darurat
- Beberapa gejala klinis yang ada hubungannya dengan penyakit periodontal
adalah: perdarahan gingiva, gigi goyang, diastema yang sebelumnya tidak ada,
terasa busuk dalam mulut
- Rasa nyeri sesudah makan, terhadap perubahan suhu, rasa terbakar pada gingiva
dan sangat sensitif bila menghirup udara
b. Riwayat kesehatan gigi
- Kunjungan ke dokter terakhir dan perawatan yang diterima
- Perawatan ortodonti
3.1.2 Pemeriksaan Objektif
1. Pemeriksaan Rongga Mulut
a. Kebersihan mulut
- Kebersihan mulut adalah akumulasi sisa makanan, plak gigi, material alba dan
stain pada permukaan gigi
- Disclosing solution digunakan untuk mendeteksi plak gigi yang terlewatkan

- Banyaknya plak tidak selalu mempunyai hubungan dengan keparahan penyakit


b. Bau mulut / mouth odors
2. Pemeriksaan kelenjar limfe
-Penyakit periodontal, periapikal dan penyakit lain dapat menimbulkan perubahan
pada kelenjar limfe. Pemeriksaan dan evaluasi terhadap kelenjar kepala dan leher
harus rutin dilakukan
-Kelenjar limfe dapat membesar dan/atau mengeras sebagai hasil infeksi,
metastase malignan dan perubahan fibrotik yang kambuh
- Kelenjar yang beradang akan membesar, dapat diraba, lunak, tidak dapat
digerakkan
- Kelainan perodontal yang dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe adalah
ANUG, abses periodontal akut dan gingivostomatitis
- Sesudah perawatan yang berhasil, kelenjar akan normal kembali dalam bebrapa
hari atau mingg
3. Pemeriksaan Gigi
Gigi diperiksa untuk mengetahui adanya karies, bentuk anomali gigi,
wasting, hipersensitif dan hubungan kontak proksimal
a. Wasting desease gigi : erosi, abrasi, atrisi
b. Hipersensitf
c. Dental stain
d. Hubungan kontak proksimal
e. Kegoyangan gigi
Derajat 1 kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal
Derajat 2 kegoyangan gigi sekitar 1 mm
Derajat 3 kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigidapat
ditekan ke arah apikal
f. Trauma dari oklusi
g. Migrasi gigi patologis

4. Pemeriksaan jaringan periodonsium

a. Plak dan karang gigi

b. Gingiva

d. Poket periodontal
Pemeriksaan poket periodontal bisa dengan teknik probing. Teknik probing
yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal gigi dan
berjalan secara sirkumferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk
mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 2002)

Gigi Index Penilaian OHI-S

Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada
permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu :
a. Untuk rahang atas yang diperiksa :
1)

Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.

2)

Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial.

3)

Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.


b. Untuk rahang bawah yang diperiksa :

1)

Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.

2)

Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial.

3)

Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.


Bila ada kasus dimana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka

penilaian dilakukan sebagai berikut :


a.

Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada

molar kedua atas atau bawah.


b.

Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian

dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.


c.

Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.
d.

Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada

insisivus pertama kiri atas.


e.

Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan

penilaian.
f.

Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada

insisivus pertama kanan bawah.


g.

Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.
Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa
tidak ada, maka penilaian debris indeks dan kalkulus indeks masih dapat dihitung
apabila ada dua gigi indeks yang dapat dinilai (Dalimunthe, 2008)).
5.

Kriteria Penilaian OHI-SMenurut Depkes R.I., (1995), kriteria

penilaian kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) seseorang dapat dilihat dari adanya

debrisdan kalkulus pada permukaan gigi. Untuk menentukan kriteria penilaian


debrisatau penilaian OHI-S, maka dipakai tabel debris score dan calculus score
Dalam pemeriksaan debris kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut
(Dalimunthe, 2008) :
Tabel 1
Kriteria Penilaian Pemeriksaan Debris
No
KRITERIA
NILAI
1. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau
0
pewarnaan ekstrinsik.
2.
Pada permukaan gigi yang terlihat, pada debris lunak yang

menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang


dari 1/3 permukaan.
Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debrislunak
tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan
gigi sebagian atau seluruhnya.
3. Pada permukaan gigi yang terlihat pada debris lunak yang
menutupi

permukaan

tersebut

seluas

lebih

dari

1/3

permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.


4. Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi

permukaan tersebut seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh


permukaan gigi.

Debris Index = Jumlah penilaian debris


Jumlah gigi yang diperiksa

Dalam pemeriksaan calculus kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut


(Dalimunthe, 2008) :

Tabel 2
Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus
No
KRITERIA
NILAI
1. Tidak ada karang gigi
0
2. Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi
1
supragingival menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3
3.

permukaan gigi.
Pada permukaan gigi yang terlihat ada karang gigi

supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3


permukaan gigi.
4.

Sekitar bagian cervikal gigi terdapat sedikit subgingival.


Pada permukaan gigi yang terlihat adanya karang gigi

supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya


atau seluruh permukaan gigi.
Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang
menutupi dan melingkari seluruh cervikal (A. Continous
Band of Subgingival Calculus).
Calculus Index = Jumlah penilaian calculus
Jumlah gigi yang diperiksa
Penilaian debrisscore dan calculus score adalah sebagai berikut :
a.

Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6.

b.

Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8.

c.

Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.


Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut :

a.

Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2.

b.

Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0.

c.

Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1-6,0.


OHI-S atau Oral Hygiene Index Simplified merupakan hasil penjumlahan Debris
Index (DI) dan Calculus Index (CI).
Rumus OHI-S =
Indeks CPITN

Debris Index + Calculus Index

Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) dikembangkan


oleh Ainamo dkk, yang merupakan anggota komite ahli WHO. CPITN
memungkinkan melakukan pemeriksaan yang cepat dalam suatu populasi untuk
menentukan kebutuhan perawatannya. Selain itu indeks ini juga sangat berguna
bila digunakan untuk survey epidemiologis (Dalimunthe, 2008).
Prinsip kerja CPITN yaitu :
1. Adanya probe khusus (probe WHO). Probe ini memiliki ujung yang merupakan
bola kecil berdiameter 0,5 mm. Probe ini digunakan untuk melihat adanya
perdarahan dan mengukur kedalaman saku. Pada sonde terdapat daerah yang
diberi warna hitam. Bilamana kedalaman poket kurang dari 3,5 mm maka seluruh
warna hitam masih terlihat. Bila kedalaman poket 4-5 mm, maka hanya sebagian
saja warna hitam yang masih tampak sedangkan untuk poket kedalaman 6mm atau
lebih maka seluruh bagian sonde yang berwarna hitam tidak tampak
lagi(dalimunthe, 2008).
2. Penilaian atas tingkatan kondisi jaringan periodontal.
Prinsip kerja CPITN adalah penilaian berdasarkan skor status periodontal dan
selanjutnya ditentukan kebutuhan perawatan penyakit periodontal. Kriteria
menentukan kebutuhan perawatan tersebut adalah(Dalimunthe, 2008) :
Skor
Status periodontal
0
Periodonsium Sehat
1

Secara langsung atau

Kode
Kebutuhan perawatan
0
Tidak membutuhkan
I

dengan kaca mulut terlihat

Memerlukan perbaikan oral


hygiene

perdarahan setelah
probing
2

Sewaktu probing terasa

II

adanya kalkulus tetapi

Perbaikan oral hygiene dan skeling


professional

seluruh daerah hitam


(pada probe) masih
terlihat
3

Saku dengan kedalaman

III

Perbaikan oral hygiene dan skeling

4-5 mm (tepi gingiva

professional

berada pada bagian probe


berwarna hitam)
4

Saku dengan kedalaman 6


mm

(bagian

berwarna

hitam

IV

probe
tidak

Perbaikan oral hygiene dan skeling


professional

dan

perawatan

komprehensif *

terlihat lagi)
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Radiografi dalam kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang yang
sangat diperlukan setelah diperoleh hasil diagnosa klinis demi mendapatkan hasil
diagnosa akhir yang lebih tepat dan akurat. Radiografi dapat digunakan untuk
menunjang diagnosa seperti penyakit periodontal, plak arteri karotid, kelainan
tulang rahang lainnya, dan lain sebagainya.
Jenis pemeriksaan radiografi yang berperan untuk mengukur kehilangan tulang
adalah periapikal, bitewing dan panoramik. Secara teori, radiografi periapikal dan
bitewing merupakan radiografi yang paling diindikasikan untuk melihat
kehilangan tulang yang disebabkan oleh penyakit periodontal. Tetapi dengan
mempertimbangkan harga, kenyamanan dan dosis yang diterima oleh individu,
radiografi panoramik merupakan radiografi yang paling banyak dipilih.
Radiografi akan sangat membantu dalam evaluasi jumlah tulang yang ada, kondisi
tulang alveolar, kehilangan tulang pada daerah furkasi, lebar dari ruang ligamen
periodontal, dan faktor lokal yang dapat menyebabkan atau memperparah
penyakit periodontal seperti restorasi yang berkontur buruk atau overhanging dan
karies.

20-22

Perubahan lainnya yang dapat dilihat pada penyakit periodontal, yaitu

lesi inflamasi di tulang marginal, terlihat aktivitas osteoblas dan osteoklas,


aktivitas osteoklas yang menyebabkan perubahan pada tulang krestal dan respon
awal dari kerusakan tulang serta pada lesi kronis dapat terlihat osteosklerosis.
Peran radiologi dalam mengenali penyakit periodontal:

1. Panjang dan morfologi akar gigi;


2. Rasio mahkota ke akar gigi;
3. Secara anatomis : Sinus maksilaris, gigi impaksi, supernumerary dan
missing; dan
4. Faktor yang berkontribusi : Karies, lesi inflamatori apikal, resorpsi
akar.20,21
Furcation Involvement
Istilah keterlibatan

furkasi menunjukkan adanya

invasi penyakit

periodontal ke daerah bifurkasi dan trifurkasi pada gigi dengan akar banyak.
Prevalensi keterlibatan furkasi pada gigi rnolar masih belum jelas, tetapi terdapat
beberapa laporan yang mengindikasikan bahwa molar pertama rahang bawah
paling sering terkena dan premolar rahang atas yang paling jarang, sedangkan
yang lainnya telah ditemukan prevalensi yang lebih tinggi pada molar rahang at
as. Jumlah keterlibatan furkasi meningkat sesuai dengan usia (Carranza, 2002).
Keterlibatan furkasi dapat terlihat secara klinis atau tertutup oleh dinding
poket. Perluasan keterlibatan dapat diketahui dengan cara mengeksplorasi
menggunakan probe yang tumpul disertai semprotan udara hangat untuk
mempermudah visualisasi (Carranza, 2002).

Gbr 9. Gambaran skematik : (A) Pembesaran gingiva, (B) Gingiva sehat,


(C)Pembentukan poket pada periodontitis, (D) Resesi gingiva, (E) Keterlibatan
furkasipada penyakit periodontal lanjut pada gigi molar bawah yang
memperlihatkan adanya kehilangan tulang alveolar pada daerah bifurkasi

Keterlibatan furkasi diklasifikasikan menjadi grade I, II, III dan IV berdasarkan


jumlah kerusakan jaringan. Grade I kehilangan tulang insipien, grade II
kehilangan tulang sebagian (cul-de-sac), grade III kehilangan tulang total dengan
terbukanya furkasi throught and through, dan grade IV sama dengan grade III
tetapi disertai dengan resesi gingiva sehingga furkasi terlihat secara klinis
(Carranza, 2002).
Keterlibatan furkasi berdasarkan pengukuran horizontal, antara lain:
1. Klas 1: furkasi dapat di probe dengan kedalaman 3 mm (F1).
2. Klas 2: furkasi dapat di probe dengan kedalaman lebih dari 3 mm, namun tidak
menembus sisi yang lain (F2).
3. Klas 3: furkasi menembus sisi yang lain dan dapat di probe seutuhnya (F3).

Gbr 10. Gambaran skematik klasifikasi keterlibatan furkasi. (Kiri) kehilangan


tulang minimal, (tengah) lesi cul-de-sac, (kanan) lesi through and through (Klaus
dkk, 1989).
Secara mikroskopis, keterlibatan furkasi tidak memperlihatkan gambaran
patologis yang khas, tetapi hanya merupakan fase yang simpel dalam perluasan
poket periodontal ke daerah akar. Pada tahap dini, terjadi pelebaran membran
periodontal dengan seluler dan cairan eksudat inflamasi, diikuti dengan proliferasi
epitel ke dalam daerah furkasi dari bagian tengah poket periodontal. Perluasan
inflamasi ke dalam tulang menyebabkan resorpsi dan penurunan ketinggian
tulang. Pola destruksi tulang dapat berbentuk kehilangan tulang horizontal, atau
defek angular yang berhubungan dengan poket infrabony. Plak, kallkulus, dan
debris bakteri mengisi ruangan pada daerah yang mengalami keterlibatan furkasi,
(Carranza, 2002).
Pola destruksi dan derajat keterlibatan furkasi bervariasi pada masingmasing kasus. Kehilangan tulang pada setiap akar gigi dapat berbentuk horizontal
atau angular, clan sering membentuk cra ter pada daerah interradikular. Probing
untuk mengetuhui adanya pola destruksi horizontal atau vertikal di sekeliling akar
yang terlibat dan pada daerah crater untuk menentukan kedalaman vertikal
(Caranza, 2002).
Keterlibatan furkasi adalah tahap penyakit periodontal yang progresif dan
mempunyai etiologi yang sama. Kesulitan. dalam mengontrol plak pada daerah
furkasi berperan terhadap perluasan lesi di daerah ini (Carranza, 2002).
Peran trauma oklusi sebagai etoilogi keterlibatan furkasi masih
kontroversial. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa furkasi merupakan
daerah yang paling sunsitif terhadap injuri dari perluasan daya oklusal, sedangkan

pendapat lain mungangap bahwa inflamasi dan oedem disebabkan oleh plak pada
daerah furkasi (Carranza, 2002).
Trauma oklusi dianggap sebagai faktor etiologi yang memperberat kasus
keterlibatan furkasi dengan kelainan tulang berbentuk angular atau Seperti
karakter dan kerusakan tulang terlokalisir pada satu akar (Carranza, 2002).
[)iagnosa keterlibatan furkasi ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan
melakukan probing dengan probe khusus. Pemeriksaan radiografi pada daerah ini
sangat membantu, tetapi lesi di daerah tersebut sering tidak jelas karena lebar
sudut dan radiopak struktur disekitarnya. Efek dari perubahan sudut horizontal
pada rontgen foto dapat menyebabkan gambaran overlap sehingga menjadi tidak
jelas (Carranza., 2002).
3.2 Pembesaran Gingiva (Gingival Enlargement)

Definisi
Adalah suatu keadaan dimana ukuran gingiva bertambah dari normal yang
biasanya berkaitan dengan adanya kelainan pada gingiva.

Klasifikasi
Berdasarkan faktor etiologi dan perubahan patologinya, gingival
enlargement diklasifikasikan sebagai berikut :
I.
Inflamatory Enlargement
a. Chronic inflamatory enlargement
Pada tahap awal terjadi penggembungan kecil pada papila
interdental

dan

atau

margin

gingiva

sampai

menutup

permukaan mahkota gigi. Perkembangan gingival enlargement


karena inflamasi ini biasanya pelan dan tanpa rasa sakit kecuali
ada komplikasi infeksi akut atau trauma Warnanya merah atau
merah kebiruan. Enlargement gingiva inflamasi kronis biasanya
lunak dan friable, permukaan halus dan mudah berdarah.
Penyebab gingival enlargement karena inflamasi pada keadaan
kronis adalah paparan dental plak yang cukup lama, pasien
dengan oral hygiene buruk, penggunaan ortodonti cekat atau
pada restorasi yang kurang tepat.
b. Acute inflamatory enlargement

Terlokaisir, terdapat rasa sakit, lesi berkembang cepat , terjadi


mendadak. Biasanya terbatas pada margin gingiva dan papila
interdental. Gigi yang berdekatan sering menjadi sensitif pada
perkusi. Penyebabnya adalah bakteri yang masuk ke dalam
jaringan misal melalui bulu sikat gigi, tusuk gigi dan
sebagainya.
II.

Drug-Induced Enlargement
Adalah pembesaran gingiva karena penggunaan obat seperti
anticonvulsant, immunosupresant dan bloker channel kalsium

III.

Idiopathic Gingival Enlargement


Adalah pembesaran gingiva yang tidak diketahui penyebabnya,
tapi biasanya karena faktor keturunan.

IV.
Enlargements Associated with Systemic Diseases
a. Conditioned enlargement terjadi jika kondisi sistemik pasien terpacu
oleh iritasi lokal. Ada 3 tipe yaitu hormonal (kehamilan, pubertas ),
nutrisi (defisiensi vit C) dan alergi
b. Systemic diseases that cause gingival enlargement
Dimana adanya penyakit tertentu seperti leukemia sehingga
menyebabkan terjadinya pembesaran gingiva
V.

Neoplastic Enlargement (Gingival Tumors)


a. Benign tumors of the gingiva
b. Malignant tumors of the gingiva

VI.

False Enlargement
Bukan

enlargement

sebenarnya

tapi

tampak

seperti

penambahan ukuran tulang dan jaringan gigi.


a. Underlying osseous lesions
b. Underlying dental tissues

Berdasarkan kriteria lokasi dan distribusi :


Lokal : terbatas pada gingiva satu atau sekelompok gigi.
General
: meliputi gingiva seluruh mulut.
Marginal
: terbatas pasa sisi margin gingiva.
Papilary
: terjadi pada papila interdental.
Diffuse
: meliputi, margin, attach dan papila gingiva.
Discrete
: seperti tumor bisa bertangkai atau tidak bertangkai.

hasil

Keparahan gingival enlargement dapat diberi score sebagai berikut :


0
: Tidak ada gingival enlargement
1
: Enlargement terjadi pada interdental papila
2
: Enlargement meliputi papila and marginal gingiva
3
: Enlargement menutup mahkota atau lebih
3.3 Bedah Periodontal
3.3.1 Gingivoplasti
Gingivoplasti merupakan teknik pembentukan ulang gingiva untuk
menciptakan kontur fiologis gingiva tanpa adanya poket. Gingivoplasti
sebenarnya serupa dengan gingivektomi, tetapi tujuannya berbeda. Gingivektomi
dilakukan

untuk

mengeliminasi

poket-poket

periodontal

dan

mencakup

pembentukan ulang bagian dari teknik gingivektomi. Tujuan utama gingivoplasti


adalah restorasi kontur fisologis gingiva yang dapat membantu mencegah
terjadinya rekurensi penyakit periodontal. Pada akhirnya gingivoplasti harus dapat
meningkatkan akses untuk melakukan kontrol plak dengan efesien oleh pasien.
Biasanya prinsip-prinsip gingivoplasti digabungkan dengan gingivektomi, kedua
prosedur tersebut seringkali dilakukan bersamaan (Alibasyah, 2009).
Gingivoplasti juga dapat dilakukan tanpa harus melakukan gingivektomi,
yaitu sebagai prosedur perawatan bila margin gingiva berbentuk tumpul dan
fibrotik. Walaupun perawatan penghalusan akar, kuretase, dan pemeliharaan oral
hygiene biasanya menghilangkan atau mengurangi deformitas yang disebabkan
oleh edema dan infiltrasi sel-sel peradangan, deformitas yang fibrotik
(hiperplasia) dapat bertahan dan tidak dapat dihilangkan dengan perawatan
tersebut, sehingga kondisi ini baik dikoreksi melalui prosedur pembedahan
(Alibasyah, 2009)..
Indikasi Gingivoplasti :
a. Apabila tidak adanya kontur fisiologis gingiva dengan jaringan gingiva
yang keras dan fibrotik tetapi mudah untuk eksisi dan dibentuk. Tipe
jaringan ini biasanya terjadi karena iritasi kronis.
b. Adanya altered passive eruption dimana gingivanya menutupi sebagian
besar mahkota anatomik
c. NUG yang rekuren yang telah mengubah bentuk gingiva
d. Hiperplasia gingiva (Alibasyah, 2009).

Teknik gingivoplasti
Gingivoplasti biasanya dilakukan dengan menggunakan pisau periodontal,
scalpel, rotary, stone intan yang kasar , atau elektroda. Larutan anestetikum
diinjeksikan ke marginal gingiva dan papila interproksimal. Dengan menggunakan
goldman fox no.7 margin gingiva dan attached gingiva diukir dengan bevel yang
panjang dan konturnya dibentuk sesuai rancangan yang diinginkan. Perhatiakan
baik-baik bagian papila interproksimal. Bagian interproksimal tidak hanya harus
dibentuk sesuai bentuk yang dirancangkan tetapi juga, bila mugkin diukir
sedemikan sehingga bentuknya menjadi cekung dari aspek labial. Pemotongan
dimulai dari tengah daerah col, hal ini akan memungkinkan terpotongnya
sebagian besar pucak gingiva. Pada daerah posterior pemotongan pada umumnya
lebih landai karena dimensi interdental bagian bukolingual yang lebih besar
(Alibasyah, 2009)..

Nippers
Nippers merupakan alat kecil yang dpaat mengeksisi sebagaian kecil gingiva dan
bahkan tulang, bila dibutuhkan. Alat ini cukup kecil untuk dimasukkan kedalam
interdental untuk membentuk papila. Dengan adanya nippers, pembentukan kontur
jaringan bukan hanya lebih mudah, tetapi juga membutuhkan waktu yang lebih
sedikit (Alibasyah, 2009)..
Scarping
Dengan menggunakan scalpel sebagai hoe, dan dengan mengangkat instrumennya
keatas dengan pasti dan bersandar pada permukaan jaringan yang keras akan dapat
melepaskan jaringan yang ingin dibuang.karena pisau yang digunakan akan melewati
sebagian permukaan labial dari gigi geligi, kontur yang terbentuk cenderung
menyesuaika dengan susunan gigi. Hasil yang amat memuaskan akan diperoleh
dengan menggunakan metode ini (Alibasyah, 2009)..
Rotary Abrasives
Syarat penggunaan rotary abrasives pada jaringan lunak sama saja dengan penerapan
teknik ini pada jaringan keras. Harus ada pengaliran air pada pada instrumen seperti
pada pengikisan tulang, enamel, atau dentin. Makin tinggi kecepatan yang digunakan
akan makin halus permukaan yang dihasilkan, dan makin cepat operasi yang
dilakukan, sedangkan aliran air berperan dalam mengendalikan suhu dan mencegah

terjepitnya instrumen. Aplikasi bahan abrasif pada jaringan dilakukan dengan tekanan
yang ringan dan intermitten dengan aliran air. Hindarkan terjadi overcontouring
dengan selalu memperhatikan bentuk alami dan bentuk pemotongannya. Membentuk
lekukan jaringan diantara eminensia akar akan memberikan hasil yang amat
memuaskan dengan metode ini (Alibasyah, 2009)..
Elektrokauter
Dalam menggunakan teknik ini hal paling penting adalah menggunakan aliran
terendah yang paling efektif untuk melakukan peotongan. Alasannya adalah makin
besar alirannya, makin besar efek sampingnya. Juga harus diperhatikan bahwa
pelepasan tekanan pada pedal kaki yang mengatur aliran listriknya akan
menyebabkan mengalirnya energi pada elektroda yang besarnya mendekati dua kali
lipat lebih besar dari besar aliran normalnya. Karena alasan inilah mengapa elektroda
harus dijauhkan dari jaringan bila pedal kaki baru saja dilepaskan. Dilain pihak
penggunaan elektrokauter terkadang tidak dapat dihindari karena dapat digunakan
pada kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan peralatan lainnya. Keuntungan utama
elektokauter adalah kemampuannya dalam menginsisi atau memotong massa jaringan
yang banyak. Karena tidak membutuhkan tenaga yang besar dalam melakukan
pemotongan, instrumen ini dapat digunakan pada daerah yang sulit dijangkau dimana
scalpel konvensional tidak akan bisa bergerak bebas dan menjadi tidak berguna
(Alibasyah, 2009).

3.3.2 Gingivektomi

3.3.3 Kuretase
A. Definisi Kuretase
Istilah kuretase digunakan di bidang periodontik yang berarti pengerokan
dinding gingival pada poket periodontal untuk memisahkan jaringan lunak yang
sakit. Sedangkan scalling mengacu pada pembuatan deposit dari gigi/permukaan
akar dan root planning berarti smoothening akar untuk mengangkat permukaan
gigi yang terinfeksi dan nekrotik (Shantipriya, 2008).
B. Tujuan Kuretase

Pencapaian utama dari kuretase adalah penghilangan jaringan granulasi


kronis-terinflamasi

yang

terbentuk

di

dinding

lateral

dari

poket

periodontal. Jaringan yang selain memiliki komponen biasa seperti proliferations


fibroblastik dan angioblastic, juga berisi area peradangan kronis, potongan
kalkulus yang terlepas dan koloni bakteri (pembenaran untuk kuretase adalah
lebih dari kenyataan bahwa jaringan granulasi yang dilapisi oleh epitel dapat
menghambat atau bertindak sebagai penghalang untuk perlekatan dari serat-serat
baru (Shantipriya, et all 2008) .
Di sisi lain, kuretase juga menghilangkan semua atau sebagian besar epitel
yang melapisi dinding poket yang mendasari junctional epithelium, meskipun ada
perbedaan pendapat mengenai hal ini, tujuan kuretase masih berlaku terutama
pada fase presurgical dimana ada inflamasi gingival yang berkepanjangan, perlu
diingat bahwa kuretase tidak dapat menghilangkan faktor lokal seperti plak dan
kalkulus, untuk itu harus dilakukan scalling dan root planning untuk
menghilangkan faktor lokal tersebut (Shantipriya, et al 2008).
C. Klasifikasi Kuretase
1. Kuretase Tertutup
a) Kuretase gingival
Kuretase gingival adalah pembuangan tepi jaringan lunak yang meradang
pada dinding poket (gb.1)

Gambar 1 : Kuretase gingiva dengan kuret

b) Kuretase subgingiva: Kuretase yang dilakukan mulai dari apical sampai ke


epitheal attachment (gb.2)

Gambar 2 : Kuretase subgingiva


c) Kuretase inadvertent: Kuretase yang dilakukan secara tidak sengaja selama
proses scalling dan root planning
2. Kuretase Terbuka ENAP
D. Prosedur dan Teknik Kuretase
Teknik Dasar (Kuretase Tertutup)
1. Tahapan
Menurut Yukna (1978) tahapan prosedur teknik kuretase adalah sebagai
berikut:
1. Anestesi: Sebelum melakukan kuretase gingival atau kuretase subgingival,
daerah yang dikerjakan terlebih dulu diberi anestesi lokal.
2. Scalling dan root planning: Permukaan akar gigi dievaluasi untuk melihat hasil
terapi fase I. Apabila masih ada partikel kalkulus yang tertinggal atau sementum
yang lunak, scalling dan root planning diulangi kembali.
3. Penyingkiran epitel saku: Alat kuret, misalnya kuret universal Columbia 4R 4L, atau kuret Gracey no. 13 - 14 (untuk permukaan mesial) dan kuret Gracey no.
11 - 12 (untuk permukaan distal) diselipkan ke dalam saku sampai menyentuh
epitel saku dengan sisi pemotong diarahkan ke dinding jaringan lunak saku.
Permukaan luar gingival ditekan dari arah luar dengan jari dari tangan yang tidak
memegang alat, lalu dengan sapuan ke arah luar dan koronal epitel saku dikuret.

Untuk penyingkiran secara tuntas semua epitel saku dan jaringan granulasi perlu
dilakukan beberapa kali sapuan.

Gambar 3 Kuretase gingival dilakukan dengan kuret dengan sapuan horizontal.


4 Penyingkiran epitel penyatu: Penyingkiran epitel penyatu hanya dilakukan pada
kuretase subgingival. Kuret kemudian diselipkan lebih dalam sehingga meliwati
epitel penyatu sampai ke jaringan ikat yang berada antara dasar saku dengan krista
tulang alveolar. Dengan gerakan seperti menyekop ke arah permukaan gigi
jaringan ikat tersebut disingkirkan.
5. Pembersihan daerah kerja: Daerah kerja diirigasi dengan akuades (aquadest)
untuk menyingkirkan sisa sisa debris.
6. Pengadaptasian: Dinding saku yang telah dikuret diadaptasikan ke permukaan
gigi dengan jalan menekannya dengan jari selama beberapa menit. Namun apabila
papila interdental sebelah oral dan papilla interdental sebelah vestibular terpisah,
untuk pengadaptasiannya dilakukan penjahitan.
Teknik ENAP (Excisional New Attachment Prosedure)
1. Definisi
Teknik Modifikasi Prosedur Perlekatan Baru dengan Eksisi (Modified
Excisional New Attachment Procedure/MENAP) adalah modifikasi dari teknik
ENAP (Ecxisional New Attachment Procedure) yang dikembangkan oleh U.S.
Naval Dental Corps (Dinas Kesehatan Gigi angkatan Laut Amerika Serikat).
Tehnik ini pada dasarnya merupakan kuretase subgingival yang dilakukan dengan
menggunakan skalpel. (Manson, 1993)

Indikasi Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi diindikasikan


pada:

Poket supraboni dengan kedalaman dangkal sampai sedang (sampai dengan


5,0 mm) yang mempunyai zona gingiva berkeratin dengan lebar yang adekuat
dan tebal.

Poket pada regio anterior, di mana masalah estetis diutamakan.


Kontra Indikasi Teknik modifikasi perlekatan baru dengan eksisi tidak

dapat diindikasikan apabila:


a) Lebar zona gingiva berkeratin inadekuat.
b) Adanya cacat tulang yang harus dikoreksi. (Newman, 2002)
2. Tahapan
Menurut Yukna (1978) tahapan teknik ENAP adalah sebagai berikut:
1. Anestesi: Sebelum pembedahan terlebih dulu diberikan anestesi local yang
sesuai.
2. Pembuatan insisi pertama: Insisi pertama adalah berupa insisi bevel
kedalam/terbalik (internal/reverse beveled incision) pada permukaan vestibular
dan oral. Insisi dilakukan dengan skalpel/pisau bedah, dimulai dari tepi gingiva ke
arah apikal menuju krista tulang alveolar. Pada waktu melakukan insisi di
permukaan interproksimal harus diusahakan agar sesedikit mungkin papila
interdental yang terambil. Pada tehnik ini tidak ada pembukaan flep.
3. Pembuatan insisi kedua: Insisi kedua dilakukan mulai dari dasar saku melalui
serat krista alveolaris (dan pada permukaan proksimal melalui juga serat
transeptal) ke krista tulang alveolar.
4. Penyingkiran jaringan yang tereksisi: Jaringan yang telah tereksisi disingkirkan
dengan jalan pengkuretan.
5.Scalling dan root planning: Pada sementum akar yang tersingkap dilakukan
scalling dan root planning. Dalam melakukan scalling dan root planning harus
diperhatikan agar tidak sampai menyingkirkan jaringan ikat yang melekat ke
sementum akar pada daerah 1- 2 mm koronal dari krista tulang alveolar.
6. Pembersihan daerah kerja: Daerah yang mengalami pembedahan dibilas dengan
akuades atau larutan garam fisiologis.

7. Pengadaptasian: Tepi luka pada kedua sisi dipertautkan. Apabila tepi gingiva
tidak bertaut rapat, plat tulang vestibular sedikit ditipiskan dengan jalan
osteoplastik.
8. Penjahitan: Tepi luka dijahit di interproksimal dengan jahitan interdental. Luka
sedikit ditekan dari arah oral dan vestibular selama 2 3 menit agar bekuan darah
yang terbentuk tipis saja.
9. Pemasangan periodontal pack: periodontal pack dipasang menutupi luka bedah,
dan dibuka seminggu kemudian.

Gambar 4. Teknik modifikasi prosedur perlekatan baru dengan eksisi. A. Daerah


yang
akan dieksisi; B. Keadaan setelah eksisi; C. Flep telah diposisikan; D.
Setelah penyembuhan.

Gambar 5 Excisional New Attachment Procedure

3.3.4 Bedah Flap


Flap periodontal adalah bagian pemisahan dari pembedahan mukosa gingiva
dari jaringan di bawahnya untuk memberikan jarak penglihatan dan akses ke tulan
g dan permukaan akar. Flap gingiva juga dimungkinkan untuk dipindahkan ke lok
asi yang berbeda pada pasien dengan keterlibatan mukogingival. Tujuan dari
bedah flap periodontal adalah memisahkan gingiva/ mukosa dengan permukaan
jaringan di bawahnya untuk mendapatkan visibilitas & aksesibilitas ke tulang &
permukaan gigi. Bedah flap dilakukan pada kondisi kerusakan periodontal yang
disertai kerusakan tulang alveolar dengan kedalaman saku gusi lebih dari 6 mm
(Anonim, 2015)
1. Bedah Partial thickness flap
Partial thickness flap yaitu suatu lembaran jaringan mukosa yang terdiri dari
mukosa saja atau mukosa dan submukosa, hanya mencangkup epitel dan lapisan
jaringan ikat yang mendasarinya. Tulang tetap ditutupi oleh jaringan ikat termasuk
periosteum. Flap partial-thickness dilakukan jika flap diposisikan di apikal atau
ketika operator tidak ingin membuka tulang. Ketika tulang dilepaskan dari
periosteum, terjadi kehilangan tulang marginal, dan kehilangan ini dicegah dengan
penyisaan periosteum tulang. Walaupun biasanya tidak signifikan secara klinis
perbedaan mungkin signifikan ada beberapa kasus.

Flap

Partial

thickness

diperlukan ketika puncak tepi tulang tipis dan terkena dengan flap apikal.
Penyisaan periosteum di tulang ddapat juga untuk menjahit flap ketika
pemindahan apikal (Anonim, 2015)

Indikasi :
-

Semua tipe periodontitis


Kedalaman poket > 6 mm

Kontra indikasi :
-

attached gingiva sempit

jika diperlukan tindakan osteoplasty/ostectomy

Keuntungan :
-

root planing langsung


melindungi jaringan
penyembuhan baik
komplikasi pasca operasi sedikit

Kerugian : Odema pasca operasi (Syaify, 2015)


2. Flap full-thickness
Full thickness flap yaitu suatu lembaran jaringan yang terdiri dari mukosa,
submukosa dan periosteum. Pada bedah ini semua jaringan, termasuk periosteum,
direfleksikan untuk membuka jaringan bawah tulang. Dibandingkan partial
thickness, full thickness lebih mudah. Partial thickness flap lebih sulit karena
harus mempertahankan periosteum pada tulang alveolaris pada waktu melakukan
bedah (Anonim, 2015)

Indikasi :
-

kerusakan tulang tidak teratur

jika diperlukan osteoplasty

hemiseksi gigi/reseksi akar gigi

keperluan implant

Kontra indikasi :kasus-kasus partial flap reflection


Keuntungan :
-

visibilitas dan asesibilitas baik

bisa mencapai daerah furkasi

reposisi flap baik (lateral, koronal)

Kerugian :
-

Oedem dan sakit post operatif

Resesi gingiva (hipersenitif, karies, estetik) (Syaify, 2015)

Prosedur Bedah Flap full-thickness


Alat :

Sarung tangan

Masker

Rasparatorium

Kaca mulut

Pinset

Sonde half moon Periodontal probe

Kuret Gracey Sickle scalers

Pinset bedah

Gunting

Blade no 11 9. Blade no 12

Needle

Mata bor low speed

Bone file

Deppen glass

Tempat antiseptik

Tools tray

Petrie dish

Syringe anastesi

Syringe irigasi (Anonim, 2014)

Bahan:

Obat anastesi

Larutan antiseptik

Aquabidest/ normal saline

Silk suture

Kasa

Cotton pellet (Anonim, 2014)

* Teknik Bedah full thickness flap*


1. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Pengaturan posisi kerja

3.
4.
5.
6.
7.

Aplikasi antiseptik pada daerah operasi


Pemeriksaan poket memakai periodontal probe
Lakukan anastesi pada daerah operasi
Dengan menggunakan scalpel lakukan insisi horizontal
Lakukan insisi vertikal (insisi vertikal jangan dilakukan pada interdental

papil dan daerah kontur terbesar gigi)


8. Lakukan pembukaan flap dengan menggunakan rasparatorium.
9. Lakukan pembersihan plak, kalkulus, debris pada elemen gigi di daerah
operasi
10. Buang semua jaringan nekrotik (yang melekat pada tulang, gigi dan flap
bagian dalam)
11. Mengkontur tulang (bila diperlukan) dgn menggunakan bone file atau
mata bur (low speed).
12. Irigasi dengan aquadest
13. Kontrol perdarahan
14. Flap di jahit
15. Irigasi daerah operasi dengan larutan antiseptik (Anonim, 2014)

3.4 Perawatan Bidang Periodontal

Semua prosedur perawatan, yang termasuk bidang Periodonsia disusun


dalam sekuens (urutan) sebagai berikut:
1. Fase Preliminary / Pendahuluan / Terapi Fase I (Fase Etiotropik)

Kontrol plak
Penskeleran dan penyerutan akar
Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi
Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
Terapi oklusal (penyelarasan oklusal)
Penggerakan gigi secara ortodontik
Pensplinan provisional

Evaluasi respons terhadap fase I

Pengecekan kembali kedalaman saku dan inflamasi gingiva, plak,


kalkulus dan karies
2. Terapi Fase II (fase bedah)

Bedah periodontal
3. Terapi Fase III (fase restoratif)

Tidak dilakukan dalam kasus ini


4. Terapi Fase IV (Fase Pemeliharaan / Terapi Periodontal Suportif)

Kunjungan berkala
Plak dan kalkulus
Kondisi gingiva (saku, inflamasi)
Oklusi, mobiliti gigi (Carranza, 1996).
Menurut Ruhadi dan Aini (2005), pada gingivitis hiperplasi dapat dirawat

dengan scalling. Apabila gingivitis hiperplasi tidak bias mengecil setelah


dilakukan scalling, maka perawatannya adalah gingivektomi. Menurut Fedi, dkk
(2004) teknik gingivektomi adalah:
1. Melakukan anestesi lokal yang memadai dengan teknik blok atau
infiltrasi

2. Mengukur kedalaman poket di daerah operasi menggunakan probe terkalibrasi.


Kedalaman ini ditandai dengan menusuk dinding luar jaringan gingiva dengan
poket marker untuk membuat titik-titik perdarahan. Apabila keseluruhan daerah
operasi telah diukur dan ditandai dengan lengkap, titik-titik perdarahan tersebut
akan membentuk ragangan (outline) insisi yang harus dilakukan.

menandai dasar poket dengan pocket marker


3. Membuat eksisi (insisi miring ke luar) awal sedikit lebih ke apikal dari titiktitik tersebut dengan pisau bermata lebar seperti Kirkland No. 15/16. Insisi
dibevel pada sudut kurang lebih 45 derajat terhadap akar gigi dan berakhir
pada ujung atau lebih ke bawah dari ujung apikal perlekatan epitel. Apabila
gingiva cukup tebal, bevel sebaiknya diperpanjang untuk menghilangkan bahu
atau plato. Kadang-kadang, akses sangat terbatas atau sulit dicapai sehingga
bevel yang cukup tidak dapat dibuat pada insisi awal. Pada keadaan ini, bevel
dapat diperbaiki nantinya, menggunakan pisau bermata lebar untuk mengerok
atau bur intan kasar

4. Mengeksisi jaringan di daerah interproksimal menggunakan pisau


bermata kecil seperti pisau Orban No. 1/2 . Perhatikan bahwa sudut mata
pisau tersebut kira-kira sama dengan sudut mata pisau yang lebar ketika
melakukan insisi awal.

Pisau Orban
5. Jaringan gingiva yang telah dieksisi dibuang.

(a) Pengambilan jaringan

(b) Jaringan yang telah

dieksisi
Membersihkan deposit yang menempel pada permukaan akar dengan
skaling dan root planing. Pada tahap ini, pembuangan dinding jaringan lunak
poket p e r i o d o n t a l m e m b u a t a k a r l e b i h mudah dicapai dan memperluas
lapang pandang operator dibandingkan pada tahap-tahap lain. Pembersihan
permukaan
bedah.

akar pada tahap ini menentukan keberhasilan seluruh prosedur

Skaling dan root planing


6. Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan dengan
bur intan atau pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.
7. Merapikan sobekan jaringan dengan gunting atau nipper.
8. Membilas daerah bedah dengan air steril atau larutan saline steril
untuk membersihkan pertikel-partikel yang tersisa.
9. Menekan daerah luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air
steril atau larutan saline steril selama 2-3 menit, untuk menghentikan
perdarahan.
10. Memasang dresing periodontal, mula-mula yang berukuran kecil,
bersudut di daerah interproksimal, menggunakan instrumen plastik.
Selanjutnya, pasang gulungan-gulungan yang lebih panjang di bagian
fasial, lingual, dan palatal serta hubungkan dengan dresing yang telah
terpasang di daerah interproksimal. Seluruh daerah luka ditutup dengan
dresing tanpa mengganggu oklusi atau daerah perlekatan otot. Kesalahan
yang sering terjadi adalah dressing yang dipasang terlalu lebar
sehingga terasa mengganggu.

Pemasangan periodontal dressing

11. Mengganti dresing dan membuang debris pada daerah luka setiap
minggu sampai jaringan sembuh sempurna dan dengan mudah
dibersihkan oleh pasien.
12. Setelah dressing terakhir dilepas, poles gigi dan instruksikan pasien
untuk melakukan pengendalian plak dengan baik.

Dressing dilepas dan gigi dipoles


3.5 Proses Penyembuhan Pasca Perawatan Bedah Periodontal
Lika jaringan ikat tertutup beku darah daerah dibaliknya akam mengalami fase
inflamasi akut yang singkat, diikuti dengan demoisi dan organisasi. Sel-sel epitel
bermigrasi dari tepi luka ke balik beku darah. Setelah 1224 jam, sel epitel
pinggiran luka mulaimigrasi ke atas jaringan granulasi. Epitelisasi permukaanpada
umumnya selesai setelah 514 hari. Selama 4 minggupertama setelah
gingivektomi keratinisasi akan berkurang, keratinisasi permukaan mungkin tidak
tampak hingga hari ke 2842 setelah operasi. Repair epithelselesai sekitar satu
bulan, repair jaringan ikat selesai sekitar 7 minggu setelah gingivektomi.
Vasodilatasi

dan

vaskularisasi

mulai

berkurang

setelah

hari

keempat

penyembuhan dan tampak hampir normal pada hari keenam belas. Enam minggu
setelah gingivektomi, gingiva tampak sehat, berwarna merah muda dan kenyal.
Tanpa memandang penyebab, tahapan penyembuhan luka terbagi atas :
Fase koagulasi :
Setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang diikuti
dengan aktifasi kaskade pembekuan darah sehingga terbentuk klot hematoma.
Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu fase inflamasi.
Fase inflamasi :

Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu menggalakkan


hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri
patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang membentuk klot hematom
mengalami degranulasi, melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet derived
growth factor(PDGF) dan transforming growth factor (TGF), granulocyte
colony

stimulating factor (G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Leukosit

bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali
proses penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4.
Fase proliperatif :
Fase proliperatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma. Keratinosit
disekitar luka mengalami perubahan fenotif. Regresi hubungan desmosomal
antara keratinosit pada membran basal menyebabkan sel keratin bermigrasi kearah
lateral. Keratinosit bergerak melalui interaksi dengan matriks protein ekstraselular
(fibronectin,vitronectindan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan oleh
makrofag,

vascular

endothelial

growth

factor(VEGF)

sehingga

terjadi

neovaskularisasi dan pembentukan jaringan granulasi.


Fase remodeling :
Remodeling merupakan fase yang paling lama pada proses penyembuhan
luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka, akibat
pembentukan aktin myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang memberikan
kekuatan kontraksi pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling
kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang dimediasi matriks
metalloproteinase yang disekresi makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Pada masa
3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan
normal.
3.6 Instruksi dan Evaluasi Pasca Perawatan Bedah Periodontal

Anda mungkin juga menyukai