Anda di halaman 1dari 9

1.

Oral Hygiene
A. Pengertian
Ohygiene adalah tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontinuitas bibir, lidah
dan mukosa mulut, mencegah infeksi dan melembabkan membran mulut dan bibir.
(Shocker, 2008)

B. OHI-S
Mengukur kebersihan gigi dan mulut merupakan upaya untuk menentukan keadaan
kebersihan gigi dan mulut seseorang. Pada umumnya untuk mengukur kebersihan gigi dan
mulut digunakan index. Index adalah suatu angka yang menunjukan keadaan klinis yang didapat
pada waktu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengukur luas dari permukaan gigi yang
ditutupi oleh plak maupun calculus (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2012).
a. Gigi indeks
Menurut Green dan Vermillion (dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2012),
mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang memilih enam permukaan gigi index tertentu
yang cukup dapat mewakili segmen depan maupun belakang dari seluruh permukaan gigi yang
ada dalam rongga mulut. Gigi-gigi yang dipilih sebagai gigi index beserta permukaan gigi index
yang dianggap mewakili tiap gigi segmen adalah :
a. Gigi 16 pada permukaan bukal
b. Gigi 11 pada permukaan labial
c. Gigi 26 pada permukaan bukal
d. Gigi 36 pada permukaan lingual
e. Gigi 31 pada permukaan labial
f. Gigi 46 pada permukaan lingual
Gambar . Gigi IndekS

Permukaan yang diperiksa adalah permukaan gigi yang jelas terlihat dalam mulut. Gigi
index yang tidak ada pada suatu segmen akan dilakukan penggantian gigi tersebut dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Jika gigi molar pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada molar kedua, jika gigi
molar pertama dan kedua tidak ada, penilaian dilakukan pada molar ketiga akan tetapi jika
molar pertama, kedua, dan ketiga tidak ada maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut.
2) Jika gigi insisif pertama kanan atas tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisif kiri dan
jika gigi insisif kiri bawah tidak ada, dapat diganti dengan gigi insisif pertama kanan bawah, akan
tetapi jika gigi insisif pertama kiri atau kanan tidak ada, maka tidak ada penilaianuntuk segmen
tersebut.
3) Gigi index dianggap tidak ada pada keadaan-keadaan seperti: gigi hilang karena
dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang merupakan mahkota jaket, baik yang terbuat
dari akrilik maupun logam, mahkota gigi sudah hilang atau rusak lebih dari ½ bagiannya pada
permukaan index akibat karies maupun fraktur, gigi yang erupsinya belum mencapai ½ tinggi
mahkota klinis.
4) Penilaian dapat dilakukan jika minimal dua gigi index yang diperiksa (Putri,
Herijulianti, dan Nurjanah, 2012).

b. Kriteria Indeks Debris

Kondisi Skor

Tidak ada stain atau debris 0


Plak menutup tidak lebih dari 1/3
permukaan servikal atau terdapat stain 1
di permukaan gigi

Plak menutup lebih dari 1/3 tetapi


2
kurang dari 2/3 permukaan gigi

Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan


3
gigi

Tabel . Kriteria indeks debris

Gambar . Indeks debris

Untuk menghitung DI, digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah skor Debris


Indeks Debris=
Jumlah gigi yang diperiksa

c. Kriteria Indeks Kalkulus

Kondisi Skor

Tidak ada kalkulus 0


Kalkulus supra gingival menutup tidak lebih
1
dari 1/3 permukaan servikal yang diperiksa

Kalkulus supra gingival menutup lebih dari 1/3


tetapi kurang dari 2/3 permukaan, atau ada
2
bercak-bercak Kalkulus sub gingival disekeliling
servikal gigi
Kalkulus supra gingival menutup lebih dari 2/3
permukaan atau ada Kalkulus sub gingival 3
disekeliling servikal gigi
Tabel . Kriteria indeks kalkulus

Gambar . Indeks kalkulus

Untuk menghitung DI, digunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah skor Kalkulus


Indeks Kalkulus=
Jumlah gigi yang diperiksa

d. Cara penilaian
Menurut Green dan Vermilion (dalam Putri, Herijulianti, dan Nurjanah, 2012),
kriteria penilaian debris dan calculus sama, yaitu mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Baik : jika nilainya antara 0-0,6
b. Sedang : jika nilainya antara 0,7-1,8
c. Buruk : jika nilainya antara 1,9-3,0
OHI-S mempunyai kriteria tersendiri, yaitu mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Baik : jika nilainya antara 0-1,2
b. Sedang : jika nilainya antara 1,3-3,0
c. Buruk : jika nilainya antara 3,1-6,0

C. Faktor yang mempengaruhi oral hygiene


Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan oral hygiene yaitu:
a. Praktik sosial
Selama masa kanak-kanak kebiasaan keluarga mempengaruhi oral hygiene
misalnya jenis oral hygiene, pada masa remaja oral hygiene dipengaruhi oleh kelompok
teman sedangkan pada lansia oral hygiene berubah karena kodisi kesehatannya.
b. Pilihan pribadi
Klien memiliki keinginan sendiri dalam menentukan waktu melakukan
kebersihan diri termasuk oral hygiene.
c. Citra tubuh
Citra tubuh mempengaruhi cara seseorang memelihara hygiene karena
berhubungan dengan penampilan dirinya. Citra tubuh tiap orang selalu berubah ubah.
d. Status sosial ekonomi
Status ekonomi akan mempengaruhi jenis dan sejauh mana melakukan hygiene.
Jika terjadi masalah ekonomi maka akan sulit dalam melakukan hygiene.
e. Kepercayaan dan motivasi kesehatan
Kurangnya pengetahuan dan motivasi akan mempengaruhi dalam kurangnya
melakukan hygiene. (Potter & Perry, 2010)
f. Variable budaya
Kepercayaan budaya dan nilai akan mempengaruhi perawatan hygiene.
Beberapa budaya tidak menganggap kesehatan sebagai hal yang penting.
g. Kondisi fisik
Dalam kondisi dengan keterbatasan fisik biasanya tidak memiliki energi untuk
melakukan hygiene.
2. Halitosis
A. Pengertian
Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan adanya bau
atau odor yang tidak disukai sewaktu terhembus udara, tanpa melihat apakah berasal dari oral
ataupun berasal dari non-oral (Tallama, 2014).
B. Klasifikasi Halitosis
Secara umum halitosis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu halitosis sejati (genuine),
pseudohalitosis, dan halitophobia
a. Halitosis sejati (genuine) atau halitosis sebenarnya
Halitosis tipe ini dibedakan lagi menjadi halitosis fisiologis dan patologis. Halitosis
fisiologis sering juga disebut halitosis sementara. Bau tidak sedap yang ditimbulkannya
akibat proses pembusukan makanan pada rongga mulut terutama berasal dari bagian
posterior dorsum lidah, halitosis tersebut tidak memerlukan terapi khusus. Pada
halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi patologis yang menyebabkan halitosis,
contohnya adalah morning bad breath yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi.
Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya otot pipi dan lidah serta berkurangnya saliva
selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan merangsang aliran saliva dan
menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat gigi atau
berkumur.
Halitosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak bisa hilang
hanya dengan metode pembersihan yang biasa. Halitosis patologis harus dirawat dan
perawatannya bergantung pada sumber bau mulut itu sendiri. Sumber penyebab
halitosis patologis dibedakan atas intra oral dan ektra oral. Sumber penyebab intra oral
yaitu kondisi patologisnya berasal dari dalam rongga mulut dan atau bagian posterior
dorsum lidah, sedangkan sumber penyebab halitosis patologis dari ekstra oral adalah
kondisi patologisnya berasal dari luar rongga mulut misalnya saluran pencernaan,
pernafasan, dan adanya gangguan sistemik.
b. Pseudohalitosis
Disebut juga halitosis palsu yang sebenarnya tidak terjadi tetapi penderita merasa
bahwa mulutnya berbau. Seseorang terus mengeluh adanya bau mulut tetapi orang lain
tidak merasa orang tersebut menderita halitosis. Penanganannya dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan, dukungan, pendidikan, dan keterangan dari hasil
pemeriksaan serta pengukuran kebersihan mulut.
c. Halitophobia
Apabila setelah berhasil dilakukan perawatan terhadap halitosis sejati maupun
pseudohalitosis penderita masih tetap merasa mulutnya bau, maka orang tersebut
dikategorikan sebagai halitophobia. Banyak istilah yang dipergunakan untuk
menyatakan halitophobia ini misalnya imaginary bad breath, delusional halitosis,
phsychological halitosis, dan self halitosis. Pasien selalu khawatir dan terganggu oleh
adanya halitosis sedangkan pada pemeriksaan oleh dokter atau dokter gigi tidak
ditemukan adanya halitosis yang mengganggu. Pasien dengan halitophobia yakin
menyatakan bahwa halitosis telah memisahkannya dengan teman-temannya,
mengganggu pekerjaannya, dan sering menerima penolakan dalam pergaulan sosial.
C. Faktor penyebab
Faktor yang mempengaruhi halitosis:
a. Volatile Sulfur Compounds (VSCs)
Di dalam mulut terkandung lebih dari 400 juta bakteri yang mengeluarkan gas
belerang. Bakteri akan memecah protein yang menghasilkan substansi berbau yaitu
volatile sulfur compounds (VSCs). Volatile sulfur compounds (VSCs) merupakan suatu
senyawa sulfur yang mudah menguap yang merupakan hasil produksi dari aktivitas
bakteri anaerob di dalam mulut berupa senyawa berbau tidak sedap dan mudah
menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang di sekitarnya.
b. Oral Hygiene yang buruk
Penyebab bau mulut yang utama adalah buruknya kebersihan mulut dan penyakit
jaringan periodontal. Tindakan pembersihan gigi yang tidak tepat akan menyebabkan
sisa makanan tertinggal di sela gigi dan mengalami dekomposisi oleh bakteri dan
menimbulkan bau.
c. Penyakit periodontal dan karies
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara halitosis dengan gingivitis
atau penyakit periodontal dimana produksi Volatile Sulfur Compounds (VSCs) dalam
saliva dijumpai meningkat pada gingiva yang mengalami inflamasi dan sebaliknya
menurun bila gingivanya sehat. Karies gigi dapat memungkinkan tertimbunnya sisa
makanan dalam hal ini merupakan salah satu penyebab timbulnya halitosis.
d. Makanan dan minuman
Makanan berbau tajam seperti bawang putih, telur, jengkol, dan makanan pedas
akan meninggalkan sisa makanan sehingga bakteri akan memproses sisa makanan yang
tertinggal di mulut, gigi, dan lidah yang menyebabkan halitosis. Bau mulut yang
disebabkan makanan atau minuman hanya bersifat sementara dan mudah untuk diatasi
hanya dengan tidak makan makanan tersebut.
e. Xerostomia
Saliva pada rongga mulut dapat membersihkan mulut dan menghilangkan bakteri
namun kadar saliva setiap orang berbeda. Pada individu yang mempunyai saliva sedikit
(xerostomia) akan mengeluarkan bau mulut. Minuman beralkohol dapat menyebabkan
xerostomia yang ditandai dengan mulut kering, saliva menjadi kental, dan sering merasa
harus membasahi esophagus.
f. Penyakit sistemik
Orang yang mengidap diabetes yang tidak terkontrol biasanya memiliki bau manis
(acetone breath). Bau mulut busuk dan amis (fishy breath) biasanya keluar dari
penderita gagal ginjal. Orang yang mempunyai masalah pada hidung misalnya karena
polip pada hidung dan sinusitis juga dapat menyebabkan halitosis. Secara keseluruhan
persentase penyakit sistemik yang menyebabkan halitosis hanya 1-2%.
g. Morning bad breath
Banyak orang yang mengeluarkan bau nafas yang tidak sedap pada pagi hari setelah
bangun tidur semalaman. Hal ini sesuatu yang normal terjadi oleh karena mulut
cenderung kering dan tidak beraktivitas selama tidur. Bau nafas ini akan hilang setelah
saliva dirangsang keluar pada waktu sarapan
h. Jenis kelamin dan usia
Jenis kelamin dapat mempengaruhi saliva telah dibuktikan oleh banyak penelitian.
Anak laki-laki diketahui mempunyai produksi saliva lebih tinggi dibandingkan anak
perempuan. Hal ini terjadi karena pengaruh kelenjar saliva laki-laki yang lebih besar
dibandingkan perempuan, sehingga jika saliva diproduksi cukup banyak maka berisiko
terjadi halitosis menjadi lebih besar karena didalam saliva sendiri terdapat substrat yang
mengandung protein dan jika dipecah dadap menghasilkan Volatile Sulfur Compounds
(VSCs). Sementara berdasarkan usia produksi saliva pada lansia akan berkurang karena
penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga akan mengeluarkan bau mulut (halitosis).

Sumber:
Shocker. 2008. Patient care standart: nursing process diagnosis, alih bahasa
Yasmin et al. Jakarta: EGC
MH, Herijulianti; E, Nurjannah N. 2010. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras
dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC
Potter,P.A. & Perry, A. G . 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC
Tallama, Fitriani. 2014. Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum basilicium L)
Terhadap Penurunan Kadar Volatile Sulfur Compounds (VSCs). UNHAS: 35-38

Anda mungkin juga menyukai