Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ramdani Haerul Rizal

NPM : 3300210068
Fakultas : Hukum
Prodi : Ilmu hukum
Kelas :C
Alamat tempat tinggal sekarang : Kp.Citeureup,RT.025/RW.004, Kecamatan
Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya,4619

Deskripsi Potensi alam, sejarah, budaya yang ada disekitar tempat tinggal yang
anda tinggali :
 Potensi Alam : Untuk berada di wilayah lingkungan saya kebersihan masih
terjaga dengan baik, walaupun kepadatan penduduk cukup padat, selokan
selokan masih bersih da nada beberapa sampah namun dapat teratasi
dengan baik, udaranya masih segar dan asri di sebabkan masih banyaknya
pohon pohon yang rindang
 Sejarah : Didaerah tempat saya tinggal berdiri sebuah masjid yaitu masjid
agung Manonjaya, keberadaan masjid tersebut tidak lepas dari sejarah
Tasikmalaya. Adanya Masjid Manonjaya ini, karena Manonjaya pernah
menjadi ibu kota Tasikmalaya. Lebih dari seratus tahun silam, Kec.
Manonjaya pernah menjadi ibu kota Kab. Tasikmalaya. Namun, ketika itu
namanya masih disebut dengan Kab. Sukapura.
Masjid Agung Manonjaya dibangun sekitar tahun 1834 pada saat Bupati
Sukapura dijabat Wiradadaha VIII. Pembangunan masjid itu dilakukan
bersamaan dengan pemindahan ibu kota kabupaten, dari Pasirpanjang (kini
Sukaraja) ke Manonjaya (saat itu masih bernama Harjawinangun).
Dari segi arsitekturnya, Masjid Agung Manonjaya ini begitu kental dengan
nuansa Neoklasik, seperti kekhasan bangunan di Eropa. Secara umum,
arsitektur Masjid ini memadukan desain Eropa dengan arsitektur tradisional
Sunda dan Jawa. Nuansa tradisional itu sangat terasa dengan bentuk dari
elemen bangunan, seperti ruang salat untuk wanita, serambi (pendopo) di
sebelah timur, dan mustaka (memolo) yang konon merupakan peninggalan
dari Syekh Abdul Muhyi, ulama asal Pamijahan, Tasikmalaya Selatan.
Beberapa unsur bangunan yang sangat khas dan melambangkan
percampuran unsur tradisional dengan Eropa klasik itu adalah atap tumpang
tiga, serambi (pendopo), dan struktur saka guru yang terdapat di tengah-
tengah ruang salat.
Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan tiang saka guru yang
berjumlah 10 buah. Konstruksi tiang-tiang saka guru tampak berbeda
dibandingkan konstruksi serupa yang lazim ada di bangunan masjid-masjid
masa lalu dan masa kini. Bila Masjid Agung Demak menggunakan tiang
saka guru yang terbuat dari kayu, sebaliknya tiang saka guru Masjid
Manonjaya ini menggunakan material pasangan batu bata. Masing-masing
tiang saka guru berbentuk persegi delapan dengan diameter 80 cm. Di
masjid ini terdapat 51 tiang dari total 61 tiang yang ada dengan diameter
antara 50-80 sentimeter (cm) yang terletak di beranda masjid. Tepat di
depan beranda itu juga bisa menikmati keindahan dan kekokohan dua buah
menara yang pada masa lalu digunakan muazin untuk mengumandangkan
azan. Kedua menara itu persis mengapit pintu gerbang utama yang
menghadap langsung ke alun-alun Manonjaya.
Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan mustaka (memolo) di
atas atap tertinggi masjid. Keberadaan memolo ini menunjukkan betapa
besarnya pengaruh kebudayaan Jawa di tanah Sunda sekalipun. Menurut
Didi, konsep memolo itu merupakan adaptasi dari bangunan saktal yang ada
di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada masa Hindu. Seperti
umumnya masjid yang dibangun pada masa lalu, Masjid Agung Manonjaya
ini juga menggunakan bahan yang terbuat dari kayu jati, kapur, dan tanah
liat. Ketiga material itu digunakan sebagai bahan struktur rangka dan
campuran tembok masjid.
Bangunan masjid yang didominasi warna putih dengan atap warna hijau,
memiliki arsitektur khas. Selain ornamen bergaya campuran tradisional
maupun luar, masjid ini juga disangga puluhan tiang berukuran besar. Dari
total luas lahan sekira 6.159 m2, terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
bangunan utama masjid dengan luas sekira 637,5 m2 dan bangunan
tambahan 289,5 m2. Masjid tersebut berdiri kokoh dengan disangga sekira
62 tiang. Tiang yang menyangga bangunan utama terdapat sekira 30 buah
dan penyangga bangunan tambahan sekira 32 buah.
 Budaya : Ditempat saya tidak terlalu banyak kebudayaan, ada beberapa
kebudayaan yaitu seperti sanggar seni tari dan sanggar sanggar lainnya,
serta rasa saling menghormati, dan gotong royong masih sangat kental dan
terjaga dengan baik, dan di lingkungan saya pun tidak pernah meninggal kan
kebudayaan yang telah ada sejak zaman dahulu seperti siraman, saweran,
syukuran 4 bulanan, dll.

Anda mungkin juga menyukai