Anda di halaman 1dari 8

REVIEW LITERATUR

“Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap Arsitektur Masjid Mantingan”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Kajian Arsitektur Islam Nusantara

Dosen Pengampu:
Oktaviani Elok Hapsari S.T., M.T.

Oleh :
ASA DINA NURHIDA (H03217003)
AHSANU NADIYA (H73217021)
MIFTAKHUL AKHYAR (H73218035)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
A. Identifikasi Paper
Judul Paper : Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap Arsitektur Masjid Mantingan
Penulis : Hasna Anindyta
Jurnal Publikasi : Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, A
207-212
Tahun Publikasi : 2017

B. Latar belakang
Keberadaan masjid sebagai tempat ibadah erat kaitannya dengan awal masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia. teori mekkah menjelaskan bahwa Islam di Indonesia
dibawa oleh orang-orang yang berasal dari Arab, yaitu Mekkah dan Madinah pada abad
pertama Hijriah atau pada abad ke 7.

Ada juga yang berpendapat bahwa masuknya Islam ke Indonesia adalah akibat dari
datangnya orang-orang yang berasal dari Cina. Hal ini jarang diungkapkan karena sejarah
diibaratkan sebagai interpretasi peristiwa yang terjadi di masa lampau sehingga apabila latar
belakang penafsir berbeda maka hasil interpretasinya pun berbeda.

Dalam teori cina dikatakan bahwa sekitar abad ke 15 imigran Cina muslim yang sebagian
besar berasal dari Guang Dong dan Fujian mendarat di Nusantara. Dengan berlatar belakang
pedagang, petani, dan tukang, mereka menyebarkan agama Islam. Adanya interaksi antara
etnis Cina dengan pribumi lambat laun menyebabkan terjadinya akulturasi budaya Cina-
Jawa.

Selama ini tidak banyak yang menulis pengaruh kebudayaan Cina terhadap arsitektur
Masjid Mantingan. Karena kebanyakan orang hanya mengetahui Masjid Mantingan
terpengaruh kebudayaan Hindu seperti yang terlihat pada gapura yang menjadi gerbang
utama masjid ini. Artikel ini merupakan sebuah studi awal yang meneliti seberapa besar dan
sejauh mana budaya Cina berpengaruh terhadap masjid kuno yang ada di Jawa, khususnya
pada Masjid Mantingan.
C. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan gambaran mengenai teori tentang masuknya Islam di Indonesia yang
berasal dari Cina
2. Mengidentifikasi pengaruh budaya Cina pada bangunan peribadatan Masjid
Mantingan
D. Metode dan Pendekatan
1. Kajian ini bersifat kualitatif yang menghasilkan data deksriptif-analitis berupa ucapan,
tulisan dan objek atau perilaku yang diamati dengan menggunakan metode deksriptif
2. Kajian menggunakan metode dekriptif-kualitatif digambarkan melalui peneliti melalui
tanda pada kriteria-kriteria pada jurnal yakni “Mesjid Mantingan didirikan dengan
lantai tinggi ditutup dengan ubin bikinan Tiongkok, dan demikian juga dengan undak-
undakannya. Semua didatangkan dari Makao. Bangunan atap termasuk bubungan
adalah gaya Tiongkok. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar
bergambar biru. Sedang dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi dengan
relief-relief persegi bergambar margasatwa, dan penari-penari yang dipahat pada batu
cadas kuning tua.”
3. Teknik pengumpulan data diambil dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus
menerus sampai datanya jenuh.
4. Data data tersebut berupa eksisting masjid mantingan seperti dinding, atap, elemen,
ornament, dll yang dijadikan sumber penelitian.

E. Pembahasan
Masjid Mantingan terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara,
Jawa Tengah dan termasuk ke dalam masjid kuno yang didirikan pada masa Kesultanan
Demak. Menurut sejarah, ada tiga tokoh yang memprakasai pembangunan masjid ini. Mereka
adalah Ratu Kalimanyat, Sultan Hadlirin, dan dibantu oleh ayah Sultan Hadlirin-Chi Gwi
Gwan. Masjid ini diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1559 dilihat dari prasasti yang
ada di bagian mihrab. Bunyi prasasti itu adalah rupa brahmana warnasari yang berarti 1481
Saka atau 1559 Masehi (Bosch, 1930:52). Dahulu Masjid Mantingan dijadikan sebagai pusat
aktivitas penyebaran agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa.

Masjid Mantingan merupakan masjid tertua kedua setelah masjid Demak. Arsitektur
masjid merupakan kombinasi budaya Islam, Cina, Hindu, dan Jawa. Masjid Mantingan kaya
dengan ornamen ukiran dari batu kuning (watu wungkal) yang didatangkan dari Cina. Ukiran
dibuat oleh seniman ukir asal Cina bernama Chi Gwi Gwan atau dikenal dengan nama
Sungging Badarduwung dan menjadi cikal bakal seni ukir Jepara. (Qurtuby, 2003: 137).

Situs Cagar Budaya Kompleks Mantingan berada dalam satu kompleks yang dikelilingi
oleh pemukiman penduduk dan berlokasi pada suatu daerah yang lebih tinggi dari daerah
sekitarnya. Kompleks ini dibatasi oleh pagar keliling yang terbuat dari batu bata, yang
memisahkannya dengan area pemukiman sekitarnya. Kompleks Masjid dan Makam
Mantingan terdiri dari dua bangunan inti, yaitu bangunan Masjid Mantingan dan bangunan
Makam Mantingan atau Makam Pangeran Hadlirin dan Ratu Kalinyamat. Terdapat satu pintu
keluar masuk dari makam ke masjid yaitu gapura bentar yang terletak di sisi selatan masjid.

Gambar 1. Site plan Kompleks Masjid Mantingan


Sumber: Demak, Kudus, and Jepara Mosque, A study of Architectural
Syncretism, Laporan Penelitian Laboratorium Sejarah Arsitektur
Universitas Gajah Mada, Yogyakarya.
Area Masjid Mantingan memiliki luas 2.935 m 2 yang mengacu pada setifikat Kabupaten
Jepara No. B.8625873. Pada wilayah masjid terdapat empat bangunan yang terbuat dari batu
bata yaitu masjid, tempat wudhu, ruang koleksi atau museum, dan tempat paseban atau
pasowanan. Untuk memasukan halaman kompleks masjid terdapat pintu gerbang yang
berbentuk menyerupai candi bentar dengan enam belas anak tangga, pintu gerbang ini
terletak pada bagian selatan masjid.
Gambar 2. Desain pintu masuk pada Masjid Mantingan masih
kental dengan kebudayaan HIndu
Sumber: Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Masjid
Mantingan-Kemendikbud, 2016.

Bangunan Masjid Mantingan memiliki denah berbentuk persegi panjang berukuran 22 x


17 m. Bangunan masjid terdiri atas dua bagian, yaitu bangunan induk dan serambi atau teras.
Masjid memiliki atap berbentuk atap tumpang tiga yang terbuat dari sirap dan pada bagian
atasnya terdapat kemuncak atau mustaka yang terbuat dari terakota.

Gambar 3. Tampak selatan bangunan Masjid Mantingan


Sumber: Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Masjid
Mantingan-Kemendikbud, 2016.

Ruangan utama memiliki sembilan pintu, tiga pintu masing-masing terdapat pada sisi
timur, selatan dan utara. Pintu utama masjid terletak pada bagian timur dan pada dindingnya
terdapat relief berupa panel-panel medalion (bundar), bujur sangkar, segi enam, dan bentuk
kalelawar. Di dalam panel terdapat hiasan sulur-suluran, bunga, daun-daunan, dan binatang
yang distilir serta untaian tali. Beberapa bagian dinding lainnya juga dihiasi panel, yaitu
dinding pembatas antara ruang tengah dengan ruang samping kiri dan kanan, dan dinding
belakang. Pada setiap bidang tembok terdapat tujuh panel berelief yang tersusun dari atas ke
bawah, sehingga dalam empat bidang seluruhnya ada 28 panel. Di kiri kanan ada deretan
panel berelief bergambarkan kelelawar. Demikian pula di tiap-tiap pintunya sehingga jumlah
seluruhnya 64 buah panel relief.

Gambar 4. Ornamen yang terdapat pada dinding Masjid Mantingan


Sumber: Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Masjid Mantingan-Kemendikbud, 2016.

Bangunan Masjid Mantingan memiliki empat tiang sokoguru terbuat dari kayu yang
disanggah dengan umpak. Mihrab masjid berbentuk relung tapal kuda dan terdapat sebuah
panel berbentuk lingkaran yang bagian tengahnya berisi jalinan tali dan sulur-suluran. Di atas
mihrab masjid terdapat sengkala yang berbunyi “rupa brahmana warna sari” yang berarti
1481 Saka atau 1559 Masehi. Masjid Mantingan memiliki mimbar menyerupai tandu dan
diberi atap kubah, terdapat hiasan motif kerawang dan palang Yunani.

Gambar 5. Ruang Utama Masjid Mantingan


Sumber: Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Masjid Mantingan-Kemendikbud, 2016.
Untuk memasuki serambi depan (timur) melewati tangga yang tiap sisinya diberi pipi
tangga. Serambi depan merupakan ruang terbuka berukuran 18 x 10,5 m, atapnya disanggah
oleh 24 tiang yang terbuat dari kayu. Pada serambi depan terdapat beduk dan kentongannya.
Sedangkan serambi utara dan selatan memiliki bentuk yang sama dengan pintu masuk
berbentuk kurawal. Serambi utara digunakan sebagai pawestren yaitu tempat sholat bagi
jema’ah wanita.

Gambar 6. Serambi timur Masjid Mantingan


Sumber: Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Masjid Mantingan-Kemendikbud, 2016.

Bangunan lain yang terdapat di Masjid Mantingan adalah ruang wudhu terletak di sebelah
utara masjid, ruang koleksi terletak di sebelah timur laut masjid, tempat paseban atau
pasowanan terletak di sebelah timur masjid, dan makam terletak di sebelah barat Masjid
Mantingan.

Terjadi beberapa kali perubahan pada masjid Mantingan. Pada tahun 1927 dilakukan
pemugaran pada dindingnya dengan mengganti material menggunakan semen dan kapur.
Panel ukiran yang berasal dari masjid lama ditempel pada kanan-kiri atas tiga pintu yang
terdapat pada serambi masjid. Beberapa dipasang di dinding bawah, dinding luar, dan sudut-
sudut bangunan. Pada tahun 1978-1981 dilakukan pemugaran kembali. Pemugaran kali ini
membuahkan hasil, yaitu dengan ditemukannya enam panel berelief di kedua belah sisi,
sejumlah besar balok-balok putih, dan juga suatu fondasi dari bangunan kuno. Tahun 2015
dilakukan pemugaran terhadap Cungkup Makam Ratu Kalinyamat oleh Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jawa Tengah Jawa Tengah. (Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Masjid
Mantingan-Kemendikbud, 2016).
F. Kesimpulan
Pengaruh kebudayaan Cina pada bangunan atau ornamen Islam seringkali dilupakan. Hal
ini dikarenakan pandangan masyarakat yang hanya menyakini masuknya agama Islam
dibawa oleh pedagang dari Gujarat atau Arab saja. Padahal Komunitas Cina Islam telah ada
di Jawa pada abad pertengahan (pada abad ke 15-16) sesuai dengan pernyataan Loedewicks.
Bukti-bukti adanya umat muslim Cina di Indonesia ditunjukkan dengan peninggalan-
peninggalan berupa ukiran padas di masjid Mantingan.

Pengaruh kebudayaan Cina pada Masjid Mantingan sendiri cukup besar, ditandai dengan
Mesjid Mantingan didirikan dengan lantai tinggi ditutup dengan ubin bikinan Tiongkok , dan
demikian juga dengan undak-undakannya. Semua didatangkan dari Makao. Bangunan atap
termasuk bubungan adalah gaya Tiongkok. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring
tembikar bergambar biru. Sedang dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi dengan
relief-relief persegi bermotif hiasan sulur-suluran, bunga, daun-daunan, dan binatang yang
distilir serta untaian tali.

Anda mungkin juga menyukai