Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Masjid merupakan salah satu bangunan yang penting dalam agama islam selain fungsi
utama sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat kegiatan umat islam
antara lain dalam bidang sosial, politik, pendidikan, dan budaya. Masjid menjadi bagian yang
tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat muslim, tidak terkecuali di
Indonesia.

Salah satunya masjid Lambaro Angan yang dibangun pada tahun 1978, digunakan
sebagai tempat ibadah, selain itu juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim.
Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an.
Masjid. Masjid Lambaro Angan memiliki 2 kubah diperluas menjadi sama luas dengan
tempat ibadah di bawahnya, dengan kubah setengah bulat yang secara dominasi berwarna
putih.

METODE PENELITIAN

Untuk kajian ini metode kritik arsitektur yang digunakan yaitu kritik deskriptif yang
mana metode kritik ini bersifat lebih nyata (factual). Metode ini mencatat fakta-fakta
pengalaman seseorang terhadap bangunan. Selain itu metode ini bertujuan pada kenyataan
bahwa jika kita tahu apa sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiaanya maka kita
dapat lebih memahami rasa dari bangunan dan juga lebih dipahami sebagai sebuah landasan
untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang disajikanya.

Process (Secara Prosedural), adalah satu bentuk depictive criticism yang


menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan fisik
terjadi seperti itu. Bila kritik yang lain dibentuk melalui pengkarakteristikan informasi yang
datang ketika bangunan itu telah ada, maka kritik depiktif (aspek proses) lebih melihat pada
langkah-langkah keputusan dalam proses desain yang meliputi :

1. Kapan bangunan itu mulai direncanakan,


2. Bagaimana perubahannya,
3. Bagaimana ia diperbaiki,
4. Bagaimana proses pembentukannya.

Metode ini juga tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi
sekedar metode untuk dilihat dari sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi didalamnya.
Dalam metode kritik deskriptif ini terdapat beberapa jenis metoda. Untuk penulisan ini jenis
metoda yang digunakan yaitu Depictive Criticism (Gambaran Bangunan) dimana jenis ini
cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik karena ia tidak didasarkan pada
pernyataan baik atau buruknya sebuah bangunan.

Aspek Static (secara grafis) digunakan dalam penelitian kali ini. Aspek statis
merupakan salah satu aspek yang ada di dalam jenis metoda Depictive Criticism (Gambaran
Bangunan). Aspek ini memfokuskan perhatian pada elemen-elemen, bentuk (form), bahan
(materials) dan permukaan (texture).

PEMBAHASAN

Dalam islam tidak memiliki aturan khusus tentang warna/cat, ataupun bentuk wajib
yang harus dipatuhi dalam pembangunan masjid. Namun, ada beberapa hal yang bersifat
diharuskan ada dalam sebuah bangunan masjid, dengan tujuan untuk mengikuti ajaran bentuk
awal masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam dan masjid pertama yang dibangun
oleh Nabi Muhammad SAW.

Masjid merupakan salah satu bangunan yang penting dalam agama islam selain fungsi
utama sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat kegiatan umat islam
antara lain dalam bidang sosial, politik, pendidikan, dan budaya. Masjid menjadi bagian yang
tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyrakat muslim, tidak terkecuali di
Indonesia.

Masjid Lambaro Angan, Aceh Besar. Dikategorikan sebagai masjid jami Masjid
Lambaro Angan beralamat di Lambada Peukan Aceh Besar Aceh. Masjid Lambaro Angan
memiliki jumlah jamaah 50 - 100 orang, Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena
keterbatasan dana. Meski tidak rutin, Masjid Lambaro Angan telah dipusatkan sebagai
kegiatan keagamaan, pertemuan jemaah, penyelenggaraan Salat Ied hingga Salat Jumat setiap
minggunya., frekuensi pemakaian masjid untuk aktivitas ibadah selalu ada karena berbatasan
dengan kantor camat, pukesmas, dan pasar Lambaro Angan.

Konstruksi masjid terdiri dari 1 lantai,terdapat 2 kamar pengurus, teras yang


menghubungan setiap pintu yang berbentuk U, terdapat 3 pintu masuk, 2 tempat whuduk
laki-laki dan 1 perempuan. Denah masjid berbentuk persegi yang melancip di empat
penjurunya,Masjid Lambaro Angan memiliki luas tanah 600 m2, luas bangunan 350 m2
dengan status tanah Wakaf. Masjid ini memiliki ventilasi semua pada bagian masjid, Masjid
Lambaro Angan menampilkan arsitektur neo-klasik yang identik dengan kubah. Atap
bangunan menggambarkan bentuk kubah kubah kecil yang dikelilingin antara tiang.

Konstruksi rangka kubah beton cor. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh
empat kolom beton miring setinggi 6 meter dan dua balok beton lengkung yang
mempertemukan kolom beton miring secara diagonal, dan penambahan dengan kaca blok
yang disusun bentuk segitiga sehingga cahaya masuk ke dalam masjid.

Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat salat di lantai adalah ruang lepas.
Lantai tinggi sekitar 1 meter dari tanah, teras yang saling terhubung antara pintu. Masjid ini
di memiliki kolom oleh 4 tiang utama dengan bentar 8 meter sebagai penopang kubah, dan 16
tiang kecil lainya, Dengan kondisi topografi yang dulu dalam persawahan, kedalaman setiap
pondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah.

Pada interior masjid Lambaro Angan ini memakasi marmer ukuran 120 x 60 cm
dengan list pembatas 60 x 5 cm, pada dinding depan masjid di balut dengan granit yang
menajadikan kesan mewah, pada interior depan masjid Lambaro Angan terdapat mimbar.

Secara fasad ornamen, Masjid Lambaro Angan, terbilang kesederhanaan ini terdapat
pada ornamen dalam berbentuk garis diagonal dan beberapa lingkaran lainya. Relief yang
dibuat dengan murni pegerjaan tangan ketukangan menjadi nilai lebih, mulai dari kesenian
dan historikalnya. Nilai-nilai islam terlukis di antara langit langit kubah, yaitu kaligrafi.
Lampu gantung pada tengah tengah kubah menjadi unsur kemegahan pada masjid sendiri.

Pada ekteriornya terdapat 2 gerbang masuk di sisi barat dan timur, pada sisi timur
masjid terdapat pasar sehingga masjid dijadikan tempat parkir bagi pelanggan pasar. Pada sisi
timur adalah pasar menjadikan suara paling bising dari daerah lainya sehingga ada beberapa
pohon pada sisi timur masjid.

Pada malam hari di atas atap ada beberapa lampu sorot ke kubah masjid menjadikan
masjid sebagai patokan utama dari jarak jauh, walaupun tidak memiliki menara seperti pada
masjid ciri khas masjid di timur tengah. Adapun, pada atapnya memakai atap beton cor hal
ini jadi masalah tersendiri dengan iklim di Indonesia yang beriklim tropis, dikarenakan pada
iklim tropis yang terjadi adalah gampangnya terjadi kebocoran akibat air hujan.

Pada perancangan pertama ventilasi dan pintu masuk tidak ada pembatas, dengan
sepanjang perkembangan jaman dan teknologi, penambahan kaca pada ventilasi dan pintu
kaca, mengakibatkan dengan pemakaian AC/air conditioner, sebagai pendingin ruangan
sehingga udara alami tidak bisa masuk, suatu sisi memang nyaman secara akustik maupun
kenyamananya dan disuatu kondisi realibilitasnya tidak bangus dari segi komsumsi listrik
boros dan kesehatan jamaah.

Pada ekterior halaman masjid, yang dulunya rumpun dan beberapa vegetasi lainya,
pada halaman masjid sering terjadinya becek sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan, dan
juga sebagai menampung kendaraan jamaah, hal ini menjadi disolusikan dengan pemasangan
paving blok, pemasangan paving blok ini hampir dari semua halaman masjid dan ini menjadi
masalah pada halaman tidak ada lagi vegetasi yang dapat mereda panas, hasilnya tidak
menjadi win win solution.

Ada beberapa bagian fungsi masjid tidak dipakai lagi karena mulai dari beberapa
masalah yang terjadi di sekitar, salah satunya adalah pada got air sebagai pencuci kaki, dan
yang menjadi masalah dari itu adalah dikarenakan masjid terbuka untuk umum takutnya dari
adanya got cuci kaki tersebut adalah adanya naik najis, tidak ada yang tau air itu mungkin
pernah di jilat sama anjing, dikarenakan di daerah tersebut masih banyak anjing berkeliaran.

Pada tempat whuduk dan tempat kamar mandi sebenarnya baru diperbaiki, namun ada
ketidaknyamanan sebagai penguna, yaitu pada tempat buang air kecil terutama pada laki-laki,
permasalahnya adalah ada pada privasinya ataupun kenyamanan sangatlah kurang, hal ini
adalah jarak antara pembatas sangatlah lebar, kemukinan terlihat oleh orang lain, sehingga
dapat menimbukan ketidaknyamanan.

KESIMPULAN

Dalam islam sendiri tidak memiliki aturan khusus tentang bentuk, ataupun warna
wajib yang harus dipatuhi dalam pembangunannya. Namun begitu, ada beberapa hal yang
bersifat disarankan atau dianjurkan ada dalam sebuah bangunan masjid, dengan tujuan untuk
mengikuti ajaran bentuk awal masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam dan masjid
pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, nabi terakhir dalam Islam.

Arsitektur masjid berkembang sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi.


Beberapa fasilitas tambahan dimasukkan dalam masjid dengan tujuan untuk mempermudah
umat islam dalam melaksanakan ibadah. Selain karena jamaah dan teknologi, arsitektur
masjid juga berkembang sesuai adat dan kebudayaan masyarakat tempat dimana masjid
tersebut didirikan. Masjid ditiap daerah memiliki karakter khusus yang menunjukkan cir khas
dan kebudayaannya.

Sejarah perkembangan masjid adalah suatu karya seni dan budaya islam tepenting
dalam ranah arsitektur. Suatu masjid, merupakan perwujudan dan puncak ketinggian
pengetahuan teknik dan metoda membangun, mulai dari material, ragam hias, dan filosofi di
suatu wilayah pada masanya. Selain itu masjid juga menjadi titik temu berbagai bentuk seni,
mulai dari seni spasial, ruang dan bentuk, dekorasi, hingga seni suara.

Masjid merupakan suatu karya budaya yang hidup, karena ia merupakan karja
arsitektur yang selalu diciptakan, dipakai oleh masyarakat muslim secara luas, dan digunakan
terus-menerus dari generasi ke generasi. Karena itu, sebagai bangunan religious, masjid
adalah representasi dari komunitas umat islam yang melahirkan dan memakmurkannya.
Sebagai suatu proses dan hasilnya tumbuh dan berkembangnya masyarakat itu sendiri. Ini
terkadang menjadi masalah dan sekaligus kelebihan tersendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Rony. 2014, Ikonografi Arsitektur Dan Interior Masjid Kristal Khadija Yogyakarta.
Samarinda: Journal Of Urban Society’s Arts Volume 14 Nomor 2
Sumalyo, Yulianto (2006). Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim. Cetakan kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. (2005).
Dokumen Pengantar Pameran (1991). Arsitektur Islam. Festival Istiqlal I

Projotomo, J. (2001). ‘Arsitektur Masjid Tanpa Arsitek’, Simposium Nasional Ekspresi


Islami dalam Arsitektur Nusantara-4 (SNEIDAN-4). Semarang: UNDIP

Barliana, M. S. (2008). Perkembangan arsitektur masjid: Suatu transformasi bentuk dan


ruang. Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 9(2), 45–60

Anda mungkin juga menyukai