Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2 : ANALISA PENGARUH EKSTERNAL PADA ARSITEKTUR DI INDONESIA

Mata Kuliah Arsitektur Indonesia - PRODI ARSITEKTUR UNIVERSITAS KRISTEN PETRA


PEMBELAJARAN DARING SEMESTER GENAP 2020 – 2021
Dosen Pengampu : Christine Wonoseputro, ST., M.A.S.D.

Nama Mahasiswa : Louisa Elizabeth Shenelo


NRP Mahasiswa : B12200055

Sejarah Masjid Istiqlal Jakarta

Sumber : https://media.beritagar.id/2019-05/3ce35bd082fdce161bd67bc40d05de72d53dd7e5.jpg

Gagasan untuk mendirikan Masjid Istiqlal dilatarbelakangi oleh tradisi bangsa


Indonesia dalam membangun monumen keagamaan negara yang dapat melambangkan
kejayaan negara. Salah satu contoh eksistensi monumen keagamaan di Indonesia adalah
Candi Prambanan dan Candi Borobudur yang dibangun pada era pengaruh Hindu-Buddha
masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, tidak lama pasca kemerdekaan Indonesia, muncul
gagasan-gagasan untuk membangun masjid yang dapat menyandang status terhormat
sebagai masjid negara sekaligus menggambarkan semangat kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dimulai pada tahun 1950, K. H. Wahid Hasyim (Menteri Agama RI), Haji Anwar
Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam, dan bersama beberapa tokoh Islam lainnya
melakukan sebuah pertemuan di sebuah gedung pertemuan di Jalan Merdeka Utara untuk
melakukan pembahasan mengenai rencana pembangunan masjid. Hasil dari pertemuan
tersebut adalah menunjuk H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal.
Kemudian pada tahun 1953, Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal memberi laporan rencana
pembangunan masjid kepada Presiden Soekarno. Rencana ini mendapat sambutan baik serta
dukungan penuh dari presiden. Presiden Soekarno kemudian dipilih untuk menjadi Ketua
Dewan Juri dalam sayembara maket Masjid Istiqlal. Sayembara desain masjid berlangsung
pada tanggal 22 Februari 1955 hingga 30 Mei 1955. Sayembara berhasil menarik banyak minat
masyarakat pada saat itu hingga mencapai jumlah total 30 peserta dengan 27 peserta yang
melakukan pengumpulan. Pada tanggal 5 Juli 1955, dewan juri memutuskan Friedrich Silaban
menjadi pemenang dari sayembara desain Masjid Istiqlal.
Pada Agustus 1961, pemancangan tiang pertama Masjid Istiqlal dilakukan oleh
Presiden Ir. Soekarno. Namun, perjalanan pembangunan masjid ini tidak berjalan mulus
karena terkendala oleh situasi politik yang kurang kondusif. Pembangunan berhasil
diselesaikan setelah melalui tujuh belas tahun yakni pada Februari 1978 Masjid Istiqlal
akhirnya selesai dibangun dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto. (Zahra,
2017, pp. 220-221)
Pokok Bahasan :
Sebagai masjid yang akan menyandang status sebagai masjid negara, maka rancangan
Masjid Istiqlal diharapkan dapat menampung jamaah dalam jumlah besar. Oleh sebab itu,
arsitektur Masjid Istiqlal menerapkan prinsip minimalis, yaitu prinsip yang mengutamakan
fungsi dan efisiensi; serta dengan tetap mempertimbangkan keberadaannya di iklim tropis
(Zahra, 2017, p. 221). Sesuai dengan prinsip tersebut, gaya arsitektur yang mempengaruhi
desain Masjid Istiqlal adalah arsitektur modern dimana fungsionalisme (Form Follows
Function) merupakan dasar pemikiran utamanya. Pengaruh ini tidak terlepas dari
pembangunan masjid yang dilakukan di tahun 1961 dimana arsitektur modern sedang
berkembang secara internasional, termasuk di Indonesia.
Di Indonesia, ciri khas arsitektur modern yang disesuaikan dengan keberadaannya
memiliki karakter tertentu, antara lain: melawan historicizing atau penggunaan bentuk-
bentuk sejarah, pemakaian material bahan pabrik atau industrial yang diperlihatkan secara
jujur, menggunakan prinsip less is more, serta terfokus pada fungsi ruang (Hasbi & Nimpuno,
2019, p. 92). Karakter arsitektur modern yang tampak pada elemen-elemen arsitektural
Masjid Istiqlal antara lain:
- Bentuk Masjid Istiqlal berupa bujur sangkar
yang dilengkapi dengan bukaan-bukaan
berukuran besar sehingga terkesan terbuka.
Elemen-elemen dinding berbentuk garis
horizontal dan vertikal mendominasi bentuk
bujur sangkar tersebut. Garis-garis masif dan
berukuran besar ini membuat masjid tampak
berbeda jika dibandingkan dengan masjid
pada umumnya. Hal ini menunjukkan upaya
sang arsitek menghindari historicizing atau
penggunaan bentuk-bentuk sejarah sehingga
gaya arsitektur modern pada masjid sangat terasa.

- Tidak hanya melalui bentuknya, salah satu ciri khas


dari arsitektur modern juga melalui perhatiannya
terhadap pemakaian bahan pabrik atau industrial
yang diperlihatkan secara jujur. Material yang
digunakan pada bangunan Masjid Istiqlal adalah
marmer putih dan baja antikarat (stainless steel).
Marmer maupun baja yang diperlihatkan tidak diubah
baik warnanya maupun fisiknya sehingga material terlihat apa adanya (jujur). Material
marmer digunakan hampir di seluruh permukaan dinding dan lantai masjid,
sedangkan stainless steel digunakan untuk melapisi 12 tiang yang menopang kubah
raksasa di ruang utama Masjid Istiqlal dan juga langit-langit kubah raksasa.

- Menggunakan prinsip less is more. Pada bangunan Masjid Istiqlal,


prinsip ini terlihat pada minimnya penggunaan ornamen pada
bangunan. Selain itu, ornamen yang digunakan juga bukan hanya
sebagai penghias melainkan juga memiliki fungsi. Pada eksterior
bangunan, salah satu elemen ornamentasi pada fasad masjid
adalah bukaan ventilasi/jendela. Ventilasi/jendela pada fasad
bangunan dibingkai oleh garis horizontal dan vertikal yang
berfungsi menjadi shading device sekaligus juga pelindung dari air
hujan. Penggunaan garis-garis vertikal dan horizontal pada
eksterior bangunan juga merupakan salah satu karakteristik dari
arsitektur modern. Selain itu, bukaan-bukaan ini menggunakan
material logam krawangan (kerangka logam berlubang) dengan
pola geometris seperti kubus, lingkaran, atau persegi. Ornamen ini
tidak hanya berfungsi sebagai unsur estetik, tetapi juga berfungsi
sebagai jendela, penyekat, atau lubang udara (fungsional).

Pada interior bangunan, elemen ornamentasi terlihat pada


bagian plafon dan kolom masjid. Pada plafon dan kolom
masjid keduanya menggunakan material berlapis
lempengan baja antikarat dengan motif garis-garis. Motif
garis-garis inilah yang memperkuat kesan arsitektur
modern pada interior masjid.

- Ciri khas arsitektur modern lainnya yaitu terfokus


pada fungsi ruang yang terbentuk dari pola
aktivitas pengguna ruang. Ruang-ruang yang
terbentuk pada Masjid Istiqlal merupakan hasil
dari penggabungan bentuk persegi panjang dan
bujur sangkar. Penempatan ruang dan fungsi pada
Masjid Istiqlal dirancang semaksimal mungkin
sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hal ini
terlihat dari ruang shalat utama yang memiliki void besar serta dikelilingi koridor-
koridor sebagai ruang tambahan untuk shalat. Ruang shalat utama dirancang
sedemikian rupa agar dapat memaksimalkan fungsinya sebagai tempat beribadah
jamaah dalam jumlah yang banyak. Void digunakan agar jamaah di lantai atas dapat
tetap mendengar suara imam secara langsung. Oleh karena itu, bangunan Masjid
Istiqlal sudah memenuhi karakteristik arsitektur modern yang mengutamakan fungsi
ruang.
Selain gaya arsitektur modern, desain Masjid Istiqlal juga mendapat pengaruh dari
arsitektur Timur Tengah. Beberapa ciri khas dari arsitektur masjid Timur Tengah yaitu
penggunaan menara/minaret, penggunaan atap kubah, penggunaan plaza dan koridor, serta
kehadiran air mancur dan kolam pada masjid (Hasbi & Nimpuno, 2019, pp. 93-96).
Pengaruh arsitektur Timur Tengah pertama terlihat dari ciri khas
penggunaan menara. Pada umumnya, arsitektur islam mempunyai
menara lebih dari satu, tetapi Masjid Istiqlal hanya mempunyai satu buah
menara sebagai lambang dari Keesaan Allah. Fungsi utama dari menara
yaitu sebagai tempat mu’azin mengumandangkan adzan panggilan untuk
shalat. Friedrich Silaban tidak menghilangkan menara yang merupakan ciri
khas arsitektur Timur Tengah, tetapi merubahnya menjadi sesuatu yang
baru dengan menerapkan karakteristik aliran rasionalist dalam arsitektur
modern. Penerapan ini dilakukan dengan cara menggabungkan bentuk
klasik menara dengan teknologi dan material yang baru. Menara dibuat
dengan bentuk langsing menggunakan material baja dan beton.
Sentuhan lain yang menunjukkan pengaruh
arsitektur Timur Tengah pada Masjid Istiqlal adalah
perpaduan penggunaan atap datar dan atap kubah
berbentuk setengah bola yang memberi aksen unik.
Perpaduan atap datar dengan satu atap kubah polos
menekankan karakteristik arsitektur modern yang
menjunjung kesederhanaan. Atap kubah raksasa ini
berdiameter 45 meter dan terbuat dari rangka baja
stainless steel sedangkan bagian luarnya dilapisi menggunakan keramik. Diameter 45 meter
pada atap kubah merupakan simbol dari kemerdekaan di tahun 1945.
Penggunaan plaza dan koridor pada sebuah masjid
sering terlihat pada arsitektur masjid bergaya Timur Tengah.
Pada arsitektur masjid Timur Tengah, plaza biasanya dibuat
sejajar dengan bangunan utama. Friedrich Silaban sebagai
arsitek mencoba memberi sentuhan arsitektur modern
melalui penempatan plaza yang berbeda. Oleh karena itu,
plaza pada Masjid Istiqlal diletakkan tidak sejajar dengan
bangunan utama. Mencoba sesuatu yang baru dan berbeda dari masa lalu adalah salah satu
karakteristik dari arsitektur modern.
Koridor-koridor pada Masjid Istiqlal diletakkan
mengelilingi void ruang shalat utama dengan fungsi
sebagai ruang shalat tambahan sebanyak lima lantai.
Hal ini menunjukkan bahwa penempatan setiap ruang
sangat diperhatikan agar dapat difungsikan secara
maksimal. Tidak hanya di sekeliling void ruang shalat,
tetapi ada koridor yang juga ditempatkan di bagian luar
masjid yang memiliki fungsi sama yait sebagai ruang
tambahan shalat. Koridor ini juga memiliki nilai fungsi
lainnya sebagai bentuk adaptasi dari iklim tropis yaitu
untuk menghindari air hujan tampias ke dalam ruang
shalat utama.

Kekhasan arsitektur Timur Tengah lainnya


adalah kehadiran kolam dan air mancur. Pada Masjid
Istiqlal, kolam dan air mancur terlihat berada di dekat
bangunan utama dan teras masjid yang dikelilingi
pepohonan.

SUMBER PUSTAKA
Hasbi, R.M. & Nimpuno, W.B. (2019, Februari). Pengaruh arsitektur modern pada
Masjid Istiqlal. Jurnal Arsitektur, Bangunan, dan Lingkungan. 8 (2), 92-96. DOI:
dx.doi.org/10.22441/vitruvian.2018.v8i2.005
Zahra, F. (2017). Perpaduan gaya arsitektur Eropa dan Timur Tengah pada bangunan
Masjid Istiqlal Jakarta. Paper presented at Prosiding Seminar Heritage IPLBI (pp. 220-225).
Retrieved from https://seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/06/HERITAGE2017-A-
219-226-Perpaduan-Gaya-Arsitektur-Eropa-dan-Timur-Tengah-pada-Bangunan-Masjid-
Istiqlal-Jakarta.pdf

Anda mungkin juga menyukai