Anda di halaman 1dari 9

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK GULA

DENGAN METODE STATISTICAL PROCESSING CONTROL (SPC) DAN FAILURE


MODE AND EFECT ANALYSIS (FMEA)

Joko Susetyo1, Muhammad Yusuf 2, Jezry Geriot3


1, 2,3
Jurusan Teknik Industri, Institut Sains & teknologi AKPRIND Yogyakarta
E-mail : joko_sty@akprind.ac.id1, yusuf@akprind.ac.id2, jezry4321@yahoo.com3

ABSTRACT
PT Madubaru, a company engaged in sugarcane processing, is a sugar and spritus factory located in
the Yogyakarta region. Companies that produce sugar cane with SHS IA quality. Product defects are
often found, resulting in a decrease in quality, therefore quality control is necessary.
The statistical processing control (SPC) method is used to analyze product defects to determine
whether product defects are still within controlled limits, while the failure mode and effect analysis
(FMEA) method is used to determine the failure mode in sugar production.
Based on the identification results, the types of defects are obtained: gravel, melted sugar, wet scrap
sugar, inappropriate color, dirty and ash. The total defect is 3041 kg. The causes of production defects
are from these 5 factors, namely: human factors, work methods, environment, raw materials and
machines used. Failure modes that often occur are non-standard sugar crystal size (BJB greater than
1.10 mm) with an RPN value of 308, refined sugar (ash sugar) with an RPN value of 274.
Keywords: failure mode and effect analysis (FMEA), quality control, statistical processing control
(SPC),

INTISARI
PT Madubaru, perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan tebu, merupakan pabrik gula dan
spritus yang berada di wilayah Yogyakarta. Perusahaan yang memproduksi gula tebu dengan kualitas
SHS IA. Sering ditemukan kecacatan produ, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas, oleh sebab
itu perlu dilakukan pengendalian kualitas.
Metode statistical processing control (SPC) digunakan untuk menganalisis kecacatan produk untuk
mengetahui apakah kecacatan produk masih dalam batas terkendali atau tidak, sedangkan metode
failure mode and effect analysis (FMEA) digunakan untuk mengetahui mode kegagalan dalam
produksi gula.
Berdasarkan hasil identifikasi didapat jenis kecacatan: krikilan, melasses sugar, scrap sugar basah,
warna tidak sesuai, kotor dan abu. Jumlah kecacatan sebesar 3041 kg. Penyebab terjadinya
kecacatan produksi dari 5 faktor tersebut, yaitu: faktor manusia, metode kerja, lingkungan, bahan baku
serta mesin yang digunakan. Mode kegagalan yang sering terjadi adalah ukuran kristal gula tidak
sesuai standar (BJB lebih besar dari 1,10 mm) dengan nilai RPN 308, Gula halus (Gula abu) dengan
nilai RPN 274.
Kata Kunci: failure mode and efect analysis (FMEA), pengendalian kualitas, statistical processing
control (SPC),

PENDAHULUAN perusahaan dikatakan baik apabila


Pengaruh produk rusak pada menghasilkan produk yang berkualitas serta
perusahaan berdampak pada biaya kualitas, memberikan kepuasan terhadap konsumen.
image perusahaan dan kepuasan konsumen. PT. Madubaru merupakan perusahaan
Semakin banyak produk rusak yang dihasilkan yang bergerak dibidang pengolahan tebu, yang
maka semakin besar pula biaya kualitas, hal ini memiliki dua buah pabrik yaitu pabrik gula
dikarenakan adanya tindakan inpeksi, rework. (PG) dan Pabrik Spritus (PS) Madukismo
Semakin banyak produk yang rusak maka merupakan Pabrik Gula dan Spritus. Hasil
image perusahaan akan semakin turun, gilingan pada tahun 2016 tidak mencapai
menurut penilaian konsumen suatu target awal produksi gula ditarget 39.233 ton

Jurnal Teknologi, Volume 13 Nomor 2, Desember 2020, 127-135 127


tetapi tercapai 32.326,35 ton, tidak tercapainya keputusan konsumen dalam pemilihan produk
target awal produksi diakibatkan remandemen dan jasa. Hal ini tanpa membedakan apakah
bahan baku menurun dan tingkat kecacatan konsumen itu perorangan, kelompok industri,
yang terjadi diproses produksi masih mencapai program pertahanan militer, atau toko
3,4% sedangkan standar kecacatan maksimal pengecer. Akibatnya, kualitas adalah faktor
yang ditentukan oleh perusahaan adalah 1,5% kunci yang membawa keberhasilan bisnis,
dan dari P3GI nol (Zero defect), jenis pertumbuhan dan persaingan.
kecacatan yang sering terjadi pada saat proses
produksi adalah gula basah, krikilan dan gula 2. Pengendalian Kualitas
halus (abu). Dampak dari penurunan kualitas Pengendalian kualitas merupakan salah
produk, Perusahaan mendapat respon yang satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari
kurang baik dari konsumen. Perusahaan sebelum proses produksi berjalan, pada saat
mengalami penurunan keuntungan. Biaya proses produksi hingga proses produksi
kualitas semakin tinggi dan biaya inspeksi menghasilkan produk akhir. Pengertian
produk meningkat. pengendalian menurut (Gasperz, 2005)
Sebagai upaya untuk mengatasi pengendalian kualitas adalah teknik dan
permasalahan di atas perlu dilakukan aktivitas oprasional yang digunakan untuk
pengendalian kualitas produk gula. Metode memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
pengendalian kualitas yang digunakan, yaitu: Menurut Gasperz mengatakan bahwa
Statistical Process Control (SPC) dan Failure pengendalian kualitas adalah: “Quality control
Mode and Efect Anayisis (FMEA). Tujuan dari is the oprational techniques and activites used
pengendalian kualitas ini adalah untuk to fulfil requiremets for quality.” Berdasarkan
mengurangi tingkat kegagalan produk gula pengertian di atas, maka dapat ditarik
yang dihasilkan pada proses produksi kesimpulan bahwa pengendalian kualitas suatu
sehingga dapat menghasilkan produk yang teknis dan aktivitas atau tindakan yang
berkualitas. terencana yang dilakukan untuk mencapai,
mempertahankan dan meningkatkan kualitas
METODE PENELITIAN suatu produk dan jasa agar sesuai dengan
Objek yang diteliti di bagian proses standar yang telah ditetapkan dan dapat
produksi pada gula Kristal putih. Metode yang memenuhi keinginan konsumen.
digunakan yaitu statistical processing control a. Tujuan Pengendalian Kualitas
(SPC) untuk mengetahui jenis, sebab akibat Tujuan pengendalian kualitas adalah
dan mengetahui produk cacat gula di PG. menekan atau mengurangi volume
Madukismo, sedangkan failure mode and kesalahan, memperbaiki, menjaga atau
effect analysis (FMEA) untuk mengidentifikasi menaikan kualitas sesuai standar
penyebab kecacatan disetiap proses produksi mengurangi keluhan konsumen,
dan memberikan usulan perbaikan memungkinkan penjelasan luaran (output
berdasarkan nilai RPN agar dapat grading), dan menaikan atau menjaga
meminimalisasi keecacatan produk. Data compeny image (Yamit, 2010).
primer diperoleh melalui studi lapangan, b. Faktor Faktor Pengendalian Kualitas
penelitian langsung dan interview yang Menurut (Montgomery, 2001) dan
meliputi: pengambilan data proses produksi berdasarkan beberapa literatur lain
dibagian pabrikasi, data jumlah produk dan menyebut bahwa faktot-faktor yang
jumlah produk cacat di bagian stasiun mempengaruhi pengendalian kualitas
penyelasaian proses akhir dari proses antara lain:
produksi. 1) Kemampuan proses, batas-batas yang
ingin dicapai harus disesuaikan dengan
1. Kualitas (Quality)
proses yang ada.
Menurut Vincent Gaspersz (2005),
2) Spesifikasi yang berlaku, spesifikasi
kualitas adalah totalitas dari karakteristik suatu
hasil produksi yang ingin dicapai harus
produk yang menunjang kemampuannya untuk
dapat berlaku, bila ditinjau dari
memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan
kemampuan proses dan keinginan atau
atau ditetapkan. Sedangkan menurut Douglas
kebutuhan konsumen yang ingin dicapai
C. M (1990), Kualitas menjadi faktor dasar
dari produksi tersebut.

128 Susetyo, et. al., Pengendalian Kualitas Produk Gula Dengan Metode Statistical Processing
Control (SPC) dan Failure Mode And Efect Analysis (FMEA)
3) Tingkat ketidak sesuaian yang dapat sebagai berikut (Heizer and Berry,
diterima, tujuan dilakukan pengendalian 2006):
suatu proses dapat mengurangi produk a) Menghitung Presentase kerusakan
yang berada di bawah standar
𝑛𝑝
seminimal mungkin. p= … … … … … … … … … … . . . . (1)
𝑛
4) Biaya kualitas sangat mempengaruhi
tingkat pengendalian kualitas dalam Keterangan:
menghasilkan produk, dengan biaya np = Jumlah gagal dalam sub group
kualitas mempunyai hubungan yang n = Jumlah yang diperiksa dalam sub
positif dengan dihasilkannya produk group
yang berkualitas.
3. Produk Rusak atau Cacat b) Garis Pusat/Center Line (CL)
Menurut (Hansen and Mowen, 2001) ∑ 𝑛𝑝
CL = 𝑝̅ = … … … … … … … . . (2)
produk rusak atau cacat adalah produk yang ∑𝑛
tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini berarti tidak Keterangan:
sesuai dengan standar kualitas yang telah ∑ 𝑛𝑝 = Jumlah total yang rusak
ditetapkan. ∑ 𝑛 = Jumlah total yang diperiksa
4. Alat Bantu Dalam Pengendalian Kualitas
a. Statistical Processing Control (SPC) c) Batas Kendali Atas/Upper Control
SPC mempunyai tujuh alat-alat statistik Limit (UCL)
utama yang dapat digunakan sebagai alat √𝑝̅ (1−𝑝̅ )
bantu untuk mengendalikan kualitas yaitu: 𝑈𝐶𝐿 = 𝑃̅ + 3 ( 𝑛 ) … … (3)
check sheet, histogram, control chart,
Keteranga :
diagram pareto, diagram sebab akibat,
𝑝̅ = Rata-rata kerusakan produk
scatter diagram dan diagram proses.
1) Lembar pemeriksaan (Check Sheet) n = Jumlah produksi/group
adalah suatu lembar pemeriksaan
merupakan alat pengumpul dan d) Batas Kendali Bawah/Lower Control
penganalisis data yang disajikan dalam Limit (LCL)
bentuk tabel yang berisi data jumlah √𝑝̅ (1−𝑝̅ )
𝐿𝐶𝐿 = 𝑃̅ − 3 ( ) … … … . (4)
barang yang diproduksi dan jenis ketidak 𝑛

sesuaian beserta dengan jumlah yang


dihasilkan. Keterangan:
2) Histogram adalah suatu alat yang 𝑝̅ =Rata-rata kerusakan produk
membantu untuk menentukan variasi n =Jumlah produksi
dalam proses. Berbentuk diagram jika LCL <0 dianggap = 0
batang yang menunjukan tabulasi dari 4) Pareto diagram membantu pihak
data yang diatur berdasarkan manajemen mengidentifikasi area kritis
ukurannya. Tabulasi data ini umumnya (area yang paling banyak
dikenal dengan distribusi frekuensi. mengakibatkan masalah) yang
3) Peta kendali p (p chart) adalah peta membutuhkan perhatian lebih dengan
kendali yang menganalisis data cepat. Diagram tersebut juga
digunakan peta kendali p (peta kendali mengidentifikasi hal yang penting, serta
proporsi kerusakan) sebagi alat untuk alternatif pemecahan yang akan
mengendalikan proses secara statistik. membawa perbaikan secara substansial
Penggunaan peta kendali p ini adalah dalam kualitas. Diagram ini juga
dikarenakan pengendalian kualitas yang memberikan pedoman dalam
dilakukan bersifat atribut, serta data menempatkan sumber-sumber yang
yang diperoleh dijadikan sampel antar terbatas untuk aktivitas pemecahan
produk yang mengalami kerusakan masalah. Dengan penggunaan diagram
tersebut tidak dapat diperbaiki sehingga pareto, maka permasalahan akan
harus ditolak (reject). Adapun langkah- disusun dalam suatu “kepentingan” yang
langkah dalam membuat peta kendali p mengarah pada efek finansial dan

Jurnal Teknologi, Volume 13 Nomor 2, Desember 2020, 127-135 129


permasalahan atau jumlah yang relatif Ocurance dan Detection. RPN =
dengan kejadian dalam permasalahan. S*O*D.
Langkah-langkah dalam pembuatan 6) Tindakan yang direkomendasikan
Diagram Pareto menurut (Mitra,1993) (Recommended Action) setelah
dan (Besterfield ,1998), yaitu : bentuk kegagalan diatur sesuai
5) Diagram sebab Akibat (Cause and Effect peringkat RPN, maka tindakan
Diagram) biasa disebut juga diagram perbaikan harus segera dilakukan
tulang ikan (Fishbone Diagram) dan terhadap bentuk kegagalan dengan
berguna untuk memperlihatkan faktor- nilai RPN yang tertinggi.
faktor utama yang berpengaruh pada
kualitas dan mempunyai akibat pada HASIL DAN PEMBAHASAN
masalah yang kita pelajari. selain itu Berdasarkan hasil penelitian yang telah
juga dapat melihat faktor-faktor yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu
lebih terperinci yang berpengaruh dan statistical processing control (SPC) dan Failure
mempunyai akibat pada faktor utama mode and Efect Analysis (FMEA) mengikuti
tersebut yang didapat diliat pada panah- urutan sebagai berikut:
panah yang berbentuk tulang ikan. 1. Statistical Processing Control (SPC)
b. Failure Mode and Efect Analysis (FMEA) a. Check sheet
FMEA adalah suatu prosedur Dari hasil pengolahan maka terlihat
terstruktur untuk mengidentifikasi dan bahwa jumlah produksi yang diolah
mencegah sebanyak mungkin mode melalui check sheet dapat diketahui
kegagalan (failure mode). FMEA digunakan bahwa jumlah produksi PG. Madukismo
untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan pada tanggal 13 Agustus sampai
akar penyebab dari suatu masalah kualitas. dengan 17 September 2018 sebesar
Suatu mode kegagalan apa saja yang 2798300 kg dan jumlah kecacatan
termasuk dalam kecacatan/kegagalan produk sebesar 3041 kg dan presentase
dalam desain, kondisi di luar batas kecacatan sebesar 3,069% rata-rata
spesifikasi yang telah ditetapkan, atau kecacatan per hari 0,109%.
perubahan dalam produk yang b. Histogram
menyebabkan terganggunya fungsi dari Dari data jumlah dan jenis cacat di PG.
produk itu. Menurut (Chrysler, 1995), Madukismo diketahui jumlah kecacatan
elemen-elemen FMEA adalah sebagai selama pengamatan sebesar 3041 Kg,
berikut: dan jenis kecacatan yang terjadi antara
1) Mode kegagalan merupakan suatu lain jenis cacat krikilan sebesar 729 kg,
kemungkinan kecacatan terhadap jenis cacat melases sugar sebesar 158
setiap proses. kg, jenis cacat scrap suger basah
2) Tingkat keparahan (Severity S) sebesar 602 kg, jenis cacat warna tidak
adalah penilaian keseriusan efek dari sesuai sebesar 520 kg, jenis cacat gula
bentuk kegagalan potensial. kotor sebesar 340 kg dan jenis cacat
3) Kejadian (Ocurance O) adalah gula abu sebesar 692 kg. Proporsi
sesering apa penyebab kegagalan presentase kerusakan setiap jenis
spesifik dari suatu proyek tersebut kecacatan krikilan sebesar 23,128%,
terjadi. malases sugar sebesar 5,399%, scrap
4) Deteksi (Detection D) adalah sugar basah sebesar 19,036%, warna
merupakan penilaian dari tidak sesuai sebesar 17,771%, kotor
kemungkinan alat tersebut dapat sebesar 11,619% dan berdebu sebesar
mendeteksi penyebab potensial 22,043%. Dapat dilihat kecacatan yang
terjadinya suatu bentuk kegagalan. paling dominan adalah krikilan, abu dan
5) Nomor Perioritas Resiko Risk Priority gulah basah.
Number (RPN) adalah merupakan
angka perioritas resiko yang
didapatkan dari perkalian Severity,

130 Susetyo, et. al., Pengendalian Kualitas Produk Gula Dengan Metode Statistical Processing
Control (SPC) dan Failure Mode And Efect Analysis (FMEA)
800 30,00% di luar batas kendali sangat tinggi dan
tidak beraturan, pada peta kendali p (p
25,00%
chart) dapat dilihat masih banyak data
600 yang keluar dari batas kendali. Ada 13
20,00%
sampel yang masih berada di dalam
400 15,00% batas kendali (lower conrol limit) yaitu
P…
pada data nomor 6, 7, 8, 10, 12, 13, 15,
10,00%
16, 18, 21, 22, 24 dan 26. sampel yang
200
5,00% berada di luar batas kendali atas (2, 4,
14, 19, 23, 27 dan 28), sedangkan
0 0,00% sampel yang berada di luar batas
kendali bawah data nonor (1, 3, 5, 9, 11,
17, 20 dan 25), sehingga dapat
Gambar 1. Histogram Jenis Cacat Gula dikatakan bahwa proses tidak terkendali.
Hal tersebut menunjukan tejadi
c. Peta Kendali p (p Chart) penyimpangan yang cukup tinggi
Alat bantu statistik dengan peta kendali sehingga dapat disimpulkan bahwa
p digunakan untuk mengidentifikasi proses produksi di bagian produksi gula
banyaknya kualitas produk yang berada berada dalam keadaan tidak terkendali
di luar batas kendali. Hal tersebut atau masih banyak mengalami
ditunjukkan pada gambar 2, yang penyimpangan.
memperlihatkan bahwa titik yang berada

0,003

0,0028

0,0026

0,0024

0,0022
Proporsi Batas Kendali kualitas Produksi Gula

0,002

0,0018
Proporsi
0,0016

0,0014 UCL

0,0012
CL
0,001

0,0008 LCL

0,0006

0,0004

0,0002

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
banyaknya sampel

Gambar 2. Grafik pengendalian kualitas gula.

d. Diagram Pareto cacat krikilan. Hal ini dikarenakan jenis


Hasil pengamatan dari bulan Agustus cacat krikilan mendominasi sekitar 24%
sampai dengan bulan September 2018 dari total kerusakan yang terjadi pada
maka jenis cacat yang dominan adalaj produk gula maka perlu dilakukan
jenis cacat krikilan dengan presentase perbaikan dengan tujuan dapat
24%. Diagram pareto di atas perbaikan meminimalisasi kecacatan produk gula.
dapat dilakukan dengan memfokuskan
pada jenis cacat terbesar yaitu jenis

Jurnal Teknologi, Volume 13 Nomor 2, Desember 2020, 127-135 131


digolongkan menjadi lima macam
yaitu: manusia (man), bahan baku
(material), mesin (machine), metode
(method), lingkungan (environment):
1). Manusia: rasa tanggung jawab
kurang, kurang perhitungan,
penyetingan mesin tidak pas dan
karyawan lalai.
2). Mesin: mesin puteran tidak
mampu mengeringkan gula, mesin
kurang maksimal, kaca pan
masakan retak dan palung mesin
Gambar 3. Diagram pareto jenis cacat pendingin kristalisasi kurang
gula berfungsi dengan baik.
3). Bahan baku: tebu masih
e. Diagram Sebab Akibat (Cause and mengandung kadar air yang tinggi
Effect Diagram) dan tebu masih muda.
Diagram sebab akibat ini digunakan 4). Lingkungan: bising, ruangan
untuk melihat permasalahan yang sempit dan suhu udara panas.
dihadapi dengan kemungkinan 5). Metode: proses kerengsengan
penyebabnya serta faktor-faktor yang kurang bersih dan karyawan
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang kurang memperhatikan SOP
mempengaruhi dan menjadi penyebab dalam proses produksi.
kerusakan produk secara umum dapat

kurang perhitungan
Rasa tanggung
jawab kurang
Palung mesin pendingin kristal
Gula mengumpal gula tidak berfungsi dengan
seperti krikilan baik

Penyetingan mesin
tidak pas Kaca pan masakan
retak
Karyawan lalai

KRIKILAN

Bising
Ruangan proses produksi
Tidak menerapkan SOP tidak ada pembatas di
Tata letak pasilitas yang
setiap stasiun kerja.
kurang beraturan
Proses kerengsengan
Stasiun keja sempit

Gambar 4. Fisbone diagram jenis cacat krikilan

132 Susetyo, et. al., Pengendalian Kualitas Produk Gula Dengan Metode Statistical Processing
Control (SPC) dan Failure Mode And Efect Analysis (FMEA)
Tebu masih muda Tekanan vacum rendah
kurang perhitungan

Nira dari tebu tidak


bisa terkristal

Penyetingan mesin Nira tidak terkritalisasi


tidak pas

Abu

Bising
Gula masih encer tidak
bisa terkristal

Udara panas

Gambar 5. Fisbone jenis cacat abu

Penyetingan mesin
tidak pas
Mesin puteran tidak mampu
mengeringkan gula

Pemberian air ambibisi


terlalu banyak

BASAH
Lingkungan kerja Bising

Nira masih encer Tidak memperhatikan sop


Temperatur lingkungan
kerja panas.

Gambar 6. Fisbone jenis cacat basah

2. Failure Mode and Efect Analysia (FMEA) ditimbulkan dari ketiga mode kegagalan ini,
Berdasarkan diagram nilai dan frekuensi sangat berpengaruh besar terhadap
RPN didapatkan mode kegagalan yaitu BJB penurunan kualitas produk gula di PG,
Kristal gula lebih dari 1,10 mm, gula halus Madukismo. Hal ini menandakan bahwa
(Abu) dan gula basah mempunyai tinggkat pada proses pembuatan gula kristal putih
kegagalan yang tinggi dan sering terjadi di terdapat mode kegagalan yang harus
bagian proses produksi. Dampak yang dilakukan perbaikan.

Tabel 1. FMEA dengan RPN Sudah diurutkan


No Mode kegagalan Komponen
S O D RPN
proses
1 Ukuran kristal gula tidak sesuai Operator 2 7 6
standar (BJB lebih besar dari 1,10 mm) Stasiun puteran 4 7 8 308
2 Gula terlalu halus (Abu) Operator 2 8 4
Stasiun Puteran 3 7 6 274
Tekanan vacum 2 7 6
3 Kadar kandungan air pada gula masih Operator 3 7 6
banyak 234
Proses kristalisasi 3 6 6

Jurnal Teknologi, Volume 13 Nomor 2, Desember 2020, 127-135 133


Tabel 2. Usulan Perbaikan Berdasarkan Tabel FMEA
No Mode kegagalan Penyebab kegagalan Usulan perbaikan
Perusahaan sebaknya menambah satu bagian
Kurang cermat dalam kerja baru, misalnya bagian Quality control
memasang peralatan kerja. (QC) khusus untuk mengontrol pemasangan
peralatan kerja dalam proses produksi.
Memberikan reward dan punishment kepada
karyawan dengan tujuan memberi motivasi
1 Ukuran kristal gula Saluran vacun lambat kepada karyawan agar dapat bekerja dengan
tidak sesuai standar dibuka baik dan dengan punishment maka karyawan
(BJB lebih besar dari bertindak hati-hati dalam bekerja.
1,10mm) Stasiun puteran tidak Perlu dilakukan pengawasan dan sebelum
mampu mengeringkan gula proses produksi dilakukan pengecekan setiap
secara maksimal. mesin proses produksi dilakukan.
2 Kadar kandungan air Air yang tercampur nira tidak Perlu ketelitian operator dan pengecekan
pada gula masih dikeluarkan maksimal kadar air yang tercampur dengan nira
tinggi sehingga tidak menghasilkan gula basah.
Tidak cermat dalam Perlu ada pelatihan utuk operator dalam
melakukan penyetelan pada mengatur dan melakukan penyetelan panci
pan masakan sehingga uap masakan dan pengawasan dari mandor
air yang dikeluarkan tidak dengan baik.
masimal
Proses pemasakan gula Perlu ada pelatihan utuk operator dalam
terlalu lama mengatur dan melakukan penyetelan pan
masakan dan pengawasan dari mandor
dengan baik.
Perlu ada pengawasan pada operator untuk
Proses pemasakan gula lebih fokus dalam melakukan pemasakan
3 Gula halus (gula terlalu lama sehingga operator bekerja propesional.
Abu)
Air yang dicampur ke nira Harus ada SOP dalam proses pencampuran
terlalu banyak gula sebelum melakukan masakan sehingga
operator dalam bekerja tidak berdasarkan
perkiraan.
Tekanan vacum terlalu Perlu pengecekan dan pengawasan dan
rendah memastikan tekanan vacum sudah sesuai
standar yang ditentukan.

KESIMPULAN dan palung mesin pendingin kristalisasi


1. Berdarasarkan hasil identifikasi dijelaskan kurang berfungsi dengan baik.
jenis cacat yang terjadi adalah: krikilan, c. Bahan baku: tebu masih mengandung
melasses sugar, scrap sugar basah, warna kadar air yang tinggi dan tebu masih
tidak sesuai, kotor dan abu (gula halus). muda.
Dari analysis data dengan menggunakan d. Lingkungan: bising, ruangan sempit
statistical processing cotrol (SPC) dan suhu udara panas.
berdasarkan fisbone diagram, maka e. Metode: proses krengsengan kurang
kecacatan disebabkan oleh 5 faktor utama bersih dan karyawan kurang
yaitu: memperhatikan SOP dalam proses
a. Manusia: rasa tanggung jawab produksi.
kurang, kurang perhitungan, 2. Dari identifikasi berdasarkan failure mode
penyetingan mesin tidak pas dan and efect analysis (FMEA) mode
karyawan lalai. kecacatan yang sering terjadi ukuran
b. Mesin: mesin puteran tidak mampu kristal gula tidak sesuai standar, besar
mengeringkan gula, mesin kurang jenis butiran BJB lebih besar dari 1,10 mm,
maksimal, kaca pan masakan retak dengan niali risk priority number RPN 308

134 Susetyo, et. al., Pengendalian Kualitas Produk Gula Dengan Metode Statistical Processing
Control (SPC) dan Failure Mode And Efect Analysis (FMEA)
dan nilai mode kegagalan gula halus Pendekatan Statistical Quality Control
adalah 274. (SQC) Studi Kasus Pada
Perusahaan Roti Rizki Kendari, Jurnal
Manajemen. Dosen Fakultas Ekonomi
DAFTAR PUSTAKA Unhalu.
Besterfield, D. II. 1998. Quality Control. 5th Ed. Haizer, J. & Berry, R,. 2016. Manajemen
New Jersey : Prentice Hall, Inc Oprasi (edisi ke 11) Jakarta,
Crysler, C., 1995. Potetial Failure Mode & Slaemba Empat.
Efact Analysis (FMEA) reference Mitra, A. 1993 Fundamentals Of Quality
manual 2nd edition, ford Motor Control And Improvement. Singapore :
Company. Mac Milan Publishing Co.
Gasperz, V., 2005. Total Quality Montgomery, D. C., 2001. Operation
Management, Jakarta PT. Raja Management Strategy & Analysis,
Grafindo persada. Westley Publishing Comppany Inc.
Hansen & Mowen,. 2001. Ankuntansi Nasution, M. N., 2005. Manajemen Mutu
Manajemen Biaya Jilid2, Jakarta: Terpadu (Total Quality Management)
Salemba. Jakarta: Galia Indonesia.
Hatani, L., 2007. Manajemen Pengendalian Yamit, Z., 2010. Manajemen Kualitas Produk
Mutu Produksi Roti Melalui dan Jasa, Ekonomi Yogyakarta.

Jurnal Teknologi, Volume 13 Nomor 2, Desember 2020, 127-135 135

Anda mungkin juga menyukai