Anda di halaman 1dari 2

ARTI PENTING SURAT SOMASI UNTUK DEBITUR YANG MELALAIKAN KEWAJIBANYA

Masyarakat pada umumnya mengenal surat somasi sebagai surat peringatan yang diberikan oleh pihak
terhutang (keditur) kepada pihak berhutang (debitur) akibat telah lalai mejalankan
kewajibannya /Wanprestasi. Pemahaman ini tentunya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam prakteknya
tidak hanya pihak-pihak yang telah melakukan perbuatan wanprestasi saja yang dapat diberikan surat
somasi tetapi pihak-pihak yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau dugaan tindak pidana
seperti Penggelpan dan Penipuan dapat pula diberikan somasi dari pihak yang merasa dirugikan atau
menjadi korban.

Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. Menurut Prof.Subekti dalam bukunya “Hukum
Perjanjian” terdapat 4 (empat) bentuk perbuatan wanprestasi, yaitu :

1. Tidak melakukan apa yang perjanjikan;


2. Melakukan apa yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya;
3. Melakukan apa yang sudah di perjanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dasar somasi dalam wanprestasi yaitu apabila debitur telah dinyatakan lalai dengan surat perintah
karena telah lewatnya waktu yang ditentukan, sebagaimana diatur dalam pasal 1238 KUH perdata, yang
menyebutkan:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”

Surat somasi merupakan syarat formil yang harus terpenuhi untuk dapat mengajukan gugatan
wanprestasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata, yang menyebutkan :

“Tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi
peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini
dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi.

Somasi mempunyai fungsi untuk menetapkan debitur berada dalam keadaan lalai. Pernyataan dalam
“keadaan lalai“ penting sekali bagi kreditur dan menyebabkan kreditur berhak untuk menuntut hal-hal
berikut terhadap debitur :

1. Pemenuhan perikatan;
2. Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;
3. Ganti rugi;
4. Pembatalan persetujuan timbal balik;
5. Pembatalan perikatan dan ganti rugi.

Berdasarkan penjelasan diatas maka somasi diperlukan untuk menyatakan seorang debitur telah
melakukan ingkar janji (wanprestasi) sebelum dilanjutkan dengan upaya mengajukan gugatan ke
pengadilan yang berwenang.
Apabila dasar somasi dalam wanprestasi adalah untuk menyatakan debitur lalai sedangkan somasi
dalam PMH menyatakan adanya pelanggaran hukum yang membawa kerugian bagi orang lain baik
karena kelalianya maupun kekurang hati-hatianya. Pihak yang dirugikan dapat memberikan somasi agar
terpenuhinya ganti rugi.

Berbeda hal nya dengan wanprestasi, dalam konteks Perbuatan Melawan Hukum (PMH) somasi
bukanlah persyaratan sebelum diajukanya gugatan ke Pengadilan, tetapi somasi

Pembuatan atau perumusan somasi tdk memiliki peraturan baku artinya pihak pengirim bebas
menentukan perumusan isi dari somasi, tetapi pengirim wajib menentukan secara tegas siapa pihak
yang ditujukan, masalah yg disomasikan, dan apa yg menjadi kehendak pengirim somasi yg harus
dilaksanakan oleh pihak penerima somasi.

Krn tidak adanya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang berapa kali somasi harus
diajukan, maka dalam praktek, somasi umumnya diajukan tiga kali. Somasi pertama umumnya berupa
peringatan yang masih bersifat ringan, karena kreditur biasanya masih meyakini bahwa dengan
peringatan tersebut debitur akan dengan sukarela melaksanakan isi somasi.

Anda mungkin juga menyukai