Pendahuluan
Manusia adalah mahluk sosial, yang mana manusia sesuai dengan seorang filusuf
yunani Aristoteles yang mengungkapkan bahwa manusia adalah “ zoon politicon”
manusia adalah mahluk sosial. yang mana sebagai mahluk sosial manusia sehari-
harinya membutuhkan interaksi satu sama lainnya secara umumnya, karena
Masyarakat sesuai kodratnya tidak bisa hidup sendiri, tetapi adanya saling
berhubungan. Berinteraksi semacam itu berarti melibatkan dua pihak dalam arti
masing-masing pihak berkeinginan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan.
Hal ini disebabkan kedua belah pihak menjadi saling terikat karenanya, dengan
demikian yang dilakukan segenap kelompok Sudah barang tentu adanya suatu
perikatan ikatan yang muncul akan memerlukan aturan. Sebab jika tidak ada aturan
yang jelas akan menimbulkan benturan kepentingan yang dapat mengakibatkan
ketidakteraturan dalam kehidupan berkelompok.
Namun kadang kala ada pihak-pihak tertentu yang menghendaki suatu perjanjian itu
dan memanfaatkannya tanpa mempedulikan kepentingan pihak lain yang harus
dipenuhinya sebagai bentuk perjanjian yang sah. Dan bahwa para pihak ini sadar
sedari awal dan sengaja menghendaki untuk memperoleh manfaat dan keuntungan
yang sudah sejak awal diketahuinya dan diperhitungkannya agar memperoleh
keuntungan dengan cara yang tidak wajar.
Dalam kontrak sering terjadi di antara para pihak pihak yang melakukan suatu
kontrak ialah ingkar janji Atau tidak melaksanakan hak dan kewajibannya Sesuai
dengan kesepakatan awal di antara kedua belah pihak tersebut akibatnya yang
terjadi adalah menimbulkan tidak terlaksananya prestasi antara salah satu pihak
dengan pihak yang lainnya titik Dengan demikian, maka akan menimbulkan suatu
permasalahan hukum bahkan penyelesaiannya tidaklah semudah dan cepat bahkan
akan berlarut-larut dan kemudian akan berujung pada pengadilan dan memerlukan
suatu putusan hakim.
1
ibid, hlm. 3.
Namun pada saat ini mudah sekali seseorang di pidana. Padahal perkara yang
menjeratnya Sebenarnya bukan kasus pidana pada dasarnya kasus tersebut adalah
kasus perdata yang berbasis suatu perjanjian atau kontrak bisnis komersial antara
dua pihak yang saling menimbulkan ikatan dan kemudian memicu lahirnya
wanprestasi titik akan tetapi wanprestasi ini sering disalah tafsirkan sebaliknya oleh
pihak yang merasa dirugikan. Bahkan sangat disayangkan, aparat penegak hukum
malah mendukung dalam artian kesalahan penafsiran tersebut yang mengakibatkan
perkara wanprestasi tak lagi diseret ke dalam ranah perdata malah dianggap sebagai
sebuah tindak pidana penipuan.
Konsep wanprestasi dan penipuan seperti ‘pisau bermata dua’. Keduanya saling
terkait jika dilihat secara sekilas. Bahkan dalam praktik penegakan hukum, hampir
sulit dibedakan. Namun, apabila dilihat lebih detail lagi, ada perbedaan di dua
konsep tersebut. Untuk itu, perlu ada pemahaman yang baik mengenai konsep
wanprestasi dan penipuan sehingga melahirkan kepastian hukum dalam praktiknya. 2
Rumusan Masalah
Untuk memahami suatu istilah atau kata tentulah pentingnya untuk menelusuri dari
sisi etimologi suatu kata, agar tidak terjadinya salah tafsir. Wanprestasi adalah
bentuk kata serapan dari bahasa Belanda yaitu “wanprestatie” yang mana berarti
tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-
pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu
perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Namun dalam
KBBI memiliki arti pemahaman tersendiri yaitu kedaan salah satu pihak (biasanya
perjanjian) berprestasi buruk karena kelalaian dan prestasi buruk. 3
Sedangkan penipuan yaitu berasal dari kata “ tipu” yang di sebutkan dalam KBBI
adalah sebuah unsur yang mana adalah sebuah perbuatan atau perkataan yang
tidak jujur atau bohong. Sedangkan penipuan adalah cara ataupun proses seseorang
dalam mengecoh atau menipu
2
Jurnal Hukum Online.com
3
KBBI
debitur.4 Wanprestasi atau tidak dipenuhinnya janji dapat terjadi baik karena
disengaja maupun tidak disengaja.5
Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi Miru wanprestasi itu dapat
berupa perbuatan :
4
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: 2008) h.180
5
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta:Rajawali Pers, 2007),h. 74
6
Ahmadi Miru, Op, Cit, h.74
7
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h.26
3. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya
bukan orang gila atau lemah ingatan.8
Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur yang
menyebabkan batal, tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian, sehingga
putusan itu bersifat “constitutief” dan tidak “declaratoir”. Malahan hakim itu
mempunyai suatu kekuasaan “discretionair” artinya ia berwenang menilai
wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil hakim berwenang
untuk menolak pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang diminta harus
diluluskan.9
Untuk sahnya suatu perjanjian KUHPerdata pasal 1320 di perlukan empat syarat
yaitu:
Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek
yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau segata mengenai hal-hal
yang tokoh dari perjanjian yang diadakan itu titik Apa yang hendak I oleh pihak
yang satu, juga yang dihendaki oleh pihak yang lainnya titik mereka menghendaki
suatu yang sama secara timbal balik: sepertinya si penjual menginginkan sejumlah
uang sedangkan si pembeli menginginkan suatu barang dari si penjual.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum nya pada
asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil baligh dan sehat pikirannya
adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 kitab undang-undang hukum
perdata disebutkan bahwa sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian
8
Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Liberty, 1981), h.15
9
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 1982), h. 148.
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua
orang kepada siapa undang-undang Telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Dari sudut rasa keadilan perlu bahwa orang membuat suatu perjanjian dan nanti
akan terikat oleh perjanjian tersebut mempunyai cukup kemampuan untuk
menganalisis dengan benar-benar akan tanggung jawabnya yang dipikul kelak
dengan perbuatan itu Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seseorang
yang membuat suatu perjanjian berarti mempertaruhkan kekayaannya pada sebuah
perjanjian tersebut, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh
berhak bebas berbuat dengan harta kekayaan yang itu tidak terkekang oleh pihak-
pihak tertentu.
Orang-orang yang tidak sehat pikirannya dan tidak mampu mengerti arti sebuah
tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian dan
juga orang-orang yang ditaruh dibawah Pengampuan menurut hukum tidak dapat
berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Kedudukannya, sama saja seperti dengan
anak-anak yang belum cakap secara hukum yaitu anak-anak yang belum dewasa
dan belum mampu berpikir tentang arti sebuah tanggung jawab dalam sebuah
perjanjian dan menguasai menguasai hartanya secara keseluruhan karena harta
yang ia kuasai adalah harta yang ditaruh di bawah Pengampuan dan kontrol dari
orang dewasa diatasnya atau orang tuanya ataupun pengasuhnya.
Kecil yang dapat di maksudkan dalam pengertian keperluan rumah tangga dianggap
si istri telah dikuasakan oleh suaminya titik Dengan demikian Seorang Istri
dimasukkan dalam golongan orang-orang yang tidak cakap membuat suatu
perjanjian titik perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa ialah bahwa
seorang anak yang belum masuk usia dewasa harus diwakilkan oleh orang tuanya
atau walinya, Sedangkan istri harus dibantu oleh sang suami kalau seseorang dalam
pembuatan suatu perjanjian diwakili oleh orang lain maka ia tidak dapat membuat
perjanjian itu sendiri tetapi yang tampil ke depan adalah wakilnya yang dalam hal ini
Jika seorang wanita yaitu suaminya titik tapi kalau seseorang dibantu ini berarti ia
bertindak sendiri hanyalah ia didampingi oleh orang-orang lain yang membantunya
bantuan tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis.
Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal
tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak
jika timbul suatu perselisihan barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya titik bahwa barang itu sudah ada atau sudah
berada di tangan sih yang berhutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan
oleh undang-undang titik juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja Kemudian
dapat dihitung atau ditetapkan. Misalnya suatu perjanjian mengenai panen padi dari
suatu lahan pertanian dalam 1 tahun yang akan datang adalah sah, tetapi suatu
perjanjian itu jual-beli misalnya nya Teh untuk seperupiahnya dengan tidak memakai
penjelasan lebih terang lagi, harus dianggap tidak cukup jelas.
Pada pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata disebutkan diatas ditetapkan
sebagai syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang
halal. Ini dimaksudkan tiada lain daripada isi perjanjian sebagai sebabnya. Dengan
segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka bahwa sebab itu adalah
sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan
itu yang dimaksudkan oleh undang-undang dengan sebab yang halal itu titik sesuatu
yang menyebabkan seseorang membuat suatu perbuatan dalam sebuah perjanjian
atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak dipedulikan
oleh undang-undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada
dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang ataupun
diinginkan seseorang itu yang terpenting oleh hukum atau undang-undang hanyalah
tindakan orang dalam masyarakat tidak menyalahi aturan aturan yang telah berlaku.
Misalnya, seseorang membeli rumah ah karena seseorang tersebut mempunyai
simpanan uang dan takut jikalau dalam waktu singkat ataupun akan datang
pemerintah ah atau nilai uang akan turun dan menurun. Atau juga menjual mobil
milik seseorang karena harga sebuah mobil sudah sangat mahal.
Jadi yang dimaksudkan dalam sebuah sebab ataupun kausa dari sebuah perjanjian
anne-marie dalah isi perjanjian itu sendiri dalam suatu perjanjian jual-beli isinya
10
Prof.Subekti, Hukum Perjanjian. Penerbit intermasa, hlm. 18
adalah pihak yang satu menghendaki uang dalam perjanjian sewa-menyewa satu
pihak menginginkan kenikmatan suatu barang yang disewanya, Pihak lain yang
menghendaki uang dari barang yang disewakan nya.
Dalam hal ini harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Dalam
hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian itu batal demi hukum.
Artinya nya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah
ada ada suatu perikatan titik tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian
maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim. Dalam bahasa Inggris
dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void.
Dalam hal lain suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjiannya
Bukan batal demi hukum tetapi salah satu pihak nya mempunyai hak untuk meminta
supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah
pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberi sepakat nya (perizinan) secara
tidak bebas titik jika perjanjian yang telah dibuat itu mengikat juga selama tidak
dibatalkan(oleh Hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan
tadi. Dengan demikian, nasib suatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan
tergantung pada kesediaan suatu pihak untuk menaatinya. Perjanjian yang demikian
itu dinamakan voidable (dalam bahasa Inggris) atau vernietigbaar (dalam bahasa
Belanda) yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak yang belum
dewasa adalah anak itu sendiri apabila sudah ah dewasa atau orang tua walinya titik
dalam hal seseorang yang berada dibawah Pengampuan. Dalam hal seseorang yang
telah memberi kan and1 padat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu tidak
sendiri. Bahaya pembatalan itu diancam selama 5 tahun dalam pasal 1454 kitab
undang-undang hukum perdata jika dibatasi juga oleh undang-undang. Memang
segala sesuatu yang tidak ditentukan itu selalu dibatasi oleh undang-undang demi
untuk keamanan dan ketertiban hukum seterusnya.
11
Jurnal idlegal.id
Akibat dari sebuah Wanprestasi
Terhadap kelalaian atau kealpaan pihak yang berhutang ( yang berhutang atau
debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu), diancamkan beberapa sanksi
atau hukuman.
Hukuman atau akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai ada 4 macam yaitu:
Maksud dengan surat perintah itu tanda tanya yang dimaksud dengan surat perintah
itu ialah suatu peringatan resmi oleh seorang juru sita pengadilan titik perkataan
atau sejenis itu sebenarnya oleh undang-undang dimaksudkan suatu peringatan
tertulis. Sekarang sudah lazim di tafsirkan suatu peringatan atau teguran yang juga
boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas menyatakan dengan desakan kepada
pihak yang berhutang supaya prestasi yang dilakukan nya dengan setrika atau
dalam waktu yang singkat. Hanyalah, tentu saja sebaiknya dilakukan secara tertulis,
dan seyogyanya dengan surat tercatat agar nanti di muka Hakim tidak mudah di
pungkiri oleh pihak yang berhutang.
Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih
janjinya, seperti yang diterangkan di atas maka jika ia tetap tidak melakukan
prestasinya, ia berada dalam keadaan lalai atau Alfa dan terhadap dia dapat diberi
perlakuan sanksi-sanksi sebagaimana disebutkan yaitu ganti rugi, pembatalan
perjanjian dan peralihan risiko.
Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur: biaya, rugi dan bunga (dalam bahasa
Belanda: kosten, schaden en interesten). Apakah yang dimaksudkan dengan unsur-
unsur ini? Yang dimaksudkan dengan biaya adalah segala pengeluaran atau
perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak. Jika seorang
sutradara mengadakan suatu perjanjian dengan seorang pemain sandiwara untuk
mengadakan suatu pertunjukan dan pemain ini kemudian tidak datang sehingga
pertunjukan terpaksa dibatalkan maka termasuk biaya adalah ongkos cetak iklan,
sewa gedung sewa kursi-kursi dan lain-lain.
Yang dimaksudkan dengan istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang
kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian seorang debitur. Misalnya, dalam
hal jual beli seekor sapi jikalau seekor sapi yang dibeli itu mengandung suatu
penyakit yang menular kepada sapi-sapi yang lain milik si pembeli hingga sapi sapi
pembeli ini mati karena penyakit tersebut. Ataupun rumah yang baru diserahkan ke
pemborong ambruk karena salah kontruksinya hingga merusakkan segala perabot
rumah dan menimbulkan kerugian korban jiwa.
Yang dimaksudkan dengan bunga adalah kerugian yang yang berupa kehilangan
keuntungan yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur misalnya, dalam hal
jual beli barang jika barang tersebut sudah mendapatkan tawaran yang lebih tinggi
dari harga pembeliannya. Kode
Code civil kelinci ganti rugi itu dalam dua unsur yaitu, dommages et interests.
Dommages Meliputi apa yang kita namakan biaya dan rugi sebagaimana
dibicarakan, sedangkan interest adalah sama dengan bunga dalam arti kehilangan
keuntungan.
Pasal 1267 kitab undang-undang hukum perdata menentukan: " Si berutang hanya
diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus
dapat diduga suatu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya
perjanjian itu disebabkan karena suatu tipu daya yang dilakukan olehnya ".
Pasal 1248 kitab undang-undang hukum perdata menentukan: " bahkan jika hal
tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipudaya si berutang,
penggantian biaya, rugi dan biaya, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si
berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian".
Jadi dapat kita lihat bahwa ganti rugi itu dibatasi maka meliputi kerugian yang dapat
diduga dan yang merupakan akibat langsung dari sebuah wanprestasi.
Persyaratan dapat diduga dan an-naml kibat langsung dari wanprestasi memang
sangat rapat hubungannya satu sama lain. Lazimnya, apa yang tak dapat diduga,
juga bukan suatu akibat langsung dari kelalaian si debitur. Menurut teori tentang
sebab dan akibat, yang lazim dianut (adaequat), suatu peristiwa dianggap sebagai
akibat dari suatu peristiwa lain apabila peristiwa yang pertama secara langsung
diakibatkan oleh peristiwa yang kedua dan menurut pengalaman masyarakat dapat
diduga akan terjadinya. Seorang penjual dapat menduga bahwa pembeli akan
menderita kerugian kalau barang yang dibelinya tidak datang atau barang yang
dibelinya dalam keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan. Seorang aktor seorang
aktor yang kita sebut juga dapat menduga bahwa sutradara akan menderita ganti
rugi kalau iya tidak datang. karena kemungkinan besar pertunjukan akan tidak
diajarkan tetapi kalau sampai sutradara jatuh sakit karena serangan jantung tentu
itu suatu hal yang tidak dapat diduga.
Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan
mengenai bunga moratoir. Apabila prestasi itu berupa pembayaran sejumlah uang,
maka kerugian yang diderita oleh kreditur kalau pembayaran itu berasal dari kata
latin"mora" yang berarti Kealpaan atau kelalaian. Jadi, bunga moratoir berarti
bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena debitur itu Alfa atau lalai
membayar uang utangnya. Oleh suatu undang-undang yang dimuat dalam lembaran
negara tahun 1848 No. 22 bunga tersebut ditetapkan 6% per tahun, dan menurut
pasal 1250 kitab undang-undang hukum perdata, bunga yang dapat dituntut itu
tidak boleh melebihi persenan yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Juga
ditentukan bahwa bunga tersebut baru dihitung sejak dituntutnya perkara tersebut
ke dalam ranah pengadilan. Jadi di sejak dimasukkannya surat gugatan. satu dan
lainnya kalau oleh para pihak tidak mengadakan perjanjian tersendiri mengenai
bunga itu. jadi pasal 1247, 1248, dan 1250 kitab undang-undang hukum perdata
yang dibicarakan dapat dipandang sebagai serangkaian pasal-pasal yang bertujuan
membatasi ganti rugi yang dapat dituntut terhadap seorang debitur yang Alpa
ataupun lalai.
Suatu pertanyaan yang akan timbul, Mengapa soal pembatalan perjanjian karena
kelalaian debitur ini diatur dalam suatu bagian yang mengatur perikatan perikatan
Bersyarat? Apa hubungannya perikatan bersyarat itu? Maka dapat di tarik
jawabannya nya" undang-undang memandang kelalaian debitur itu sebagai suatu
syarat batal yang dianggap dicantumkan dalam setiap perjanjian ". Dengan kata
lain, dalam tiap perjanjian dianggap pada suatu janji (klausula) yang berbunyi
demikian " apabila kamu debitur lalai maka perjanjian ini akan dibatalkan ".
Pandangan tersebut sekarang dianggap tidak sangat tidak tepat. kelalaian atau
wanprestasi tidak secara otomatis membuat batal atau membatalkan suatu
perjanjian seperti halnya dengan suatu syarat batal sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam perikatan bersyarat.
pada pasal 1266 yang berbunyi: " syarat batal dianggap selamanya dicantumkan
dalam Perjanjian perjanjian yang timbal balik manakala salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya.
Dalam demikian perjanjian tidak batal demi hukum tetapi pembatalan harus Diminta
kepada hakim.
Permintaan ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhi
kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.
Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, Hakim leluasa menentukan
keadaan atas perizinan tergugat, untuk memberikan suatu jangka waktu guna
kesempatan memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana tidak boleh lebih dari 1
bulan".
dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut, maka bahwasanya pembatalan
perjanjian itu tu harus Diminta kepada hakim dan tak mungkin perjanjian itu ketika
sudah batal secara otomatis pada waktu seorang debitur telah dibuktikan dengan
sebenar-benarnya melalaikan kewajibannya. Kalau itu memungkinkan, permintaan
pembatalan kepada hakim tidak ada ada artinya. Dan disebutkan secara jelas,
bahwa perjanjian itu tidak batal demi hukum.
Dapat dikatakan, pada saat ini tidak ada ada bentuk keraguan-keraguan lagi bahwa
tentang anggapan undang-undang tentang debitur yang lalai adalah salah satu
syarat batal berdasarkan sebuah kekeliruan, bukan kelalaian atau wanprestasi dari
seorang debitur yang membatalkan sebuah perjanjian, tetapi putusan hakim lah
yang bersifat declaratoir tetapi constitutif, secara aktif membatalkan perjanjian itu.
Amar (dictum) putusan hakim itu tidak berbunyi sebagaimana berikut " menyatakan
batalnya perjanjian antara penggugat dan tergugat " melainkan, " membatalkan
perjanjian ". Akan tetapi malah, menurut ajaran sekarang yang dianut, Hakim itu
mempunyai kekuasaan discretionair, artinya: kekuasaan untuk menilai besar kecilnya
kelalaian debitur dibandingkan dengan beratnya akibat pembatalan perjanjian yang
mungkin menimpa seorang debitur itu. jikalau Hakim menimbang kelalaian seorang
debitur itu terlalu "sepele" (terlalu kecil, atau tidak berarti), sedangkan pembatalan
perjanjian akan membawa kerugian yang terlalu besar bagi seorang debitur, maka
permohonan Untuk membatalkan perjanjian akan ditolak oleh Hakim. Contohnya,
dalam hal Seorang penjahit yang telah menerima pekerjaan borongan untuk satu
Batalyon tentara yang telah diuraikan di awal, apabila kelalaian penjahit itu hanya
berupa kurang baik kancing-kancing yang dipakainya, maka makin besar
kemungkinan akan menolak segala bentuk tuntutan dan membatal pembatalan yang
diajukan oleh pihak pemesan pakaian-pakaian tersebut.
Dalam suatu hal perjanjian yang dibatalkan maka kedua belah pihak dalam keadaan
sebelum perjanjian diadakannya. Dapat dikatakan pula, pembatalan itu berlaku surut
sampai pada detik dilahirkannya perjanjian yang baru. Apa yang sudah terjadi di
terima oleh satu pihak harus dikembalikan lagi kepada pihak yang lainnya.
Dalam hal suatu perjanjian jual beli atau tukar menukar barang, barang hak milik
dapat dengan mudah dikembalikan kepada pemilik aslinya. Akan tetapi dalam hal
sewa-menyewa, Bagaimanakah seorang penyewa dapat mengembalikan kenikmatan
yang sudah diperoleh dari barang yang disewakan itu. Dan karena kenikmatan itu
tidak mungkin dikembalikan, tentunya pemilik barang dapat tetap memiliki uang
sewa yang sudah diterimanya. Begitu pula halnya dalam suatu perjanjian
perburuhan Bagaimanakah tenaga yang sudah diberikan oleh pihak buruh dapat
dikembalikan oleh bosnya.
Peralihan resiko sebagai sanksi ketiga atas kelalaian seorang debitur disebutkan
dalam pasal 1237 ayat 2 kitab undang-undang hukum perdata. Yang dimaksudkan
dengan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa
diluar kesalahan salah satu pihak nya, yang menimpa barang yang menjadi objek
perjanjian. Dalam persoalan ini dapat dijelaskan secara mendalam, apabila dalam
keadaan memaksa (overmacht atau force majeur) karena soal resiko ini memang
merupakan persoalan yang annex dengan keadaan memaksa.
Menurut pasal 1460 kitab undang-undang hukum perdata, maka risiko dalam jual-
beli barang dapat ditentukan dipikul kepada seorang pembeli, meskipun barangnya
belum diserahkan. Jikalau seorang pembeli itu terlambat menyerahkan barangnya,
maka kelalaian ini diancam dengan mengalihkan risiko tadi di dari seorang pembeli
kepada seorang penjual. Jadi dengan kelalaian seorang penjual, resiko ini beralih
kepadanya.
Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi yang keempat bagi
seorang debitur yang lalai adalah dapat disimpulkan dalam suatu peraturan hukum
acara, bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara ( pasal 181
ayat 1 H.I.R). seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan jikalau sampai
terjadi di di suatu perkara di depan muka Hakim.
Pasal 1267 kitab undang-undang hukum perdata mengatakan: " pihak yang merasa
perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat
dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi Perjanjian, ataukah
ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian biaya, rugi dan
bunga ". Lagi-lagi suatu ketentuan yang sukar disesuaikan dengan ajaran bahwa
dengan lalainya seorang debitur perjanjian batal secara otomatis. Kalau perjanjian
itu sudah batal atau pecah pada detik terjadinya wanprestasi atau kelalaian seorang
debitur. Maka akan sukar untuk tetap juga menuntut pemenuhan perjanjian itu.
Menurut pasal 1267, pihak kreditur dapat menuntut seorang debitur yang lalai itu:
pemenuhan perjanjian atau pembatalan disertai penggantian biaya, rugi dan bunga (
disingkat ganti rugi). Dengan sendirinya Ia juga dapat menentukan pemenuhan
perjanjian disertai ganti rugi, misalnya penggantian kerugian karena pemenuhan itu
terlambat, atau barang yang diterima kurang dan lain sebagainya. Sangat mungkin
jika dituntut sebagai ganti rugi saja, dalam hal yang dianggap telah melepaskan hak
untuk meminta pemenuhan maupun pembatalan. Dan juga dapat menuntut
pembatalan saja.
1. Pemenuhan perjanjian
4. pembatalan perjanjian
Pengertian tindak Pidana Penipuan dengan melihat dari segi hukum sampai sekarang
belum ada, kecuali apa yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam
KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur
suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat
dipidana. Penipuan menurut pasal 378 KUHP oleh Moeljatno sebagai berikut: 13
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoednigheid)
palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”
Pengertian penipuan sesuai pendapat tersebut di atas tampak jelas bahwa yang
dimaksud dengan penipuan adalah tipu muslihat atau serangkaian perkataan bohong
sehingga seseorang merasa terpedaya karena omongan yang seakan-akan benar.
Biasanya seseorang yang melakukan penipuan, adalah menerangkan sesuatu yang
seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya perkataannya itu adalah tidak
sesuai dengan kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang
yang menjadi sasaran agar diakui keinginannya, sedangkan menggunakan nama
palsu supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya, begitu pula dengan
menggunakan kedudukan palsu agar orang yakin akan perkataannya. Penipuan
sendiri dikalangan masyarakat merupakan perbuatan yang sangat tercela namun
jarang dari pelaku tindak kejahatan tersebut tidak dilaporkan kepihak kepolisian.
Penipuan yang bersifat kecilkecilan dimana korban tidak melaporkannya menurut
pelaku penipuan terus mengembangkan aksinya yang pada akhirnya pelaku
penipuan tersebut menjadi pelaku yang berskala besar.
a. Bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum.
b. Menghendaki atau setidaknya mengetahui atau menyadari bahwa
perbuatannya sejak semula memang ditujukan untuk menggerakkan orang
lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu benda atau memberi utang
atau menghapuskan piutang kepadanya
c. Mengetahui atau menyadari bahwa yang ia pergunakan untuk menggerakkan
orang lain, sehingga menyerahkan suatu benda atau memberi hutang atau
menghapuskan piutang kepadanya itu adalah dengan memakai nama palsu,
martabat palsu atau sifat palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan.
Disamping itu, karena sifat atau kualifikasi tindak pidana penipuan adalah
merupakan kasus formil – materil, maka secara yuridis teoritis juga diperlukan
pembuktian bahwa korban penipuan dalam menyerahkan suatu benda dan
seterusnya kepada pelaku tersebut, haruslah benar-benar kausaliteit (berhubungan
dan disebabkan oleh cara-cara pelaku penipuan) sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 378 KUHP. Dan hal demikian ini tentu tidak sederhana dalam praktek
pembuktian di Pengadilan. Oleh karenanya pula realitas suatu kasus wanprestasi
pun seharusnya tidak bisa secara simplifistik (sederhana) ditarik dan dikualifikasikan
sebagai kejahatan penipuan.
15
https://www.kompas.com/hype/read/2020/02/27/100738866/jefri-nichol-terjerat-kasus-wanprestasi-
digugat-rp-42-miliar-diduga-langgar?page=all
16
https://www.bisnis.com/topic/45949/wanprestasi
3. wanprestasi, Hannien Tour dihukum bayar ganti rugi Rp 4,88 miliar ke
jamaah.17
Kesimpulan
17
https://nasional.kontan.co.id/news/terbukti-wanprestasi-hannien-tour-dihukum-bayar-ganti-rugi-rp-488-
miliar-ke-jamaah