SUMBER DATA
Sumber data Peta RTRW Provinsi adalah Peta RBI Skala 1 : 250.000,
namun Peta RBI tersebut perlu dimutakhirkan jika dibuat dengan
menggunakan sumber data yang sudah tidak relevan dengan
kondisi saat ini.
- Resolusi Spasial
Citra satelit yang digunakan memiliki resolusi spasial minimal
41 meter.
- Informasi Metadata
Harus dilengkapi dengan informasi metadata seperti jenis citra,
besar sudut pengambilan, tutupan awan, dan tahun akuisisi
data.
- Tahun Akuisisi Data
Tahun akuisisi citra satelit tidak boleh lebih lama dari 1 tahun.
- Jenis Data
Minimal sudah dilakukan koreksi geometris secara ortho
sistematis.
- Sudut Pengambilan
Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar < 200 pada
saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi).
1
- Tutupan Awan
Tutupan awan < 10% dan tidak menutupi objek – objek
penting.
- Resolusi Spasial
Citra satelit yang digunakan memiliki resolusi spasial
minimal 8 meter.
- Informasi Metadata
Harus dilengkapi dengan informasi metadata seperti jenis
citra, besar sudut pengambilan, tutupan awan, dan tahun
akuisisi data.
- Tahun Akuisisi Data
Tahun akuisisi citra satelit tidak boleh lebih lama dari 1
tahun.
- Jenis Data
Minimal sudah dilakukan koreksi geometris secara ortho
sistematis.
- Sudut Pengambilan
Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar < 200
pada saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi).
2
- Tutupan Awan
Tutupan awan < 10% dan tidak menutupi objek – objek
penting.
Sumber data Peta RTRW Kota adalah Peta RBI Skala 1 : 25.000,
namun Peta RBI tersebut perlu dimutakhirkan jika dibuat dengan
menggunakan sumber data yang sudah tidak relevan dengan
kondisi saat ini.
- Resolusi Spasial
Citra satelit yang digunakan memiliki resolusi spasial minimal 4
meter.
- Informasi Metadata
Harus dilengkapi dengan informasi metadata seperti jenis citra,
besar sudut pengambilan, tutupan awan, dan tahun akuisisi
data.
- Tahun Akuisisi Data
Tahun akuisisi citra satelit tidak boleh lebih lama dari 1 tahun.
- Jenis Data
Minimal sudah dilakukan koreksi geometris secara ortho
sistematis.
- Sudut Pengambilan
Sudut pengambilan pada saat akuisisi data sebesar < 200 pada
saat kondisi nadir (tegak lurus terhadap bumi).
3
- Tutupan Awan
Tutupan awan < 10% dan tidak menutupi objek – objek
penting.
Gambar 1.1
4
Gambar 1.2
Gambar 1.3
5
Gambar 1.4
Gambar 1.5
Gambar 1.6
6
1.2.2 Pengisian Form QC
- Contoh Form QC
QC01-SD Formulir
QC ke-
QC Sumber Data
Data yang di QC:
Nama Pakerjaan:
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
Keterangan :
* tutupan awan tidak menutupi objek-objek penting
7
- Petunjuk Pengisian Form QC
QC01-SD Formulir
QC ke-
QC Sumber Data
Data yang di QC:
Nama Pakerjaan:
Citra: Nama Citra yang
QC01-SD [Tuliskan Nama Pekerjaan] diperiksa
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
8
- Contoh Form QC yang telah terisi
QC01-SD Formulir
QC ke- 1
QC Sumber Data
Data yang di QC:
Nama Pakerjaan:
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
9
BAB II
2.1 Ketentuan Persebaran Titik Kontrol Tanah Kontrol Tanah dan Titik
Uji Akurasi
Identifikasi Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi adalah tahapan
menentukan distribusi titik kontrol dan titik uji yang tersebar merata dengan
komposisi yang optimal sesuai dengan area pekerjaan.
a. Titik Kontrol Tanah
Titik ini merupakan titik kontrol tanah yang digunakan dalam koreksi
geometris. Syarat penentuan sebaran titik kontrol tanah adalah sebagai
berikut:
- Pada sisi perimeter area citra;
- Pada tengah area/scene;
- Pada wilayah perbatasan/overlap scene citra;
- Tersebar secara merata dalam area citra;
- Menyesuaikan kondisi terrain
10
b. Titik Uji Akurasi
Titik ini merupakan titik kontrol tanah yang akan digunakan sebagai titik
uji hasil koreksi geometris. Syarat persebaran titik uji adalah sebagai
berikut:
Obyek yang digunakan sebagai titik uji harus memiliki sebaran yang
merata diseluruh area yang akan diuji, dengan ketentuan sebagai
berikut:
- Pada setiap kuadran jumlah minimum titik uji adalah 20% dari total
titik uji.
- Jarak antar titik uji minimum 10% dari jarak diagonal area yang diuji
yang diilustrasikan pada gambar 1
11
Gambar 2.2
(a) Distribusi ideal titik uji (b) Jarak ideal antar titik uji
Gambar 2. Distribusi dan Jarak antar titik uji (untuk area yang tidak
beraturan)
12
- Jumlah titik uji untuk ketelitian geometri bertambah sejumlah 5 titik
untuk setiap penambahan luasan sebesar 250 km².
Daerah pertampalan
Gambar 2.3 Ilustrasi Sebaran Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi
2.2 Ketentuan Pemilihan titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi
Syarat penentuan objek untuk titik kontrol (Titik Kontrol Tanah maupun Titik
Uji Akurasi) adalah sbb :
1. Obyek yang dijadikan Titik Kontrol Tanah harus dapat diidentifikasi
secara jelas dan akurat pada citra dalam resolusi tersebut.
2. Obyek berada pada permukaan tanah.
3. Obyek bukan merupakan bayangan.
4. Obyek tidak memiliki pola yang sama.
5. Bentuk objek harus jelas dan tegas.
6. Warna obyek harus kontras dengan warna disekitarnya.
1. QC Sumber Data
13
2. Citra Satelit yang telah digabungkan/assembles
Citra satelit ini nantinya akan digunakan untuk verifikasi persebaran dan
pemilihan titik kontrol tanah dan titik uji akurasi serta untuk mengetahui
jumlah scene citra satelit.
3. Koordinat titik kontrol tanah dan titik uji akurasi (.shp)
Gambar 2.4 Persebaran Titik Kontrol Tanah pada empat scene citra satelit.
14
Gambar 2.5 Persebaran Titik Kontrol Tanah pada scene satu dan dua
Gambar 2.6 Persebaran Titik Kontrol Tanah pada scene tiga dan empat
15
Gambar 2.7 Persebaran Titik Kontrol Tanah Area Pertampalan Dua Scene.
16
Gambar 2.9. Persebaran Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi
Gambar 2.10. Pemilihan Objek Titik Kontrol Tanah pada RBI (kiri) dan Titik Uji Akurasi pada Citra hasil
Koreksi Geometris (kanan)
Berikut ini adalah contoh objek yang tidak memenuhi syarat pemilihan objek
titik kontrol tanah dan titik uji akurasi:
17
Gambar 2.11. Pemilihan Objek Titik Kontrol Tanah dan Titik Uji Akurasi yang tidak sesuai
Citra satelit yang diperoleh dari LAPAN sebagian besar sudah dilakukan
koreksi geometris secara sistematis (orthosistematis). Oleh karena itu, data
DEM tidak digunakan dalam proses koreksi geometris citra satelit. Data yang
diperlukan untuk proses koreksi geometri yaitu peta RBI yang akan menjadi
acuan posisi dan citra satelit untuk pemutakhiran. Proses koreksi geometris
dilakukan menggunakan perangkat lunak yang memiliki tools rektifikasi atau
georeferensi.
Data-data yang harus diserahkan untuk kelengkapan pemeriksaan antara
lain:
1. Dokumen QC Sumber Data
2. Dokumen QC Sebaran Titik
3. Dokumen QC Pemilihan Titik
4. Citra Satelit yang telah digabungkan/assembles (.tiff)
5. Daftar Koordinat GCP (.xls)
6. GCP dalam format digital (.shp)
7. Laporan Proses Koreksi Geometris
18
2.5 Uji Akurasi
Sumber data citra satelit yang akan digunakan pada proses pemutakhiran
unsur peta dasar harus memiliki akurasi (ketelitian posisi) sesuai skala
penyusunan Peta Rencana Tata Ruang (RTRW). Ketelitian posisi dapat
dihitung jika citra satelit yang digunakan sudah dilakukan koreksi goemetris
(rektifikasi citra satelit). Citra Satelit yang digunakan pada proses uji akurasi
harus sudah dalam format mosaik.
19
Peta Rupabumi (RBI) yang digunakan untuk koreksi geometris Citra Satelit
memiliki akurasi horizontal sebesar 0,5 milimeter kali angka skala petanya,
sehingga toleransi pergeseran posisi citra hasil koreksi geometris disesuaikan
sebagai berikut:
Nilai ketelitian dari citra satelit didapatkan dari hasil Uji Akurasi/Uji ketelitian
geometri citra satelit. Acuan dalam pengujian ketelitian posisi adalah
perbedaan koordinat (X,Y) antara titik obyek pengujian pada citra satelit
terhadap lokasi titik uji obyek di Peta Rupabumi. Pengukuran akurasi dalam
menentukan ketelitian posisi citra satelit menggunakan nilai Root Mean
Square Error (RMSE) dan Circular Error (CE) yang dihitung berdasarkan
koordinat titik uji (X,Y) di atas citra satelit dan Peta RBI.
20
Tabel 3. Formulir Uji Ketelitian Horizontal
Keterangan:
Titik ICP : Nomor / Kode Titik ICP interpretasi
Koordinat ICP (RBI) : Koordinat titik ICP pada Peta RBI
Koordinat ICP (Citra Terektifikasi) : Koordinat titik ICP pada citra satelit
Jarak antara ICP (RBI) dan ICP (Citra Terektifikasi) : √Ʃ(XRBI-XCT)2+(YRBI-YCT)2
RMSEr : √Ʃ(XRBI-XCT)2+(YRBI-YCT)2/ƩTitik
Akurasi Horizontal : 1,5175 x RMSEr
2.6 Panduan Uji Akurasi
A. Verifikasi
21
2. Persyaratan obyek yang digunakan sebagai titik uji (ICP) harus dapat
diidentifikasi secara jelas pada Peta RBI dan citra satelit yang sudah
direktifikasi.
22
Gambar 2.12. Contoh titik ICP di Peta RBI dan interpretasi titik ICP pada citra satelit yang sudah
direktifikasi
Contoh Kasus I.
Formulir uji akurasi berikut ini adalah contoh perhitungan akurasi hasil
rektifikasi citra satelit di Kabupaten Tebo dengan referensi Peta RBI. Jumlah
titik ICP berdasarkan luas wilayah perencanaan adalah 134 titik. Nilai akurasi
horizontal dengan tingkat kepercayaan 90% (CE90) adalah 16,321 meter.
Secara keseluruhan nilai akurasi horizontal yang dihasilkan sudah memenuhi
syarat akurasi sumber data untuk pemutakhiran Peta dasar RTRW Kabupaten
(≦20 meter), walaupun di beberapa titik ada jarak pergeseran antar ICP RBI
dengan ICP interpretasi citra satelit melebihi 20 meter.
23
24
25
Contoh Kasus II.
26
27
28
29
2.7 Pengisian Form QC
- Contoh Form QC
QC02.1-ST Formulir
QC Sebaran Titik (GCP dan ICP)
Nama Pakerjaan: QC ke-
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
30
QC02.2-ST Formulir
QC ke-
QC Pemilihan Objek di Citra (GCP dan ICP)
Nomor Titik:
Nama Pakerjaan:
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
31
BAB III
Unsur peta dasar dalam penyusunan peta RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten
dan RTRW Kota menggunakan unsur dasar peta RBI yang dimutakhirkan
dengan citra satelit.
1) Sumber data peta dasar harus menggunakan RBI yang dikeluarkan oleh
Badan Informasi Geospasial
2) Skala peta dasar untuk unsur penyusun peta rencana minimal sama atau
lebih besar dari skala output peta rencana tata ruang yang akan disusun
3) Usia data peta dasar (sumber data) maksimal 1 (satu) tahun dari saat
penyusunan peta rencana kecuali tidak tersedia
a. RTRW Provinsi
32
Batas administrasi untuk penyusunan RTRW Provinsi merupakan batas antar
provinsi dan batas kabupaten kota di dalamnya. Batas administrasi terdiri
atas dua jenis yaitu batas indikatif dan batas definitif. Batas indikatif adalah
batas yang masih belum memiliki kesepakatan antar segmennya sedangkan
batas definitif sudah memiliki kesepakatan antar segmennya. Jika batas
sudah definitif maka batas tersebut harus diacu sedangkan jika masih
indikatif maka masih bisa menyesuaikan dan diarahkan pada deliniasi batas
yang mana sedang diusulkan untuk menjadi definitif. Jika provinsi tersebut
berbatasan dengan negara lain, maka batas antar negara harus diperhatikan.
b. RTRW Kabupaten
c. RTRW Kota
34
mana sedang diusulkan untuk menjadi definitif. Jika kota tersebut
berbatasan dengan negara lain, maka batas antar negara harus diperhatikan.
3.1.2 Transportasi
35
Gambar 3.4. Contoh Digitasi Jalan
3.1.3 Perairan
Unsur perairan pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dengan dimutakhirkan oleh
sumber data lain seperti citra satelit. Format unsur perairan terdiri dari
polyline (Sungai Permanen / Sungai Musiman / Irigasi / Drainase), poligon
dan perairan lainnya (Kolam / Danau / Waduk / Tambak / Penampungan Air).
3.1.4 Kontur
Data kontur pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI.
36
3.1.5 Penutup Lahan
Unsur penutup lahan pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan
Kota adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dengan dimutakhirkan oleh
sumber data lain seperti citra satelit. Klasifikasi yang digunakan dalam
penyusunan penutup lahan untuk RTRW adalah SNI spesifikasi Peta RBI Skala
1:250.000, Skala 1:50.000 dan Skala 1:250.000. Pemutakhiran dengan
klasifikasi unsur yang lebih detail bisa menggunakan klasifikasi SNI 7645-
2014 Penutup Lahan
3.1.6 Toponim
Unsur toponim pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota
adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI yang dimutakhirkan dengan
survei lapangan. Pada unsur toponim terdiri dari tiga unsur utama yaitu yang
berkaitan dengan unsur alam, administratif serta fasilitas umum dan sosial.
Unsur alam terdiri dari gunung, bukit, teluk, embung, sungai, danau, waduk,
tanjung, dan lainnya. Unsur administratif terdiri dari nama provinsi,
kabupaten, kota, kecamatan, desa, kelurahan dan kampung. Unsur fasilitas
umum dan fasilitas sosial merupakan unsur penting di wilayah
Provinsi/Kabupaten dan Kota.
37
3.2 Pedoman Digitasi Unsur Dasar RTRW Dan Pemeriksaan Topologi
Pengecekan digitasi dilakukan pada obyek/unsur yang ada pada peta dasar
yaitu Batas Administrasi, Transportasi, Perairan, Kontur, Penutup Lahan,
Toponim.
38
3.2.1.1 Batas Administrasi
39
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.1.2 Transportasi
40
Gambar 3.5
Pengecekan yang perlu dilakukan pada unsur transportasi yaitu:
✓ Mengecek sumber data yang digunakan untuk Transportasi yang
sesuai spesifikasi, seperti dari RBI atau instansi pemerintah yang
terkait dengan transportasi.
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
transportasi. Dipastikan juga tidak ada kolom atribut yang rancu
dimana terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang
benar dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom
yang tidak diperlukan.
41
✓ Melakukan pengecekan topologi.
3.2.1.3 Perairan
Gambar 3.6
42
Garis tepi perairan lainnya adalah garis batas daratan dan air yang
menggenang. Garis tepi danau/situ, garis pantai/pulau, dan garis tepi rawa,
dan garis tepi penampungan air masuk dalam kategori ini.
43
ATRIBUT /
NAMA FILE DOMAIN / ISIAN KOLOM
KOLOM
PERAIRAN_LN JENIS_PERAIRAN Sungai Permanen / Sungai Musiman / Irigasi /
Drainase
NAMA_PERAIRAN Sungai Ciliwung
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
PERAIRAN_AR Sungai Permanen / Sungai Musiman / Irigasi /
JENIS Drainase
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
PERAIRAN_LAINNYA_A JENIS Kolam / Danau / Waduk / Tambak / Penampungan Air
R
NAMA Danau Dora
3.2.1.4 Kontur
Unsur kontur dalam RTRW dapat diperoleh dari RBI atau pengolahan
DEMNAS BIG dengan spesifikasi yang sesuai untuk peta dasar RTRW. Garis
kontur dibuat dengan feature polyline/line yang memiliki aturan sebagai
berikut:
✓ Garis kontur harus dibuat dengan tertutup atau harus berhenti pada
bagian tepi peta.
44
Gambar 3.7
✓ Garis kontur tidak dapat saling berpotongan dengan garis kontur lain,
kecuali apabila garis kontur tersebut berada pada bidang yang
ekstrim seperti tebing yang curam.
✓ Interval pada garis kontur menyesuaikan pada skala peta dan
ketersediaan data. Interval yang umum digunakan adalah 1/2000
skala peta.
Unsur penutup lahan pada penyusunan Peta RTRW Provinsi, Kabupaten dan
Kota adalah unsur dasar yang diperoleh dari RBI dan dimutakhirkan dengan
melakukan digitasi sumber data lain seperti citra satelit atau survei lapangan.
Dalam pengklasifikasiannya dapat mengikuti klasifikasi peta RBI
Pengecekan yang dilakukan untuk Penutup Lahan yaitu :
✓ Ketepatan dalam delineasi obyek penutup lahan.
Gambar 3.8
✓ Ketepatan dalam pengklasifikasian obyek penutup lahan.
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
penutup lahan. Dicek agar tidak ada kolom atribut yang rancu
dimana terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang
benar dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom
yang tidak diperlukan.
46
NAMA FILE ATRIBUT / KOLOM DOMAIN / ISIAN KOLOM
PENUTUP_LAHAN_AR PENUTUP_LAHAN Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
47
Gambar 3.9
✓ Pengecekan kelengkapan dan kesesuaian isian atribut/kolom pada
toponim. Dicek agar tidak ada kolom atribut yang rancu dimana
terdapat beberapa versi yang membingungkan mana yang benar
dan mana yang salah. Serta dipastikan tidak ada kolom-kolom yang
tidak diperlukan.
TOPONIM_PT JENIS_UTAMA Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
JENIS Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
KEGIATAN / OBJEK Klasifikasi sesuai yang diberikan oleh PTRA BIG terlampir.
TOPONIM Tanjung Puting
SUMBER CSRT BIG 2013, dan SKL 2017
48
Aturan Topologi Titik Garis Poligon
Gambar 3.10
49
3.3 Pengisian Form QC
- Contoh Form QC
QC03.1-DG Formulir QC ke-
QC DIGITASI UNSUR PETA DASAR RTRW
NAMA PEKERJAAN :
QC03.1-DG
Pelaksana Pekerjaan:
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC :
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC
Petugas QC
Koordinator Pekerjaan
1) Sesuai dengan dokumen kerangka acuan kerja dan Kode unsur yang digunakan
2) Isilah kolom dengan tanda √
3) Pilih salah satu yang paling sesuai
50
QC03.2-T&A Formulir
QC Topologi Check dan Atribut Data
QC03.2-
T&A
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan:
Tanggal Mulai QC: Nama Petugas QC:
CATATAN : (komentar/permasalahan/penjelasan)
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
51
BAB IV
A. Latar Belakang
Peta tematik adalah peta yang menyajikan informasi tertentu dari permukaan
bumi sesuai dengan topik atau tema dari peta bersangkutan. Pemanfaatan peta
tematik dalam penyusunan RTRW adalah sebagai input data untuk penentuan
rencana pemanfaatan ruang. Semakin lengkap dan akurat sumber data tematik
yang tersedia, maka akan semakin baik produk rencana tata ruang yang
dihasilkan. Data tematik yang dikumpulkan dapat berupa data statistik, deskripsi,
dan peta serta informasi yang dikumpulkan berupa data tahunan (time series).
Data tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik
fisik lahan maupun sosial, sehingga memperkaya informasi guna analisis
pemanfaatan ruang.
Kelengkapan data tematik mengacu pada Permen ATR No. 1 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten
dan Kota. Data tematik idealnya tersedia dalam skala yang sesuai dengan skala
rencana tata ruangnya. Akan tetapi data dalam skala lebih detail tetap dapat
digunakan untuk skala yang lebih umum. RTRW Kota pada skala 1:25.000 dalam
kondisi tertentu masih dapat menggunakan data 1 : 50.000 atau 1:250.000 ketika
tidak ada data yang lebih baik yang tersedia (best available data). Kelengkapan
data tematik untuk RTRW adalah sebagai berikut :
c. Peta geologi
Data geologi secara umum menggambarkan tubuh batuan,
penyebaran batuan, dan kedudukan unsur struktur geologi (seperti
sesar), baik yang tersingkap di permukaan bumi maupun yang
berada di bawah permukaan. Data geologi ini harus dilengkapi
dengan atribut formasi geologi. Walidata peta geologi adalah
Kementerian ESDM, tersedia pada skala 1:250.000, 1:100.000 dan
1:50.000 pada beberapa lokasi.
55
Kelas Kriteria
Kelas I • Tidak mempunyai atau hanya sedikit hambatan yang
membatasi penggunaannya.
• Sesuai untuk berbagai penggunaan, terutama pertanian.
Karakteristik lahannya antara lain: topografi hampir datar -
datar, ancaman erosi kecil, kedalaman efektif dalam,
drainase baik, mudah diolah, kapasitas menahan air baik,
subur, tidak terancam banjir.
Kelas II • Mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan
yang mengurangi pilihan penggunaannya atau
memerlukan tindakan konservasi yang sedang.
• Pengelolaan perlu hati-hati termasuk tindakan konservasi
untuk mencegah kerusakan.
Kelas III • Mempunyai beberapa hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan penggunaan lahan dan
memerlukan tindakan konservasi khusus dan
keduanya.
• Mempunyai pembatas lebih berat dari kelas II dan
jika dipergunakan untuk tanaman perlu pengelolaan
tanah dan tindakan konservasi lebih sulit
diterapkan.
• Hambatan pada angka I membatasi lama
penggunaan bagi tanaman semusim, waktu
pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi
dari pembatas tersebut.
Kelas IV • Hambatan dan ancaman kerusakan tanah lebih
besar dari kelas III, dan pilihan tanaman juga terbatas.
• Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman
semusim, tindakan konservasi lebih sulit diterapkan
Kelas V • Tidak terancam erosi tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak mudah untuk dihilangkan,
sehingga membatasi pilihan penggunaannya.
• Mempunyai hambatan yang membatasi
pilihan macam penggunaan dan tanaman.
• Terletak pada topografi datar-hampir datar tetapi
sering terlanda banjir, berbatu atau iklim yang
kurang sesuai.
Kelas VI • Mempunyai faktor penghambat berat yang
menyebabkan penggunaan tanah sangat terbatas
karena mempunyai ancaman kerusakan yang tidak
dapat dihilangkan.
• Umumnya terletak pada lereng curam, sehingga jika
dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan
produksi harus dikelola dengan baik untuk
menghindari erosi.
Kelas VII • Mempunyai faktor penghambat dan ancaman berat
yang tidak dapat dihilangkan, karena
itu pemanfaatannya harus bersifat
konservasi. Jika digunakan untuk padang rumput
56
atau hutan produksi harus dilakukan pencegahan
erosi yang berat.
Kelas VIII • Sebaiknya dibiarkan secara alami. 2.Pembatas dan
ancaman sangat berat dan tidak mungkin
dilakukan tindakan konservasi, sehingga perlu
dilindungi.
Peta kemampuan lahan saat ini belum tersedia secara
nasional. Untuk memaksimalkan hasil analisis kemampuan
lahan tiap daerah, maka sebaiknya peta kemampuan lahan
disusun tersendiri dengan menggunakan data input berupa:
peta lereng, peta tanah, peta erosi, peta drainase/genangan.
i. Peta kawasan resiko bencana
Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi
kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu. Secara umum rawan bencana terdiri dari
bencana alam (gunung api, longsor, gempabumi, banjir,
tsunami, cuaca ekstrim, abrasi, kekeringan), bencana non alam
(kebakaran hutan, kebakaran gedung dan permukiman, dll),
dan bencana sosial (konflik sosial).
Pemetaan kawasan rawan bencana digunakan sebagai salah
satu pertimbangan kebijakan terkait penanggulangan
bencana dan kegiatan penggunaan lahan. Peta rawan
bencana sebaiknya disertai data jalur evakuasi bencana dan
lokasi pengungsian. Lokasi pengungsian berupa
kawasan/bangunan, sedangkan jalur evakuasi bencana
disesuaikan dengan jaringan jalan. Walidata peta kerawanan
bencana adalah BNPB atau BPBD di daerah.
j. Peta jumlah dan kepadatan penduduk
Peta jumlah dan kepadatan penduduk dapat dimasukkan
kedalam satu data, karena data kepadatan penduduk suah
melampirkan informasi jumlah penduduk. Peta kepadatan
penduduk menggambarkan kondisi kepadatan penduduk
pada suatu wilayah. Satuan kepadatan penduduk pada
umumnya yaitu jiwa/km2. Data kepadatan penduduk dapat
diambil dari data BPS yang terbaru.
k. Peta batas kawasan hutan
Peta kawasan hutan adalah peta yang menunjukkan pembagian
kawasan hutan dan non hutan. Walidata peta kawasan hutan adalah
57
KLHK, tersedia pada skala 1:250.000 pada level provinsi.
Pemanfaatan data kawasan hutan untuk RTRW menggunakan data
skala 1:250.000, hal ini disebabkan karena skala output peta
kawasan hutan pada skala 1:250.000, walaupun pada beberapa
lokasi menggunakan data dasar skala 1:50.000 atau lebih detil yang
merupakan hasil penataan batas kawasan hutan.
58
o. Peta kawasan perikanan dan pemanfaatan sumber daya
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil
Peta ini menggambarkan wilayah pemanfaatan ruang untuk
perikanan di darat, serta di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.
Sebagian data merupakan data RZWP3K. Data RZWP3K
adalah KKP, baru tersedia pada beberapa provinsi pada skala
1:50.000 – 1:250.000.
p. Peta kawasan objek vital nasional dan hankam
Obyek Vital Nasional adalah kawasan/lokasi,
bangunan/instalasi dan/atau usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber
pendapatan negara yang bersifat strategis.
q. Peta perizinan pemanfaatan ruang
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Peta perizinan pemanfaatan
ruang dapat disebut juga peta izin lokasi, biasanya sudah
dimiliki oleh SKPD di kabupaten/kota yang membidangi
perizinan pemanfaatan ruang.
r. Peta kawasan industri
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan
Kawasan Industri. Data kawasan industri tentunya dilengkapi
dengan peta yang menujukkan luasan dan lokasi kawasan
industri. Data tersebut dapat berupa data eksisting maupun
rencana peruntukan yang selanjutnya digunakan sebagai
input dalam penyusunan RTRW.
s. Peta jaringan infrastruktur transportasi
jaringan infrastruktur transportasi terdiri dari sistem jaringan
transportasi darat, laut dan udara. Contoh jaringan
infrastruktur transportasi yaitu: bandara, terminal, pelabuhan,
stasiun KA.
t. Peta jaringan infrastruktur energi dan kelistrikan
Data jaringan infrastruktur energi dan kelistrikan terdiri dari:
jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi jaringan
penyaluran minyak dan gas bumi; dan jaringan infrastruktur
ketenagalistrikan, meliputi pembangkit listrik dan infrastruktur
penyaluran tenaga listrik. Walidata jaringan infrastruktur
59
energi dan kelistrikan adalah Kementerian ESDM, sementara
data yang lebih detail dimiliki oleh SKPD di daerah.
u. Peta jaringan infrastruktur telekomunikasi
Mengacu pada Permen ATR No.1 Tahun 2018, objek yang
tergambar dalam infrastruktur telekomunikasi yaitu: jaringan
tetap; dan/ atau jaringan bergerak. Jaringan bergerak meliputi
dapat meliputi:
▪ jaringan bergerak terestrial;
▪ jaringan bergerak seluler; dan/atau
▪ jaringan bergerak satelit.
v. Peta jaringan sumber daya air
Jaringan sumber daya air meliputi:
sistem jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas
provinsi
▪ sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota
▪ sistem jaringan sumber daya air kota,
▪ prasarana sumber daya air, yang dapat meliputi:
sistem jaringan irigasi; sistem pengendalian banjir;
dan/atau; jaringan air baku untuk air bersih.
Peta tematik memiliki tingkat ketersediaan yang berbeda tiap daerah. Ketiadaan
peta tematik tertentu bisa disebabkan karena peta tematik tersebut tidak
tersedia sama sekali, tidak tersedia pada skala yang diperlukan, atau tidak
tersedia karena kendala pengumpulan data. Dalam hal suatu peta tematik
dianggap penting dan dapat diusahakan untuk dilampirkan, maka penyusun
RTRW harus mengupayakan untuk menyusun peta tematik terkait. Peta tematik
yang memungkinkan untuk dibuat tersendiri yaitu:
1) peta topografi, dibuat dari analisis data garis kontur atau data
DEM.
2) peta klimatologi (curah hujan), dibuat dengan melakukan analisis
interpolasi dari beberapa stasiun hujan yang sudah diketahui nilai
curah hujannya.
3) peta kemampuan lahan, dibuat mengacu pada Permen LH No. 9
Tahun 2009 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah.
4) peta jumlah dan kepadatan penduduk, dibuat berdasarkan data
jumlah penduduk terbaru.
60
5) peta kawasan pariwisata, dengan memperkirakan area kawasan
pariwisata berdasar data penginderaan jauh, atau sebaran titik
objek wisata.
6) peta kawasan industri, dibuat berdasarkan delineasi kawasan
industri secara eksisting atau berdasar delineasi pada RTRW
sebelumnya.
7) peta jaringan infrastruktur transportasi, mengacu pada data
jaringan jalan, rel KA, dan sebaran titik infrastruktur transportasi.
61
Kelas kemampuan lahan dalam Permen PU No. 201 Tahun 2007 dan Permen LH
No. 17 Tahun 2009 disusun berdasarkan Satuan Kemampuan Lahan. Satuan
Kemampuan Lahan (SKL) adalah unit analisis yang digunakan untuk menentukan
kelas lahan dalam pengaturan rencana pemanfaatan fisik lahan. SKL yang
disusun pada kedua pedoman ini secara umum mencakup unsur yang relatif
sama yaitu kelerengan, morfologi, geologi permukaan atau jenis tanah dan
aspek kebencanaan, namun dalam pelaksanaan dan fokusnya berbeda. SKL pada
Permen PU berfokus pada kemampuan lahan untuk alokasi lahan terbangun
yang dihasilkan dari proses tumpangsusun beberapa peta tematik dengan
metode skoring dan pembobotan. Informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan SKL ini adalah morfologi, kelerengan, topografi (ketinggian),
geologi, jenis tanah, hidrologi (air tanah dan permukaan), klimatologi (curah
hujan) dan penutup lahan eksisting. Klasifikasi kemampuan lahan dibedakan
menjadi lima kelas yaitu kemampuan pengembangan sangat rendah (kelas a),
rendah (kelas b), sedang (kelas c), tinggi (kelas d) dan sangat tinggi (kelas e).
SKL Permen LH berfokus pada alokasi kemampuan lahan untuk pertanian yang
disusun berdasarkan unit satuan lahan tertentu (biasanya jenis tanah) dengan
mempertimbangkan faktor penghambat terberat dalam pengelolaan lahannya.
Informasi yang digunakan dalam menganalisis SKL ini antara lain: lereng
permukaan, jenis tanah (tekstur, kedalaman, drainase tanah dan batuan
permukaan), erosi dan banjir. Klasifikasi kemampuan lahan dibagi menjadi
delapan kelas dengan penanda huruf romawi (I-VIII). Kelas I-II merupakan lahan
yang cocok untuk pertanian, sedangkan kelas VII-VIII adalah lahan yang harus
dilindungi (konservasi). Kelas III-VI adalah alokasi lahan untuk pertanian tertentu
dan non pertanian
Peta tematik sistem lahan adalah peta tematik yang dikeluarkan oleh
Badan Informasi Geospasial. Peta sistem lahan disusun dengan konsep
bentanglahan yang mengelompokkan lahan berdasarkan pengulangan
bentuk lahan dari satuan yang lebih kecil (facet) dengan kesamaan iklim,
geologi, topografi dan satuan tanah. Peta ini merupakan tematik sintesis
dari peta geologi, peta jenis tanah dengan karakteristik fisik dan kimia
serta peta tematik lainnya.
62
Setiap sistem lahan akan diberikan penamaan berdasarkan nama tempat
pertama kali ditemukan dan dikodefikasi dengan akronim tiga huruf,
misalnya KHY (Kahayan) yang merupakan dataran aluvial di daerah
Sungai Kahayan. Secara teknis, peta sistem lahan sangat dimungkinkan
untuk digunakan sebagai unit dalam analisis spasial tematik kemampuan
lahan untuk penyusunan pola ruang.
Berdasarkan Permen LH No. 17 Tahun 2009, kriteria penilaian untuk
klasifikasi kemampuan lahan terdiri atas tujuh (7) faktor yaitu: kemiringan
lereng, tektur tanah, kedalaman tanah, drainase tanah, batuan
permukaan, erosi dan banjir. Faktor pembatas pada setiap kelas
kemampuan lahan secara rinci disajikan pada tabel 1.
63
Tabel.1 Faktor Pembatas Kelas Kemampuan Lahan
Secara teknis, faktor pembatas sudah terakomodir dalam atribut peta sistem
lahan. Atribut peta sistem lahan yang menggambarkan karakteristik fisik
pembatas berupa lereng permukaan (SLOPE_S), karakteristik tanah (tekstur
tanah/ TEXT_T_S_D, kedalaman tanah/ D_MIN_SO, drainase tanah/
DRAINAGE dan batuan permukaan/ ROCK_OUT), karakteristik erosi
(ERO_TXT) dan karakteristik banjir (RIVERS/INUNDAT). Atribut karakteritik
fisik sistem lahan ini perlu diterjemahkan menjadi kelas sesuai faktor
pembatas sebelum digunakan dalam proses analisis kemampuan lahan.
64
terhadap persyaratan kriteria dan intensitas faktor pembatas kelas
kemampuan lahan disajikan pada Tabel 2.
65
Tabel 2. Penilaian kelas kemampuan lahan
66
Gambar 4.2. Penyajian hasil analisis kemampuan lahan
Merujuk pada Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2018, Kegiatan pengolahan dan
analisis data sekurang-kurangnya terdiri atas:
67
identifikasi sebaran daerah fungsional perkotaan2(functional urban
area) yang ada di wilayah kota.
9) Analisis lingkungan hidup, antara lain meliputi inventarisasi gas
rumah kaca serta kapasitas adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim;
10) Analisis pengurangan risiko bencana; dan
11) Analisis kemampuan keuangan pembangunan daerah
Merujuk pada ragam analisis data tematik tersebut, tidak semua bersifat spasial,
atau memerlukan data spasial.
68
Pengisian Form QC
Formulir QC04-KDTRTRW
QC04-
Kelengkapan Data TematikRTRW QC ke-
KDT Nama Rencana Tata Ruang Wilayah :
RTRW
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan: Tanggal: Nama Petugas QC:
Tanggal Akhir QC
Petugas QC
Koordinator QC :
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
69
BAB V
71
3) Informasi dalam atribut data
Informasi yang ditampilkan dalam setiap peta rencana jaringan sebaiknya
relevan dengan kebutuhan berupa kelas / hierarki / tipe, kondisi eksisting –
kondisi rencana – informasi perubahannya, nama objek, lokasi objek.
Informasi selain yang tekah disebutkan boleh ditambahkan dengan catatan
sesuai dengan kebutuhan. Contoh informasi dalam atribut data:
c) Nama objek
Informasi nama objek pada objek yang unik penting dicantumkan agar
memudahkan mengidentifikasi objek prasarana sesuai yang disebutkan pada
dokumen Ranperda, seperti Waduk Jatiluhur, PLTU Tanjungjati, SPAL TPA
Jatibarang.
72
d) Lokasi objek
Informasi lokasi objek untuk memudahkan kita dalam mengetahui lokasi
objek sesuai yang disebutkan dalam dokumen Ranperda.
e) Nama Objek
Nama objek merupakan informasi terakhir sesuai kedetailan klasifikasi objek.
Kolom ini perlu ditambahkan jika ada peta rencana jaringan infrastruktur
yang berbeda-beda level pembagian kelasnya. Informasi ini untuk
memudahkan dalam menampilkan informasi legenda peta cetak.
73
pengumpan, terminal khusus), alur pelayaran laut.
▪ Sistem transportasi udara : bandar udara (pengumpul,
pengumpan, khusus), ruang udara untuk penerbangan
dalam bentuk Kawasan Keamanan Operasional
Penerbangan (KKOP).
c) Rencana Pengembangan Jaringan Energi
▪ Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi.
▪ Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan : pembangkitan
tenaga listrik (PLTA, PLTD, PLTU, dll), penyaluran tenaga
listrik (gardu listrik, jaringan distribusi tanaga listrik).
d) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
▪ Jaringan tetap.
▪ Jaringan bergerak.
e) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
▪ Jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas provinsi
(sumber air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air lintas Kabupaten/Kota (sumber
air dan prasarana sumber daya air).
f) Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
▪ Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) regional lintas
Kabupaten/Kota.
▪ Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) regional lintas
Kabupaten/Kota.
▪ Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) regional lintas Kabupaten/Kota.
▪ Sistem jaringan persampahan wilayah lintas
Kabupaten/Kota.
▪ Sistem prasarana lainnya yang dikelola oleh Pemerintah
Provinsi.
74
2) RTRW Kabupaten
a) Rencana Sistem Perkotaan
▪ Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
▪ Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
▪ Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).
▪ Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
▪ Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).
▪ Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
b) Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
▪ Sistem transportasi darat : jaringan jalan (jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa, jalan khusus,
terminal tipe A - B - C, terminal barang, jembatan
timbang), jaringan kereta api (jalur kereta api lintas
kabupaten/kota dan dalam kabupaten/kota, stasiun
penumpang / barang / operasi), jaringan sungai / danau /
penyeberangan (alur pelayaran sungai / danau /
penyeberangan kelas 1 / 2 / 3, lintas penyeberangan antar
negara / provinsi / kabupaten / kota / dalam kabupaten,
pelabuhan sungai / danau utama / pengumpul /
pengumpan, pelabuhan penyeberangan kelas 1 / 2 / 3).
▪ Sistem transportasi laut : pelabuhan (utama, pengumpul,
pengumpan regional, pengumpan lokal, terminal khusus),
alur pelayaran laut.
▪ Sistem transportasi udara : bandar udara umum dan
khusus (pengumpul skala pelayanan primer, pengumpul
skala pelayanan sekunder, pengumpul skala pelayanan
tersier, pengumpan, khusus), ruang udara untuk
penerbangan dalam bentuk Kawasan Keamanan
Operasional Penerbangan (KKOP).
75
c) Rencana Pengembangan Jaringan Energi
▪ Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi (jaringan
penyaluran dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan /
penyimpanan dan jaringan penyaluran dari kilang
pengolahan / penyimpanan ke konsumen).
▪ Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan : pembangkitan
tenaga listrik (PLTA, PLTD, PLTU, PLTG, PLTN, PLTS, PLTB,
PLTP, PLTMH, dll), penyaluran tenaga listrik (gardu listrik,
jaringan distribusi tanaga listrik berupa SUTUT, SUTET,
SUTT, SUTTAS, Kabel Laut, SUTM, SUTR, SKTM).
d) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
▪ Jaringan tetap.
▪ Jaringan bergerak (terestrial, seluler, satelit).
e) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
▪ Jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas provinsi
(sumber air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air lintas Kabupaten/Kota (sumber
air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air kabupaten (sumber air,
prasarana sumber daya air).
f) Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya
▪ Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) (perpipaan berupa
unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan
dan non perpipaan berupa sumur dangkal, sumur pompa,
bak penampungan air hujan, terminal air, bangunan
penangkap air).
▪ Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) (sistem
pembuangan air limbah berupal Instalasi Pengolahan Air
Limbah atau IPAL dan sistem pembuangan air limbah
rumah tangga komunal).
▪ Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
76
(B3) regional lintas Kabupaten/Kota.
▪ Sistem jaringan persampahan wilayah (Tempat
Penampungan Sampah Sementara atau TPS dan Tempat
Penampungan Sampah Akhir atau TPA).
▪ Sistem jaringan evakuasi bencana.
▪ prasarana lainnya yang dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten.
3) RTRW Kota
a) Rencana Pusat Kegiatan
▪ Pusat pelayanan kota.
▪ Subpusat pelayanan kota.
▪ Pusat lingkungan.
b) Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
▪ Sistem transportasi darat : jaringan jalan (jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kota, jalan khusus, terminal tipe A - B -
C, terminal barang, jembatan timbang), jaringan kereta
api (jalur kereta api lintas kabupaten/kota dan dalam
perkotaan, stasiun penumpang / barang / operasi),
jaringan sungai / danau / penyeberangan (alur pelayaran
sungai / danau / penyeberangan kelas 1 / 2 / 3, lintas
penyeberangan antar negara / provinsi / kabupaten / kota
/ dalam kota, pelabuhan sungai / danau utama /
pengumpul / pengumpan, pelabuhan penyeberangan
kelas 1 / 2 / 3).
▪ Sistem transportasi laut : pelabuhan (utama, pengumpul,
pengumpan regional, pengumpan lokal, terminal khusus),
alur pelayaran laut.
▪ Sistem transportasi udara : bandar udara umum dan
khusus (pengumpul skala pelayanan primer, pengumpul
77
skala pelayanan sekunder, pengumpul skala pelayanan
tersier, pengumpan, khusus), ruang udara untuk
penerbangan dalam bentuk Kawasan Keamanan
Operasional Penerbangan (KKOP).
c) Rencana Pengembangan Jaringan Energi
▪ Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi (jaringan
penyaluran dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan /
penyimpanan dan jaringan penyaluran dari kilang
pengolahan / penyimpanan ke konsumen).
▪ Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan : pembangkitan
tenaga listrik (PLTA, PLTD, PLTU, PLTG, PLTN, PLTS, PLTB,
PLTP, PLTMH, dll), penyaluran tenaga listrik (gardu listrik,
jaringan distribusi tanaga listrik berupa SUTUT, SUTET,
SUTT, SUTTAS, Kabel Laut, SUTM, SUTR, SKTM).
d) Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
▪ Jaringan tetap.
▪ Jaringan bergerak (terestrial, seluler, satelit).
e) Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
▪ Jaringan sumber daya air lintas negara dan lintas provinsi
(sumber air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air lintas Kabupaten/Kota (sumber
air dan prasarana sumber daya air).
▪ Jaringan sumber daya air kabupaten (sumber air,
prasarana sumber daya air).
f) Rencana Pengembangan Infrastruktur Perkotaan
▪ Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) (perpipaan berupa
unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan
dan non perpipaan berupa sumur dangkal, sumur pompa,
bak penampungan air hujan, terminal air, bangunan
penangkap air).
▪ Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) (sistem
78
pembuangan air limbah berupal Instalasi Pengolahan Air
Limbah atau IPAL dan sistem pembuangan air limbah
rumah tangga komunal).
▪ Sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) regional lintas Kabupaten/Kota.
▪ Sistem jaringan persampahan wilayah (Tempat
Penampungan Sampah Sementara atau TPS dan Tempat
Penampungan Sampah Akhir atau TPA).
▪ Sistem jaringan evakuasi bencana.
▪ Sistem drainase (primer, sekunder, tersier).
▪ Sistem jaringan pejalan kaki.
▪ prasarana lainnya yang dikelola oleh Pemerintah Kota.
Unsur yang belum lengkap dalam peta perlu dikonfirmasi apakah memang
tidak ada dalam RTRW, atau hanya alasan belum dipetakan.
80
penyusunannya? Pertanyaan ini bertujuan hanya untuk mengingatkan, dan
tidak dilakukan pengecekan secara spasial mengenai hal ini, walaupun
sebenarnya terdapat konsekuensi spasial dalam hal tersebut, namun hal ini
adalah ranah kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengatur dan
merencanakan wilayahnya. Yang perlu untuk dilakukan dalam hal ini adalah
mengingatkan Pemerintah Daerah, dan akan dituliskan dalam Berita Acara
terakhir tentang klausul seperti berikut ini:
Telah dilakukan diskusi dan penjelasan mengenai pentingnya mengakomodir
kepentingan berbagai stakeholder, aspek perencanaan, dan perijinan, seperti
(1) aspek kesinambungan dengan RTRW Nasional / Provinsi, (2) aspek arahan
pembangunan dan investasi baik dari RPJMN dan RPJMD, (3) aspek perijinan
eksisting yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah maupun
Pemerintah Pusat. Mengenai kepastian dipenuhi atau tidaknya berbagai
aspek tersebut bukan ranah Badan Informasi Geospasial untuk melakukan
verifikasi, dan merupakan tanggung jawab dan hak pemerintah daerah
dalam merencanakan wilayahnya.
F. Pengecekan Topologi
1) Tidak ada tumpang tindih rencana jaringan prasarana
Perlu dihindari adanya tumpang tindih garis pada peta rencana jaringan
prasarana. Adanya tumpang tindih garis dapat menyebabkan kesalahan
identifikasi objek serta kesalahan perhitungan panjang.
2) Tidak ada Overshoot dan Undershoot rencana jaringan
prasarana
Untuk menghindari kesalahan perhitungan panjang pada peta rencana
jaringan prasarana maka sebaiknya menghindari overshoot dan undershoot.
Namun karena cakupan perencanaan yang luas (provinsi, kabupaten, dan
kota) dan skala tampilan pada kelas kecil dan menengah maka overshoot dan
undershoot tidak terlalu detail hingga harus snapping. Perbaikan hanya
dilakukan pada overshoot dan undershoot yang cukup panjang atau sangat
terlihat pada skala tampilan peta RTRW.
81
G. Kesesuaian Peta Struktur Ruang dengan Rancangan Peraturan
Daerah
Dokumen rencana dengan peta adalah satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, Dokumen rencana seharusnya mendeskripsikan isi Peta
Rencana yang dibuat. Ketidaksesuaian antar keduanya merupakan salah
satu masalah klasik dalam kualitas Peta Rencana Tata Ruang.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan konflik dalam menjalankan fungsi Rencana
Tata Ruang sebagai dokumen pengendalian ruang di lapangan. Sering kali
Dokumen rencana sangat detail merinci ketentuan-ketentuan rencana
rencana struktur ruang yang ada, namun secara spasial tidak dapat
dipertanggungjawabkan / tidak dapat diketahui lokasinya.
Perlu dilakukan perunutan pada tiap pasal naskah dalam Rancangan
Peraturan Daerah (Ranperda) terkait rencana struktur ruang supaya dapat
disesuaikan kenyataannya dengan apa yang ada di peta secara spasial. Hal
yang diperhatikan dalam pengecekan kesesuaian tersebut adalah terkait
rincian klasifikasi rencana struktur ruang. Tahapan verifikasi yang perlu
dilakukan adalah:
▪ Membaca rancangan peraturan daerah pada bagian Rencana
Jaringan, kemudian menuliskan daftar unsurnya pada tabel dan
menambahkan informasi pasalnya.
▪ Setelah semuanya dituliskan, akan dibandingkan dengan peta,
dan dituliskan ketidaksesuaiannya.
82
Contoh Tabel Pemeriksaan Kesesuaian Peta Rencana Struktur Ruang
dengan Ranperda
KESESUAIAN PETA RENCANA JARINGAN PRASARANA DENGAN RANPERDA
STRUKTUR RUANG DALAM PERDA PASAL KESESUAIAN CATATAN
Sistem Perkotaan 28
PKW 28 (2) OK Ada di Peta
PKSN 28 (2) OK Ada di Peta
PKL 28 (2) OK Ada di Peta
PPK 28 (2) OK Ada di Peta
PPL 28 (2) OK Ada di Peta
Pengembangan Jaringan Pergerakan 29
Rencana Peningkatan dan 29 (2)
PeningkatanJalan
Pembangunan Jalan Arteri Primer 29 (2) OK Ada di Peta
Peningkatan Jalan Lokal Primer 29
(a) (2) OK Ada di Peta
Peningkatan Jalan Lokal Sekunder 29 (2)
(a) OK Ada di Peta
Pembangunan Jalan Arteri Primer 29
(a) (2) OK Ada di Peta
Pembangunan Jalan Lokal Primer 29 (2) PERBAIKAN
(a) Tidak ada di peta
Pembangunan Jalan Lokal Sekunder 29
(a) (2) PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pembangunan Jalan Lingkungan 29 (2) PERBAIKAN
(a) Tidak ada di peta
Rencana Simpul Moda Angkutan Umum 29
(a)
Terminal 29 (2) OK Ada di Peta
Stasiun 29
(a) (2) PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pelabuhan 29 (3) PERBAIKAN
(b) Tidak ada di peta
Pengembangan Jaringan Energi 30
(b)
Jaringan minyak dan gas bumi 30 (1) PERBAIKAN Belum ada gardu
Jaringan ketenagalistrikan 30 (2) PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pengembangan Jaringan Telekomunikasi 31
Jaringan tetap 31 (2) OK Ada di Peta
Jaringan bergerak 31 (3) PERBAIKAN Tidak ada di peta
Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air 32
Jaringan lintas kabupaten/kota 32 (2)
Jaringan kabupaten 32 (3) PERBAIKAN Tidak ada ket Primer,
Sekunder, Tersier di peta
Pengembangan Jaringan Prasaran Lainnya 33
SPAM 33 (2) PERBAIKAN Tidak ada di peta
SPAL 33 (3) PERBAIKAN Tidak ada keterangan
tertutup / terbuka di peta
84
- Jaringan Kabupaten.
Rencana Pengembangan
Prasarana Lainnya
- SPAM.
- SPAL.
- Jaringan persampahan.
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
85
RENCANA POLA RUANG
A. Pengecekan Struktur Database
1) Hanya terdapat satu feature class untuk Rencana Pola Ruang
Sebagai bentuk kesepakatan, dan untuk mempermudah proses validasi
topologi poligon, peta Rencana Pola Ruang hanya dibuat dalam satu feature
class, tidak dipisahkan menjadi beberapa feature class pada tiap
klasifikasinya.
2) Hanya terdapat satu versi Rencana Pola Ruang
Tidak terdapat beberapa versi file yang ambigu dalam database yang
diberikan. Peta yang diberikan seharusnya sudah jelas sebelum
dikonsultasikan.
3) Informasi dalam atribut data
Dalam peta Rencana Pola Ruang perlu untuk memiliki beberapa kolom
minimal sesuai pembagian klasifikasi RTRW Provinsi / Kabupaten / Kota.
a) RTRW Provinsi
Terkait adminsitrasi:
- Kabupaten/Kota
Terkait fungsi ketetapan perencanaan:
- Kawasan
- Orde I
- Orde II
- Nama Objek (keperluan legenda peta cetak)
Terkait fungsi perencanaan yang overlap:
- Kawasan Rawan Bencana (KRB)
- Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
- Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
Terkait geometris:
- Luas
86
b) RTRW Kabupaten
Terkait adminsitrasi:
- Kecamatan
- Desa (jika dimungkinkan)
Terkait fungsi ketetapan perencanaan:
- Kawasan
- Orde I
- Orde II
- Orde III
- Orde IV
- Nama Objek (keperluan legenda peta cetak)
Terkait fungsi perencanaan yang overlap:
- Kawasan Rawan Bencana (KRB)
- Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
- Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
Terkait geometris:
- Luas
c) RTRW Kota
Terkait adminsitrasi:
- Kecamatan
- Desa (jika dimungkinkan)
Terkait fungsi ketetapan perencanaan:
- Kawasan
- Orde I
- Orde II
- Orde III
- Orde IV
- Nama Objek (keperluan legenda peta cetak)
87
Terkait fungsi perencanaan yang overlap:
- Kawasan Rawan Bencana (KRB)
- Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
- Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
Terkait geometris:
- Luas
Informasi terkait administrasi disesuaikan dengan kedetailan hierarki
perencanaan. RTRW Provinsi minimal harus ada informasi nama kabupaten
dan kota, RTRW Kabupaten dan RTRW Kota minimal harus ada informasi
nama kecamatan, sedangkan pembagian desa / kelurahan bisa ditampilkan
jika ada datanya. Informasi fungsi ketetapan perencanaan disesuaikan
dengan pengaturan klasifikasi rencana pola ruang. Nama objek adalah
informasi terakhir sesuai kedetailan klasifikasi pola ruang. Setiap kelas
memiliki tingkat kedetailan yang berbeda-beda, sebagai contoh pada RTRW
Kabupaten Orde I berupa kawasan lindung setempat hanya terbagi menjadi
sempadan pada Orde II, sementara Orde I kawasan konservasi terbagi
menjadi Orde II kawasan suaka alam, dan terbagi lagi menjadi Orde III cagar
alam dan suaka margasatwa. Informasi ini untuk memudahkan dalam
menampilkan informasi legenda peta cetak.
Dalam penyusunan dan pengaturan rencana pola ruang terdapat fungsi
ruang yang diperbolehkan untuk overlap, yaitu KRB, KKOP, dan KP2B. KRB
diperbolehkan untuk overlap karena jika KRB muncul sebagai zona tersendiri
akan masuk dalam kawasan lindung, sehingga konsekuensinya akan sulit
untuk dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya (lahan terbangun).
KRB yang dijadikan sebagai kawasan tersediri tentunya yang memiliki
potensi bencana besar dan sulit dilakukan upaya pencegahannya meskipun
melalui rekayasa teknologi, seperti zona bahaya sekitar kawah gunung
merapi yang aktif, jalur patahan atau sesar yang aktif, dan sebagainya. KKOP
yang berupa pengaturan ruang udara akan mempengaruhi pengaturan
ruang darat dalam wujud pengaturan ketinggian bangunan. Sedangkan KP2B
yang terdiri dari Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) juga diperbolehkan
88
overlap. Hal ini karena tidak semua lahan pertanian akan dijadikan KP2B,
maka dibutuhkan informasi tambahan mengenai status lahan apakah lahan
pertanian yang ada masuk dalam KP2B atau tidak. Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusunan basis data dapat dilihat pada Modul Pemeriksaan
Basisdata dan Atribut Peta Rencana Tata Ruang.
89
Namun terdapat pengecualian jika memang direncanakan akan terjadi
perubahan dalam rencana tata ruangnya, misalnya seperti normalisasi sungai
atau pembuatan saluran baru, reklamasi pantai, dan sebagainya.
90
terkait.
Pemeriksaan peta rencana pola ruang yang dilakukan adalah melakukan
overlay peta rencana pola ruang dengan peta tematik status tersebut.
Apakah dalam rencana pola ruang terdapat klasifikasi yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan peta status yang ada. Apabila ada yang tidak sesuai
perlu dicatat dan dikonfirmasi kepada Pemerintah Daerah.
91
3) Peta tematik analisis
Peta tematik analisis adalah tematik baru hasil pemrosesan tematik lainnya.
Peta tematik analisis yang dibutuhkan dalam penyusunan peta rencana pola
ruang adalah peta kemampuan lahan serta peta kesesuaian lahan. Peta
kemampuan lahan akan memberi gambaran distribusi kemampuan lahan
dengan tingkatan cocok untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya
(lahan terbangun) hingga kawasan lindung (lahan non terbangun).
Sedangkan peta kesesuaian lahan merupakan kesesuaian pada lahan
tertentu untuk beberapa klasifikasi rencana pola ruang tertentu pula. Maka
peta kemampuan lahan bersifat umum, sedangkan peta kesesuaian lahan
lebih bersifat rinci.
Metode dalam penyusunan peta kemampuan lahan dan kesesuaian lahan
cukup beragam dan tidak terpaku dalam satu metode saja. Validasi peta
kemampuan lahan dan kesesuaian lahan telah dibahas secara terperinci pada
pemeriksaan peta tematik. Sedangkan pemeriksaan pada peta rencana pola
ruang adalah memastikan klasifikasi rencana pola ruang telah sesuai dengan
peta kemampuan lahan yang disusun. Apabila terdapat ketidaksesuaian
seperti rencana kawasan permukiman (baik yang bersifat eksisting maupun
rencana pengembangan baru) berada di kemampuan lahan yang tidak cocok
untuk kawasan terbangun perlu dilakukan konfirmasi kepada Pemerintah
Daerah.
92
D. Standarisasi Klasifikasi Rencana Pola Ruang
1) Klasifikasi Rencana Pola Ruang
Klasifikasi mengenai rencana pola ruang terdapat dalam Permen ATR/BPN
No. 16 Tahun 2018, diharapkan dalam penyusunannya mengikuti pedoman
yang ada tersebut, dan disyaratkan sampai kepada kedetilan berdasarkan
tingkatan RTRW. RTRW Provinsi yang meliputi regional wilayah kabupaten
dan kota, sehingga pengaturan hanya bersifat umum atau arahan maka
kelas hanya sampai Orde 1. RTRW Kabupaten mulai ada pendetilan, namun
masih dengan konsep wilayah urban dan rural sehingga bersifat umum
dengan pembagian sampai Orde 3 untuk seluruh kelas dan Orde 5 pada
beberapa kelas. Sedangkan RTRW Kota dengan pemanfaatan ruang yang
heterogen sehingga bersifat lebih operasional dengan pembagian sampai
Orde 3 untuk seluruh kelas dan Orde 5 pada beberapa kelas. Berikut
pembagian klasifikasi pada RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota:
a) RTRW Provinsi
Kawasan Orde I
93
b) RTRW Kabupaten
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Sempadan Pantai
Sempadan Sungai
Kawasan Kawasan Sekitar
Perlindungan Danau atau Waduk
Setempat
Kawasan Lindung
Spiritual dan
Kearifan Lokal
Cagar Alam dan
Cagar Alam Laut
Kawasan Suaka
Alam Suaka
Margasatwa dan
Suaka
Margasatwa
Taman Laut
Nasional
Kawasan Taman Hutan
Kawasan Pelestarian Alam Raya Wisata
Taman
Peruntukan
Alam dan Wisata
Lindung
Kawasan Taman Alam Laut
Buru
94
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Kawasan
Keunikan Proses
Kawasan yang Geologi
Kawasan
Memberikan Imbuhan Air
Perlindungan Air Tanah
Sempadan Mata
Tanah Air
Kawasan Rawan
Kawasan Rawan
Bencana Gerakan
Bencana yang
Tanah
tingkat
(termasukRawan
Kawasan tanah
kerawanan dan
longsor) Letusan
Bencana
probabilitas
Gunung
Sempadan ApiPatahan
ancaman atau
Aktif pada Kawasan
dampak paling
Rawan Bencana
tinggi
Gempa Bumi
Kawasan Cagar
Budaya
Kawasan
Ekosistem
Mangrove kawasan hutan
produksi terbatas
kawasan hutan
Kawasan Hutan
produksi tetap
produksi
kawasan hutan
produksi yang
dapat dikonversi
kawasan hutan
rakyat
kawasan tanaman
pangan
kawasan
Kawasan
kawasan hortikultura
Peruntukan
pertanian kawasan
Budidaya
perkebunan
kawasan
peternakan
kawasan perikanan
tangkap
kawasan perikanan
budidaya
kawasan
kawasan perikanan
perikanan
dengan sarana
penunjang berupa
terminal khusus
(pelabuhan)
perikanan dan
tempat pelelangan 95
ikan
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
kawasan
pertambangan
mineral radioaktif
kawasan
pertambangan
kawasan mineral logam
pertambangan
kawasan
mineral
pertambangan
mineral bukan
logam
kawasan
kawasan
pertambangan
pertambangan
batuan
dan energi
kawasan
pertambangan
batubara
kawasan
pertambangan
minyak dan gas
bumi
kawasan panas
bumi
kawasan
pembangkit tenaga
listrik
kawasan industri
kawasan
peruntukan sentra industri kecil
industri dan menengah
kawasan
pariwisata
kawasan
permukiman
kawasan perkotaan
permukiman kawasan
permukiman
perdesaan
kawasan
pertahanan dan
keamanan
96
c) RTRW Kota
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Sempadan Pantai
Sempadan Sungai
Kawasan
Perlindungan Kawasan Sekitar
Setempat Danau atau Waduk
Kawasan Lindung
Spiritual dan
Kearifan Lokal Cagar Alam dan
Cagar Alam Laut
Taman Nasional
Kawasan
Peruntukan Taman Hutan
Lindung Kawasan Pelestarian Raya
Alam Taman
Wisata Alam dan
Wisata Alam
Kawasan Kawasan Taman Laut
Konservasi Buru
Suaka Pesisir
Kawasan
Suaka Pulau
Konservasi di
Kecil
Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Taman Pesisir
Kecil Taman Pulau
Kawasan Konservasi
Kecil
di Wilayah Pesisir
Daerah
dan Pulau-Pulau
Perlindungan
Kecil Kawasan
Adat Maritim
Konservasi
Maritim Daerah
Perlindungan
Budaya
Kawasan Maritim
Konservasi
Perairan
97
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
Kawasan
Keunikan Batuan
dan Fosil
Kawasan
Kawasan Cagar Alam
Keunikan
Geologi
Bentang Alam
Kawasan Lindung Kawasan
Geologi Keunikan Proses
Geologi
Kawasan
Kawasan yang
Imbuhan Air
Memberikan
Tanah
Perlindungan Air
Sempadan Mata
Tanah
Air
Kawasan Rawan
Kawasan Rawan Bencana Gerakan
Bencana yang Tanah
tingkat (termasukRawan
Kawasan tanah
kerawanan dan longsor) Letusan
Bencana
probabilitas Gunung Api
ancaman atau Sempadan Patahan
dampak paling Aktif pada Kawasan
tinggi Rawan Bencana
Gempa Bumi
Kawasan Cagar
Budaya
Kawasan
Ekosistem
Mangrove
Taman RT, Taman
RW, Taman
Ruang Terbuka Kelurahan, Taman
Hijau Kota Kecamatan, Taman
Kota, Hutan Kota,
Pemakaman
kawasan hutan
produksi terbatas
kawasan hutan
Kawasan Hutan
produksi tetap
produksi
Kawasan kawasan hutan
Peruntukan produksi yang dapat
Budidaya dikonversi
kawasan tanaman
kawasan pangan
pertanian
kawasan hortikultura
98
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
kawasan perkebunan
kawasan peternakan
kawasan perikanan
tangkap
kawasan perikanan
budidaya
kawasan
perikanan kawasan perikanan
dengan sarana
penunjang berupa
terminal khusus
(pelabuhan)
perikanan dan kawasan
tempat pelelangan pertambangan
ikan mineral
radioaktif
kawasan
pertambangan
kawasan mineral logam
pertambangan kawasan
mineral pertambangan
mineral bukan
logam
kawasan kawasan
pertambangan pertambangan
dan energi batuan
kawasan
pertambangan
batubara
kawasan
pertambangan
minyak dan gas
bumi
kawasan panas bumi
kawasan pembangkit
tenaga listrik
99
Kawasan Orde I Orde II Orde III Orde IV
permukiman kawasan
perdagangan dan
jasa
kawasan
perkantoran
kawasan peribadatan
kawasan perndidikan
kawasan kesehatan
kawasan olahraga
kawasan transportasi
kawasan sumber
daya air
kawasan ruang
terbuka non hijau
tempat evakuasi
bencana
kawasan sektor
informal
kawasan hutan
rakyat
kawasan
pertahanan dan
keamanan
Namun jika memang memerlukan tambahan zonasi yang tidak ada dalam
daftar tersebut, bisa dilakukan namun dengan alasan yang tepat, dan perlu
dikonsultasikan kepada Kementerian terkait.
2) Nomenklatur Klasifikasi
Disarankan untuk mengikuti nomenklatur yang ada dalam pedoman. Jika
didapati terdapat nama klasifikasi lain, namun klasifikasi tersebut
sebenarnya sudah dapat terakomodir dalam daftar yang ada, sebaiknya
dimasukkan / dipindah ke dalam klasifikasi yang ada dalam pedoman.
Namun jika memang didapati keinginan untuk membuat nomenklatur
sendiri yang berbeda, dapat dilakukan namun dengan alasan yang tepat,
dan perlu dikonsultasikan kepada Kementerian terkait.
100
E. Konfirmasi Kepentingan Stakeholder
1) Melakukan pengecekan terhadap SK Kehutanan
Dilakukan pengecekan terhadap SK Kehutanan yang berlaku terutama pada
kawasan Hutan Lindung, Suaka Alam, Cagar Alam, dan lindung lainnya yang
perlu untuk diperhatikan. Pengecekan dilakukan dengan metode overlay
antara peta SK Kehutanan dengan peta rencana pola ruang. Jika terdapat
permasalahan dituangkan dalam berita acara sebagai perhatian pemerintah
daerah untuk dibenahi.
101
pemerintah daerah, dan akan dituliskan dalam Berita Acara terakhir tentang
klausul berikut:
Telah dilakukan diskusi dan penjelasan mengenai pentingnya mengakomodir
kepentingan berbagai stakeholder, aspek perencanaan, dan perijinan, seperti
(1) aspek kesinambungan dengan RTRW Nasional / Prvinsi, (2) aspek arahan
pembangunan dan investasi baik dari RPJMN dan RPJMD, (3) aspek
ketahanan pangan yang diatur dalam Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B), (4) aspek perijinan eksisting yang sudah dikeluarkan
oleh pemerintah daerah atau pun pusat. Mengenai kepastian dipenuhi atau
tidaknya berbagai aspek tersebut bukan ranah Badan Informasi Geospasial
untuk melakukan verifikasi, dan merupakan tanggung jawab dan hak
pemerintah daerah dalam merencanakan wilayahnya.
F. Pengecekan Topologi
1) Tidak ada tumpang tindih rencana pola ruang
Rencana pola ruang tidak boleh ada yang saling tumpang tindih antar
fungsinya kecuali untuk KRP, KKOP, dan KP2B. Pengecekan topologi ini
secara spesifik dilakukan untuk menghindari kesalahan- kesalahan luasan
yang tidak konsisten, dan munculnya dua atau lebih fungsi zonasi.
dalam satu area, yang tentunya akan menimbulkan ambiguitas dan
ketidakpastian hukum. Aturan topologi yang digunakan adalah “must not
overlap”.
2) Tidak ada area yang kosong
Rencana zonasi tidak ada area yang kosong. Aturan topologi yang digunakan
adalah “must not have gaps”.
103
3) Jalan dan kenampakan fisik masuk dalam poligon rencana
zonasi
Mengenai Sungai, Waduk, Danau, dan Jalan yang berbentuk poligon, perlu
untuk tetap dimasukkan (tetapi tidak menumpuk / overlap) ke dalam area
Rencana Pola Ruang, hal ini termasuk jalan yang diperlebar, sungai yang
ditanggul, pantai yang direklamasi sesuai dengan rencana. Dalam data
atributnya diberikan keterangan Sungai, Danau, atau Jalan.
104
Contoh Tabel Pemeriksaan Kesesuaian Peta Rencana Pola Ruang
dengan Ranperda
KESESUAIAN PETA RENCANA POLA RUANG DENGAN RANPERDA
Hutan produksi
42 1.213,75 PERBAIKAN Ada luasan berbeda
tetap
Kawasan tanaman
43 (2) 821,42 OK Ada dan luasan sama
pangan
Kawasan
43 (3) 787,28 OK Ada dan luasan sama
perkebunan
Kawasan perikanan
44 95,38 PERBAIKAN Tidak ada
budidaya
kawasan
pertambangan 45 124,96 OK Ada dan luasan sama
batuan
Kawasan
permukinan 47 (2) 367,95 OK Ada dan luasan sama
perkotaan
Kawasan
permukinan 47 (3) 472,55 OK Ada dan luasan sama
pedesaan
105
Contoh Tabel Pemeriksaan Peta Rencana Pola Ruang
FORMULIR QC05.2-RPKAB
106
Peruntukan ruang pada pola
ruang harus memperhatikan peta
tematik potensi analisis
kemampuan lahan/kesesuaian
lahan yang disusun.
5 Konfirmasi kepentingan Melakukan konfirmasi dan
stakeholder penjelasan dalam Berita Acara Sudah /
-
tentang akomodasi Belum
kepentingan stakeholder.
6 Kesesuaian dengan Rincian tiap unsur rencana * Terlampir
Rancangan Peraturan pola ruang dalam Ranperda dalam
Daerah telah sinkron dengan peta matriks
rencana pola ruang. keseuaian
Ranperda
dan Peta
Rencana
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
107
RENCANA KAWASAN STRATEGIS
A. Pengecekan Struktur Database
1) Hanya terdapat satu feature class untuk Rencana Kawasan
Strategis
Untuk mempermudah dalam penyimpanan, peta Rencana Kawasan Stretagis
hanya dibuat dalam satu feature class, tidak dipisahkan menjadi beberapa
feature class pada tiap klasifikasinya.
2) Hanya terdapat satu versi Rencana Kawasan Strategis
Tidak terdapat beberapa versi file yang ambigu dalam database yang
diberikan. Peta yang diberikan seharusnya sudah jelas sebelum
dikonsultasikan.
3) Informasi dalam atribut data
Karena Peta Rencana Kawasan Strategis yang terdiri dari beberapa kawasan
dengan tema dan nama yang berbeda-beda dijadikan dalam satu feature
class, maka penyusunan atribut harus lengkap dan jelas serta mudah
diidentifikasi sesuai informasi kawasan trategis yang disebutkan dalam
dokumen Ranperda. Maka atribut data Peta Rencana Kawasan Trategis
minimal meliputi tema atau sudut pendang kawasan strategis dan nama
kawasan strategis. Berikut contoh atribut data Peta Rencana Kawasan
Trategis:
Tema Nama
108
B. Kesesuaian dengan Peta Dasar
F. Pengecekan Topologi
Peta kawasan strategis tidak perlu mengikuti aturan topologi pemetaan,
karena pada prinsipnya penggambaran kawasan strategis hanya delineasi
indikatif tanpa memperhatikan batasan fisik. Meskipun penggambaran
kawasan strategis bisa saling tumpang tindih, harus dipastikan delineasi
antar kawasan strategis digambarkan secara proporsional sehingga tidak
menyulitkan dalam pembacaan peta ketika dicetak.
113
Contoh Tabel Pemeriksaan Peta Rencana Kawasan Strategis
FORMULIR QC05.3-KPKAB
QC
QC05.3- QC KUALITAS PETA RENCANA KAWASAN STRATEGIS
RTRW KABUPATEN
Ke - .....
KPKAB Nama Rencana Tata Ruang :
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan : Tanggal: Nama Petugas QC:
Tanggal Akhir QC :
Petugas QC :
Koordinator QC :
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
114
BAB VI
6.1 ACUAN
Acuan yang dipakai saat ini dalam pemeriksaan struktur basis data dan
atribut untuk Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah Rancangan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / BPN tentang Standar
Penyusunan Basis Data Peta RTRW, yang pada saat modul pemeriksaan ini
dibuat masih belum ditetapkan. Namun setidaknya dapat memberikan
gambaran standar yang perlu diacu dalam pemeriksaan peta.
Sedangkan untuk pemeriksaan struktur basis data dan atribut Peta Dasar dan
Peta Tematik, yang digunakan adalah standar minimal kesepakatan.
Pentingnya standar struktur basis data dan atribut dalam penyusunan Peta
Rencana Tata Ruang ini mulai dirasa perlu karena beragamnya standar basis
data dan atribut yang dibuat oleh tim GIS penyusun Peta Rencana Tata
Ruang, yang menyebabkan ketidakseragaman kualitas dan menyebabkan
ambiguitas integritas data. Dengan seragamnya basis data ini diharapkan
proses integrasi dan sinkronisasi peta RTRW dalam penyelenggaraan
Kebijakan Satu Peta dapat berjalan dengan lebih mudah.
• Format file
115
6.3.1 Format File
Sistem koordinat yang digunakan dalam penyusunan basis data peta RTRW
Provinsi, Kabupaten, dan Kota adalah sistem koordinat geografis, dengan
datum World Geodetic System 1984 (WGS-84).
Sistem koordinat ini dipilih karena cakupan RTRW dapat membentang jauh
dan dapat meliputi dua zona UTM.
Terkait kekhawatiran tidak dapat melakukan perhitungan luasan, hal ini tetap
bisa dilakukan dengan mengganti sistem koordinat pada Data Frame
menjadi projected tipe UTM, atau jika berada di antara dua zona UTM, yang
disarankan perhitungannya adalah menggunakan Cylindricall Equal Area.
Untuk basis data tetap dipilih Geographic Coordinate System dengan datum
WGS-84.
1) Sumber Data
a) RBI
b) Citra Raw
c) Citra Terkoreksi
116
2) Peta Dasar
a) Batas Administrasi
b) Perairan
c) Transportasi
e) Tutupan Lahan
f) Kontur
g) Toponim
3) Peta Tematik
▪ peta geomorfologi
▪ peta topografi
▪ peta geologi
117
b) Data Status
4) Peta Rencana
5) Album Peta
a) Peta orientasi
▪ Peta rencana pola ruang per NLP (per lembaran sesuai skala
perencanaan)
1) Peta Dasar
• BATASADMINITRASI_LN
• BATASADMINITRASI_AR
• PERAIRAN_LN
• PERAIRAN_AR
• PERAIRANLAINNYA_AR
• TRANSPORTASI_LN
• TRANSPORTASI_AR
• GARISPANTAI_LN
• PENUTUPLAHAN_AR
• KONTUR_LN
• TOPONIM_PT
2) Peta Tematik
• JARINGAN_TRANSPORTASI_PT
• JARINGAN_TRANSPORTASI_LN
• JARINGAN_ENERGI_PT
• JARINGAN_ENERGI_LN
• JARINGAN_TELEKOMUNIKASI_PT
• JARINGAN_TELEKOMUNIKASI_LN
• JARINGAN_SUMBERDAYAAIR_PT
• JARINGAN_SUMBERDAYAAIR_LN
119
• JARINGAN_LAINNYA_PT
• JARINGAN_LAINNYA_LN
• TEMATIK_PT *
• TEMATIK_LN *
• TEMATIK_AR *
* TEMATIK = menyesuaikan nama peta tematik
3) Peta Rencana
• Struktur Ruang
_[KODE WILAYAH] _ [SKALA PETA] _ [BENTUK GEOMETRI] _ [JENIS
RENCANA] _ [NAMAUNSUR] _ [NAMADAERAH] _ [TAHUN]
• Pola Ruang
_[KODE WILAYAH] _ [SKALA PETA] _ [BENTUK GEOMETRI] _ [JENIS
RENCANA] _ [NAMADAERAH] _ [TAHUN]
• Kawasan Strategis
_[KODE WILAYAH] _ [SKALA PETA] _ [BENTUK GEOMETRI] _ [JENIS
RENCANA] _ [NAMADAERAH] _ [TAHUN]
Keterangan:
121
6.3.5 Field Attribute / Kolom dan Isian Kolom
1) Peta Dasar
• BATASADMINITRASI_LN
o JENIS
o STATUS
o SUMBER
• BATASADMINITRASI_AR
o KABUPATEN
o KECAMATAN
o DESA
o SUMBER
• PERAIRAN_LN
o JENIS
o NAMA
o SUMBER
• PERAIRAN_AR
o JENIS
o SUMBER
• PERAIRANLAINNYA_AR
o JENIS
o SUMBER
• TRANSPORTASI_LN
o FUNGSI
o NAMA
o SUMBER
• TRANSPORTASI_AR
o SUMBER
• GARISPANTAI_LN
o JENIS
o SUMBER
• PENUTUPLAHAN_AR
o TUTUPAN
122
o SUMBER
• KONTUR_LN
o INTERVAL
o SUMBER
• TOPONIM_PT
o JENIS
o KEGIATAN
o NAMA
o SUMBER
Keterangan “jenis” terdapat pada Bab pembahasan pemeriksaan peta dasar.
2) Peta Tematik
• Tematik Lainnya
o INFORMASI TEMATIK *
o SUMBER
* Tiap peta tematik memiliki informasi tematik tersendiri, nama dan
jumlah kolom informasinya dapat beragam.
• Tiap Unsur Tematik Jaringan (EKSISTING)
o NAMOBJ
o ORDE1
o ORDE2
o ORDE3
o ORDE4
o SUMBER
Keterangan:
ORDE: walau pun ini adalah peta tematik eksisting, diharapkan ikut
mengikuti hierarki klasifikasi pada Lampiran III (Klasifikasi Turunan
Unsur pada RTRW) Rancangan Permen ATR/BPN terkait Standar
Penyusunan Basisdata RTRW.
123
SUMBER: Informasi sumber data tematik eksisting yang dipetakan
beserta tahunnya.
3) Peta Rencana
• Struktur Ruang
o NAMOBJ
o ORDE1
o ORDE2
o ORDE3
o ORDE4
o JNSSSR
o JSJSSR
o STSJRN
o SUMBER_DATA
• Pola Ruang
o NAMOBJ
o ORDE1
o ORDE2
o ORDE3
o ORDE4
o JNSSPR
o WADMPR
o WADMKK
o WADMKC
o KKOP
o KRB
o KP2B
o LUAS_HA
• Kawasan Strategis
o NAMOBJ
o SUDUT KEPENTINGAN
o SUMBER_DATA
124
Keterangan:
125
6.4 MEKANISME PEMERIKSAAN
• Format file
• Sistem koordinat dan datum
• Struktur feature dataset (GDB) / folderisasi (SHP)
• Penamaan feature class (GDB) / nama file SHP
• Field attribute / kolom
dilakukan dengan menggunakan formulir Quality Control (QC) dengan
menuliskan sesuai atau tidak sesuai, dan jika tidak sesuai, pendetailan
kesalahannya ditambahkan dalam catatan keterangan.
126
6.5 Contoh Form QC Basis Data dan Atribut
2 Sistem Koordinat dan Datum Sistem koordinat Geografis dengan datum WGS-84
Sumber Data
Peta Dasar
Peta Tematik -
Peta Rencana -
3 Struktur / Folderisasi
Rencana Pola Ruang
Kawasan Strategis
Album Peta -
Lainnya
Peta Dasar
Peta Rencana
Peta Dasar
Peta Tematik
Kawasan Strategis
Tanggal Akhir QC
Petugas QC
Koordinator QC :
Keterangan:
*) Pilih Salah satu yang sesuai
127
Formulir QC06- SDB RTRW
QC06- QC ke- 1
Nama Rencana Tata Ruang Wilayah : Revisi RTRW Kabupaten Abc
SDB
RTRW
Nama Penyedia Jasa / Pelaksana Pekerjaan: Tanggal: Nama Petugas QC: Marhensa
PT. Geospasial XYZ 18-Apr-19
1 Format File Format data geospasial dalam bentuk data GIS SESUAI
2 Sistem Koordinat dan Datum Sistem koordinat Geografis dengan datum WGS-84 TIDAK Sistem koordinat yang dipakai UTM
Tematik Jaringan Prasarana Eksisting TIDAK Belum dikelompokkan dalam tema-tema ini
Peta Rencana -
3 Struktur / Folderisasi
Rencana Pola Ruang SESUAI
Album Peta -
Pola Ruang Per NLP TIDAK Pola ruang per NLP belum ditunjukkan
Lainnya SESUAI
Belum mengikuti standar yang disepakati, sudah
Peta Dasar TIDAK
diberikan standarnya pada pertemuan ini
Belum mengikuti standar yang disepakati, sudah
4 Penamaan Peta Tematik TIDAK
diberikan standarnya pada pertemuan ini
Sebaiknya mengikuti ketentuan Rancangan Permen ATR
Peta Rencana TIDAK
terkait Standar Basis Data dalam Penyusunan Peta
Peta Dasar SESUAI
128
BAB VII
Informasi tepi tersebut dapat diletakkan sesuai dengan ruang yang tersedia
pada lembar peta, tanpa menghilangkan keseimbangan dan keserasian peta.
Judul pada peta tematik, harus jelas dan singkat, dan memuat 3 W, yaitu
What, When, Where atau Judul peta harus memberi informasi tentang: Apa,
Kapan, dan Dimana. Untuk penulisan skala, harus dituliskan secara lengkap,
yaitu Skala Numerik dan Skala Grafis.
130
7.2 PENYAJIAN PETA RTRW
131
lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti indeks peta
dasar skala 1 : 250.000.
b. Grid Peta
Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick pada tepi peta tiap
10.000 m, diberi warna hitam, dan diberi angka tiap 50.000 m.
c. Gratikul
Gratikul digambarkan dengan garis penuh berwarna biru tiap 10’
(menit).
132
penempatannya dapat digeser dengan tetap mempertahankan
bentuknya. Jika unsur garis yang teratur dan tidak teratur
berdekatan, yang digeser adalah unsur yang tidak teratur. Jika
terdapat unsur yang tingkatannya lebih rendah daripada unsur
utama, misalnya, pagar dan sungai, yang digeser adalah unsur
yang tingkatannya lebih rendah (pagar).
− Jika dua batas wilayah administratif berimpitan, maka batas
wilayah administraif yang lebih rendah tingkatannya ditiadakan
atau tidak digambar.
b. Grid Peta
Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick pada tepi peta tiap
1.000 m, diberi warna hitam, dan diberi angka tiap 5.000 m.
c. Gratikul
Gratikul digambarkan dengan garis penuh berwarna biru tiap 1’
(menit).
134
− Semua unsur dalam satu kelompok disajikan dengan mengingat
prinsip generalisasi, dan dengan pergeseran (displacement) paling
kecil.
− Semua simbol seperti jalan, jalur kereta api, dan sungai yang
sejajar satu dengan lainnya, yang karena keterbatasan skala,
penempatannya dapat digeser dengan tetap mempertahankan
bentuknya. Jika unsur garis yang teratur dan tidak teratur
berdekatan, yang digeser adalah unsur yang tidak teratur. Jika
terdapat unsur yang tingkatannya lebih rendah daripada unsur
utama, misalnya, pagar dan sungai, yang digeser adalah unsur
yang tingkatannya lebih rendah (pagar).
− Jika dua batas wilayah administratif berimpitan, maka batas
wilayah administraif yang lebih rendah tingkatannya ditiadakan
atau tidak digambar.
f. Informasi Peta (Tata Letak Peta)
Informasi peta berisi antara lain judul peta, instansi pembuat,
keterangan riwayat, sumber peta, dan tahun pembuatan.
135
beberapa lembar Peta yang tersusun secara sistematis mengikuti
indeks peta dasar skala 1 : 25.000.
b. Grid Peta
Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick pada tepi peta tiap
500 m, diberi warna hitam, dan diberi angka tiap 2.500 m.
c. Gratikul
Gratikul digambarkan dengan garis penuh berwarna biru tiap 30".
136
− Jika tidak ada pengecualian, titik tengah simbol di peta
mempunyai korelasi dengan titik tengah unsur. Dengan demikian,
arah penempatan nama harus sesuai dengan arah atau bentuk
unsur.
− Semua unsur dalam satu kelompok disajikan dengan mengingat
prinsip generalisasi, dan dengan pergeseran (displacement) paling
kecil.
− Semua simbol seperti jalan, jalur kereta api, dan sungai yang
sejajar satu dengan lainnya, yang karena keterbatasan skala,
penempatannya dapat digeser dengan tetap mempertahankan
bentuknya. Jika unsur garis yang teratur dan tidak teratur
berdekatan, yang digeser adalah unsur yang tidak teratur. Jika
terdapat unsur yang tingkatannya lebih rendah daripada unsur
utama, misalnya, pagar dan sungai, yang digeser adalah unsur
yang tingkatannya lebih rendah (pagar).
− Jika dua batas wilayah administratif berimpitan, maka batas
wilayah administraif yang lebih rendah tingkatannya ditiadakan
atau tidak digambar.
f. Informasi Peta (Tata Letak Peta)
Informasi peta berisi antara lain judul peta, instansi pembuat,
keterangan riwayat, sumber peta, dan tahun pembuatan.
137
7.3 PENYUSUNAN ALBUM PETA RTRW
− Informasi Tepi, dimana dalam bagian ini diperlihatkan simbol, warna dan
artinya dan riwayat peta kapan, dimana dan bagaimana peta tersebut
dibuat.
a. RTRW Provinsi
Nomor lembar peta rencana tata ruang wilayah adalah empat digit
nomor indeks peta RBI Badan Informasi Geospasial skala 1 : 250.000
yang diletakkan pada bagian atas dari kotak legenda yang
menampilkan judul /tema peta rencana tata ruang.
b. RTRW Kabupaten
Nomor lembar peta rencana tata ruang wilayah adalah empat digit
nomor indeks peta RBI Badan Informasi Geospasial diikuti tanda
sambung (“-“) dan dua digit setelahnya sesuai penomoran lembar
peta RBI Badan Informasi Geospasial skala 1 : 50.000 yang telah diatur
138
sebelumnya, yang diletakkan pada bagian atas dari kotak legenda
yang menampilkan judul /tema peta rencana tata ruang.
c. RTRW Kota
Nomor lembar peta rencana tata ruang wilayah adalah empat digit
nomor indeks peta RBI Badan Informasi Geospasial diikuti tanda
sambung (“-“) dan tiga digit setelahnya sesuai penomoran lembar
peta RBI Badan Informasi Geospasial skala 1 : 25.000 yang telah diatur
sebelumnya, yang diletakkan pada bagian atas dari kotak legenda
yang menampilkan judul /tema peta rencana tata ruang.
139
b. Informasi Tepi
- Pemerintah Daerah yang Bertanggung jawab
Berisi tentang keterangan nama pemerintah daerah yang
bertanggungjawab dalam penyusunan peta RTRW yang dibuat.
- Judul Peta
Judul peta mengikuti peta yang dibuat.
- Keterangan Proyeksi
Berisi tentang keterangan sistem proyeksi, sistem grid dan datum
horizontal.
- Diagram Lokasi
140
Berisi tentang informasi orientasi peta yang dibuat terhadap
wilayah administrasi di sekitarnya. Diagram Lokasi ini dilengkapi
dengan koordinat geografis dalam bahasa Indonesia.
- Legenda
Legenda berisi tentang keterangan mengenai simbol-simbol yang
terdapat dalam muka peta. Keterangan simbol ini harus sesuai
dengan semua simbol yang terdapat dalam peta.
141
- Sumber Peta
Sumber data berisi informasi tentang informasi data apa saja yang
digunakan dalam pembuatan peta yang dibuat. Informasi tersebut
disebutkan secara lengkap dengan skala dan tahun pembuatan
data.
142
c. Tata Letak Layout Peta
Tata letak penyajian layout Peta RTRW, diantaranya:
- Landscape Normal
- Landscape Memanjang
143
- Portrait
144
- Penyajian berdasarkan indeks
d. Ketentuan Lain
- Garis Batas Wilayah Administratif
Semua garis batas wilayah administratif (garis batas provinsi,
kabupaten atau kota, kecamatan, dan desa atau kelurahan) dan
garis batas negara (garis batas zona ekonomi eksklusif, garis batas
zona tambahan, dan garis batas laut teritorial) yang tercantum
dalam peta RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota merupakan batas
indikatif, kecuali jika masing – masing daerah yang menyusun
RTRW sudah melakukan penegasan batas wilayah yang disahkan
dalam bentuk Permendagri.
145