Anda di halaman 1dari 21

C.

Etiologi dan Faktor resiko


1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan
dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan
hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor
dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan
terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum
merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.

2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas
maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat –zat yang berpengaruh adalah:
 Asam folat
 Vitamin C
 Zn
3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat
berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang
organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga
berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.
4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
- Jamu.
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama
terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan
kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
- Kontrasepsi hormonal.
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk
hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga
berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
- Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio
palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :
~ Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
~ Aspirin (Obat – obat analgetika)
~ Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream
pemutih)
- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio
palatoschizis, yaitu:
~ Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi
rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat
toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu
pertumbuhan organ selama masa embrional.
~ Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit
diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah
yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa
embrional.h
~ Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak
dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut
dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa
embrional.
- Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya
kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

A. Manifestasi Klinis
Pada LabioSkisis :

 Distorsi pada hidung


 Tampak sebagian atau keduanya
 Adanya celah pada bibir
Pada PalatoSkisis :
 Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau foramen
incisive
 Adanya rongga pada hidung
 Distorsi hidung
 Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
 Kesulitan dalam menghisap atau makan
 Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
 Gangguan komunikasi verbal

Celah bibir dan kebanyakan keadaan celah palatum tampak pada saat lahir
dan penampilan kosmetik merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orang
tua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau botol pada bayi dengan bibir sumbing
yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang luas, dan terutama bila
disertai celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif dan
saliva serta susu dapat bocor ke dalam ronggga hidung, dan mengakibatkan refleks
gag atau tersedak ketika bayi bernapas.

Bicara dapat terhambat dan bila berkembang, dapat ada hipernasalitas dan
artikulasi yang jelek. Sebagai akibat defisiensi pada fungsi otot palatum mole, fungsi
tuba eustachii dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah memalui otitis akut
berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.

Anak yang mengalami celah palatum sering berkembang infeksi sinus masalis
dan hipertrofi tonsil dan adenoid. Infeksi ini lazim terdapat bahkan sesudah
perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya telinga
tengah.

Gabungan penampilan kosmetik dan gangguan bicara sering menciptakan


kesukaran psikologis yang serius pada anak yang lebih tua.

B. Klasifikasi
 Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum
dibelahan foramen incivisium.
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap
foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadang – kadang terlihat suatu  belahan submukosa, dalam kasus ini
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
 Klasifikasi menurut organ yang terlibat :
1. Celah bibir (labioskizis)
2. Celah di gusi (gnatoskizis)
3. Celah dilangit (Palatoskizis)
4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit –
langit (labiopalatoskizis).
 Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan
tidak memanjang ke hidung
2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung
3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral
dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC
Medical genetics. 2004, 154.)

C. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:
 Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya
celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang
keluar menjadi sengau.
 Maloklusi( – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol,
alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah
sering terjadi erupsi.
 Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah
pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi
otitis media rekurens sekunder.
 Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap
dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
 Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara
dini, akan mengakibatkan distress pernafasan
 Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat
mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga
kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
 Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan
palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu.
Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan
dan perkembangan bayi.
 Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan
kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris
wajah.
 Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang
tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek
distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri
odontal.
 Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan
lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan
terjadinya crosbite.
 Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen
- Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak
terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa prenatal untuk celah
bibir baik unilateral maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia
janin 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada
pemeriksaan USG prenatal. KEtika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada
ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha mencegah.
- Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan perawatan terbaik
untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi
genetik. Pemeriksaan genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang
resiko mereka untuk mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum.

b. Radiologi
- Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen pada
tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus maxilla dan
processus nasalis media.
E. Patofisiologi
(terlampir)
F. Penatalaksanaan
Tujuan dan intervensi bedah dan pembedahan adalah memulihkan struktur anatomi,
mengoreksi cacat dan memungkinkan anak mempunyai fungsi yang normal dalam menelan,
bernapas dan berbicara. Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur ± 3 bulan, tetapi
pada beberapa rumah sakit dilakukan segera setelah lahir.

a. Manajemen perawatan celah bibir


Perawatan pra bedah
1) Pemberian makan
Pemberian makan pertama kali sukar, tetapi tergantung pada derajat deformitas yang
dialami pada kasus ringan, ada kemungkinan memberi ASI langsung kepada bayi.
Jika tidak, pemberian susu botol mudah dilakukan. Akan tetapi, bila menghisap susu
dari botol sulit dilakukan bayi, makanan dapat diberikan menggunakan sendok atau
biarkan bayi menghisap dari sendok.
- Bila celah bibir tidak disertai celah palatum, bayi hanya mengalami sedikit
kesukaran dalam makan atau sama sekali tidak kesukaran.
- Jika celah bibir disertai celah palatum, bayi mengalami masalah bukan saja
dalam menelan tetapi juga dalam menghisap karena palatum yang lengkap dan
utuh diperlukan untuk memanifulasi puting dan menghisap ASI. Regurgitasi ASI
melalui hidung menimbulkan masalah lain yang membahayakan. Inhalasi ASI
harus dicegah dengan mempersiapkan penyedot setiap saat. Pemenuhan
kebutuhan nutrisi adekuat penting agar menjamin bahwa bayi dalam keadaan
fisik yang baik, mengalami kenaikan BB dan tidak mengalami anemia. Bila
dijumpai adanya anemia, harus ditangani kapan saja terjadi.
-
2) Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis bertujuan menjamin bahwa pada masa
pascabedah, anak tidak mengalami bahaya yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang telah ada ataupun yang masuk selama masa bedah dan pascabedah .
3) Persiapan Prabedah
Prinsip manajemen prabedah bertujuan mencapai atau mempertahankan status
fisik yang menjamin bahwa anak mampu mengatasi trauma akibat intervensi bedah.
Tujuan selanjutnya adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya komplikasi
selama atau setelah pembedahan melalui antisipasi yang saksama dan pengobatan
yang tepat.
4) Perawatan pascabedah
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai
mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi :
a. Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk mencegah bayi
menyentuh garis jahitan
b. Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada garis jahitan.
Pemberian sedasi sering kali dianjurkan untuk mengurangi tegangan, walaupun
tegangan sudah dikurangi dengan mengenakan peralatan seperti busur logam
c. Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari ke-5 dan ke-8.
Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan kebersihan dipertahankan
dengan mengelap area tersebut dengan air steril atau salin normal setelah selesai
makan.
d. Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan
positif.
b. Manajemen perawatan celah palatum
Saat optimum untuk operasi perbaikan celah palatum tetap merupakan masalah
konvensional. Tindakan pembedahan umumnya dilakukan sebelum anak mulai
berbicara. Sebagian besar ahli bedah plastik melakukan pembedahan diantara usia 15
dan 18 bulan tetapi beberapa berpendapat bahwa operasi harus ditunda sampai usia 7
tahun untuk memungkinkan perkembangan tulang wajah secara lengkap. Operasi lebih
baik dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman khusus dalam pekerjaan ini. Infeksi
luka harus dicegah dengan antibiotik yang sesuai.
Pemberian makan dapat merupakan masalah yang sulit pada anak tersebut,
karena adanya lubang antara rongga mulut dan hidung. Namun, pemberian ASI dapat
dilakukan pada sebagian besar kasus. Bila pemberian ASI tidak dapat dilakukan secara
langsung, sebaiknya digunakan puting karet besar yang menutup sebagian lubang
palatum. Pembesaran lubang puting karet dapat menolong banyak anak penderita celah
palatum. Banyak percobaan yang mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan
makan yang benar. Terkadang, penggunaan pipet mengatasi masalah pemberian makan.
Pemberian makan melalui sonde harus dihindari karena akan menghalangi penggunaan
otot orofaring
Diet pascabedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti minuman
glukosa. Sekali diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul dengan
air steril. Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu setelah
pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah sedasi
diantara hari ke-8 atau ke-10
Bila kemampuan bicara anak tidak berkembang secara memuaskan, berikan
terapi wicara. Ahli terapi wicara harus dijadikan sumber konsultasi pada semua kasus
dan rencana disusun untuk memastikan perkembangan bicara yang adekuat. Kuantitas
pengobatan atau latihan yang akan diberikan oleh seorang ahli terapi wicara terbatas,
sehingga beban utama ditanggung oleh ibu. Oleh sebab itu, baik ibu maupun anak harus
ambil bagian dalam pelajaran ini dengan ahli terapi wicara sehingga ibu dapat
melanjutkan terapi dirumah. Melalui latihan yang cermat, ada kemungkinan bagi anak
untuk mencapai tingkat bercakap yang memungkinkan anak untuk berkomunikasi bebas
dengan orang lain pasa saat mulai sekolah. Orang tua memerlukan dukungan dan banyak
dari unit celah palatum menyimpan album foto gambaran sebelum dan sesudah dari
kasus yang berhasil untuk memperlihatkan kepada orang tua dan menenteramkannya
bahwa bayinya akan terlihat baik setelah operasi.

c. Pemberian makan dan minum


Pemberian makan dan minum pada pasien dengan labioschisis dan palatoschisis
bertujuan untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
sesuai program pengobatan.
G. Pencegahan
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik
yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan
tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko
terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan
perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari
celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga
perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan
publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau.
(Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat
prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat
secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada
tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan
mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari
total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002).
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki
hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal
(fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika
Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa
interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang
terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol
diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar
disebabkan murni karena alkohol.25,30
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal
dari fetus.
a. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk
ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan
memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil
dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin
memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan
bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.
Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan
sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka
panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah
disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam
mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit
sumbing.
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah
orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian
juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau
antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi
vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut
sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya
celah.

c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti
pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan
defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian
klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi
vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada
penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat,
kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang
mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan,
industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan
tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani
mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa
penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti
pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui
meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk
mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan
sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada
percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat
namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang
dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin
dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim
bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut
memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu
tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah
mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.

H. Prognosis
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi
saat usia masih dini dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan.
Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis
yang telah diatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara
yang berkesinambungan menunjukan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
labioschisis.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas klien
Nama : an. X
Usia : 2 jam
Jenis kelamin : laki-laki
Agama: -
Diagnosa medis : labiopalatoschizis

2. Anamnesa
a. Keluhan utama
Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak sulit
menyusui.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
P : perlu dilakukan pengkajian ulang
Q : perlu dilakukan pengkajian ulang
R : celah di bibir dan langit-langit mulut
S : perlu dilakukan pengkajian ulang
T : sejak lahir selama 2 jam
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : -
d. Riwayat Kesehatan keluarga : -
e. Riwayat Pekerjaan : -
f. Peran sosial : -
g. Pola aktivitas : -

3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : sadar penuh
b. Antropometri
Lingkar perut : 45 cm
BBL : 2500 gram
c. TTV
RR : 46x/menit
HR : 120x/menit
TD : -
Suhu : 37,80C
d. Inspeksi : terdapat celah pada bagian bibir dan langit-langit mulut
e. Palpasi: -
f. Perkusi : -
g. Auskultasi : -

4. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan Hasil Normal


leukosit 11.000 mg/dl 9000 – 12000/ mm3
eritrosit 3500 mg/dl 4,7-6,1 juta
trombosit 270.000 mg/dl 200.000 -400.000 mg/dl
Hb 16 gr/dl 12-24 gr/dl
Ht 30 33-38
Kalium 4,8 mEq 3,6-5,8 mEq
Natrium 138 mEq 134-150 mEq

5. Analisis Data
Data Yang Menyimpang Etiologi Masalah Keperawatan
DO: Labiopalatoschizis
Terdapat celah pada bibir
dan langit – langit mulut, Sususnan mulut berbeda
Tampak sulit menyusu
DS: - Fungsi mulut terganggu

Nutrisi Kurang Dari


Kesulitan melakukan gerakan
Kebutuhan atau tidak
menghisap
efektif dalam meneteki
ASI
Sulit menete

Intake nutrisi (ASI) kurang

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau


tidak efektif dalam meneteki ASI
DO: Labiopalatoschizis
Ibu tampak sedih melihat
kondisi anaknya, Ibu Sususan mulut berbeda
berusaha menutup –
nutupi wajah anaknya dari Wajah anak ditutup dari orang lain Harga Diri Rendah
orang lain.
DS: Ibu merasa malu dan sedih

Ibu berkata malu akan


Harga Diri Rendah
kondisi anaknya
DO: Labiopalatoschizis Kurang Pengetahuan
Anak terlahir dengan
kondisi terdapat celah Sususnan mulut berbeda
pada bibir dan langit –
langit mulut dan tampak Fungsi mulut terganggu

sulit menyusu
Kesulitan melakukan gerakan
DS: menghisap
Ibu bingung bagaimana
cara menyusui anaknya Sulit menete
dan berkata tidak tahu apa
yang harus dilakukan Ibu bingung cara menyusui anak

setelah anak dibawa


pulang ke rumah. Kurang Pengetahuan

DO: Labiopalatoschizis
Terdapat celah pada bibir
dan langit – langit mulut Sususnan mulut berbeda
DS: Resiko Tinggi terjadi
Tidak ada pemisah antara mulut dan Aspirasi
hidung

Resti Aspirasi
DO: Labiopalatoschizis
Luka bekas operasi
DS: Perlunya tindakan bedah korektif
Resiko Infeksi
Post operasi

Resiko Infeksi

6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pra Operasi:
1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/
kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan pembedahan.
2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan
perawatan di rumah.
4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi sekunder dari Palatoskisis.
Diagnosa Pasca Operasi:
1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi
yang di tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.
2. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

7. Intervensi dan Rasional


Diagnosa Keperawatan Pra Operasi:

1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau tidak efektif dalam meneteki ASI berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan/ kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan
pembedahan.
Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi dapat
teratasi
Kriteria Hasil:
 tidak pucat
 turgor kulit membaik
 kulit lembab, perut tidak kembung
 bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat.
Intervensi Rasional
1. Bantu ibu dalam menyusui, bila ini adalah 1. Membantu ibu dalam memberikan Asi
keinginan ibu. Posisikan dan stabilkan dan posisi puting yang stabil membentuk
puting susu dengan baik di dalam rongga kerja lidah dalam pemerasan susu.
mulut. 2. Karena pengisapan di perlukan untuk
2. Bantu menstimulasi refleks ejeksi Asi menstimulasi susu yang pada awalnya
secara manual / dengan pompa payudara mungkin tidak ada
sebelum menyusui 3. Membantu kesulitan makan bayi,
3. Gunakan alat makan khusus, bila mempermudah menelan da mencegah
menggunakan alat tanpa puting. (dot, spuit aspirasi
asepto) letakan formula di belakang lidah 4. Mempermudah dalam pemberian Asi
4. Melatih ibu untuk memberikan Asi yang 5. Untuk mencegah terjadinya
baik bagi bayinya mikroorganisme yang masuk
5. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga 6. mendapatkan nutrisi yang seimbang
kebersihan, apabila di pulangkan
6. kolborasi dengan ahli gizi.

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.


Tujuan: Stelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua tidak malu lagi.
Kriteria Hasil:
 Rasa malu hilang
 Lebih menyayangi anaknya
 Menjaga kesehatan anaknya

Intervensi Rasional
1. Berikan kesempatan untuk 1. Mendorong koping keluarga
mengekspresikan perasaan 2. Meredam sikap sensitif orangtua terhadap
2. tunjukan sikap penerimaan terhadap bayi sikap sensitif orang lain
dan keluarga 3. Mendorong penerimaan terhadap bayi
3. tunjukan dengan perilaku bahwa anak 4. Untuk mendorong adanya pengharapan
adalah manusia yang berharga 5. Membantu orangtua mendiskusikan
4. gambarkan hasil perbaikan bedah terhadap kekhawatirannya, berbagi pengalaman
defek,gunakan foto hasil yang memuaskan swehingga timbulnya sifat menerima
5. anjurkan pertemuan dengan orang tua lain terhadap bayi
yang mempunyai pengalaman serupa dan 6. Untuk mencegah terjadinya defek pada
dapat menghadapinya dengan baik. bayi
6. menganjurkan orangtua untuk selalu
menjaga kesehatan bayinya
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan perawatan di
rumah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan orang tua
bertambah.
Kriteria Hasil:
Orang tua mengetahui tentang penyakit yang diderita anak
Orang tua mengetahui bagaimana cara perawatan anak mulai dari cara pemberian
makan, cara pembersihan mulut setelah makan.

Intervensi Rasional
1. Jelaskan prosedur operasi sebelum dan 1. Agar orang tua mengetahui prosedur
sesudah operasi operasi dan menyetujui operasi yang
2. Jelaskan dan demonstrasikan kepada dilakukan pada anaknya.
keluarga cara perawatan, pemberian 2. Agar pengetahuan ibu bertambah tentang
makanan dengan alat, cara mencegah cara perawatan anak pada bibir sumbing.
infeksi, cara mencegah aspirasi, cara
pengaturan posisi, dan cara membersihkan
mulut setelah makan.

4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi


sekunder dari Palatoskisis.
Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan di harapkan tidak terjadi aspirasi
Kriteria Hasil:
 Kepatenan jalan nafas
 Kepatenan saluran cerna

Intervensi Rasional
1. Atur posisi kepala dengan mengangkat a. Agar minuman atau makanan yang masuk
kepala waktu minum atau makan dan tidak masuk ke saluran hidungdan anak
gunakan dot yang panjang. tidak tersedak.
2. Gunakan palatum buatan (bila perlu) b. Agar memudahkan anak untuk menete
3. Lakukan penepukan punggung setelah ASI.
pemberian makanan c. Agar anak tidak tersedak.
4. Monitor status pernafasan selama d. Memantau status pernapasan selama
pemberian makan seperti prequensi nafas, makan agar terlihat kemampuan makan
irama, serta tanda-tanda adanya aspirasi. bayi.

Diagnosa Pasca Operasi:

1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi yang di
tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.
Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
 Luka terjaga kesterilan.
 Tidak ada luka tambahan

Intervensi Rasional
1. Atur posisi miring ke kanan serta kepala 1. Agar memudahkan masuknya makanan
agak ditinggikan pada saat makan atau minuman.
2. Lakukan monitor tanda adanya infeksi 2. Agar cepat terdeteksi apabila ada infeksi
seperti bau, keadaan luka, keutuhan jahitan, dengan mengenali tanda-tanda infeksi.
3. Lakukan monitor adanya pendarahan dan 3. Agar memantau adanya komplikasi atau
edema tidak.
4. Lakukan perawatan luka pascaoperasi 4. Agar luka tetap terjaga kebersihannya
dengan aseptic dan terhindar dari infeksi.
5. Hindari gosok gigi kurang lebih 1-2 5. Agar tidak terjadi pendarahan atau jaitan
minggu lukanya bisa putus.

DAFTAR PUSTAKA

Rudolf.2007.Buku AjarPediatri Rudolf Volume 2.Jakarta.EGC


Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37882/4/Chapter%20II.pdf

Suriadi &Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : PT. FAJAR
INTERPRATAMA

Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

MARTA PAULIN MUDAJ : DEPARTEMEN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN


DEPKES KUPANG

Adam, George L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: Jakarta: EGC.

Artono dan Prihartiningsih. 2008. Labioplasti Metode Barsky Dengan Pemotongan Tulang
Vomer Pada Penderita Bibir Sumbing Dua Sisi Komplit Di Bawah Anestesi Umum.
Maj Ked Gi : 15(2) : 149-152.
Cleft Lip and Palate Association of Malaysia. 2006. Sumbing Bibir Dan Sumbing Lelangit.
http://www.infosihat.gov.my/penyakit/kanak-kanak/sumbing.pdf

Anda mungkin juga menyukai