5.1
1
1
Perencanaan Kekuatan Pelat
Pembebanan Pelat
2
Perencanaan Kekuatan Pelat
Pembebanan Pelat
pelat sayap dari profil, oleh beban Q, menekan tepi atas pelat
badan dengan gaya yang besarnya sama dengan beban Q, dan
dengan demikian mentransfer beban Q ke tepi pelat badan.
5
3
Perencanaan Kekuatan Pelat
Pembebanan Pelat
4
Perencanaan Kekuatan Pelat
Pembebanan Pelat
5
Perencanaan Kekuatan Pelat
Pembebanan Pelat
11
12
6
Perencanaan Kekuatan Pelat
Tipe-Tipe Pembebanan Plat
13
7
Perencanaan Kekuatan Pelat
Tipe-Tipe Pembebanan Plat
Pelat yang dapat dibebani tegangan tumpu fc pada tepi tingginya (tepi h), seperti
pada kasus pelat badan dari komponen aksial tekan (kolom) suatu struktur baja.16
8
Desain Kekuatan Pelat
Kuat Geser Nominal Besar tegangan
geser, τ, yang
timbul pada
penampang pelat
adalah:
Vu Q
τ=
It
Akan tetapi karena lebar penampang (t) adalah kecil, maka τ dapat diaproksimasi
dengan kesalahan yang tak-berarti sebagai:
Kuat geser baja dapat diaproksimasi sebagai 60% kuat
Vu Vu
τ= = lelehnya; maka formula ini, dengan demikian, dapat dinyatakan
Aw ht dalam konteks kuat geser nominal penampang (Vn) sebagai:
V V
0.6 f y = n = n yang jika dinyatakan dalam kuat geser nominal
Aw ht penampang adalah: 17
SNI 03 – 1729 – 2002 menyatakan limit state-1 ini dalam bentuk LRFD pada butir
8.8.1 dan 8.8.3, sebagai:
Vu ≤ ønVn
Vu adalah beban geser terfaktor pada pelat badan.
øn adalah faktor resistensi yang disajikan dalam
Tabel 6-4-2, SNI – 03 – 1729 – 2002.
Vn = 0.6 f y Aw [Persamaan 8.8.3.a (SNI 2002)]
f y adalah tegangan leleh penanpang (MPa)
Aw adalah luasan penampang pelat (mm 2)
18
9
Desain Kekuatan Pelat
Kuat Geser Nominal
Perlu diperhatikan bahwa kekuatan nominal penampang yang dinyatakan formula ini
hanya dapat dikerahkan oleh penampang pelat, jika tidak ada kegagalan lain, yang
terjadi mendahuluinya. Kegagalan tekuk pada pelat berkondisi tertentu (yang akan
dijelaskan di bagian berikut) dapat terjadi mendahului pengerahan kekuatan nominal.
Jika kegagalan tekuk terjadi mendahuli maka pengerahan kekuatan nominal
penampang tidak terjadi . Formula limit state-1 ini, dengan demikian, hanya dapat
digunakan jika dapat dipastikan bahwa pelat berkondisi yang sedemikian sehingga
tidak memungkinkan kegagalan tekuk terjadi mendahulu pengerahan kekuatan
nominal.
Dapat disimak dari pembahasan tentak komponen struktur tekan pada kuliah
Struktur Baja-1 yang lalu bahwa keterjadian tekuk pada suatu komponen
bergangantung pada taraf kelangsingan komponen tersebut, yang selanjutnya
bergantung pada dimensi komponen dan kekuatan materialnya.
Untuk suatu pelat badan, selain pada kekuatan materialnya, keterjadian tekuk
padanya bergantung pada:
• Tinggi pelat (h)
• Tebal pelat (tw), dan
• Panjang pelat (a) 19
h k E
≤ 1.10 n [Persamaan 8.8.2.a (SNI 2002)]
tw fy
5
kn = 5 + 2
a
h
Maka formula desain untuk limit state-1 [persamaan 8.8.3.a (SNI 2002)] digunakan
jika kondisi pelat memenuhi persamaan 8.8.2.a di atas.
20
10
Perencanaan Kekuatan Pelat
Kuat Tekuk Geser
11
Perencanaan Kekuatan Pelat
Kuat Tekuk Geser
Pada penampang sepanjang daerah diagonal ini bekerja gaya tekan akibat
kedua resultan tadi, maka disebut MEDAN TEKAN. (Perhatikan bahwa pada
diagonal yang lain adalah medan tarik).
Sekarang jika diperhatikan medan tekan ini secara tersendiri. Maka
dapat difahami bahwa daerah medan tekan pada pelat ini akan
berkelakuan sebagai komponen struktur tekan (kolom). 23
yang karena sangat langsing (t kecil dibanding dengan panjang diagonal), akan
tertekuk oleh aplikasi tegangan-tegangan geser.
24
12
Perencanaan Kekuatan Pelat
Kuat Tekuk Geser
Jika medan tekan diperlakukan sebagai komponen struktur tekan, maka kuat
tekuknya bergantung pada: panjang tekuk medan tekan (Lk-cf), kebebasan
berrotasi ujung-ujung medan tekan (kondisi perletakan), dan dimensi
penampangnya (tw).
Dapat dilihat bahwa Lk-cf bergantung pada a dan h, dan kebebasan berotasi
ujung – ujung bergantung pada taraf penjepitan oleh pelat sayap dan pelat
pengaku. 25
12(1 − µ 2 )
tw
2
h
k = 5.34 + 4.0
tw
PPBBI ’83 menggunakan persamaan di atas untuk menentukan kuat tekuk pelat
badan;.
Akan tetapi, SNI 03 – 1729 – 2002 menggunakan persamaan – persamaan
empiris dari hasil – hasil studi terakhir tentang kuat tekuk pelat badan.
26
13
Perencanaan Kekuatan Pelat
Kuat Tekuk Geser
SNI 03 – 1729 – 2002 tentang kuat tekuk geser nominal (Vn) pelat badan:
kn 1 jika dimensi pelat memenuhi:
Vn = 0.6 f y Aw 1.10
kn E h k E [Pers. 8.8-4,
fy h 1.10 ≤ ≤ 1.37 n
(SNI 2002)]
t fy tw fy
w
dan
27
Maka formula desai kuat pelat terbebani geser, dalam bentuk LRFD, adalah:
Vu ≤ ønVn
Limit-state 1: Kuat Geser Nominal
kn 1 jika
Vn = 0.6 f y Aw 1.10
fy
h
kn E h k E [Pers. 8.8-4,
t
1.10 ≤ ≤ 1.37 n (SNI 2002)]
w fy t
w fy
28
14
Desain Kekuatan Pelat
Kuat Tekuk Geser
Limit-state 2: Kuat Tekuk
atau
0.9 Aw k n E jika [Pers. 8.8-5, (SNI 2002)]
Vn = 2
h
≥ 1.37
kn E
h t fy
w
t
w
29
Jika lentur turut di-sharing-kan dengan pelat badan, maka secara serentak, pelat
badan harus memenuhi:
V ≤øV
u n n
dan seluruh penampang
balok (pelat badan dan M ≤ øM
u n
Kuat Geser pelat sayap) harus Kuat Lentur
memenuhi:
30
15
Desain Kekuatan Pelat
Interaksi Geser Lentur
Kedua formula desain terakhir, masing – masing dapat dinyatakan dalam bentuk
rasio seperti berikut ini:
Mu Vu
≤ 1.0 ≤ 1.0
φM n φVn
Perhatikan bahwa karena beban lentur dan beban geser bekerja serentak pada
penampang yang sama (catatan: Vu pada perencanaan pelat hanya dibebankan
kepada pelat badan) maka jika lebih banyak kekuatan nominal penampang
dikerahkan untuk memikul beban geser, berkuranglah kekuatan nominal penampang
yang dapat dikerahkan untuk memikul beban lentur.
Dan sebaliknya, jika lebih banyak kekuatan penampang dikerahkan untuk memikul
beban lentur, berkuranglah kekuatan nominal penampang yang dapat dikerahkan
untuk memikul beban geser.
31
16
Desain Kekuatan Pelat
Interaksi Geser Lentur
Maka formula desain kekuatan pelat yang terbebani geser dan lentur
adalah:
33
Ru ≤ øRb
[Pers 8.10-1, (SNI 2002)]
34
17
Desain Kekuatan Pelat
Kuat Tumpu
Limit state-1 dalam desain kuat tumpu pelat adalah:
Limit State KEKUATAN PENAMPANG NOMINAL
35
Perhatikan bahwa untuk Kuat Tekuk Dukung, sama seperti kuat penampang
nominal, SNI 03 – 1729 – 2002 membedakan formula berdasarkan rasio a/d.
Ini karena, pada rasio a/d tertentu, yaitu secara umum jika a/d > 1, daerah pelat
badan berstatus medan lentur, dan pada rasio a/d tertentu, daerah pelat badan
berstatus medan geser.
Karena pola tekuk pelat berbeda menurut status daerah pelat, maka adalah benar
pendekatan (SNI 2002) yang membedakan kuat tekuk berdasarkan rasio a/d.
36
18