Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROMA KOMPARTEMEN
A. Pengertian
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan
intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam
kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah nyeri, parestesia, paresis,
disertai denyut nadi yang hilang. Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut
dan kronik, tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya gejala.
Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak,
kerusakan arteri, dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan
oleh aktivitas yang berulang misalnya lari.

B. Anatomi
Fascia memisahkan serabut otot dalam satu kelompok. Kompartemen adalah
merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran dan fascia yang
melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah.
Pada regio brachium, kompartemen dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan
nervus median.
2. Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
interosseous posterior.
Pada regio antebrachium, kompartemen dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan
nervus median.
2. Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
interosseous posterior.
3. Mobile wad : otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis brevis, otot
brachioradialis.
Pada regio wrist joint, kompartemen dibagi menjadi 6 bagian yaitu :
1. Kompartemen I : otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.
2. Kompartemen II : otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi radialis longus.
3. Kompartemen III : otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV : otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
5. Kompartemen V : otot ekstensor digiti minimi.
6. Kompartemen VI : otot ekstensor carpi ulnaris.
Pada regio cruris, kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
1. Kompartemen anterior : otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki, nervus peroneal
profunda.
2. Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.
3. Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural.
4. Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki, nervus
tibia.

C. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian
memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
3. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips.

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana
45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah. Dalam

2
keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas fisik berulang seperti berenang, lari ataupun
bersepeda sehingga menyebabkan exertional compartment syndrome. Namun hal ini bukan
merupakan keadaan emergensi.

D. Patofisiologi
Fasia merupakan sebuah jaringan yang tidak elastis dan tidak dapat meregang, sehingga
pembengkakan pada fasia dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen dan menyebabkan
penekanan pada pembuluh darah, otot dan saraf. Pembengkakan tersebut dapat diakibatkan
oleh fraktur yang kompleks ataupun cedera jaringan akibat trauma dan operasi. Aktifitas fisik
yang dilakukan secara rutin juga dapat menyebabkan pembengkakan pada fasia, namun
umumnya hanya berlangsung selama aktifitas.
Patofisiologi sindrom kompartemen mengarah pada suatu ischemic injury. Dimana
struktur intrakompartemen memiliki batasan tekanan yang dapat ditoleransi. Apabila cairan
bertambah dalam suatu ruang yang tetap, maupun penurunan volume kompartemen dengan
komponen yang tetap, akan mengakibatkan pada peningkatan tekanan dalam kompartemen
tersebut.
Perfusi pada jaringan ditentukan oleh Tekanan Perfusi Kapiler atau Capillary Perfusion
Pressure (CPP) dikurangi tekanan interstitial. Metabolisme sel yang normal memerlukan
tekanan oksigen 5-7 mmHg. Hal ini dapat berlangsung baik dengan CPP rata-rata 25 mmHg
dan tekanan interstitial 4-6 mmHg. Apabila tekanan intrakompartemen meningkat, akan
mengakibatkan peningkatan tekanan perfusi sebagai respon fisiologis.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:
1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. Theori of critical closing pressure.
Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol
yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan
jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara potensi aliran darah. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi
seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya
adalah arteriol akan menutup.
3. Tipisnya dinding vena.
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka
ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari

3
kapiler, maka tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan, sehingga
drainase vena terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa
perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg
mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.
Sindrom kompartemen menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran
darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal. Peningkatan tekanan jaringan menyebabkan
obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus
menyebabkan tekanan arteriolar intra-muskuler bagian bawah meninggi. Pada titik ini, tidak
ada lagi darah yang akan masuk kekapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.
Perfusi darah melewati kapiler yang terhenti akan menyebabkan hipoksia jaringan.
Hipoksia jaringan akan membebaskan substansi vasoaktif (histamin, serotonin) yang akan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan eksudasi cairan dan mengakibatkan
peningkatan tekanan dan cedera yang lebih hebat. Akibatnya konduksi saraf akan melemah,
pH jaringan akan menurun akibat dari metabolisme anaerobik, dan kerusakan jaringan sekitar
yang hebat. Bila berlanjut, otot-otot akan mengalami nekrosis dan membebaskan mioglobin.
Akhirnya, fungsi ekstremitas akan hilang dan dalam keadaan terburuk dapat mengancam jiwa.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen
mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran
oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut,
maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel
komponen tersebut.
Pada keadaan aktivitas berat yang dilakukan secara rutin, kontraksi otot berulang dapat
meningkatkan tekanan pada komponen intra-muskular. Hal ini disebabkan otot dapat
membesar sekitar 20% selama latihan, dan akan menambah peningkatan dalam tekanan intra-
kompartemen untuk sementara. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan kontraksi
yang terus-menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebaliknya, aliran arteri selama
relaksasi otot akan semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Bagian yang
sering mengalami gejala adalah kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah.

4
Pathway Sindrome Kompartemen dengan Post Fasciotomi
fraktur yang komplek, pembengkakan
cedera jaringan akibat pada fasia
trauma, Aktifitas fisik,
luka bakar, dan operasi
Peningkatan tekanan
intrakompartemen Risiko Infkesi

Penekanan terhadap
Sindrome Kompartemen Fasciotomi
saraf perifer disekitarnya

Nyeri Peningkatan tekanan Kerusakan


perfusi jaringan integritas jaringan

Ketidakefektifan Perfusi darah ke


perfusi jaringan jaringan berkurang

Aliran darah melalui Gangguan citra


kapiler akan berhenti tubuh

Penghantaran oksigen
juga akan terhenti

Hipoksia jaringan

Otot-otot mengalami konduksi saraf akan


nekrosis melemah

Otot-otot tegang Paralysis

Nyeri Hambatan mobilitas fisik

5
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat terjadi saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin
gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada
kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen. Sedangkan pada sindrom
kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:
a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas selama 20 menit.
b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam membantu
menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan kompartemen dilakukan padda pasien
dengan penurunan kesadaran yang dari pemeriksaan fisik tidak memberi hasil yang
memuaskan. Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
injeksi atau wick kateter.
Prosedur pengukuran tekanan kompartemen, antara lain :
1. Teknik injeksi.
Jarum ukuran 18 dihubungkan dengan spoit 20 cc melalui saluran salin dan udara. Saluran
ini kemudian dihubungkan dengan manometer air raksa standar. Setelah jarum disuntikkan
ke dalam kompartemen, tekanan udara dalam spoit akan meningkat sehingga meniskus
salin udara tampak bergerak. Kemudian tekanan dalam kompartemen dapat dibaca pada
manometer air raksa.
2. Teknik Wick kateter
Wick kateter dan sarung plastiknya dihubungkan ke transducer dan recorder. Kateter dan
tabungnya diisi oleh three-way yang dihubungkan dengan transducer. Sangat perlu untuk
6
memastikan bahwa tidak ada gelembung udara dalam sistem tersebut karena memberi hasil
yang rendah atau mengaburkan pengukuran. Ujung kateter harus dapat menghentikan
suatu meniskus air sehingga dapat dipastikan dan diketahui bahwa dalam jaringan tersebut
dilewati suatu trocar besar, kemudian jarumnya ditarik dan kateter dibalut ke kulit.

F. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.
Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti
penentuan waktu masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan kompartemen
secara umum meliputi:
1. Terapi non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosis kompartemen masih dalam bentuk dugaan
sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen
yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih
memperberat iskemia
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut
kontriksi dilepas.
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindrom kompartemen.
d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,dengan
memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang
nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas
f. HBO ( Hyperbaric oxygen).
Merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen sindrom berkaitan dengan ischemic
injury. HBO memiliki banyak manfaat, antara lain dapat mengurangi pembengkakan
melalui vasokonstriksi oleh oksigen dan mendukung penyembuhan jaringan.
Mekanismenya ialah ketika tekanan perfusi rendah, oksigen dapat diterima sehingga
dapat terjadi penyembuhan jaringan.
2. Terapi Bedah

7
Terapi bedah yang biasanya dilakukan adalah fasciotomi. Fasiotomi (fasciotomy)
adalah bedah sayatan pada fasia yang terutama dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam
fasia. Fasciotomi dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg.
Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi
otot. Jika tekanannya <30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan
diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus
dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera
lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Insisi
ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif,
sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri
dan vena peroneal.
Indikasi Operasi
Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain:
a. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat dan
b. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma, pasien dengan
masalah psikiatrik, dan dibawah pengaruh narkotik) dengan tekanan jaringan lebih dari
30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.
Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera dilakukan karena penundaan akan
meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan intrakompartemen sebagaimana
terjadinya komplikasi.
Teknik Operasi Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut sebagai berikut:
a. Fasciotomi tungkai atas
Teknik Tarlow : Insisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke
epikondilus lateral. Disesksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos daerah iliotibial
dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan-lahan
dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila
ada. Insisi 1-5 cm dibuat pada septum intermuskular lateral, perpanjang ke proksimal dan
distal. Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan kompartemen medial
diukur. Jika meningkat, dibuat insisi setengah medial untuk membebaskan kompartemen
adductor.
Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen tungkai bawah: fibulektomy,
fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah
prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom

8
kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan lunak pada ektremitas.
Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif.
Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) : Dibuat insisi lateral,
longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula sampai 3-4 cm
proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai
melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen
anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi
kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen superficial dan lateral dan
interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh
darah peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior
ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal.
Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula
dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen.
Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal
superficial pada bagian posterior septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal
dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen
lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula.
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia.
Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus
saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara
kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus
sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan
dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah kompartemen posterior
dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan tekanan
pada kompartemen ini, segera dibuka.
b. Fasciotomi pada lengan bawah
Pendekatan volar (Henry): Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan
superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke
fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat
diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket.
Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi
radial tangan dan diperpanjang ke arah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke
palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm
di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan.

9
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian
ditarik ke arah radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar
yang akan mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus
quadratus, dan pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan
kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut
untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan.
Pendekatan Volar Ulnar: Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama
dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas
tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan
sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris
diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian
dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar fleksor
digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi.
Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi.
Pendekatan Dorsal: Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan
bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal
(ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen
intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan
tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan
dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis
tengah pergelangan.Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum
komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.
Prosedur klinis fasciotomi diindikasikan setelah diagnosis klinis sindrom
kompartemen ditegakkan. Fasciotomi terdiri dari satu atau lebih insisi fasia dan satu-
satunya cara efektif untuk mengatasi sindrom kompartemen akut.
Indikasi untuk intervensi bedah pada sindrom kompartemen akut pada pasien gawat
umumnya berdasarkan kesan klinis. Tanda dan gejala umumnya dikenal dengan : 5 P.
Tekanan kompartemen 30 mm Hg adalah nilai yang sering dikutip. Jika tekanan
kompartemen berada antara 30 mmHg dari tekanan diastolik, atau antara 45 mmHg dari
tekanan arteri rata-rata (MAP), atau lebih besar dari 30 mmHg.
Fasciotomi di kontraindikasikan ketika diagnose sindrom kompartemen terlambat
ditegakkan. Fasciotomi 3-4 hari setelah onset dari sindrom kompartemen dapat
menyebabkan infeksi dan kegagalan ginjal

10
Pengambilan keputusan anestesi dapat berbeda-beda tergantung pada situasi di mana
sindrom kompartemen dan fasciotomi terjadi. Anestesi umum sering digunakan ketika
situasi memungkinkan.
Peralatan yang dibutuhkan :
 Sarung tangan steril
 Retraktor jaringan lunak
 Pisau bedah
 Gunting diseksi
 Elektrokauter
 V.A.C. atau dressing besar
Prosedur
 Fasciotomi lengan bawah
 Penentuan posisi
 Pasien diposisikan supinasi
Pendekatan
Dua insisi dilakukan pada kedua kompartemen bagian volar dan dorsal jika diperlukan.
Insisi volar dilakukan untuk mendekompres kompartemen bagian volar dan gumpalan
seluler. Insisi dorsal dilakukan untuk mendekompres kompartemen bagian dorsal.

Gambar 1. Sindrom kompartemen lengan bawah pada pasien antikoagulan setelah


penusukan arteri radialis pada analisa gas darah
Insisi bagian volar (lengan bawah)
Insisi tipe S termasuk terowongan carpal dibuat. Bagian penanda distal adalah
perpanjangan distal dari terowngan carpal. Bagian penanda proximal adalah bagian ulnar
dari lipatan fleksi siku. Insisi tipe S pada lengan bawah dimulai dan diakhiri sepanjang
batas ulnar dari lengan bawah dan ditempatkan sepanjang batas radial dari tengah lengan
bawah.

11
1. Buat insisi kulit sebagai berikut:
 Mulai kurang leih 3cm pada distal dari lipatan fleksi pergelangan tangan,
diantara thenar dan hypothenar.
 Insisi secara proksimal dan longitudinal, ke distal lipatan fleksi pergelangan
tangan
 Posisikan sayatan miring melintasi lipatan fleksi pergelangan tangan, ke ulnaris
distal lengan bawah.
 Lanjutkan secara proksimal dengan sayatan berbentuk S melengkung
sepanjang lengan bawah
 Bentuk S dimulai secara distal, sepanjang ulnaris distal lengan bawah;
lengkungkan secara radial, ke radial lengan tengah; lengkungkan kembali ke
arah ulnar lengan bawah, berakhir di distal lipatan fleksi siku
2. Lakukan diseksi subkutan untuk mengekspos fasia di atas gumpalan seluler dan otot
lengan superfisial.
3. Secara proksimal, identifikasi dan bagi lacertus fibrosus; lindungi arteri brakialis
dan saraf median.
4. Insisi fasia secara membujur di atas fleksor karpi ulnaris.
5. Paparkan kompartemen dalam lengan bawah dengan rafraktor flexor carpi ulnaris
dan fleksor digitorum superfisialis lateral.
6. Insisi fasia secara membujur di atas otot-otot lengan bawah.
7. Identifikasi dan lepaskan fasia yang berada di atas gumpalan seluler.
8. Secara distal, lakukan pelepasan terowongan carpal, sebagai berikut:
 Insisi fascia palmaris untuk mengekspos ligamentum karpal transversus
 Insisi ligamentum karpal transversal di sepanjang sisi ulnar
 Identifikasi dan lindungi saraf median
 Visualisasikan dan insisi fasia antebrachial
 Jahitan kulit dengan longgar di atas saraf median (jika saraf median terekspos)
9. Nilai kompartemen bagian dorsal untuk menentukan apakah diperlukan fasciotomi.

12
Gambar 2: lengan bawah setelah compartment release. Nervus medianus ditunjukkan
dengan bintang.

Insisi bagian dorsal (lengan bawah)


Pendekatan dorsal untuk melepaskan kompartemen dorsal ditunjukkan pada gambar di
bawah ini. Penanda proksimal untuk insisi adalah sekitar 2 cm di sebelah epicondyle
lateral. Penanda distal adalah tengah pergelangan tangan.

Gambar 3: Landmark Distal pada tengah pergelangan tangan


(1) Buat insisi kulit memanjang sekitar 10 cm.
(2) Lakukan diseksi subkutan untuk mengekspos fasia di atas kompartemen dorsal.
(3) Insisi fasia secara longitudinal di atas otot ekstensor digitorum communis.
(4) Mengidentifikasi dan mendiseksi interval antara ekstensor digitorum communis
dan otot ekstensor karpi radialis untuk mengakses fasia yang dalam.
(5) Insisi fascia dalam secara longitudinal di atas otot kompartemen dorsal yang dalam.

Fasciotomi tangan
 Penentuan posisi
 Pasien diposisikan supinasi
 Pendekatan

13
Empat insisi dilakukan, dua pada bagian dorsal dan dua pada bagian volar, seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Insisi bagian volar dilakukan untuk mendekompres
kompartemen thenar dan hypothenar. Insisi bagian dorsal dilakukan untuk mendekompres
kompartemen interosseous dan kompartemen adductor ibu jari.

Gambar 4: lokasi insisi dorsal pada metacarpal kedua dan keempat, menyediakan
akses ke kompartemen interoseus dorsal dan volar serta kompartemen ibu jari

Gambar 5: lokasi insisi thenar aspek radial dari metacarpal ibu jari dan tanda insisi
hipothenar aspek ulnar dari metacarpal kelima.
Insisi bagian volar (tangan)
(1) Dua insisi longitudinal terpisah dibuat pada kompartemen thenar dan hypothenar.
(2) Rilis kompartemen kemudian adalah sebagai berikut:
 Buat insisi kulit sepanjang batas radial dari metacarpal ibu jari. Identifikasi dan
lepaskan fascia yang melapisi otot thenar.
(3) Rilis kompartemen hypothenar adalah sebagai berikut:
 Buat insisi kulit longitudinal sepanjang batas ulnar dari metacarpal jari kecil.
Identifikasi dan lepaskan fascia yang melapisi otot hypothenar.

14
Insisi bagian dorsal (tangan)
(1) Insisi kulit memanjang terpisal dibuat pada bagian tengah metacarpal kedua dan
keempat.
(2) Lakukan diseksi sepanjang batas radial dan ulnar pada kedua metacarpal kedua dan
keempat ke bagian dorsal dari fascia interossei.
(3) Insisi fascia pada keempat otot interosseous dorsal.
(4) Lanjutkan diseksi besar sepanjang ulnar dan metacarpal kedua untuk
mendekompresi volar interosseus pertama dan otot adduktor pollicis.
(5) Lanjutkan disesksi besar sepanjang radial dan metacarpal keempat dan kelima
untuk mendekompresi otot volar interosseous kedua dan ketiga.

Gambar 7: post-compartment release. Robekan traumatic memberi akses ke


kompartemen tenar volar interosseous.

Gambar 8: insisi tunggal dorsal dibuat untuk akses ke kompartemen interosseous dorsal dan
insisis hipotenar untuk akses ke kompartemen hipothenar.

15
Paska prosedur
Elevasikan ektremitas yang terpengaruh selama 24-48 jam setelah pembedahan. Jika
otot nekrotik berkembang, kembali ke ruang operasi untuk eksisi otot nekrosis. Lakukan
perubahan dressing pada tempat tidur pasien atau pada saat di ruang operasi. Lakukan
penundaan penutupan kulit primer jika terjadi pembengkakan. Jika f penundaan penutupan
kulit primer tidak dapat dilakukan selama 5 hari, lakukan split-thickness skin grafting.
Secara keseluruhan, protokol rehabilitasi tergantung pada cedera yang mendasari yang
menyebabkan sindrom kompartemen dan kebutuhan fasciotomi. Lakukan penjahitan
standar atau pengangkatan staples dan pemeriksaan luka pasca operasi.

Regio Dada
Escharotomy harus dipertimbangkan ketika luka bakar melingkar pada dinding dada
menyebabkan gangguan pernapasan dengan membatasi pergerakan dinding dada yang
normal. Dalam beberapa keadaan escharotomy mungkin diperlukan untuk luka bakar
dinding dada yang tidak melingkar jika gerakan dinding dada terhambat. Luka bakar
sirkumferensial pada abdomen juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan dengan
membatasi gerakan diafragma. Bayi di bawah 12 bulan sangat rentan karena respirasi
utamanya menggunakan diafragma. Dalam keadaan ini escharotomy transversal
subdiaphragmatic mungkin diperlukan.
Luka bakar pada dada seringkali disertai dengan luka bakar di wajah dan leher dan
umumnya dikaitkan dengan cedera inhalasi. Pertimbangkan cedera inhalasi sebagai
prioritas utama.
 Amankan jalan napas
 Oksigen menggunakan NRBM 8 ltr / min1
 Intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan lebih awal jika jalan napas
terganggu.
Setelah jalan napas telah diamankan pertimbangkan escharotomy dada jika ada-:
 Luka bakar dengan ketebalan penuh melingkar dari dada dan perut.
 Gerakan terbatas dinding dada atau perut
 Mengurangi masuknya udara secara bilateral
 Pernapasan dangkal
 Takipnea
 Hipoksemia

16
 NB : pada anak-anak pasien luka bakar perut, dapat mengganggu fungsi pernapasan
karena pola pernapasan perut mereka.
. Petunjuk tentang melakukan Escharotomy
Jika disarankan oleh Unit Luka Bakar, escharotomies harus dilakukan berdasarkan
pedoman berikut :
 Untuk dada, sayatan di sepanjang garis mid aksila, berlanjut di atas dinding perut jika
luka bakar meluas ke daerah perut.
 Sayatan elips melintang di bagian perut di bawah kosta dapat dibuat sehingga dapat
bertemu dengan sayatan vertikal.
 Gambar garis di mana Anda akan membuat sayatan
 Insisi fullthickness sampai menembus lemak subkutan, untuk melihat pemisahan tepi
luka yang jelas
 Susuri menggunakan jari sepanjang sayatan akan berguna untuk mendeteksi area sisa
restriksi
 Sayatan harus dilakukan di kedua sisi tungkai atau dada untuk mengembalikan sirkulasi
 Pastikan sayatan yang dilakukan adekuat dengan menilai kembali sirkulasi atau
respirasi
 Sediakan diatermi atau ligatur untuk kontrol perdarahan
 Wound dressing dengan alginat misalnya Kasa Kaltostat® atau Vaseline
 Terus menilai sirkulasi tungkai / ekspansi dada untuk memastikan prosedur ini efektif3
Perawatan Pasca Operasi
Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari, kalau terdapat nekrosis otot, dapat
dilakukan debridemen, kalau jaringan itu sehat, luka dapat dijahit (tanpa tegangan), atau
dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder.

G. Komplikasi Sindrom Kompartemen


1. Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis
jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan hipoksia pada jaringan
tersebut.
2. Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan
kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama lebih dari
beberapa minggu atau bulan.
3. Infeksi.

17
4. Hipestesia dan nyeri.
5. Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal
akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi
sepsis kegagalan organ secara multisistem.

H. Prognosis
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot
untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversibel terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika
diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun
fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik
dan sensorik yang persisten.

18
Daftar Pustaka

1. Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing diagnosis handbook an evidence-based guide
to planning care. United Stated of America. Elsevier
2. American College of Surgeons. 2011. Anatomically Based Trauma Course
3. Australian & New Zealand Burn Association. 2011. Emergency Management for
Severe Burn Injuries Manual; Edition 15.
4. Browner. 2008. Skeletal Trauma4th ed. W. B. Saunders Company
5. Del Pinal F, Herrero F, Jado E, Garcia-Bernal FJ, Cerezal L. 2002. Acute hand
Compartment Syndromes after closed crush: a reappraisal. Plast Reconst Surg;
110:1232-9
6. Feldmann ME, Evans J & Seung-Jun O. 2008. Early management of the burned
pediatric hand. J Craniofacial Surgery, vol 19, no 4, pp 942-950.
7. Fredrick. 2017. Campbell’s Operative Orthopaedics. Philadelpia : Elsevier.
8. Jamal M. Bullocks et al. 2008. Plastic Surgery Emergency. Newyork: Elsevier
9. Masak S, Bruce G. 2002. Fascitomy for upper limb chronic compartment syndrome.
Australia-New Zealand of Surg. 72(2):720-723.
10. Marx. 2009. Rosen's Emergency Medicine, 7th ed.
11. Orgille DP, Piccolo N. 2009. Escharotomy and decompressive therapies in burns. J
Burn Care & Research, vol 30, pp759-768.
12. Oullette EA, Kelly R. 1996. Compartment syndromes of the hand. J Bone Joint Surg
Am;78:1515-22
13. Rush RM Jr. 2015. Fasciotomy Procedures on Acute Compartment Syndromes of the
Upper Extremity Related to Burns, Eur J Gen Med ; 12(4):326-333
14. Saunder. 2010. Netter Concise Orthopaedic Anatomy. Philadelpia
15. Schubert, AG. 2011. Exertional Compartment Syndrome: Review of the Literature and
Proposed Rehabilitation Guidelines Following Surgical release. Intern Jour Sport Phys
Ther; 6: 126-141
16. Styf, J. 2004. Definitions and Terminology, Etiology and Pathogenesis of chronic
Compartment Syndrome In: Compartment Syndrome: Diagnosis, Treatment, and
Complications. Boca Raton, FL CRC Press LLC

19

Anda mungkin juga menyukai