Anda di halaman 1dari 33

Menolong individu menemukan tujuan hidup

(purpose) dan potensi terbaiknya (potential)


sehingga berkarya dengan penuh gairah (passion).
Kemudian dilatih menjadi pemimpin terbaik di
bidang masing-masing (leader) untuk menghasilkan
buah termanis hingga 10x lebih baik (results) demi
kesejahteraan bersama (better life for all).

tmlcommunity eloyzalukhu
TML Community
Eloy Zalukhu
BAB 11
TEMUKAN DAN
LEPASKAN POTENSI
ANDA
(Discover and Release Your Potential)

1
2

1. Baca halaman lampiran “Temukan dan Lepaskan Potensi Anda”. Tuhan


memperlengkapi setiap orang dengan potensi/bakat khusus yang ditandai dengan
minimal dua kriteria. Pertama, Anda menyukai kegiatan tersebut. Kedua, Anda
terhitung cepat ketika berlatih meningkatkan keterampilan pada bidang itu. Pikirkan
dan tuliskan, apa potensi/bakat khusus yang Tuhan titipkan kepada Anda?

2. Topik pembicaraan apa yang paling menarik bagi Anda sehingga Anda mau
mendengarnya dengan sungguh-sungguh dan terlibat di dalamnya?

3. Jika uang tidak menjadi penghambat bagi Anda untuk hidup dan berkarya sesuai
potensi yang Tuhan titipkan kepada Anda. Tuliskan secara ringkas kegiatan atau
pekerjaan yang ingin Anda lakukan sesuai dengan potensi Anda.
Halaman Lampiran
3

Temukan dan Lepaskan Potensi Anda

Albert Einstein meyakini bahwa, “Everybody is a genius. But if you judge a fish by
its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid.” Artinya,
setiap orang jenius di bidangnya masing-masing. Tetapi jika Anda menilai seekor ikan
dari kemampuannya memanjat pohon, maka ikan tersebut akan memandang dirinya
sebagai makhluk terbodoh di dunia. Demikian juga dengan manusia, setiap orang
diciptakan oleh Tuhan YMK secara unik, dibekali dengan bakat dan potensi tertentu
supaya mampu memenuhi tujuan dan panggilan hidupnya.

Definisi Potensi

Kamus Merriam-Webster mendefinisikan potensi sebagai, “Potential is something that


can develop or become actual.” Sama dengan itu, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), “Potensi berarti kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan.”

Dalam kalimat Dr. Myles Munroe, “Potential is unexposed ability, reserved power,
untapped strength, capped capabilities, unused success, dormant gifts, hidden talents, latent
power.” Terjemahan bebasnya, “Potensi adalah kemampuan yang belum terekspos,
kekuatan yang tersimpan atau belum dimanfaatkan, kemampuan yang dibatasi atau tidak
terpakai, karunia yang belum diaktifhan serta bakat yang masih tersembunyi.”

Lebih jauh, Munroe menjelaskan bahwa potensi dapat dijelaskan dengan salah satu
unsur alam, yaitu benih. Jika saya memegang sebutir benih di tangan dan bertanya
kepada Anda, “Apakah yang ada di tangan saya?” Mungkin jawaban Anda adalah apa
yang terlihat jelas, yaitu sebutir benih. Namun, jika Anda memahami sifat sebutir benih,
Anda akan menjawab sesuai fakta yang belum tentu sepenuhnya benar.

Sesungguhnya, saya sedang menggenggam sebuah hutan. Mengapa? Sebab dalam


setiap benih ada sebatang pohon, dan dalam setiap pohon ada buah dengan benih-benih
di dalamnya. Benih-benih itu juga mempunyai pohon-pohon yang berbuah dan berbenih,
dan seterusnya.

Pada dasarnya, apa yang Anda lihat bukan semua yang tampak. Itulah potensi. Tuhan
menciptakan segala sesuatu dengan potensi. Potensi menanti untuk disingkapkan. Potensi
menuntun setiap orang untuk tidak pernah berhenti pada apa yang telah dicapai. Selama
kita masih bernapas, Tuhan menghendaki agar kita melepas dan memaksimalkan potensi
yang dipercayakan kepada kita masing-masing, bagi kesejahteraan bersama.

Dr. Angela Duckworth dalam bukunya berjudul Grit menulis: “Talent is how quickly
your skills improve when you invest e$ort.” Artinya, “Bakat adalah seberapa cepat
kemampuan atau keterampilan Anda meningkat saat Anda berlatih dalam suatu
bidang.” Tuhan memperlengkapi setiap orang dengan potensi/bakat khusus yang ditandai
dengan minimal dua kriteria. Pertama, Anda menyukai kegiatan tersebut. Kedua, Anda
terhitung cepat ketika berlatih meningkatkan keterampilan pada bidang itu.
BAB 12
BERKARYA DENGAN
PENUH GAIRAH
(Working with Passion)

4
5

1. Aktivitas apa yang paling menarik perhatian Anda sehingga Anda dengan senang
hati melakukannya bahkan hingga “lupa waktu?”

2. Baca halaman lampiran “Berkarya Dengan Penuh Gairah”. Jelaskan secara rigkas
pengertian passion dalam bahasa Indonesia dan menurut Robert J. Valllerand.

3. Baca halaman lampiran “Empat Aset Psikologi”. Jelaskan secara ringkas pengertia

GRIT menurut Angela Duckworth beserta empat aset psikologi yang dimiliki orang-orang hebat
dengan daya juang luar biasa.
Halaman
6
Berkarya Dengan Penuh Gairah

Berdasarkan survei Worldwide Employee Engagement yang dilakukan oleh Gallup


Research di 142 negara, didapatkan hanya 13% karyawan yang engaged dengan
pekerjaannya. Istilah employee engagement dipopulerkan oleh William Kahn dan
didefinisikan sebagai The harnessing of organization members’ selves to their work roles; in
engagement, people employee and express themselves physically, cognitively, and
emotionally during role performances (Kahn, 1990, hlm. 694). Kemauan dan
kemampuan karyawan untuk mengoptimalkan kontribusinya di tempat kerja
diekspresikan melalui fisik, kognitif, dan emosional.

Dengan kata lain, hanya satu dari delapan karyawan yang bangun pagi dengan penuh
semangat, bekerja mengeluarkan potensi terbaik, sehingga memberikan kontribusi
terbaik di tempat kerja. Lima dari delapan karyawan bekerja dan memberikan hasil yang
sedang-sedang saja. Dua dari delapan karyawan lainnya bekerja tanpa gairah sehingga
memberikan hasil yang selalu mengecewakan. Bayangkan berapa besar kerugian dunia,
bangsa, kota, perusahaan, keluarga dan dirinya sendiri. Inilah salah satu dasar lahirnya
kegerakan Theocentric Motivation and Leadership (TML).

Saya membayangkan, dengan prinsip dan metode pengajaran TML, minimal empat
dari delapan orang di seluruh dunia, bangun setiap pagi dengan penuh semangat,
berkarya, dengan penuh gairah. Bayangkan berapa besar keuntungan dan manfaat yang
dinikmati oleh dunia, bangsa, kota, perusahaan, keluarga, dan dirinya sendiri.

Dalam kondisi seperti itulah kita dapat mengharapkan tercipta kesejahteraan


bersama (better life for all) karena lima puluh persen manusia beraktivitas dengan tujuan
yang benar dengan mengeluarkan potensi terbaik. Theocentric Motivation and
Leadership (TML) meyakini bahwa pertemuan antara tujuan dan potensi akan
melahirkan gairah.

Pengertian Passion

Apa itu passion? Dalam bahasa Indonesia, passion diterjemahkan dengan kata
gairah, yaitu keinginan (hasrat, keberanian) yang kuat. Bagi sebagian orang, gairah
mengacu pada ketertarikan seksual. Namun bagi sebagian lain, gairah mengacu pada
minat dan rasa suka dalam melakukan suatu bidang. Minat dan rasa suka itulah yang
membuat seseorang tekun selama proses, mulai dari awal hingga akhir penyelesaian
pekerjaan tersebut. Mereka berkomitmen mengerjakan yang terbaik tidak peduli
hambatan apa yang menghadang.

Salah seorang peneliti ternama dalam topik passion adalah Dr. Robert J. Vallerand,
profesor psikologi di University of Quebec. Ia memberikan definisi terhadap kata
passion sebagai berikut: “A strong inclination towards a self-defining activity that people
love, that they consider important, and in which they devote significant amounts of time
and energy.”

Pengertian self-defining activity dalam kalimat di atas adalah aktivitas yang


memberi kontribusi besar terhadap identitas diri seseorang. Dalam bahasa Indonesia,
passion/gairah dapat diterjemahkan: “Kecenderungan kuat untuk melakukan suatu
aktivitas yang dianggap memberikan kontribusi besar terhadap identitas diri seseorang.
Aktivitas tersebut disukai, dianggap penting, dan oleh karenanya seseorang
mencurahkan banyak waktu dan energi dalam melakukannya.”
Halaman
7
Empat Aset Psikologi

Peneliti lain yang mendalami topik passion adalah Dr. Angela Duckworth, profesor
psikologi di University of Pennsylvania. Ia menuliskan buku Grit: The Power of Passion
and Perseverance. Dalam buku ini dijelaskan bahwa hal terpenting untuk mencapai
sukses dan bahagia bukanlah bakat, melainkan perpaduan antara gairah atau hasrat,
semacam minat, kesukaan atau kesenangan alami dalam melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan (passion) dan kegigihan atau ketekunan (perseverance) yang ia sebut dengan
istilah grit.

Grit bukanlah kemampuan seseorang untuk tidak tidur selama tiga hari tiga malam
saat menghadapi ujian akhir di sekolah atau saat mengerjakan suatu proyek besar di
kantor. Grit bukanlah energi yang membesar pada suatu waktu, namun mengecil pada
saat lain. Grit adalah stamina dan konsistensi dalam jangka waktu yang lama untuk
mengerjakan suatu pekerjaan dengan kualitas terbaik dan mencapai suatu tujuan.

Lebih jauh, Angela Duckworth memaparkan panduan untuk menumbuhkan grit


melalui empat aset psikologi yang dimiliki orang-orang hebat dengan daya juang luar
biasa. Jika kita dapat mempelajari dan memanfaatkan aset-aset tersebut, kita dapat
mengembangkan daya juang yang kita perlukan dalam kehidupan. Keempat aset
psikologi tersebut adalah minat, latihan, tujuan, dan harapan.

Minat

Orang-orang hebat dengan daya juang luar biasa selalu memiliki minat tinggi
terhadap apa yang mereka kerjakan. Mereka “jatuh cinta” pada pekerjaan mereka.
Mereka sangat menikmati pekerjaan mereka sehingga sering lupa makan dan
beristirahat. Mereka mengalami apa yang dikatakan Mihaly Csikszentmihalyi sebagai
kondisi flow. Pembelajarannya, kita harus mencari bidang yang kita minati dengan
sepenuh hati. Meskipun tidak mudah untuk mencari apa yang kita minati, hal itu harus
kita lakukan. Begitu kita mendapatkan apa yang kita minati, kita akan terus mendalami
bidang tersebut selama hidup kita tanpa menjadi “kutu loncat” yang selalu berganti-ganti
bidang pekerjaan. Minat merupakan modal awal untuk mengembangkan daya juang kita.

Latihan

Orang-orang hebat dengan daya juang luar biasa tak pernah menyerah untuk selalu
berlatih di bidang mereka. Di sinilah ketekunan menjadi penting. Kegagalan bukan hal
tabu. Mereka tak sekadar mengandalkan bakat, tetapi lebih pada kerja keras secara
disiplin dan konsisten. Mereka melakukan apa yang dikatakan Anders Ericcson sebagai
latihan yang disengaja (deliberate practice). Pembelajarannya, kita harus bekerja keras untuk
terus berlatih dan melakukan perbaikan terus-menerus. Jadikan latihan dan perbaikan
sebagai sebuah kebiasaan positif dalam hidup kita. Diperlukan minat yang kuat dalam
bidang tersebut untuk membuat kita tekun berlatih secara rutin selama hidup kita.

Tujuan

Orang-orang hebat dengan daya juang luar biasa memiliki tujuan hidup dan tujuan
untuk berdampak bagi orang lain. Minat perlu dilengkapi dengan suatu tujuan. Tujuan
yang bermakna bukan hanya tujuan untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain.
Pembelajarannya, kita perlu memiliki tujuan terhadap apa yang kita minati dan kerjakan.
Tujuan adalah motivasi terbaik yang membuat kita terus bertahan dalam minat dan
latihan selama hidup. Buatlah tujuan tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga
tujuan yang berdampak bagi hidup orang lain.
Halaman
8
Harapan

Orang-orang hebat dengan daya juang luar biasa selalu memiliki harapan. Harapan,
meskipun berada di urutan terakhir, sebenarnya selalu dibutuhkan di setiap urutannya.
Orang-orang hebat yang sukses bukan tanpa kesulitan dan tantangan. Dari mulai mencari
minat, mereka terus mengikuti proses berlatih. Saat mencari tujuan hidup pun, mereka
dipenuhi kesulitan dan tantangan. Namun, mereka tetap mampu melalui semua itu
karena memiliki harapan bahwa kesulitan itu akan berlalu dan masa depan akan jauh
lebih baik. Pembelajarannya, pencapaian yang ingin kita raih tidaklah mudah. Perjalanan
akan sulit dan berliku. Ketika kita sedang berjalan di jalan yang terjal, tetaplah memiliki
harapan untuk terus berjalan. Tolak untuk menyerah.

Sebagai kesimpulan, bakat itu penting dan tetap berkorelasi dengan kesuksesan.
Namun, bakat saja tidak cukup untuk berprestasi tinggi. Jika Anda berbakat, Anda
mendapatkan jarak tempuh yang paling jauh dengan menggabungkan bakat dan kerja
keras. Jika Anda kurang berbakat, Anda bisa menebusnya dengan gigih bekerja keras.
Angela Duckworth menyimpulkan bahwa ketekunan berlatih dua kali lebih penting
daripada bakat. Semakin besar upaya yang Anda berikan, semakin tinggi keterampilan
Anda dan semakin besar pencapaian Anda.
BAB 13
TUJUAN KERJA
(The Why of Work)

9
10

1. Apakah Anda merasa bahwa pekerjaan atau kegiatan rutin Anda saat ini sudah
sesuai dengan tujuan hidup Anda, yaitu “To Know God and Make God Known?”
Artinya melalui kegiatan atau pekerjaan Anda tersebut, Anda berpeluang untuk
semakin mengenal, mengasihi dan menyembah Tuhan yang Maha Kasih dan Maha
Kuasa. Bersamaan dengan itu, orang-orang yang menyaksikan atau menikmati manfaat
dari pekerjaan Anda berpeluang untuk semakin mengenal, mengasihi dan menyembah
Tuhan dengan cara mengasihi dan melayani sesama manusia lainnya, mulai dari
rumah, tetangga, rekan kerja/bisnis dan masyarakat luas. Jelaskan secara ringkas.

2. Baca halaman lampiran “Kerja Sebagai Ibadah”. Jelaskan secara ringkas


pemahaman konsep “kerja sebagai ibadah” menurut J.R.R. Tolkien seperti tertulis
dalam kisah pendek berjudul “Leaf by Niggle”.

3. Baca halaman lampiran “Utopia TML Community”. Tuliskan tanggapan serta respon nyata Anda m
Halaman
1

Kerja Sebagai Ibadah

J.R.R. Tolkien, penulis novel berjudul The Hobbit (1937) dan The Lord of the
Rings (1954-1955), menulis kisah pendek berjudul Leaf by Niggle. Buku itu
mengisahkan seorang pelukis.

Pada baris-baris awal kisah itu, kita membaca dua hal tentang si pelukis. Pertama,
Niggle. Oxford English Dictionary, dimana Tolkien adalah salah satu kontributornya,
mendefinisikan niggle sebagai bekerja dengan cara yang tidak efektif, menghabiskan
waktu secara sia-sia pada detail-detail yang sepele. Niggle tentu saja adalah Tolkien
sendiri. Ia tahu dengan sangat baik bahwa ini adalah salah satu kekurangannya. Ia
adalah seorang perfeksionis, selalu tidak puas dengan apa yang sudah dihasilkannya.
Perhatiannya seringkali teralih dari isu-isu yang lebih penting dengan meributkan
detail-detail yang kurang penting. Ia cenderung mudah khawatir dan menunda-nunda.
Demikian pula Niggle.

Niggle “harus melakukan perjalanan panjang. Ia tidak ingin pergi, bahkan ia tidak
menyukai keseluruhan ide itu; tetapi ia tidak bisa meloloskan diri.” Niggle terus
menerus menundanya, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa menghindari perjalanan itu.
Tom Shippey yang juga mengajar sastra Inggris kuno di Oxford, menjelaskan bahwa
dalam sastra Anglo-Saxon “perjalanan panjang yang harus dilakukan” adalah
kematian.

Niggle memiliki sebuah gambar khusus yang dicoba dilukisnya. Dalam benaknya
ada gambar sepucuk daun, kemudian keseluruhan pohonnya. Dalam khayalannya, di
balik pohon itu “suatu negara mulai terbuka” dan akan ada kilasan-kilasan dimana
hutan berbaris di atas daratan, dan gunung-gunung yang puncaknya tertutup salju.
Niggle kehilangan minat atas semua gambar lain. Untuk mengakomodasi visinya, ia
membentangkan sebuah kanvas yang begitu besar sehingga ia membutuhkan tangga.
Niggle tahu ia harus mati, tetapi ia berkata kepada dirinya sendiri, “Setidaknya, aku
akan menyelesaikan satu gambar ini. Gambarku yang sebenarnya. Sebelum aku harus
pergi dalam perjalanan terkutuk itu.”

Ia mengerjakan kanvas itu, “memberi sentuhan di sini dan menghapus satu bagian
di sana”. Namun, ia tidak pernah menyelesaikan banyak hal. Ada dua alasannya.
Pertama, karena ia adalah “jenis pelukis yang bisa melukis dedaunan lebih baik
daripada pohonnya. Ia terbiasa menghabiskan banyak waktu pada satu pucuk daun ….”
Ia mencoba melukiskan bayangan dan warna dan titik-titik embun sampai benar. Jadi,
tidak peduli seberapa pun kerasnya ia bekerja, ia sangat sedikit menyelesaikan gambar
di atas kanvas itu. Alasan kedua “kebaikan hati”. Niggle terus menerus teralih
perhatiannya karena begitu banyak tetangganya yang meminta berbagai pertolongan
darinya—dan ia melakukannya. Secara khusus, tetangganya bernama Parish, yang
tidak menghargai lukisan Niggle sama sekali, meminta Niggle untuk melakukan
banyak hal baginya.

Pada suatu saat, Niggle merasa waktunya sudah hampir tiba. Parish mendesaknya
untuk keluar di udara yang basah dan dingin untuk menjemput dokter bagi istrinya
yang sedang sakit. Akibatnya, Niggle jatuh sakit, meriang dan demam. Sementara ia
bekerja sekeras mungkin untuk menyelesaikan gambar yang belum diselesaikannya,
Sang Inspektur menelepon, dan Sang Pengemudi datang untuk membawa Niggle
dalam perjalanan yang telah ditundanya.
Halaman
1

Saat menyadari bahwa ia harus pergi, tangisnya meledak, “Ya ampun!” ujar
Niggle yang malang, mulai menangis, “gambar ini belum selesai!” Beberapa waktu
setelah kematiannya, orang-orang yang membeli rumahnya memperhatikan bahwa di
atas kanvas itu hanya ada satu daun cantik yang tetap utuh. Dan lukisan itu dibawa ke
museum kota. Setelah sekian lama, “Leaf by Niggle” hanya tergantung di sebuah
tempat tersembunyi, dan dilihat oleh sedikit orang.

Kisah ini tidak berhenti sampai di situ. Setelah meninggal, Niggle ditempatkan di
sebuah kereta api ke arah gunung yang ada di kehidupan sorgawi. Pada suatu titik dari
perjalanannya, ia mendengar dua Suara. Yang satu tampaknya adalah Keadilan.
Suaranya berat. Suara Keadilan mengatakan bahwa Niggle membuang-buang begitu
banyak waktu dengan sia-sia. Ia hanya menyelesaikan sedikit hal dalam hidupnya.
Namun, suara yang lain, yang lebih lembut (walau tidak lunak), yang tampaknya
adalah Kemurahan, menanggapi bahwa Niggle telah memilih berkorban bagi sesama.
Niggle tahu dengan jelas apa yang dilakukannya.

Sebagai imbalannya, saat Niggle ditempatkan di pinggiran negeri sorgawi, ia tiba-


tiba melihat sesuatu agak di pinggir. Ia tidak bisa memercayai penglihatannya. Ia
berlari mendekatinya—dan di sana; daun-daunnya terbuka, ranting-rantingnya
berkembang dan meliuk tertiup angin yang telah begitu sering Niggle rasakan atau
khayalkan, namun begitu sering gagal ditangkapnya. Ia memandangi pohon itu, dan
perlahan-lahan mengangkat tangan dan membukanya lebar-lebar. “Ini adalah
anugerah!” ujarnya.

Dunia sebelum kematian—negerinya yang lama—sudah hampir melupakan


Niggle. Di sana karyanya berakhir tanpa terselesaikan dan hanya bermanfaat untuk
sedikit orang. Tetapi di negeri barunya, dunia yang nyata secara permanen, ia
mendapati bahwa pohonnya, dalam detail yang penuh dan selesai, bukan hanya
khayalan semata yang telah mati bersamanya. Tidak, pohon itu benar-benar bagian dari
realitas nyata yang akan hidup dan dinikmati selamanya.

Dalam pandangan Theocentric Motivation and Leadership (TML), kisah di atas


dapat disimpulkan: “Bekerja adalah ibadah. Artinya, lakukanlah segala sesuatu seperti
Anda melakukannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Dengan tujuan to know
God and make God known, setiap karya Anda, sekecil apa pun itu, berharga di mata
Tuhan dan akan tersimpan di kekekalan (eternity).

Sama seperti Niggle, Anda dan saya mungkin hanya menyelesaikan sedikit. Ketika
kelak kita meninggal, hasil karya itu ada yang dibawa ke museum, tetapi banyak yang
dilupakan. Percayalah bahwa semua pekerjaan yang dilakukan sebagai bagian dari
ibadah kita kepada Tuhan akan menjadi bagian dari gambaran realita yang utuh dan
nyata di akhirat nanti.
Halaman
1
Utopia TML Community

Melalui TML Community (Theocentric Motivation and Leadership), saya (Eloy


Zalukhu) membayangkan terbangunnya komunitas dengan masyarakat yang hidup
berdampingan dengan prinsip nilai 3C’s, yaitu Credible, Competent, Collaborative.

Dalam komunitas ini, semua orang hidup dengan prinsip jujur, rajin dalam
mengerjakan setiap aktivitas yang dipercayakan kepadanya, dan dapat bekerja sama
dengan semua orang karena mengedepankan prinsip kasih dan saling menghargai, apa
pun suku, agama, status sosial, tipe kepribadian, preferensi politik, dan perbedaan
lainnya.

Hal ini dimulai dari hati nurani mereka yang terlebih dahulu dibersihkan oleh
Tuhan Yang Mahakasih. Sehingga identitas mereka dibangun di atas prinsip saling
mengasihi, saling peduli, dan saling menghargai. Hati nurani yang dibersihkan
menolong mereka terbebas dari berbagai keserakahan atau ilah palsu dunia ini. Dengan
demikian, TML Community adalah komunitas dimana semua anggotanya memilih gaya
hidup sederhana dan bersahaja. Sumber sukacita dan kepuasan hidup mereka tidak
terletak pada uang, materi, kekuasaan atau ketenaran.

Oh, tidak, mereka tidak anti kekayaan. Sebagian dari mereka adalah orang-orang
yang sangat kaya atau berkedudukan tinggi di berbagai organisasi. Hanya saja,
hubungan mereka dengan uang, materi, dan ketenaran berbeda dengan masyarakat
sekular yang terus menerus diperbudak oleh uang. Mereka komitmen untuk terus
berlatih mempraktikkan kehidupan yang ambisius sekaligus bersahaja (both ambitious
and content). Di TML Community, uang hanyalah uang, tidak lebih. Uang itu tidak
memengaruhi identitas dan sukacita mereka.

Oh tentu, mereka bekerja dan menjalankan bisnis dengan rajin. Mereka juga
mampu bekerja sama dengan orang lain. Sehingga sebagian besar di antara mereka
memiliki uang dan materi lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk
membayar uang sekolah anak dan kebutuhan lainnya. Mereka bahkan punya cukup
uang untuk membantu orang-orang yang berkekurangan. Sekali lagi, konsep mereka
tentang makna dan tujuan hidup berbeda dengan anggota masyarakat sekular. Di TML
Community, mereka sudah meninggalkan perlombaan tikus yang terus menerus
mengejar uang dan materi berlimpah.

Mereka mengerti dengan benar nasihat G.K. Chesterton yang berkata bahwa hanya
ada dua pilihan untuk merasa “cukup”. Pertama, dengan terus berusaha mencari lagi
dan lebih lagi. Kedua, dengan menginginkan sedikit. Di TML Community, mereka
memilih yang kedua. Bukan berarti mereka pasif dan malas. Sama sekali tidak. Tidak
ada bukti sedikit pun bahwa konsep “menginginkan sedikit” menyebabkan orang
menjadi malas. Sebaliknya, mereka menjalani hidup yang lebih berkualitas. Mereka
hidup bebas dan sederhana.

Dalam arti, yang mereka hargai adalah waktu luang bersama keluarga dan sesama.
Antara suami-istri ada waktu yang cukup untuk membangun hubungan dekat dengan
Tuhan yang adalah pembentuk keluarga. Sehingga mereka bisa bertanya kepada Tuhan
melalui doa dan pelajaran Kitab Suci serta diskusi dengan orang-orang yang lebih
dewasa secara spiritual perihal apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui kehidupan
keluarga mereka.
Halaman
1
Salah satunya adalah membangun hubungan yang baik dengan orangtua dan
saudara. Satu hal yang sangat penting, mereka punya waktu cukup untuk belajar
bagaimana menjadi orangtua dengan pola asuh yang baik sehingga mampu mendidik
anak-anak dan cucu-cucu menjadi manusia seutuhnya seperti yang Tuhan kehendaki
sejak semula. Anak-anak inilah yang kelak menjadi pemimpin di berbagai bidang
kehidupan, membawa dunia menjadi lebih baik seperti yang Tuhan inginkan, yaitu
saling mengasihi, saling peduli, saling menolong, dan saling menghargai.

Di TML Community, sebagian dari mereka bahkan memiliki cukup waktu menjadi
coach dan mentor bagi anak-anak muda termasuk Gen Z, Gen Alpha serta generasi
berikutnya, yang membutuhkan arahan dan bimbingan. Mereka memiliki cukup waktu
untuk membaca, menulis, mendengarkan musik, bepergian, berolahraga, hingga
menemani dan memberi pertolongan kepada orang-orang yang menderita kesepian.

Pada intinya, mereka hidup sebagaimana seharusnya hidup. Kehadiran mereka


memberi inspirasi kepada keluarga, tetangga, rekan bisnis, rekan kerja, dan masyarakat
luas. Hidup mereka menjadi berarti karena tidak hanya sibuk memikirkan dan
memperjuangkan diri sendiri, dalam perlombaan ‘tikus’ untuk membayar cicilan rumah
atau mobil baru yang lebih mewah atau mengelola pabrik baru hingga mengurus
pinjaman dan membayar pengeluaran ini dan itu. Di TML Community, para pengurus
dan anggotanya ada waktu untuk sungguh-sungguh hidup sebagai manusia.

Apa yang saya gambarkan di atas adalah komunitas yang saya imajinasikan. Sama
seperti Niggle, apakah masyarakat yang saya impikan itu akan terwujud sepenuhnya
atau tidak, saya tidak tahu. Sesuai pandangan TML, saya meyakini bahwa setiap detik
waktu, beserta pikiran dan tenaga yang saya kerahkan untuk mewujudkan itu, asalkan
motivasinya adalah to know God and make God known, semua itu bermanfaat.
Bagaimana manfaatnya?

Kembali kepada pohon dalam imajinasi Niggle. Bagaimana di surga sana ia bisa
melihat pohon yang utuh? Padahal ia hanya berhasil mengerjakan sehelai daun? Siapa
yang mengerjakan yang lainnya? Jawabannya jelas dikerjakan oleh banyak orang lain
di berbagai belahan dunia sepanjang sejarah umat manusia sesuai tuntunan Tuhan
kepada mereka masing-masing.

Pandangan ini jelas memberikan tujuan kerja yang paling mulia sehingga
membangkitkan motivasi setiap orang yang menerimanya. Oleh karena itu, kerahkan
potensi dan kualitas terbaik dalam setiap kegiatan di mana pun Anda berada. Ingat,
tidak ada pekerjaan yang tidak berharga. Semua pekerjaan adalah mulia bila dikerjakan
dengan tujuan dan cara Teosentris.

Kalau Anda bertanya, bagaimana dengan pekerjaan yang ber¬hubungan dengan


perampokan, perjudian, pelacuran, minuman keras, narkoba, korupsi dan lainnya?
Jawabannya sederhana, apakah Anda bisa mengerjakan semua itu sambil berkata,
“Dalam nama Tuhan, demi kemuliaan Tuhan, saya melakukan perampokan, perjudian
atau pelacuran ini?” Kalau hati nurani Anda sudah dibersihkan oleh Tuhan, jawaban
Anda jelas, tidak mungkin. Anda pasti akan meninggalkan pekerjaan itu dan mulai
melakukan pekerjaan yang memanusiakan manusia atau memberi manfaat untuk
kebaikan orang lain. Itulah yang Tuhan inginkan, dan semoga kita dimampukan untuk
mengerjakannya bersama-sama.
Halaman
1
=============

Catatan: Utopia ini adalah gambaran imajiner tentang suatu masyarakat atau
komunitas sosial yang sangat diinginkan untuk hadir di bumi pertiwi Indonesia,
Asia dan dunia. Gambaran imajiner ini tentu saja begitu ideal, hampir sempurna
bagi anggota masyarakatnya. Bagaikan suasana surga yang ditarik turun ke dunia.
Karena itu, Theocentric Motivation and Leadership (TML) menyadari seutuhnya
bahwa gambaran imajiner ini tidak dapat diwujudnyatakan oleh manusia,
melainkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Kasih. Bagian kita adalah
menginginkannya, kemudian berusaha dengan sebaik-baiknya lalu tetap tekun
dalam pengharapan. Mari bergabung dalam komunitas TML, Bersama kita
wujudkan impian indah ini, demi kesejahteraan bersama (better life for all).
Hubungi melalui WhatsApp (WA) di 0813 983 981 27 atau 0818 089 091 99.
BAB 14
HARAPAN DAN
KEPUASAN
(Hope and Satisfaction)

16
17

1. Baca halaman lampiran “Strategi Terhadap Rasa Tidak Puas”. Jelaskan secara
ringkas strategi terhadap rasa tidak puas. Kemudian dari pengalaman refleksikan
strategi mana yang pernah Anda adopsi dalam upaya mengatasi rasa tidak puas Anda
dalam hidup.

2. Baca halaman lampiran “Akar Ketidakpuasan Batin Manusia”. Jelaskan secara


singkat mengenai akar ketidakpuasan batin manusia beserta solusinya menurut
Agustinus dan
C.S Lewis.
Halaman
1
Strategi Terhadap Rasa Tidak Puas

Semua orang mengakui bahwa apa yang diharapkan seseorang sering tidak
tercapai. Hal itu melahirkan kekecewaan dan ketidakpuasan. Lalu, apa yang dapat
dilakukan ketika manusia menemukan bahwa ada harapan yang tidak tercapai atau
“ada sesuatu yang kurang”, tetapi ia tidak tahu apa itu? Timothy Keller memberikan
dua pendekatan utama. Pertama, manusia menjalani hidup dengan keyakinan bahwa
kepuasan atau “sesuatu yang kurang dalam hidup” terdapat di luar sana dan bisa
didapatkan. Kedua, manusia menjalani hidup dengan keyakinan bahwa kepuasan, atau
“sesuatu yang kurang dalam hidup”, tidak ada di luar sana dan tidak bisa didapatkan.
Lebih lanjut, secara detail ia menjelaskan kedua ketegori tersebut menjadi empat
strategi dalam kategori pertama dan tiga strategi dalam kategori kedua.

Kategori Pertama: “IT” is still out there

Kepuasan ada di luar sana dan bisa didapatkan.

A: The Young (Orang muda dan naif)

Cara hidup orang muda biasanya dijalani dengan penuh harap dan menantikan
tiba di tujuan dengan bahagia. Orang muda berpikir, “Jika saya mendapat pasangan
hidup yang tepat, jika saya mendapat karier yang tepat, jika saya menghasilkan banyak
uang – saya akan memiliki kepuasan hidup atau saya akan merasa bahagia.”

Konsekuensi logis dari cara berpikir seperti itu tentu ia berusaha banting tulang
untuk mendapatkannya, entah dalam bentuk “studi, karier, bisnis, keluarga, cinta, dan
sebagainya.” Dalam proses mengejar semua itu, sebenarnya ia merasakan banyak
ketidakpuasan, tapi tidak menyadarinya karena begitu sibuk bersiap atau mengejar agar
bisa bahagia.

Pada posisi ini, umumnya kita mendengar keluhan mereka: “Saya kuatir dan stres
karena belum melakukan semua hal yang saya harus lakukan agar bisa bahagia.” Ia pun
terus berjuang karena berpikir ia hanya perlu melewati semua itu dan segalanya akan
jadi baik dan penuh bahagia. Tentu strategi ini tidak pernah membawa siapa pun pada
kepuasan hidup.

B: The Resentful (Orang sakit hati)

Dengan berjalannya waktu, seseorang mulai menyadari bahwa ia tidak


mendapatkan sesuatu yang kurang dan ia cari itu. Salah satu reaksi utama adalah
menyalahkan segala halangan yang membuatnya tidak mendapatkan hal-hal yang bisa
memuaskannya. Ia merasa telah menjadi korban dari prasangka dan diskriminasi, atau
ia merasa berada dalam komunitas yang tidak terbuka terhadap banyak hal yang ingin
ia lakukan atau cita-citakan. Mungkin bukan struktur sosial, tapi ia bisa saja melihat
pada berbagai individu yang menghalangi kemajuan atau berbuat salah kepadanya.

Karena itu, ia menyalahkan mereka dengan berkata, “Saya sebenar¬nya bisa


sukses dan puas jika saja bukan karena ini dan itu atau ia dan mereka.” Ini bisa saja
menjadi hal yang baik karena ia bisa menyalurkan kemarahannya secara konstruktif
dengan menjadi aktivis sosial. Bahkan yang kurang konstruktif pun, seperti mengeluh
dan melepaskan kemarahan, dalam jangka pendek bisa menjadi semacam pelega – tapi
hanya jangka pendek. Jika semua usahanya bisa menghancurkan halangan yang ada
dan membawanya ke tingkat pencapaian selanjutnya, ia akan menemukan bahwa
“sesuatu” yang kurang itu juga tidak ada di sana.
Halaman
1
C: The Driven (Orang yang terlalu bersemangat)

Ia berpikir bahwa mengumpulkan harta benda dan prestasi akan membawa


kepuasan. Itu harapannya. Ternyata, dengan ketekunan kerja dan strategi yang tepat, ia
berhasil mendapatkan kekayaan itu. Ia benar-benar mendapat banyak materi dan
ketenaran. Namun, hanya dalam hitungan bulan, ia kembali merasakan ada sesuatu
yang kurang. Lalu, apa yang ia lakukan?

Ia kembali sibuk mencari pemenuhan terhadap ketidakpuasan yang ada. Ada yang
berasumsi jika ia mendapat pasangan hidup yang lebih baik, pekerjaan lebih baik,
bisnis yang lebih sukses, pendapatan yang lebih baik atau rumah yang lebih baik, maka
ia akan merasa lebih puas dan bahagia. Ia menjalani kehidupan sambil terus
meyakinkan diri sendiri bahwa pada tingkat berikutnya “sesuatu” yang kurang itu pada
akhirnya akan ditemukan.

Di atas “treadmill” perubahan kecepatan tidak berarti berubah lokasi. Ia hanya


bekerja lebih keras mempertahankan posisi dan akhirnya terlalu lelah untuk berlari.
Demikian juga dengan kesenangan yang dicapai dan akhirnya hilang, ia butuh semakin
banyak pencapaian untuk mempertahankan kepuasan dan kesenangan yang sama. Pada
akhirnya, seperti pada treadmill fisik, ia menjadi terlalu lelah untuk terus berlari.

D: The Despairing (Orang putus asa)

Bagaimana jika ia tidak menemukan “sesuatu” yang kurang itu, meskipun sudah
menyingkirkan segala halangan dan mencapai lebih banyak, tapi terus berasumsi
“sesuatu” itu bisa didapatkan? Dalam keadaan tertentu, ia akan kembali menyalahkan
dirinya sendiri. Itu sama dengan mengatakan “Ada yang salah dengan saya – saya tidak
cukup berusaha. Saya tidak cukup pandai. Saya tidak cukup sukses dalam karier atau
bisnis. Saya tidak menarik pasangan yang baik. Saya gagal.” Hal ini berakibat fatal. Ia
akan membenci dirinya sendiri.

Kategori Kedua: “IT” doesn’t exist

Kepuasan tidak ada di luar sana dan tidak bisa didapatkan.

Semua strategi di atas didasarkan pada asumsi bahwa manusia bisa dan seharusnya
menjalani hidup yang memuaskan. Namun, banyak orang mempertanyakan premis
atau kesimpulan tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa harapan kita terhadap
kehidupan inilah yang salah. Kita mungkin memulai hidup secara naïf dengan
mengejar “sesuatu” yang kurang itu, tapi akhirnya kita melihat hal itu tidak bisa
didapatkan, dan kita mulai terbiasa dengan kehidupan sesuai realita yang ada bahwa
yang diharapkan itu tidak akan ada.

Ini ada kesamaan dengan hipotesis, kesimpulan kebahagiaan zaman kuno.


Setidaknya ada tiga cara hidup yang didasarkan pada cara pandang ini, dan semuanya
terlihat lebih baik dibanding kenaifan, kekecewaan, kekhawatiran, dan keputusasaan.
Jika kita melihat lebih lanjut, semua strategi ini pun sangat bermasalah.
Halaman
2
A: Altruism/philanthropist (altruisme/dermawan)

Ada orang-orang yang menjalani kehidupan mereka untuk mendapatkan prestasi


dan kesuksesan pribadi. Lalu, mereka meraih kesuksesan itu dengan kekayaan yang
banyak, tapi kemudian merasa kosong, merasa dikejar dengan keinginan untuk
pencapaian berikutnya. Sebagian dari mereka meninggalkan keinginan untuk terus
menjadi kaya dan mengarah pada mengentaskan masalah sosial, menjadi filantropi, dan
meningkatkan harkat hidup orang lain.

Terkadang kisah mereka terdengar seperti ini: “Saya pikir saya akan puas dengan
bisnis yang banyak dan kekayaan melimpah. Namun saya sekarang sadar hanya
melalui memberi dan melayani kebutuhan orang lain atau membuat dunia menjadi
lebih baik, saya bisa merasakan kepuasan.”

Banyak orang yang berusaha memenuhi rasa kurang yang ia rasakan ini –
kekosongan batin dan kebutuhan akan rasa puas – melalui kesuksesan dan kekayaan.
Tetapi ia menyadari ada yang lebih baik: “Kita merasa baik ketika berhenti berfokus
untuk memenuhi rasa kurang kita sendiri. Membuat orang lain merasa bernilai
membuat kita merasa lebih bernilai.” Daripada terus berusaha membuat diri sendiri
lebih baik, kita mendapat kepuasan yang lebih besar ketika berusaha membuat orang
lain menjadi lebih baik.

Sayangnya, banyak orang yang sudah menunjukkan masalah ketika mereka


membuat aktivitas sosial dan rasa belas kasihan sebagai cara untuk mendapatkan
pemenuhan kepuasan batin mereka sendiri. Mengapa? Karena pendekatan ini pada
dasarnya sangatlah egois. Kemurahan hati itu sebenarnya hanyalah untuk kepentingan
diri sendiri.

Singkatnya, mereka tidak melayani orang lain, tapi melayani diri sendiri. Mereka
menggunakan orang lemah dan miskin untuk mengisi kekosongan batin yang mereka
butuhkan. Ini tidak saja akan membawa pada paternalisme, tapi bisa berubah menjadi
sikap merendahkan dan menghina ketika usaha filantropi mereka tidak diterima dengan
rasa hormat dan terima kasih. Membantu orang lain untuk memenuhi ketidakpuasan
diri sendiri tidak akan berhasil dalam jangka panjang, bagi yang menolong ataupun
yang ditolong.

B: Cynicism (Sinisisme)

Pada waktu sebagian besar orang mencapai usia pertengahan, mereka sampai pada
situasi yang bisa diungkapkan seperti ini: “Benar, ketika saya masih muda saya kira
kepuasan bisa didapat. Saya kira seks, cinta, keberhasilan karier dan bisnis bisa lebih
memuaskan. Tapi sekarang saya tentu sudah dewasa. Saya sadar tidak ada orang yang
benar-benar puas, maka saya tidak perlu terobsesi dengan hal ini. Saya sudah tidak
lagi mengejar hal yang tidak mungkin didapat. Saya tidak lagi mencari yang muluk-
muluk. Saya sudah menurunkan harapan kehidupan saya dan belajar menikmati apa
yang saya miliki, dan dengan itu saya baik-baik saja.”
Halaman
2
Meskipun terdengar masuk akal, ini sangat bermasalah setidaknya dalam dua hal.
Pertama, posisi seperti ini hampir selalu menciptakan sikap yang merendahkan setiap
orang yang tidak satu pandangan. Pandangan ini bisa membuat Anda merasa benar
sendiri, sama seperti orang-orang beragama yang legalistis. Anda akan merendahkan
orang-orang yang sangat giat mencari uang.

Tapi ada dampak yang lebih serius. Kedua, hal yang membuat Anda menjadi
manusia bukan binatang adalah Anda menginginkan sukacita, makna, dan kepuasan.
Menghilangkan hal itu akan merendahkan kemanusiaan Anda. Jika Anda memutuskan
bahwa kepuasan, sukacita dan kebahagiaan tidak bisa didapatkan, dan Anda
mengeraskan hati terhadap harapan atau kepuasan batin, Anda sedang membuat diri
Anda bukan manusia.

C: Detachment (Menarik diri)

Kita mungkin bertanya mengapa kita tidak kembali kepada bentuk yang lebih
murni dan lebih kuno, yaitu “hipotesis kebahagiaan” versi kelompok Stoa, Yunani.
Mereka menasihati kita agar tidak terlalu mencintai apa pun atau terlalu menaruh
harapan pada apa pun. Epictetus menulis, “Apa salahnya ketika sedang mencium anak
Anda, Anda berbisik seperti ini, ‘Suatu saat nanti kamu akan mati.’” Nasihat itu
dimaksudkan untuk mengurangi kesedihan ketika hal tersebut betul-betul terjadi.

Jika kita mau berpikir sedikit lebih dalam, kita tentu memahami bahwa
mengurangi cinta terhadap orang lain tidaklah meningkatkan kepuasan batin manusia,
tetapi justru menguranginya. Meskipun penarikan diri orang Stoa di zaman kuno jauh
lebih baik daripada sinisme zaman modern yang mengejek segala sesuatu, ini pun
mengeraskan hati dan membuat manusia menjadi bukan manusia.
Halaman
2

Akar Ketidakpuasan Batin Manusia

Ketidakpuasan batin manusia disebabkan oleh keinginan akan sesuatu yang tidak
bisa diberikan hidup ini. Jika kita terus mengejar “sesuatu” itu dalam dunia ini,
tindakan kita itu bisa membuat kita menjadi orang yang sakit hati atau membenci diri
sendiri karena kita tidak pernah mendapatkannya. Sebaliknya, jika kita berusaha
mengeraskan hati, berhenti berharap bahwa hari esok akan lebih baik, agar semua itu
tidak mengganggu, kita sedang merusak kemanusiaan kita dan orang-orang di sekitar
kita. Namun, jika kita tidak mengeraskan hati, dan sepenuhnya merasakan deritanya
kehilangan harapan, kita bisa menghancurkan diri sendiri. Semua pendekatan ini
terlihat seperti jalan buntu.

Apa penyebab dari kondisi yang kelihatannya tak terhindarkan ini, rasa tidak puas
yang abadi ini? Ada sebuah penjelasan dari filsuf hebat bernama Agustinus. Ketika
berumur sembilan tahun, ia membaca dialog Cicero, tentang manusia yang berusaha
bahagia, tetapi umumnya tidak berhasil merasa bahagia. Cicero menasihati para
pembacanya untuk tidak mencari kebahagiaan dalam hal materi, seks, atau kekayaan,
tapi menemukannya dalam perenungan filsafat.

Agustinus sangat tertarik dengan ajaran Cicero dan menjadi salah satu proyek
seumur hidupnya adalah menemukan mengapa manusia pada umumnya tidak puas dan
kehilangan kebahagiaan. Ia tiba pada kesimpulan yang lebih tinggi daripada Cicero
bahwa: “Penyebab dari rasa tidak puas manusia adalah karena manusia mengasihi hal
yang tidak tepat.”

Agustinus percaya manusia pada dasarnya dibentuk bukan hanya dari apa yang ia
percaya, pikirkan, atau lakukan, melainkan dari apa yang ia kasihi atau cintai. Bagi
Agustinus, apa yang kita sebut kebajikan (virtue) manusia sebenarnya adalah bentuk
dari kasih. Keberanian adalah mengasihi keamanan orang lain lebih daripada
keamanan diri sendiri. Kejujuran adalah mengasihi kepentingan orang lain lebih
daripada kepentingan diri sendiri, bahkan ketika kebenaran membuat kita berada di
posisi yang tidak menguntungkan.

Agustinus percaya semua dosa pada dasarnya akibat kurangnya kasih. “Coba lihat
ketidakadilan. Anda bisa mengatakan bahwa Anda percaya pada kesetaraan sosial
dan keadilan serta mengira Anda sudah melakukannya. Namun jika Anda membuat
keputusan bisnis yang merugikan orang lain, itu karena dalam hati Anda lebih mengasihi
kesejahteraan diri sendiri daripada orang lain.” Singkatnya, apa yang paling Anda kasihi
pada saat tertentu, itulah yang mengendalikan keputusan dan tindakan Anda saat itu.
Halaman
2
Disordered Love

Agustinus tidak melihat masalah ketidakpuasan manusia hanya berasal dari


kurangnya kasih. Lebih jauh, ia mengamati bahwa kasih memiliki urutan, dan manusia
sering lebih mengasihi hal-hal yang kurang penting dan kurang mengasihi hal-hal yang
penting. “Maka ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, dan kericuhan dalam hidup kita,
disebabkan oleh kekacauan atau kesalahan urutan kasih kita.”

Seorang yang adil dan baik “adalah orang yang juga memiliki urutan yang benar
dalam mengasihi, sehingga ia tidak mengasihi hal yang salah, atau mengabaikan apa
yang seharusnya dikasihi, atau terlalu mengasihi hal yang seharusnya kurang dikasihi
(atau hanya sedikit mengasihi hal yang seharusnya lebih dikasihi).” Bagaimana ini bisa
dilakukan? Tidak ada salahnya mengasihi pekerjaan Anda, tetapi jika Anda
mengasihinya lebih daripada keluarga Anda, urutan kasih Anda salah dan Anda bisa
merusak keluarga Anda, dan akhirnya merusak hidup Anda sendiri.

Atau, jika Anda mengasihi uang lebih daripada keadilan, Anda bisa
mengeksploitasi karyawan Anda karena urutan kasih Anda tidak benar. Kehancuran
urutan kasih yang terutama – dan sumber utama dari rasa tidak puas manusia – adalah
kegagalan untuk mengasihi hal yang terutama, kegagalan mengasihi Tuhan di atas
segalanya. Itulah esensi dari pengajaran Theocentric Motivation and Leadership
(TML).

Mengapa hal yang paling baik dalam dunia ini pun tidak bisa memuaskan kita?
Karena kita dicipta untuk ukuran kepuasan dan kenikmatan yang tidak bisa dihasilkan
oleh dunia. Kita dicipta oleh Tuhan dan bagi Tuhan, sehingga tidak ada yang bisa
memberi kita sukacita dan kepuasan sejati selain Tuhan sendiri. C.S. Lewis pernah
menulis:

“Jika manusia benar-benar ingin belajar mengenal hati mereka, umumnya mereka
akan tahu bahwa mereka ingin sesuatu, sesuatu yang sangat mereka rindukan, tapi
tidak bisa diperoleh dalam dunia ini. Ada berbagai hal dalam dunia ini yang
menawarkan kebahagiaan dan kepuasan kepada Anda, tapi tidak pernah
memenuhi janjinya.

Kerinduan yang muncul dalam diri kita, ketika kita pertama kali jatuh cinta, atau
pertama kali memikirkan tempat indah untuk liburan, atau pertama kali
berhadapan dengan hal yang menarik bagi kita, adalah kerinduan yang tidak bisa
dipuaskan sepenuhnya oleh pernikahan, jalan-jalan atau pelajaran.

Hal ini tidak bicara tentang pernikahan atau jalan-jalan yang gagal, tetapi
pernikahan atau jalan-jalan yang terbaik. Apa yang kita peroleh dalam kerinduan
terhadap semua hal itu, dalam kenyataannya selalu akan pudar. Pasangan hidup
bisa jadi adalah pasangan hidup yang baik, pemandangan yang kita lihat bisa saja
sangat indah, semua berjalan dengan baik, tapi kita akan tetap merasa ada ‘sesuatu’
yang kurang.”

Selanjutnya C.S.Lewis menulis:

“Makhluk ciptaan tidak dilahirkan dengan berbagai keinginan kecuali bahwa


kepuasan bagi berbagai keinginan itu bisa didapatkan. Seorang bayi merasa
lapar: ada yang namanya makanan. Seekor anak itik ingin berenang: ada yang
namanya air. Manusia merasakan keinginan seksual: ada yang namanya seks.
Jika saya merasakan keinginan yang tidak bisa dipuaskan oleh pengalaman di
dunia ini, penjelasan paling baik adalah saya dicipta bagi dunia yang lain.
Halaman
2

Bagaimana maksudnya? Jika Anda mengasihi anak-anak Anda lebih daripada


mengasihi Tuhan, Anda pada dasarnya sedang meletakkan kebutuhan Anda akan
makna dan rasa aman di dalam mereka. Anda pasti butuh anak-anak Anda berhasil,
bahagia, dan mengasihi Anda. Kebutuhan Anda itu bisa membuat mereka menjauh
atau hancur di bawah tuntutan Anda, karena mereka sudah menjadi sumber
kebahagiaan utama Anda. Sementara itu, tidak ada manusia yang mampu memuaskan
manusia lainnya.

Jika Anda mengasihi pasangan Anda lebih daripada Tuhan, hal yang sama akan
terjadi. Jika Anda mengasihi pekerjaan dan karier Anda lebih daripada Tuhan, Anda
pasti akan mengasihi semua itu lebih daripada keluarga Anda, komunitas Anda, dan
kesehatan Anda sendiri, sehingga hal itu akan menghasilkan kehancuran fisik dan
relasi. Juga seringkali, seperti yang kita lihat di atas, membawa pada ketidakadilan
sosial. Jika Anda mengasihi apa pun lebih daripada Tuhan, Anda sedang
membahayakan objek dari kasih Anda, membahayakan diri Anda, membahayakan
dunia di sekitar Anda, dan akhirnya semua berakhir dalam kesia-siaan hidup.

Kesimpulan

Harapan erat kaitannya dengan kepuasan batin. Rasa puas biasanya muncul saat
harapan menjadi kenyataan. Ada dua pandangan umum tentang kepuasan. Ada yang
beranggapan bahwa kepuasan harus terus dicari. Di sisi lain, ada yang beranggapan
bahwa kepuasan tidak perlu dicari karena tidak akan pernah bisa diraih.

Kenyataannya, manusia pada umumnya selalu merasa tidak puas, bahkan sampai
kehilangan kebahagiaan. Sebenarnya rasa tidak puas memiliki penyebab utama, yaitu
kesalahan dalam urutan cintanya. Apabila Anda mencintai sesuatu, namun urutannya
salah, Anda tetap akan merasa tidak puas. Memang sangat penting mencintai
pekerjaan, tetapi jika Anda mencintainya lebih daripada keluarga, maka urutan cinta
Anda salah. Akibatnya, Anda bisa merusak hubungan Anda dengan keluarga, sehingga
Anda menjadi kehilangan kebahagiaan dan merasa tidak puas.

Kesalahan urutan cinta yang paling utama adalah kegagalan untuk mencintai Sang
Pencipta di atas segalanya. Cintailah Sang Pencipta yang telah membuat Anda terus
bernapas hingga saat ini dan membuat Anda mampu menikmati anugerah-Nya. Jika
Anda masih ragu, ingatlah bahwa Anda adalah reciever, pribadi yang dicintai-Nya
seberapa pun besar kesalahan yang telah Anda buat.

Janganlah mencari kebahagiaan dan kepuasan dengan menggantungkan harapan


kepada diri sendiri, orang lain atau kekayaan dan jabatan, karena semua itu pasti
membuat Anda kecewa. Mari memupuk harapan dan menggantungkannya kepada
Sang Pencipta, yang merupakan sumber dari kebahagiaan yang sempurna. Sehingga
dalam keadaan apa pun, Anda tetap merasakan ketenangan karena cinta-Nya tetap
menyertai Anda selamanya. Cinta-Nya tidak akan pernah bisa hilang dan kepuasan
yang selalu kita cari akan terpenuhi di dalam-Nya. Di dalam Dialah kebahagiaan sejati
dan kepuasan batin pasti terpenuhi.
BAB 15
KEPUASAN BATIN
DAN HIDUP BERSAHAJA
(Contentment and Modestly)

25
26

1. Baca halaman lampiran “Budaya ER dan ST”. Tuliskan secara ringkas tentang
budaya “ER” dan “ST” serta “tolerance e$ect”. Apakah Anda termasuk dalam kelompok
yang terjebak dalam “rat-race”? Jelaskan.

2. Baca halaman lampira"Belajar Hidup Bersajaha (Modestly)”. Jelaskan secara


ringkas pengertian hidup bersahaja dan solusi untuk lepas dari perlombaan tikus atau
“rat-race”.

3. Theocentric Motivation and Leadership (TML) meyakini bahwa salah satu tanda
kedewasaan spiritual seseorang adalah “The distance between how you could live and how
you do live.” Artinya, berapa besar jarak antara kemampuan Anda dalam memilih gaya
hidup yang mewah atau nyaman dengan pilihan gaya hidup Anda yang sesungguhnya.
Sebutkan tiga hal praktis yang mulai Anda lakukan untuk belajar hidup bersahaja.
Halaman
2

Budaya ER dan ST

Kita hidup di tengah budaya ER (richER, smartER, fastER, cutER, sexiER. Di atasnya
lagi ada budaya ST (richeST, smarteST, fasteST, cuteST, sexieST). Sejak kecil kita
diajarkan prinsip “The more the better the happier”, semakin banyak semakin baik
semakin bahagia. Masalahnya, prinsip tersebut justru menjadi penyebab ketidakpuasan
dalam hidup karena akan selalu ada orang yang lebih dari kita. Tidak ada kemenangan
atau kepuasan batin dalam budaya ER dan ST.

Masih ingat pembahasan bab 10 tentang “Tujuan Hidup”? Pertimbangkan kalimat


berikut: “Bagaimana jika Anda melewatkan tujuan Tuhan bagi hidup Anda karena
Anda berusaha mengikuti budaya ER dan ST yang bahkan bukan sebuah realita,
melainkan sebuah ilusi, berisi janji palsu yang janjinya tidak pernah ditepati?
Perlombaan di tengah budaya ER dan ST hanya melucuti ketenangan dan kepuasan
batin.

Tolerance E$ect

Jika Anda kecanduan narkoba, Anda akan menemukan bahwa zat itu memberi
Anda perasaan “nge-fly”, melambung tinggi dengan perasaan asyik. Seiring
berjalannya waktu, tubuh Anda mulai menoleransi perasaan nge-fly tadi. Tubuh
menjadi terbiasa, dan Anda akan membutuhkan lebih banyak zat itu untuk menjaga
efek yang sama. Demikian halnya dengan budaya ER dan ST dalam bentuk apa saja:
uang, materi, kekuasaan atau ketenaran.

Misalnya, saat pertama kali mendapatkan banyak uang, Anda bisa membeli barang
mewah dan melakukan berbagai hal yang sebelumnya tidak mampu Anda lakukan.
Pada awalnya, berbagai barang dan kegiatan tersebut merupakan kemewahan bagi
Anda. Betapa bahagianya dan bersyukurnya Anda waktu itu. Sebelumnya, bertahun-
tahun Anda hidup tanpa kemewahan seperti yang ada sekarang. Dulu tidur dengan
ruangan tanpa AC, mandi tanpa air hangat dan ke mana-mana bermodalkan kendaraan
umum.

Dulu, hidup dengan kondisi seperti itu Anda lalui tanpa banyak mengeluh.
Sekarang, setelah menikmati kemewahan baru, tidak membutuhkan waktu bertahun-
tahun, cukup beberapa bulan saja, Anda sudah mulai merasa sulit untuk hidup tanpa
kemewahan yang sama. Untuk mempertahankannya, Anda memutar otak, berjuang
sampai rela banting tulang. Di titik itulah, apa yang dahulu Anda anggap sebagai
kemewahan telah berubah menjadi kebutuhan. Ketika kemewahan berubah menjadi
kebutuhan, cara Anda memandang segala sesuatu menjadi berubah. Termasuk dalam
memandang uang, waktu, pekerjaan, bisnis, persahabatan, keluarga, cinta, dan Tuhan.

Selain itu, ketika Anda mulai menghasilkan lebih banyak uang, Anda akan tinggal
di perumahan lebih elit dan berlibur ke tempat-tempat yang lebih indah. Secara
otomatis, Anda bertemu kemudian bergaul dengan kelompok orang dengan status
ekonomi yang lebih tinggi. Bagi kebanyakan orang, situasi itu menjadi perangkap baru
karena selalu ada orang yang jauh lebih kaya atau lebih hebat. Di titik itu, tidak peduli
berapa banyak uang yang dimiliki, Anda akan berkata, "Saya tidak memiliki banyak
uang."
Halaman
2

Inilah jebakan yang disebut “rat-race”. Anda akan begitu sibuk mengejar dan
mempertahankan gaya hidup baru, tidak sadar, waktu terus melaju, masa kunjungan di
bumi pun habis. Semua harus ditinggalkan. Semua orang datang telanjang, pulang
hanya dengan sehelai kain. Pada saat itulah, banyak di antara manusia yang
ternyata tidak siap bertemu Sang Pencipta, menangis sedih sambil berkata, “I’ve been
wasted it!”

Saya tidak mengenal Anda secara pribadi. Tetapi, menjadi panggilan hidup saya
untuk mengingatkan kita bersama, janganlah sia-siakan hidup kita. Mari keluar dari
permainan ER dan ST itu, karena tidak ada yang menang, hanya membunuh rasa
syukur dan kepuasan hidup. Coba renungkan, berapa banyak di antara kita yang
saat ini terjebak dalam perlombaan tikus, sebuah siklus dimana Anda harus terus
menerus mendapatkan penghasilan dengan sejumlah tertentu untuk sekadar mengejar
biaya gaya hidup yang terus naik?

Sederhananya, kondisi hidup kita yang sebenarnya hampir selalu lebih baik dari
apa yang kita pikirkan. Mengapa? Karena budaya ER dan ST memiliki kekuatan untuk
membutakan siapa saja terhadap jumlah uang yang dimiliki. Semakin kaya semakin
merasa kurang. Itulah alasan Kitab Suci mengingatkan kita agar waspada terhadap
semua jenis keserakahan.

Setiap hari banyak orang datang kepada para psikolog, konselor atau guru spiritual
untuk meminta pertolongan karena telah merasa terikat dan kecanduan pornografi atau
judi. Tidak pernah ada laporan bahwa ada orang yang datang karena merasa terikat
dengan dosa keserakahan. Mengapa? Karena tidak ada orang yang mengira bahwa
cinta uang atau keserakahan sebagai perangkap yang mematikan.

Mana mungkin “kekayaan dan kenyamanan yang begitu dicari orang bisa menjadi
sesuatu yang begitu salah?” Tidak mungkin. Demikian pandangan sebagian besar
manusia di tengah budaya hedonisme, konsumerisme, dan materialisme ini. Ketika
seseorang akhirnya sadar, biasanya sudah terlambat. Telanjur memakan korban, entah
diri sendiri yang membayarnya dengan penyakit atau penjara karena tersandung kasus
korupsi. Kadang dibayar dengan keluarga yang hancur berantakan, anak-anak
kehilangan figur orangtua atau bahkan kehilangan iman beserta dengan dunia yang
akan datang.

Sekali lagi, Theocentric Motivation and Leadership (TML) tidak anti kekayaan.
Dalam Kitab Suci tercatat sejumlah orang yang Tuhan berkati dengan kekayaan
berlimpah. Kaya itu tidak salah. Saya pun senang jika menjadi orang yang kaya-raya.
Tulisan ini hanya mau menyadarkan kita perihal sisi lain dari perlombaan mengejar
kekayaan, ketenaran, kenyamanan di tengah budaya ER dan ST. Sebagai penutup dari
bab ini, kita akan melihat solusi untuk lepas dari jebakan budaya ER dan ST tersebut.
Halaman
2

Belajar Hidup Bersahaja (Modestly)

Hidup bersahaja tidak identik dengan kemiskinan. Ada orang-orang ternama yang
secara ekonomi kaya dan mapan, tetapi mereka memilih untuk hidup bersahaja. Seperti
Amancio Ortega pendiri kerajaan mode Zara, salah satu orang terkaya di Eropa.
Demikian juga dengan pemimpin ekonomi terbesar keempat di dunia, Angela Merkel,
yang pada tahun 2017 terpilih kembali sebagai Kanselir Jerman selama empat kali
berturut-turut. Diberitakan bahwa bersama dengan suami, Angela Merkel tetap
memilih tinggal di apartemen yang sama seperti sebelum menjadi kanselir. Mereka
menjalani hidup yang bersahaja.

Terlepas dari preferensi politik Anda, umumnya setuju bahwa presiden kita, Joko
Widodo, termasuk pribadi yang bersahaja. Demikian juga dengan Pak Ron, warga
negara Amerika yang membiayai sekolah saya sampai ke Australia dan puluhan putra-
putri Indonesia lainnya. Jelas ia punya banyak uang, tetapi ketika masih bekerja di
Jakarta, ia lebih sering menggunakan mikrolet atau taksi sebagai moda transportasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata bersahaja berarti sederhana, tidak
berlebih-lebihan. Ini merupakan keterampilan untuk hidup mencukupkan diri dalam
segala situasi. Kata “cukup” menunjuk pada keadaan di mana seseorang dapat hidup
terbebas dari tuntutan atau pengaruh di luar dirinya. Dr. Paul Gunadi pernah
memberikan contoh tentang hidup bersahaja. Misalkan, kendati mampu membeli
kendaraan mewah, Anda memilih kendaraan yang lebih murah sebab itu pun sudah
memadai untuk kebutuhan Anda. Atau, Anda tidak membangun rumah yang megah
walau mampu; sebaliknya, Anda membangun rumah yang sesuai dengan kebutuhan.

Lebih jauh, ia juga mengajarkan bahwa hidup bersahaja berarti melihat hidup dari
perspektif yang lebih luas dan bernilai kekekalan. Artinya, kita tidak saja memikirkan
kebutuhan pribadi dan keluarga, tetapi juga memikirkan kebutuhan orang di sekitar
kita. Kita tahu bahwa Tuhan memberkati kita dengan berlimpah agar kita dapat
menjadi penyalur berkat-Nya untuk kepentingan yang lebih luas. Itu sebabnya sebelum
menggunakan uang untuk kepentingan pribadi, kita perlu untuk selalu
mempertimbangkan apakah kita perlu menggunakannya untuk kepentingan yang lain.

Kemudian, ia mengajarkan bahwa hidup bersahaja bukan berarti hidup tanpa


kenikmatan. Artinya, menikmati apa yang telah diberikan Tuhan tidaklah salah, justru
menikmati hidup juga merupakan bagian dari hidup yang seimbang. Menikmati hidup
memberi penyegaran kepada tubuh dan jiwa sehingga kita lebih dimampukan untuk
memenuhi tuntutan hidup. Bila kita sudah tidak dapat menikmati hidup, itu pertanda
bahwa kita telah kehilangan keseimbangan dalam hidup—sesuatu yang dapat memberi
dampak buruk pada relasi dengan Tuhan dan sesama.

Lepas dari Perlombaan Tikus

Banyak orang bergumul dengan uang. Mereka mengeluh, “Kami tidak memiliki
cukup uang, kami tidak berpenghasilan cukup, dan kami tidak dapat membayar hal-hal
yang kami inginkan dalam hidup.” Ketika kita mendengar keluhan seperti itu, pikiran
pertama kita pasti bahwa orang yang bergumul dengan uang adalah mereka yang
berpenghasilan sedikit. Tapi, ternyata tidak selalu seperti itu. Banyak juga orang
‘kaya’.
Halaman
3

Lho maksudnya bagaimana? Begini, saat seseorang mencapai lebih banyak


kesuksesan keuangan, harapan, dan keinginan mereka meningkat. Hasilnya adalah
mereka tidak pernah merasa puas. Oleh karenanya, tingkat kebahagiaan mereka justru
menurun. Bagian yang menakutkan adalah bahkan mereka yang berpenghasilan satu
miliar per tahun bisa berutang banyak. Itu artinya, “Masalah Anda dengan uang tidak
akan terselesaikan dengan Anda menghasilkan lebih banyak uang. Karena saat gaji
Anda meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula harapan, keinginan, dan gaya hidup
Anda juga meningkat.”

Ketika Anda akhirnya mendapatkan pekerjaan atau punya bisnis yang memberi
Anda penghasilan Rp25 juta sebulan, Anda sudah mulai merencanakan bagaimana
Anda bisa mencapai Rp50 juta sebulan. Alih-alih menambah tabungan dengan setiap
kenaikan pendapatan tadi, banyak dari kita malah mengonsumsi lebih banyak. Hal ini
membawa kita ke putaran yang tidak pernah berakhir dengan konsumsi, lebih banyak
pekerjaan, dan utang yang lebih banyak karena kita selalu berusaha untuk lebih dan
lebih.

Jadi, apa jalan keluarnya? Saya membaca nasihat yang sangat baik dalam situs
www.thespecinvestor.com.au. Di sana dijelaskan mengenai pentingnya mengubah
relasi Anda dengan uang. Maksudnya, hentikan godaan untuk meningkatkan konsumsi
Anda hanya untuk mengimbangi teman atau keluarga lain. Mengapa Anda sibuk
mengesankan orang lain yang bahkan tidak mengenal Anda atau tidak peduli dengan
Anda?

Bukankah lebih baik Anda meningkatkan tabungan Anda ketika mendapatkan


promosi dan kenaikan gaji itu di tempat kerja? Artinya, jika Anda ingin mencapai
kebebasan finansial, Anda perlu melakukannya dengan cara biasa. Menghasilkan lebih
banyak uang tidak akan menghasilkan apa-apa. Memenangkan lotere tidak akan
menghasilkan apa-apa. “Anda tidak akan menyelesaikan masalah keuangan Anda
sampai Anda mengubah hubungan Anda dengan uang.”

Hal tentang hidup bersahaja adalah, seperti kebanyakan perjalanan, tidak bisa
hanya dipaksakan melalui buku atau ceramah. Ini adalah tentang mengajar diri sendiri
untuk menemukan kegembiraan di luar uang. Hidup bersahaja artinya terlepas dari
kedudukan kita yang tinggi dalam perusahaan atau masyarakat, terlepas dari posisi
penting yang kita miliki dalam suatu komunitas dan dalam skala sosial ekonomi - kita
tidak membiarkan kemewahan menjadi kebutuhan. Kita memilih untuk selalu puas
dengan gaya hidup yang lebih bersahaja. Prinsip kuncinya “tidak membiarkan
kemewahan menjadi kebutuhan.” Keterikatan seseorang terhadap suatu objek tidak
bisa dilepaskan kecuali ia mendapatkan objek lain yang dirasa lebih menarik, yang
dipercaya lebih memberikannya pemenuhan dan kepuasan batin. Hanya Tuhan yang
dapat melakukan itu.

Theocentric Motivation and Leadership (TML) meyakini bahwa salah satu tanda
kedewasaan spiritual seseorang adalah “The distance between how you could live and how
you do live.” Artinya, berapa besar jarak antara kemampuan Anda dalam memilih gaya
hidup yang mewah atau nyaman, dengan pilihan gaya hidup Anda yang sesungguhnya.
Sekaligus, itulah definisi kata “bersahaja” menurut Theocentric Motivation and
Leadership (TML).
tmlcommunity
eloyzalukhu
TML Community
Eloy Zalukhu

www.capstone.co.id | www.eloyzalukhu.com

Anda mungkin juga menyukai