Anda di halaman 1dari 39

PROGRAM KERJA TIM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA RSK

LINDIMARA TAHUN 2019

YUMERKRIS

Yayasan Untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit-Rumah Sakit Kristen Di Sumba

RUMAH SAKIT KRISTEN LINDIMARA


JL. PROF. DR. W. Z JOHANES NO 6 PAYETI
WAINGAPU-SUMBA TIMUR
Telp : (0387), 61064, 61019

1
YUMERKRIS

Yayasan Untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit-Rumah Sakit Kristen Di Sumba

Jl. Prof. DR. W.Z Yohanes No. 06 Waingapu – 87113 – NTT

Telp. (0387) 61064, 61019; Fax : (0387) 61742


Email : RSK.lindimara@yahoo.com

SURAT KEPUTUSAN
NOMOR :2102/A.29/SK DIR/1X/2019
TENTANG
PENETAPAN PORGRAM KERJA PENGENDALIAN RESISTENSI
ANTIMIKROBA RSK LINDIMARA

DIREKTUR RSK LINDIMARA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara maka
diperlukan program kerja yang digunakan sebagai acuan
pelaksanaan kegiatan Tim.
b. Maka sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu ditetapkan
Program Kerja Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK
Lindimara.
c. Bahwa hal menetapkan Surat Keputusan di RSK Lindimara
adalah menjadi bagian dari tugas, hak, wewenang dan
tanggung jawab Direktur RSK Lindimara

Mengingat a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor36 Tahun 2009


tentang Kesehatan.
b. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi
: Antimikroba di Rumah Sakit

2
d. Kebijakan Direktur Rumah Sakit Kristen Lindimara No
2102/A.29/SK DIR/1X/2019 Tentang Penetapan Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di RSK Lindimara.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


KRISTEN LINDIMARA NOMOR 2102/A.29/SK
DIR/1X/2019 TENTANG PENETAPAN PROGRAM
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RSK
LINDIMARA

Program kerja yang dimaksud adalah sebagaimana tercantum


Kesatu :
dalam lampiran keputusan ini.

Kedua :
Program kerja sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu
harus dijadikan acuan dalam menyelenggarakan kegiatan Tim
Pengendalian Resistensi Antimikroba di RSK Lindimara

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan


Ketiga :
apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Waingapu

Pada tanggal : 03 Januari 2019

Direktur RS. Kristen Lindimara

3
dr.Alhairani Koni Londa Manu Mesa

NIP. 19790709 201001 2 013

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kerena atas perkenannya
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara Tahun 2019 ini dapat disusun
dengan baik.

Program Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara Tahun 2019 ini disusun
sebagai dasar melaksanakan Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan Program Kerja ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kami mengharapankan masukan, usulan, serta saran untuk membuat panduan ini lebih baik
lagi dan berguna untuk pelayanan di RSK Lindimara

Waingapu, 03 januari 2019

Tim PPRA

5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i

KATA PPENGANTAR .........................................................................................................ii

DAFTAR IS............................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................................iv
1.1.LATAR BELAKANG.........................................................................................vi

1.2 TUJUAN.............................................................................................................vii

1.3 KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN........................................vii

1.4 JADWAL KEGIATAN.......................................................................................vii

1.5 PENCATATAN DAN PELAPORAN.................................................................x

BAB II. STRUKTUR ORGANISASI......................................................................................xi

6
BAB III. URAIAN JABATAN................................................................................................xii

BAB 1V PELAKSANAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI


ANTIMIKROBA.......................................................................................................xi
A. ALUR SISTEM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH
SAKIT...............................................................................................................xiv
B. STRATEGI PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA..................xiv
C. PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH
SAKIT...............................................................................................................xiv
D. PRINSIP PENCEGAHAN PENYEBARAN MIKROBA
RESISTEN.......................................................................................................xvi
E. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT.................xix
BAB V A. INDIKATOR MUTU PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI
ANTIMIKROBA................................................................................xxv
BAB VI PERTEMUAN / RAPAT

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT KRISTEN LINDIMARA

Rumah Sakit Kristen Lindimara merupakan rumah sakit kristen dengan pelayanan
kesehatan mulai dari yang bersifat umum sampai dengan yang bersifat spesialistik, yang
dilengkapi dengan pelayananpenunjangmedis 24 jam.
Rumah SakitKristen Lindimara berlokasidi Jl.P r o f . W.Z Yohanes No. 6 Kelurahan
Prailiu, Kecamatan Kambera Kabupaten Sumba Timur ,Indonesia.Telp(0387)61064, Fax:
(0 3 8 7 ) 6 1 7 4 2 dengan alamate-mail info@lindimara.org.
8
Rumah Sakit Kristen Lindimara didirikan pada tanggal 12 November 1912 dengan status
berada dibawah kepemilikan YUMERKRIS (Yayasan Untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit -
Rumah Sakit Kristen di Sumba). RS Kristen Lindimara merupakan rumah sakit tipe madya yang
setara dengan rumah sakit pemerinta htipe D. Pada saat ini RS Kristen Lindimara dipimpin oleh
dr.Alhairani Koni Londa Manu Mesa selaku direktur.
 VISI
Rumah Sakit Kristen Lindimara memiliki visi :

“Menjadi Rumah Sakit yang melayani dengan kasih dan mengutamakan mutu bagi
keselamatan pasien”

 MISI
Rumah Sakit Kristen Lindimara memiliki misi :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang holistic pada setiap orang berlandaskan kasih
kristus tanpa membedakan status social, agama, ras, suku, dan golongan.
b) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berousat pada pasien dengan
mengutamakan mutu dan keselamatan pasien.
c) Mengembangkan dan meningkatkan mutu SDM secara utuh yang berintegritas,
professional dan inovatif.
d) Mengembangkan dan meningkatkan mutu peralatan, sarana dan prasarana.
e) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas administrasi dan manajemen.
f) Menyelenggarakan Rumah Sakit yang aman dan ramah lingkungan.
 NILAI – NILAI
Bekerja dalam kebersamaan jauh lebih baik dari pada bekerja sendri.
 MOTO
Motto Rumah Sakit Kristen Lindimara adalah ”Melayani Dengan kasih “
Untuk mencapai visi misi tersebut telah ditetapkan rencana strategis tahunan 2019-2024
yang didalamnya ditetapkan sasaran strategis, indikator kinerja utama maupun program
strategis. Untuk mewujudkan rencana strategis tersebut maka perlu disusun program kerja
tahunan.
1.2 LATAR BELAKANG

9
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, antimicrobial
resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi
antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat berhubungan dengan
penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi
dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat
dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap antimikroba yang
efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit. Bakteri
adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah
penggunaan antibiotik.
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005
pada 2494 individu di masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Escherichia coli resisten
terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan
kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan
81%Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%),
kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%). Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi antimikroba juga terjadi di Indonesia.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa diSurabaya dan Semarang terdapat masalah resistensi
antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak bijak, dan pengendalian infeksi yang belum
optimal. Penelitian AMRIN ini menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi
(validated method) untuk mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian
tersebut telah disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional
pertama di Bandung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat
melaksanakan “self-assessment program” menggunakan “validated method” seperti yang
dimaksud di atas. Pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-
masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi antimikroba, data penggunaan
antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai sekarang gerakan
pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum berlangsung baik,
terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa negara.

10
Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba ini
baik di tingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja
sama antar-institusi maupun antar-negara. WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi
bagi negara anggota untuk melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia
rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui
bahwa penanggulangan masalah resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat
dituntaskan melalui gerakan global yang dilaksanakaan secara serentak, terpadu, dan
bersinambung dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya
masalah resistensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui
program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan
pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan.
Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut
dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Dalam rangka pelaksanaan
PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun pedoman pelaksanaan agar pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit di seluruh Indonesia berlangsung secara baku dan data yang
diperoleh dapat mewakili data nasional di Indonesia.
A. Rencana strategis 2019 – 20124
Sasaran strategis yang terkait dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
( PPRA ) adalah : Status akreditasi
B. Hasil Evaluasi Kinerja tahun 2018
Hasil evaluasi kinerja tahun 2018 belum dapat dievaluasi karena program baru
diaksanakan pada tahun 2019

1.3 TUJUAN
A. Tujuan umum
Mengendalikan berkembangya mikroba resisten akibat tekanan selesksi oleh
antibiotik, melalui pengggunaan antibiotik secara bijak, dan mencegah penyebaran
mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip penecegahahn dan
penegendalian infeksi
B. Tujuan khusus
1. Memenuhi kompetensi dasar manusia

11
2. Meningkatan mutu layanan
3. Mendukung program penecegahan dan pengendalian infeksi
1.4 MASA BERLAKU

Masa berlaku program pengedalian resistensi antimikroba di RSK Lindimara


adalah selama 5 tahun dan sewaktu – sewaktu dapat direfisi.

1.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

 Kelebihan pedoman program pengedalian resistensi antimikroba di RSK Lindimara


adalah pedoman ini adalah selalu di di update berdasarkan perkembangan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Program Penegendalian Resiistensi
Antimikroba di Rumah Sakit.

 Kekurangan pedoman program pengedalian resistensi antimikroba di RSK


Lindimara adalah tidak dapat diterapkannya pemeriksaan mikrobilogi, pelaporan
pola mikroba dan kepekaannya.
1.6 KEGIATAN POKOK & RINCIAN KEGIATAN
Program kerja PPRA disusun oleh ketua Tim PPRA, dibantu oleh anggota Tim PPRA,
Komite PPI, Instalasi Farmasi, Panitia Farmasi dan Terapi, Instalasi Laboratorium, serta Klinisi
di Kelompok Staff medis masing-masing, yang disahkan serta ditandatangin oleh Direktur
Rumah Sakit untuk selanjutnya dievaluasi berkala setiap tahunnya.
Adapun kegiatan program pengendalian kerja tersebut terdiri dari:
1. Memenuhi kompetensi dasar manusia
a. Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan Tim PPRA
b. Sosialisasi program pengendalian resistensi antimikroba
c. Departemen atau Kelompok Staff Medis menetapkan pedoman penggunaan
antibiotik
d. Melakukan sosialisasi dan memberlakukan pedoman penggunaan antibiotik secara
resmi di masing-maisng Departemen / SMF
2. Mengembangkan pelayanan
a. Monitoring penggunaan antibiotik profilaksis bedah pada kasus bedah
b. Perbaikan kuantitas dan kualiatas penggunaan antibiotik

12
3. Mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi
a. Refresing tentang cuci tangan 6 langkah
b. Monitoring kapatuhan petugas dalam menggunakan APD
E. Cara melaksanakan kegiatan
Terlampir
F. Sasaran kegiatan
Seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan, dan petugas medis lainnya
yang berada di lingkungan RSK Lindimara, termasuk pasien itu sendiri.
G. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan terlampir
H. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Surveilans infeksi rumah sakit secara teratur adalah pelaksanaan surveilans yang dilakukan
secara terencana, berkesinambungan, dan rutin. Evaluasi adalah penilaian kembali terhadap hasil
surveilans untuk dilakukan perbaikan.
Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah cara mengevaluasi penggunaan
antibiotik dengan metode audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, mengacu pada buku
pedoman pelaksanaan PPRA Depkes RI Tahun 2005 “Antimicrobial Resistance, Antibiotic
Usage, and Infeciton Control; a Self Assessment Program for Indonesian Hospitals” (buku
kuning)
1. Audit Kuantitas Antibiotik
Merupakan metode untuk menghitung jumlah antibiotik yang digunakan dengan
parameter Defined Daily Dose yaitu dosis rata-rata harian untuk indikasi tertentu.Pada
penggunaan di rumah sakit menggunakan satuan DDD/100 patient-days.
2. Audit Kualitas Antibiotik
Merupakan metode untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik secara rasional dengan
cara mengkaji (review) kasus dari catatan medik dan catatan/rekaman pemberian
antibiotik. Sedangkan kategori evaluasi menggunakan kriteria alur “Gyssens”, yaitu:
a. Kategori I = Penggunaan antibiotik tepat/rasional
b. Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis pemberian
c. Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
d. Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian

13
e. Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
lama
f. Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
singkat
g. Kategori IVA = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik lain yang
lebih efektif (Pemilihan tidak sesuai PPAB)
h. Kategori IVB = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik yang
lebih aman
i. Kategori IVC = Penggunaan antibiotik tidka tepat karena ada antibiotik lain yang
harganya lebih murah
j. Kategori IVD = Penggunaan antibitoik tidak tepat karena ada antibitoik lain yang
spektrumnya lebih spesifik “narrow spectrum”
k. Kategori V = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena tidak ada indikasi
l. Kategori VI = Catatan medik tidak lengkap untuk dikaji dan dievaluasi
Catatan : Alur Gyssens terlampir
Evaluasi secara berkala adalah evaluasi yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan
dalam kurun waktu sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun.
Evaluasi hasil audit adalah menganalisis hasil audit kuantitas dan audit kualitas penggunaan
antibiotik sebelum dan sesudah implementasi PPRA serta membandingkan biaya atau “cost-
effectiveness” sebelum dan sesudah implementasi PPRA
Umpan balik adalah memberikan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik
kepada pihak yang terkait untuk ditindaklanjuti
Laporan yang diharapkan berupa laporan lengkap yaitu semua dokumen yang mendukung
kegiatan tersebut diatas, termasuk laporan kegiatan, evaluasi dan tindaklanjut.
I. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Laporan kegiatan merupakan internal yang terbagi secara periodik yaitu laporan bulanan,
triwulan, dan tahunan yang mencakup:
a. Laporan bulanan
1. Laporan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik
2. Laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

14
Laporan disusun oleh ketua dibantu oleh sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan
dijabarkan pada rapat bulanan Tim PPRA
b. Laporan Triwulan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan tentang hal tersebut diatas selama 3 bulan
berturut-turut. Laporan ini juga disusun oleh ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang
nantinya akan dilaporkan kepada direktur.
c. Laporan tahunan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan selama 1 tahun. Laporan ini juga disusun oleh
ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan dilaporkan kepada direktur dan
jajaran pimpinan rumah sakit lainnya dalam rapat tahunan.
Setiap kegiatan PPRA dimulai dari perencanaa, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi perlu
dilaporkan ke direktur RS dan ketua Tim PPRA serta diketahui instalasi terkait untuk
meningkatkan mutu rumah sakit.

15
16
BAB 11

STRUKTUR ORGANISASI

TIM PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

RUMAH SAKIT

Dr. ALHAIRANI K.L. MANU MESA


DIREKTUR

Dr. HENRYANTO IRAWAN


KETUA TIM PPRA

dr. Vebri Anita Sinaga Aprianus Roy Ndatangara, A.


dr. Anrdre Bayu Nugroho Md.Kep
dr. Stefani Untono Mardiani Irene Uki, A. Md.
dr. Clarissa wiryadi Kep
drg. Reny Ninggrum Yuriantho Y. Amah, A. Md.
Kep
Merlin Rambu Djati,A. Md.
Kep

17
BAB 111

URAIAN JABATAN

Agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba secara optimal,
maka dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Reisitensi Antimikroba Rumah Sakit (Tim
PPRA RS) berdasarkan keputusan Kepala/Direktur rumah sakit.
Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi.

A. KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB


Dalam melaksanakan tugas, Tim PPRA bertanggung jawab langsung kepada
Kepala/Direktur rumah sakit. Keputusan Kepala/Direktur rumah sakit tersebut berisi uraian tugas
tim secara lengkap, yang menggambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab serta koordinasi
antar-unit terkait di rumah sakit.
1. DIREKTUR
Hasil kerja
 Terbentuknya Tim PPRA disertai SK
 Tersedianya fasilitasyangdiperlukanuntuk kegiatanPPRA
 KebijakankegiatanPPRA
 Formularium pemakaianantibiotic
Uraian tugas
 Membentuk Tim PPRA dengabn surat keputusan
 Mendukung penyelenggaraan upaya PPRA
 Membuat laporan setiap tahun ke PERMENKES
Tanggung jawab
 Mengadakan evaluasi kebijakan program pengendalian resistensi antimikroba.
 Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk anggaran
yang dibutuhkan.
 Bertanggung jawab mengadakan evaluasi kebijakan program pengendalian resistensi
antimikroba.
 Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik.
18
2. KEANGGOTAAN TIM PPRA
Susunan Tim PPRA terdiri dari: ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. Kualifikasi ketua
tim PPRA adalah seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi. Keanggotaan Tim PPRA
paling sedikit terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten dari unsur:
1. Klinisi perwakilan SMF/bagian
2. Keperawatan
3. Instalasi farmasi
4. Laboratorium mikrobiologi klinik
5. Komite / tim pencegahan pengendalian infeksi (PPI)
6. Komite / tim farmasi dan terapi (KFT).
Dalam keadaan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), maka rumah sakit dapat
menyesuaikan keanggotaan Tim PPRA berdasarkan ketersediaan SDM yang terlibat dalam
program pengendalian resistensi antimikroba.
3. TUGAS POKOK TIM
Tugas Pokok Tim PPRA
Uraian tugas pokok Tim PPRA adalah:
a. Membantu Direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan tentang pengendalian resistensi
antimikroba.
b. Membantu Direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotik rumah sakit.
c. Membantu Direktur rumah sakit dalam melaksanakan program pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit.
d. Membantu Direktur rumah sakit dalam mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan
pengendalian resistensi antimikoba di rumah sakit.
e. Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelolaan penyakit infeksi terintegrasi.
f. Melakukan surveilans pola penggunaan antibiotik.
g. Menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang prinsip
pengendalian resistensi antimikroba, penggunaan antibiotik secara bijak, dan ketaatan
terhadap pencegahan pengendalian infeksi melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan;
h. Mengembangkan penelitian di bidang pengendalian resistensi antimikroba;

19
i. Melaporkan pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba kepada Direktur
rumah sakit.
Dalam melakukan tugasnya, Tim PPRA berkoordinasi dengan unit kerja: SMF/bagian,
bidang keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium mikrobiologi klinik, komite/tim
pencegahan pengendalian infeksi (PPI), komite/tim farmasi dan terapi (KFT).
Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut.
1. STAF MEDICAL FUNGSIOANAL (SMF )
a. Menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan menerapkan kewaspadaan
standar.
b. Melakukan koordinasi program pengendalian resistensi antimikroba di SMF/bagian.
c. Melakukan koordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan antibiotikdi
SMF/bagian.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
2. BIDANG KEPERAWATAN
a. Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya mencegah penyebaran mikroba
resisten.
b. Terlibat dalam cara pemberian antibiotik yang benar.
3. INSTALASI FARMASI
a. Mengelola serta menjamin mutu dan ketersediaan antibiotik yang tercantum dalam
formularium.
b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien
infeksi, melalui: pengkajian peresepan, pengendalian dan monitoring penggunaan
antibiotik, visite ke bangsal pasien bersama tim.
c. Memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat dan
benar.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
4. KOMITE/TIM PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI (KPPI)
Komite PPI berperanan dalam mencegah penyebaran mikroba resisten melalui:
a. Penerapan kewaspadaan standar,
b. Cohorting/isolasi bagi pasien infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten,
5. KOMITE/TIM FARMASI DAN TERAPI (KFT)

20
a. Berperanan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah
sakit,
b. Memantau kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan panduan di
rumah sakit,
c. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.

BAB 1V

21
PELAKSANAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

E. ALUR SISTEM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RS

DIREKSI

Laporan

Komite Farmasi PPRA Tim Farmasi


&Terapi (KFT) Klinik
Tim PPRA+
(Kebijakan antibiotik ) Pokja PPRA ( Data antibiotika)

Komite PPI RSK


Lindimara

( Data survelens)

F. STRATEGI PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA


Muncul dan berkembangnya mikroba resisten dapat dikendalikan melalui dua kegiatan
utama, yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotics), dan
penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar.
Penggunaan antibiotik secara bijak ialah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan penyebab
infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimal, dan dampak
minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh sebab itu pemberian antibiotik harus disertai
dengan upaya menemukan penyebab infeksi dan pola kepekaannya. Penggunaan antibiotik secara
bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam penerapannya. Antibiotik dibedakan dalam
kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh semua klinisi (non-restricted) dan antibiotik yang
dihemat dan penggunaannya memerlukan persetujuan tim ahli (restricted dan reserved).

22
Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi pada
pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan (profilaksis
bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada
penyakit non-infeksi dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi
virus.
Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau berdasarkan
pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik berspektrum sempit untuk
mengurangi tekanan seleksi (selection pressure). Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas
masih dibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada
hasil pemeriksaan mikrobiologi (streamlining atau de-eskalasi).
Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit perlu diatasi.
Misalnya, tersedianya laboratorium mikrobiologi yang memadai, komunikasi antara berbagai pihak
yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan. Selain itu, diperlukan.
Dukungan kebijakan pembiayaan dan pengadaan antibiotik yang mendukung pelaksanaan
penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit. Untuk menjamin berlangsungnya program ini
perlu dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (Tim PPRA) di rumah
sakit.
1. PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi antimikroba
dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit”, serta menyusun
dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”:
a. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan definitif .
 Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga
infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
 Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
Penerapan pemberian antibiotik definitif RSK Lindimara seajauh ini belum sesuai dengan
Standar Prosedur Operasioanl karena hanya mengacu pada pada klinis hasil pemeriksaan
hematologi, sedangkan pemeriksaan mikrobiologi, kimia, serologi tidak dapat dilaksanankan.
Kebijakan Khusus
1. Pengobatan awal

23
a. Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi
antibiotik empirik selama 48-72 jam.
b. Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium
dan mikrobiologi.
c. Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
d. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik
setempat.
2. Prinsip pemilihan antibiotik.
a. Pilihan pertama (first choice).
b. Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
c. Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.
3. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop
order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau
terapi definitif.

b. Kebijakan pemberian antibiotik profilaksis bedah meliputi antibiotik profilaksis atas


indikasi operasi bersih dan bersih terkontaminasi sebagaimana tercantum dalam ketentuan
yang berlaku.
 Antibiotik Profilaksis Bedah adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling
lama 24 jam pascaoperasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda
infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi luka daerah operasi.
RSK Lindimara belum bisa menerapkan penggunaan antibiotik Profilaksis Bedah pada
kasusus operasi bersih karena tidak tersedianya Sefalosporin generasi I-II. Penggunaan
antibiotik pembedahan yang selama ini dilakukan di RSK. Lindimara adalah antibiotik
terapi untuk semua kelas operasi bersih maupun operasi kontaminasi.
 Pemberian antibiotik pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor tergolong dalam
pemberian antibiotik terapi sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis.
2. PRINSIP PENCEGAHAN PENYEBARAN MIKROBA RESISTEN
Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya Pencegahan
Pengendalian Infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni mikroba resisten dapat

24
menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya membatasi terjadinya
transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat) upaya berikut ini.
a. Meningkatkan kewaspadaan standar (standard precaution), meliputi:
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung),
face shield (pelindung wajah), dan gaun
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/etika batuk
9. Paktek menyuntik yang aman
10.Praktek yang aman untuk lumbal punksi
b. Melaksanakan kewaspadaan transmisi Jenis kewaspadaan transmisi meliputi:
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Pada kewaspadaaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah. Bila tidak memungkinkan,
maka dilakukan cohorting yaitu merawat beberapa pasien dengan pola penyebab infeksi yang sama
dalam satu ruangan.
Tindakan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh sumber dan pola penyebaran mikroba
multiresisten yang bersangkutan.
3. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan antibiotik di
rumah sakit baik kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaan evaluasi penggunaan antibiotik di rumah
sakit menggunakan sumber data dan metode secara standar.
1. Sumber Data Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit

25
2. Rekam Medik Pasien
Penggunaan antibiotik selama dirawat di rumah sakit dapat diukur secara retrospektif setelah pasien
pulang dengan melihat kembali Rekam Medik (RM) pasien, resep dokter, catatan perawat, catatan
farmasi baik manual atau melalui Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM RS). Dari
penulisan resep antibiotik oleh dokter yang merawat dapat dicatat beberapa hal berikut ini: jenis
antibiotik, dosis harian, dan lama penggunaan antibiotik, sedangkan dalam catatan perawat dapat
diketahui jumlah antibiotik yang diberikan kepada pasien selama pasien dirawat.
Pengelolaan antibiotik di Instalasi Farmasi
Di rumah sakit yang sudah melaksanakan kebijakan pelayanan farmasi satu pintu, kuantitas
antibiotik dapat diperoleh dari data penjualan antibiotik di instalasi farmasi.
Data jumlah penggunaan antibiotik dapat dipakai untuk mengukur besarnya belanja antibiotik dari
waktu ke waktu, khususnya untuk mengevaluasi biaya sebelum dan sesudah dilaksanakannya
program di rumah sakit.
1. Audit Jumlah Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit
Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan data di tempat lain,
maka badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan antibiotik secara
Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) Classification dan pengukuran jumlah penggunaan
antibiotik dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days.
Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotik yang digunakan pada orang
dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit baku
pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang sebenarnya diberikan kepada pasien
(prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada
kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam sistem klasifikasi ATC obat dibagi dalam
kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya dalam
farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi, yaitu:
• Tingkat pertama : kelompok anatomi (misalnya untuk saluran pencernaan dan metabolisme)
• Tingkat kedua : kelompok terapi/farmakologi obat
• Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi
• Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat
• Tingkat kelima : substansi kimiawi obat

26
Contoh:
J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik
(Tingkat pertama: kelompok anatomi)
J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik
(Tingkat kedua: kelompok terapi/farmakologi)
J01C beta-lactam antibacterial, penicillins
(Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi)
J01C A penisilin berspektrum luas
J01C A01 ampisilin (Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat)
J01C A04 amoksisilin (Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)

Penghitungan DDD
Setiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis
pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg.
1. Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai
berikut:
Perhitungan numerator :
Jml kemasan X jml tablet per kemasan X jml gram per tablet X 100
Jumlah DDD = --------------------------------------------------------------------------
DDD antibiotik dalam gram

Perhitungan denominator:
Jumlah hari-pasien = Jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi
2. Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien:

jumlah konsumsi antibiotik dalam gram


Jumlah konsumsi AB = -------------------------------------------------------------
(dalam DDD) DDD antibiotik dalam gram

Total DDD
DDD/100 patient days = ---------------------------------- x 100

27
Total jumlah hari-pasien

2. Audit Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat data dari form penggunaan
antibiotik dan rekam medik pasien untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap kasus dipelajari dengan
mempertimbangkan gejala klinis dan melihat hasil laboratorium apakah sesuai dengan indikasi
antibiotik yang tercatat dalam Lembar Pengumpul Data (LPD).
Penilai (reviewer) sebaiknya lebih dari 1 (satu) orang tim PPRA dan digunakan alur penilaian
menurut Gyssens untuk menentukan kategori kualitas penggunaan setiap antibiotik yang digunakan.
Bila terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara reviewer maka dapat dilakukan diskusi panel
untuk masingmasing kasus yang berbeda penilaiannya.
Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam hubungannya dengan laporan pola mikroba
dan kepekaan terhadap antibiotik setiap tahun.
Kategori hasil penilaian (Gyssens flowchart):
Kategori 0 : Penggunaan antibiotik tepat dan rasional
Kategori I : Tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik
Kategori II A : Tidak tepat dosis pemberian antibiotik
Kategori II B : Tidak tepat interval pemberian antibiotik
Kategori II C : Tidak tepat rute pemberian antibiotik
Kategori III A : Pemberian antibiotik terlalu lama
Kategori III B : Pemberian antibiotik terlalu singkat
Kategori IV A : Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain
yang lebih efektif
Kategori IV B : Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain
yang lebih aman
Kategori IV C : Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain
yang lebih murah
Kategori IV D : Tidak tepat pilihan antibiotik karena ada antibiotik lain
dengan spektrum lebih sempit
Kategori V : Tidak ada indikasi pemberian antibiotik
Kategori VI : Data tidak lengkap sehingga penggunaan antibiotik tidak

28
dapat dinilai.

Penilaian kualitas penggunaan antibiotik (Gyssens flowchart)

29
30
BAB V
INDIKATOR MUTU PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dapat
dievaluasi dengan menggunakan indikator mutu atau Key Performance Indicator (KPI) sebagai
berikut:
1. Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
Menurunnya konsumsi antibiotik, yaitu berkurangnya jumlah dan jenis antibiotik yang
digunakan sebagai terapi empiris maupun definitif.
2. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
Meningkatnya penggunaan antibiotik secara rasional (kategori nol, Gyssens) dan
menurunnya penggunaan antibiotik tanpa indikasi (kategori lima, Gyssens)
3. Perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba multiresisten yang tergambar
dalam pola kepekaan antibiotik secara periodik setiap tahun
4. Penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten, contoh
Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan bakteri penghasil extended
spectrum beta-lactamase (ESBL)
5. Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum
kajian kasus infeksi terintegrasi.
Direktur rumah sakit wajib melaporkan pelaksanaan dan indicator mutu program pengendalian
antimikroba di rumah sakit secara periodic setiap tahun kepada menteri kesehatan c.q KPRA dengan
tebusan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

31
BAB VI
PERTEMUAN / RAPAT

Pertemuan Rutin :
1. Pertemuan TIM dengan direktur rumah sakit tiap 6 bulan
2. Pertemuan ketua Tim dan anggotan tiap 3 bulan
3. Pertemuan Tim dengan penanggung jawab setiap ruangan dalam penggunaan antibiotic

32
BAB VII

PENUTUP

Demikian Program Kerja ini disusun menjadi panduan pelaksanaan kegiatan Tim Pengendalian
Infeksi Antimikroba di RSK Lindimara

Waingapu, 03 Januari 2019

Mengetahui

Direktur RSK Lindimara Tim PPRA

Dr. Alhairani K.L.Manumesa Merlin Rambu Djati

Nip 197907092010012013

CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


1. Melaksanakan pemeliharaan sarana prasarana

33
Rincian kegiatan Langkah – langkah Anggar Target Tempat Pelaksana dan
kerja an waktu pelaksaan peserta

Pengadaan a. Menginventarisai Rp. Juni Ruang Tim


ruang kerja Tim kebutuhan dan 2.000. 2019 kantor HIV/AIDS
PPRA peralatan ruang 000. RSKL
kerja Tim PPRA
b. Mengajukan
permintaan ke
bagaian pengadaan

2. Memenuhi kompetensi dasar manusia


Rincian Langkah – langkah Anggaran Target Tempat Pelaksana
Kegiatan kerja waktu pelaksanaan dan peserta

1. Pelatihan a. Mengajukan Rp. 5.000. 2 Harris Hotel Komisi


untuk Tim permohonan 5-& Residence akreditasi
0
PPRA pelatihan ke diklat 2 sunset Road Rumah Sakit
0
b. Menghubungi 6 Kuta Bali
0 ( KARS )
narasumber Ju
berkompeten. ni
c. Pelaksanaan 2
kegiatan 0
d. Menyusun laporan 1
kegiatan pelatihan 9
e. Evaluasi kegiatan

3. Peningkatan mutu pelayanan


Rincian Langkah – langkah Anggaran Target Tempat Pelaksana
Kegiatan kerja waktu pelaksanaan dan
peserta

1. Monitoring dan 1. Mengajukan Rp. September Bangsal Tim

34
evaluasi kualitas form kualitas 2.000.000 2019 VIP PPRA
penggunaan penggunaan
0
antibiotik antibiotik
0
2. Melakukan
0
evalusi kualitas
penggunaan
antibiotik

Monitoring dan 1. Melakukan


evaluasi kualitas perhitungan
dan kuantitas kauntitas
penggunaan penggunaan
antibiotik di antibiotik
VIP 2. Melakukan
evalusi kualitas
penggunaan
2. antibiotik

1. Mensosialisasika
Meningkatkan
n Pedoman
pengetahuan
Penggunaan
bagi DPJP
antibiotik RSK
dalam
Lindimara
pemberian
antibiotik 2. Monitoring DPJP
dalam pemberian
antibiotik melalui
audit kualitas dan
kuantitas
penggunaan
antibiotik
3. Memebrikan
feedback hasil
dari monitoring

3.

4. Mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi

35
Rincian Langkah – langkah Anggaran Target Tempat Pelaksana dan
Kegiatan kerja waktu pelaksan peserta

aan

1. Meningkatakan 1. Refresing 5 - September B Tim PPRA


kepatuhan 5 moment cuci 2019 an
momen cuci tangan bersama gs
tangan kepada PPI al
2. Monitoring
perawat VI
kepatuhan 5
P
momen cuci
tangan oleh PPI

Monitoring
1. Melakukan
kepatuhan observasi saat
petugas petugas
menggunakan melakukan
APD tugasnya

2.

36
JADWAL PELAKSANAAN

JADWAL PELAKSANAAN

Pelaksanaan / Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

37
Pembuatan 
program kerja
PPRA

Penyusunan 
pedoman
penggunaan
antibiotik yang
bijak

Pengadaan ruang 
kerja Tim PPRA

Memenuhi 
kompetensi dasar
manusia
Pelatihan untuk
Tim PPRA
Sosialisasi 
kegiatan PPRA
dan pedoman
penggunaan
antibiotik

Monitoring         
kegiatan
pencegahan dan
pengendalian
infeksi

Monitoring dan         
audit kualitas
penggunaan
antibiotik

38
profilaksis bedah
dan penggunaan
antibiotik bijak

39

Anda mungkin juga menyukai