Program Kerja Tim Ppra
Program Kerja Tim Ppra
YUMERKRIS
1
YUMERKRIS
SURAT KEPUTUSAN
NOMOR :2102/A.29/SK DIR/1X/2019
TENTANG
PENETAPAN PORGRAM KERJA PENGENDALIAN RESISTENSI
ANTIMIKROBA RSK LINDIMARA
2
d. Kebijakan Direktur Rumah Sakit Kristen Lindimara No
2102/A.29/SK DIR/1X/2019 Tentang Penetapan Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di RSK Lindimara.
MEMUTUSKAN
Kedua :
Program kerja sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu
harus dijadikan acuan dalam menyelenggarakan kegiatan Tim
Pengendalian Resistensi Antimikroba di RSK Lindimara
Ditetapkan di : Waingapu
3
dr.Alhairani Koni Londa Manu Mesa
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kerena atas perkenannya
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara Tahun 2019 ini dapat disusun
dengan baik.
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara Tahun 2019 ini disusun
sebagai dasar melaksanakan Pengendalian Resistensi Antimikroba RSK Lindimara Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan Program Kerja ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kami mengharapankan masukan, usulan, serta saran untuk membuat panduan ini lebih baik
lagi dan berguna untuk pelayanan di RSK Lindimara
Tim PPRA
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i
DAFTAR IS............................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................................iv
1.1.LATAR BELAKANG.........................................................................................vi
1.2 TUJUAN.............................................................................................................vii
6
BAB III. URAIAN JABATAN................................................................................................xii
7
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah Sakit Kristen Lindimara merupakan rumah sakit kristen dengan pelayanan
kesehatan mulai dari yang bersifat umum sampai dengan yang bersifat spesialistik, yang
dilengkapi dengan pelayananpenunjangmedis 24 jam.
Rumah SakitKristen Lindimara berlokasidi Jl.P r o f . W.Z Yohanes No. 6 Kelurahan
Prailiu, Kecamatan Kambera Kabupaten Sumba Timur ,Indonesia.Telp(0387)61064, Fax:
(0 3 8 7 ) 6 1 7 4 2 dengan alamate-mail info@lindimara.org.
8
Rumah Sakit Kristen Lindimara didirikan pada tanggal 12 November 1912 dengan status
berada dibawah kepemilikan YUMERKRIS (Yayasan Untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit -
Rumah Sakit Kristen di Sumba). RS Kristen Lindimara merupakan rumah sakit tipe madya yang
setara dengan rumah sakit pemerinta htipe D. Pada saat ini RS Kristen Lindimara dipimpin oleh
dr.Alhairani Koni Londa Manu Mesa selaku direktur.
VISI
Rumah Sakit Kristen Lindimara memiliki visi :
“Menjadi Rumah Sakit yang melayani dengan kasih dan mengutamakan mutu bagi
keselamatan pasien”
MISI
Rumah Sakit Kristen Lindimara memiliki misi :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang holistic pada setiap orang berlandaskan kasih
kristus tanpa membedakan status social, agama, ras, suku, dan golongan.
b) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berousat pada pasien dengan
mengutamakan mutu dan keselamatan pasien.
c) Mengembangkan dan meningkatkan mutu SDM secara utuh yang berintegritas,
professional dan inovatif.
d) Mengembangkan dan meningkatkan mutu peralatan, sarana dan prasarana.
e) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas administrasi dan manajemen.
f) Menyelenggarakan Rumah Sakit yang aman dan ramah lingkungan.
NILAI – NILAI
Bekerja dalam kebersamaan jauh lebih baik dari pada bekerja sendri.
MOTO
Motto Rumah Sakit Kristen Lindimara adalah ”Melayani Dengan kasih “
Untuk mencapai visi misi tersebut telah ditetapkan rencana strategis tahunan 2019-2024
yang didalamnya ditetapkan sasaran strategis, indikator kinerja utama maupun program
strategis. Untuk mewujudkan rencana strategis tersebut maka perlu disusun program kerja
tahunan.
1.2 LATAR BELAKANG
9
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba, antimicrobial
resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi
antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat berhubungan dengan
penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi
dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran dapat
dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap antimikroba yang
efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit. Bakteri
adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah
penggunaan antibiotik.
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005
pada 2494 individu di masyarakat, memperlihatkan bahwa 43% Escherichia coli resisten
terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan
kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan
81%Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%),
kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%). Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa masalah resistensi antimikroba juga terjadi di Indonesia.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa diSurabaya dan Semarang terdapat masalah resistensi
antimikroba, penggunaan antibiotik yang tidak bijak, dan pengendalian infeksi yang belum
optimal. Penelitian AMRIN ini menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi
(validated method) untuk mengendalikan resistensi antimikroba secara efisien. Hasil penelitian
tersebut telah disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional
pertama di Bandung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat
melaksanakan “self-assessment program” menggunakan “validated method” seperti yang
dimaksud di atas. Pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-
masing rumah sakit, sehingga akan diperoleh data resistensi antimikroba, data penggunaan
antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai sekarang gerakan
pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum berlangsung baik,
terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa negara.
10
Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antimikroba ini
baik di tingkat perorangan maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja
sama antar-institusi maupun antar-negara. WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi
bagi negara anggota untuk melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. Di Indonesia
rekomendasi ini tampaknya belum terlaksana secara institusional. Padahal, sudah diketahui
bahwa penanggulangan masalah resistensi antimikroba di tingkat internasional hanya dapat
dituntaskan melalui gerakan global yang dilaksanakaan secara serentak, terpadu, dan
bersinambung dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya
masalah resistensi antimikroba, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui
program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi, dan
pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan.
Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antimikroba secara paripurna ini disebut
dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Dalam rangka pelaksanaan
PPRA di rumah sakit, maka perlu disusun pedoman pelaksanaan agar pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit di seluruh Indonesia berlangsung secara baku dan data yang
diperoleh dapat mewakili data nasional di Indonesia.
A. Rencana strategis 2019 – 20124
Sasaran strategis yang terkait dengan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
( PPRA ) adalah : Status akreditasi
B. Hasil Evaluasi Kinerja tahun 2018
Hasil evaluasi kinerja tahun 2018 belum dapat dievaluasi karena program baru
diaksanakan pada tahun 2019
1.3 TUJUAN
A. Tujuan umum
Mengendalikan berkembangya mikroba resisten akibat tekanan selesksi oleh
antibiotik, melalui pengggunaan antibiotik secara bijak, dan mencegah penyebaran
mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap prinsip penecegahahn dan
penegendalian infeksi
B. Tujuan khusus
1. Memenuhi kompetensi dasar manusia
11
2. Meningkatan mutu layanan
3. Mendukung program penecegahan dan pengendalian infeksi
1.4 MASA BERLAKU
12
3. Mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi
a. Refresing tentang cuci tangan 6 langkah
b. Monitoring kapatuhan petugas dalam menggunakan APD
E. Cara melaksanakan kegiatan
Terlampir
F. Sasaran kegiatan
Seluruh elemen rumah sakit terutama klinisi, perawat, bidan, dan petugas medis lainnya
yang berada di lingkungan RSK Lindimara, termasuk pasien itu sendiri.
G. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan terlampir
H. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Surveilans infeksi rumah sakit secara teratur adalah pelaksanaan surveilans yang dilakukan
secara terencana, berkesinambungan, dan rutin. Evaluasi adalah penilaian kembali terhadap hasil
surveilans untuk dilakukan perbaikan.
Evaluasi penggunaan antibiotik sesuai standar PPRA adalah cara mengevaluasi penggunaan
antibiotik dengan metode audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, mengacu pada buku
pedoman pelaksanaan PPRA Depkes RI Tahun 2005 “Antimicrobial Resistance, Antibiotic
Usage, and Infeciton Control; a Self Assessment Program for Indonesian Hospitals” (buku
kuning)
1. Audit Kuantitas Antibiotik
Merupakan metode untuk menghitung jumlah antibiotik yang digunakan dengan
parameter Defined Daily Dose yaitu dosis rata-rata harian untuk indikasi tertentu.Pada
penggunaan di rumah sakit menggunakan satuan DDD/100 patient-days.
2. Audit Kualitas Antibiotik
Merupakan metode untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik secara rasional dengan
cara mengkaji (review) kasus dari catatan medik dan catatan/rekaman pemberian
antibiotik. Sedangkan kategori evaluasi menggunakan kriteria alur “Gyssens”, yaitu:
a. Kategori I = Penggunaan antibiotik tepat/rasional
b. Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis pemberian
c. Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
d. Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
13
e. Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
lama
f. Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat lama pemberian karena terlalu
singkat
g. Kategori IVA = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik lain yang
lebih efektif (Pemilihan tidak sesuai PPAB)
h. Kategori IVB = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena ada antibiotik yang
lebih aman
i. Kategori IVC = Penggunaan antibiotik tidka tepat karena ada antibiotik lain yang
harganya lebih murah
j. Kategori IVD = Penggunaan antibitoik tidak tepat karena ada antibitoik lain yang
spektrumnya lebih spesifik “narrow spectrum”
k. Kategori V = Penggunaan antibiotik tidak tepat karena tidak ada indikasi
l. Kategori VI = Catatan medik tidak lengkap untuk dikaji dan dievaluasi
Catatan : Alur Gyssens terlampir
Evaluasi secara berkala adalah evaluasi yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan
dalam kurun waktu sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun.
Evaluasi hasil audit adalah menganalisis hasil audit kuantitas dan audit kualitas penggunaan
antibiotik sebelum dan sesudah implementasi PPRA serta membandingkan biaya atau “cost-
effectiveness” sebelum dan sesudah implementasi PPRA
Umpan balik adalah memberikan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik
kepada pihak yang terkait untuk ditindaklanjuti
Laporan yang diharapkan berupa laporan lengkap yaitu semua dokumen yang mendukung
kegiatan tersebut diatas, termasuk laporan kegiatan, evaluasi dan tindaklanjut.
I. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Laporan kegiatan merupakan internal yang terbagi secara periodik yaitu laporan bulanan,
triwulan, dan tahunan yang mencakup:
a. Laporan bulanan
1. Laporan hasil audit kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik
2. Laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
14
Laporan disusun oleh ketua dibantu oleh sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan
dijabarkan pada rapat bulanan Tim PPRA
b. Laporan Triwulan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan tentang hal tersebut diatas selama 3 bulan
berturut-turut. Laporan ini juga disusun oleh ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang
nantinya akan dilaporkan kepada direktur.
c. Laporan tahunan
Merupakan gabungan dari laporan bulanan selama 1 tahun. Laporan ini juga disusun oleh
ketua dibantu sekertaris dan wakil ketua yang nantinya akan dilaporkan kepada direktur dan
jajaran pimpinan rumah sakit lainnya dalam rapat tahunan.
Setiap kegiatan PPRA dimulai dari perencanaa, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi perlu
dilaporkan ke direktur RS dan ketua Tim PPRA serta diketahui instalasi terkait untuk
meningkatkan mutu rumah sakit.
15
16
BAB 11
STRUKTUR ORGANISASI
RUMAH SAKIT
17
BAB 111
URAIAN JABATAN
Agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba secara optimal,
maka dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Reisitensi Antimikroba Rumah Sakit (Tim
PPRA RS) berdasarkan keputusan Kepala/Direktur rumah sakit.
Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan tujuan menerapkan pengendalian resistensi
antimikroba di rumah sakit melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi.
19
i. Melaporkan pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba kepada Direktur
rumah sakit.
Dalam melakukan tugasnya, Tim PPRA berkoordinasi dengan unit kerja: SMF/bagian,
bidang keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium mikrobiologi klinik, komite/tim
pencegahan pengendalian infeksi (PPI), komite/tim farmasi dan terapi (KFT).
Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut.
1. STAF MEDICAL FUNGSIOANAL (SMF )
a. Menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan menerapkan kewaspadaan
standar.
b. Melakukan koordinasi program pengendalian resistensi antimikroba di SMF/bagian.
c. Melakukan koordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan antibiotikdi
SMF/bagian.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
2. BIDANG KEPERAWATAN
a. Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya mencegah penyebaran mikroba
resisten.
b. Terlibat dalam cara pemberian antibiotik yang benar.
3. INSTALASI FARMASI
a. Mengelola serta menjamin mutu dan ketersediaan antibiotik yang tercantum dalam
formularium.
b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien
infeksi, melalui: pengkajian peresepan, pengendalian dan monitoring penggunaan
antibiotik, visite ke bangsal pasien bersama tim.
c. Memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat dan
benar.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
4. KOMITE/TIM PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI (KPPI)
Komite PPI berperanan dalam mencegah penyebaran mikroba resisten melalui:
a. Penerapan kewaspadaan standar,
b. Cohorting/isolasi bagi pasien infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten,
5. KOMITE/TIM FARMASI DAN TERAPI (KFT)
20
a. Berperanan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik di rumah
sakit,
b. Memantau kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan panduan di
rumah sakit,
c. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
BAB 1V
21
PELAKSANAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
DIREKSI
Laporan
( Data survelens)
22
Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan mencegah infeksi pada
pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi bekteri pada tindakan pembedahan (profilaksis
bedah) dan beberapa kondisi medis tertentu (profilaksis medik). Antibiotik tidak diberikan pada
penyakit non-infeksi dan penyakit infeksi yang dapat sembuh sendiri (self-limited) seperti infeksi
virus.
Pemilihan jenis antibiotik harus berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi atau berdasarkan
pola mikroba dan pola kepekaan antibiotik, dan diarahkan pada antibiotik berspektrum sempit untuk
mengurangi tekanan seleksi (selection pressure). Penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas
masih dibenarkan pada keadaan tertentu, selanjutnya dilakukan penyesuaian dan evaluasi setelah ada
hasil pemeriksaan mikrobiologi (streamlining atau de-eskalasi).
Beberapa masalah dalam pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit perlu diatasi.
Misalnya, tersedianya laboratorium mikrobiologi yang memadai, komunikasi antara berbagai pihak
yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan. Selain itu, diperlukan.
Dukungan kebijakan pembiayaan dan pengadaan antibiotik yang mendukung pelaksanaan
penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit. Untuk menjamin berlangsungnya program ini
perlu dibentuk Tim Pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (Tim PPRA) di rumah
sakit.
1. PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi masalah resistensi antimikroba
dilakukan dengan menetapkan “Kebijakan Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit”, serta menyusun
dan menerapkan “Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi”:
a. Kebijakan pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empirik dan definitif .
Terapi antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga
infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola kepekaannya.
Penerapan pemberian antibiotik definitif RSK Lindimara seajauh ini belum sesuai dengan
Standar Prosedur Operasioanl karena hanya mengacu pada pada klinis hasil pemeriksaan
hematologi, sedangkan pemeriksaan mikrobiologi, kimia, serologi tidak dapat dilaksanankan.
Kebijakan Khusus
1. Pengobatan awal
23
a. Pasien yang secara klinis diduga atau diidentifikasi mengalami infeksi bakteri diberi
antibiotik empirik selama 48-72 jam.
b. Pemberian antibiotik lanjutan harus didukung data hasil pemeriksaan laboratorium
dan mikrobiologi.
c. Sebelum pemberian antibiotik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi.
d. Antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik
setempat.
2. Prinsip pemilihan antibiotik.
a. Pilihan pertama (first choice).
b. Pembatasan antibiotik (restricted/reserved).
c. Kelompok antibiotik profilaksis dan terapi.
3. Pengendalian lama pemberian antibiotik dilakukan dengan menerapkan automatic stop
order sesuai dengan indikasi pemberian antibiotik yaitu profilaksis, terapi empirik, atau
terapi definitif.
24
menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehingga perlu dilakukan upaya membatasi terjadinya
transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat) upaya berikut ini.
a. Meningkatkan kewaspadaan standar (standard precaution), meliputi:
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung),
face shield (pelindung wajah), dan gaun
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/etika batuk
9. Paktek menyuntik yang aman
10.Praktek yang aman untuk lumbal punksi
b. Melaksanakan kewaspadaan transmisi Jenis kewaspadaan transmisi meliputi:
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Pada kewaspadaaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah. Bila tidak memungkinkan,
maka dilakukan cohorting yaitu merawat beberapa pasien dengan pola penyebab infeksi yang sama
dalam satu ruangan.
Tindakan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh sumber dan pola penyebaran mikroba
multiresisten yang bersangkutan.
3. EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT
Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian
resistensi antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan antibiotik di
rumah sakit baik kuantitas maupun kualitas. Pelaksanaan evaluasi penggunaan antibiotik di rumah
sakit menggunakan sumber data dan metode secara standar.
1. Sumber Data Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit
25
2. Rekam Medik Pasien
Penggunaan antibiotik selama dirawat di rumah sakit dapat diukur secara retrospektif setelah pasien
pulang dengan melihat kembali Rekam Medik (RM) pasien, resep dokter, catatan perawat, catatan
farmasi baik manual atau melalui Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM RS). Dari
penulisan resep antibiotik oleh dokter yang merawat dapat dicatat beberapa hal berikut ini: jenis
antibiotik, dosis harian, dan lama penggunaan antibiotik, sedangkan dalam catatan perawat dapat
diketahui jumlah antibiotik yang diberikan kepada pasien selama pasien dirawat.
Pengelolaan antibiotik di Instalasi Farmasi
Di rumah sakit yang sudah melaksanakan kebijakan pelayanan farmasi satu pintu, kuantitas
antibiotik dapat diperoleh dari data penjualan antibiotik di instalasi farmasi.
Data jumlah penggunaan antibiotik dapat dipakai untuk mengukur besarnya belanja antibiotik dari
waktu ke waktu, khususnya untuk mengevaluasi biaya sebelum dan sesudah dilaksanakannya
program di rumah sakit.
1. Audit Jumlah Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit
Untuk memperoleh data yang baku dan dapat diperbandingkan dengan data di tempat lain,
maka badan kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi penggunaan antibiotik secara
Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) Classification dan pengukuran jumlah penggunaan
antibiotik dengan defined daily dose (DDD)/100 patient-days.
Defined daily dose (DDD) adalah dosis harian rata-rata antibiotik yang digunakan pada orang
dewasa untuk indikasi utamanya. Perlu ditekankan di sini bahwa DDD adalah unit baku
pengukuran, bukan mencerminkan dosis harian yang sebenarnya diberikan kepada pasien
(prescribed daily doses atau PDD). Dosis untuk masing-masing individu pasien bergantung pada
kondisi pasien tersebut (berat badan, dll). Dalam sistem klasifikasi ATC obat dibagi dalam
kelompok menurut sistem organ tubuh, menurut sifat kimiawi, dan menurut fungsinya dalam
farmakoterapi. Terdapat lima tingkat klasikasi, yaitu:
• Tingkat pertama : kelompok anatomi (misalnya untuk saluran pencernaan dan metabolisme)
• Tingkat kedua : kelompok terapi/farmakologi obat
• Tingkat ketiga : subkelompok farmakologi
• Tingkat keempat : subkelompok kimiawi obat
• Tingkat kelima : substansi kimiawi obat
26
Contoh:
J anti-infeksi untuk penggunaan sistemik
(Tingkat pertama: kelompok anatomi)
J01 antibakteri untuk penggunaan sistemik
(Tingkat kedua: kelompok terapi/farmakologi)
J01C beta-lactam antibacterial, penicillins
(Tingkat ketiga: subkelompok farmakologi)
J01C A penisilin berspektrum luas
J01C A01 ampisilin (Tingkat keempat: subkelompok kimiawi obat)
J01C A04 amoksisilin (Tingkat kelima: substansi kimiawi obat)
Penghitungan DDD
Setiap antibiotik mempunyai nilai DDD yang ditentukan oleh WHO berdasarkan dosis
pemeliharaan rata-rata, untuk indikasi utama pada orang dewasa BB 70 kg.
1. Data yang berasal dari instalasi farmasi berbentuk data kolektif, maka rumusnya sebagai
berikut:
Perhitungan numerator :
Jml kemasan X jml tablet per kemasan X jml gram per tablet X 100
Jumlah DDD = --------------------------------------------------------------------------
DDD antibiotik dalam gram
Perhitungan denominator:
Jumlah hari-pasien = Jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode studi
2. Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien:
Total DDD
DDD/100 patient days = ---------------------------------- x 100
27
Total jumlah hari-pasien
28
dapat dinilai.
29
30
BAB V
INDIKATOR MUTU PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit dapat
dievaluasi dengan menggunakan indikator mutu atau Key Performance Indicator (KPI) sebagai
berikut:
1. Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
Menurunnya konsumsi antibiotik, yaitu berkurangnya jumlah dan jenis antibiotik yang
digunakan sebagai terapi empiris maupun definitif.
2. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
Meningkatnya penggunaan antibiotik secara rasional (kategori nol, Gyssens) dan
menurunnya penggunaan antibiotik tanpa indikasi (kategori lima, Gyssens)
3. Perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba multiresisten yang tergambar
dalam pola kepekaan antibiotik secara periodik setiap tahun
4. Penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten, contoh
Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan bakteri penghasil extended
spectrum beta-lactamase (ESBL)
5. Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum
kajian kasus infeksi terintegrasi.
Direktur rumah sakit wajib melaporkan pelaksanaan dan indicator mutu program pengendalian
antimikroba di rumah sakit secara periodic setiap tahun kepada menteri kesehatan c.q KPRA dengan
tebusan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
31
BAB VI
PERTEMUAN / RAPAT
Pertemuan Rutin :
1. Pertemuan TIM dengan direktur rumah sakit tiap 6 bulan
2. Pertemuan ketua Tim dan anggotan tiap 3 bulan
3. Pertemuan Tim dengan penanggung jawab setiap ruangan dalam penggunaan antibiotic
32
BAB VII
PENUTUP
Demikian Program Kerja ini disusun menjadi panduan pelaksanaan kegiatan Tim Pengendalian
Infeksi Antimikroba di RSK Lindimara
Mengetahui
Nip 197907092010012013
33
Rincian kegiatan Langkah – langkah Anggar Target Tempat Pelaksana dan
kerja an waktu pelaksaan peserta
34
evaluasi kualitas form kualitas 2.000.000 2019 VIP PPRA
penggunaan penggunaan
0
antibiotik antibiotik
0
2. Melakukan
0
evalusi kualitas
penggunaan
antibiotik
1. Mensosialisasika
Meningkatkan
n Pedoman
pengetahuan
Penggunaan
bagi DPJP
antibiotik RSK
dalam
Lindimara
pemberian
antibiotik 2. Monitoring DPJP
dalam pemberian
antibiotik melalui
audit kualitas dan
kuantitas
penggunaan
antibiotik
3. Memebrikan
feedback hasil
dari monitoring
3.
35
Rincian Langkah – langkah Anggaran Target Tempat Pelaksana dan
Kegiatan kerja waktu pelaksan peserta
aan
Monitoring
1. Melakukan
kepatuhan observasi saat
petugas petugas
menggunakan melakukan
APD tugasnya
2.
36
JADWAL PELAKSANAAN
JADWAL PELAKSANAAN
Pelaksanaan / Bulan
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
37
Pembuatan
program kerja
PPRA
Penyusunan
pedoman
penggunaan
antibiotik yang
bijak
Pengadaan ruang
kerja Tim PPRA
Memenuhi
kompetensi dasar
manusia
Pelatihan untuk
Tim PPRA
Sosialisasi
kegiatan PPRA
dan pedoman
penggunaan
antibiotik
Monitoring
kegiatan
pencegahan dan
pengendalian
infeksi
Monitoring dan
audit kualitas
penggunaan
antibiotik
38
profilaksis bedah
dan penggunaan
antibiotik bijak
39