Anda di halaman 1dari 63

KLASIFIKASI WAJAH ANAK - ANAK DOWN SYNDROME

MELALUI CITRA WAJAH MENGGUNAKAN


ALGORITMA PROBABILISTIC
NEURAL NETWORK (PNN)

SKRIPSI

SAFRIDA BUDIARTI
121402028

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


2

PERSETUJUAN

Judul : KLASIFIKASI WAJAH ANAK - ANAK DOWN


SYNDROME MELALUI CITRA WAJAH
MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL
NETWORK
Kategori : SKRIPSI
Nama : SAFRIDA BUDIARTI
Nomor Induk Mahasiswa : 121402028
Program Studi : S1 TEKNOLOGI INFORMASI
Departemen : TEKNOLOGI INFORMASI
Fakultas : FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI
INFORMASI
Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Ulfi Andayani, S.Kom., M.Kom Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc


NIP. 19860419 201504 2 004 NIP. 19860303 201012 1 004

Diketahui/disetujui oleh
Program Studi S1 Teknologi Informasi
Ketua,

Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc


NIP. 19860303 201012 1 004

Universitas Sumatera Utara


3

PERNYATAAN

KLASIFIKASI WAJAH ANAK - ANAK DOWN SYNDROME MELALUI CITRA


WAJAH MEGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 3 November 2017

Safrida Budiarti
121402028

Universitas Sumatera Utara


4

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta restu-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana.
Pertama, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Romi Fadillah
Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc selaku pembimbing pertama dan Ibu Ulfi Andayani,
S.Kom., M.Kom selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu serta
tenaganya untuk membimbing penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini.
Tanpa inspirasi serta motivasi yang diberikan oleh kedua pembimbing, tentunya
penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Sawaluddin, M.IT sebagai dosen pembanding pertama dan
Bapak Ivan Jaya, S.Si.,M.Kom sebagai dosen pembanding kedua yang telah
memberikan masukan serta kritik yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua dosen serta pegawai di lingkungan
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi yang turut membantu serta
membimbing penulis selama proses perkuliahan.
Penulis tentunya tidak lupa berterima kasih juga kepada kedua orang tua penulis, yaitu
Bapak Sastro dan Ibu Suraya yang telah membesarkan penulis dengan sabar dan
penuh kasih sayang, serta doa dan dukungan berupa moral maupun materiil yang
selalu menyertai selama ini. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh anggota
keluarga penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat seperjuangan di kampus yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama masa perkuliahan ini, khususnya Nelam
Mariani Nasution, Nur Amalia, Nabila Hutagalung, Ramadan Putra Siregar, Joko
Kurnianto, serta seluruh teman-teman angkatan 2012 dan mahasiswa Teknologi
Informasi lainnya yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Universitas Sumatera Utara


iv

ABSTRAK

Down Syndrome adalah kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental


anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kondisi ini
memiliki gejala wajah yang berbeda. Walaupun down syndrome memiliki ciri
khusus pada wajah namun mereka memiliki kesamaan wajah dengan orang tua
dan saudara mereka sehingga cukup kompleks untuk membedakannya. Gejala ini
mengandung informasi khusus untuk pengenalan wajah. Dalam penelitian ini
metode yang digunakan ada lima tahapan. Tahapan yang pertama adalah input
citra. Tahapan kedua adalah pre-processing yang terdiri dari proses grayscale dan
CLAHE. Tahapan ketiga adalah image segmentation untuk memunculkan ciri-ciri
khusus pada citra. Tahapan keempat adalah feature extraction yang akan
menghasilkan nilai invariant moment. Tahapan terakhir adalah classification yaitu
proses untuk menentukan jenis wajah mosaik, trisomi 21 atau normal. Hasil
evaluasi yang didapat dari penelitian ini dengan data uji 22 citra adalah akurasi
yang mencapai 91%, rata-rata tingkat perolehan (recall) mencapai 88%, rata-rata
tingkat kecepatan (precision) mencapai 88%.

Kata kunci : Pengolahan Citra, Down Syndrome, Probabilistic Neural Network,


Invariant Moment

Universitas Sumatera Utara


v

CLASSIFICATION OF FACES IN CHILDREN WITH DOWN SYNDROME


BY FACE IMAGES USING PROBABILISTIC NEURAL NETWORK
ALGORITHM

ABSTRACT

Down syndrome is a condition of retardation of child’s physical and mental


development which is caused by abnormalities in the development of chromosoms. It
has different facial symptoms. Although people with Down syndrome have
characteristic on the face but they also have a similar face with their parents and
siblings which are difficult to distinguish. These symptoms contain a specific
information for facial recognition. In this study the method used 5 parts. The first step
is to input the image. The second part is a pre-processing which consists of grayscale
and CLAHE processes. The third step is an image segmentation to bring up the special
features of the image. The fourth step is a feature extraction to get an invariant
moment value. And the last step is the classification which is to determine the type of
faces like mosaic, trisomy 21 or normal. The result of this study is 91% accuracy, 88%
of average recall rate, and 88% of precision rate from 22 data samples.

Keywords: Image Processing, Down Syndrome, Probabilistic Neural Network,


Invariant Moment

Universitas Sumatera Utara


vi

DAFTAR ISI

Hal.
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Batasan Masalah 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 4
1.7. Sistematika Penulisan 5

BAB 2 LANDASAN TEORI 6


2.1. Down Syndrome 6
2.1.1. Variasi genetic down syndrome 6
2.1.2. Karakteristik down syndrome 8
2.2. Pengolahan Citra 10
2.2.1. Grayscale 10
2.2.2. Peningkatan Kontras Citra 11
2.2.3. Gabor Filter 13

2.3. Feature Extraction 14

Universitas Sumatera Utara


vii

2.4. Invariant Moment 15


2.5. Probabilistic Neural Network 17
2.6. Penelitian Terdahulu 18

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 22


3.1. Arsitektur Umum 22
3.2. Data yang Digunakan 23
3.2.1. Capturing Image 24
3.2.2. Data Training 24
3.2.3. Data Testing 28
3.3. Pre-processing 28
3.3.1. Grayscale 28
3.3.2. CLAHE (Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization) 29
3.4. Image Segmentation 29
3.5. Feature Extraction 30
3.6. Classification 32
3.7. Perancangan Sistem 33
3.7.1 Tampilan Utama 33
3.7.2. Prancangan Tampilan Halaman Traininig 34

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 35


4.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 35
4.2. Implementasi Perancangan Antarmuka 35
4.2.1. Halaman utama 35
4.2.2. Tampilan hasil Akhir 36
4.2.3. Halaman Pengaturan Data Latih 36
4.3. Hasil pre-processing dan Image Segmentation 37
4.4. Hasil Featura Extraction 40
4.5. Hasil Classification 42
4.6. Pengujian sistem 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 48


5.1. Kesimpulan 48

Universitas Sumatera Utara


viii

5.2. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

Universitas Sumatera Utara


ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 20


Tabel 3.1. Citra Training 24
Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Matriks Citra 30
Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Nilai Invariant Moment Pusat 30
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Nilai Invarian Moment Dimensi Citra 31
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Nilai Normalisasi Moment Pusat Citra 31
Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Nilai Invariant Moment Citra 32
Tabel 3.7. Hasil Perhitungan PNN 33
Tabel 4.1. Hasil Pre-processing dan Segmentation 37
Tabel 4.2. Hasil Feature Extraction 40
Tabel 4.3. Hasil Klasifikasi Wajah Down Syndrome Menggunakan PNN 42
Tabel 4.4. Detail Hasil Testing Data Sample 46
Tabel 4.5. Hasil Precission Tiap Kategori 46

Universitas Sumatera Utara


x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Wajah Trisomi 21 7


Gambar 2.2. Wajah Translokasi 7
Gambar 2.3 Wajah Mosaik 8
Gambar 2.4. Karakteristik Wajah Anak Down Syndrome 8
Gambar 3.1. Arsitektur Umum 23
Gambar 3.2. Data Testing 28
Gambar 3.3. Proses Grayscale Citra 28
Gambar 3.4. Proses CLAHE Citra 29
Gambar 3.5. Gabor Filter 29
Gambar 3.6. Rancangan Sistem Tampilan Utama 33
Gambar 3.7. Rancangan Tampilan Halaman Training 34
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Utama 36
Gambar 4.2 Tampilan Hasil Akhir 36
Gambar 4.3 Halaman Input Citra Data Latih 37

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan
menganalisis citra dengan bantuan komputer. Pengolahan citra memiliki beberapa
fungsi diantaranya dapat digunakan sebagai proses memperbaiki kualitas suatu
gambar, sehingga dapat lebih mudah diinterpretasikan oleh mata manusia dan juga
dapat digunakan untuk mengolah informasi yang terdapat pada suatu gambar untuk
keperluan pengenalan objek secara otomatis. Perkembangan teknologi saat ini sangat
cepat, sistem pengenalan sangat diperlukan untuk memperkecil error yang ada.
Pengolahan citra digital merupakan salah satu jenis teknik untuk menyelesaikan
masalah mengenai pemrosesan gambar. Gambar akan diolah sedemikian rupa
sehingga gambar tersebut dapat lebih mudah untuk diproses dan diubah menjadi
sebuah informasi. Pengenalan wajah down syndrome melalui citra wajah sangat
diperlukan mengingat banyaknya ciri – ciri yang tampak berbeda dengan wajah
normal.
Menurut (Gunahardi, 2005) Down Syndrome adalah suatu kumpulan gejala akibat
dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21 yang tidak dapat memisahkan
diri selama pembelahan sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Kelainan
genetik yang terjadi pada kromosom 21 yang dapat dikenal dengan melihat manifestas
klinis yang cukup khas. Kelainan pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental
ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri-
ciri yang tampak berbeda seperti tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil,
hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan
mongoloisme pada saat itu.
Walaupun down syndrome memiliki ciri khusus pada wajah mereka, namun
mereka memiliki kesamaan wajah dengan orang tua dan saudara mereka dalam
penampilan daripada dengan orang lain sesama down syndrome (Down’s Syndrome

Universitas Sumatera Utara


2

Scotland, 2009) sehingga cukup kompleks untuk membedakannya. Hal tersebut dapat
diminimalisir dengan mengggunakan pengolahan citra. Penelitian ini dilakukan untuk
identifikasi awal jenis dari wajah down syndrome yang diderita anak.

Down Syndrome Diagnosis Based on Gabor Wavelet Transform adalah penelitian


yang pernah dilakukan oleh (Saraydemir et al., 2011) menggunakan metode kNN dan
SVM dengan meneliti anak yang normal dan down syndrome yang berumur 1 sampai
12 tahun dimana terdapat 15 gambar wajah down syndrome dan 15 gambar wajah
normal. Penulis mengusulkan untuk menggunakan feature selection tambahan dan
metode lain demi meningkatkan keberhasilan.
Kemudian (Keikhayfarzaneh et al.,2011) juga melakukan penelitian dalam
perancangan system fuzzy interface untuk mendiagnosis down syndrome dengan
pencocokan 300 gambar dimana 250 gambar wajah normal dan 50 gambar wajah
down syndrome.(Zhao et al., 2013) menggabungkan metode SVM dan RBF untuk
melakukan pendeteksian wajah down syndrome dengan menggunakan landmark pada
model wajah dan diekstrak menggunakan local binary patterns memberikan hasil
yang cukup akurat.
Selain itu (Pandit et al., 2015) dengan menerapkan PCA dan LDA dalam ekstraksi
fitur dan neural network dalam pengklasifikasiannya terhadap citra wajah cacat dari
lahir dengan wajah abnormal menghasilkan nilai akurasi sebesar 87%. Penelitian
kembali yang dilakukan oleh (Saraydemir et al., 2015) menggunakan GWT sebagai
ekstraksi fitur serta SVM dan kNN sebagai pengklasifikasi pengaruh ukuran training
set pada pengenalan wajah down syndrome dengan menerapkan 6 ekspresi wajah yang
berbeda. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan SVM lebih bagus dibandingkan
dengan menggunkan kNN sebagai klasifikasinya
(Burcin et al., 2011) menginput 20 sampel wajah diantaranya 10 citra wajah anak
down syndrome dan 10 citra wajah normal untuk data training. Setelah ditentukan
training data set digunakan LBP ekstraksi fitur untuk masing masing data dan untuk
klasifkasi wajah normal dan down syndrome digunakan Euclidean distance dan
Changed Manhattan distance. System ini dapat mengatasi masalah pada ekspresi
wajah yang berbeda, ras yang berbeda serta tambahan yang terdapat pada wajah
seperti kacamata, rambut dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


3

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan diatas maka penulis
mengusulkan sebuah cara alternative yang sedikit berbeda dalam pengklasifikasiannya
yaitu jenis wajah yang diusulkan. Dalam penelitian terdahulu hanya mengidentifikasi
wajah Down Syndrome dan normal saja. Penulis mengusulkan 3 jenis wajah yaitu
mosaik, trisomi 21 dan normal. Dalam identifikasi wajah down syndrome dengan
menerapkan pendekatan Probabilistic Neural Network untuk identifikasinya dan
untuk fitur ekstraksinya menggunakan Invariant Moment.

1.2.Rumusan Masalah

Gejala yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi, mulai dari yang tidak
tampak sama sekali, tampak minimal, sampai muncul tanda yang khas. Walaupun
down syndrome memiliki ciri khusus pada wajah mereka, namun mereka memiliki
kesamaan wajah dengan orang tua dan saudara mereka sehingga cukup sulit untuk
membedakan jenis wajah down syndrome. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
pendekatan untuk pendeteksian wajah down syndrome sehingga jenis down syndrome
dapat diklasifikasi menjadi beberapa kelas.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengklasifikasikan wajah down syndrome pada
anak- anak melalui citra wajah menggunakan metode Probabilistic Neural Network.

1.4.Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan ruang masalah agar tidak terjadi
kesalahan pada saat penelitian. Batasan masalah dalam melakukan proses penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Training dan testing dilakukan dengan objek wajah saja.
2. Karakteristik yang dilakukan dalam penelitian meliputi area wajah seperti
mata dan mulut.

Universitas Sumatera Utara


4

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini antara lain yaitu:


1. Membantu mengklasifikasi wajah Down Syndrome melalui citra wajah.
2. Memberikan masukan pada penelitian lain dalam bidang image processing.

1.6.Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai


berikut:
1. Studi Literatur
Pada tahap ini, penulis mengumpulkan referensi yang menyulur tentang
permasalahan diatas. Tahapan ini ditujukan untuk mengetahui apa yang akan
dikerjakan, apa yang sudah dikerjakan oleh peneliti lain dan bagaimana
mereka menyelesaikannya. Adapun bahan referensinya adalah pengolahan
citra, jaringan saraf tiruan, ekstraksi fitur dan algoritma Probabilistic Neural
Network (PNN) dari beberapa jurnal, artikel dan beberapa sumber referensi
lainnya.
2. Analisis Permasalahan
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap bahan referensi yang telah
dikumpulkan pada tahap sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman
mengenai metode yang diterapkan yaitu Probabilistic Neural Network (PNN)
serta masalah yang akan diselesaikan yaitu permasalahan klasifikasi wajah
down syndrome.
3. Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data, perancangan arsitektur dan
perancangan antarmuka. Proses perancangan dilakukan berdasarkan hasil dari
analisis studi literatur yang diperoleh.
4. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan implementasi metode Probabilistic Neural Network
(PNN) dalam menyelesaikan masalah klasifikasi wajah down syndrome
menggunakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya.
5. Evaluasi dan Analisis Hasil

Universitas Sumatera Utara


5

Pada tahap ini dilakukan evaluasi serta analisis terhadap hasil yang telah
didapatkan melalui implementasi metode Probabilistic Neural Network (PNN)
dalam pengklasifikasian wajah down syndrome.

1.7.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri atas lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1: Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.

Bab 2: landasan Teori


Bab ini berisi teori-teori yang diperlukan untuk memahami permasalahan yang
dibahas pada penelitian ini. Teori-teori yang berhubungan dengan pengolahan citra,
jaringan saraf tiruan, ekstraksi fitur dan algoritma Probabilistic Neural Network
(PNN) akan dibahas pada bab ini.

Bab 3: Analisis dan Perancangan


Bab ini membahas analisis dan penerapan metode Probabilistic Neural Network
(PNN) untuk menentukan lokasi parkir kosong pada bab ini juga akan dijelaskan
arsitektur umum, langkah pre-processing, ekstraksi fitur dan klasifikasi.

Bab 4: Implementasi dan Pengujian


Bab ini akan menjelaskan tentang implementasi dari perancangan penerapan yang
telah dijabarkan pada bab 3. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian yang
dilakukan terhadap implementasi juga dijelaskan pada bab ini.

Bab 5: kesimpulan dan Saran


Bab ini berisi ringkasan serta kesimpulan dari rancangan yang telah dibahas pada bab
3 serta hasil penelitian yang dijelaskan pada bab 4. Bagian akhir dari bab ini akan
berisi saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Down Syndrome

Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat
terjadi pembelahan.Seseorang yang mengalami down syndrome memiliki 47
kromosom dalam setiap sel tubuhnya, sedangkan orang biasa hanya memiliki 46
kromosom.
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down.Karena ciri-ciri
yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung
yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan
mongoloisme. Pada tahun 1970 para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali
sindrom ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini kelainan ini dikenal
dengan istilah yang sama.

2.1.1 Variasi genetic down syndrome


Terdapat 3 variasi genetik yang menjadi penyebab down syndrome (Selikowitz,2001)
yaitu:
1. Trisomi 21
Keadaan ini disebabkan oleh adanya ekstra kromosom 21 dalam semua sel individu.
Hal seperti itu terjadi karena salah satu dari orang tua memberikan dua kromosom 21
baik melalui sel telur maupun melalui sperma, bukan hanya satu seperti biasanya. Ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi (95%) pada anak-anak down syndrome
yang lahir dari ibu dengan macam-macam usia.

Universitas Sumatera Utara


8

Pada Gambar 2.1 memiliki karakteristik yang umum diderita anak down syndrome
yaitu:
a. Mata
Kedua mata memiliki jarak yang jauh. Down syndrome memiliki mata yang hampir
sama yaitu sedikit miring ke atas. Selain itu, ada lipatan kecil pada kulit secara vertical
antara sudut dalam mata..Lipatan tersebut dikenal dengan lipatan epicanthic atau
epicanthus. Mata mempunyai bintik putih atau kuning kurang terang di sekitar pinggir
selaput pelangi. Bintik itu disebut dengan brushfield yang dinamai sesuai dengan
nama penemunya yaitu Thomas Brushfield.
b. Mulut
Rongga mulut sedikit lebih kecil dan lidah sedikit lebih besar dari ukuran anak pada
umumnya. Kombinasi ini membuat sebagian anak mempunyai kebiasaan menjulurkan
lidah.

Gambar 2.1 Wajah Trisomi 21

2. Translokasi
Pada Gambar 2.2 merupakan wajah translokasi, pada tipe ini sebagian dari kromosom
lain tersangkut pada kromosom 21. Hal ini terjadi ketika bagian atas yang kecil dari
kromosom 21 dan sebuah kromosom lain pecah, lalu kedua bagian yang tersisa saling
melekat satu sama lain pada bagian ujungnya. Proses saling melekat tersebut
dinamakan translokasi. Kromosom yang terlibat hanya tertentu saja, yaitu kromosom
yang memiliki ujung-ujung kecil yang secara genetic tidak aktif, yang dapat putus dan

Universitas Sumatera Utara


9

hilang tanpa menimbulkan efek buruk seperti kromosom 13, 14, 15, 22 atau
kromosom 21 lainnya kasus seperti ini hanya terjadi 3 – 4% pada anak-anak
penyandang down syndrome.

Gambar 2.2 Wajah Translokasi


Sumber : youthclinic.com dan noahsdad.com
3. Mosaik
Pada keadaan ini, hanya sebagian sel yang mengandung ekstra kromosom sedangkan
sel yang lain normal. Individu-individu ini dikatakan menunjukkan gambaran mosaik
karena sel-sel tubuh mereka seperti mosaik yang tersusun dari potongan-potongan
yang berbeda, sebagian normal dan sebagian dengan kromosom tambahan. Kasus ini
adalah kasus yang paling jarang terjadi pada anak down syndrome, jumlahnya hanya
1% saja.
Pada Gambar 2.3 Penyandang jenis ini seringkali memiliki ciri-ciri fisik down
syndrome yang kurang menonjol dan berkembang lebih mendekati normal. Meskipun
jarang terjadi, penyandang dengan bentuk seperti ini dapat memiliki intelektualitas
yang normal.

Gambar 2.3 Wajah Mosaik


Sumber : SLB ABC Medan dan IMDSA.org

Universitas Sumatera Utara


10

2.1.2. Karakteristik Down syndrome


Anak down syndrome memiliki ciri-ciri fisik yang khas dan menonjol. Hal tersebut
yang kemudian membedakan mereka dengan anak-anak yang normal. Selikowitz
(2001) menyebutkan ciri-ciri yang penting dalam mengenali kelainan down syndrome,
yaitu:
a. Bentuk Wajah

Ketika mereka dilihat dari depan, anak down syndrome biasanya mempunyai
karakteristik wajah yang bulat. Dari samping, bentuk wajah mereka cenderung datar.

b. Bentuk Kepala

Sebagian besar penyandang down syndrome memiliki bagian kepala yang sedikit
rata.Ini dikenal dengan istilah brachycephaly.

c. Mata

Kedua mata memiliki jarak yang jauh. Down syndrome memiliki mata yang hampir
sama yaitu sedikit miring ke atas. Selain itu, ada lipatan kecil pada kulit secara vertical
antara sudut dalam mata..Lipatan tersebut dikenal dengan lipatan epicanthic atau
epicanthus.Mata mempunyai bintik putih atau kuning kurang terang di sekitar pinggir
selaput pelangi. Bintik itu disebut dengan brushfield yang dinamai sesuai dengan
nama penemunya yaitu Thomas Brushfield.

d. Rambut

Biasanya rambut penyandang down syndrome lemas dan lurus.

e. Leher

Bayi-bayi yang baru lahir dengan mengidap down syndrome memiliki kulit berlebih
pada bagian belakang leher namun hal ini biasanya berkurang seraya usia mereka
bertambah. Anak-anak yang lebih besar dan dewasa cenderung memiliki leher yang
pendek dan lebar.

Universitas Sumatera Utara


11

f. Mulut

Rongga mulut sedikit lebih kecil dan lidah sedikit lebih besar dari ukuran anak pada
umumnya.Kombinasi ini membuat sebagian anak mempunyai kebiasaan menjulurkan
lidah.

g. Tangan

Kedua tangan cenderung lebar dengan jari-jari yang pendek.Jari klingking kadang-
kadang hanya memiliki satu sendi, bukan dua seperti biasanya. Jari kelingking
mungkin sedikit melengkung ke arah jari-jari lain. Keaadaan ini disebut dengan
istilah klinodaktili.Telapak tangan hanya memiliki satu alur yang melintang dan
apabila ada dua garis, keduanya memanjang melintasi tangan.

h. Kaki

Bentuk jari kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang lebar antara ibu jari
dengan telunjuk.Hal ini disertai dengan sesuatu alur pendek pada telapak kaki yang
berawal dari celah antar jari lalu ke belakang sepanjang beberapa sentimeter.

i. Ukuran tubuh

Berat badan penyandang down syndrome biasanya kurang dari pada berat rata-
rata.Panjang tubuhnya sewaktu lahir juga lebih pendek.Semasa anak-anak, mereka
tumbuh dengan lancer tetapi lambat.Sebagai orang dewasa umumnya mereka lebih
pendek dari anggota keluarga yang lainnya.Tinggi mereka berkisar sekitar dibawah
tinggi rata-rata orang normal.

2.2. Pengolahan Citra (Image Processing)


Pengolahan citra merupakan proses perbaikan citra dari berbagai gangguan (noise)
sehingga mudah diinterpretasikan oleh manusia maupun mesin, citra tersebut
dimanipulasi menghasilkan kualitas yang lebih baik (Munir, 2004). Proses pengolahan
tersebut melibatkan input dan output dalam bentuk citra digital, perbedaan terdapat
pada citra output yaitu lebih jelas dan memiliki kualitas yang lebih baik. Citra digital
merupakan barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh bit-bit
tertentu. Citra digital berkaitan erat dengan warna oleh sebab itu umumnya pada
penampilan visual, nilai data digital mendeskripsikan warna dari citra yang diolah.

Universitas Sumatera Utara


12

Bentuk citra digital yang dapat dipakai diantaranya citra biner, skala keabuan, warna
dan warna berindeks.

2.2.1 Grayscale

Dalam fotografi dan komputasi, gambar digital grayscale adalah gambar dimana nilai
setiap piksel adalah satu sampel, artinya hanya informasi intensitas saja. Gambar
semacam ini juga dikenal sebagai hitam-putih, terdiri dari nuansa abu-abu, bervariasi
dari hitam pada intensitas paling lemah hingga putih pada yang terkuat (Stephen,
2006). Proses awal yang banyak dilakukan dalam image processing adalah mengubah
citra berwarna menjadi citra gray-scale, hal ini digunakan untuk 10 menyederhanakan
model citra. Seperti telah dijelaskan di depan, citra berwarna terdiri dari 3 layer matrik
yaitu R- layer, G-layer dan B-layer. Sehingga untuk melakukan proses-proses
selanjutnya tetap diperhatikan tiga layer di atas.
Bila setiap proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga layer, berarti
dilakukan tiga perhitungan yang sama. Sehingga konsep itu diubah dengan mengubah
3 layer di atas menjadi 1 layer matrik gray-scale dan hasilnya adalah citra gray-scale.
Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r, g dan
b menjadi citra gray-scale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan
mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi:
I (x,y) = ( , ) + ( , )+ ( , )3 (2.1)
Keterangan:
I (x,y) = nilai intensitas citra grayscale
R (x,y) = nilai intensitas warna merah dari citra asal
G (x,y) = nilai intensitas warna hijau dari citra asal
B (x,y) = nilai intensitas warna biru dari citra asal

Atau dapat menggunakan persamaan:


I = ( 0,299 x R(x,y)) + ( 0,587 x G(x,y)) + (0,144 x B(x,y)) (2.2)
(Taylor & Francis, 2007).

2.2.2 Peningkatan Kontras Citra


Peningkatan kontras citra bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas citra dan dapat
memperoleh citra yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan

Universitas Sumatera Utara


13

pengolahan citra. Penigkatan kontras citra dalam penelitian ini menggunakan metode
contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE). CLAHE merupakan
metode untuk mengatasi keterbatasan standar pemerataan histogram pada suatu citra.
CLAHE merupakan metode kelanjutan dari metode adaptive histogram equalization
(AHE).
Metode AHE cendrung masih banyak mengalami masalah noise di daerah yang
relatif homogen dari suatu citra dan dengan CLAHE dapat mengatasi masalah tersebut
dengan membatasi peningkatan kontrast khususnya di daerah yang homogen (Sharma,
2013). Untuk mengontrol kualitas citra, CLAHE mempunyai dua parameter yaitu
block size dan clip limit yang memiliki beberapa nilai default dan juga bisa ditentukan
oleh pengguna (Singh et al., 2015). Algoritma CLAHE dapat dijelaskan sebagai
berikut (Ramya, 2012)
Langkah 1 : Citra asli dibagi menjadi beberapa bagian citra yang tiap bagian
citra berukuran MxN.

Langkah 2 : Setiap bagian citra dihitung histogramnya.


Langkah 3 : Clipped histogram setiap bagian citra. Jumlah piksel dari tiap
bagian citra didistribusi pada masing-masing derajat keabuan.
Rata-rata jumlah piksel tersebut dilakukan dengan persamaan 2.3.
.
= (2.3)

Dimana : =rata-rata jumlah piksel


= jumlah piksel dalam dimensi X dari bagian citra
= jumlah piksel dalam dimensi Y dari bagian citra
= jumlah nilai derajat keabuan dari bagian citra
Selanjutnya clip limit dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4

(2.4)

dimana : Nc-L = clip limit


. = nilai maksimum rata-rata piksel setiap nilai derajat

keabuan dari bagian citra

Universitas Sumatera Utara


14

Pada histogram yang asli, piksel akan di clipped jika jumlah piksel lebih besar

dari . Jumlah piksel didistribusikan secara merata kedalam masing-maisng


derajat keabuan ( ) yang didefinisikan dengan total jumlah piksel yang di
clipped ( ) dalam persamaan 2.5.

(2.5)

(i) merupakan jumlah piksel dalam setiap derajat keabuan bagian citra dan
‘i’ adalah jumlah derajat keabuan. Dengan menggunakan persamaan 2.5. contrast
limited histogram bagian citra dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6.

(2.6)

Akhir dari distribusi pada persamaan 2.7, sisa jumlah piksel yang di clipped
dinyatakan sebagai , tahap distribusi piksel dirumuskan dalam persamaan 2.7.

= (2.7)

Metode ini memindai semua piksel dari yang minimum hingga yang maksimum dari

niali graylevel. Jika frekuensi piksel graylevel adalah , metode ini akan
mendistribusikan satu piksel nilai graylevel. Jika pencarian berakhir sebelum
distribusi semua piksel, maka akan dihitung ulang sesuai dengan persamaan 2.7
hingga semua piksel terdistribusi. Dengan demikian akan diperoleh histogram yang
baru.

Langkah 4 : Membatasi contrast histogram setiap bagian citra diproses dengan HE


kemudian piksel dari bagian citra dipetakan dengan menggunakan interpolasi linear.

2.2.3 Gabor Filter

Universitas Sumatera Utara


15

Garis utama adalah fitur wajah, namun tidak dapat bergantung sepenuhnya pada garis
tersebut untuk melakukan otentikasi wajah karena kesamaan yang mungkin terjadi
diantara wajah manusia yang berbeda. Metode pengenalan wajah dapat didefinisikan
sebagai proses penentuan identifikasi objek. Dalam pengolahan citra, filter gabor
adalah filter linier yang digunakan untuk analisis tekstur, yang pada dasarnya
menganalisis apakah ada konten tertentu pada gambar dalam arah tertentu di wilayah
local sekitar titik atau wilayah analisis. Representasi frekuensi dan orientasi filter
gabor serupa dengan system penglihatan manusia terutama ditemukan pada
representasi tekstur dan diskriminasi. Dalam domain spasial, filter gabor 2D adalah
fungsi kernel Gaussian yang dimodulasi oleh gelombang bidang sinusoidal. Sel sel
sederhana dikorteks visual otak mamalia dapat dimodelkan oleh fungsi Gabor
(Marcelja 1980). Dengan demikian, analisis citra dengan filter gabor dianggap serupa
dengan persepsi pada system penglihatan manusia. Untuk membangun kernel gabor
digunakan persamaan (putra 2009) berikut :

G(x,y,θ,u, )= exp{− }exp{2. .i(u.x.cos +u.y.sin )} (2.8)


. . .

Dengan:
i = √−1
u adalah frekuensi dari gelombang Sinusodial
θ adalah kontrol terhadap orientasi dari fungsi Gabor
standar deviasi Gaussian Envelope
x,y adalah koordinat dari Gabor Filter.

2.3. Feature Extraction


Ekstraksi fitur objek-objek citra secara umum didasarkan pada dua karakteristik
pixel yaitu similaritas dan perbedaan kedekatan nilai-nilai pixel. Dengan kata lain
bagaimana diskontinuitas nilai pixel abu-abu diperlakukan dan kapan perubahan nilai
intensitas yang didasarkan pada kriteria tertentu sesuai atau tidak untuk
mengindikasikan suatu batas di antara fitur-fitur citra yang berbeda (Murianto, 2009).
Acharya dan Ray (2015) mendefinisikan fitur bentuk sebagai pendeskripsi suatu objek
yang bebas terhadap posisi, orientasi dan ukuran. Fitur tekstur didefinisikan sebagai

Universitas Sumatera Utara


16

pengulangan pola atau pola-pola atau yang ada pada suatu daerah bagian citra.
Ekstraksi fitur memiliki tujuan yaitu:
 Memperkecil jumlah data
 Mengambil informasi yang penting dari data yang diolah
 Mempertinggi presisi pengolahan
Nilai fitur digunakan oleh pengklasifikasi untuk mengenali unit masukan dengan unit
target keluaran dan memudahkan pengklasifikasian karena nilai ini mudah untuk
dibedakan(Kartar, 2011). Fitur yang baik memiliki syarat berikut, yaitu mudah dalam
komputasi, memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dan besarnya data dapat
diperkecil tanpa menghilangkan informasi penting (Putra, 2009).

2.4. Invariant Moment

Pemrosesan citra, remote sensing, pengenalan bentuk dan klasifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakan fitur invariant moment. Karakteristik suatu objek yang secara
unik mempresentasikan bentuknya dapat diberikan melalui invariant moment.
Pengenalan bentuk invariant dilakukan dengan klasifikasi dalam ruang fitur momen
invariant multi dimensi. Beberapa teknik yang telah dikembangkan tentang penurunan
fitur invariant dari moment objek untuk representasi dan pengenalan objek. Teknik ini
dibedakan oleh definisi moment nya seperti jenis data yang dieksploitasi dan metode
untuk menurunkan nilai invariant dari moment citra.
(Hu, 1962) yang pertama menghimpun dasar matematika untuk moment invariant
dua dimensi dan menunjukkan aplikasinya untuk pengenalan bentuk. Hu
mendefinisikan 7 nilai descriptor bentuk yang dihitung dari moment pusat melalui tiga
derajat yang bebas terhadap translasi, skala dan arah objek. Invariant translasi dicapai
dengan menghitung moment yang dinormalisasikan dengan pusat gravitasi sehingga
pusat dari masa distribusi berada pada moment pusat. Nilai-nilai tersebut bersifat
independen terhadap translasi, rotasi dan perskalaan. Secara tradisional, moment
invariant dihitung berdasarkan informasi yang diberikan oleh boundary bentuk dan
daerah interiornya (Prokop & Reeves, 1992). Perhitungan invariant moment diambil
dan diringkas dari (Hu, 1962) sebagai berikut. Diberikan sebuah fungsi f(x,y) moment
didefinisikan oleh:

Universitas Sumatera Utara


17

= ∑ ∑ ( , )

(2.9)
merupakan moment dua dimensi dari fungsi f(x,y). Order moment adalah (p+q)
dimana p dan q adalah bilangan asli. Untuk implementasi di dalam bentuk digital
dinyatakan pada persamaan 2.8.

= ( , )

(2.10)
Dimana m merupakan moment yang akan dicari, p dan q merupakan integer yaitu
0,1,2,,,,H merupakan tinggi citra, W merupakan lebar citra, x merupakan baris, y
merupakan kolom, dan f(x,y) merupakan nilai intensitas citra. Selanjutnya moment
pusat untuk suatu citra dinyatakan pada persamaan 2.11.

= ( − x) ( − y ) ( , )

(2.11)
Dimana nilai moment pusat x merupakan hasil pembagian dari nilai moment pusat
dan sedangkan nilai moment pusat y diperoleh dari hasil pembagian dari nilai
moment pusat dan yang dinyatakan pada persamaan 2.12.
x = dan y = (2.12)

Setelah mendapatkan nilai , , , , , dan untuk setiap objek, maka


masuk ke tahap normalisasi nilai moment pusat dengan menggunakan persamaan 2.13.
= (2.13)

Dimana merupakan nlai momenti dimensi dan diperoleh dari hasil


penjumlahan p dan q dibagi dengan 2 dan ditambah 1 yang dinotasikan pada
persamaan berikut.
= + 1 (2.14)

=
Maka akan diperoleh nilai normalisasi moment pusat dari setiap objek
, , , , , dan . Setelah itu masuk ke dalam persaman 2.14 untuk
mendapatkan tujuh nilai invariant moment untuk setiap objek.
= +

Universitas Sumatera Utara


18

= ( + ) + 4 (2.15)
= ( −3 ) + (3 + )
= ( − ) + ( + )
= ( −3 )( − ) [( − ) − (3 + ) ] + (3 − )
( + ) [3( + ) -( + ) ]
= ( −3 ) [( + ) −( − ) ]+ 4 ( + )( − )
= (3 − )( − ) [( − ) − 3( + ) ] –( − 3 )
( + ) [3( + ) -( + ) ]

Tujuh invariant moment ini, , =1,2,…,7 dilakukan oleh Hu, diperlihatkan menjadi
bebas terhadap rotasi. Akan tetapi nilai-nilai tersebut dihitung berdasarkan batasan
luar (boundary) dan daerah bagian dalam (interior region).

2.5. Probabilistic Neural Network


Probabilistic Neural Network (PNN) pertama kali dikembangkan oleh Donald
F.Specht pada tahun 1988 dan merupakan suatu metode jaringan syaraf tiruan yang
menggunakan pelatihan (training) supervised. PNN merupakan jaringan syaraf tiruan
yang dirancang menggunakan ide dari teori probabilitas klasik seperti pengklasifikasi
Bayes.
PNN termasuk dalam struktur feedforward. Secara garis besar, PNN mempunyai
empat lapisan yaitu input layer, pattern layer, summation layer dan output layer .
kelebihan dari algoritma PNN yaitu proses pelatihan yang cepat, struktur parallel yang
tidak dipisahkan, dijamin dalam menemukan klasifikasi optimal sesuai dengan
peningkatan perwakilan data latih dan pelatihan dapat ditambahkan atau dihapus tanpa
melakukan pelatihan ulang.
Akurasi keputusan tertentu tergantung pada keakuratan dengan estimasi
menggunakan fungsi probabilitas densitas PDF (Portable Document Format).
Membuat sebuah famili fungsi untuk estimasi fungsi f(X) seperti di bawah ini.

( ) = ∑ (2.16)

Misal XA1, …,Xai, …, X-an adalah variabel acak terikat identic terdistribusi sebagai
suatu variabel acak X yang mana fungsi distribusi F(X) = P[x≤X] pasti kontinyu.
Kondisi Parzen pada fungsi bobot (y) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


19

| ( )| < ∞ (2.17)
Di mana sup menunjukkan supremum.

∫ ∝
| ( )| <∝ (2.18)
lim| (y)|=0 (2.19)
Konsistensi yang terdefinisi menyebutkan bahwa ekspektasi kesalahan semakin kecil
dengan estimasi berdasarkan pada kumpulan data yang lebih besar, sangat penting
karena hal itu berarti bahwa distribusi yang benar akan didekati dengan cara yang
halus. (Setiawan & Wiweka, 2012).
Dimana :
i = jumlah pola
m = jumlah pola pelatihan
XAi = pola pelatihan ke ith dari kategori A
= parameter perata
dan

∫ ∝
( ) = 1 (2.20)
Pada persamaan (7), = (n) dipilih sebagai fungsi dari n sedemikian sehingga:
lim →∝ ( )= 0 (2.21)
Terbukti bahwa fungsi estimasi fn(X) konsisten dalam mean kuadrat yang berarti
bahwa:
E|fn(X)- f (X)|2→ 0 as n →∝ (2.22)
Hasil Parzen bisa dikembangkan untuk estimasi dalam kasus khusus dimana kernel
multivariasi adalah hasil dari kernel univariasi. Dalam kasus tertentu kernel Gaussian,
estimasi multivariasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
( ) ( )
( ) = ∑ exp[ −( − ] (2.23)
( ) /

p = dimensi ukuran ruang


Perhatikan bahwa fA(X) adalah penjumlahan sederhana dari distribusi Gaussian
multivariasi yang kecil yang terpusat pada setiap sampel pelatihan. Namun, jumlahnya
tidak terbatas untuk menjadi Gaussian. Hal ini dapat terjadi, pada kenyataannya,
estimasi fungsi probabilitas densitas yang halus. Ada kesamaan yang nyata antara
jaringan analog parallel yang mengklasifikasi beberapa pola menggunakan
probabilitas densitas (PDF) dan jaringan neural umpan maju yang digunakan dengan
algoritma pelatihan yang lain (Swain, 1978).

Universitas Sumatera Utara


20

2.6. Penelitian Terdahulu


Berbagai penelitian untuk klasifikasi wajah down syndrome telah dilakukan
sebelumnya, salah satunya oleh (Saraydemir et al.,2011) terhadap citra wajah down
syndrome menggunakan metode kNN dan SVM dengan meneliti anak yang normal
dengan down syndrome berumur 1-12 tahun dimana terdapat 15 gambar wajah down
syndrome dan 15 gambar wajah normal.

(Keikhayfarzaneh et al.,2011) juga melakukan penelitian dalam perancangan


system fuzzy interface untuk mendiagnosis down syndrome dengan pencocokan 300
gambar dimana 250 gambar wajah normal dan 50 gambar wajah down syndrome.
System ini merupakan basis aturan fuzzy satu yang dioptimalkan dengan algoritma
genetika. Permasalahan yang terjadi dalam pendeteksian wajah apabila output dari
kedua system positif untuk satu wilayah kulit.

(Zhao et al., 2013) menggunakan metode SVM untuk melakukan pendeteksian


wajah down syndrome dengan menggunakan landmark pada model wajah kemudian
menggunakan geometric features dan texture features pada local binary patterns.
Hasil dari penelitian ini cukup memuaskan karena menghasilkan akurasi yang cukup
tinggi yaitu 97,92%. Penelitian ini kemudian dilakukan kembali dengan
menggabungkan metode SVM dan RBF namun hasil yang diperoleh lebih rendah
yaitu 94,6 %.

(Pandit et al., 2015) dengan menerapkan PCA dan LDA dalam ekstraksi fitur dan
neural network dalam pengklasifikasiannya terhadap citra wajah cacat dari lahir
dengan wajah abnormal menghasilkan nilai akurasi sebesar 87%.

Penelitian kembali yang dilakukan oleh (Saraydemir et al., 2015) menggunakan


GWT sebagai ekstraksi fitur serta SVM dan kNN sebagai pengklasifikasi pengaruh
ukuran training set pada pengenalan wajah down syndrome dengan menerapkan 6
ekspresi wajah yang berbeda. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan SVM lebih
bagus dibandingkan dengan menggunkan kNN sebagai klasifikasinya.

Universitas Sumatera Utara


21

(Burcin et al., 2011) menginput 20 sampel wajah diantaranya 10 citra wajah anak
down syndrome dan 10 citra wajah normal untuk data training. Setelah ditentukan
training data set digunakan LBP ekstraksi fitur untuk masing masing data dan untuk
klasifkasi wajah normal dan down syndrome digunakan Euclidean distance dan
Changed Manhattan distance. System ini dapat mengatasi masalah pada ekspresi
wajah yang berbeda, ras yang berbeda serta tambahan yang terdapat pada wajah
seperti kacamata, rambut dan lain-lain.
Beberapa penelitian diatas dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Judul Peneliti Tahun Metode
Down Syndrome Diagnosis Saraydemir, et 2011 kNN dan SVM
1 Based on Gabor Wavelet al
Transform
Designing Fuzzy Inference Keikhayfarzane 2011 GA(Genetic
2 System to Diagnosis down h, et al. Algorithm)
Syndrome by Face
Processing
Down Syndrome Detection Zhao, et al. 2013 SVM
3 from Facial Photogtaphs
using Machine Learning
Techniques
Automated Down Zhao, et al 2013 SVM dan
4 Syndrome Detection using RBF
Facial Photographs

PCA and LDA Method Pandit, et al. 2015 PCA dan LDA
5 with Neural Network for
Primary Diagnosis of
Genetic Syndrome
Effects of Training Set Saraydemir, et 2015 kNN dan SVM
6 Dimension on Recognition al.
of Dysmorphic Faces with
Statistical Classifiers
Down Syndrome Burcin, et al. 2011 Euclidean
7 Recognition using Local distance dan
Binary Pattern and Changed
Stastical Evaluation of the Manhattan
System distance
Recognition of Down Erogul, et al. 2009 ANN
8 Syndrome using Image
Analysis
Atypical development of Dimitriou, et al 2014 Inversion Effect
9 configural face recognition

Universitas Sumatera Utara


22

in children with autism,


Down syndrome and
Williams syndrome
Hierarchical Constrained Zhao, et al 2013 ICA
10 Local Model Using ICA (Independent
and Its Application to Component
Down Syndrome Detection Analysis)

Universitas Sumatera Utara


22

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis dan perancangan sistem terhadap data
yang menggunakan algoritma Probabilistic Neural Network untuk menemukan solusi
dalam mengklasifikasikan citra wajah down syndrome. Pada tahap perancangan akan
dibahas mengenai flowchart sistem serta tampilan antarmuka sistem.

3.1.Arsitektur Umum
Metode yang diajukan penulis untuk mengklasifikasi wajah down Syndrome terdiri
dari beberapa proses. Adapun proses yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Citra akan diproses dari citra yang diinput yang kemudian akan dicropping terlebih
dahulu kemudian memasuki proses pre-processing image. Dalam proses ini citra akan
mengalami proses grayscale dan CLAHE (Contrast Limited Adaptive Histogram
Equalization) yang pada akhirnya menghasilkan citra hitam dan putih dengan kontras
yang lebih tajam dan mudah untuk dikenali garis tepinya. Kemudian akan dilakukan
tahap selanjutnya yaitu proses segmentation dimana setiap citra akan memunculkan
ciri - ciri khusus pada citra. Tahapan selanjutnya setelah dari segmentasi adalah
mengekstraksi fitur atau ciri dari hasil citra. Pada peneltian ini penulis menggunakan
metode invariant moment. Tahapan akhir adalah pengklasifikasian citra dengan
menggunakan algoritma PNN. penerapan metode Probabilistic Neural Network
(PNN) untuk mengenali mana sajakah bentuk yang mengandung ciri khas dari wajah
down syndrome dan hasil akhir akan menjadi lebih akurat dengan penerapan algoritma
ini. Adapun arsitektur umum yang mendeskripsikan setiap metodologi pada panelitian
ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Universitas Sumatera Utara


23

Gambar 3.1 Arsitektur Umum

3.2. Data yang Digunakan


Data yang digunakan untuk klasifikasi wajah down syndrome pada citra wajah
menggunakan Algoritma Probablistic Neural Network (PNN) diambil dari siswa
Sekolah Luar Biasa ABC di Jalan SM.Raja KM.7 No.5 Medan dengan 15 orang
berbeda dan dari imdsa.org 22 orang serta dari SD Tanjung Balai untuk wajah normal
sebanyak 15 orang. Data yang ada dibagi menjadi dua bagian yaitu untuk data latih

Universitas Sumatera Utara


24

dan data uji. Proses training dibutuhkan data untuk melatih sistem mengenali wajah
mosaic down syndrome, trisomi 21 dan normal. Kemudian pada saat proses testing
data yang digunakan adalah sebuah citra yang akan diklasifikasi oleh sistem, dengan
demikian diketahui jenis wajah mosaic, trisomi 21 dan normal. Citra yang diambil
dengan memiliki format .jpeg.

3.2.1.Capturing Image
Citra wajah yang digunakan untuk input adalah citra yang menampung 1 wajah.
Adapun input yang akan diproses pada tahap ini merupakan citra yang diambil dari
depan wajah untuk diproses ke tahap selanjutnya.

3.2.2. Data training


Pada proses pelatihan citra, data yang digunakan sebagai training berjumlah 30 citra
wajah, dimana citra tersebut mewakili citra wajah yang akan diuji. Citra wajah yang
akan diuji berukuran 512 x 512 pixel yang disimpan di hard disk local. Data cira yang
di training sebagai data acuan terhadap data yang akan diuji. Berikut adalah beberapa
contoh data training dan dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Citra Training


No Citra Wajah Jenis

1 Mosaik

2 Mosaik

3 Mosaik

4 Mosaik

Universitas Sumatera Utara


25

Tabel 3.1 Citra Training (Lanjutan)


5 Mosaik

6 Mosaik

7 Mosaik

8 Mosaik

9 Mosaik

10 Mosaik

11 Trisomi 21

12 Trisomi 21

13 Trisomi 21

Universitas Sumatera Utara


26

Tabel 3.1 Citra Training (Lanjutan)


14 Trisomi 21

15 Trisomi 21

16 Trisomi 21

17 Trisomi 21

18 Trisomi 21

19 Trisomi 21

20 Trisomi 21

21 Normal

22 Normal

Universitas Sumatera Utara


27

Tabel 3.1 Citra Training (Lanjutan)


23 Normal

24 Normal

25 Normal

26 Normal

27 Normal

28 Normal

29 Normal

30 Normal

Universitas Sumatera Utara


28

3.2.3. Data Testing


Data testing merupakan data yang digunakan untuk menguji sistem, dengan adanya
data testing sistem dapat mengenali 3 jenis wajah dengan membandingkan data
training. Contoh data testing dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Data Testing

3.3.Pre-processing
Pre-processing image adalah tahap awal dalam penelitian ini. Tahap ini bertujuan
untuk memproses citra yang masuk agar diubah menjadi citra yang siap untuk
diproses lebih lanjut. Adapun tahapan dalam pre-processing image terdiri dari proses
grayscale, CLAHE (Contrast Limited Adaptive Histogram Equalizaton) dan Gabor
filter.

3.3.1. Grayscale
Proses grayscale merupakan proses merubah warna red, green, blue (RGB) menjadi
graylevel. Proses ini digunakan untuk mempermudah sistem untuk mengetahui nilai
dan untuk mempermudah ke proses selanjutnya yaitu CLAHE. Proses grayscale pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Proses Grayscale Citra

Universitas Sumatera Utara


29

3.3.2. CLAHE (Contrast Limted Adaptive Histofram Equalization)


Setelah citra melalui proses grayscale maka selanjutnya citra akan memasuki tahapan
CLAHE yang akan merubah warna citra menjadi hitam dan putih dengan kualitas citra
yang lebih tajam. Gambar 3.4. merupakan contoh CLAHE.

Gambar 3.4. Proses CLAHE Citra

3.4. Image Segmentation


Gabor filter yaitu proses yang dilakukan untuk memunculkan ciri-ciri khusus dari citra
yang telah dikonvolusi terhadap kernel. Sebagai filter digunakan Gabor Kernel 2D
yang diperoleh dengan memodulasi gelombang sinus 2D pada frekuensi dan orientasi
tertentu dengan Gaussian envelope. Berikut merupakan contoh citra pada saat proses
Gabor dapat dilihat di gambar 3.5.

Gambar 3.5. Gabor Filter

Universitas Sumatera Utara


30

3.5. Feature Extraction


Tahapan selanjutnya setelah dari Gabor Filter adalah mengekstraksi fitur atau ciri dari
hasil citra. Pada peneltian ini penulis menggunakan metode invariant moment. Untuk
mendapatkan hasil dari metode ini adalah dengan menghitung nilai moment.
Kemudian moment akan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9.

= ( , )

dimana : : moment
: tinggi citra
: lebar citra
: baris dan kolom
( , ) : nilai intensitas citra
Nilai moment dari Gambar 3.4 dapat dilihat pada Tabel 3.2:

Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Matriks Citra

4.7973443E7 1.0144791851E10 1.1206518906E10

Setelah nilai dari , dan di dapat, maka proses selanjutnya adalah


menghitung nilai moment dengan persamaan 2.9 dan 2.10. Adapun nilai yang
diperoleh adalah :

Tabel 3.3. Hasil Perhitungan Nilai Moment Pusat

x y
211.46682865768045 233.59838704926807

Universitas Sumatera Utara


31

Setelah proses diatas akan menghasilkan nilai :

Tabel 3.4. Hasil Perhitungan Nilai Moment Dimensi Citra


Gambar 3.5
-1.1603109801586604E9
7.163815634116432E11
8.828621867152666E11
3.494215312871237E11
3.128362698852091E11
3.708360143179968E11
-3.3999871748676385E11

Setelah nilai dari , , , , , , diperoleh untuk setiap citra,


kemudian proses selanjutnya adalah normalisasi nilai momentdengan persamaan 2.11
dan 2.12. Dari persamaan tersebut maka akan diperoleh nilai :

Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Nilai Normalisasi Moment Pusat Citra


Gambar 3.5
-5.041649214126075E-7
3.1127384019884495E-4
3.8361107719811575E-4
2.1920347849001156E-8
1.962523554403669E-8
2.326374794032967E-8
-2.1329224126718197E-8

Tahap terakhir untuk memperoleh nilai dari invariant moment pada setiap citra
dilakukan dengan menghitung nilai . Setelah nilai dari diperoleh, maka nilai
tersebut akan di definisikan |log ( | | ) | . Nilai tujuh invariant moment dari citra adalah
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


32

Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Nilai Invariant Moment Citra


Gambar 3.5
7.27176431258963
19.067566140102553
31.87354279350726
33.82362015566785
69.28249430838635
43.36168950703093
66.97591147074911

3.6.Classification

Tahap selanjutnya setelah didapatkan nilai dari feature extraction adalah memasukkan

nilai moment tersebut sebagai nilai input pada proses Neural Network. Pada proses

klasifikasi digunakan PNN (Probabilistic Neural Network), nilai invariant moment

dari data testing akan dibandingkan dengan nilai invariant moment dari data training

yang sudah terlebih dahulu disimpan di dalam database sehingga memudahkan sistem

untuk mengenali citra. Hasil dari proses tersebut akan mendapatkan nilai fA(X) yang

berarti penjumlahan sederhana dari distribusi Gaussian multivariasi yang kecil yang

terpusat pada setiap sampel pelatihan. Adapun hasil dari proses Probabilistic Neural

Network dari perhitungan persamaan 2.26 adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


33

Tabel 3.7. Hasil Perhitungan PNN


f (mosaik) f (trisomi) f (normal)
1.6758877815253626 1.8753793834853583 1.586677570133597

Dimana : (mosaik) : hasil perhitungan PNN citra wajah mosaik


(trisomi) : hasil perhitungan PNN citra wajah trisomi
(normal) : hasil perhitungan PNN citra wajah normal
Maka dari hasil tersebut, akan dibandingkan nilai antara f(mosaik), f(trisomi) dan
f(normal). Untuk menentukan jenis wajah pada citra maka dapat dilihat pada nilai
yang tertinggi.

3.7. Perancangan Sistem

Perancangan antarmuka sistem yang tepat diperlukan agar perangkat lunak yang
dikembangkan dapat dengan mudah digunakan oleh pengguna, sehingga tujuan dari
pengembangan perangkat lunak tercapai. Berikut ini adalah rancangan sistem dari
sistem Klasifikasi wajah Down Syndrome.

3.7.1. Tampilan utama

Gambar 3.6. Rancang Sistem Tampilan Utama

Gambar 3.6 merupakan tampilan utama dari sistem Klasifikasi Wajah Down
Syndrome. Berikut merupakan penjelasan dari Gambar 3.6:

1. Tombol Upload Image digunakan untuk memulai sistem sekaligus pemilihan


citra yang telah tersimpan sebelumnya ditempat penyimpanan

Universitas Sumatera Utara


34

2. Tombol Proses digunakan untuk memulai proses pengolahan citra yang telah
dipilih sebagai data uji sebelumnya.
3. Tampilan Image yang dipilih untuk diproses
4. Merupakan tampilan dari pre-processing yaitu grayscale dan CLAHE
5. Merupakan Tampilan dari proses setelah pre-processing yaitu image
segmentation
6. Bagian ini akan menampilkan nilai-nilai dari feature extraction sebagai bagian
dari penjelasan nilai yang telah didapat dari keseluruhan proses.
7. Bagian ini Menampilkan Hasil dari nilai – nilai yang telah dikasifikasi
8. Panel yang akan menampilkan hasil identifikasi dari citra yang diinput

3.7.2. Perancangan tampilan halaman training

Gambar 3.7. Rancangan Tampilan Halaman Training

Gambar 3.7. merupakan tamplan halaman training digunakan untuk menginput citra
ke dalam database agar mempermudah sistem dalam menentukan klasifikasi wajah
down syndrome. Berikut merupakan keterangan dari Gambar 3.7:

1. Merupakan tombol untuk membuka file yang akan dijadikan sebagai data latih
citra wajah mosaik, trisomi atau normal.

2. Tombol ini berfungsi untuk menetapkan citra sebagai data latih mosaik

3. Berfungsi untuk menghapus semua data latih mosaik yang telah di input.

Universitas Sumatera Utara


35

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini membahas hasil yang didapat dari penelitian yang sudah dilakukan, yang
terdiri dari tahap pre-processing, training dan testing dari implementasi algoritma
Probabilistic Neural Network dalam melakukan klasifikasi wajah down syndrome
yang telah dibahas pada Bab 3.

4.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak


Spesifikasi perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Prosesor Intel® Core™ i3-3110M CPU @ 2.40 GHz.
2. Kapasitas harddisk sebesar 465.76 GB.
3. Memori RAM yang digunakan 4 GB.
Spesifikasi perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sistem operasi yang digunakan adalah Windows 10 Ultimate 64-bit
2. Netbeans IDE 8.0.2
3. JDK 1.8.0
4. Library yang digunakan adalah OpenCV 3.0.0 dan SQLite JDBC 3.19.3

4.2. Implementasi Perancangan Antarmuka


Adapun implementasi perancangan antarmuka sistem akan dijelaskan pada bagian ini.

4.2.1. Halaman Utama


Pada Gambar 4.1 menampilkan halaman utama dari sistem yang telah dibuat,
halaman ini merupakan halaman untuk testing yang bertujuan untuk
mengklasifikasi wajah down syndrome menggunakan metode Probabilistic Neural
Network. Di halaman ini terdapat dua tombol utama, yaitu tombol Upload Image
untuk memilih gambar yang akan diuji dan tombol process untuk memproses
gambar yang sudah dipilih sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


36

Gambar 4.1. Tampilan Halaman Utama

4.2.2. Tampilan Hasil Akhir


Gambar 4.2 menampilkan tampilan hasil akhir ketika tombol Upload Image ditekan.
Disini terlihat citra wajah yang telah dipilih sebelumnya dan proses yang terjadi

Gambar 4.2. Tampilan Hasil Akhir

4.2.3. Halaman Pengaturan Data Latih


Pada halaman yang ditunjukkan Gambar 4.3 menampilkan data form untuk input citra
sebagai data latih sistem. Data yang akan di input terdiri dari tiga jenis yaitu data citra
wajah Mosaic down syndrome, Trisomi 21 dan normal. Pada halaman ini juga terdapat
tombol reset untuk menghapus semua data yang telah di input ke sistem. Adapun
citra yang telah diinput akan disimpan ke dalam database sehingga akan memudahkan
sistem ketika melakukan testing dataset.

Universitas Sumatera Utara


37

Gambar 4.3. Halaman Input Citra Data Latih

4.3. Hasil Pre-processing dan Image Segmentation


Bagian ini dijelaskan hasil yang telah diperoleh dari tahap pre-processing. Hasil yang
telah didapat terdiri dari beberapa tahapan, yaitu grayscale (merubah citra RGB
menjadi citra keabuan), CLAHE (merubah warna citra menjadi hitam dan putih
dengan kualitas citra yang lebih tajam) serta Gabor filter sebagai image segmentation (
memunculkan ciri-ciri khusus pada citra) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.1. Hasil Pre-processing dan Segmentation

NO Citra Awal Grayscale CLAHE Gabor


1

Universitas Sumatera Utara


38

Tabel 4.1. Hasil Pre-processing dan Segmentation (Lanjutan)


5

10

11

12

13

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 4.1. Hasil Pre-processing dan Segmentation (Lanjutan)


14

15

16

17

18

19

20

21

22

Universitas Sumatera Utara


40

4.4 Hasil Feature Extraction


Setelah melalui proses Gabor Filter, tahap selanjutnya adalah feature extraction untuk
mendapatkan nilai invariant moment yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
dari Probabilistic Neural Network (PNN). Untuk mendapatkan nilai moment pada
penelitian ini menggunakan persamaan 2.9.

Tabel 4.2. Hasil Feature Extraction


No Citra Nilai invariant No Citra Nilai invariant
Moment Moment
7.280196414813386 7.2846477001831
19.10004468471 26.43704910798153
35.378411210019 31.910481054456756
1 35.2013719900209 2 32.60823296617605
71.41629553537332 68.54263372036145
46.147036061747514 47.651587402701956
71.73679826498335 65.56600263506957
7.293964496130012 7.290503981969155
22.901359845884997 23.576825779504567
31.71499806046993 31.574454588759277
3 35.753467027320895 4 33.362062722083266
66.9594634931482 65.27061429867075
47.788910631771884 46.16500602105229
70.28119052258444 66.87918442184996
7.283268319079691 7.27176431258963
23.500395766968847 19.067566140102553
32.1142554066821 31.87354279350726
5 31.26558200003496 6 33.82362015566785
63.17860177009954 69.28249430838635
44.557522704994845 43.36168950703093
63.33187879896311 66.97591147074911
7.287925229505284 7.2763061753081555
19.062901982386776 19.045097971853057
32.76818262313582 32.44477123525642
7 32.64709315822464 8 32.75701983880611
65.61353568835453 65.81799793580356
44.11142924956285 42.497770471359466
64.60603325682156 65.21817920629472

Universitas Sumatera Utara


41

Tabel 4.2. Hasil Feature Extraction (Lanjutan)


7.280486046731207 7.277525909825368
19.985703460294378 19.00325591992642
31.520269230507182 31.401386136653116
9 32.260998829924006 10 32.02139834712249
64.21800524849255 64.99512951486516
42.28895940005217 42.86937272059603
68.00586875004491 69.3771127032924
7.285564688325712 7.283177099119515
18.965081511572276 19.212758466346568
31.88669265466911 29.697437649421165
11 31.785992533858234 12 32.967203969473594
65.74846481032644 65.72286383861987
41.28134977306338 43.46935791112142
63.58499678300531 64.67376809822956
7.273662629312528 7.2749854816669846
19.22873091486807 19.065357501343943
34.76879563532469 30.828286846393997
13 32.272094157247864 14 33.32936313539877
65.79319675629131 67.04283583428598
42.867463457887176 42.8919300113548
64.16081442763897 65.88485580790766
7.280614289481971 7.277376329830296
19.166198928265413 19.181921289961128
30.010235285915435 33.189876388565494
15 32.47587175113549 16 32.886797451847215
64.39364799484036 66.47477183051004
43.22150001141346 42.53823136405077
64.38853477763092 66.14981729031051
7.285847831991334 7.287759503195949
25.423713828655515 20.853137637247052
32.841411068166416 33.4467993847718
17 31.60691948416657 18 31.571085341584684
64.16439364859544 63.73092192773356
44.33078880432156 41.999319496838986
65.75316483571842 64.90646905935526
7.280236729140807 7.284313110772335
23.138822539648153 23.81019306594151
33.08719789117397 31.265152566190363
19 32.93314006514112 20 32.998451705152355
68.09354614591481 65.69822427934517
44.56910916016949 45.15798641881658
66.18988573895696 65.54543374293416

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 4.2. Hasil Feature Extraction (Lanjutan)


7.289293456820776 7.275227482299149
23.651429964635312 25.04750390539433
33.10816395109877 31.76557244229525
21 32.8342562800572 22 34.677239102870544
67.4124928825234 67.09284506437159
44.93557562149404 49.841076891799474
66.32366137595983 68.29934986550316

4.5. Hasil Classification


Pada penelitian ini, citra yang digunakan sebanyak 10 citra input dengan total 22 data
uji. Proses ini dimulai dengan input citra yang kemudian dilanjutkan pre-processing
yaitu proses pembentukan citra keabuan (grayscaling), CLAHE (Contrast Limited
Adaptive Histogram Equalization) dan Gabor Filter. Nilai dari Gabor Filter akan
dijadkan acuan untuk mendapatkan ciri citra proses feature extraction menggunakan
invaran moment yang akan menghasilkan 7 nilai. Setelah nilai dari Invarian moment
didapat, akan dilakukan proses selanjutnya menggunakan Probabilistic Neural
Network untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Hasil dari pengujian dapat dilihat
pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3.Hasil Klasifikasi Wajah Down Syndrome Menggunakan Algoritma


PNN
No Jenis Gambar F(mosaik) F(trisomi2) F(normal) Hasil Ket
Citra
1 Mosaik Mosaik Benar
1.37119337 1.09624905 1.2356749
92060698 39238383 62329673
9
2 Mosaik Normal Salah
1.49682212 1.63315183 1.6971337
0820703 80349461 02723112
4

3 Mosaik Mosaik Benar


1.27454033 1.00725673 1.0984473
0497631 5810369 68790766
3

Universitas Sumatera Utara


43

Tabel 4.3.Hasil Klasifikasi Wajah Down Syndrome Menggunakan Algoritma


PNN (lanjutan)
4 Mosaik 1.95421280 1.56660729 1.8535895 Mosaik Benar
16131437 006922 89659560
9

5 Mosaik Mosaik Benar


1.37988733 1.18957146 1.2592241
11258195 06534462 02401173
9

6 Trisomi Trisomi Benar


21 1.51976473 1.58597285 1.5833249 21
30451043 57639137 43769123

7 Trisomi Trisomi Benar


21 1.91812575 2.43792158 2.0001393 21
3162974 02674556 97590767
3

8 Trisomi 1.97587440 2.71850373 2.0109431 Trisomi Benar


21 95201866 1910906 16141441 21

9 Trisomi Trisomi Benar


21 1.63379692 2.04194122 1.3351333 21
12821488 6438306 07563148
4
10 Trisomi Trisomi Benar
21 1.84093208 2.16514627 1.3536134 21
70608075 69956673 99542161
8

11 Trisomi Trisomi Benar


21 1.63225364 2.15946444 1.4801996 21
63243102 3098516 27218174
8
12 Trisomi 1.75761404 2.32292894 1.7009853 Trisomi Benar
21 36835619 59192706 95899127 21
2

Universitas Sumatera Utara


44

Tabel 4.3.Hasil Klasifikasi Wajah Down Syndrome Menggunakan Algoritma


PNN (lanjutan)
13 Trisomi 1.58677477 2.49770362 1.7798468 Trisomi Benar
21 357025 61760643 80823992 21
4

14 Trisomi 1.78270245 2.35656093 1.8914481 Trisomi Benar


21 80998325 80487733 89019656 21

15 Trisomi 1.70152059 2.28366734 1.4376282 Trisomi Benar


21 68207698 88930344 80235318 21

16 Trisomi 1.75963393 2.66173984 2.1663906 Trisomi Benar


21 37239575 88350608 07795027 21

17 Normal 1.56225483 1.59905095 1.7876492 Normal Benar


44309066 54280188 34712212
2

18 Normal 1.337388 1.91867625 1.4767722 Trisomi Salah


4945810863 82415355 7288886 21

19 Normal 1.56788546 1.72547554 2.1085588 Normal Benar


34486792 61181628 75181708

20 Normal 2.03622230 1.76215787 2.1374189 Normal Benar


16664553 28029224 22757101

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 4.3.Hasil Klasifikasi Wajah Down Syndrome Menggunakan Algoritma


PNN (Lanjutan)
21 Normal 1.61607294 1.80536639 2.2875013 Normal Benar
26887954 2717687 96870173
4

22 Normal 1.16135905 1.07853785 1.3207003 Normal Benar


8129618 50975133 04670768

dimana : (mosaik) : hasil perhitungan PNN citra wajah mosaik


(trisomi) : hasil perhitungan PNN citra wajah trisomi 21
(normal) : hasil perhitungan PNN citra wajah normal
Maka dari hasil tersebut, akan dibandingkan nilai antara f(mosaik), f(trisomi) dan
f(normal). Jika nilai f(mosaik) lebih besar dari f(trisomi) dan f(normal) maka citra
akan terdeteksi wajah mosaik dan seterusnya.
Pada penelitian ini, nilai Gaussian yang digunakan adalah 0,9 karena merupakan nilai
yang paling akurat berdasarkan hasil pengujian. Hasil pengujian sistem yang telah
dilakukan diperoleh nilai akurasi dengan menghitung jumlah data uji yang benar
dibagi dengan jumlah keseluruhan data uji dikali dengan 100% maka diperoleh
akurasi sebesar 91%.
Jumlah data uji benar
Persentase Akurasi = × 100%
Jumlah keseluruhan data uji

20
= × 100%
22
=91 %

Jumlah data salah


Persentase Error = × 100%
Jumlah keseluruhan data uji

2
= × 100%
22
=9%

Universitas Sumatera Utara


46

4.6. Pengujian Sistem

Kinerja sistem klasifikasi menggambarkan seberapa baik sistem dalam


mengklasifikasi data. Confusion Matrix merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja suatu metode klasifikasi. Confusion Matrix
dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Confusion Matrix


Sakit Tidak Sakit Jumlah

Positif TP FP TP + FP
Negatif FN TN FN + TN

Jumlah TP + FN FP + TN TP + FP + FN + TN

Keterangan:
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya
tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit dengan
hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang sebenarnya
menderita penyakit tetapi hasil test negatif.

Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap pada sistem. Pengujian data
dilakukan pada 5 citra mosaik, 6 citra trisomi 21, dan 11 citra normal. Ukuran
ykinerja hasil diagnosis dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Universitas Sumatera Utara


47

Tabel 4.5. Ukuran kinerja hasil diagnosis (Kadah, 2012)


No. Index Keterangan Formula
1. Sensitivity (TP rate) Kemampuan untuk mengidentifikasi TP/(TP+FN)
adanya penyakit
2. Specificity (TN rate) Kemampuan untuk mengidentifikasi TN/(TN+FP)
ketiadaan penyakit
3. Positive predictive Keandalan dari hasil yang positif TP/(TP+FP)
value (PPV)
4. Negative predictive Keandalan dari hasil yang negatif TN/(TN+FN)
value (NPV)
5. Overall accuracy Keandalan secara keseluruhan (TP+TN)/(TP+TN+FP+FN)
6. FN rate Proporsi antara FN dan semua yang FN/(FN+TP) =
terkena dampak (1-Sensitivity)
7. FP rate Proporsi antara FP dan semua yang FP/(FP+TN) =
tidak terkena dampak (1- Specificity)
8. Positive likelihood Peningkatan probabilitas penyakit Sensitivity/(1-Specificity)
ratio ketika hasilnya positif
9. Negative likelihood Penurunan probabilitas penyakit (1-Sensitivity)/Specificity
ratio ketika hasilnya negatif

Dari hasil pengujian didapat bahwa di mana 90.90% akurasi dari data testing
dengan total 22 sample data. Detail dari testing sample dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 4.6. Detail hasil testing data sample


No. Keterangan Jumlah Persentase
1. True positive 16
2. True negative 4
3. False positive 1
4. False negative 1
5. Sensitivity (TP rate) 94.11 %
6. Specificity (TN rate) 80 %
7. Positive predictive value (PPV) 94.11 %
8. Negative predictive value (NPV) 80 %
9. Overall accuracy 90.90 %
10. FN rate 5.88 %
11. FP rate 20 %
12. Positive likelihood ratio 4.70
13. Negative likelihood ratio 0.07
Total sample 22

4.7Analisis Precision dan Recall


Pada pattern recognition dan information retrieval, precision dan recall adalah dua
perhitungan yang banyak digunakan untuk mengukur kerja dari sistem yang
digunakan. Precision merupakan tingkat ketepatan antara informasi yang diminta oleh
pengguna dengan jawaban yang diberikan sistem. Recall adalah tingkat keberhasilan
sistem dalam menemukan kembali sebuah informasi. Precicion dan recall pada
penelitian ini digunakan untuk mengukur kinerja algoritma Probabilistic Neural
Network (PNN) yang berfungsi untuk mengklasifikasi wajah down syndrome. Untuk
menguji sistem digunakan 22 data.

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 4.7. Hasil Precision dan Recall Tiap Kategori

Tidak Tidak Recall Precision


Relev Total Total
No Kategori Relevan ditemu [a/(a+c)] [a/(a+b)]
an (a) (a+b) (a+c)
(b) kan (c) x100% x100%
1 Mosaik 5 1 6 1 6 83,4 % 83,4 %
2 Trisomi 21 11 0 11 0 11 100 % 100 %
3 Normal 4 1 5 1 5 80% 80%
Rata-Rata 88 % 88 %

Keterangan:
a : Hits (dokumen yang relevan) P : Precision
b : Noise (dokumen yang tidak relevan) R : Recall
c : Missed (dokumen relevan yang tidak ditemukan)

Berdasarkan Tabel 4.12 rata-rata nilai precision adalah sebesar 88 % dan nilai
recall sebesar 88% dari skala 0% - 100%. Walaupun nilai precision sama dengan nilai
recall, tingkat keefektifan dari sistem temu kembali informasi pada penelitian ini
sudah dikatakan efektif. Keefektifan suatu sistem dinilai berdasarkan teori yang
dicetuskan oleh Lancaster (1991) yaitu relevan dan tidak relevan.Efektifitas dibedakan
menjadi dua bagian, yakni efektif jika nilai di atas 50% dan tidak efektif jika nilai
dibawah 50%. Kemudian kondisi ideal dari keefektifan suatu sistem klasifikasi teks
adalah apabila rasio recall dan precisionsama besarnya (1:1) (Lee Pao 1989).

Universitas Sumatera Utara


50

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dijelaskan kesimpulan yang didapat dari hasil implementasi algoritma
Probabilistic Neural Network (PNN) pada proses klasifikasi wajah down
syndrome beserta saran-saran yag dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk pengembangan ataupun riset selanjutnya.

5.1. kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Algoritma Probabilistic Neural Network (PNN) dapat mengklasifikasi wajah
down syndrome. Hal tersebut didukung oleh tingkat akurasi yang mencapai
91%.
2. Metode invariant moment merupakan metode ekstraksi ciri yang bagus dalam
mengenali objek.

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran
sebagai berikut:
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan sistem dapat mendeteksi ciri down
syndrome tidak dari wajah saja.
2. Dapat menggunakan ektraksi fitur berdasarkan teksur dan bentuk untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

Universitas Sumatera Utara


51

DAFTAR PUSTAKA

Chandrappa DN and Ravishankar M.2013. Gabor Wavelet and


Morphological Shared Weighted Neural Network Based
Automatic Face Recogntion.Signal & Image Processing:
An International Journal (SIPIJ) 4(4):61-70.
Hu, M.K. 1962. Visual Pattern Recognition by Moment Invarant.
University of Utah: Utah
Jemmaa.B.Y. & Khanfir Sana.2009.Automatic local Gabor feature
extraction for face recognition.International of Computer
Science and Information Security(IJCSIS).
K Muthukannan, P Latha & C Manimaran.2013.Implementation of
Artificial Neural Network ForFace Recognition Using
Gabor Feature Extraction. ICTACT Journal on Image and
Video Processing 4(2):690-694.
Keikhayfarzaneh.M.M, Mousavi B.S. & Khalatbari Javad.2011. Designing
Fuzzy Inference System to Diagnosis down Syndrome by Face
Processing. International Journal of Computer
Applications 24(3):20-28.
Kusban Muhammad.2015. Verifikasi dan Identifikasi Telapak Tangan
dengan Kernel Gabor.Jurnal Nasional Teknik Elektro
dan Teknologi Informasi(JNTETI).
Lotfi Abdelhadi & Banyettou Abdelkader.2014. A reduced probabilistic
neural network for the classification of large databases.Turkish
Journal of Electrical Enginering &Computer Sciences.
979-989. V Vinitha & Kumar S.G.2009.
Munir, R. 2004. Pengolahan Citra Digital. Informatika: Bandung.

Universitas Sumatera Utara


52

Neethu M. Sasi, V & K. Jayasree.2013.Contrast Limited Adaptive


Histogram Equalization for Qualitative Enhancement of
Myocardial Perfusion Images. Scientific Research
Pandit Dhiren & Dhodiya Jayesh. 2015. PCA and LDA Method with
Neural Network for Primary Diagnosis of Genetic Syndrome.
International Advanced Research Journal in Science,
Engineering and Technology (IARJSET) 2(13):124-128.
Saraydemir Safak, Taşpinar Necmi & Eroğul Osman.2015. Effects of
Training Set Dimension on Recognition of Dysmorphic
Faces With Statistical Classifiers. International Arab
Journal of Informaton Technology 12(2):205-211.
Shingare K.V & Pergad N.D.2015.An Efficient Brain Image Classification
Using Probabilistic Neural Network and Tumor Detection
Using Image Processing. International Journal of Advance
Research in Computer and Communication
Engineering(IJARCCE) 4(5):631-636.
Sinurat Sinar.2014. Analisa Sistem Pengenalan Wajah Berbentuk Citra
Digital dengan Algoritma Principal Components
Analysis. Informasi dan Teknologi Ilmiah(INTI 3(1):112-
122.
Venesia,K.C.2012. Gambaran Stress dan Coping pada Ibu yang Memiliki
Anak Penyandang Down Syndrome.Skripsi BINUS

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai