Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Islam mengajarkan kepada umatnya agar tolong menolong, salah satu
contohnya adalah dalam bentuk peminjaman uang. Namun pemberian pinjaman
itu jangan sampai merugikan dan menyengsarakan orang lain. Contoh
peminjaman yang merugikan adalah sistem riba yang mengandung unsur
kelebihan dan tambahan tanpa ada ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi
salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi/akad.
Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah
berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya
masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi
bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa.
Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada
seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan
kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.
Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang
adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara
bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan perbuatan
riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus dalam Riba.
Karena  Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara

1
menyeluruh. Pada makalah ini saya akan memaparkan ayat-ayat al-Qur’an yang
berkaitan dengan riba serta penafsirannya serta pengertian dan macam-macamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Ayatt-Ayat Tentang Riba ?
2. Apa Makna dan kosakata ?
3. Apa Asbabun Nuzul ?
4. Apa Pemahaman dan Penafsiran Ayat ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat- Ayat Tentang Riba

1. al-Baqarah 275-276
ِّ ‫ك بَِأن َُّه ْم قَالُواْ ِإمَّنَا الَْبْي ُع ِمثْ ُل‬ ِ ‫الربا الَ ي ُقومو َن ِإالَّ َكما ي ُقوم الَّ ِذي يتخبَّطُه الشَّيطَا ُن ِمن الْم‬ ِ َّ
‫َأح َّل اللّهُ الَْبْي َع‬
َ ‫الربَا َو‬ َ ‫س ٰذل‬
ِّ َ َ ْ ُ َ ََ ُ َ َ ُ َ َ ِّ ‫ين يَْأ ُكلُو َن‬
َ ‫الذ‬
) ‫اب النَّا ِر ُه ْم فِ َيه ا َخالِ ُدو َن‬
ُ ‫َأص َح‬
ْ ‫ك‬ َ ‫ف َو َْأم ُرهُ ِإىَل اللّ ِه َو َم ْن َع َاد فَ ُْأولَـِئ‬ َ َ‫الربَا فَ َمن َج اءهُ َم ْو ِعظَةٌ ِّمن َّربِِّه ف‬
َ َ‫انت ٰهى َفلَ هُ َم ا َس ل‬ ِّ ‫َو َح َّر َم‬

(٢٧٦ )‫ب ُك َّل َكفَّا ٍر َأثِي ٍم‬


ُّ ِ‫ات َواللّهُ الَ حُي‬
ِ َ‫الص َدق‬
َّ ‫( مَيْ َح ُق اللّهُ الِّْربَا َويُْريِب‬٢٧٥

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka

2
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (275)
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (276).”
2. al-Baqarah 278-279
‫( فَ ِإن مَّلْ َت ْف َعلُ واْ فَ ْأذَنُواْ حِب َ ْر ٍب ِّم َن اللّ ِه َو َر ُس ولِِه َوِإن‬٢٧٨) ‫ني‬ِِ ِّ ‫ين َآمنُ واْ َّات ُق واْ اللّ هَ َوذَ ُرواْ َم ا بَِق َي ِم َن‬
َ ‫الربَا ِإن ُكنتُم ُّمْؤ من‬
ِ َّ
َ ‫يَا َأيُّ َه ا الذ‬
)٢٧٩( ‫وس َْأم َوالِ ُك ْم الَ تَظْلِ ُمو َن َوالَ تُظْلَ ُمو َن‬
ُ ‫ُتْبتُ ْم َفلَ ُك ْم ُرُؤ‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (278) Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.(279).”
3. ali-Imran 130
)130( ‫اع َفةً ۖ َو َّات ُقوا اللَّهَ لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُحو َن‬
َ‫ض‬ َ ‫َأض َعافًا ُم‬ ِّ ‫ين َآمنُوا اَل تَْأ ُكلُوا‬
ْ ‫الربَا‬
ِ َّ
َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”. (ali Imran : 130).
4. ar-Rum 39
)39( ‫ضعِ ُفو َن‬ َ ‫يدو َن َو ْجهَ اللَّ ِه فَُأولَِٰئ‬
ْ ‫ك ُه ُم الْ ُم‬ ِ ‫َو َما آَتْيتُ ْم ِم ْن ِربًا لَِي ْربُ َو يِف َْأم َو ِال الن‬
ُ ‫َّاس فَاَل َي ْربُو ِعْن َد اللَّ ِه ۖ َو َما آَتْيتُ ْم ِم ْن َز َك ٍاة تُ ِر‬
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).” (ar-Rum : 39).

B. Makna Kosakata
- kata (‫ )ميحق‬yang diterjemahkan dengan memusnahkan dipahami oleh

pakar-pakar bahasa dalam arti mengurangi sedikit demi sedikit hingga


habis, sama halnya dengan sinar bulan setelah purnama, berkurang sedikit
demi sedikit, sehingga lenyap dari pandangan. Demikian juga dengan riba.

3
- Kata (‫) َكفَّا ٍر‬ kaffar bukan kafir. Yang berarti kekufuran berganda.

Kekufuran itu adalah sekali ketika mereka mempersamakan riba dengan


jual beli sambil menolak ketetapan Allah, kedua ketika melakukan praktik
riba, dan ketiga ketika tidak mensyukuri nikmat kelebihan yang mereka
miliki, bahkan menggunakannya untuk menindas dan menganiaya. 1
- Kata (‫َأض َعافًا‬
ْ ) adh’afam adalah bentuk jamak dari‫ ) )ضعف‬yang berarti serupa
sehingga yang satu menjadi dua. Kata (‫ )ضعفني‬dhi’fain adalah bentuk ganda

sehingga jika anda mempunyai dua maka ia menjadi empat, adh’afan


adalah berlipat ganda. Memang demikianlah yang terjadi dalam
masyarakat jahiliah.2

C. Asbabun Nuzul
1. Al-Baqarah ayat 275-279
At-Thabari berpendapat bahwa ayat ini khususnya ayat 275, turun
disebabkan pengalaman paman Nabi Muhammad saw. yaitu, Abbas bin Abdul
Muthalib dan Khalid bin Walid, yang bekerja sama meminjamkan uang kepada
orang lain dari Tsaqif bani Amr. Sehingga keduanya mempunyai banyak harta.
Sumber lain mengatakan bahwa banu
2. Ali Imran ayat 130-131
Menurut satu riwayat dari Atho’ disebutkan bahwa banu Tsaqif
mengambil riba dari banu Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran, datang
utusan dari banu Tsaqif untuk menagih. Kalau tidak bisa membayar, disuruh
menunda dengan syarat menambah sejumlah tambahan.3

D. Penafsiran dan Pemahaman Ayat


1. Al-Baqarah 275
Orang-orang yang bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi
ataupun mengambil, tidak dapat berdiri (melakukan aktivitas), melainkan seperti

1
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1 (Jakarta : Lentera Hati, 2012) 724.
2
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 2 (Jakarta : Lentera Hati, 2012) 260.
3
Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) 44.

4
berdirinya orang yang dibingungkan oleh syaitan sehingga tidak tahu arah
disebabkan oleh sentuhannya. Menurut banyak ulama hal ini terjadi di hari
kemudian nanti, ketika dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan,
tidak tahu arah yang mereka tuju. Sebenarnya, tidak menutup kemungkinan
memahaminya sekarang dalam kehidupan dunia. bahwa mereka yang melakukan
riba, hidup dalam situasi gelisah, tidak tentram, selalu bingung, dan berada dalam
ketidakpastian disebabkan pikiran mereka yang tertuju kepada materi dan
penambahannya.
Mereka yang terlanjur melakukan praktek riba pada masa dahulu (sebelum
datang larangan) maka boleh menggunakan hasil yang mereka peroleh tersebut,
tetapi itu adalah yang terakhir. Adapun yang kembali bertransaksi setelah
peringatan datang maka mereka kekal di dalam neraka, menurut para ulama dalam
artian jika mereka mempersamakan riba dengan jual beli dari segi kehalalannya,
karena siapa yang menghalalkan riba maka dia tidak percaya kepada Allah dan
siapa yang tidak percaya kepada Allah maka ia kekal di neraka. Bagaimana kalau
mempraktikkan riba tanpa menghalalkannya? Dia pun disiksa di neraka , tetapi
tidak kekal di dalamnya. Demikian jawaban banyak ulama.
2. Al-Baqarah 276
Allah memusnahkan riba sedikit demi sedikit, tidak terasa oleh pelakunya,
kecuali setelah nasi menjadi bubur. Lawan riba adalah sedekah, dari segi material
sedekah mengembangkan dan menambah harta, sedangkan dari spiritualnya
sedekah menimbulkan ketenangan batin dan ketentraman hidup yang diraih oleh
pemberi maupun penerima.4
3. Al-Baqarah 278
Ayat ini mengundang orang-orang beriman yang selama ini masih
memiliki keterkaitan dengan praktik riba agar segera meninggalkannya sambil
mengancam mereka yang enggan.
Tinggalkan sisa riba, yakni yang belum dipungut. Al-Abbas paman Nabi
Muhammad saw. bersama seorang keluarga Bani al-Mughirah, bekerja sama
mengutangi orang-orang dari kabilah Tsaqif secara riba. Setelah turunnya

4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah......, 722-723.

5
larangan riba, mereka masih memiliki sisa harta yangg belum mereka tarik. Maka,
ayat ini melarang mereka mengambil sisa riba yang belum mereka pungut dan
membolehkan mereka mengambil modal mereka.
4. Al-Baqarah 279
Jika masih memungut riba, maka ketahuilah bahwa akan terjadi perang
dahsyat dari Allah Rasul-Nya. Sulit dibayangkan betapa dahsyatnya perang itu,
apalagi ia dilakukan oleh Allah, dan rasanya terlalu besar jika meriam digunakan
untuk membunuh lalat. Karena itu, banyak yang memahami kedahsyatan yang
dimaksud bukan dalam perangnya, tetapi dalam ancaman ini.5
5. Ali-Imran 130
Allah swt. melarang kaum mukminin untuk meniru tindakan kaum yahudi
dan bangsa Arab jahiliyyah yang memakan riba dengan berlipat ganda. Tradisi
mereka apabila sebuah utang telah jatuh tempo dan peminjam tidak melunasi
utang, pemberi pinjaman berkata, kamu lunasi atau kamu berikan riba
(tambahannya). Dengan terpaksa si peminjam memilih saran untuk
melipatgandakan riba atau bunganya, maka jangka waktu utang diperpanjang satu
tahun lagi misalnya.6
6. Ar-Rum 39
Dan apa saja kamu berikan dari harta yang berupa riba, yakni dengan tujuan
agar ia menambah bagi kamu, atau menambah harta siapapun yang engkau beri
maka ia tidak bertambah di sisi Allah swt. karena Dia tidak memberkatinya.
Sedang apa yang kamu berikan berupa pemberian tulus yang kamu maksudkan
untuk meraih ridha-Nya, maka mereka yang melakukan itulah yang
melipatgandakan sedekahnya. Karena Allah swt. akan melipatgandakan harta dan
ganjaran setiap yang bersedekah demi karena-Nya. Pemberkatan harta terlaksana
jika pemiliknya memperoleh dan menggunakan harta itu sesuai dengan petunjuk
Allah swt.7

5
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah....., 725-726.
6
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith, Terj. Muhtadi, dkk. Vol. 1 (Jakarta: Gema Insani,
2012) 214.
7
M. Quraish Shihab, Al-Lubab, Vol. 3, (Tangerang : Lentera Hati, 2012), 151-153.

6
Dengan memperhatikan ayat-ayat tersebut di atas, ada ayat yang secara
tegas mengharamkan riba. Ada juga yang memang tegas melarangnya, tetapi
masih berupa gambaran umum dan belum mencakup secara menyeluruh. Dari
perspektif ini terlihat, bahwa ada tahapan-tahapan pelarangan seperti tahapan-
tahapan pelarangan minuman keras (khamar). Dengan kata lain, dalam mengobati
penyakit sosial, al-Qur’an menggunakan cara yang berangsur-angsur. Seperti
pelarangan dalam riba, al-Qur’an tidak langsung mengatakan hukumnya haram,
akan tetapi bertahap dan berangsur sedikit demi sedikit.
Menurut para mufassir dan fuqaha, ayat yang pertama yang diturunkan
adalah surah ar-Rum ayat 39. Pada ayat ini terlihat, bahwa al-Qur’an belum
mengharamkan riba secara tegas, tetapi hanya memberikan penjelasan, bahwa
Allah membenci orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain, dengan
harapan untuk mendapat tambahan atau kelebihan. Dan ayat ini merupakan ayat
yang diturunkan di Mekkah.
Tahapan kedua adalah ayat yang diturunkan di Madinah, yaitu surah an-
Nisa ayat 160-161 yang berbunyi:
ِّ ‫َأخ ِذ ِه ُم‬
ُ‫الربَ ا َوقَ ْد نُ ُه وا َعْن ه‬
ِ ِ ِ ِ‫ُأحلَّت هَل م وب‬
ْ ‫) َو‬160( ‫ص دِّه ْم َع ْن َس بِ ِيل اللَّه َكث ًريا‬
ِ ٍ
َ َ ْ ُ ْ ‫ادوا َحَّر ْمنَ ا َعلَْي ِه ْم طَيِّبَ ات‬
ِ َّ ِ ِ
َ ‫فَبظُْل ٍم م َن الذ‬
ُ ‫ين َه‬
ِ ِ ‫َأعتَ ْدنَا لِْل َكافِ ِر‬ ِ ‫َّاس بِالْب‬ ِ
)161( ‫يما‬
ً ‫ين مْن ُه ْم َع َذابًا َأل‬
َ ْ ‫اط ِل ۚ َو‬َ ِ ‫َوَأ ْكل ِه ْم َْأم َو َال الن‬
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah (160) Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih (161).”
Pada ayat ini, Allah memberikan cerita orang-orang Yahudi yang telah
mengambil riba dari orang lain dan memakainya dengan keyakinan bahwa riba
dihalalkan bagi mereka padahal Allah telah mengharamkannya. Ayat ini pun
belum secara tegas memberikan larangan riba kepada orang Islam, melainkan
masih bersifat pemberitaan gambaran kejahatan orang-orang Yahudi.

7
Tahapan berikutnya yaitu surah ali Imran ayat 130-131 yang juga turun di
Madinah dari ayat ini terlihat dengan jelas tentang pengharaman riba, namun
masih bersifat parsial, belum secara menyeluruh. Sebab pengharaman riba dalam
ayat ini baru pada riba berlipat ganda (adh’afan mudha’afah) dan sangat
memberatkan bagi si peminjam.
Tahapan terakhir adalah surah al-Baqarah ayat 275-279, dengan turunnya
ayat ini, khususnya ayat 278, menurut umumnya ulama, menjadi dasar
pengharaman semua bentuk riba, baik sedikit maupun banyak.8

E. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Riba


1. Pengertian Riba
Secara etimologi kata riba berarti “tambahan” (ziyadah) atau “kelebihan”.
Seorang melakukan riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat unsur
tambahan. Atau, mengambil dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih
dari apa yang diberikan.
Secara terminologi riba berarti yaitu bunga kredit yang harus diberikan
oleh orang yang berhutang (kreditur) kepada orang yang berpiutang (debitur),
sebagai imbalan untuk menggunakan sejumlah uang milik debitur dalam jangka
waktu yang ditetapkan.9

2. Macam-macam Riba
Mayoritas ulama membagi riba menjadi dua macam, yaitu :
a. Riba nasiah, yaitu riba yang terjadi karena ada penangguhan (penundaan)
pembayaran utang.
b. Riba fadhl, yaitu riba yang terjadi karena ada tambahan pada jual beli
benda atau bahan sejenis.10
3. Beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank dan kredit

8
Khoiruddin Nasution......, 42-43
9
Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) 37-38.
10
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqih Kontemporer, (Yogyakarta : Teras, 2009) 190.

8
a. Abu Zahrah, Abu A’la al-Maududi, Muhammad Abdullah al-‘Arabi dan
Yusuf Qardhawi, mengatakan bahwa bunga bank itu riba nasiah dilarang
oleh Islam.
b. Mustafa Ahmad al-Zarqa, riba yang diharamkan seperti riba yang berlaku
pada masa jahiliyah, yang merupakan pemerasan terhadap orang yang
lemah (miskin), yang bersifat konsumtif. Berbeda dengan yang bersifat
produktif, tidak termasuk haram. Muhammad Hatta di Indonesia juga
berpendapat demikian.
c. A. Hasan, berpendapat bahwa bunga bank, seperti yang berlaku di
Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda
sebagaimana yang dimaksud oleh firman Allah dalam surat ali Imran ayat
130.
d. Majelis Tarjih Muhammadiyah memutuskan bahwa bunga yang diberikan
oleh bank kepada para nasabahnya termasuk syubhat.11
Beberapa pendapat ulama mengenai pengkreditan
a. Jumhur ahli fiqih, seperti madzhab Hanafi, Syafi’i, Zaid bin Ali dan
Muayyid Billahi berpendapat, bahwa jual beli yang pembayarannya
ditangguhkan dan ada penambahan harga itu dibolehkan.
b. Jumhur ulama menetapkan, bahwa seorang pedagang boleh menaikkan
harta menurut yang pantas, sebaliknya kalau sampai kepada batas
kezaliman hukumnya berubah menjadi haram.
c. Sebagian fuqaha mengharamkan dengan alasan, bahwa penambahan harga
itu berkaitan dengan masalah waktu, dan hal itu berarti tidak ada bedanya
dengan riba. Demikian penjelasan Yususf Qardhawi dalam kitabnya al-
Halal wa al-Haram.
d. Pendapat lainnya mengatakan bahwa upaya menaikkan harga di atas yang
sebenarnya lantaran kredit (penangguhan pembayaran) lebih dekat kepada
riba nasiah (harga tambahan). Riba nasiah itu sudah jelas dilarang oleh
nash al-Qur’an.12

11
Kutbuddin Aibak....., 191-192.
12
Kutbuddin Aibak....., 216-217.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riba yaitu bunga kredit yang harus diberikan oleh orang yang berhutang
kepada orang yang berpiutang, sebagai imbalan untuk menggunakan sejumlah
uang milik debitur dalam jangka waktu yang ditetapkan. Riba terbagi dua macam
yakni, riba nasi’ah dan riba al-Fadhl. Sejak datangnya agama Islam di masa
Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba. Melalui Firman-Nya, Allah
SWT melarang riba secara bertahap. Dimulai dari surah ar-Rum 39, an-Nisa 160-
161, Ali Imran 130, dan yang terakhir al-Baqarah 275-276.
Adapun pendapat para Ulama mengenai kegiatan muamalah yang sudah
menjadi bagian dari hidup masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya, seperti
kegiatan perbankan dan pengkreditan ada yang mengatakan, haram, boleh, dan
syubhat.

B. Saran
Seluruh umat islam wajib untuk meninggalkannya, serta menjauhinya.
Dengan cara bertaqwa kepada Allah.
Disini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-
rekan, semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah ikut

10
serta membantu terselesaikannya makalah ini. Semoga Allah SWT membalas
amal kita dengan ganjaran yang berlipat. AMIIIIN.

DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. Kajian Fiqih Kontemporer. Yogyakarta : Teras, 2009.

Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Wasith. Terj. Muhtadi, dkk. Vol. 1 Jakarta: Gema

Insani 2012.

Nasution, Khoiruddin. Riba dan Poligami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1996.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Vol. 1 Jakarta : Lentera Hati. 2012.

Shihab, M. Quraish. Al-Lubab. Vol. 3. Tangerang : Lentera Hati, 2012.

11

Anda mungkin juga menyukai