Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/22.1 (2022.1)

Nama Mahasiswa : Ilham Saputra

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043344503

Tanggal Lahir : 02 Juni 1999

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4206 / Hukum Internasional

Kode/Nama Program Studi : 311 / Ilmu Hukum S1

Kode/Nama UPBJJ : 22 / Serang

Hari/Tanggal UAS THE : Minggu, 19 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ilham Saputra


NIM : 043344503
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4206 / Hukum Internasional
Fakultas : FHISIP
Program Studi : Ilmu Hukum S1
UPBJJ-UT : Serang

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Tangerang, 19 Juni 2022


Yang Membuat Pernyataan

Ilham Saputra
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. a. Coba saudara kemukakan Laut Cina Selatan masuk lingkup Hukum Internasional apa dan
bedakan dengan lingkup hukum internasional lainnya dengan memberikan contoh kasusnya?
Ruang lingkup Hukum Intenasional :
HUKUM INTERNASIONAL PUBLIK
•Hukum Internasional (HI)
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)
•Keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas
negara
Ruang lingkup atau substansi dari hukum internasional yang menurut Mochtar Kusumaatmadja
meliputi: hubungan atau persoalan hukum antar negara dan negara; hubungan atau persoalan
hukum antar negara dan subyek hukum bukan negara; hubungan atau persoalan hukum antara
subyek hukum bukan negara dan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya. internasional
dalam arti luas mencakup hukum internasional publik dan hukum internasional privat.
Hukum Internasional Publik (hukum antar negara) adalah hukum yang mengatur hubungan antar
negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional. Sedangkan Hukum
Perdata Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu
negara dengan warga negara dari lain dalam hubungan internasional.
Persamaan dan Perbedaan Hukum Perdata Internasional dan Hukum Internasional publik.
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata
Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang
melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku
hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya
(objeknya). Hukum publik internasional atau yang lazim disebut “hukum internasional” adalah
himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara negara-negara yang merdeka dan berdaulat.
Subyek hukum internasional adalah badan atau manusia (pribadi) yang memiliki hak dan
kewajiban dalam hubungan internasional sebagaimana hukum pidana dan perdata dan contohnya .
pada dasarnya hukum internasional meliputi tentang hukum damai dan hukum perang.
Contoh kasus Hukum Internasional publik :
Konvensi Deen Haag
Konvensi-konvensi Den Haag adalah dua perjanjian internasional sebagai hasil perundingan yang
dilakukan dalam konferensi-konferensi perdamaian internasional di Den Haag, Belanda:
Konvensi Den Haag Pertama (1899) dan Konvensi Den Haag Kedua (1907). Bersama Konvensi-
konvensi Jenewa, Konvensi-konvensi Den Haag adalah sebagian dari pernyataan-pernyataan
formal pertama tentang hukum perang dan kejahatan perang dalam batang tubuh Hukum
Internasional yang baru berkembang pada waktu itu. Konferensi internasional yang ketiga
direncanakan untuk diadakan pada tahun 1914 dan kemudian dijadwal ulang untuk tahun 1915.
Namun, konferensi tersebut tidak pernah terlaksana karena pecahnya Perang Dunia I.
Walther Schücking, seorang sarjana hukum internasional dan aktivis perdamaian aliran neo-Kant
dari Jerman, menyebut konferensi-konferensi tersebut sebagai “serikat internasional konferensi
Den Haag”. Dia melihat konferensi-konferensi tersebut sebagai inti dari sebuah federasi
internasional yang akan mengadakan pertemuan berkala untuk menegakkan keadilan dan
menyusun prosedur hukum internasional bagi penyelesaian damai atas sengketa sebagaimana
fungsi hukum menurut ahli . Dia menegaskan bahwa “dengan diselenggarakannya Konferensi
yang Pertama dan Kedua itu, sebuah serikat politik yang pasti yang terdiri dari negara-negara di
dunia telah tercipta.” Berbagai badan yang dibentuk oleh Konferensi-konferensi tersebut, antara
lain Pengadilan Arbitrase Permanen, adalah “agen-agen atau organ-organ serikat tersebut.”
Usaha besar dalam kedua konferensi tersebut ialah untuk membentuk sebuah pengadilan
internasional yang mengikat yang melakukan arbitrase wajib untuk menyelesaikan sengketa
internasional, sebuah pengadilan yang waktu itu dianggap perlu untuk menggantikan institusi
perang. Namun, usaha ini tidak mencapai sukses dalam konferensi 1899 maupun 1907.
Konferensi Pertama secara umum sukses dan berfokus pada usaha perlucutan senjata. Konferensi
Kedua gagal menciptakan pengadilan internasional yang mengikat yang melakukan arbitrase
wajib, tetapi berhasil memperbesar mekanisme arbitrase sukarela. Konferensi ini menetapkan
sejumlah konvensi yang mengatur penagihan utang, aturan perang, dan hak serta kewajiban
negara netral.
Hukum perdata internasional Prof. DR. Mr. Sudargo Gautama membagi HPI menjadi empat
konsepsi dalam lingkup HPI : 1. Yang paling sempit. Pendapat ini adalah yang dianut di negara
Jerman dan juga dalam sistim HPI Belanda. Di dalam sistimatik ini maka HPI dianggap hanya
terbatas pada masalah-masalah tentang "conflict of laws" ("conflits de lois") atau perselisihan
hukum.
2. Yang luasan. Pendapat yang kedua adalah pendapat yang Iebih Iuas. Menurut pendapat ini
seperti dianut terutama dalam konsepsi HPI dari negara-negara Anglo-Saxon, Inggris dan
Amerika Serikat, HPI bukan saja terbatas pada masalah-masalah "conmct of laws”. Disamping ini
masih dianggap suatu bagian lain merupakan pula persoalan HPI yaitu masalah-masalah yang
termasuk persoalan "conflicts of jurisdiction" (perselisihan tentang jurisdictie). Segala soal-soal
tentang kompetensi Hakim dalam menghadapi masalahmasalah HPI menurut konsepsi Anglo
Saxon ini dianggap pula termasuk bidang HPI.
3. Yang lebih luas lagi. Konsepsi yang ketiga, adalah konsepsi yang lebih luas yaitu konsepsi
yang berkenaan dengan sistim HPI seperti dikenal dalam negara-negara Latin yaitu negara-negara
!talia, Spanyol, Amerika Selatan. Didalam sistim dari negara-negara bersangkutan, HPI ini terdiri
dari tiga bagian yaitu: "Conflits de lois", "conflicts de jurisdiction", ditambah dengan "condition
des etragers" atau status orang asing. Jadi termasuk bidang HPI Persoalan-persoalan berkenaan
dengan masalah hukum: mana yang harus dilakukan, persoalan mengenai wewenang hakim untuk
mengadili perkora bersangkutan, ditambah lagi dengan masalah-masalah yang berkenaan dengan
status orang asing. Berarti segala masalahmasalah berkenaan dengan bidang orang asing, apakah
orang asing dapat bekerja didalam negara bersangkutan dengan leluasa, apakah ia bisa menanam
modal dengan bebas, apakah ada restriksi-restriksi tertentu berkenaan dengan masalah-masalah
tanah, apakah ada restriksi tertentu berkenaan dengan bidang perdagangan, industri,
pertambangan, perkayuan dan sebagainya, semua ini termasuk bidang HPI.
4. Pandangan keempat tentang HPI yang terIuas. Ini adalah sistim yang paling luas dan dikenal
antara lain dalam ilmu HPI di Perancis. Disini pada umumnya dipandang termasuk pula dalam
bidang HPI masalah-masalah tentang nationality atau "Kewarganegaraan". Jadi disamping soal-
soal yang dikenal sebagai masalah "Confiits de lois", "Conflits de jurisdiction" dan "condition des
etragers", maka di Perancis dikenal juga bagian keempat dari HPI, yaitu segala masalah-masalah,
yang berkenaan dengan cara-cara memperoleh dan kehilangan nationalitas. Sistim yang dikenal di
Perancis dan dianut oleh para penulis terbanyak adalah sistim HPI yang paling luas ini.
Berkaitan dengan penegakan hukum di laut, pemerintah Indonesia sampai saat ini hanya
menerapkan sanksi perdata berupa ganti rugi pada pelaku pencemaran di zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia dengan pertimbangan bahwa sanksi perdata lebih efektif untuk melindungi kelestarian
sumber daya alam hayati laut meskipun pada prinsipnya pelaku pencemaran dapat dikenakan
sanksi perdata dan sanksi pidana yang di dasarkan pada Undang – undang Nomor 5 tahun 1985
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Undang – Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang
ketentuan – ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam lingkup Hukum
Internasional , Kasus Laut China Selatan Termasuk Hukum Perdata Internasional karena
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada
hukum perdata (nasional) yang berlainan.
Namun karena pemerintah Indonesia itu menggunakan dasar hukum internasional yang lazim
disebut UNCLOS 1982. Perbedaan situasi antara Indonesia dibandingkan Filipina yang masih
bermasalah soal batas Zona Ekonomi Ekslusif miliknya. Seharusnya tidak ada celah untuk
membuat Indonesia melunak atas hak berdaulat di perairan Natuna Utara berdasarkan UNCLOS
1982.Sehingga Badan arbitrase internasional publik ini adalah suatu alternatif penyelesaian
sengketa melalui pihak ketiga (badan arbitrase) yang ditunjuk dan disepakati para pihak (negara)
secara sukarela untuk memutus sengketa yang bukan bersifat perdata dan putusannya bersifat
final dan mengikat.

b. Coba saudara kemukakan mengapa dalam peristilahan mengenai ”Hukum Internasional”, ternyata
istilah yang dipakai adalah istilah Hukum Internasional Publik?
kita menggunakan istilah hukum internasional publik untuk membedakan dengan istilah hukum
perdata internasional . Ada beberapa istilah yang dipergunakan untuk hukum internasional
ini,yaitu hukum bangsa-bangsa (the law of nations) sebagaimana digunakan oleh J.L. Brierly2
yang memberi definisi tentang hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional sebagai
berikut:’as the body of rules and principles of action which are binding upon civilized states to
their relations witahunone another’. Ada juga yang memakai istilah hukum antar negara, hukum
internasional publik (public international law), Common Law of Mankind. Jika dipakai istilah
hukum antar bangsa maka di sini seolaholah hanya mempelajari hukum yang mengatur hubungan
antar bangsa saja, sedangkan kalau dipergunakan hukum antara negara maka seolah-olah hukum
internasional hanya mengatur hubungan antara negara saja. Kenyataannya hukum internasional
tidak hanya mengatur hubungan antar negara saja tetapi mengatur hubungan yang dilakukan
antara negara dengan subyek hukum internasional bukan negara, misalkan hubungan antara
negara dengan organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional yang satu
dengan organisasi internasional yang lain, hubungan antara negara dengan Tahta Suci, hubungan
antara negara dengan individu dalam hal yang khusus, misalkan hubungan antara negara dengan
pengungsi (refugee).
Pemakaian istilah itu untuk menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur oleh hukum
internasional tidak hanya mengatur hubungan antar bangsa/negara saja tetapi lebih luas dari itu.
Pemakaian istilah ini lebih mendekati kenyataan dan sifat hubungan dan masalah yang menjadi
obyek bidang hukum ini, yang pada masa sekarang tidak hanya terbatas pada hukum antara
bangsa-bangsa atau antara negaranegara saja , Selain itu istilah hukum internasional sudah lazim
dipakai.

c. Dalam teks di atas menyebutkan UNCLOS 1982, coba saudara kemukakan dan berikan alasannya
UNCLOS itu termasuk bentuk perwujudan Hukum Internasional yang mana?
UNCLOS ini adalah singkatan dari United Nations Convention on The Law of the Sea
(UNCLOS), yang sering disebut Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia sudah
meratifikasi Konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985. Sejak saat itu Indonesia resmi tunduk
pada rezim UNCLOS 1982. Konvensi ini mempunyai arti penting karena konsep Negara
Kepulauan yang diperjuangkan Indonesia selama 25 tahun secara terus menerus berhasil
memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional. UNCLOS adalah hasil dari Konferensi-
konferensi PBB mengenai hukum laut yang berlangsung sejak 1973 sampai 1982. Hingga kini,
tak kurang dari 158 negara yang telah menyatakan bergabung dengan Konvensi, termasuk Uni
Eropa.
Pengakuan resmi secara internasional itu mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan
Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan tidak lagi sebatas klaim sepihak pemerintah
Indonesia. Negara Kepulauan menurut UNCLOS 1982 adalah suatu negara yang seluruhnya
terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Negara
Kepulauan dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik
terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu.
Termasuk dalam ketentuan konvensi adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah
perairan Natuna Utara. Kali ini kapal-kapal Cina berani kembali melakukan kegiatan eksploitasi
tanpa izin di wilayah tersebut. Tidak hanya tanpa izin, namun juga bersikukuh pada klaim
sepihaknya atas hak eksploitasi di sana. Klaim yang tidak diakui hingga saat ini oleh hukum
internasional
Penguatan kewilayahan laut Indonesia sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 juga telah
diperkuat melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Undang-Undang ini menjadikan
Deklarasi Djuanda 1957 juncto UNCLOS 1982 sebagai salah satu momentum penting yang
menjadi pilar memperkukuh keberadaan Indonesia suatu negara. Dua momentum lain adalah
Sumpah Pemuda 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Itu pula sebabnya,
persoalan kedaualatan atas perairan Natuna sangat penting bagi Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa UNCLOS 1982 mengatur syarat bagi suatu negara untuk mengajukan
klaim terhadap wilayahnya. Caranya dengan perundingan antara negara-negara bersangkutan baik
bilateral maupun multilateral untuk dituangkan dalam perjanjian tertulis.
Pasal 48 UNCLOS mengatur kewenangan dan hak suatu negara dalam Konvensi. Guru Besar
Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Atip Latipulhayat, menegaskan
hak berdaulat Indonesia di Zona Ekonomi Eksklusif atas dasar UNCLOS 1982 di Natuna Utara.
“Indonesia sudah menyatakan terikat dengan ketentuan UNCLOS 1982 yang menjadi dasar
melindungi hak Indonesia sebagai negara kepulauan. Termasuk Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia sepanjang 200 mil,” kata Atip saat dihubungi terpisah. Perbedaan situasi antara
Indonesia dibandingkan Filipina yang masih bermasalah soal batas Zona Ekonomi Ekslusif
miliknya. Seharusnya tidak ada celah untuk membuat Indonesia melunak atas hak berdaulat di
perairan Natuna Utara berdasarkan UNCLOS 1982.
UNCLOS sebagai landasan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa wilayah. Menurut
rezim hukum internasional yang mengatur hak-hak kedaulatan atas wilayah daratan dan perairan
mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan substantif
dan procedural.

2. a. Coba saudara analisis mengenai uraian di atas, dimana Indonesia menggunakan UNCLOS 1982
sebagai pedoman mempertahankan wilayah Natuna, apakah UNCLOS 1982 langsung berlaku di
Indonesia berkaitan dengan Teori Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional?
Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempertahankan kedaulatannya di perairan
Natuna. Sebaliknya, Indonesia menolak secara tegas klaim historis Tiongkok atas Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI) di perairan Natuna. Dalam pernyataan resmi Kementerian Luar
Negeri Indonesia ada tiga poin penting.
Pertama, klaim historis Tiongkok (China) bahwa sejak dulu nelayan China telah lama beraktivitas
di perairan tersebut bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum, dan tidak pernah diakui
UNCLOS 1982. Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan melalui putusan SCS Tribunal 2016.
Indonesia juga menolak istilah ‘relevant waters’ yang diklaim Tiongkok karena istilah ini tidak
dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Kedua, Indonesia mendesak Tiongkok untuk
menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perikal klaim di ZEEI berdasarkan UNCLOS
1982. Ketiga, berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia tidak memiliki overlapping claim dengan
Tiongkok sehingga berpendapat tidak relevan adanya dialog apapun tentang delimitasi batas
maritim.
Dari pernyataan resmi itu jelas bahwa pemerintah Indonesia itu menggunakan dasar hukum
internasional yang lazim disebut UNCLOS 1982. Apa sebenarnya UNCLOS itu? Ini adalah
singkatan dari United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS), yang sering disebut
Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini melalui UU No.
17 Tahun 1985. Sejak saat itu Indonesia resmi tunduk pada rezim UNCLOS 1982.
Sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia telah mempunyai aturan dalam hukum
nasionalnya yang mengatur tentang zona ekonomi eksklusif, yaitu Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Kemudian Indonesia pada tahun 1985
baru melakukan tindakan ratifikasi. Hal ini berarti sebelum tindakan ini dilakukan, maka
Indonesia harus melihat aturanaturan hukum nasional dan menyelaraskannya dengan UNCLOS
1982 tersebut. Dengan telah diratifikasinya UNCLOS 1982 dengan Undang — Undang Nomor 17
tahun 1985 telah menjadikan Dengan telah diratifikasinya konvensi PBB tentang UNCLOS 1982,
yaitu melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982, maka
Indonesia sebagai negara kepulauan harus mampu menampung kepentingan internasional yang
berkaitan dengan kedaulatan maupun hak berdaulat. Hal ini mengakibatkan di laut disamping
berlaku hukum nasional juga berlaku hukum internasional. Kedua aturan ini yaitu UNCLOS 1982
dan aturan hukum nasional yang berkaitan dengan pengaturan zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
menunjukkan adanya persamaan persepsi dan justru dengan diratifikasinya UNCLOS 1982
memperkuat penerapan hukum nasional dalam lingkup internasional.

b. Coba saudara analisis kesamaan negara Indonesia dengan negara lain dalam menerapkan Hukum
Internasional ke dalam Hukum Nasionalnya. Berikan dua contoh negara!
Hukum internasional banyak dipengaruhi oleh hukum nasional. Sebagai contoh hukum
internasional dapat tercipta dengan adanya kebiasaan nasional suatu Negara yang dianut oleh
banyak Negara, kebiasaan ini disepakati sebagai hukum internasional. Hukum internasional
publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan batas
Negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata, sedangkan hukum nasional adalah
sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang
harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam
hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Mengenai hubungan hukum
internasional dengan hukum nasional terdapat dua paham. Pertama, paham dualisme yang
menyatakan bahwa hukum internasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum
yang berbeda secara keseluruhannya. Kedua, Paham monisme berpendapat hukum internasional
dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya.
Hukum internasional dengan hukum nasional sebenarnya saling berkaitan satu sama lainnya, ada
yang berpandangan hubungan antara kedua system hukum sangat berkaitan dan ada yang
berpandangan bahwa kedua system hukum ini berbeda secara keseluruhan. J.G Starke
berpandangan terdapat dua teori dalam mengenai hubungan hukum nasional dengan hukum
internasional, yaitu teori dualisme dan teori terdapat dua paham tentang hubungan hukum
nasional dengan hukum internasional. Pertama, paham dualisme yang menyatakan bahwa hukum
internasional dengan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara
keseluruhannya. Hakekat hukum nasional berbeda dengan hukum nasional. Hukum Internasional
dan Hukum Nasional merupakan dua sistem hukum yang benar-benar terpisah,tidak saling
mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Kedua, Paham monisme berpendapat hukum
internasional dan hukum nasionalsaling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme,
hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan
luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan
hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.
Praktek di Inggris pada umumnya menunjukkan bahwa hukum kebiasaan internasional dipandang
secara otomatis sebagai bagian dari hukum nasional Inggris.26 Pendekatan yang digunakan
Inggris merupakan bentuk pengadopsian prinsip inkorporasi.27 Prinsip ini menjadikan kedudukan
hukum kebiasaan secara otomatis menjadi bagian dari hukum nasional tanpa adanya sebuah
pengumuman resmi terlebih dahulu dari lembaga judisial ataupun legislatif.
Namun demikian, tidaklah berarti bahwa Inggris menerima begitu saja hukum kebiasaan
internasional Kemudian Shaw memperkuat doktrin tersebut, dengan mendasarkan pada doktrin
yang muncul dari praktek pengadilan yang menyatakan bahwa hukum internasional sebagai
hukum asing, tetapi dalam prakteknya harus dipandang sebagai hukum bangsanya ('is not treated
as a foreign law but in an evidential manner as part of the law of the land'). Lebih jauh Shaw
mengemukakan bahwa Pengadilan dalam menentukan apakah suatu ketentuan telah menjadi
hukum kebiasaan internasional atau belum. Pengadilan akan berpaling pada 'traktat dan perjanjian
internasional, textbooks yang otoritatif, praktik atau pada putusan-putusan pengadilan' asing.
Dengan kata lain, Pengadilan akan Iebih memilih berpaling pada buku daripada mendengar
kesaksian para ahli. Dalam membahas Pengadilan Inggris tidak bisa kita lepaskan dari doktrin
preseden hukum (stare decisis). Dalam kaitannya dengan ini Pengadilan lokal Inggris sangat
konsisten dalam penerapan preseden hukum dengan hukum kebiasaan internasional. Akan tetapi,
dalam kasus Trendtex, Lord Denning dan Malcolm LJ menyatakan bahwa hukum internasional
tidak mengenal apa yang disebut sebagai stare decisis. Oleh karena itu, dalam hal hukum
kebiasaan internasional mengalami perubahan, maka Peng~clilan dapat menerapkan
perubahannya tersebut tanpa menunggu keputusan yang dilakukan oleh the House of Lord. Dalam
hal traktat, untuk memberlakukan sebuah traktat membutuhkan legislasi dari parlemen. Sehingga,
di sini kita melihat adanya sebuah perbedaan. Traktat tidak sebagaimana halnya kebiasaan yang
merupakan norma yang berkembang dari praktek-praktek negara-negara, traktat merupakan
sebuah produk yang memuat praktek-praktek kontemporer, yang pada umumnya bersifat terbatas.
Sebagai akibatnya pemberlakuan traktat doktrin inkorporasi tidak bisa digunakan, sebab
pemberlakuan traktat Sebagai kelanjutannya, Phillimore J menyatakan bahwa kekebalan memang
dikenal oleh hukum kebiasaan, namun kekebalan tidak dapat diperluas kecuali oleh traktat yang
telah disahkan sehingga memiliki efek di lingkup lokal. Doktrin traktat yang belum mendapatkan
pengesahan (unincorporated) tidak memiliki pengaruh terhadap tatanan hukum lokal tampaknya
semakin menguat. Terutama sejak dinyatakan kembali oleh Lord Atkin dalam Attorney General
of Canada v. Attorney General of Ontario. Lord Oliver menambahkan sifat tidak dapat mengikat
(non-justiciability) dari traktat yang belum disahkan (untransformed) dan beranggapan bahwa
Pengadilan supaya tidak memper¬soalkan traktat yang tidak mendapatkan pengesahan dari
Pemerintahnya terkait dengan perihal penentuan hak-hak substantif dari para pihak.
Sebelum menutup pembicaraan mengenai Inggris kita perlu memberikan perhatian akan adanya
sistem Strasbourg atau/dan hukum komunitas (Eropa) yang menuntut para negara anggotanya
menjadikan komunitas hukum sebagai lebih unggul dari hukum nasional. Komunitas hukum
memberikan pengaruh besar terhadap kedudukan hukum internasional di Inggris pada masa
mendatang.
b) Amerika Serikat
Dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM, pengadilan AS menerapkan sikap yang lebih maju,
sebagaimana yang tercermin dalam kasus Filartiga v. Pena¬Irala. Kasus tersebut mengakui
kewenangan penyidangan atas penyiksaan (torture) yang terjadi di luar yurisdiksi domestiknya.43
Lengkapnya kasus ini sebagai berikut.
Seseorang berkebangsaan Paraguay mengajukan tuntutan terhadap orang Paraguay lainnya atas
persoalan penyiksaan dan kematian dari anak sipenuntut. Tuntutan ini berdasar pada the Alien
Tort Claims Act 1789 yang menyatakan bahwa, 'pengadilan distrik memiliki jurisdiksi atas suatu
tuduhan seseorang dari warga asing untuk hanya kasus penganiyaan, yang dilakukan bertentangan
dengan hukum bangsa-bangsa ('the districk court shall have original jurisdic¬ tion of any civil
action by an alien for a tort only, committed in Untuk perjanjian internasional dalam kategori
berlaku dengan sendirinya untuk dapat berlaku sebagai bagian dari hukum nasional Amerika
Serikat, perjanjian seperti itu harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari 2/3 dari Kongres
AS. Apabila parlemen atau Kongres telah menyetujuinya, sesuai dengan prosedur yang berlaku
menurut konstitusi Amerika Serikat, maka perjanjian tersebut berlaku sebagai bagian dari hukum
nasional Amerika Serikat.

c. Coba saudara analisis mengapa suatu negara harus memilih teori yang akan digunakan dalam
menerapkan Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasionalnya?
Untuk membedakan mana yang termasuk 'berlaku dengan sendirinya' dan 'yang tidak berlaku
dengan sendirinya' dapat merujuk pada kasus Sei Fujii v. California. Dalam kasus ini yang
menjadi penggugat.

3. a. Coba saudara uraikan Subyek Hukum Internasional yang ada dalam bacaan di atas!
Subyek hukum internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam
pergaulan internasional. Subyek hukum internasional meliputi:
Negara
Negara yang menjadi subyek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat dan
tidak merupakan bagian dari suatu negara. Artinya, mempunyai pemerintahan sendiri secara
penuh.

b. Coba saudara uraikan apakah Indonesia ikut melakukan klaim di wilayah Laut Cina Selatan?
Garis-garis tersebut akhirnya berbalik arah kembali ke utara saat mendekati Kalimantan. Tak jauh
di luar putaran arah itu, ada sebuah noktah kecil bernama Pulau Natuna Besar milik Indonesia.
Namun, selama ini Indonesia selalu mengambil posisi sebagai nonklaiman. Posisi itu membuat
Indonesia sedianya mampu memainkan peran lebih signifikan sebagai penengah yang adil antara
Cina dan ASEAN
jika titik geografis klaim Cina diumumkan dan bersinggungan dengan Indonesia, kondisinya akan
menjadi lain di regional ASEAN. Sebagai klaiman, Indonesia dinilai bisa secara signifikan
menguatkan posisi negara-negara ASEAN yang ikut bersengketa di Laut Cina Selatan.
Indonesia masih tetap sebagai nonklaiman dan tak memihak siapa pun. Buat Indonesia, yang
terpenting adalah sengketa di Laut Cina Selatan tak menjadi konflik terbuka. Yang menjadi
masalah, pihak-pihak di Washington dan Beijing atau juga di Manila dan Hanoi belum ada yang
bisa menjamin hal tersebut.
Secara formal, Indonesia menyatakan diri bukan sebagai negara pengklaim dalam sengketa Laut
Cina Selatan. Akan tetapi, banyak analis yang mengatakan bahwa Indonesia seharusnya juga
dianggap sebagai negara pengklaim. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Natuna juga termasuk dalam wilayah yang
diklaim oleh Tiongkok. Dengan demikian, ada tumpang tindih wilayah antara Tiongkok dengan
Indonesia. Jika dilihat kembali berdasarkan perspektif hukum internasional, pendapat bahwa
Indonesia seharusnya menjadi negara pengklaim tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan
klaim Tiongkok dengan sembilan garis putusputusnya tidak berdasarkan pada hukum
internasional yang sah, tetapi hanya berupa klaim sejarah. Padahal dalam hukum internasional
seperti UNCLOS (United Nations Convention on The Law of The Sea), laut teritorial dan ZEE
dihitung dari garis pangkal daratan. Jika daratan terdekat adalah pulau-pulau di Spratly, maka baik
laut teritorial maupun ZEE negara pengklaim tidak akan bersinggungan dengan laut teritorial dan
ZEE Indonesia. Dengan posisi seperti ini, Indonesia membuka peluang dirinya untuk dapat
berperan menjadi pihak ketiga atau mediator dalam proses penyelesaian sengketa Laut Cina
Selatan. Peluang ini tidak akan diperoleh jika Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara
pengklaim, yang berarti juga menjadi aktor langsung dalam sengketa tersebut.
c. Coba saudara uraikan mengapa suatu Subyek Hukum Internasional dapat melakukan klaim atau
tuntutan kepada negara lain atau ke Mahkamah Internasional?
Di bidang hukum internasional, istilah subyek hukum internasional mewakili para pihak; aktor;
pelaku di dalam hukum internasional. Sejumah pakar sesungguhnya telah memberikan definisi
subyek hukum internasional. Martin Dixon misalnya, memberikan batasan sebagai berikut. “A
subject of international law is a body or entity that is capable of possessing and exercising rights
and duties under international.” (Terjemahan bebas: Subyek Hukum Internasional adalah sebuah
badan/lembaga atau entitas yang memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan melaksanakan
kewajiban di dalam hukum internasional).

4. a. Coba saudara klasifikasikan klaim China terhadap LCS, apakah cara perolehan wilayah tersebut
dapat dibenarkan oleh Hukum Internasional?
“. . . the organization is an international person (…) that it is a subjects of international law and
capable of prossessing international rights and duties, and that it has capacity to maintain its
rights by bringing international claim . . .”
Dengan demikian jelaslah bahwa organisasi internasional merupakan international person karena
merupakan subjek hukum internasional dan mempunyai legal personality yang artinya dapat
memiliki hak dan kewajiban dalam hukum internasional, dapat mengajukan klaim internasional
dan juga memiliki terkait dengan penguasaan wilayah laut yang diklaim berdasarkan
kesejarahan melalui aturan mengenai hak historis bahwa terdapat 3 (tiga) hal mendasar yang
menjadi bahan pertimbangan adanya hak historis21, yaitu:
1)Adanya penemuan Wilayah LCS yang diklaim oleh Cina tidak membuktikan bahwa wilayah
tersebut ditemukan pertama kali oleh Cina mengingat beberapa negara juga melakukan
kegiatannya di wilayah LCS. Hal ini membuat sulitnya ditentukan penemu wilayah LCS
pertama kali karena banyak negara sekitar wilayah LCS yang juga melintasinya.
2) Penguasaan efektif Mengenai penguasaan efektif oleh Cina juga tidak terbukti karena bukan
hanya negara Cina saja yang melakukan kegiatannya di wilayah LCS melainkan ada negara lain
yang juga melakukan kegiatan di wilayah LCS.
3) Adanya tradisi lintas melintas yang lama secara turun menurun Cina benar melakukan lintas
melintas yang lama secara turun temurun, tetapi kembali lagi bahwa ada negara lain yang juga
melintasi wilayah LCS meskipun tidak selama Negara Cina.
Selain aturan tersebut, pendapat ahli yaitu Hans Kelsen mengemukakan prinsip-prinsip
perolehan wilayah, prinsip-prinsip tersebut meliputi:
1) Prinsip efektivitas Prinsip ini jika diterapkan dalam klaim wilayah LCS oleh Cina, maka klaim
tersebut tidak diakui oleh hukum internasional karena tidak ada peraturan hukum nasional Cina
yang mengatur wilayah LCS yang diklaim.
2) Prinsip Uti Possidetis Klaim Tiongkok atas wilayah LCS menurut prinsip ini juga tidak dapat
diakui oleh hukum internasional, karena wilayah yang diklaim tidak masuk dalam peta resmi
yang diakui oleh hukum internasional.
Dari teori yang dijelaskan diatas bahwa klaim hak bersejarah oleh Tiongkok tidak dapat menjadikan
wilayah LCS sebagai wilayah teritorial Tiongkok. Meskipun Tiongkok memiliki Buku Putih
yang menjadi bukti wilayah LCS merupakan wilayahnya melalui hak bersejarah, tetapi sesuai
dengan teori yang ada dan aturan yang tertuang dalam UNCLOS, wilayah LCS bukan wilayah
teritorial Tiongkok.

b. Coba saudara klasifikasikan cara perolehan wilayah yang diperbolehkan dalam Hukum
Internasional?
Dalam hukum internasional ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh sebuah negara
terkait dengan cara perolehan wilayah. Mengutip apa yang dikemukakan oleh Hans Kelsen
prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1. The Principle of effectiveness/ Prinsip efektivitas atau keefektivitasan atas pemilikan suatu
wilayah. Maksudnya bahwa kepemilikan negara atas suatu wilayah ditentukan oleh berlakunya
secara efektif peraturan hukum nasional di wilayah tersebut.
2. Prinsip Uti Possidetis ialah prinsip yang terkait dengan perbatasan suatu wilayah. Menurut
prinsip ini, pada prinsipnya batas-batas wilayah negara baru akan mengikuti batas-batas wilayah
dari negara yang mendudukinya.
Prinsip ini lahir dari praktek negara-negara di Amerika Latin ketika negaranegara ini
memperoleh kemerdekaannya segera setelah kekaisaran Spanyol runtuh. Selain dikemukan oleh
Hans Kelsen, ada pula pendapatnya Martin Dixon tentang cara perolehan wilayah diantaranya:
1. Adanya kontrol atau pengawasan dari negara terhadap suatu wilayah (the control of the
territory), dan
2. Adanya pelaksanaan fungsi-fungsi negara di wilayah tersebut secara damai (peaceful exercise of
the functions of a state).
cara perolehan wilayah yang dikemukakan oleh S.T. Bernandez, ketiga prinsip tersebut adalah:
1. Prinsip larangan penggunaan kekerasan (the prohibition of resort to force), dimana prinsip ini
melarang suatu negara memperoleh suatu wilayah dengan menggunakan kekuatan senjata.
Prinsip ini juga termuat dalam Piagam PBB, Hasil Konferensi Asia Afrika 1955 serta berbagai
instrumen yang dikeluarkan ASEAN;

c. Coba saudara klasifikasikan perbedaan mengenai Sengketa Laut Cina Selatan dengan Sengketa
Pulau Sipadan dan Ligitan!
Klaim yang dilakukan Indonesia dan Malaysia terhadap Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan
membawa penyelesaian sengketa wilayah ini kepada pengadilan internasional (ICJ) demi
terciptanya hubungan bilateral yang baik diantara kedua negara. Pada sengketa Pulau Sipadan
dan Pulau Ligitan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia, tesis ini lebih menitikberatkan
kepada penyelesaian sengketa wilayah dimana kepentingan nasional Indonesia dapat
terwakilkan melalui diplomasi. Diplomasi yang yang diharapkan dapat dilakukan secara damai
tanpa menggunakan kekuatan militer mengingat hubungan Indonesia dan Malaysia dalam
organisasi Associations of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Anda mungkin juga menyukai