Anda di halaman 1dari 2

Jakarta telah mengalami penurunan tanah sedalam empat meter dalam 30 tahun terakhir.

Sementara, Jakarta Utara mengalami penurunan paling parah sebesar 2,5 meter dalam 10 tahun
saja. Penurunan ini dua kali lipat dari rata-rata penurunan tanah secara global untuk kota-kota besar
yang berada di tepi pantai. Ada sejumlah hal yang bisa menyebabkan hal ini, pertama, kenaikan
permukaan laut akibat pemanasan global dan kedua, penyedotan air tanah secara masif. Sementara
penyedotan air tanah terjadi karena Jakarta belum memiliki saluran air dari PAM belum yang
menjangkau seluruh wilayah. Rata-rata rumah milik warga Jakarta lebih suka menyedot air tanah
dengan menggunakan mesin pompa air. Menurut laporan, Jakarta tenggelam rata-rata 1-15 cm
per tahun dan hampir separuh kota sekarang berada di bawah permukaan laut. Tak hanya
bagian utara, wilayah Jakarta lainnya juga perlahan tenggelam, meski dengan laju yang lebih
lambat. Laporan itu menyebutkan bahwa di Jakarta Barat, tanah tenggelam sebanyak 15 cm
setiap tahun, 10 cm setiap tahun di timur, 2 cm di Jakarta Pusat dan 1 cm di Jakarta Selatan.
Beberapa macam yang menyebabkan jakarta akan tenggalam di waktu yang akan datang
adalah
Pertama Eksploitasi
air tanah Karena air pipa tidak dapat diandalkan, tersedia secara sporadis dan mahal, warga
Jakarta terpaksa memompa air dari akuifer. Penggunaan air tanah yang berlebihan
menyebabkan tanah di atasnya tenggelam dan ini menyebabkan penurunan tanah, sebuah
fenomena di mana batuan dan sedimen menumpuk di atas satu sama lain. Keputusan tahun
2009 untuk memulihkan tabel air oleh Kementerian Lingkungan Hidup gagal diterapkan
karena tidak memiliki mekanisme untuk menegakkannya. Menurut keputusan tersebut,
pemilik rumah dan bangunan komersial diharuskan untuk menyimpan air hujan dalam
silinder biopori sedalam 3 kaki di properti mereka untuk menyerap dan menyimpan air hujan.
Kedua Perencanaan yang buruk

Laporan lainnya menyebutkan, pembangunan ekonomi berkontribusi memperburuk dampak


penurunan tanah. Dampak penurunan tanah, terutama karena pengambilan air tanah, lebih
besar terjadi ketika populasi cenderung meningkat di dekat daerah dataran rendah. Pada tahun
2010, jumlah orang yang tinggal di daerah pesisir yang rentan di Indonesia adalah 47,2 juta.
Angka ini merupakan salah satu yang tertinggi secara global, dan naik 35% sejak tahun 1990.
Urbanisasi yang tidak terkendali tanpa pengisian air tanah yang tepat, dapat memiliki efek
menghancurkan. Banjir tahun 2015 di Chennai, Tamil Nadu, India, adalah contoh akibat dari
hal serupa.
Ketiga Perubahan iklim

Kota-kota pesisir terdampak karena naiknya permukaan air laut yang disebabkan oleh
perubahan iklim. Sebuah laporan menyebutkan, peningkatan permukaan air laut terjadi
karena ekspansi termal (air meluas karena panas ekstra) dan mencairnya es di kutub. Para ahli
menyarankan untuk memperkenalkan lagi hutan bakau dan meremajakan waduk yang
sebenarnya merupakan bagian dari Kota Tua Jakarta. Semua masalah ini, jika
dikombinasikan, akan memperburuk efeknya. Karena pertumbuhan penduduk perkotaan
meningkatkan permintaan air, kontribusi perubahan iklim akan lebih bervariasi lagi. Hal ini
akan semakin meningkatkan eksploitasi air tanah. Robert Mcdonald, ilmuwan di organisasi
lingkungan yang berbasis di AS mengatakan bahwa pada tahun 2050, 36% kota di dunia akan
menghadapi krisis air.

Anda mungkin juga menyukai