Anda di halaman 1dari 6

MORBILI

Nomor :
SOP C-VII/…/II/20
18
DinKes Kab. Terbit ke :1
Halmahera No.Revisi :
Selatan
Tgl : 1 Februari
Dibelakukan 2018
Halaman :1/3
Kepala UPTD Puskesmas
ttd
UPTD Puskesmas
Loleojaya
Suprianto Andartomo, S. Kep
NIP. 19870310 201001 1 001

1. Definisi : Morbili adalah penyakit virus akut menular yang disebabkan oleh
virus campak

2. Tujuan : Membantu dokter dalam menegakan diagnose medis dan


penatalaksanaannya

3.Etiologi Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,


genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu
singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi
nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya
34 jam dalam suhu kamar.

Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau


jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-
10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi
intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam
muncul.

Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah


(droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral).
Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum
diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular
pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan
dapat menularkan hari ke 7. Tindakan pencegahan dengan
melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain,
harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari
ke 5 sesudah ruam muncul.

4.Patofisiolgi Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring,


bronkus, dan saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa
dan proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear terjadi disekitar kapiler. Ada hiperplasi
limfonodi, terutama pada apendiks. Pada kulit, reaksi terutama
menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak
koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri
dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan
bercak pada lesi kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri sekunder.

Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi


pada daerah otak dan medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute
Sclerosing Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan
substansia alba
5.Gejala Klinis Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang
dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

1. Stadium kataral (prodormal).

Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis


seperti demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan
coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum
timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu
sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di
mukosa bukal yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran
darah tepi leukopeni dan limfositosis.

2. Stadium erupsi

Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di


palatum durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat
bercak koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai
naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal.
Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral
tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-
kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka
bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan
menghilang sesuai urutan terjadinya.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula


dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak
jarang disertai diare dan muntah.

Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili


yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan
traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua


atau hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan
akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit
bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik
untuk morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi
6. Prosedur : 1. Perawat memanggil pasien
Penanganan 2. Perawat mencocokkan nama pasien dengan nama di form RM pasien
3. Perawat menyapa pasien dan atau keluarganya
4. Perawat mempersilahkan pasien duduk
5. Perawat menanyakan keluhan pasien
6. Perawat melakukan anamnesa, meliputi :
6.1. Apakah pasien Demam tinggi terus menerus (38C atau lebih)
disertai batuk pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila kena
cahaya (fotofobia), sering disertai diare ?
6.2. Apakah timbul ruam (rash) kulit (biasanya hari ke 4 – 5 demam)
?
6.3. Apakah anak mengalami kejang demam ?
6.4. Mulai kapan pasien merasakan keluhan ?
6.5. Apakah mengalami keluhan lain ?
7. Perawat melakukan Vital Sign yang meliputi
7.1. Suhu
7.2. Nadi
7.3. Respiratory
8. Perawat mencatat hasil anamnesa dan vital sign di rekam medis pasien
9. Perawat memberikan catatan rekam medis kepada dokter
10. Dokter memeriksa :
10.1. Apakah ada sesak napas dan atau dehidrasi ?
10.2. Apakah adan kulit kehitaman dan bersisik/ hiperpigmentasi
(dapat merupakan tanda penyembuhan) ?
11. Dokter mencatat hasil dan menuliskan resep di rekam medis pasien
12. Dokter menulis obat di lembar resep :
12.1. Bersifat suportif: pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi
bila perlu.
12.2. Anti piretik/ analgetik, batuk kering diberi Dekstro 1 mg
12.3. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
13. Dokter menyarankan pasien untuk istirahat dan banyak minum
14. Dokter memberikan resep kepada pasien
15. Dokter mempersilahkan pasien untuk mengambil obat di Ruang Obat
8. Prognosis Meskipun jumlah penderita komplikasi penyakit ini cukup
sedikit, tetapi kita harus tetap diwaspadai. Adapun contoh
komplikasi akibat dari campak yaitu radang telinga, infeksi paru-
paru, infeksi otak, dan bronkhitis.

Kelompok orang yang memiliki risiko mengalami komplikasi


yaitu: Bayi usia satu tahun ke bawah, anak-anak yang kondisi
kesehatannya buruk, orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh
lemah, orang yang menderita penyakit kronis.
9. Referensi : 1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 5 tahun 2014 tentang
Pedoman Pengobatan Dasar Bagi Dokter di Fasyankes Primer
2. Kementerian Kesehatan RI (2007). Pedoman Pengobatan
Dasar Di Puskesmas
3. Kapita Selekta Kedokteran, Jild 1 hal 535-536

Anda mungkin juga menyukai