Anda di halaman 1dari 5

Nama : Peronika Suldemi Frantona

Nim : 1901110586
Kelas : Achenar
Makul : Penyakit Tropik

Konsep Vaksinasi

Imunologi adalah Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan
biologis. Vaksinologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang proses pembentukan bahan imunitas aktif
agar selaras dan efektif dengan respon tubuh makhluk hidup
a. Sistem Imun
Innate : Respon cepat, garda pertama pertahanan tubuh, non spesifik
Adaptive : sebagai garda kedua, mengenali kuman, spesifik.
b. Pertahanan pertama
● Sistem pertahanan pertama pada kekebalan tubuh meliputi faktor fisik, kimia dan flora
normal tubuh (mikroba normal tubuh).
● Yang merupakan faktor fisik adalah kulit, kelenjar air mata, kelenjar air lidah (saliva),
kelenjar mukus, silia.
● Faktor kimia : Sebum, lisozim dan pH.
c. Sistem Imun Innate ( bawaan lahir )
Innatte immunity merupakan kekebalan non-spesifik. Artinya semua bentuk mikroba yang masuk
akan dieliminasi tanpa memperhatikan jenis dari mikroba itu. Pertahanan bawaan oleh tubuh
untuk melawan mikroba patogen meliputi : fagositosis, inflamasi dan Aktivasi Complement.
d. Sistem Imun Innate (bawaan lahir )
● Yang termasuk sel fagosit adalah makrofag, NK cell, neutrophil,basophil,eusinofil.
● Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap sel yang rusak, respon ini ditandai dengan
adanya kemerahan, nyeri, panas, bengkak.
e. Pertahanan kedua
● Adaptive Immunity
● Kekebalan tubuh spesifik dalam mengenali antigen, adaptive immunity dapat
mengaktifkan berbagai macam komponen untuk membantu tubuh dalammempertahankan
diri misalnya selB memory dan selT sitotoksik.
f. Imunisasi
Suatu upaya untuk membentuk atau meningkatkan kekebalan tubuh, baik orang dewasa maupun
anak-anak, terhadap suatu penyakit. Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah
penyakit tertentu atau menghindari risiko munculnya gejala yang berat saat terserang suatu
penyakit.
g. Vaksin covid-19
Vaksin yang memanfaatkan virus Corona yang telah dimatikan atau dilemahkan, ada juga vaksin
yang memanfaatkan teknologi rekayasa genetika. Salah satu contoh jenis vaksin tersebut adalah
Layaknya obat dan vaksin lainnya, pengembangan vaksin COVID-19 harus melalui tiga tahap uji
klinis. Setelah memenuhi ketiga tahap uji klinis tersebut dan dinyatakan efektif serta aman
digunakan, vaksin COVID-19 baru bisa mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Vaksin COVID-19 diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk
menghentikan pandemi COVID-19. Namun, perlu diingat juga bahwa masih dibutuhkan waktu
yang cukup lama bagi vaksin COVID-19 untuk bisa digunakan secara luas oleh seluruh
masyarakat Indonesia ah vaksin mRNA.
h. Sejarah imunisasi di Indonesia
Dimulai dengan imunisasi cacar (1956); imunisasi campak (1963); dengan selang waktu yang
cukup jauh mulai dilakukan imunisasi BCG untuk tuberculosis (1973); disusul imunisasi tetanus
toxoid pada ibu hamil (1974); imunisasi difteri, pertusis, tetanus (DPT) pada bayi (1976); lalu
polio (1981); campak (1882); dan hepatitis B (1997); hingga inisiasi imunisasi Haemophilus
Influenza tipe B dalam bentuk vaksin pentavalen.
i. Kontraindikasi
Kontraindikasi:
● Individu yang sedang dalam terapi kortikosteroid, imunosupresan dan radioterapi
● Wanita hamil
● Leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya
● Kelainan fungsi ginjal berat
● Setelah pemberian transfusi darah
● Riwayat alergi terhadap komponen vaksin (neomicyn)
Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai berikut:
● Demam
● Batuk pilek
● Diare
j. Vaksinasi difteri
Adalah vaksinasi yang dilakukan untuk mencegah penyakit difteri, yaitu suatu penyakit menular
yang dapat menyebabkan sesak napas, pneumonia, kerusakan saraf, gangguan jantung, bahkan
kematian.
Terdapat lima jenis vaksinasi difteri yang tersedia, yaitu:
● Vaksinasi DTP
Vaksin DTP diberikan kepada anak-anak usia di bawah 7 tahun untuk mencegah difteri,
tetanus, dan pertusis.
● Vaksinasi DTaP
Bermanfaat sama dengan DTP, tetapi vaksin pertusis dimodifikasi sehingga diharapkan
dapat mengurangi efek samping dari vaksin.
● Vaksinasi DT
Vaksin DT diberikan kepada anak-anak usia di bawah 7 tahun untuk mencegah difteri
dan tetanus.
● Vaksinasi Tdap
Vaksin Tdap diberikan kepada anak-anak dan orang dewasa, usia 11–64 tahun, untuk
mencegah tetanus, difteri, dan batuk rejan.
● Vaksinasi Td
Vaksin Td diberikan kepada remaja dan dewasa untuk mencegah tetanus dan difteri.
Vaksinasi ini sebaiknya diulang tiap 10 tahun.
1. Indikasi Vaksinasi Difteri
Vaksinasi ini dilakukan untuk mencegah penyakit difteri, yaitu penyakit akibat infeksi
bakteri Corynebacterium diphtheria. Dengan begitu, risiko terjadinya wabah difteri dapat
ditekan. Vaksinasi ini perlu dilakukan sejak bayi hingga dewasa.
2. Waktu Vaksinasi Difteri
Waktu vaksinasi difteri yang disarankan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
adalah:
Vaksinasi difteri pertama, baik DTP ataupun DtaP, diberikan pada usia 2 bulan atau
paling cepat pada usia 6 minggu. Selanjutnya, untuk vaksin DTP, diberikan pada usia 3
bulan dan 4 bulan. Sedangkan yang mendapat vaksin DTaP, untuk vaksin kedua dan
ketiga diberikan pada usia 4 bulan dan 6 bulan.
Dosis booster dapat diberikan pada usia 18 bulan dan usia 5 tahun. Anak-anak yang
sudah memasuki usia 7 tahun ke atas akan diberikan dosis booster dengan vaksin Tdap
atau Td. Dosis ke-6 dapat diberikan pada usia 10–12 tahun. Dosis booster selanjutnya
diberikan pada usia 18 tahun dengan vaksin Td, dan diulang setiap 10 tahun sekali. Jika
terlambat dari jadwal vaksinasi di atas, anak perlu segera mendapatkan vaksinasi kejaran
sesuai anjuran dokter. Pemberian vaksin difteri juga disarankan bagi orang yang akan
melakukan perjalanan ke daerah yang mengalami wabah difteri dan belum mendapatkan
booster difteri selama 10 tahun terakhir.
3. Peringatan Vaksin Difteri
Ada beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menjalani vaksinasi difteri, yaitu:
Beri tahu tenaga kesehatan jika pasien memiliki alergi terhadap komponen vaksin. Beri
tahu jika pasien sedang menggunakan obat-obatan, produk herbal, atau vitamin, terutama
obat yang melemahkan sistem imun, seperti obat kanker, obat steroid, dan terapi radiasi.
Beri tahu jika memiliki riwayat penyakit sindrom Guillain-Barre, kejang atau gangguan
saraf lain, gangguan perdarahan, gangguan imunodefisiensi (penurunan sistem kekebalan
tubuh), dan efek samping akibat vaksin difteri sebelumnya. Jika sedang sakit, dokter
mungkin akan menunda pemberian vaksin.
Lakukan pemeriksaan rutin untuk memastikan vaksin bekerja dengan baik dan tidak
menimbulkan efek samping apa pun. Pemeriksaan ke dokter juga perlu dilakukan untuk
mempersiapkan jadwal pemberian vaksin berikutnya.
Untuk wanita hamil atau menyusui, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter
kandungan terkait rencana vaksin yang akan dilakukan selama hamil atau menyusui.
Booster vaksin difteri sebaiknya diberikan kepada wanita hamil pada trimester akhir, atau
mereka yang belum pernah sama sekali menerima vaksin Tdap maupun tidak
mengetahuinya. Vaksin Tdap boleh diberikan kepada wanita hamil atau menyusui untuk
melindungi bayi dari pertusis, tetapi tetap dengan memperhatikan jadwal vaksin difteri,
tetanus, dan pertusis sebelumnya.
4. Sebelum Vaksinasi Difteri
melakukan pemeriksaan fisik secara umum sebelum memberikan vaksinasi difteri. Untuk
menghindari munculnya reaksi alergi setelah vaksinasi, dokter juga dapat melakukan
pemeriksaan alergi terlebih dahulu, terutama pada anak yang memang memiliki riwayat
alergi.
5. Prosedur Vaksinasi Difteri
Prosedur vaksinasi difteri akan dilakukan melalui suntikan ke dalam otot. Jika terdapat
vaksinasi lainnya yang akan diberikan, dokter akan melakukan penyuntikan di lokasi
yang berbeda. Biasanya, menyuntikkan vaksin difteri kepada anak-anak di bagian paha.
Untuk remaja dan orang dewasa, vaksin akan disuntikkan di lengan atas.
6. Setelah Vaksinasi Difteri
Beberapa orang mungkin mengalami keluhan yang dirasakan setelah vaksinasi, berupa
pusing, penglihatan buram, telinga berdenging, hingga pingsan. Pemantauan kondisi
dapat dilakukan untuk mencegah atau mengatasi pingsan. Bagi anak-anak, demam atau
pembengkakan dapat terjadi setelah vaksin diberikan. Meksipun jarang, beberapa
penerima vaksinasi merasakan nyeri hebat di bagian bahu dan sulit menggerakannya,.
Reaksi alergi dapat terjadi dalam hitungan menit atau jam setelah vaksinasi.
7. Imunisasi Kejaran Vaksinasi Difteri
Bila imunisasi DTP terlambat diberikan dari jadwal yang disarankan oleh IDAI, tidak
perlu mengulanginya dari awal, tetapi dilanjutkan sesuai dengan jadwalnya.
8. Efek Samping Vaksinasi Difteri
Efek samping yang biasa dialami setelah menerima vaksin difteri, baik pada anak,
remaja, atau dewasa, biasanya tergolong ringan dan akan mereda dalam hitungan hari.
Efek samping tersebut meliputi:
● Nyeri, bengkak, atau kemerahan pada bagian tubuh yang disuntik
● Demam ringan dan menggigil
● Sakit kepala
● Nyeri otot
● Lemas
● Mual dan muntah
● Diare
● Nafsu makan menurun
● Rewel (pada anak-anak)

Anda mungkin juga menyukai