Anda di halaman 1dari 10

HUKUM OHM

Apa itu Hukum Ohm? – Pada dasarnya, di dalam rangkaian tertutup akan terjadi suatu aliran
arus listrik. Dimana arus listrik tersebut mengalir karena adanya perbedaan potensial antara dua
titik di sebuah pengantar, misalnya saja pada lampu senter, televisi, radio, dan lainnya. Peralatan
tersebut bisa menyala atau berfungsi jika ada aliran listrik yang bersumber dari tegangan yang
dihubungkan dengan peralatan itu sendiri. Sehingga akan menghasilkan beda potensial.
Hukum ohm merupakan salah satu ilmu dasar dari elektronika. Ilmu yang satu ini sangat berguna
untuk membantu kita dalam menghitung arus, tegangan, atau resistansi dari suatu rangkaian
listrik. Dimana hukum ohm menyatakan hubungan antara matematis dan arus, tegangan, dan
juga resistansi jaringan. Nama dari hukum tersebut diambil dari seorang ahli fisika dan juga
matematika asal Jerman bernama Georg Simon Ohm. Ohm adalah orang pertama yang meneliti
hubungan antara kuat arus listrik dan beda potensial di sebuah penghantar. Pada penelitian
tersebut, Ohm menemukan hubungan yang matematis antara kuat arus listrik dan beda potensial,
yang pada akhirnya dikenal dengan nama Hukum Ohm.
Diketahui bahwa semakin besar beda potensial yang muncul, maka kuat arus yang mengalir akan
semakin besar juga. Besarnya perbandingan antara beda potensial dan kuat arus listrik selalu
sama atau konstan. Sehingga beda potensial setara dengan kuat arus (V ~ I). Jika dilihat secara
matematis, bisa dituliskan bahwa V = m x l, m merupakan konstanta perbandingan antara beda
potensial dan kuat arus.
Salah satu rumus yang menggambarkan Hukum Ohm yaitu berbunyi, “arus yang mengalir di
suatu penghantar sebanding dengan beda potensial yang ada di antara ujung-ujung penghantar
dengan syarat suhunya tetap atau konstan.
Di dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita akan menemukan sebuah alat listrik yang
bertuliskan 220 V/2 A. Tulisan tersebut ditulis bukan tanpa adanya tujuan. Dimana tujuan dari
adanya tulisan tersebut adalah untuk menginformasikan bahwa alat listrik itu akan bekerja secara
optimal dan lama lama jika dipasang dengan tegangan 220 V dan kuat arus 2 A. Lalu, bagaimana
jika dipasang di tegangan yang lebih tinggi ataupun lebih rendah? Misalnya saja, ada dua lampu
yang ada tulisannya 220 V/2 A, masing-masing dipasang di tegangan 440 V dan 55 V. Maka apa
yang akan terjadi?
Untuk lampu yang dipasang pada tegangan lebih besar, maka akan mengakibatkan lampu akan
bersinar lebih terang namun tidak tahan lama. Sementara untuk lampu yang dipasang pada
tegangan arus yang lebih rendah, maka akan mengakibatkan lampu menjadi redup. Oleh sebab
itu, kamu harus selalu memperhatikan petunjuk dalam menggunakan alat-alat listrik.
Pengertian Hukum Ohm
Menurut Wikipedia, Hukum Ohm adalah arus listrik yang sebanding dengan tegangan dan
berbanding terbalik dengan resistensi. Sedangkan menurut Kamus Collins, Hukum Ohm adalah
prinsip arus listrik yang mengalir melalui suatu konduktor yang sebanding dengan beda
potensial. Namun suhu tetap bernilai konstan. Konstanta proporsional merupakan resistansi dari
konduktor.
Persamaan Hukum Ohm dan rumus Hukum Ohm menggambarkan mengenai bagaimana arus
mengalir melalui material apa saja saat tegangan diberikan. Satu hal yang perlu kamu ingat yaitu
perbedaan antara resistensi rendah dan resistensi yang tinggi. Sebuah kabel listrik ataupun
konduktor lain mempunyai resistensi rendah, hal tersebut berarti bahwa arus akan mengalir
dengan mudah. Sebaliknya, apabila resistensi tinggi, maka arus akan sulit untuk mengalir.
Pengertian Hukum Ohm di atas tidak akan membantu banyak jika kita tidak mengetahui variabel
apa yang kita gunakan, apa persamaannya, dan bagaimana cara menggunakannya. Jika berdasar
pada Kamus Inggris Amerika, Hukum Ohm mempunyai rasio yang sebanding dengan arus yang
ada di dalam rangkaian dc yang diberikan tegangan dan berbanding terbalik dengan resistensi.
Tak hanya dc saja, Hukum Ohm juga berlaku untuk rangkaian ac.
Hukum Ohm biasanya digambarkan dengan grafik hubungan linear antara tegangan (V) dan arus
(I) di dalam rangkaian listrik. Kita bisa membayangkan bagaimana bentuk Hukum Ohm dengan
ilustrasi pipa.
a. Pipa air merupakan resistensi (R) dalam rangkaian, dihitung di di dalam Ohm (Ω).
b. Air merupakan arus listrik (I) yang mengalir di dalam rangkaian, dihitung di dalam ampere
(A).
c. Perbedaan tinggi antara air yaitu tegangan (V) dalam rangkaian, dihitung dengan volt (V).
Dari penjelasan diatas, ilustrasinya menjadi seperti ini:
a. Apabila pipa air sempit atau resistensinya tinggi, hal ini akan membatasi air atau arus listrik
yang mengalir di dalam rangkaian.
b. Apabila pipa air lebar atau memiliki resistansi yang rendah, maka hal ini akan meningkatkan
air atau arus listrik yang mengalir di dalam rangkaian.
Bunyi Hukum Ohm
Pada awalnya, Hukum Ohm terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama yaitu definisi dari
hambatan yaitu V = IR. Hubungan tersebut seringkali dinamai dengan Hukum Ohm. Namun,
Ohm juga mengatakan bahwa R merupakan suatu konstanta yang tidak bergantung pada V
ataupun I. Hubungan V =IR bisa diterapkan di dalam resistor apapun, yang mana V adalah beda
potensial antara kedua ujung hambatan dan I adalah arus yang mengalir di dalamnya. Sementara
R adalah hambatan ataupun resistansi resistor itu.
Hukum Ohm sendiri berbunyi, “Kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar atau hambatan
besarnya sebanding dengan beda potensial atau tegangan antara ujung-ujung penghantar tersebut.
Pernyataan itu bisa dituliskan sebagai berikut yaitu I ∞ V.”
Di dalam kehidupan sehari-hari, kuat arus dibutuhkan seperti kuat arus listrik. Misalnya saja,
apabila menghubungkan kawat dengan baterai 6 V, maka aliran arus akan dua kali lipat
dibandingkan bila dihubungkan ke baterai 3 V.
Dari disini, misalkan saja kita ambil contoh arus listrik dengan aliran air di pipa atau sungai yang
dipengaruhi oleh gravitasi. Apabila pipa dan sungai hampir rata, maka kecepatan air akan
tergolong kecil. Namun jika satu ujung lebih tinggi dari lainnya, maka kecepatan aliran atau arus
akan semakin besar. Semakin besar perbedaan ketinggian, maka akan semakin besar arusnya.
Bisa dikatakan, besaran aliran arus yang ada di dalam kawat tidak hanya bergantung pada
tegangan. Namun juga bergantung pada hambatan yang diberikan oleh kawat terhadap aliran
elektron. Dinding pipa ataupun tepian sungai dan juga batu-batu yang ada di tengahnya, dapat
memberikan hambatan terhadap aliran arus. Dengan cara yang sama, elektron akan diperlambat
karena adanya interaksi dengan atom-atom kawat. Semakin tinggi hambatan, maka semakin kecil
arus di dalam suatu tegangan V. Sehingga arus akan berbanding terbalik dengan hambatan.
Hambatan Listrik
Menurut persamaan Hukum Ohm, hambatan listrik bisa diartikan sebagai hasil bagi beda
potensial antara ujung-ujung penghantar dengan kuat arus yang mengalir pada penghantar itu
sendiri. Untuk mengenang jasa Georg Simon Ohm, namanya digunakan sebagai satuan hambatan
listrik yang kita kenal dengan Ohm atau (Ω) atau penghantar tersebut dikatakan memiliki
hambatan satu ohm jika di dalam penghantar mengalir sebuah arus listrik sebesar satu ampere.
Dimana hal itu disebabkan adanya beda potensial antara ujung-ujung penghantar sebesar satu
volt.
Jenis-jenis Hambatan
Di dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa jenis hambatan atau resistor yang kerap digunakan
sesuai dengan kebutuhannya. Jenis-jenis hambatan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Resistor Tetap
Di dalam resistor tetap yang umumnya dibuat dari karbon ataupun kawat nikrom tipis, nilai
hambatannya disimbolkan dengan berbagai warna-warni yang melingkar di kulit luarnya. Simbol
warna tersebut memiliki arti sesuai dengan letaknya.
b. Resistor Variabel
Di pasaran, resistor variabel yang kita kenal ada dua macam, yaitu resistor variabel tipe berputar
dan bergeser. Pada dasarnya, cara kerja dari kedua resistor tersebut adalah sama, yaitu dengan
menggeser atau memutar kontak luncur guna menambah ataupun mengurangi nilai hambatan
sesuai dengan kebutuhan. Resistor variabel tersebut bisa kita temukan di dalam sistem volume
yang ada di radio, tape recorder, dan peralatan elektronik lain.

Mengukur Hambatan
Dari penjelasan diatas, kita sudah mengetahui bagaimana cara mengukur besaran kuat arus
ataupun beda potensial di sebuah penghantar. Nah, sekarang, kita akan membahas mengenai cara
untuk mengukur besar hambatan listrik. Dimana untuk mengukur hambatan listrik ada dua cara
yang bisa kita gunakan, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
a. Mengukur Hambatan Secara Langsung
Kebanyakan orang pasti sudah mengetahui multimeter yaitu sebuah alat yang bisa digunakan
untuk mengukur kuat arus, beda potensial, dan hambatan. Untuk mengukur hambatan
menggunakan multimeter, maka kita harus lebih dulu memutar saklar yang ada di dalam
multimeter ke arah yang bertanda R. Dengan begitu, multimeter sudah berfungsi sebagai ohm
meter atau pengukur hambatan. Hubungkan ujung-ujung terminal multimeter dengan ujung
benda yang akan diukur hambatannya, Lalu perhatikan skala yang ditampilkan pada multimeter.
b. Mengukur Hambatan Secara Tidak Langsung
Selain menggunakan multimeter, kita juga bisa menggabungkan voltmeter dan amperemeter
secara bersamaan pada rangkaian listrik yang akan diukur hambatannya. Voltmeter dipasang
secara paralel, sementara amperemeter dipasang secara seri dengan benda yang akan diukur
hambatannya.
c. Hambatan pada Kawat Penghantar
Kawat penghantar yang digunakan pada kawat listrik tentu akan memiliki hambatan, walaupun
nilainya kecil. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya hambatan suatu
penghantar.
Rumus Hukum Ohm
Secara matematis, Rumus Hukum Ohm adalah V = I x R. Dimana I adalah arus listrik yang
mengalir di dalam sebuah penghantar dalam satuan ampere. Sementara V adalah tegangan listrik
yang ada di kedua ujung penghantar dalam satuan volt. Kemudian R adalah nilai hambatan listrik
atau resistensi yang ada di suatu penghantar dalam satuan Ohm. Hubungan antara arus listrik,
hambatan, dan tegangan listrik dalam suatu rangkaian ada di dalam Hukum Ohm.
Pada saat membuat percobaan tentang listrik, Ohm menemukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Jika hambatan tetap, arus yang ada di dalam tiap rangkaian berbanding langsung dengan
tegangan. Namun bila tegangan bertambah, maka arus juga akan bertambah dan bila tegangan
berkurang maka arus juga akan berkurang.
b. Jika tegangan tetap, maka arus yang ada di dalam rangkaian menjadi berbanding terbalik
dengan rangkaian tersebut. Namun jika hambatan bertambah, maka arus akan berkurang dan jika
hambatan berkurang maka arus akan bertambah.
Dalam hambatan tetap, arus dan juga tegangan akan berbeda-beda.
Hukum Ohm sendiri bisa dinyatakan dalam bentuk rumus. Dimana dasar rumusnya dinyatakan
sebagai berikut.
R = banyaknya hambatan listrik
I = banyaknya aliran arus listrik
E = banyaknya tegangan listrik yang ada di dalam rangkaian tertutup
Rangkaian Hukum Ohm
Di bawah ini adalah beberapa rangkaian dalam menghitung Hukum Ohm, antara lain:
a. Cara Menghitung Resistor Seri
Di dalam rangkaian beberapa resistor yang disusun secara seri, maka bisa didapatkan nilai
resistor yang totalnya didapatkan dengan cara menjumlah semua resistor yang disusun secara
seri. Hal tersebut mengacu pada pengertian bahwa nilai kuat arus yang ada di semua titik di
dalam rangkaian seri akan selalu sama.
b. Cara Menghitung Resistor Paralel

Di dalam rangkaian beberapa resistor yang disusun secara paralel, maka perhitungan nilai
resistor totalnya mengacu pada pengertian bahwa besar kuat arus yang masuk ke dalam
percabangan sama dengan besar kuat arus yang keluar dari percaangan.
c. Cara Menghitung Kapasitor Seri
Di dalam rangkaian kapasitor yang disusun secara seri, nilai kapasitor totalnya didapatkan
dengan cara perhitungan di atas.
d. Cara Menghitung Kapasitor Paralel

Di dalam rangkaian beberapa kapasitor yang disusun secara paralel, maka nilai kapasitor totalnya
adalah penjumlahan dari keseluruhan nilai kapasitor yang disusun secara paralel.

Contoh Soal Hukum Ohm


1. Tiga buah hambatan disusun secara seri, masing-masing nilainya 4 ohm, 3 ohm dan 5
ohm. Hambatan ini kemudian dipasang pada tegangan 120 volt. Hitunglah besarnya
tegangan pada hambatan 3 ohm.
2. Pengaturan Power Supply atau DC Generator untuk dapat menghasilkan output tegangan
sebesar 10V, kemudian nilai potensiometer di atur ke 10 ohm. Berapakah nilai arus listrik
(I)?

3. Pengaturan Power Supply atau DC Generator supaya dapat menghasilkan output


tegangan 10v, kemudian nilai potensiometer di atur ke 1 kiloOhm. Berapakah nilai arus
listrik (I)?

4. Hambatan listrik 9 ohm dirangkai dengan baterai yang memiliki tegangan 6 volt. Berapa
nilai kuat arus listrik yang mengalir?

5. Buah resistor masing-masing memiliki hambatan 2 ohm dan 2 ohm yang dirangkai secara
seri. Selanjutnya, kedua hambatan dirangkai dengan tegangan baterai yang nilainya 6
volt. Berapa nilai kuat arus listrik yang mengalir pada kedua hambatan tersebut?

6. Buah hambatan masing-masing memiliki nilai 6 Ω dan 3 Ω di susun secara paralel.


Selanjutnya hambatan tersebut dirangkai dengan baterai bertegangan 3 volt. Berapa nilai
kuat arusnya?

7. Perhatikan gambar rangkaian listrik dibawah ini. Berapa nilai kuat arus listrik yang
menglair pada rangkaian tersebut?

8. Perhatikan gambar rangkaian listrik dibawah ini.  berapakah kuat arus listrik pada gambar
rangkaian kombinasi berikut ini?
9. Setting nilai hambatan atau resistansi potensiometer ke 500 Ohm, kemudian atur Power
Supply (DC Generator) hingga memperoleh Arus Listrik (I) 10mA. Berapa nilai
Tegangannnya (V) ?

10. Sebuah resistor memiliki hambatan sebesar 0,5 KiloOhm yang dihubungkan dengan
sebuah baterai. Ketika arus yang mengalir pada resistor sebesar  6 mA. Berapakah besar
tegangan dari baterai tersebut?

Anda mungkin juga menyukai