PARDIAT
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rachmat dan ridho Nya,
penulis dapat menyelesaikan Bahan Ajar Akuntansi Pajak untuk Program Diploma III
Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Kewajiban memungut PPN atau memotong PPh. Pihak lain berkaitan dengan
transaksi perusahaan yang dilakukan proses pembukuan : jurnal, posting ke buku
besar dan seterusnya.
Beda tetap terdiri dari biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak, penghasilan yang bukan objek PPh atau yang dikenai PPh
Final dan bukan pendapatan menurut akuntansi yang merupakan objek PPh. Beda
i| Page
waktu terdiri dari beda metode penyusutan akuntansi dan penyusutan fiskal, serta
prinsip konservatis yang diakui dalam akuntansi tetapi tidak diakui dalam PPh.
Penentuan harga perolehan aset tetap dan keuntungan (kerugian) pengalihan harta
ada persamaan dan perbedaan antara akuntansi dan PPh yang terdiri dari : jual-beli,
tukar menukar, membangun sendiri, setoran modal dan hibah; demikian juga
mengenai penilaian kembali aset tetap, penggabungan badan usaha, peleburan
badan usaha serta investasi saham.
Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan bahan ajar akuntansi
pajak ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang
terhormat.
Drs. Pardiat, Ak
NIP.060044943
ii | P a g e
DAFTAR ISI
iii | P a g e
5 Biaya Bunga Pinjaman ………………………………………………. 68
6. Biaya royalti atau imbalan atas penggunaan hak........................... 70
Rangkuman ………………………………………………………………… 71
Latihan ………………………………………………………………………. 72
iv | P a g e
U. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran… 141
V. Gaji anggota Persekutuan, Firma, CV ……………………………... 141
W Gaji pegawai yang merupakan pemegang saham ……………….. 142
X. Dividen terselubung ………………………………………………….. 142
Y. Laba (rugi) selisih kurs valuta asing ………………………………... 143
Z. Biaya lain-lain …………………………………………………………. 151
Studi kasus Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal ………………………… 151
Rangkuman ……………………………………………………………….. 164
Latihan …………………………………………………………………….. 165
v| Page
B. Penggabungan badan usaha atau peleburan badan usaha
berdasarkan Nilai Sisa Buku Fiskal ………………………………… 245
Rangkuman ………………………………………………………………… 255
Latihan ………………………………………………………………………. 256
BAB 10. INVESTASI SAHAM DAN DIVIDEN……………………………………. 259
A. Pemegang saham & Investasi saham ……………………………… 259
B. Investasi saham dalam negeri ………………………………………. 260
C. Peraturan MKRI No.256/PMK.03/2008, m.b. 01-01-2009
Penetapan saat diperolehnya oleh WPDN atas penyertaan
modal pada badan usaha diluar negeri selain badan usaha yang
menjual sahamnya di bursa efek …………………………………… 264
D. Peraturan MKRI NO.258/PMK.03/2008, m.b. 1-1-2009
Pemotongan PPh. Ps.26 atas pengalihan dari penjualan atau
pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18(3c)
UU PPh yang diterima atau diperoleh WPLN ……………………... 266
Rangkuman ………………………………………………………………… 268
Latihan ……………………………………………………………………… 270
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 272
vi | P a g e
DAFTAR TABEL
vii | P a g e
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Skema Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal……………………………. 9
viii | P a g e
BAB
PEMBUKUAN PERPAJAKAN DAN
1| Page
e. Keputusan atau Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
f. Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari
Pengadilan Pajak, serta putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung
untuk WP yang bersangkutan.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP, pembukuan dapat
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (S.A.K); pada umumnya WP
menyelenggarakan pembukuan berdasarkan SAK. Pembukuan berdasarkan SAK
berlaku umum dan menghasilkan Laporan Keuangan Komersial (LKK) untuk tujuan
menghitung penghasilan neto fiskal (rugi fiskal) dilakukan penyesuaian fiskal positif
(negatif) berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Akuntansi Pajak adalah bagian dari Akuntansi Umum (General Accounting),
sehingga WP tidak perlu membuat dua pembukuan, cukup satu pembukuan
berdasarkan SAK, kemudian dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Inti dari Akuntansi Pajak Penghasilan adalah melakukan
Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh;
dalam bahan ajar ini yang akan dibahas rekonsiliasi fiskal untuk WP Badan terutama
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Sesuai asas self assessment,
penyesuaian fiskal dilakukan oleh WP; mulai tahun pajak 2002 penyesuaian fiskal
dimasukkan dalam Lampiran I SPT Tahunan PPh -WP Badan.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU PPh 1984, WPOPDN yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp. 4.800.000.000,- (empat milliar delapan ratus juta rupiah) boleh
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan ke KPP WP terdaftar dalam
jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
2| Page
WPLN selain BUT yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak wajib:
a. Mendaftarkan diri ke KPP untuk diberikan NPWP;
b. Pembukuan;
c. Penyampaian SPT ke KPP, karena semua penghasilan yang diperoleh di
Indonesia telah dipotong PPh Pasal 26 oleh pihak yang memberikan penghasilan
tersebut.
3| Page
Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
D. Konsistensi.
Pasal 28 ayat (5) UU KUP pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat
asas (konsisten), walaupun demikian berdasarkan Ps. 28 ayat (6) UU KUP
diperkenankan merubah metode pembukuan atau tahun buku, dengan syarat:
a. Diajukan ke Direktur Jenderal Pajak (melalui KPP dimana WP terdaftar) sebelum
dimulainya tahun buku yang bersangkutan.
b. Menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat
yang mungkin timbul.
c. Persetujuan Direktur Jenderal Pajak
4| Page
PSAK No. 1 butir 14, perubahan kebijakan akuntansi yang berpengaruh material
perlu diungkapkan dalam laporan keuangan.
E. Tahun Buku.
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU KUP, Tahun Pajak adalah jangka waktu
satu tahun kalender (1 Januari s.d. 31 Desember), kecuali bila WP menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Apabila tahun buku tidak sama dengan tahun takwim, yang menentukan
pengisian SPT Tahunan PPh adalah enam bulan pertama, misalnya tahun buku:
- 1 Maret 2008 s.d. 28 Februari 2009, SPT PPh-Tahun 2008,
- 1 Juli 2008 s.d. 30 Juni 2009, SPT PPh-Tahun 2008,
- 1 Agustus 2008 s.d. 31 Juli 2009, SPT PPh-Tahun 2009.
a. Penghasilan.
Akuntansi membedakan penghasilan dari usaha pokok dan penghasilan di
luar usaha, sedangkan PPh membedakan:
a. Penghasilan yang bukan objek pajak, pengertiannya terbatas yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (3) UU. No.36 Tahun 2008.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh - Final,
pengertiannya terbatas yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU. No.36 Tahun
2008; diatur dengan Peraturan Pemerintah.
c. Penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan tarif umum atau
tidak final, pengertiannya semua penghasilan selain huruf a dan b.
b. Biaya.
Tidak semua biaya dapat dikurangkan dari Penghasilan bruto, PPh
membedakan:
5| Page
a. Biaya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expense), sesuai
Pasal 6 UU. No.36 Tahun 2008.
b. Biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible
expense), sesuai Pasal 9 UU. No.36 Tahun 2008.
c. Pasal 4 PP No.138 Tahun 2000
Pengeluaran dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam menghitung
PhKP, termasuk:
- Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, dikenakan PPh-Final, norma penghitungan.
- PPh-Pasal 21/23 yang ditanggung perusahaan kecuali PPh-Pasal 26 yang
digross-up.
- Kerugian dari harta atau utang yang dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha
atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
merupakan objek pajak.
Prinsip Akuntansi Pajak Penghasilan adalah mempertemukan antara biaya yang
dapat dikurangkan dengan penghasilan yang merupakan objek PPh-tidak final,
karena biaya untuk memperoleh penghasilan yang bukan objek PPh dan biaya untuk
memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh-final tidak boleh dikurangkan; sesuai
dengan prinsip akuntansi adalah mempertemukan biaya dan penghasilan yang tepat
(proper matching cost and revenue).
H. Konservatis.
Akuntansi menggunakan prinsip konservatis, yaitu mengakui kerugian yang
mungkin timbul (belum direalisasi) yang dapat diperkirakan atau ditaksir dengan
membentuk penyisihan, misalnya: penurunan nilai surat-surat berharga, kerugian
6| Page
piutang, potongan penjualan, retur penjualan, penilaian persediaan berdasarkan
harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah, dsb.
Pasal 9 (1) c UU.PPh-1984, tidak boleh membentuk atau memupuk dana
cadangan, kecuali diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan RI
(No.80/KMK.04/1995, No.235/KMK.01/1998, No.681/KMK.04/1999), mulai tahun
2009 diganti dengan Peraturan MKRI No.81/PMK.03/2009.
Contoh:
Pada tanggal 10 September 2010 dibeli saham PT. APP Tbk di Bursa Efek Jakarta
seharga Rp. 100.000.000,- pada akhir tahun 2010 harga pasar (kurs) di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) sebesar Rp. 90.000.000,-.
Secara akuntansi, diakui kerugian sebesar Rp. 10.000.000,- walaupun belum terjadi
(saham belum dijual) dengan mendebit ”Kerugian Penurunan Nilai SSB” dan
mengkredit ”Penyisihan Kerugian Penurunan Nilai SSB”.
Kerugian Penilaian nilai SSB sebesar Rp. 10.000.000,- pada akhir tahun 2010, tidak
dapat dikurangkan dalam menghitung Ph KP.
7| Page
c. Menurut Akuntansi bukan merupakan pendapatan, menurut PPh merupakan
objek PPh, misalnya hibah yang tidak memenuhi Pasal 4 ayat (3) huruf a UU.
No.36 Tahun 2008;
d. Menurut Akuntansi bukan beban, menurut PPh dapat dikurangkan untuk
menghitung penghasilan neto fiskal; misalnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan.
J. Penyesuaian Fiskal.
Laba bersih sebelum PPh menurut akuntansi; dilakukan penyesuaian fiskal
(tidak dijurnal) untuk menghitung Penghasilan Neto Fiskal (Rugi Fiskal).
Penyesuaian fiskal positif yaitu penyesuaian fiskal yang menambah penghasilan neto
fiskal atau mengurangi rugi fiskal, terdiri dari:
a. Biaya yang tidak dapat dikurangkan;
b. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal;
c. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal.
Penyesuaian fiskal negatif yaitu penyesuaian fiskal yang mengurangi
penghasilan neto fiskal atau menambah rugi fiskal, terdiri dari:
a. Penghasilan yang bukan merupakan objek PPh;
b. Penghasilan yang dikenakan PPh-final;
c. Selisih penyusutan atau amortisasi komersial di bawah penyusutan atau
amortisasi fiskal.
Mulai tahun pajak 2002, penyesuaian fiskal dicantumkan dalam Lampiran I
SPT Tahunan PPh Badan.
8| Page
Gambar 1.1 Skema Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal
SPTTahunan PPh
Lamp. I & IV
9| Page
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
b. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1)d dan Pasal 13 ayat (3) UU KUP, jumlah pajak
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari PPh yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
Ketetapan tersebut merupakan Ketetapan Jabatan, berdasarkan Pasal 26 ayat
(4) UU. No.16 Tahun 2000 dalam hal WP mengajukan keberatan harus dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
c. Berdasarkan Pasal 14 ayat (5) UU NO.36 Tahun 2008, WP yang ternyata tidak
atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan, maka
penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Catatan:
Sampai penulisan buku ini belum ada PMK dan belum ada Norma Penghitungan
Penghasilan Neto untuk WP Badan.
RANGKUMAN
Inti dari pembukuan perpajakan adalah membuat penyesuaian fiskal atas laporan
keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal sebagai dasar pengisian
SPT Tahunan PPh
10 | P a g e
LATIHAN
11 | P a g e
4. Prinsip pembukuan perpajakan:
a. Harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik;
b. Mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
c. Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dibiayakan harus dilakukan dalam
batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang
baik;
d. Kerugian yang dapat diperkirakan dengan cermat dapat dibiayakan.
12 | P a g e
8. Biaya dapat dibedakan:
a. Dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
b. Ditangguhkan pembebanannya,
c. Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
d. Dibukukan ke Neraca.
1. D
2. B
3. D
4. A
5. A
6. D
7. D
8. A
9. D
10. B
13 | P a g e
BAB
AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN AKUNTANSI PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN
2
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan mampu menghitung:
a. Pajak Pertambahan Nilai;
b. PPh Pasal 21;
c. PPh Pasal 23;
d. PPh Pasal 26;
e. PPh Pasal 4 ayat (2);
f. PPh Pasal 15
14 | P a g e
Pasal 15 UU NO.42 Tahun 2009 UU Perubahan Ketiga UU PPN:
1) Penyetoran PPN kurang bayar oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan ke KPP;
2) SPT Masa PPN disampaikan ke KPP paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.
Contoh:
Bulan April 2010 terjadi PPN kurang bayar sebesar Rp.20.000.000,-, paling lama
disetorkan ke Kas Negara tanggal 31 Mei 2010 sebelum SPT MASA PPN
disampaikan ke KPP; SPT Masa PPN bulan April 2010 paling lama disampaikan ke
KPP sebelum tanggal 31 Mei 2010.
c. Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran adalah
F.P. Standar yang diisi dengan benar, lengkap dan tidak cacat sebagaimana
dimaksud Pasal 13 ayat (5) UU. NO.42 Tahun 2009; dalam F.P. harus dicantumkan
keterangan tentang penyerahan BKP/JKP yang paling sedikit memuat:
1) Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP;
2) Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan
harga;
4) PPN yang dipungut;
5) PPnBM yang dipungut;
6) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan FP;
7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani FP.
15 | P a g e
d. Pajak 9 ayat (8) UU. NO.42 Th. 2009.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, adalah:
1) Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
2) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
5) Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak
Sederhana (dihapus pada UU. NO.42 Tahun 2009);
6) Perolehan BKP/JKP yang Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat(5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
7) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
8) Perolehan BKP atas JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan Pajak;
9) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukannya pemeriksaan; dan
10) Perolehan BKP sendiri barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (2a), yaitu: Bagi PKP yang belum
berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, PM
atas perolehan/impor barang modal dapat dikreditkan.
16 | P a g e
a. Pembelian tunai.
2) Retur pembelian ke PT.ABC seharga Rp. 2.000.000,- di buat nota retur PPN
Hutang Dagang Rp. 2.200.000,- (D)
Retur Pembelian Rp. 2.000.000,- (K)
PPN (PM-DDK) Rp. 200.000,- (K)
17 | P a g e
Potongan tunai 5% Rp. 1.150.000,-
Harga Neto Rp. 21.850.000,-
PPN Rp. 2.300.000,-
Dibayar Rp. 24.150.000,-
c. Pembelian kredit BKP dari PT.XYZ seharga Rp.60.000.000,- sampai akhir bulan
dibayar dan belum diterima FP.
d. Membayar uang muka atas pesanan mesin (barang modal) ke PT. GHI sebesar
Rp. 10.000.000,- FP sudah diterima, sampai a k h i r bulan mesin diterima.
e. Membeli (dibayar dengan uang kas) alat tulis kantor dari supermarket seharga
Rp. 1.100.000,- termasuk PPN dan diterima FP Sederhana (tidak dapat dikreditkan
dengan PK) dikapitalisasi pada harga perolehan ATK; PS.13(7) tentang FP Sederhana
dihapus pada UU. NO.42 Th.2009
f. Membeli BKP dari pengusaha kecil seharga Rp. 5.000.000,- tidak dikenakan PPN.
Pembelian Rp. 5.000.000,- (D)
BCA Rp. 5.000.000,- (K)
18 | P a g e
Rp.11.000.000,-
DipotongPPh-21=5%x50% Rp. 250.000,-
Dibayar Rp. 10.750.000,-
Tahun 2009 dipotong PPh Pasal 21 sebesar tarif PS.17(1a) UU. NO.36/2008
Profesional Fee Rp.10.000.000,- (D)
PPN (PM-DDK) Rp. 1.000.000,- (D)
Hutang PPH-21 Rp. 250.000,- (K)
BCA Rp.10.750.000,- (K)
1) Buka L/C ke BCA sebesar US.$.10,000.00 untuk impor barang dari XYZ Corporation
di Singapura, dengan syarat 40,60 Artinya: pada waktu buka L/C bayar 40%.
Kurs jual Bank perUS.$ Rp. 9.000,-
Uang muka import Rp. 36.000.000,- (D)
19 | P a g e
Bea masuk 20% Rp. 19.008.000,-
Nilai Impor Rp.114.048.000,-
PPN-lmpor (dibayar dengan SSP) 10% Rp. 1.404.800,-
PPh-22 Impor (dibayar dengan SSP) 2,5% Rp 2.851.200,
20 | P a g e
Harga Pokok Impor Rp.118.670.500,- (D)
Uang muka Rp. 92.050.000,- (K)
Komisi impor Rp. 112.500,- (K)
Bea Masuk Rp. 19.008.000,- (K)
Biaya Impor Rp. 7.500.000,- (K)
i. Membayar jasa konsultan ke WPLN dari negara yang sudah ada P3B (Tax Treaty),
seluruh pekerjaan jasa dilakukan di luar negeri dan WPLN menyerahkan Surat
Keterangan Domisili (SKD) sesuai dengan PER-61/PJ/2009 atas jasanya tidak
dipotong PPh Ps.26, apabila SKD tidak sesuai PER-61/PJ/2009 dipotong PPh
Ps.26 sebesar 20%. US.$.4,000.00. Kurs jual Bank per US.S, - Rp. 9,700,-. Kurs
Menteri Keuangan Rp. 9,600,-, perusahaan membeli USD; PPh Pasal 26 beban WPLN
Pemanfaatan JKP dari luar negeri, atau dari luar daerah pabean harus membayar
PPN dan disetor dengan SSP (dapat dikreditkan dengan PK), selain itu harus
memotong PPh Pasal 26 sebesar 20%, perhitungan pajak dengan Kurs Menteri
Keuangan, SSP-PPN Jasa LN tersebut sebagai FP-Standard.
Membayar Jasa Konsultan Luar Negeri
USD 3.200.00 XRp.9,700,- = Rp. 31.040,000,-
Hutang PPhPs.26 - 20% X 4.000.00 X Rp. 9.600,- Rp. 7.680.000,-
21 | P a g e
Hutang PPN. Jasa LN Rp.3.840.000,- (D)
BCA Rp. 11.320.000,-(K.)
22 | P a g e
Retur Penjualan Rp. 3.000.000,- (D)
PPN (PK-Nota Retur) Rp. 300.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 3.300.000,- (K)
3) Terima pelunasan dari PT. DEF potongan tunai 5%, FP langsung diberikan.
Perhitungan:
Harga barang semula Rp. 25.000.000,-
Retur penjualan Rp. 3.000.000,-
Rp.22.000.000,-
Potongan Tunai 5% Rp. 1.100.000,-
Harga Netto Rp.20.900.000,-
PPN 10% Rp 2.200.000,-
Penerimaan uang Rp.23.100.000,-
l. Diterima retur penjualan dari PT. DEF harga neto barang Rp, 1.000.000,- dan
diterima nota retur PPN sebesar Rp. 100.000,-.
Retur penjualan Rp.1.000.000,-(D)
PPN (PK-Nota Retur) Rp. 100.000,-(D)
BCA Rp. 1.100.000,-(K.)
m. Penjualan kredit kepada PT. KLM seharga Rp. 40,000.000,- sampai akhir bulan
belum dibayar dan dibuat FP.
Piutang Dagang Rp. 44.000.000,- (D)
Penjualan Rp.40.000.000,-(K)
PPN (PK) Rp. 4.000.000,-(K)
n. Diterima uang muka pesanan pembelian BKP sebesar Rp. 5.000.000,-
FP-Standard langsung dibuat.
BCA Rp.5.500.000,- (D)
Pesanan Penjualan Rp.5.000.000,- (K)
PPN (PK) Rp. 500.000,- (K)
23 | P a g e
o. Dipakai sendiri BKP, harga pokoknya Rp. 2.000.000,-, untuk diberikan kepada
pegawai, dibuat FP.
Pemberian natura Rp. 2.200.000,- (D)
Persediaan Barang Dagangan Rp. 2.000.000,- (K)
PPN(PK) Rp. 200.000,- (K)
p. Identitas pembeli tidak lengkap, misalnya tidak ada NPWP, tidak boleh dibuat FP
Standard sebagai gantinya dibuat FP sederhana
1) Penjualan kredit kepada Sdr. Aliwan tidak ada NPWP), BKP seharga
Rp.10.000.000,-, dibuat FP Sederhana
Piutang Dagang Rp. 11.000.000,- (D)
Penjualan Rp. 10.000.000.- (K)
PPN (PK) Rp. 1.000,000.- (K.)
2) Sdr Ali mengembalikan barang yang dibeli seharga Rpr 1.000.000,- tidak
dapat membuat nota retur dan tidak dapat mengurangi PPN.
Retur Penjualan Rp. 1.000.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 1.000.000,- (K)
3) Sdr. Ali melunasi dan diberikan potongan tunai Rp. 500.000,-. tidak dapat
mengurangi PPN, karena FP telah dibuat
BCA Rp. 9.500.000,- (D)
Potongan tunai Rp. 500.000,- (D)
Piutang Dagang Rp. 10.000.000,- (K)
q. Dijual tunai mesin seharga Rp. 25.000.000,-, mesin tersebut dibeli bulan Januari 2006
seharga Rp, 30,000.000.-. Nilai bukunya Rp. 22.500.000,- dan PM sebesar
Rp. 3.000.000,- telah dikreditkan dengan PK bulan Januari 2001 maka pada waktu
penjualan harus memungut PPN (SE-18/PJ. 15/1996) dan PS.16D UU PPN:
- Dibuat FP,
- Dibayar sendiri dengan SSP paling lambal tanggal 15 bulan berikutnya.
24 | P a g e
Keuntungan pengalihan harta Rp. 2.500.000,- (K)
s. Ekspor
Atas ekspor BKP dikenakan PPN = 0%
Ekspor BKP ke AS sebesar US. $ 20.000 Kurs beli Bank Rp.9.500,-
BCA Rp.190.000.000,- (D)
Hasil Ekspor Rp.190.000.000,- (K)
t. Mengirim BKP dari Kantor Pusat ke Cabang (yang belum mendapat izin
Sentralisasi PPN) terutang PPN, misalnya PT. ABC yang berkantor pusat di
Jakarta mengirim BK.P ke Cabang Surabaya dengan harga pokok Rp. 20.000.000,-.
KP Jakarta:
Cabang Surabaya Rp. 22.000.000,- (D)
Pengiriman Barang ke Cabang Rp. 20. 000.000,- (K)
PPN(PK) Rp. 2.000.000,- (K)
Cabang Surabaya:
Pengiriman Barang dari KP Rp.20,000.000,- (D)
PPN (PM-DDK) Rp. 2.000.000,- (D)
Kantor Pusat Rp.22.000.000,- (K)
25 | P a g e
u. Pengiriman barang konsinyasi untuk dijual sudah terutang PPN.
Contoh:
1) Mei PT. BUM1 INDAH (PKP) mengirim barang untuk dijualkan kepada PT.
MERBABU (PKP) harga pokok Rp.30.000.000,- untuk dijual
dengan harga Rp.40.000.000,-, komisi penjualan 10% pada waktu
pengiriman FP dibuat.
Barang Konsinyasi Rp. 30.000.000,- (D)
Piutang PPN Rp. 3.000.000,- (D)
PPN (PK) Rp. 3.000.000,- (K)
Persediaan Br. Dagangan Rp.30.000.000,-(K)
2) PT. MERBABU berhasil menjual barang dengan harga Rp. 39.000.000,- termasuk
PPN disetujui oleh PT. BUMI INDAH, dan PT. MERBABU mentransfer uang hasil
penjualan dengan perhitungan:
Harga jual Rp. 39.000.000--
Komisi penjualan 10% 3.900.000,-
Neto Rp. 35.100,000,-
PPN Rp. 3.000.000,-
Contoh:
26 | P a g e
Pada tanggal 1 Mei 2010.
PT. DWI KENCANA menjual alat-alat tulis kantor ke Departemen Keuangan
seharga Rp. 50.000.000,- belum termasuk PPN.
Jurnal
Piutang ke Pemerintah Rp. 55.000.000,- (D)
PPN –Pemungut Rp. 5.000.000,- (K)
Penjualan ke Pemerintah Rp.50.000.000,- (K)
Jurnal
BCA Rp.49.250.000,- (D)
PPh Dibayar Dimuka Rp. 750.000,- (D)
PPN-Pemungut Rp. 5.000.000,- (D)
Piutang ke Pemerintah Rp.55.000.000,- (K)
27 | P a g e
c. Pegawai wanita statusnya TK/0, kecuali menyerahkan Surat Keterangan dari
Camat bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan.
f. Imbalan kepada pegawai yang merupakan objek PPh Pasal 21 dan bukan
objek PPh-Pasal 21 telah dibahas sebelumnya.
i. Tunjangan PPh Pasal 21 tidak boleh lebih dari PPh Pasal 21 terutang.
j. PPh Pasal 21 dihitung perbulan, mulai tahun 2009 tidak ada SPT Tahunan
PPh Pasal 21; PPh Pasal 21 bulan Desember dihitung atas objek PPh Pasal 21
kumulatif selama setahun dikurangi PPh Pasal 21 yang sudah dipotong dan
disetorkan ke Kas Negara sampai dengan bulan Nopember; dihitung kumulatif untuk
pegawai dan bukan pegawai.
28 | P a g e
k. PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPhPasal 21 untuk setiap masa pajak
adalah pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan
terutangnya objek PPh Pasal 21.
l. PPh Pasal 21 untuk setiap bulan paling lambat disetorkan tgl 10 bulan
berikutnya dan SPT Masa PPh Pasal 21 dilaporkan ke KPP paling lambat tgl 20
bulan berikutnya.
m. Dalam hal suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran PPh Ps.21/Ps.26 oleh
Pemotong PPh Ps.21/26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21/Pasal 26 pada bulan berikutnya melalui SPT Masa PPh Pasal
21/Pasal 26.
n. Bukti potong PPh Ps.21 (1721A1) untuk pegawai diberikan pada bulan
Desember atau bulan berhenti atau pindah.
Contoh 1:
PT. ABC telah masuk Program Jamsostek membayar iuran jaminan kecelakaan
kerja (JKK) sebesar 0,89%, iuran jaminan kematian (JKM) sebesar 0,30% dan iuran
jaminan hari tua (JHT) sebesar 3,7%, pegawai membayar iuran JHT sebesar 2%.
Wantono status K/1 gaji perbulan Rp.3.000.000,- dan tunjangan kegiatan perbulan
Rp.1.000.000,-, mulai bekerja pada bulan Januari 2009.
29 | P a g e
Pada bulan September menerima THR sebesar Rp.3.000.000,- dan bulan Desember
2009 menerima bonus prestasi kerja sebesar Rp.5.000.000,-.
Penggantian pengobatan dari Januari s.d. Desember sebesar Rp.2.400.000,- belum
dikenakan PPh Pasal 21.
30 | P a g e
21. Nondeductible = 19-20 - 111.692 -
PER-22/PJ/2009 dan
PER-22/PJ/2009
PPh Ps.21 DTP 111.692 111.692 117.263
Menambah THP jadi 3.940.000 4.051.692 4.057.263
b. PEMBAYARAN GAJI
HUTANG GAJI D 3.828.308 3.940.000 3.940.000
BANK (KAS) K 3.828.308 3.940.000 3.940.000
d. BAYAR KE JAMSOSTEK
HUTANG JAMSOSTEK D 206.700 206.700 206.700
BANK (KAS) K 206.700 206.700 206.700
31 | P a g e
Tabel 2.3 Perhitungan PPh Pasal 21 WANTONO – Pegawai Tetap. PPh Pasal 21
Beban Pegawai yang bersangkutan.
32 | P a g e
Contoh 2:
Sdr. Bantolo (K/2) bekerja di PT. ABC sejak tahun 1990, Gaji bulan Januari 2009
sebesar Rp.2.500.000,- tunjangan perbulan Rp.800.000,-; pada tgl 30 Juni 2009
berhenti bekerja dapat pesangon Rp.30.000.000,-.
PPh Pasal 21 bulan Januari 2009.
33 | P a g e
Contoh 3: Pegawai pindah dalam tahun berjalan.
Sdr. CECEP (K/2) bekerja di PT. ABC Kantor Pusat Jakarta sejak awal th 2009
dengan gaji bruto perbulan sebesar Rp.10.000.000,-, perusahaan membayar iuran
pensiun kena Dana Pensiun yang sudah disahkan Menteri Keuangan sebesar 5%
dari gaji bruto dan pegawai membayar iuran pensiun sebesar 3% dari jumlah gaji
bruto.
Pada tgl 1 Juli 2009 dipindahkan ke Pabrik di Cibinong dengan gaji bruto
Rp.12.000.000,- perbulan dan bulan September 2009 diberikan THR sebesar
Rp.12.000.000,- langsung dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15% pada bulan
September.
34 | P a g e
Catatan:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 lainnya supaya dilihat pada Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No.PER-31/PJ/2009 dan pembahasannya
No.PER-57/PJ/2009.
Pabrik – di Cibinong
Gaji Juli s.d. Des. Rp. 72.000.000,-
Pengurangan:
Biaya Jabatan 5% max (3.000.000)
Iuran pensiun 3% (2.160.000)
Penghasilan Neto 6 bulan 66.840.000
Ph. Neto dari KP. Jakarta 55.200.000
Penghasilan Neto setahun 122.040.000
dikurangi PTKP (K/2) (19.800.000)
Penghasilan Kena Pajak setahun 102.240.000
PPh Pasal 21 setahun 10.336.000
PPh Pasal 21 KP. Jakarta (6 bulan) 4.295.000
PPh Pasal 21 – Cibinong (6 bulan) 6.041.000
PPh Pasal 21 perbulan di Cibinong 1.006.833
35 | P a g e
2. PPh Pasal 21 – WPOP bukan pegawai.
a. Pasal 3 huruf c PER.31/PJ/2009.
Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3) olahragawan;
4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator;
5) pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7) agen iklan;
8) pengawas atau pengelola proyek;
9) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10) petugas penjaja barang dagangan;
11) petugas dinas luar asuransi;
12) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
Contoh 1:
PT.ABC membayar jasa service komputer kepada Sdr. Budi (sudah ada NPWP)
sebesar Rp.5.000.000,-. PPh Pasal 21 = 5%x50%xRp.5.000.000,- =Rp.125.000,-.
Apabila belum punya NPWP, PPh Pasal 21=120%xRp.125.000,- = Rp.150.000,-
36 | P a g e
Contoh 2:
PT.ABC membayar jasa komisi penjualan sebesar Rp.250.000.000,- kepada
Sdr.Cecep sudah ada NPWP, PPh Pasal 21.
5%x50%xRp.100.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15%x50%xRp.150.000.000,- = Rp.11.250.000,-
= Rp.13.750.000,-
Contoh 2:
PT. ABC membayar jasa audit ke KAP-BUDIMAN bulan Januari 2009
Rp.50.000.000,-, bulan Maret Rp.100.000.000,-, bulan Juni 2009 Rp.200.000.000,-.
Bulan Profesional Dasar Pemotongan Tarif PPh21
Fee PPh Ps.21
Jan Rp. 50.000.000 Rp. 25.000.000 5% Rp. 1.250.000
Maret 50.000.000 25.000.000 5% 1.250.000
s.d Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
50.000.000 25.000.000 15% 3.750.000
Juni 200.000.000 100.000.000 15% 15.000.000
Rp. 350.000.000 Rp.175.000.000 Rp. 21.250.000
Apabila KAP – BUDI tidak ada NPWP, maka tarif PPh Pasal 21 sebesar 120% dari
tarif tersebut di atas.
Jasa Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas merupakan Jasa Kena
Pajak (JKP), apabila jumlah penghasilannya sudah diatas Rp.600.000.000,- setahun
sudah wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan atas penyerahan
jasanya terutang PPN sebesar 10% (sepuluh persen), kecuali jasa dokter bukan
merupakan JKP; kecuali penyerahannya jasanya di Kawasan Bebas (Batam,
Karimun, Bintan) tidak terutang PPN.
37 | P a g e
Apabila tenaga ahli tersebut dalam bentuk persekutuan (WP-Badan) atas
jasanya dipotong PPh-Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dengan syarat sudah ada
NPWP-WP Badan, tidak ada NPWP dipotong PPh Pasal 23 sebesar 4% (empat
persen).
Catatan:
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 kepada bukan pegawai yang lain supaya dilihat
pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-57/PJ/2009.
d. Peserta kegiatan.
Pasal 3 huruf c PER-31/PJ/2009
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
4) Peserta kegiatan lainnya.
Contoh:
PT. Kurnia Jaya membayar honor Penceramah Sdr. Diman sebesar Rp.5.000.000,-,
dipotong PPh Pasal 21sebesar 5% x Rp.5.000.000,- = Rp.250.000,-.
38 | P a g e
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang
sama;
2) Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai; atau
3) Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Contoh:
Arip Nugraha melakukan jasa perawatan AC kepada PT. Wahana Jaya dengan
imbalan Rp.10.000.000,00. Arip Nugraha mempergunakan tenaga 5 orang pekerja
dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp.180.000,00. Upah
harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar
Rp.4.500.000,00. Selain itu, Arip Nugraha membeli spare part AC yang dipakai untuk
perawatan AC sebesar Rp.1.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:
39 | P a g e
a) Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Arip Nugraha,
dapat diketahui bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus
dibayarkan kepada pekerja harian yang diperkerjakan oleh Arip Nugraha dan
biaya untuk membeli spare part AC, maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar
perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT. Wahana Jaya atas
imbalan yang diberikan kepada Arip Nugraha adalah sebesar imbalan bruto
dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang diperkerjakan Arip Nugraha dan
biaya spare part AC, sebagaimana dalam contoh adalah sebesar:
Rp.10.000.000,00 – Rp. 4.500.000,00 – Rp. 1.000.000,00 = Rp. 4.500.000,00.
PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT. Wahana Jaya atas penghasilan yang
diterima Arip Nugraha adalah sebesar:
5% x 50% x Rp. 4.500.000,00 = Rp. 112.500,00
Dalam hal Arip Nugraha tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong oleh PT Wahana Jaya menjadi:
5% x 120% x 50% x Rp. 4.500.000,00 = Rp. 135.000,00.
b) Dalam hal PT. Wahana Jaya tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian
yang dilakukan atau dokumen yang diberikan oleh Arip Nugraha mengenai upah
yang harus dikeluarkan Arip Nugraha atau pembelian material/bahan, PPh Pasal
21 yang harus dipotong PT. Wahana Jaya adalah jumlah sebesar:
5% x 50% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 250.000,00.
Dalam hal Arip Nugraha tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus
dipotong oleh PT. Wahana Jaya menjadi:
5% x 120% x 50% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 300.000,00.
Catatan:
Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong
PPh Pasal 21 oleh Arip Nugraha.
40 | P a g e
Biaya Jabatan. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp.150.000,00 (seratus lima
puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah).
41 | P a g e
4. Expatriate (Karyawan Asing)
Expatriate yang datang ke Indonesia sebelum mencapai 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, dapat dikenakan PPh-Pasal 26 sebesar 20% dari
penghasilan bruto; setelah lebih 183 hari dihitung PPh Pasal 21 sejak datang,
dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 apabila terdapat kekurangan tidak
dikenakan sanksi bunga.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP-173/PJ/2002, m.b.1-1-2002
(tahun pajak 2002). Pedoman standar gaji karyawan asing digunakan dalam hal:
a. Terdapat petunjuk bahwa pembukuan WP tidak benar sehingga tidak dapat
dihitung besarnya pajak yang seharusnya terutang.
b. Diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa terdapat pembayaran gaji karyawan
asing yang tidak seluruhnya dibukukan untuk pelunasan PPh Pasal 21/26.
c. Pemeriksaan tidak mendapatkan data yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah gaji karyawan asing dalam rangka penetapan jumlah PPh Pasal 21/26
yang terutang.
Standar gaji karyawan asing adalah jumlah penghasilan bruto satu bulan,
termasuk tunjangan perumahan, tunjangan kendaraan, tunjangan pajak dan
tunjangan lainnya, dalam kontrak kerja dengan tenaga kerja asing:
a. Dibuat Kontrak kerja yang jelas yang menyebutkan jumlah gaji, fasilitas yang
diberikan (perumahan, kendaraan, PPh, dsb).
b. Sebelum mencapai 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dipotong PPh Pasal
26 sebesar 20% dari jumlah bruto, setelah lebih dari 183 hari dihitung kembali
PPh Pasal 21 sejak datang, PPh Pasal 26 yang telah dipotong dapat dikreditkan
dan apabila terjadi kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga.
c. Besarnya Tunjangan PPh-Pasal 21 untuk Expatriate th.2001 s.d. 2008 kurang
lebih antara 29% s.d. 32% dari jumlah bruto, untuk tahun 2009 antara 23% s.d.
27% dari penghasilan bruto. Apabila jumlah gaji yang dibayar (take home pay)
masih dibawah standar gaji, fringe benefit (natura dan kenikmatan) supaya
diberikan dalam bentuk tunjangan, dan diberikan tunjangan PPh Pasal 21.
42 | P a g e
Tabel 2.4 Perhitungan PPh-Pasal 21 Expatriate Tahun 2009
Contoh:
MR. SMITH (WNA) datang di Indonesia tanggal 25 Maret 2009 berniat tinggal di
Indonesia selama 3 tahun untuk menjadi
Manajer di PT.ABC dengan syarat dalam kontrak:
a. Mulai bekerja 1 April 2009.
b. Take Home Pay perbulan USD 6.000,-
c. Apartemen, Kendaraan, dan PPh Ps.21/26 ditanggung oleh PT. ABC dan
dinyatakan dalam bentuk tunjangan.
Status Mr. Smith pada waktu datang di Indonesia adalah satu isteri dan satu anak
(K/1), PT.ABC langsung menghitung PPh Pasal 21.
43 | P a g e
Kewajiban Subjektif Mr. SMITH sebagai WP tgl 25 Maret 2009 dan PTKP dihitung
pada saat kewajiban subjektif timbul, untuk perhitungan PPh Pasal 21 PT.ABC
menggunakan kurs per USD sebesar Rp.10.000,-, seharusnya berdasarkan Kurs MK
pada tiap-tiap akhir bulan.
Apartemen, Kendaraan, Premi Asuransi Kesehatan, perbulan sebesar
Rp.15.000.000,-.
Tunjangan PPh Pasal 21 diperhitungkan Rp.25.000.000,- perbulan, kekurangan atau
kelebihannya akan diperhitungkan pada akhir tahun.
Standard Gaji perbulan USD 10,000.
Perhitungan PPh Ps.21 perbulan mulai April 2009 MR. SMITH (K/1)
Gaji USD 6.000 x Rp.10.000,- Rp. 60.000.000
Tunjangan Apartemen.Kend. 15.000.000
Tunjangan PPh Ps.21 25.000.000
Ph. Bruto Rp. 100.000.000
Biaya Jabatan 5% max (500.000)
Ph. Neto sebulan 99.500.000
Ph. Neto setahun Rp. 1.194.000.000
PTKP (K/1) (18.480.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.175.520.000
PPh Ps.21 setahun:
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
15% x 200.000.000 30.000.000
25% x 250.000.000 67.500.000
s.d. Rp. 500.000.000 Rp. 95.000.000
30% x 675.520.000 202.656.000
PPh Ps.21 setahun Rp. 297.656.000
PPh Ps.21 sebulan 24.804.667
Pada bulan Desember 2009 diberikan bonus sebesar USD10.000,- kurs MK per USD
= Rp.10.500,- dan tunjangan PPh Ps.21 atas bonus sebesar Rp.45.000.000,-.
Jumlah pembayaran gaji s.d. Desember 2009 sebesar USD 54.000 dihitung dengan
kurs MK pada tiap-tiap waktu bulan Rp.550.000.000,-
44 | P a g e
Apartemen, Kendaraan dan premi asuransi kesehatan yang dibayar perusahaan s.d.
Desember 2009 sebesar Rp.147.500.000,- dinyatakan dalam bentuk tunjangan.
45 | P a g e
Sudah dibayar s/d Nop
8 x Rp.24.804.667 198.437.336,-
Kurang Bayar Rp. 76.554.664,-
5. Tarif PPh pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua (JHT) dan jaminan hari tua (JHT) yang
dibayarkan sekaligus.
PP No.68 Tahun 2009, m.b. 16 November 2009.
a. Pengertian.
1) Pegawai adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan berupa
uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua
yang dibayarkan sekaligus.
2) Uang Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan
hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak.
3) Uang manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang
dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana
Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4) THT adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
THT kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
46 | P a g e
5) JHT adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka
waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.
6) Pengelolan Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang ditunjuk oleh
pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon yang selanjutnya membayarkan
Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
7) Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja,
Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua.
b. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, THT atau JHT yang dibayarkan sekaligus dikenai
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final; dianggap dibayarkan sekaligus
dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun kalender.
c. Pengalihan.
Pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai dapat dilakukan secara
langsung oleh pemberi kerja atau dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon
Tenaga Kerja:
1) Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak
atas Uang Pesangon dan pemotongan PPh Ps.21 Final dilakukan oleh Pemberi
Kerja pada saat pengalihan uang pesangon.
2) Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau
berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap
belum menerima hak atas Uang Pesangon, Pemberi Kerja tidak melakukan
pemotongan PPh Ps.21 Final pada saat pengalihan pesangon, Pemotongan PPh
Ps.21 Final dilakukan oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pada saat
pembayaran Uang Pesangon kepada pegawai.
47 | P a g e
3) Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan
asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup,
Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat
Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
Pemotongan PPh Ps.21 Final dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau
Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
e. Tarif PPh Pasal 21 Final atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT,
JHT:
1) Sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
2) Sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp.50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
g. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang
berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, JHT. Bukti
48 | P a g e
pemotongan PPh Ps.21 wajib dibuat meskipun jumlah PPh Ps.21 yang terutang
pajak nihil, karena dikenai tarif 0%.
Contoh:
1) Penghasilan bruto (jumlah uang pesangon) Rp.175.000.000,00
PPh Pasal 21 terutang:
0% x Rp.50.000.000,00 = Rp. 0,00
5% x Rp.50.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
15% x Rp.75.000.000,00 = Rp.11.250.000,00
Rp.13.750.000,00
2) Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas dilakukan
dalam beberapa kali pembayaran, misalnya:
a. Bulan Desember 2009 = Rp. 50.000.000,00
b. Bulan April 2010 = Rp.125.000.000,00
Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada jumlah
pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu sebesar Rp.175.000.000,00.
PPh Ps.21 Final - Des.2009 = 0% x Rp.50.000.000,- = 0 (NIHIL)
PPh Ps.21 Final – April 2010 = 5% x Rp.50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15% x Rp.75.000.000,- = Rp.11.250.000,-
Jumlah PPh Ps.21 Final yang harus dipotong = Rp.13.750.000,-
Contoh:
1) Perhitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran JHT
yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp.150.000.000,00 adalah:
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang:
0% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 0,00
5% x Rp.100.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
Jumlah PPh Ps.21 Final Rp. 5.000.000,00
2) Dalam hal jumlah pembayaran uang JHT tersebut di atas dibayarkan dalam
beberapa kali pembayaran, misalnya:
49 | P a g e
Bulan Desember 2009 sebesar Rp. 50.000.000,00
Bulan Februari 2010 sebesar Rp.100.000.000,00
Contoh:
Misalkan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT atau JHT yang
seharusnya dilakukan sekaligus, namun masih dilakukan bagian pembayaran pada
tahun ketiga sebesar Rp.50.000.000,00, jika kepada Wajib Pajak orang pribadi yang
bersangkutan dalam tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan menerapkan tarif Pasal
17 ayat (1) huruf a UU. No.36 Th.2008 atas jumlah bruto tersebut yaitu sebesar 5% x
Rp.50.000.000,00 = Rp.2.500.000,00; apabila Penerima Penghasilan tidak
mempunyai NPWP maka PPh Ps.21 sebesar 120% x 5% x Rp.50.000.000,- =
Rp.3.000.000,-.
50 | P a g e
b. Dipotong PPh Pasal 23 dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, sebesar:
- 2% (dua persen) bagi yang punya NPWP;
- 4% (empat persen) bagi yang tidak punya NPWP.
1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, misalnya:
sewa mesin, sewa kendaraan, sewa alat-alat berat dan sebagainya; kecuali sewa
tanah/bangunan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% (sepuluh
persen) dari jumlah bruto.
2) Jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Ps.21.
3) Jenis jasa lain terdiri dari:
a) Jasa penilai (appraisal);
b) Jasa aktuaris;
c) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d) Jasa perancang (desing);
e) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
f) Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
migas;
h) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i) Jasa penebangan hutan;
j) Jasa pengolahan limbah;
k) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l) Jasa perantara dan/atau keagenan;
m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan
oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n) Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p) Jasa mixing film;
q) Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
51 | P a g e
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
s) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi
dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
t) Jasa maklon;
u) Jasa penyelidikan dan keamanan;
v) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w) Jasa pengepakan;
x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
y) Jasa pembasmian hama;
z) Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa) Jasa catering atau tata boga.
Penjelasan atau rincian jasa lain supaya dilihat pada Peraturan MKRI
No.244/PMK.03/2008.
52 | P a g e
b) Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor.
4) Dihapus: (bunga obligasi ke Reksa Dana);
5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari CV, Firma, Persekutuan,
Perkumpulan dan Kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
6) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
7) Dihapus (bunga simpanan koperasi);
8) Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atau jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyaluran pinjaman dan/atau pembiayaan
yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
53 | P a g e
SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 4(2) dilakukan perbulan dan tidak ada
SPT Tahunannya. Pemotongan PPh-pihak lain terutang pada bulan terutang atau
dibayarkannya obyek pemotongan, mana yang lebih dulu (PP.138/2000). Biaya yang
dilaporkan dalam SPT PPh Badan atau yang terdapat dalam Laporan Rugi-Laba
yang dilampirkan dalam SPT PPh Badan, ada yang merupakan obyek pemotongan
PPh-pihak lain. Pembayaran dividen merupakan obyek PPh Ps.23/26. Biaya jasa
yang dibayarkan ke orang Pribadi yang bukan pegawai, pada umumnya dipotong
PPh Pasal 21 dimasukkan dalam Formulir 1721 B.
Biaya jasa ke WPDN dibedakan antara yang terutang PPN dan tidak terutang
PPN serta yang merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh Pihak lain (PPh Ps.
21, PPh Ps. 23, PPh Ps. 4 (2) Final) dan yang bukan. Walaupun jasanya merupakan
Jasa Kena Pajak (JKP) kalau pemberi jasa masih termasuk pengusaha kecil tidak
terutang PPN. Objek PPh Pasal 23 tidak ada batas minimal yang tidak dipotong PPh
Berdasarkan Pasal 4 huruf c jo Pasal 1 angka 14 dan angka 15 UU PPN
1984, suatu kegiatan penyerahan jasa dapat dikenakan PPN sepanjang memenuhi
unsur-unsur:
a. Penyerahan JKP;
b. Di dalam Daerah Pabean;
c. Dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;
d. Penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 jo Pasal 5 PP Nomor 144
Tahun 2000, jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa dibidang:
a. Pelayanan kesehatan medik;
b. Pelayanan sosial;
c. Pengiriman surat dengan perangko;
d. Perbankan, asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Keagamaan;
f. Pendidikan;
g. Kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan;
h. Penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. Angkutan umum didarat dan diair;
j. Tenaga kerja;
k. Perhotelan; dan
54 | P a g e
l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
Rincian jenis jasa tidak kena PPN, lihat Penjelasan UU No.42. Tahun 2009.
Contoh 1:
PT. ABC (PKP) PT. DEF (PKP)
Pada waktu pembayaran, memotong PPh Pasal 23 dan memberikan Bukti Potong
PPh Pasal 23 kepada PT. ABC.
55 | P a g e
Utang PPh Pasal 23 K Rp. 2.000.000,-
Bank K 108.000.000,-
Objek PPh-Pasal 23 sebesar Rp.100.000.000,- sama dengan DPP-PPN sebesar
Rp.100.000.000,-. Pasal 33 UU. No.16 Tahun 2000 tentang tanggung renteng PPN,
dihapus pada UU. No.28 Tahun 2000; oleh karena itu bagi pengguna JKP atau
pembeli BKP tidak dapat dikenakan PPN apabila pemberi JKP atau penjual BKP
tidak memungut PPN sampai dengan 31 Maret 2010; mulai 1 April 2010 berlaku bagi
tanggung-renteng PPN berdasarkan Pasal 16F UU No.42 Th.2009.
Walaupun jasanya termasuk JKP tetapi dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak
terutang PPN.
Contoh 2:
PT. Bunga Rampai menerima tagihan dan membayar jasa konsultan (pengusaha
kecil).
Jasa konsultan (NPWP) = Rp. 10.000.000,-
PN – JASA – tidak terutang -
Jumlah tagihan Rp. 10.000.000,-
PPh-Pasal 23 = 2% 200.000,-
Dibayar Rp. 9.800.000,-
Jurnal PT. Bunga Rampai.
Pada waktu terima tagihan:
Biaya Jasa D Rp. 10.000.000,-
Utang Jasa K Rp. 10.000.000,-
Pada waktu pembayaran, melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dan memberi Bukti
Potong PPh Pasal 23.
Utang Jasa D Rp.10.000.000,-
Bank K Rp. 9.800.000,-
Utang PPh Pasal 23 K Rp. 200.000,-
Berdasarkan Peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010, Pengusaha Kecil adalah
pengusaha yang menyerahkan BKP dan atau JKP dalam satu tahun buku
memperoleh jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari
Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak berubah sejak tahun 2004.
56 | P a g e
Jasa yang merupakan objek PPh Pasal 23 tapi bukan JKP atau tidak terutang PPN,
misalnya jasa penyedia tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
b. Negara domisili dari WPLN selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia adalah Negara tempat tinggal atau tempat
kedudukan WPLN yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner).
57 | P a g e
e. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai tariff P3B
kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
NO.257/PMK.03/2008.
g. Equalisasi dan Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 26, PPN Jasa Luar Negeri dan
SPT Tahunan PPh WP Badan.
Biaya Jasa yang dibayarkan ke WPLN dibedakan antara WPLN yang berasal dari
negara yang sudah ada P3B dengan Indonesia dan yang belum ada P3B, serta
dibedakan antara jasa yang terutang PPN dan yang tidak terutang PPN.
1) Biaya jasa ke WPLN dari WPLN yang belum ada P3B dengan Indonesia,
dipotong PPh Ps. 26 sebesar 20% dari jumlah bruto, walaupun seluruh
pekerjaan di lakukan di L.N.
2) SE.03/PJ.101/1996, SE-05/PJ.10/2000, SE-04/PJ.34/2005, berlaku s.d. 31 Des.
2009.
Biaya jasa ke WPLN dari WPLN yang sudah ada P3B dengan Indonesia:
- Seluruh pekerjaan dilakukan di L.N. atau dilakukan di Indonesia kurang dari
time test (rata-rata minimal 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan), dengan
surat keterangan Domisili dari Tax Office Negara yang bersangkutan dapat,
tidak dipotong PPh Pasal 26 maupun PPh Ps. 23; untuk jelasnya supaya
dilihat P3B dengan negara yang bersangkutan.
58 | P a g e
- Pekerjaan dilakukan di Indonesia sudah melebihi time test sudah merupakan
BUT, apabila sudah ada NPWP dipotong PPhPs.23 sesuai tarif yang berlaku,
apabila belum ada NPWP dipotong PPh Ps.23 dua kali tarif yang berlaku.
3) KEP-05/PJ/1994 berlaku s.d. 31 Maret 2010, Biaya jasa ke WPLN yang jasanya
merupakan JKP, apabila dimanfaatkan di Indonesia termasuk dikawasan Berikat
terutang PPN 10%, yang harus dibayar oleh perusahaan Indonesia; dalam SSP:
NPWP ditulis: 0.000.000.XXX.000 (xxx-kode KPP dimana perusahaan
berdomisili):
- Nama dan alamat WP ditulis nama dan alamat WPLN (perusahaan luar
negeri) yang memberikan jasa atau yang menerima penghasilan dari
Indonesia.
- Merupakan PM-DDK (Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan pajak
keluaran) bagi perusahan yang merupakan PKP.
- Merupakan PM-TDDK (PM tidak dapat dikreditkan dengan PK), bagi
perusahaan yang bukan PKP, misalnya: Bank, Hotel, Asuransi, Rumah sakit
dsb.
Pemanfaatan barang tidak berwujud dari luar negeri juga terutang PPN sebesar
10% yang tatacaranya seperti tersebut diatas.
4) Biaya jasa LN yang dibayar dalam valuta asing, dirupiahkan dengan Kurs
Menteri Keuangan pada akhir bulan terutangnya atau kurs M.K pada tanggal
pembayaran mana yang lebih dulu untuk pemotongan PPh Pasal 26; untuk PPN
Kurs Menteri keuangan pada waktu pembayaran.
5) Pembayaran jasa keluar negeri atau pemanfaatan barang tidak berwujud dari
luar daerah pabean yang merupakan objek PPh Pasal 26 tetapi tidak terutang
PPN, adalah: dividen, bunga dan branch profit tax.
Contoh 1:
BCA (Bukan PKP) membayar jasa Konsultan (JKP) ke XYZ-Corp. di Singapura,
seluruh pekerjaan dikerjakan di Indonesia kurang dari time test, besarnya Fee
SGD 20.000,- Kurs MK per SGD = Rp.5000,- XYZ-Corp. menyerahkan surat
keterangan Domisili dari Tax Office Singapura, BCA tidak memotong PPh Pasal
26, BCA membayar PPN-Jasa LN sebesar 10% = Rp.10.000.000,-
59 | P a g e
Jurnal BCA (Pembukuan Rupiah )
Pada waktu terima tagihan.
Biaya Jasa D Rp.100.000.000,-
Utang Jasa K Rp.100.000.000,-
Pada waktu membayar jasa keluar negeri:
Utang Jasa D Rp.100.000.000,-
Bank K Rp.100.000.000,-
Pada waktu membayar PPN jasa luar negeri ke Bank Persepsi dengan
menggunakan SSP, tidak dapat dikreditkan karena bukan PKP.
Biaya PPN Jasa LN D Rp.10.000.000,-
Bank K Rp.10.000.000,-
Contoh 2:
PT. KLM (PKP) membayar royalty (barang tidak berwujud) ke Jepang tahun
2004 sebesar USD. 100,000.- kurs Menteri Keuangan Rp.9.000,-, merupakan
pemanfaatan barang tidak berwujud.
- PT. KLM memotong PPh Pasal 26 berdasarkan tarif dalam P3B sebesar =
10% = Rp. 90.000.000,-
- PT.KLM membayar PPN-Jasa LN sebesar 10% = Rp.90.000.000,-
merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK.
Jurnal PT. KLM (PKP)-Pembukuan Rupiah.
Pada waktu terima tagihan.
Biaya Royalti D Rp.90.000.000,-
Utang Biaya Royalti K Rp.90.000.000,-
Pada waktu membayar royalti ke luar negeri, memotong PPh Pasal 26 dan
menghitung PPN Jasa Luar Negeri.
Utang Biaya Royalti D Rp.900.000.000,-
PPN (PM. DDK) D 90.000.000,-
Utang PPh Pasal 26 K 90.000.000,-
Utang PPN Jasa LN K 90.000.000,-
Bank K 810.000.000,-
60 | P a g e
Pada waktu membayar PPh Pasal 26 dan PPN Jasa LN ke Bank Persepsi.
Utang PPh Pasal 26 D Rp. 90.000.000,-
Utang PPN Jasa LN D 90.000.000,-
Bank K 180.000.000,-
6) SE-04/PJ.34/2005.
WPLN yang dapat menikmati penguranngan tarif PPh Pasal 26 apabila WPLN
tersebut merupakan beneficial owner dari penghasilan berupa deviden, bunga
dan royalti.
Beneficial owner adalah pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa
deviden, bunga, royalti baik WPOP maupun WP Badan, yang berhak
sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan tersebut.
Special purpose vehicles dalam bentuk conduit company, paper box company,
pass through company dan sejenisnya tidak termasuk pengertian beneficial
owner, oleh karena itu dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh
persen).
7) Mulai 1 Januari 2010 untuk Surat Keterangan Domisili berlaku Peraturan Dir.
Jend. Pajak NO:
- PER-61/PJ/2009 Tatacara Penerapan P3B dan Perubahannya.
- PER-62/PJ/2009 Pencegahan Penyalahgunaan P3B.
8) Peraturan MKRI No.40/PMK.03/2010.
Tatacara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPN atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean.
a) PPN sebesar 10% (Sepuluh persen) dikalikan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan, jika dalam jumlah tersebut tidak termasuk PPN;
atau sebesar 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) jika dalam jumlah
tersebut sudah termasuk PPN.
b) Saat terutangnya PPN pada saat dimulainya pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean; adalah saat yang diketahui terjadi
lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa:
- Secara nyata digunakan;
- Saat dinyatakan sebagai utang;
61 | P a g e
- Saat ditagih;
- Saat dibayar sebagian atau seluruhnya.
Apabila hal-hal tersebut tidak diketahui, adalah tanggal kontrak atau
perjanjian ditanda tangani atau saat lain yang ditetapkan oleh Dir. Jend.
Pajak.
c) PPN yang terutang wajib dipungut dan disetorkan ke Kas Negara dengan
menggunakan SSP:
- Nama WP dan Alamat WP diisi nama dan alamat orang pribadi atau
badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah
Pabean yang menyerahkan BKP Tidak Berwujud/JKP;
- NPWP diisi dengan angka o (nol), kecuali untuk kode KPP diisi kode
KPP dari Pihak yang memanfaatkan JKP/BKP Tidak Berwujud;
- WP/Penyetor diisi nama, NPWP Pihak yang memanfaatkan JKP/BKP
Tidak Berwujud.
d) Disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos paling
lama tgl 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya PPN, terlambat
dikenai sanksi bunga.
e) Bagi PKP, PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN
diperlakukan sebagai Laporan Pemungutan PPN atas Pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud/JKP dari luar Daerah Pabean.
f) Bagi Bukan PKP (misalnya Bank, Rumah Sakit, Persh. Asuransi, Hotel
dsb), wajib melaporkan PPN yang telah disetor tersebut dengan
menggunakan SSP lembar ke 3 ke KPP paling lama pada akhir bulan
berikutnya setelah saat terutangnya PPN.
Catatan:
Tarif PPh Pasal 26 berdasarkan P3B supaya dilihat pada Resume P3B.
62 | P a g e
memberi bukti potong kepada Penyedia Jasa konstruksi, dari jumlah bruto termasuk
harga bahan sebesar:
- 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
- 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
- 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam (no.1 dan no.2) atau
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah dan besar;
- 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memliliki kualifikasi usaha;
dan
- 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
b. Usaha Jasa konstruksi termasuk jasa kena pajak (JKP), atas penyerahan
jasa konstruksi terutang PPN sebesar 10% harga bruto termasuk harga
bahan/material; kecuali yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak terutang PPN.
Kriteria Pengusaha Kecil berdasarkan Peraturan MKRI No.68/PMK.03/2010 adalah
jumlah peredaran (omset) satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta
rupiah). Pengusaha Jasa Konstruksi (Kontraktor) yang jumlah peredaran satu tahun
atau jumlah nilai kontrak satu tahun sudah Rp.600.000.000,- keatas, wajib
melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Setelah dikukuhkan sebagai PKP, setiap mengajukan tagihan termin
ditambah PPN sebesar 10% dan membuat Faktur Pajak.
Contoh Kontraktor
PT. JASA KONSTRUKSI (Sertifikasi Menengah) mengadakan kontrak pembangunan
gedung sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan PT.ABC (PKP).
Beli Besi Rp.100.000.000,- dari Pabrik dikenakan PPN sebesar Rp.10.000.000,- dan
Beli Semen dari Pabrik sebesar Rp.250.000.000,- dikenakan PPN sebesar
Rp.25.000.000,-; PPN yang dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran dengan Syarat ada Faktur Pajak Standar dari
Penjual Besi/Semen.
63 | P a g e
Tagihan I sebesar Rp.1.000.000.000,-
PPN 10% 100.000.000,-
Jumlah Tagihan Rp.1.100.000.000,-
PT.ABC memotong
PPh Ps. 4(2) sebesar 3% 30.000.000,-
Dibayar/diterima Rp.1.070.000.000,-
Jurnal PT.ABC
Pada waktu menerima tagihan:
Proyek Dalam Proses D Rp.1.000.000.000,-
PPN (PM-DDK) D 100.000.000,-
Utang Usaha K 1.100.000.000,-
64 | P a g e
Bank K 1.070.000.000,-
Contoh:
PT. DWIJAYA (PKP) membayar biaya angkutan darat dari Jakarta ke Surabaya
sebesar Rp.10.000.000,- untuk mengangkut barang hasil produksi ke CV. MAJU
(PKP).
65 | P a g e
3. Biaya transportasi dengan kapal laut dan pesawat udara.
a. Pelayaran dalam negeri.
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.416/KMK.04/1996, SE-29/PJ.4/1996.
WP Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal atau
badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha
pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun diluar negeri
atau dengan kapal pihak lain. Atas penghasilan dari pengangkutan orang dan barang
bagi WP perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh sebesar 1,2% (satu
koma dua persen) dari peredaran bruto bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan barang
yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan sebaliknya. Apabila WP Badan mengangkut
barang dengan kapal yang merupakan pelayaran dalam negeri wajib memotong
PPh-Final sebesar 1,2% dari jumlah bruto.
66 | P a g e
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh berdasarkan charter dari pengangkutan
orang atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan di luar negeri.
Besarnya PPh adalah 1,8% (satu koma delapan persen) dari peredaran
bruto; merupakan kredit pajak (tidak final).
Apabila WP Badan melakukan charter penerbangan dalam negeri, wajib memotong
PPh-Pasal 23 sebesar 1,8% (satu koma delapan persen).
4. Biaya sewa.
Biaya sewa terdiri dari sewa tanah dan atau bangunan, sewa kendaraan
angkutan darat, sewa harta selain tanah bangunan dan kendaraan angkutan darat,
termasuk charter kapal, charter pesawat, charter kendaraan; berkaitan dengan
kewajiban memotong PPh-Pasal 4(2) final atau PPh Pasal 23, PPh Pasal 15.
67 | P a g e
b. Sewa harta selain tanah/bangunan.
Pasal 23 ayat (3)c UU. No.36 tahun 2008, atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta kecuali tanah atau bangunan, dipotong PPh
Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007, mulai berlaku 9 April
2007 s.d. 31 Des.2008.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (selain
kendaraan angkutan darat dan tanah dan atau bangunan), untuk jangka waktu
tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, dipotong
PPh Pasal 23 sebesar 4,5% (empat setengah persen) dari jumlah bruto tidak
termasuk PPN (sebelumnya sebesar 6%).
Sewa atau carter kendaraan angkutan darat, kapal atau pesawat dalam
negeri maupun luar negeri, telah dibahas dalam Biaya Transportasi tersebut diatas,
kemungkinan WP melaporkan dalam Biaya Sewa.
c. Dilakukan equalisasi dan rekonsiliasi antara Biaya Sewa menurut SPT Tahunan
PPh WP Badan dengan SPT Masa PPh Pasal 23, SPT Masa PPh Pasal 4(2),
SPT Masa PPh Ps.15.
d. Sewa terutang PPN sebesar 10%, kecuali yang menyewakan masih termasuk
pengusaha kecil (omset 1 tahun < Rp.600.000.000,-) dan jasa dibidang angkutan
umum didarat dan air baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta.
68 | P a g e
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diberikan contoh:
PT. A (distributor) meminjam uang sebesar Rp.10.000.000.000,- untuk membeli
saham (setoran modal) sebesar 25% dari modal yang ditempatkan PT.B (pabrikan)
seharga Rp.10.000.000.000,-
Bunga tahun 2001 sebesar 20 % = Rp.2.000.000.000,- tidak dapat dikurangkan
sebagai biaya, tetapi dapat dikapitalisasi pada harga perolehan saham PT. B
menjadi Rp.12.000.000.000,-
SE.46/PJ.04/1995, 5-10-1995
Perlakuan biaya bunga apabila WP menerima bunga deposito/tabungan yang
dikenakan PPh-Final:
Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besar atau lebih kecil dari jumlah rata-
rata dana yang ditempatkan sebagai deposito/tabungan, maka seluruh biaya
bunga tidak dapat dibebankan (non deductible).
Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan dalam deposito/tabungan, maka seluruh biaya bunga yang dapat
dikurangkan adalah biaya bunga rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-
rata deposito/tabungan.
Contoh:
Tingkat bunga pinjaman 20%
Rata-rata pinjaman perbulan Rp. 150.000.000,-
Rata-rata deposito perbulan Rp. 40.000.000,-
Beban Bunga komersial Rp. 30.000.000,-
yang dapat dikurangkan 20% X Rp.110.000.000,- Rp. 22.000.000,-
Koreksi fiskal positif Rp. 8.000.000,-
Biaya bunga atas pinjaman untuk membangun bangunan, dikapitalisasi ke harga
perolehan bangunan.
Pasal 23 ayat (1) a 2, UU. No.36 Tahun 2008, atas pembayaran atau
terutangnya bunga pinjaman ke WPDN atau BUT dipotong PPh Pasal 23 sebesar
15% (lima belas persen), kecuali bunga yang dibayarkan ke Bank dan Sewa Guna
Usaha dengan hak opsi.
Pasal 26 ayat (1) b atas pembayaran atau terutangnya bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
69 | P a g e
ke WPLN selain BUT dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen),
kecuali WPLN tersebut menyerahkan Surat Keterangan Domisili dari negara P3B,
dipotong PPh Pasal 26 sesuai tarif P3B.
70 | P a g e
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut diatas.
g. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU. No.36 Tahun 2008 dan perubahannya, biaya royalti
merupakan biaya yang dapat dikurangkan.
Pasal 23 ayat (1) angka 3 UU. No.36 Tahun 2008, WP Badan yang
membayar royalti ke WPDN wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas
persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; akuntansinya dibahas dalam Bab IV.
Pasal 26 ayat (1) huruf c UU. No.36 Tahun 2008, semua WP yang membayar
royalti ke WPLN, wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen)
atau sesuai tarif P3B dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Royalti termasuk barang tidak berwujud kena pajak terutang PPN sebesar
10% termasuk royalti yang dibayar ke WPLN
Contoh:
PT. XYZ Indonesia pada tahun 2007 membayar royalti ke PT. XYZ Corporation di
USA sebesar USD 100.000 kurs MK sebesar Rp. 9.000. PT. XYZ wajib memotong
PPh Pasal 26 sesuai tarif P3B yaitu 10% X Rp. 900.000.000,- = Rp. 90.000.000,-
dan wajib membayar PPN Jasa Luar Negeri sebesar Rp. 90.000.000,- yang
merupakan PM yang dapat dikreditkan dengan PK; akuntansinnya dibahas dalam
Bab 5.
RANGKUM AN
71 | P a g e
LATIHAN.
1. Buat perhitungan perbulan (PK&PM) dan jurnal atas transaksi berikut ini:
a. Pada tanggal 5 Mei 2010 PT. ABC menjual barang dagangan secara kredit
kepada PT. Setia Abadi, harga barang Rp. 100.000.000,- belum termasuk PPN.
Pada tanggal 30 Maret 2010 PT. Setia Abadi melunasi diberikan potongan
tunai 5%.
b. Pada tanggal 10 Mei 2010 PT. ABC membeli barang dagangan secara kredit
dan PT. WINDU KENCANA. harga barang Rp. 80.000.000,- belum termasuk
PPN. Pada tanggal 5 Juni 2010, dilunasi diberikan potongan tunai 7,5%.
c. Pada Tanggal 3 Mei 2010 PT. ABC menjual barang dagangan secara krediT
ke PT. REJEKI seharga Rp. 90.000.000,- belum termasuk PPN. Pada tanggal 10
Juni 2010 dibayar tunas tidak diberikan potongan tunai.
d. Pada tanggal 12 Mei 2010 PT. ABC membeli barang dagangan secara kredit
dari PT. USAHA MAKMUR harga barang Rp. 120.000.000,- belum termasuk
PPN.
Pada tanggal 20 Mei 2010 PT. ABC mengembalikan barang yang rusak
seharga Rp. 10.000.000,- ke PT. USAHA MAKMUR dan disetujui. Pada tanggal
20 Juni 2010 dilunasi diberikan potongan tunai 3%,
e. Pada tanggal 5 Juni 2010 PT. ABC menerima tagihan dari XYZ Corp. Singapur
atas jasa marketing di Singapur sebesar USD 10,000.-: kurs tengah Bl Rp.
5.000,- kurs MK= Rp. 5.050,-, Tanggal 30 Juni dibayar dengan kurs realisasi
Rp. 5.100,- dan kurs MK sebesar Rp. 5.075,-.
f. Pada tanggal 5 Mei 2010, PT. ABC membuka L/C setesar USD 20,000.- ke
Bank Mandiri untuk import barang dari LION-Corp. di USA, bayar uang muka
impor sebesar 20% kurs realisasi Rp. 8.950,-. Pada tanggal 10 Juli 2010,
menyelesaikan pernbayaran ke Bank Mandiri kurs realisasi Rp. 9.000,- kurs MK
sebesar Rp. 9.050,-; bea masuk sebesar 15% dan tidak ada bea masuk
tambahan PT. ABC mem puny ai API.
Pada tanggal 15 Juli 2010 mengurus pengeluaran barang impor ke Bea
Cukai, biaya EMKL sebesar Rp. 10.000.000,-.
Hitung harga pokok impor dan jurnal atas transaksi tersebut.
72 | P a g e
. g. Pada tanggal 10 Juli 2010 PT. ABC membuat tagihan ke Departemen Pertanian atas
penjualan barang seharga Rp. 100.000.000,- belum termasuk PPN.
Pada tanggal 10 Agustus 2010 diterima pembayaran atas tagihan tersebut.
2. CV. MAJU JAYA berusaha dalam bidang pakaian jadi (garment) untuk diekspor
ke USA, tahun 2009 :
a. Memperkerjakan 300 pegawai wanita bagian jahit dengan gaji perbulan
Rp.1.200.000,- dan 15 pegawai wanita sebagai staf perusahaan dengan
gaji perbulan Rp.3.000.000,-, dengan mendapat fasilitas yang sama.
1) Perusahaan telah masuk program JAMSOSTEK dengan membayar
iuran JKK = 0,89%, JKM = 0,30%, Jaminan Kesehatan = 3%, JHT =
3,70% dan JHT yang dibayar pegawai 2%.
2) Penyediaan makan dan minuman perbulan sebesar Rp.72.000.000,-.
3) Pakaian seragam tiga kali tahun 2009 sebesar Rp.45.000.000,-.
4) THR dibayarkan bulan September sebesar satu bulan gaji (tidak
dihitung premi JAMSOSTEK).
5) Antar jemput pegawai dengan bus sebesar Rp.150.000.000,- untuk
tahun 2009.
6) Tidak ada potongan gaji dan tidak ada lembur selama tahun 2009.
7) Piknik ke Taman Safari tahun 2009 sebesar Rp.45.000.000,-
b. Memperkerjakan Mrs. SUSY-Expatriate dari Hongkong sebagai Manager
Produksi dengan take home pay perbulan USD 3.000, dengan kurs per
USD = Rp.9.300,-, tunjangan perumahan dan tunjangan transport sebulan
Rp.10.000.000,- serta Tunjangan PPh Pasal 21 digross up; standar gaji
perbulan USD 5.000.
c. Sdr. Wagyman (K/2) sebagai Manager Umum & SDM dengan gaji bruto
perbulan Rp.10.000.000,- dan Sdr. Waty (TK/0) sebagai Manager
Keuangan dengan gaji Rp.12.000.000,- perbulan ditambah 1X THR, tidak
masuk Program Jamsostek.
d. Direktur Utama Sdr. ANDI (K/3) gaji perbulan Rp.25.000.000,- dan Direktur
Sdr. BUDI (K/2) gaji perbulan Rp.22.000.000,-; Sdr. ANDI dan Sdr. BUDI
adalah pesero dari CV. MAJUJAYA.
73 | P a g e
SOAL :
a. Untuk pegawai wanita, hitung rincian biaya SDM tahun 2009 yang dapat
dibiayakan, yang merupakan objek PPh Pasal 21, yang tidak dapat
dibiayakan dan PPh Pasal 21 tahun 2009.
b. Hitung Biaya Gaji dan Tunjangan PPh Pasal 21 untuk Mrs. SUSY!
c. Jelaskan perlakuan PPh Pasal 21 untuk gaji Sdr. ANDI dan Sdr. BUDI!
d. Hitung seluruh Biaya tersebut diatas yang dapat dikurangkan dan yang
tidak serta berapa jumlah Objek PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 21 terutang
th 2009!
74 | P a g e
Diminta :
a. Jurnal atas transaksi tersebut diatas.
b. Sebutkan jenis dan jumlah PPh yang harus dipotong perbulan.
c. Sebutkan jenis dan jumlah PPh yang dipotong pihak lain.
4. TSB Indonesia merupakan PMA yang pemegang sahamnya 95% oleh TSB
Corp. Ltd di USA dan 5% oleh PT. Elektrik Jaya, PT. TSB memproduksi
barang-barang elektronik dengan merk TSB untuk diekspor dan dijual didalam
negeri, sudah dikukuhkan sebagai PKP dan tempat usaha di Jalan Raya Bogor
KM.71, transaksi selama triwulan kedua tahun 2010 (Pembukuan Rupiah); Pt.
TSB mempunyai Rek. USD untuk pembayaran keluar negeri.
a. Tanggal 5 April menerima tagihan atas jasa pemeriksaan barang ekspor
dari XYZ-Corp. Singapur sebesar USD 10,000; kurs tengah BI Rp.9.300,-
dan Kurs MK Rp.9.280,-; dibayar tgl 5 Mei kurs tengah BI Rp.9.320,- dan
kurs MK Rp.9.310,-; XYZ Corp menyerahkan Surat Keterangan Domisili
(SKD).
b. Tanggal 10 April bayar royalti ke TSB Corp sebesar USD 100,000,- kurs
tengah BI Rp.9.310,- dan kurs MK Rp.9.315,- TSB Corp menyerahkan
SKD; dan bayar dividen sebesar USD 180.000.
c. Tanggal 10 April menerima tagihan dari TSB Corp atas jasa teknik yang
dikerjakan di Indonesia kurang dari time test sebesar USD 5,000; dibayar
tgl 5 Mei.
Diminta :
a. Perhitungan PPh Pasal 26, PPN Jasa Luar Negeri atas transaksi tersebut
diatas!
b. Jurnal atas transaksi tersebut diatas!
75 | P a g e
BAB
B. Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 4 UU No.36 Tahun 2008, penghasilan dibedakan antara :
penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final sebagaimana dimaksud ayat (1),
merupakan objek PPh Final sebagaimana dimaksud ayat (2), dan bukan merupakan
objek PPh sebagaimana dimaksud ayat (3).
76 |Page
(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk (UU. No.7/1983) :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini (UU.
No.10/1994);
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
(UU. No.10/1994);
c. laba usaha; (cukup jelas), (UU. No.10/1994);
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal (UU. No.10/1994);
2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan
badan lainnya;
3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial, termasuk yayasan, koperasi
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; Peraturan MKRI. No.245/PMK.03/2008.
77 |Page
5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
h. royalty atau imbalan atas penggunaan hak (No. PER-33/PJ/2009).
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
(PP.No.130/2000);
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Tambahan pada Perubahan ke IV :
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
(SE.04/PJ.42/2002)
s. surplus Bank Indonesia.
78 |Page
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, mengenai pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan ke IV :
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final :
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan;
dan
e. penghasilan tertentu lainnya.
Yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
15 2009 PPh atas bunga simpanan anggota koperasi yang diterima orang
pribadi dihitung berdasarkan bunga yang diterima perbulan,
dipotong oleh Koperasi :
79 |Page
dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan dibursa dikenai PPh-Final sebesar 2,5% (dua
koma lima persen) dari margin awal.
80 |Page
- BUK RS/RSS dikenakan PPh Final 5%.
40 2000 pembayaran :
81 |Page
a. Warisan (cukup jelas);
b. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15;
d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
e. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor (dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan
saham tersebut dihapus pada Perubahan ke IV);
f. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
g. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan (NO.651/KMK.04/1994);
h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
82 |Page
i. Dihapus pada perubahan ke IV :
Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha (berlaku
s.d. 31 Des 2008); dicabut
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha diatur atau berdasarkan PMK; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.”
83 |Page
dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 7 ayat (1) serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, d, e dan g.
Pembukuan WP pada umumnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), yang menghasilkan Laporan Keuangan Komersial; untuk menghitung
Penghasilan Neto (Rugi) Fiskal perlu dibuat penyesuaian fiskal berdasarkan
ketentuan pelaksanaannya.
84 |Page
biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak
kecuali Pajak Penghasilan (UU. No.17/2000);
Perubahan ke IV :
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain :
1) biaya pembelian bahan;
2) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
3) bunga, sewa, royalti;
4) biaya perjalanan;
5) biaya pengolahan limbah;
6) premi asuransi;
7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (No.02/PMK.03/2010).
8) biaya administrasi; dan
9) pajak kecuali pajak penghasilan.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri
Keuangan (UU. No.10/1994);
85 |Page
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia (UU. No.10/1994);
Perubahan ke IV :
i. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu;
4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k.
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK
(NO.105/PMK.03/2009).
86 |Page
Tambahan pada Perubahan ke IV :
j. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ditetapkan dengan PP;
k. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP;
l. biaya pembangunan infrastuktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
PP;
m. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP; dan
n. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dalam PP.
(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun (UU. No.7/1983).
(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.”
87 |Page
dengan Keputusan Menteri Keuangan (NO.80/KMK.04/1999 Perubahan
terakhir NO.204/KMK.04/2000).
Perubahan ke IV :
a. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) cadanngan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
PMK (NO.81/PMK.03/2009).
b. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (UU. No.10/1994);
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (NO.83/PMK.03/2009);
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan (UU.
No.7/1983);
e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas
88 |Page
penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah;
Perubahan ke IV :
f. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l,
dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PP (NO.18 Tahun 2009);
g. Pajak Penghasilan (UU. No.7/1983);
h. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya (UU. No.10/1994);
i. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham (UU. No.10/1994);
j. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di
bidang perpajakan (UU. No.10/1994).
(2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A.” (UU.
No.10/1994);
89 |Page
a. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f dan
huruf g Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sepanjang tidak dapat dibuktikan
bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar;
b. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat
dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan.
(2) Pajak Masukan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) sehubungan dengan pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-undang Pajak Penghasilan,
terlebih dulu harus dikapitalisasi dengan pengeluaran/biaya tersebut dan
dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
90 |Page
e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan Obyek Pajak.
91 |Page
(2b) WP badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yaang
disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi
persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima
persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan PP.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan
kepada WPOP DN adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)
dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud
pada ayat (2c) diatur dengan PP (PP. NO.19 Tahun 2009).
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dapat diubah dengan KMK.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah
penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak
tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang
terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak
melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).
92 |Page
Contoh CV. MAJU JAYA
Peredaran Usaha Th.2009 Rp.4.500.000.000,-
PHKP Rp.400.000.000,-
PPh terutang = 50%x28%x400jt = Rp. 56.000.000,-
Tarif Lama (Th.2008) Rp. 102.500.000
PPh-terutang
- 14% x 384.000.000 Rp. 53.760.000,-
- 28% x 2.016.000.000 564.480.000,-
Rp. 618.240.000,-
Tarif lama (2008) 702.500.000,-
Selanjutnya supaya dipelajari SE-66/PJ/2010.
RANGKUMAN
93 |Page
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
bukan objek PPh atau dikenakan PPhfinal, tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto atau tidak dapat dibiayakan.
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dikenai PPhtidak final dibedakan antara biaya yang dapat dikurangkan dan biaya
yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Tarif PPh untuk WP Badan DN dan BUT, tahun 2009 sebesar 28%, tahun
2010 sebesar 25%; untuk WP Badan DN yang telah masuk bursa (go public) yang
memenuhi syarat tertentu tarif PPh Badan berkurang 5% (lima persen) dari WP
Badan DN yang belum masuk bursa.
WP Badan DN yang jumlah peredaran brutonya setahun kurang dari
Rp.50 milyar, mendapat pengurangan tariff PPh sebesar 50% dari jumlah
peredaran Rp.4.800.000.000,-.
LATIHAN
94 |Page
3. Penghasilan WPOPDN yang bukan merupakan objek PPh :
a. Zakat;
b. Warisan;
c. Hibah dari orang tua kandung;
d. Hibah dari kakek.
4. Penghasilan WP Badan DN yang bukan objek PPh :
a. Setoran modal dari WPOPDN;
b. Setoran modal dari WPOPLN;
c. Setoran modal dari WP Badan DN;
d. Setoran modal dari perusahaan induk.
5. Penghasilan WPOPDN yang dikenak PPh Final :
a. Bagian laba dari CV;
b. Dividen yang diterima dari PT;
c. Pembayaran dari perusahaan asuransi jiwa;
d. Keuntungan dari penjualan tanah.
SOAL
95 |Page
Jawaban :
1. D
2. A
3. A
4. D
5. C
6. A
7. B
8. D
9. A
10. B
96 |Page
BAB
PENYUSUTAN FISKAL & AMORTISASI FISKAL
4
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan menghitung penyusutan
fiskal atau amortisasi fiskal serta mampu membuat rekonsiliasi dengan
penyusutan komersial atau amortisasi fiskal.
A. Penyusutan Fiskal.
1. Harta berwujud yang dapat disusutkan dan yang tidak dapat disusutkan.
Pasal 9 ayat (2) UU. No.7/1983 tidak berubah sampai dengan UU.
No.36/2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi,
pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun lebih luas
dibanding pengertian aktiva tetap menurut akuntansi, namun dalam prakteknya sama
yaitu Aktiva Tetap dan selanjutnya digunakan istilah Aktiva Tetap.
Pasal 11, Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud yang dimiliki dan digunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara pengalihan yang merupakan objek
PPh tidak final.
Tanah (hak milik, HGU, HGB, hak pakai) tidak dapat disusutkan; biaya
perpanjangan hak dapat diamortisasi, NBF = Harga Perolehan. Penyusutan Aktiva
Tetap yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang bukan merupakan objek PPh atau dikenai PPh Final tidak dapat dikurangi dari
penghasilan brute, nilai buku fiskal adalah harga perolehan dikurangi dengan
akumulasi penyusutan yang seharusnya.
97 |Page
2. Ketentuan Penyusutan Fiskal.
a. Penyusutan fiskal dimulai pada bulan pengeluaran atau pada bulan selesai
pengerjaannya, kecuali dengan persetujuan Dir. Jend. Pajak dapat dimulai sejak
harta tersebut digunakan atau menghasilkan.
b. Dasar penyusutan fiskal adalah harga perolehan tidak dikurangi nilai residu.
c. Mulai tahun 2001 dilakukan dalam bulan penuh, dilakukan per jenis aktiva tetap;
dilampirkan dalam SPT PPh dengan lampiran khusus (e SPT PPh).
d. Penyusutan tahun 2009 dan seterusnya, tidak ada perbedaan yang prinsipiil
dengan penyusutan tahun 2001-2008.
e. Penyusutan fiskal harta berwujud kelompok bangunan hanya boleh dengan
metode garis lurus.
Permanen sebesar 5% pertahun;
Tidak permanen sebesar 10% pertahun.
f. Penyusutan fiskal harta berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode
garis lurus atau metode saldo menurun, WP hanya boleh memilih satu metode;
perubahan metode penyusutan fiskal harus mendapat persetujuan dari Dir. Jend.
Pajak.
g. Penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai
buku fiskalnya disusutkan sekaligus.
h. Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal.
Tabel 4.1 Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal
Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Penyusutan
Garis lurus Saldo menurun
Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 ttahun 25% 50%
2 8 tahun 12,5% 25%
3 16 tahun 6,25% 12,5%
4 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -
98 |Page
i. Kelompok harta bangunan dan bukan bangunan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009.
j. Pengalihan Aktiva Tetap.
Pengalihan Aktiva Tetap dihitung keuntungan (kerugian) pengalihan harta:
a. Komersial = Harga Jual (Harga Pasar) dikurangi Nilai Buku Akuntansi (NBA).
b. Fiskal = Harga Jual (Harga Pasar) dikurangi Nilai Buku Fiskal (NBF).
Pasal 4 ayat (1) huruf d UU No.36 Tahun 2008, keuntungan pengalihan harta
merupakan objek PPh
k. Penggantian Asuransi.
Pasal 11 ayat (9) UU No.36 Tahun 2008.
Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat
diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Dir. Jend.
Pajak jumlah kerugian (NBF harta yang bersangkutan) dibukukan sebagai beban
(deductible expense) pada waktu yang sama dengan penerimaan penggantian
asuransi.
Contoh:
Bangunan selesai dibangun pada akhir tahun 2000 seharga Rp.30.000.000.000
taksiran umur komersial 30 tahun metode penyusutan garis lurus, mulai penyusutan
komersial dan penyusutan fiskal tahun 2001, diasuransikan dengan Polis sebesar
Rp.100.000.000.000,-. Pada bulan Juli 2010 terbakar habis, dan penggantian
asuransi baru diketahui dengan pasti pada bulan Maret 2011 sebesar
Rp.60.000.000.000,-; belum pernah dilakukan Revaluasi.
Keterangan Akuntansi Fiskal
Harga Perolehan 30.000.000.000 30.000.000.000
Penyusutan 9.500.000.000 14.250.000.000
NB 30 Juni 2010 20.500.000.000 15.750.000.000
Penggantian Asuransi 60.000.000.000 60.000.000.000
Keuntungan 39.500.000.000 44.250.000.000
Objek PPh sebesar 44.250.000.000
Apabila sudah pernah dilakukan revaluasi seharga Rp.90.000.000.000,- pada akhir
tahun 2009, akan mengurangi keuntungan penggantian asuransi yang merupakan
objek PPh
99 |Page
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh, bukan objek PPh adalah pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi:
kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa.
100 |Page
a. WP menyelenggarakan pembukuan.
b. WPOP tidak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
c. Penghasilan dari harta tersebut tidak dikenakan PPh-Final atau bukan objek
PPh
p. Beda waktu.
Apabila harga perolehan aktiva tetap secara komersial sama dengan fiskal,
perbedaan penyusutan fiskal merupakan beda waktu; dengan PSAK No.46
perbedaan tersebut dibukukan dalam akun Pajak Tangguhan.
Saldo Debit merupakan Aktiva Pajak Tangguhan (Deffered Tax Assets atau
DTA);
Saldo Kredit merupakan Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered Tax Liabilities
DTL), menguntungkan WP karena WP dapat menunda pembayaran PPh
q. Penyusutan dipercepat.
Penyusutan fiskal termasuk penyusutan dipercepat karena masa manfaat
fiskal lebih pendek dibanding masa manfaat komersial.
101 |Page
s. Perencanaan PPh
1) Aktiva tetap yang diperoleh atau selesai dibangun sebelum produksi
komersial sebaiknya minta persetujuan ke KPP untuk memulai penyusutan
sejak digunakan karena dapat menunda kompensasi Rugi Fiskal.
2) Harta berwujud bukan kelompok bangunan Penyusutan komersial dengan
metode garis lurus dan penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun,
pada awal tahun investasi penyusutan fiskal lebih besar dibanding
penyusutan komersial yang akan mengakibatkan laba fiskal lebih rendah
dibanding laba komersial atau terjadi koreksi fiskal negatif yang
menguntungkan WP.
3. Contoh:
Perbandingan penyusutan harta berwujud bukan kelompok bangunan secara
akuntansi dengan metode garis lurus secara fiskal dengan metode saldo menurun
merupakan latihan yang harus dikerjakan oleh semua mahasiswa. Perhitungan
penyusutan komersial dengan metode garis lurus dan penyusutan fiskal untuk harta
berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode garis lurus berikut ini
digunakan untuk studi kasus rekonsiliasi fiskal tahun 2010.
a. Bangunan pabrik.
Pada bulan Juli 2000 selesai dibangun Bangunan Pabrik seharga
Rp.30.000.000.000,-, taksiran umur komersial 30 tahun, produksi komersial dimulai
pada awal tahun 2001; telah mendapat persetujuan dari KPP tentang penyusutan
fiskal dimulai tahun 2001. Penyusutan komersial pertahun Rp.1.000.000.000,-, dan
penyusutan fiskal pertahun Rp.1.500.000.000,-; akan mengakibatkan penyusutan
fiskal pertahun lebih besar Rp.500.000.000,- selama 20 tahun, kemudian penyusutan
fiskal lebih rendah Rp.1.000.000.000,- selama 10 tahun dibanding penyusutan
komersial. PSAK No.46 menggunakan tarif tunggal sebesar 30% untuk menghitung
PPh, mengakibatkan DTL sebesar Rp.150.000.000,- selama 20 tahun dan akan di
debit pertahun sebesar Rp.300.000.000,- selama 10 tahun; mulai tahun 2009
diterapkan tarif tunggal sebesar 28% (dua puluh persen); tahun 2010 tarif PPh
Badan 25%.
102 |Page
b. Mesin pabrik (kelompok 3).
Pada akhir bulan Oktober 2000 selesai dipasang Mesin Pabrik yang diimpor
dengan harga perolehan sampai pemasangan dan siap dipakai sebesar
Rp.18.000.000.000,-, produksi komersial mulai awal tahun 2001. Penyusutan fiskal
telah mendapat persetujuan dari KPP dimulai awal tahun 2001, masa manfaat
komersial selama 18 tahun.
Penyusutan komersial pertahun Rp.1.000.000.000,-, Penyusutan fiskal
pertahun Rp.1.125.000.000,-, selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan
fiskal sebesar Rp.125.000.000,- selama 16 tahun, selanjutnya selisih penyusutan
komersial di atas penyusutan fiskal sebesar Rp.1.000.000.000,- selama 2 tahun.
d. Pada tanggal 1 April 2006 dimulai Program Aplikasi Khusus, jumlah pengeluaran
termasuk perangkat keras komputer dan perangkat lunak komputer berupa
program aplikasi khusus sebesar Rp. 600.000.000,-, secara komersial disusutkan
4 tahun dengan metode garis lurus tanpa nilai residu, penyusutan fiskal termasuk
klp.1 (KEP-316/PJ/2002). Penyusutan komersial pertahun Rp. 150.000.000,-
103 |Page
sama dengan penyusutan fiskal, penyusutan tahun 2010 sebesar
Rp.37.500.000,-.
e. Komputer lama yang nilai bukunya sudah nihil, harga pasarnya Rp.10.000.000,-
disumbangkan ke Yayasan Pendidikan Utama yang tidak ada hubungan usaha,
kepemilikan, penguasaan dan pekerjaan.
Ps. 4 (3) a dan Ps.9 (1) g UU No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU.
No.36 Tahun 2008. Komputer yang NBF sudah nihil, harga pasarnya Rp.
10.000.000,- disumbangkan yang memenuhi syarat Ps.4 (3) a, bagi yang menerima
bukan objek PPh dan bagi yang memberikan bukan kerugian dan tidak ada
keuntungan pengalihan harta.
f. Pada tanggal 1 Mei 2006 dibeli 18 buah Handphone untuk pegawai seharga
Rp.36.000.000,- Akuntansi, disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis
lurus.
Penyusutan komersial pertahun Rp. 9.000.000,-.
Penyusutan Fiskal – Metode garis lurus.
KEP-220/PJ/2002, m.b.18 April 2002:
Atas biaya perolehan Handphone yang digunakan pegawai karena
jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat disusutkan termasuk kelompok 1 atas
biaya berlangganan, uang pulsa dan biaya perbaikan 50% dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
1 Mei 2006 Harga Perolehan Handphone Rp. 36.000.000,-
Yang dapat disusutkan kelompok 1 = 50% = Rp. 18.000.000,-
Penyusutan fiskal yang dapat dibiayakan pertahun Rp.4.500.000,-, yang tidak dapat
dibiayakan pertahun Rp.4.500.000,- merupakan beda tetap.
Penyusutan 2010, komersial sebesar Rp.3.000.000,- dan fiskal Rp.1.500.000,-.
Handphone untuk keperluan operasional pabrik yang pagi diambil, dan selesai
bekerja dikembalikan atau disimpan dan tidak ada keperluan Pribadi pegawai,
semua dapat disusutkan dan dibiayakan.
g. Pada awal tahun 2001 dibeli kendaraan operasional kantor yang pagi sore
digunakan untuk antar jemput pegawai; harga perolehan 8 unit kendaraan
sebesar Rp.1.200.000.000,- Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan
metode garis lurus.
104 |Page
Penyusutan komersial pertahun Rp. 200.000.000,- dari tahun 2001 s.d. 2006.
Penyusutan Fiskal - Saldo Menurun (klp. 2) masa manfaat 8 tahun dengan pertahun
Rp.150.000.000,- dari tahun 2001 s.d. 2008. Kendaraan Operasional Kantor dan
Pemasaran yang pagi - sore digunakan untuk antar jemput pegawai, termasuk
kelompok II; penyusutan dan biaya pemeliharaan/rutin dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto:
Pada bulan Januari 2008 dijual 2 unit kendaraan operasional seharga
Rp.120.000.000,-, merupakan keuntungan komersial karena NB komersial sudah
Nihil.
NBF Januari 2008 = 2/8 x Rp.150.000.000 = Rp. 37.500.000
Harga Jual 120.000.000
Keuntungan Fiskal Rp. 82.500.000
Penyusutan Fiskal 6 unit kendaraan operasional tahun 2008 sebesar
Rp.112.500.000,-. Nilai Buku Komersial dan fiskal pada awal th.2009 NIHIL,
diadakan perbaikan besar untuk 6 kendaraan dengan biaya Rp.300.000.000,- selesai
bulan Maret 2009 diamortisasi selama 4 tahun, secara fiskal sudah mendapat
persetujuan dari DJP, mulai digunakan sejak awal April 2009, mengajukan
permohonan ke KPP. Penyusutan komersial pertahun Rp.75.000.000,- sama dengan
penyusutan fiskal, penyusutan tahun 2009 Rp.56.250.000,- tidak ada beda waktu.
105 |Page
Yang dimiliki sebelum 18 April 2002, dihitung NSBF per 30 April 2002 dan 50% dapat
disusutkan (S-174/PJ.42/2003,27 Maret 2003)
1 Juli 2001 Harga perolehan 4 unit sedan ………………… Rp.900.000.000,-
Penyusutan fiskal-tidak dapat dibiayakan.
2001 = 6/12 x 12,5% x 900.000.000 = Rp. 56.250.000,-
2002 = 4/12 x 12,5% x 900.000.000 = 37.500.000,- Rp. 93.750.000,-
NBF per 30 April 2002 ……………………………………… Rp.806.250.000,-
NBF yang dapat disusutkan 50% = ………………………. 403.125.000,-
Sisa manfaat 86 bulan
Penyusutan fiskal perbulan = ……………………………… Rp. 4.687.500,-
Penyusutan fiskal pertahun 56.250.000,-
2002 = 8 x Rp. 4.687.500,- = ……………………………… Rp. 37.500.000,-
2003 s.d. 2008 = 6 x Rp.56.250.000,- = …………………. Rp.337.500.000,-
2009 = 6 x Rp. 4.687.500,- = ……………………………… Rp. 28.125.000,-
Penyusutan Komersial tahun 2008 sebesar NIHIL, pada awal tahun 2009.
NBF Sedan = 2xRp.28.125.000,- = Rp.56.250.000,-.
Perlakuan perpajakan atas kendaraan sedan yang dibawa pulang pegawai
tertentu, penyusutan fiskal yang 50% dapat dibiayakan dan yang 50% tidak dapat
dibiayakan; perbedaan dengan penyusutan komersial terdiri dari beda tetap dan
beda waktu.
Tabel 4.3 Perbandingan Penyusutan Komersial dan Penyusutan Fiskal.
Tahun Penyusutan Beda Pos (Neg) Penyusutan
Komersial Tetap Waktu Fiskal
2001 75.000.000 75.000.000 - -
2002 50.000.000 50.000.000 - -
100.000.000 50.000.000 12.500.000 37.500.000
2003 150.000.000 75.000.000 18.750.000 56.250.000
2004 150.000.000 75.000.000 18.750.000 56.250.000
2005 150.000.000 75.000.000 18.750.000 56.250.000
2006 150.000.000 75.000.000 (18.750.000) 56.250.000
2007 75.000.000 37.500.000 (18.750.000) 56.250.000
2008 - - (56.250.000) 56.250.000
900.000.000 512.500.000 12.500.000 375.000.000
106 |Page
Pada awal tahun 2009 empat sedan tersebut diambil alih oleh Komisaris,
Direktur, Manager yang memakainya tanpa pembayaran, harga pasar 4 sedan
tersebut Rp.160.000.000,-. NBF 4 sedan = Rp.56.250.000,-.
Keterangan Akuntansi Fiskal
Nilai Buku 0 56.250.000
Uang diterima 0 -
Harga pasar - 160.000.000
Keuntungan 0 103.750.000
Pasal 5 PP. NO.138 Tahun 2000, dalam hal terjadi pengalihan harta
perusahaan kepada pegawainya (bukan pemegang saham), maka keuntungan
berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan NSBF merupakan
penghasilan bagi perusahaan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf d UU. NO.7 Tahun 1983 tidak ada
perubahan yang prinsipiil sampai dengan UU. NO.36 Tahun 2008, dalam hal
pengalihan harta terjadi antara badan usaha dengan pemegang saham, maka harga
jual pasar yang dipakai adalah harga pasar, selisih dengan NBF merupakan
keuntungan badan usaha dan penghasilan dividen bagi pemegang saham.
Dalam contoh diatas, apabila Komisaris, Direktur dan Manager merupakan
pemegang saham, memperoleh dividen Rp.103.750.000,-, Ps.17 (2c, 2d) UU
No.36/2008 mulai tahun 2009 dikenakan PPh Final 10% untuk WPOPDN.
Pada bulan Januari 2009 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur dan
Manager seharga Rp.1.800.000.000,-, taksiran umur komersial 6 tahun tanpa nilai
residu; penyusutan komersial pertahun Rp.300.000.000,- Dasar penyusutan fiskal
50% = Rp.900.000.000,- termasuk Kelompok 2 dengan metode garis lurus,
penyusutan fiskal pertahun Rp.112.500.000,-.
Tahun Komersial Beda Tetap Beda Waktu Fiskal
2009 300.000.000 150.000.000 37.500.000 112.500.000
2010 300.000.000 150.000.000 37.500.000 112.500.000
2011 300.000.000 150.000.000 37.500.000 112.500.000
2012 300.000.000 150.000.000 37.500.000 112.500.000
2013 300.000.000 150.000.000 37.500.000 112.500.000
107 |Page
2014 300.000.000 150.000.000 37.500.000 112.500.000
2015 - - (112.500.000) 112.500.000
2015 - - (112.500.000) 112.500.000
JUMLAH 1.800.000.000 900.000.000 0 900.000.000
i. Pada awal tahun 2005 dibeli Peralatan dari kayu (Inventaris - Kelompok 1)
seharga Rp.120.000.000,-.
Akuntansi, disusutkan selama 4 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan Komersial pertahun Rp. 30.000.000,- sama dengan penyusutan fiskal.
j. Pada awal tahun 2005 dibeli Peralatan dari logam (Inventaris - Kelompok 2)
seharga Rp.300.000.000,-.
Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus.
Penyusutan komersial pertahun Rp. 50.000.000,-, Penyusutan fiskal pertahun
Rp.37.500.000,-.
k. Pada awal tahun 2008 dibeli Komputer Kantor seharga Rp.60.000.000,-, taksiran
umur komersial 4 tahun, metode penyusutan garis lurus; Penyusutan fiskal
dengan metode garis lurus. Penyusutan Komersial pertahun Rp.15.000.000,-
sama dengan penyusutan fiskal.
B. Amortisasi Fiskal.
Pasal 11A UU. RI. No.10 Tahun 1994 tidak berubah pada UU. RI. No.17
Tahun 2000 dirubah pada UU No.36 Tahun 2008; menyatakan bahwa atas
pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya
termasuk biaya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU)
dan hak pakai dan muhibah (good will) yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, diamortisasi dengan metode garis lurus atau saldo menurun; apabila
diamortisasi dengan saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa bukunya
diamortisasi sekaligus.
108 |Page
Masa manfaat dan tarif amortisasi sama dengan harta berwujud kelompok bukan
bangunan, yaitu:
Tabel 4.4 Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi Kelompok Harta Tak Berwujud
Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Tak Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
1 4 tahun 25% x HP 50% x NSB
2 8 tahun 12,5% 25%
3 16 tahun 6,25% 12,5%
4 20 tahun 5% 10%
Pasal 9 ayat (2) UU. No. 17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36
Tahun 2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan
untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau 11A.
Contoh:
Pada awal tahun 2007 PT.CBA memperpanjang HGU selama 25 tahun sejak awal
2007 dengan biaya perpanjangan melalui Konsultan sebesar Rp.1.000.000.000,-,
masuk kelompok 4; secara akuntansi diamortisasi dengan metode garis lurus selama
25 tahun, secara fiskal diamortisasi selama 20 tahun dengan metode garis lurus.
Amortisasi komersial pertahun Rp.40.000.000,-, amortisasi fiskal pertahun
Rp.50.000.000,-, merupakan beda waktu.
Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal sebesar Rp.10.000.000,-
selama 20 tahun merupakan penyesuaian fiskal negatif; sebaiknya selisih amortisasi
komersial diatas amortisasi fiskal sebesar Rp.40.000.000,- selama 5 tahun
merupakan penyesuaian fiskal positif.
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dapat dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi
sesuai masa manfaat yang ditetapkan, apabila secara komersial diamortisasi selama
10 tahun, secara fiskal dapat dimasukkan kelompok 2. Pengeluaran yang dilakukan
sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
yang sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf b UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU.
No.36 Tahun 2008, dikapitalisasi dibukukan dalam akun “Biaya Sebelum Operasi”,
109 |Page
(Pre Operating Expenses) kemudian diamortisasi sesuai masa manfaat yang
ditentukan.
Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
diamortisasi dengan metode satuan produksi; apabila ternyata jumlah produksi yang
sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, maka sisa pengeluaran diamortisasi
sekaligus pada akhir masa produksi.
Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, Hak
Penguasaan Hutan (HPH), hak pengusahaan hasil alam lainnya, hak pengusahaan
hasil laut, diamortisasi dengan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi
20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh:
PT. Meranti Jaya pada akhir tahun 2000 mendapat HPH di Kalimantan Tengah
dengan biaya sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan taksiran produksi 100.000 ton
kayu, mulai produksi komersial tahun 2001.
110 |Page
Harga Perolehan Hak Penambangan Rp.10.000.000.000,-
Amortisasi yang telah dilakukan 6.000.000.000,-
Nilai Sisa Buku Hak Penambangan Rp. 4.000.000.000,-
Harga Jual 5.500.000.000,-
Keuntungan Pengalihan Hak Rp. 1.500.000.000,-
Pembayaran Sewa yang dilakukan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun,
pembebanan biaya fiskal dapat dilakukan seperti pembebanan biaya komersial.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2007 dibayar sewa bangunan kantor untuk jangka waktu tiga
tahun sampai dengan tanggal 30 Juni 2010 sebesar Rp.90.000.000,-
Biaya sewa Bangunan (Komersial = Fiskal)
- Tahun 2007 Rp.15.000.000,-
- Tahun 2008 30.000.000,-
- Tahun 2009 30.000.000,-
- Tahun 2010 15.000.000,-
Surat Direktur Jenderal Pajak No.S-248/PJ.62/1988, tanggal 25 Agustus 1988.
Goodwill adalah harta tidak berwujud dari suatu perusahaan yang nilainya
didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan; baru
dibukukan apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang
bersangkutan kepada pihak lain, sepanjang tidak ada pemindahtanganan
perusahaan tidak ada Goodwill.
Harga perolehan Goodwill dapat diamortisasi, masuk kelompok 3; pada Pasal 11A
ayat (1) UU. No.36 Tahun 2008 goodwill atau muhibah dapat diamortisasi.
Contoh:
Nilai Buku Fiskal PT. Mustika Jaya setelah revaluasi per 31 Desember 2006 sebesar
Rp.80.000.000.000,-, diambil alih (merger) oleh PT. Abadi Sukma tanggal 2 Januari
2007 seharga Rp.85.000.000.000,-.
Bagi PT. Abadi Sukma, timbul Goodwill sebesar Rp.5.000.000.000,- yang dapat
dilakukan amortisasi dalam kelompok 3.
Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5 UU. No.36 Tahun 2008 merupakan objek PPh
adalah keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
111 |Page
Penjelasan:
Dalam hal WP pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak
tersebut kepada WP lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak (PPh).
RANGKUMAN
LATIHAN
112 |Page
Kejadian tahun 2009 :
1. Pada awal tahun 2009 tanggal 5 Januari 2009, sebuah kendaraan
mengalami kecelakaan dan tidak mendapat penggantian asuransi, dijual
laku Rp.1.000.000,-.
2. Pada tanggal 1 Maret 2009, dua buah kendaraan dijual tunai laku
Rp.100.000.000,- (Untuk dua buah kendaraan).
Diminta :
1. Hitung Penyusutan komersial 2003 s.d. 2008!
2. Hitung Penyusutan Fiskal 2003 s.d. 2008!
3. Hitung rugi-laba komersial atas penarikan harta tahun 2009!
4. Hitung rugi-laba fiskal atas penarikan harta tahun 2009!
5. Hitung penyusutan komersial dan fiksal tahun 2009!
6. Buat perbandingan antara penyusutan komersial dan pnyusutan fiskal serta
rugi-laba penarikan atau penjualan kend. Dari th 2003 s.d. 2009 yang
membuktikan bahwa selisihnya merupakan beda waktu.
113 |Page
BAB
REKONSILIASI LABA RUGI FISKAL
5
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan menyusun Rekonsiliasi
Laba Rugi Fiskal WP yang menyelenggarakan pembukuan serta
melakukan equalisasi dengan kewajiban WP memotong PPh Pihak Lain
atau kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai.
114 |Page
h. Jumlah (1d+1g).
2. Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri.
3. Jumlah Penghasilan Neto Komersial (1h+2).
4. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak,
berdasarkan Pasal 4 ayat (2 dan 3) dan Pasal 15 UU PPh 1984.
5. Penyesuaian Fiskal Positif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984
6. Penyesuaian Fiskal Negatif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984
7. Fasilitas Penanaman Modal berupa pengurangan penghasilan neto,
berdasarkan Pasal 31A UU PPh 1984.
8. Penghasilan Neto Fiskal (3-4+5-6-7).
Penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final, objek PPh Final dan
bukan objek PPh serta biaya yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat
dikurangkan telah dibahas dalam Bab 3; Kewajiban memotong PPh Pihak lain dan
PPN telah dibahas dalam Bab 2. Bab ini membahas peraturan perundang-undangan
perpajakan dan studi kasus rekonsiliasi laba rugi fiskal.
115 |Page
k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya (KEP.184/PJ/2002,
SE-08/PJ.42/2002).
l. Penyesuaian fiskal positif lainnya.
B. Peredaran Usaha.
1. Penjualan.
Penjualan dihitung berdasarkan Akrual Stelsel, walaupun WP menggunakan
Kas Stelsel, tapi Kas Stelsel campuran yang mendekati akrual. Berdasarkan
116 |Page
Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.254/KMK.03/2001 dan perubahannya
No.392/KMK.03/2001, No.236/KMK.03/2003, penjualan ke Pemungut PPh Pasal 22
dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
Pemungut PPh-Pasal 22 atas pembelian barang, adalah:
a. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat
Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang;
b. BI, BPPN, BULOG, PT. Telkom, PT. PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat,
PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian
barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN;
c. BUMN atau BUMD selain huruf b, yang melakukan pembelian barang dengan
dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
Pemungutan PPh-Pasal 22 tersebut dilaksanakan dengan cara pemungutan dan
penyetoran oleh Pemungut atas nama WP ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan
Giro (Surat Setoran Pajak ditulis nama WP ditandatangani atas nama WP oleh
Pemungut); PPh Pasal 22 tersebut merupakan kredit PPh yang dimasukkan dalam
Lampiran III (Formulir 1771-III) SPT. Tahunan PPh WP Badan.
2. Potongan Penjualan.
Potongan penjualan yang diberikan ke pembeli diakui berdasarkan prinsip
realisasi, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh 1984 penyisihan potongan
penjualan tidak dapat dikurangkan.
Contoh:
Pada akhir tahun 2010 diadakan analisis piutang dagang yang akan melunasi dalam
awal tahun 2011 yang masih dalam jangka waktu pemberian potongan penjualan
sebesar Rp.50.000.000,-; secara akuntansi sudah diakui sebagai potongan
penjualan tahun 2010, dilakukan koreksi fiskal positif pada SPT PPh.
3. Retur Penjualan.
Retur Penjualan dari pembeli yang sudah diterima barangnya diakui
berdasarkan prinsip realisasi, penyisihan retur penjualan tidak diakui berdasarkan
Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh 1984.
117 |Page
Contoh:
Pada akhir tahun 2010 telah diterima pemberitahuan dari pembeli bahwa ada
barang-barang yang rusak atau daluwarsa seharga Rp.60.000.000,- yang akan
dikembalikan pada awal tahun 2011, secara akuntansi sudah diakui sebagai retur
penjualan tahun 2011 dengan mendebit perkiraan ”Retur Penjualan” dan mengkredit
perkiraan ”Penyisihan Retur Penjualan” dan pada waktu menerima barang retur
dibukukan debit ”Penyisihan Retur Penjualan” dan kredit ”Piutang Usaha” pada tahun
2011; dilakukan koreksi fiskal positif pada tahun 2010, dapat dibiayakan pada tahun
2011.
4. Penjualan neto.
Penjualan neto sama dengan Peredaran Usaha adalah Penjualan Bruto
dikurangi Potongan Penjualan dan Retur Penjualan; equalisasi dan rekonsiliasi
dengan jumlah penyerahan menurut SPT. Masa PPN.
5. Ekspor.
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan dokumen ekspor lainnya
merupakan bukti impor barang dilakukan hasil ekspor neto yaitu setelah dikurangi
penyusutan ekspor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hasil ekspor dalam valuta asing yang dimasukkan ke Rekening Valas
dibukukan dengan Kurs Tengah BI, ekspor BKP dikenai PPN nol persen dari hasil
ekspor yang dirupiahkan dengan Kurs MKRI.
118 |Page
4. Hilang dalam proses produksi, dalam penyimpanan atau penguapan harus
sesuai dengan rendemen yang wajar.
119 |Page
D. Impor.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.254/KMK.03/2001 dan
perubahannya No.392/KMK.03/2001, No.236/KMK.03/2003, atas impor bahan atau
barang dipungut PPh-Pasal 22:
1. Sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai import, atas impor yang
menggunakan API (Angka Pengenal Impor);
2. Sebesar 7,5% dari nilai impor, atas impor yang tidak menggunakan API;
3. Sebesar 7,5% dari harga jual lelang, atau barang yang tidak dikuasai.
Nilai Impor = cif (Realisasi import x Kurs Menteri Keuangan) ditambah bea
masuk dan pungutan lainnya yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Nilai Impor sebagai dasar perhitungan PPN, PPh Pasal 22, PPnBm; PPN dan PPh
Pasal 22 merupakan kredit pajak, sedangkan PPnBm merupakan unsur harga pokok
import.
Harga Pokok Impor terdiri dari realisasi impor (valuta asing x kurs realisasi)
ditambah Bea Masuk dan pungutan lainnya ditambah PPnBm ditambah biaya
pengeluaran dan biaya angkut dari Anggar Bea Cukai sampai kegudang; harga
pokok impor tidak sama dengan nilai impor. Jumlah pembelian dan harga pokok
impor dicocokkan dengan jumlah Pembelian Bahan/Barang Dagangan dalam
Lampiran II SPT. Tahunan PPh Badan dan diequalisasi/direkonsiliasi dengan jumlah
pembelian dan impor dalam SPT. Masa PPN selama 12 bulan.
Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT. Masa PPN selama 12 bulan:
Penyerahan Terutang PPN
a. Ekspor (tarif 0%) .......................................................... Rp. 300.000.000,-
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri .... Rp.1.200.000.000,-
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut .... Rp. 500.000.000,-
d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut ..................... Rp. 400.000.000,-
e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN ........ Rp. -
Jumlah penyerahan terutang PPN ...................................... Rp.2.400.000.000,-
Jumlah penyerahan tidak terutang PPN............................... Rp. -
120 |Page
Jumlah seluruh penyerahan ................................................ Rp.2.400.000.000,-
Jumlah peredaran usaha menurut SPT PPh.
Penjualan bruto ............................. Rp. 2.350.000.000,-
Dikurangi:
Potongan penjualan ..................... (Rp. 100.000.000,-)
Retur penjualan ............................ (Rp. 150.000.000,-)
Penjualan Neto ............................ Rp. 2.100.000.000,-
Ekspor ........................................ Rp. 300.000.000,-
Jumlah Peredaran usaha Rp.2.400.000.000,-
Selisih Rp. 0
Selisih antara omset menurut SPT. PPN dan jumlah peredaran menurut SPT.
PPh, disebabkan:
1. Penjualan kredit.
Dalam penjualan kredit PKP Penjual dapat menunda pembuatan FP-Std
sampai dengan akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang (Invoice)
sepanjang belum diterima uang; sehingga menyebabkan selisih omzet antara SPT
PPh dan SPT PPN, terutama untuk penjualan kredit yang dilakukan pada akhir tahun
buku; ketentuan tersebut berlaku s.d bulan Maret 2010.
121 |Page
Des-2008 Jan-2009 Des-2009 Jan-2010
Penj. Kredit
Invoice FP-Std Invoice FP-Std
SPT PPh 2008 SPT PPN 2009 SPT PPh 2009 SPT PPN 2010
Contoh:
Sistem penjualan PT. ABC adalah penjualan kredit (tidak ada yang tunai), jangka
waktu kredit 45 hari dan langganan selalu membayar dalam jangka waktu 45 hari
atau lebih. Penjualan kredit bulan Desember 2008 sebesar Rp.500.000.000,- dibuat
Faktur Pajak Standar bulan Januari 2009 sebesar Rp.50.000.000,- dan masuk
jumlah penyerahan bulan Januari 2009 sebesar Rp.500.000.000,-.
Penjualan kredit dari bulan Januari 2009 sampai dengan Nopember 2007 sebesar
Rp.6.500.000.000,- dibuat Faktur Pajak Standar dari bulan Pebruari s.d Desember
2009 sebesar Rp.650.000.000,-.
Penjualan kredit bulan Desember 2009 sebesar Rp.800.000.000,- dibuat Faktur
Pajak Standar bulan Januari 2010 sebesar Rp.80.000.000,-.
Jumlah peredaran usaha Tahun 2009:
- menurut SPT PPh Rp.7.300.000.000,-
- menurut SPT Masa PPN 7.000.000.000,-
Selisih Rp. 300.000.000,-
Disebabkan penjualan kredit:
Desember 2008 Rp.(500.000.000,-)
Desember 2009 Rp. 800.000.000,- Rp. 300.000.000,-
Berdasarkan Pasal 13 ayat (1a) UU No.42 Tahun 2009 mulai berlaku 1 April
2010, dalam penjualan kredit Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan
BKP/JKP atau berdasarkan akrual stelsel.
2. Uang muka.
Penerimaan Uang muka (pesanan), sudah terutang PPN tapi belum
merupakan penjualan, terutama uang muka pada akhir tahun buku misalnya pada
tanggal 20-12-2009 diterima uang muka sebesar Rp. 100 juta, tapi sampai 31-12-
2009, belum ada realisasi penjualan.
122 |Page
Bulan Desember 2009 sudah terutang PPN (Pajak Keluaran) sebesar
Rp.10.000.000,- dan sudah menambah jumlah penyerahan sebesar
Rp.100.000.000,- tapi belum menambah jumlah peredaran pada SPT PPh Tahun
2009.
3. Barang konsinyasi.
Pengiriman barang konsinyasi untuk dijual sudah terutang PPN, tetapi belum
merupakan penjualan (Penghasilan), pengakuan penghasilan setelah realisasi
penjualan dilaporkan komisioner.
Contoh:
Pada tanggal 10 November 2008 PT. ABC mengirim barang dagangan ke CV. Maju
untuk dijualkan seharga Rp.100.000.000,- harga pokok barang Rp.70.000.000,- dan
komisi penjualan sebesar 10% dari harga jual; bulan Desember 2009 dibuat Faktur
Pajak Standar sebesar Rp.10.000.000,-.
Pada tanggal 20 Januari 2009 diterima Nota Perhitungan dari CV. Maju:
Harga jual setelah PPN Rp.100.000.000,-
Komisi 10% 10.000.000,-
Rp. 90.000.000,-
123 |Page
harus diterbitkan FP, merupakan PK dan sekaligus merupakan PM yang tidak dapat
dikreditkan.
Atas pemberian cuma-cuma BKP baik yang dilakukan secara tersendiri atau
menyatu dengan barang yang dijual (barang promosi) serta pemberian cuma-cuma
JKP terutang PPN dan harus diterbitkan FP merupakan PK. Atas pemakaian sendiri
dan atau pemberian cuma-cuma BKP produksi sendiri yang tergolong mewah
dikenakan PPn BM. Pemakaian sendiri barang atau bahan dibukukan mengurangi
persediaan awal.
Contoh:
Pada bulan Mei 2009 PT. CBA memberikan sumbangan bencana alam dalam bentuk
barang dagangan harga pokok Rp.40.000.000,- dan harga pasarnya Rp.50.000.000,-;
terutang PPN sebesar Rp.4.000.000,- dan menambah jumlah penyerahan (peredaran
usaha) sebesar Rp.40.000.000,- ; secara akuntansi (PPh) mengurangi Persediaan
sebesar Rp.40.000.000,- tidak menambah peredaran usaha dalam SPT PPh.
Contoh:
Pada bulan Nopember 2009 PT. BCA Jakarta mengirim barang dagangan ke
Cabang Medan harga pokok Rp.100.000.000,- ditambah PPN dan Faktur Pajak
Standar langsung dibuat.
Jurnal PT. CBA Jakarta:
Cabang Medan D 110.000.000,-
Pengiriman Br. Ke Cabang K 100.000.000,-
PPN (PK) K 10.000.000,-
124 |Page
Jurnal PT. CBA Cabang Medan:
Pada bulan Desember PT. CBA Cabang Medan menjual barang tersebut secara
kredit seharga Rp.130.000.000,- ditambah PPN dan Faktur Pajak Standar langsung
dibuat.
6. Potongan penjualan.
Potongan harga jual yang dicantumkan dalam Faktur Pajak mengurangi DPP
PPN dan mengurangi peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh. Potongan
penjualan yang diberikan setelah Faktur Pajak dibuat tidak dapat mengurangi DPP
PPN tapi mengurangi jumlah peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh.
Contoh:
Pada tanggal 1 Juli 2009 PT. CBA menjual secara kredit kepada CV. Maju seharga
Rp.100.000.000,-, PPN sebesar Rp.10.000.000,- sudah dibuatkan Faktur Pajak
Standar.
Pada bulan September CV. Maju melunasi diberikan potongan tunai 5%,
perhitungan:
125 |Page
Harga Neto Rp. 95.000.000,-
PPN sesuai FP 10.000.000,-
Dibayar Rp.105.000.000,-
PT. CBA
Penjualan Rp.100.000.000,-
Potongan tunai 5% 5.000.000,-
Peredaran usaha (SPT PPh) Rp. 95.000.000,-
Penyerahan (SPT. PPN) 100.000.000,-
Selisih Rp. 5.000.000,-
7. Retur Penjualan
Retur penjualan yang dibuatkan Nota Retur PPN akan mengurangi jumlah
penyerahan dalam SPT. Masa PPN dan mengurangi jumlah peredaran usaha dalam
SPT PPh. Syarat membuat Nota Retur PPN harus menunjuk Nomor Seri Faktur
Pajak atas barang yang dikembalikan tersebut.
Dalam perusahaan farmasi (obat-obatan) mengalami kesulitan untuk mencari
Nomor Seri Faktur Pajak atas barang-barang yang dikembalikan dari apotik melalui
distributor ke pabrik. Pada waktu distributor mengembalikan barang dagangan ke
pabrik, membuat Invoice dan Faktur Pajak Standar, tidak mengurangi jumlah
penyerahan dipabrik tetapi mengurangi peredaran usaha karena dibukukan sebagai
retur penjualan.
Contoh:
PT. KLM sebagai pabrik farmasi pada tahun 2009 menjual barang ke distributor PT.
ABC seharga Rp.10.000.000.000,-, barang-barang yang dikembalikan dari apotik
melalui distributor sebesar Rp.50.000.000,-, distributor tidak membuat Nota Retur
PPN tetapi membuat Invoice dan Faktur Pajak Standar Rp.5.000.000,-.
Apabila dibuat Nota Retur PPN akan mengurangi PK, apabila dibuat Faktur Pajak
akan menambah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT. KLM; secara total
PK dan PM tidak ada masalah.
Penjualan Rp.10.000.000.000,-
Retur Penjualan 50.000.000,-
Peredaran usaha (SPT PPh) Rp. 9.950.000.000,-
Penyerahan (SPT. Masa PPN) 10.000.000.000,-
Selisih Rp. 50.000.000,-
126 |Page
8. Penjualan dalam valuta asing.
Invoice yang dibuat dalam valuta asing dicatat dalam penjualan (SPT PPh)
berdasarkan kurs realisasi atau kurs tengah BI, DPPPPN berdasarkan Kurs Menteri
Keuangan pada saat faktur pajak dibuat.
127 |Page
F. Biaya, Gaji, Upah, Bonus, Honorarium, THR dsb.
Biaya Sumber Daya Manusia (SDM) yang diberikan kepada pegawai
berkaitan dengan dapat dibiayakan atau tidak dapat dibiayakan serta merupakan
objek PPh Pasal 21 atau bukan objek PPh Pasal 21.
2. Pasal 9 ayat (1) huruf e dan Pasal 4 ayat (3) huruf d, tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto (non deductible expense) dan bukan merupakan objek
PPh Pasal 21, adalah penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura kenikmatan, termasuk: pemberian beras, pemberian gula, PPh
Pasal 21 ditanggung perusahaan, rekreasi dan olahraga, biaya cuti pegawai
dibayar perusahaan, dsb; yang merupakan penyesuaian fiskal positif yang
dimasukkan dalam Lampiran I SPT. Tahunan PPh WP Badan nomor 5c; kecuali
yang diberikan oleh Bukan WP, WP (Pemberi Kerja) yang dikenakan PPh-Final
berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 (Norma Penghitungan Khusus)
merupakan objek PPh Pasal 21 (dibahas dalam bab tersendiri).
3. Pengecualian Pasal 9 ayat (1) huruf e dan tetap berlaku Pasal 4 ayat (3) huruf d,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan objek objek
PPh Pasal 21 yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I.
No.466/KMK.04/2000 dan Keputusan Dir. Jend. Pajak No.KEP-213/PJ/2001
serta SE-14/PJ.3/2003, untuk bukan daerah terpencil; berlaku s.d. 31 Desember
2008.
1) Penyediaan makan-minum untuk seluruh pegawai termasuk dewan direksi
dan komisaris ditempat kerja; tidak mutlak harus seluruh pegawai, apabila
terdapat pegawai yang makan diluar karena tugas dapat dikurangkan;
2) Pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian
seragam pabrik, seragam hansip/satpam;
3) Antar jemput pegawai;
128 |Page
4) Penginapan untuk awak kapal/pesawat.
129 |Page
d. Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf g, biaya yang dikeluarkan untuk keperluan bea
siswa, magang dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya
manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan
kewajaran, termasuk beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa dan
pihak lain.
130 |Page
h. Biaya perjalanan pegawai dalam rangka tugas perusahaan yang didukung
dokumen-dokumen pengeluaran (tiket, hotel, akomodasi) dapat dikurangkan dan
bukan merupakan objek PPh Pasal 21, uang saku atau honor perjalanan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan objek PPh Pasal 21.
i. Fiskal Luar Negeri pegawai yang dibayar perusahaan, dalam bukti fiskal ditulis
nama dan NPWP perusahaan merupakan kredit PPh-perusahaan, berlaku
sampai dengan 31 Des. 2008.
j. Biaya sewa rumah untuk pegawai yang dibayar perusahaan, tidak dapat
dikurangkan kecuali dinyatakan dalam bentuk tunjangan sewa rumah dan
merupakan objek pemotongan PPh-Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%.
k. Biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah perusahaan yang ditempati
pegawai, tidak dapat dikurangkan kecuali dinyatakan dalam bentuk tunjangan
perumahan sebesar biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah tersebut.
l. Surat Edaran Dir. Jend. Pajak No.SE-16/PJ.44/1992. Pembayaran bonus,
gratifikasi, jasa produksi, tantiem dan sebagainya kepada karyawan yang
merupakan bagian keuntungan (pembagian laba) atau dibebankan ke laba yang
ditahan (retained learning), bagi perusahaan tidak dapat dikurangkan dan bagi
pegawai merupakan objek PPh-Pasal 21.
m. Pasal 6 ayat (1) huruf h UU. No.36 Th.2008, Peraturan MKRI
No.246/PMK.03/2008 dan No.154/PMK.03/2009. Biaya beasiswa, magang dan
pelatihan dapat dibiayakan, penjelasan: Biaya dibebankan sebagai biaya
perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat
dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar,
mahasiswa, dan pihak lain; bagi yang menerima bukan objek PPh Pasal 21.
131 |Page
d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olah raga tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang.
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus
menyediakan sendiri.
5. Equalisasi dan rekonsiliasi antara SPT Tahunan PPh WP badan dengan SPT
PPh Pasal 21.
Perbedaan antara jumlah biaya gaji, upah dsb dalam lampiran II SPT.
Tahunan PPh WP Badan dengan objek PPh-Pasal 21 menurut SPT. PPh Pasal 21
dalam masa pajak yang sama (12 bulan) untuk bukan daerah terpencil disebabkan:
a. Penyesuaian fiskal positif (lampiran I), berupa penggantian atau imbalan
pekerjaan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
b. Pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang dapat
dikurangkan dan bukan merupakan objek PPh-Pasal 21.
c. Biaya pendidikan, biaya perjalanan, iuran JHT, iuran pensiun ke Dana Pensiun
yang sudah disyahkan Menteri Keuangan, yang dapat dikurangkan dan bukan
merupakan objek PPh Pasal 21.
d. Pemberian bonus, gratifikasi, tantiem, jasa produksi yang merupakan pembagian
laba, tidak dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh Pasal 21.
132 |Page
Tabel 5.1 Rekonsiliasi Fiskal – Biaya SDM
dalam ribuan rupiah
133 |Page
Ps.4(3)d
5c
25 PPh Ps. 21 dibayar 3.000 3.000 - Ps.9(1)e,
Persh. Ps.4(3)d
5.650.000 343.000 5.307.000 5.030.000
Perhitungan:
Biaya Gaji, Upah, dsb (SPT PPh Lamp.II) Rp.5.650.000.000,-
Penyesuaian fiskal positif (SPT PPh Lamp.I) 343.000.000,-
Biaya dapat dikurangkan Rp.5.307.000.000,-
Objek PPh. Ps.21 (SPT PPh Ps.21) Rp.5.030.000.000,-
G. Biaya Transportasi.
Biaya transportasi termasuk biaya pengangkutan bahan atau barang pada
waktu pembelian atau penjualan, bagi WP Badan dan BUT wajib memotong PPh
yang telah dibahas dalam Bab.2.
I. Biaya Sewa.
Biaya sewa terdiri dari sewa tanah dan atau bangunan, sewa kendaraan
angkutan darat, sewa harta selain tanah bangunan dan kendaraan angkutan darat,
termasuk charter kapal, charter pesawat, charter kendaraan; berkaitan dengan
kewajiban memotong PPh-Pasal 4(2) final atau PPh Pasal 23, PPh Pasal 15 telah
dibahas dalam Bab 2.
134 |Page
J. Biaya Bunga Pinjaman.
Biaya bunga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kewajiban memotong
PPh Pasal 23/26 telah dibahas dalam Bab 2.
Contoh:
PT. ABC (PKP) menjual kredit pada Toko Rejeki:
Harga barang Rp. 50.000.000
PPN (Pajak Keluaran) 5.000.000
Jumlah Piutang Usaha Rp. 55.000.000
Apabila piutang usaha tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih dan secara akuntansi
dihapuskan atau merupakan kerugian piutang, perlakuan perpajakannya:
a. PPN yang telah disetorkan ke Kas Negara tidak dapat diminta kembali.
b. PPh berdasarkan Pasal 6 (1) h UU PPh 1984.
135 |Page
b. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan
sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang
bersangkutan;
2) WP harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak; daftar tersebut harus
mencantumkan identitas debitur berupa nama, NPWP, alamat dan jumlah
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih; dilampirkan pada SPT.
Tahunan PPh.
3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan
perkara penagihannya Kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan uang antara kreditur
dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut,
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu; tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah
piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp.10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari
beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga
pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian: Kukesra,
KUT, KPRSS, KUK, KUR, Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan
perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan
koperasi dan debitur kecil lainnya yang tidak melebihi Rp.5.000.000,-.
Dibuat daftar nominatif debitur kecil dilampirkan pada SPT Tahunan PPh.
136 |Page
N. Biaya Promosi dan Penjualan.
1. Pasal 6 ayat (1)a.7. UU. No.36 Tahun 2008.
a. Biaya promosi dan penjualan dapat dibiayakan.
Penjelasan pasal 6 (1) a UU. No.36 Tahun 2008.
Mengenai pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang benar-
benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakikatnya merupakan
sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan dan sebagai
pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan No.02/PMK.03/2010 dalam Bab II.
b. Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh WP
dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk
baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau
meningkatkan penjualan.
c. Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
merupakan akumulasi dari jumlah:
d. Biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
e. Biaya pameran produk;
f. Biaya pengenalan produk baru; dan/atau
g. Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
137 |Page
lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan
pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
O. Biaya Entertainment.
Surat Edaran Dir. Jend. Pajak No.SE-27/PJ.22/1986, 14-06-1986.
Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek PPh,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibuat daftar nominatif dan
dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh.
Daftar Nominatif Entertainment:
1. Nomor urut,
2. Tanggal diberikan,
3. Nama/tempat entertainment diberikan,
4. Alamat entertainment,
5. Jenis entertainment,
6. Jumlah,
7. Relasi: nama, posisi, nama perusahaan, jenis usaha.
P. Sumbangan.
Sumbangan yang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, penguasaan atau
kepemilikan, bagi yang menerima bukan objek PPh dan bagi yang memberi bukan
biaya.
Pasal 6 ayat (1) i, j, k, l, m UU.No.36 Tahun 2008, dapat dibiayakan sumbangan
yang diatur atau berdasarkan PP (belum ada sampai penulisan bahan ajar ini):
1. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional;
2. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia;
3. Biaya pembangunan infrastruktur sosial;
4. Sumbangan fasilitas pendidikan;
138 |Page
5. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Q. Zakat.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh 1984 dan perubahannya, dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah zakat yang nyata-nyata dibayarkan oleh
WPOP pemeluk agama Islam dan atau WP Badan DN yang dimiliki oleh pemeluk
agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah; lihat KEP-163/PJ/2003.
Pasal 9 ayat (1) g UU. No.36 Tahun 2008, dapat dibiayakan adalah zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
139 |Page
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, diatur lebih lanjut: PP No.18 Tahun 2009,
Peraturan MKRI No.245/PMK.03/2008.
S. Biaya Kantor.
Biaya kantor terdiri dari alat tulis kantor, kertas, klip dan sebagainya
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
140 |Page
Contoh:
1 Mei 2002 dibeli Handphone untuk pegawai Rp.3.000.000,-, yang dapat
disusutkan 50% = Rp.1.500.000 penyusutan fiskal dengan metode garis lurus:
Penyusutan Fiskal yang dapat dikurangkan th.2002 = 8/12 x (25% x
Rp.1.500.000,-) = Rp.250.000,-.
- 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian uang pulsa dan perbaikan
dalam tahun yang bersangkutan dapat dikurangkan (deductible expense).
141 |Page
W. Gaji Pegawai yang Merupakan Pemegang Saham.
Pasal 9 (1) f UU. No.36 Tahun 2008, tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Koreksi atas gaji pegawai yang merupakan pemegang saham (25% atau
lebih), pada umumnya merupakan koreksi pemeriksa pajak.
Contoh:
Gaji Direktur (pemegang saham) 1 tahun = Rp.1.000.000.000,-
Yang Wajar (deductible) 300.000.000,- objek PPh-Ps.21
Dividen terselubung (non deductible) Rp. 700.000.000,- objek PPh-Ps.23
Pasal 9 (1) b dan Pasal 9 (1) i UU. No.17/2000, tidak dapat dikurangkan:
1. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota,
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau
orang yang menjadi tanggungannya.
X. Dividen Terselubung.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1a, 1b, 1i), segala pengeluaran perusahaan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham tidak dapat dibiayakan dan merupakan
pembagian dividen terselubung yang dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% sampai
dengan tahun 2008, dan mulai tgl 1 Januari 2009 dikenakan PPh Pasal 17 ayat (2c)
sebesar 10% (sepuluh persen) bersifat final; penyesuaian fiskal positif no.5a.
Pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham yang dibayar
perusahaan misalnya:
listrik dan air;
telepon rumah dan handphone;
perbaikan dan pemeliharaan rumah;
perbaikan dan perbaikan mobil;
biaya pendidikan;
biaya perjalanan;
biaya pengobatan;
142 |Page
sumbangan-sumbangan;
dan sebagainya.
b. Pasal 6 (1) e UU. No. 17/2000 (tidak ada perubahan UU. No.10/1994).
Kerugian dari selisih kurs mata uang asing dapat dikurangkan dari Ph. bruto.
Penjelasan:
Kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh adanya
fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan
Pemerintah dibidang moneter.
Kerugian selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs,
pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan
harus dilakukan secara taat asas.
143 |Page
Perubahan pada Penjelasan Pasal 4 ayat (1) l dan Pasal 6 ayat (1e) UU. No.36
Tahun 2008: Keuntungan (Kerugian) yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata
uang asing diakui berdasarkan pembukuan yang dianut dan dilakukan secara
taat asas sesuai dengan Standard Akuntansi Keuangan yang berlaku di
Indonesia.
Keuntungan/Kerugian selisih kurs mata uang asing yang terjadi akibat fluktuasi
nilai Rupiah pada perkiraan utang kepada kantor pusat suatu BUT:
a. Bagi B.U.T. bukan usaha perbankan, tidak diakui sebagai biaya atau tidak
diakui sebagai penghasilan.
b. Bagi BUT yang bergerak dibidang usaha perbankan tetap berlaku ketentuan
sesuai Pasal 4 (1) l dan Pasal 6 (1) e UU. No.17/2000.
4. Ketentuan PPN.
Pasal 31 PP. No.50/1994 junto Pasal 11 PP. No.143/2000:
a. Apabila pembayaran atau harga jual atau penggantian dilakukan dengan
mempergunakan mata uang asing, maka perhitungan PPN & PPn BM
144 |Page
dengan menggunakan kurs Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur
Pajak.
b. Dalam hal PPN & PPn BM dipungut oleh pemungut, maka besarnya PPN dan
PPn BM dikonversi kedalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs
Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh pemungutan PPN.
145 |Page
31-12-2001 10.500,- 10.400,-
31-12-2002 9.000,- 8.940,-
31-12-2003 8.500,- 8.465,-
31-12-2004 9.320,- 9.308,-
31-12-2005 9.900,- 9.840,-
31-12-2006 9.050,- 9.020,-
Pada akhir tahun 2007 sisa pinjaman dilunasi dengan kurs realisasi per USD =
Rp.9.425,-.
146 |Page
Rugi Kurs 2005 Rp. (272.000.000)
2006: a. Realisasi USD 100,000 (9.840 – 9.050) Laba Rp. 79.000.000,-
b. Pinjaman USD 300,000 (9.840 – 9.020) Laba 246.000.000,-
Laba Kurs 2006 Rp. 325.000.000,-
2007 Realisasi USD 300,000 (9.020 – 9.425) Rugi Rp. (121.500.000),-
147 |Page
bursa dikenai PPh yang bersifat final sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari margin awal.
b. Lembaga Kliring dan Penjamin, wajib:
1) memungut PPh-Final pada saat menerima penyetoran margin awal oleh
pialang berjangka atau anggota bursa;
2) menyetorkannya ke Bank Persepsi/Kantor Pos;
3) melaporkan ke KPP (SPT. Masa).
4) Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PMK.
148 |Page
asing yaitu PSAK No.10, PSAK No.11, ISAK No.4, PSAK No.52 dan PSAK
No.55.
PSAK No.10:
Bagi WP yang pembukuannya dengan Rupiah, tetapi transaksinya dalam valuta
asing (valas) harus dibukukan dengan kurs pada saat terjadinya transaksi yaitu
kurs tunai atau kurs spot.
Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati tanggal transaksi sering
digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu atau sebulan;
selanjutnya disebutkan bahwa Kurs Tengah B.I. sebagai indikator yang objektif.
Kurs tunai atau kurs spot terjadi apabila transaksi dalam valuta langsung
dirupiahkan, akan tetapi apabila transaksi valas tersebut tidak langsung
dirupiahkan akan dibukukan dengan kurs pembukuan.
Kurs pembukuan dapat digunakan Kurs Tengah B.I. atau Kurs Pajak yaitu Kurs
yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai dasar pelunasan Bea Masuk, PPN,
Pajak Ekspor dan PPh; Kurs Pajak tersebut ditetapkan berdasarkan rata-rata
kurs realisasi yang terjadi minggu lalu, yang berlaku mulai hari Senin sampai
dengan hari Minggu berikutnya. Dalam pemeriksaan pajak sering dilakukan
equalisasi jumlah peredaran menurut SPT PPh dengan jumlah penyerahan
menurut SPT. PPN, dalam transaksi valas untuk menghitung PPN digunakan
kurs pajak, oleh karena itu kurs pembukuan dapat digunakan kurs yang sama
yaitu kurs pajak; yang penting penggunaan kurs tersebut harus konsisten.
149 |Page
b. Pos non moneter (aktiva tetap, investasi jangka panjang, modal dsb) tidak
boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap
harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi.
c. Pos non moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam valas harus
dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut
ditentukan.
Pengakuan Laba (Rugi) kurs valas dibedakan antara yang sudah direalisasi
(Realized Gain/Loss Exchange rate) dan yang belum direalisasi (Unrealized
Gain/Loss Exchange rate).
Contoh 1:
Pada tanggal 15 Juni dijual secara kredit barang dagangan (BKP) seharga USD
10,000 belum termasuk PPN dibukukan dengan kurs pajak per USD =
Rp.9.900,-, FP Standar langsung dibuat.
Jurnal:
Piutang Dagang D 108.900.000
Penjualan K 99.000.000
PPN (PK) K 9.900.000
Pada tanggal 28 Juni dilunasi dengan cek HSBC USD 11.000,- dibukukan
dengan kurs per USD = Rp. 9.950,-.
Jurnal:
R/K Giro HSBC D 110.009.950
Piutang Dagang K 108.900.000
Realisasi L/R Kurs K 1.109.950
Contoh 2:
Pada tanggal 10 Juni dijual secara kredit barang dagangan (BKP) seharga USD
20.000 = contoh no.1 sampai dengan 30 Juni belum dilunasi, kurs per USD =
Rp.10.000,- dan tanggal 15 Juli dilunasi kurs per USD = Rp.10.030,-.
Jurnal 5 Juni:
Piutang Dagang D 217.800.000
Penjualan K 198.000.000
PPN (PK) K 19.800.000
150 |Page
30 Juni: Piutang Dagang D 2.200.000
Unrealized L/R Kurs K 2.200.000
15 Juli : R/K Giro HSBC D 220.660.000
Unrealized L/R Kurs D 2.200.000
Piutang Dagang K 220.000.000
Realisasi L/R Kurs K 2.860.000
Bagi WP yang telah menggunakan kurs tengah B.I. pada tiap-tiap akhir tahun
untuk menghitung laba-rugi kurs tidak ada masalah, tinggal melanjutkan saja;
sedangkan bagi WP yang menggunakan kurs tetap (kurs historis) untuk
menghitung laba-rugi kurs berdasarkan prinsip realisasi, belum ada petunjuk dari
DJP mengenai perubahan pengakuan laba-rugi kurs mulai tahun 2009.
Z. Biaya Lain-lain.
Biaya lain-lain yang tidak ada rinciannya tidak dapat dibiayakan, apabila ada
rinciannya dilakukan koreksi fiskal atas biaya lain-lain yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto.
151 |Page
PIB (Pemberitahuan Import Barang).
- cif x kurs MK Rp. 10.000.000.000,-
- Bea Masuk 20% Rp. 2.000.000.000,-
Nilai Impor Rp. 12.000.000.000,-
- Nilai Import sebagai dasar perhitungan PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22.
- PPN Import sebesar 10% = Rp. 1.200.000.000,- merupakan Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan dengan Pajak keluaran; bukan merupakan biaya yang dapat
dikurangkan.
- PPn BM sebesar 10% = Rp. 1.200.000.000,- merupakan biaya yang dapat
dikurangkan.
- PPh Pasal 22 dengan API sebesar 2,5% = Rp. 3.000.000.000,- merupakan kredit
PPh, tidak dapat dikurangkan.
f. Akuntansi persediaan dan pemakaian bahan baku, barang dalam proses, barang
jadi sesuai dengan Pasal 10 ayat (6) UU PPh 1984.
g. Upah langsung dalam HPP sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh
1984.
h. Biaya Produksi Tak Langsung (overhead) dalam HPP sesuai Pasal 6 ayat (1) UU
PPh 1984.
i. Penyusutan dalam HPP, lihat contoh Penyusutan pada Bab 4.
j. Biaya SDM pada Biaya Usaha, lihat contoh pada Sub bab 5.6.
k. Didalam Biaya Promosi terdapat hadiah yang tidak berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan promosi sebesar Rp.400.000.000,-.
152 |Page
l. Didalam biaya barang cetakan, terdapat biaya cetak kartu undangan pemegang
saham sebesar Rp. 20.000.000,-.
Pasal 9 (1) b UU. No.36/2008, tidak boleh dikurangkan: biaya yang dibebankan
atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau
anggota.
Semua biaya (listrik, telpon, air, pengobatan, perjalanan, dsb), apabila termasuk
keperluan pribadi pemegang saham yang dibayar perusahaan, tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
m. Pada tanggal 6 Maret 2010 membeli saham PT AGP Tbk di BEJ seharga
Rp.2.800.000.000,-, dijual pada bulan Oktober 2010 seharga Rp.2.300.000.000,
Rugi penjualan saham PT. AGP sebesar Rp.500.000.000,- tidak dapat
dikurangkan karena jual-beli saham di bursa Jakarta telah dikenakan PPh Final
(PP. No.41 Th. 1994 dan PP. No.14 Th. 1997).
n. Penyusutan fiskal dalam Biaya Usaha, lihat contoh Penyusutan Bab 4.
o. Penghasilan Jasa Giro termasuk pengertian bunga tabungan dipotong PPh
Pasal 4 (2) Final sebesar 20% oleh Bank yang bersangkutan.
PPh Pasal 4(2) Final = 20% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 40.000.000,-.
p. Peraturan MKRI. No.244/PMK.03/2008.
1) Penghasilan Komisi Perantara dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp.300.000.000,- = Rp.6.000.000,-.
2) Penghasilan sewa Kendaraan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp.100.000.000,- = Rp.2.000.000,-.
3) Penghasilan sewa Mesin dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x
Rp.100.000.000,- = Rp.2.000.000,-.
q. PP No. 29 Th.1996 junto PP No. 5 Th. 2002.
Atas penghasilan sewa ruangan yang diterima oleh WPOP, WP Badan atau BUT
dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebesar 10% =
10% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 20.000.000,-.
r. Penyertaan pada PT. KLM sebesar 30% dari modal yang disetor PT. KLM.
Pada tahun 2010 menerima deviden kas dari PT. KLM sebesar Rp.
500.000.000,- bukan objek PPh berdasarkan Pasal 4 (3) f UU. No. 36 Tahun
2008.
153 |Page
s. Penghasilan deviden dari jual - beli saham perusahaan yang sudah masuk bursa
yang tidak memenuhi syarat Pasal 4 (3) f UU. No. 36 Tahun 2008, merupakan
objek PPh dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp. 100.000.000,- = Rp.
15.000.000,-.
t. Tanah dibeli tahun 2006 seharga Rp. 2.200.000.000,- tidak digunakan untuk
usaha (tanah kosong) dan belum dilakukan revaluasi, pada bulan Juni 2010
dijual tunai, harga neto Rp.3.200.000.000,- (Akta Notaris) NJOP.PBB pada awal
tahun 2010 sebesar Rp. 3.500.000.000,-.
PP. No. 48/1994, junto PP. No. 27/1996 dan PP. No. 79/1999, PP. No.71/2008.
WP Badan selain Yayasan yang mengalihkan tanah atau bangunan, atas
keuntungan pengalihan harta dikenakan PPh-Tidak Final.
PPh Pasal 25 yang harus dibayar sebesar 5% dikalikan nilai tertinggi antara
harga jual menurut Akte Notaris dan NJOP-PBB.
1) Keuntungan penjualan tanah sebesar Rp. 1.000.000.000,- merupakan objek
PPh-Tidak Final; mulai th.2009 dikenakan PPh Final, SE-06/PJ.03/2008.
Penj. Ps.8 PP. No.71 Th.2008, mulai 1-1-2009 dikenai PPh Final.
2) PPh Pasal 25 sebesar 5% x Rp. 3.500.000.000,- = Rp. 175.000.000,-.
154 |Page
v. Laba - Rugi - Kurs Valuta Asing.
1) Pasal 4 (1) L UU. No. 36 Tahun 2008.
Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan objek PPh-Tidak
Final.
Penjelasan:
Keuntungan (Kerugian) karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui
berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
w. SE-04/PJ.42/2002.
1) Imbalan bunga yang diterima oleh WP berkenaan dengan pengembalian
pembayaran pajak berdasarkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau
Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, merupakan objek PPh.
Pada UU. No.36 Tahun 2008, ditambahkan Pasal 4 ayat (1) huruf r, imbalan
bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai KUP
merupakan objek PPh.
155 |Page
objek PPh, karena pada waktu penghapusannya merupakan biaya yang dapat
dikurangkan.
156 |Page
SOAL I
a. Buat Rekonsiliasi Fiskal dan Equalisasi dengan objek Pot/Put PPh tahun
2010!
b. Hitung Penghasilan Neto Fiskal dan Penghasilan Kena Pajak serta PPh.
Kurang (Lebih) Bayar tahun 2010!
c. Hitung PPh. Pasal 25 tahun 2011, apabila SPT. PPh. tahun 2010
disampaikan ke KPP tanggal 30 April 2011!
d. Isi Formulir SPT. PPh. WP Badan Tahun 2010!
Rugi – Laba Komersial dan koreksi fiskal karena beda tetap dari tahun 2001
s.d. 2007.
Tahun Laba (Rugi) Biaya tidak dapat Ph. Dikenakan PPh-
dikurangkan Final dan Bukan
Objek PPh
2001 (6.000.000.000) 800.000.000 (200.000.000)
2002 (5.000.000.000) 1.000.000.000 (300.000.000)
2003 (4.000.000.000) 1.200.000.000 (400.000.000)
2004 (5.600.000.000) 1.300.000.000 (300.000.000)
2005 2.500.000.000 1.500.000.000 (500.000.000)
2006 3.500.000.000 1.400.000.000 (200.000.000)
2007 4.500.000.000 1.600.000.000 (400.000.000)
2008 6.000.000.000 1.800.000.000 (600.000.000)
2009 7.500.000.000 2.000.000.000 (500.000.000)
Biaya yang tidak dapat dikurangkan termasuk beda tetap penyusutan sedan.
Perusahaan mendapat SKB PPh. Pasal 22 Import dari tahun 2001 s.d. 2009
dan tidak ada pembayaran PPh dari tahun 2001 s.d. 2008.
1. Hitung Laba (Rugi) Fiskal dari tahun 2001 s.d. 2009!
2. Hitung Penghasilan Kena Pajak (Rugi Fiskal) dan PPh. Terhutang dari
tahun 2001 s.d. 2009, SPT. PPh. disampaikan pada awal tahun (tidak
terlambat)!
157 |Page
REKONSILIASI FISKAL BIAYA USAHA
(RIBUAN RUPIAH)
1 2 3 5=3-4 6
158 |Page
NO JENIS BIAYA KOMERSIAL FISKAL KETERANGAN
1 2 3 4 5=3-4 6
23 RETRIBUSI DAERAH 150,000 - 150,000 SE-02/PJ.42/02
24 KERUGIAN PIUTANG
a. PENYISIHAN 300,000 b 300.000 - Ps. 9(1)c
b.TDK DPT DITAGIH
= 105/PMK.03/2009 180,000 180,000 Ps. 9(1)c
TDK. SESUAI - 105/03/09 50,000 5l 50.000 - Ps. 6(1) h
25 PM - TDDK DG PK : Ps. 6(1) h
a. FPSdh - BKP Ps. 6 20,000 - 20,000 PP.138/2000
b. FPSdh - BKP Ps. 9 10,000 5l 10.000 - sda
c. FP. Std - Catat 5,000 5l 5.000 - sda
26 SANKSI ADM. PJK - KUP 100,000 5h 100.000 - Ps. 9(1)k
27 PPH-FINAL 63,100 5f 63.100 - Ps. 9(1)h
28 PARSEL LEBARAN 20,000 5l 20.000 -
29 KARANGAN BUNGA 10,000 5l 10.000 -
30 RUGI SHM BEJ 500,000 5l 500.000 - PP.138/2000
31 B. BUNGA 5,000,000 - 5,000,000 Ps.6(1)a
32 RUGI - KURS 1,200,000 - 1,200,000 Ps.6(1)e
33 B. LAIN - LAIN 48,500 5l 48.500 - Tidak ada rincian
34 PENYUSUTAN 486,500 207,500 279,000 Ps.11
35 Amortisasi Kend. S.G.U. 80,000 5l 80.000 - 1169/KMK.01/91
36 Bunga SGU 24,129 5l 24.129 - sda
37 Pembayaran SGU - 5l (150.000) 150,000 sda
38 Sewa Kend. 36,000 - 36,000 Ps.23 = 2%
- - - -
BIAYA USAHA 25,729,229 2,756,229 22,973,000
159 |Page
II HARGA POKOK PENJUALAN (DALAM RIBUAN RUPIAH)
PPh
KOREKSI
KOMERSIAL FISKAL KETERANGAN
POS (Neg) FISKAL
3 UPAH LANGSUNG
1,600,000 - 1,600,000
4 BPTL (OVERHEAD)
160 |Page
g. SPART PARTS 680,000 - 680,000 Ps. 6(1)
h. LISTRIK 1,270,000 - 1,270,000 Ps. 6(1)
i. AIR 400,000 - 400,000 Ps. 6(1)
j. BAHAN BAKAR 690,000 - 690,000 Ps. 6(1)
k. PEMLHRAANM GDNG 650,000 - 650,000 PPh. Final
l. PEMLHRAAN MSN 380,000 - 380,000 PPh. Ps.23
m. ATK 300,000 - 300,000 Ps. 6(1)
n. BEBAN KEND. OP 540,000 - 540,000 Ps. 6(1)
o. BENSIN/TOL OP 90,000 - 90,000 Ps. 6(1)
p. FOTOCOPY 60,000 - 60,000 Ps. 6(1)
q. ASURANSI PABRIK 150,000 - 150,000 Ps. 6(1) a.6
r. LABORATORIUM 350,000 - 350,000 Ps. 6(1)
s. BUANG LIMBAH 200,000 - 200,000 Ps. 6(1) a.5
t. PBB-PABRIK 50,000 - 50,000 Ps. 6(1) a.9
u. ROYALTY 1,300,000 - 1,300,000 Ps.23/26 PPN Jasa LN
SUB TOTAL 9,300,000 - 9,300,000
161 |Page
PT. DAYA UTAMA
REKONSILIASI LABA RUGI FISKAL
TAHUN 2010 (DALAM RIBUAN RUPIAH)
KOREKSI FISKAL
KOM ERSIAL PPh KETERANGAN
Pos (Neg)
Rugi-Th. Lalu IX - 0 -
162 |Page
PERHITUNGAN PPH-2010
Penghasilan Neto Fiskal DN Rp.15.817.000.000,- ( 88,77%)
Penghasilan Neto LN 2.000.000.000,- ( 11,23%)
Jumlah Penghasilan Neto Rp.17.817.000.000,- (100%)
Kompensasi Rugi Fiskal 2004 0
Penghasilan Kena Pajak Rp.17.817.000.000,-)
PPh Terutang 25% Rp. 4.454.250.000,-
PPh Ps.24 atas laba di AS.
Dibayar di AS 40% = 800.000.000
MAX = 11,23% x 4.454.250 500.212.275
Dibayar di D.N Rp. 3.954.037.275
PPh Ps.22/23 (NO.19) (925.000.000,-)
Dibayar di DN Rp. 3.029.037.275,-
PPh Ps.25 (1.350.000.000)
PPh Ps.29 Kurang Bayar Rp. 1.679.037.725,-
Paling lambat dibayar sebelum SPT PPh 2010 disampaikan ke KPP (30 April 2011).
163 |Page
PPh Ps. 25 sebulan Rp. 227.003.144,-
Catatan:
Pengisian SPT Tahunan PPh tahun 2009 hanya diberikan contoh pengisian angka-
angkanya saja, untuk pengisian lengkap yang memenuhi ketentuan formal dan
material, mahasiswa atau peserta diklat supaya mengisi dalam formulir SPT
Tahunan PPh WP Badan lengkap dengan lampirannya.
RANGKUMAN.
164 |Page
LATIHAN
Berdasarkan data berikut ini buat Rekonsiliasi Fiskal pada Kertas Kerja yang
ada di Soal dan isi SPT Tahunan PPh dengan benar dan lengkap pada formulir
yang tersedia.
1. INFORMASI UMUM.
a. Nama WP : PT. FARMACOYO.
b. NPWP : 03.987.654.3.054.000
c. Telpon/Fax : 021.8974530
d. Jenis Usaha : Industri Farmasi.
e. Alamat : Jl. RAYA BOGOR KM.25
f. Pembukuan : Rupiah
g. Periode Pembukuan: Tahun Kalender
h. Nama KAP : WARTOYO & REKAN
NPWP : 03.123.456.7.018.000
Opini : Wajar Tanpa Syarat
i. Nama Akuntan : WARTOYO
NPWP : 04.357.468.015.000
j. Nama KKP : WITOYO
NPWP : 06.935.864.016.000
k. Nama Konsultan : WITOYO
NPWP : 06.935.864.016.000
l. Pengurus :
Direktur Utama : SIMONS
NPWP : 06.347.652.5.017.000
Direktur SUWITNYO
NPWP : 04.963.578.9.016.000
Komisaris : Abraham
WPLN.
m. Pemegang Saham : - XYZ. Ltd. Comp – USA 90%
Tidak ada NPWP.
- PT. Husada Jaya 10%
NPWP: 01.321.654.9.010.000
2. Penjualan.
a. Penjualan ke distributor tunggal PT. SEHAT SEJATI, dari distributor
tunggal dijual ke apotik atau pedagang obat-obatan ke seluruh
Indonesia; dan penjualan langsung ke Pemerintah untuk obat-obat
generik.
Penjualan ke distributor tunggal sebesar Rp.420.000.000.000,- dan ke
Pemerintah sebesar Rp.60.000.000.000,- yang sudah dibayar sebesar
Rp.50.000.000.000,-.
165 |Page
b. Potongan Penjualan yang diberikan kepada distributor tunggal
sebesar Rp.34.000.000.000,- karena terjadi penurunan kurs valuta
asing yang mengakibatkan harga pokok import rendah.
Potongan Penjualan sebesar Rp.2.000.000.000,- diberikan atas
penjualan ke Pemerintah yang tidak didukung bukti-bukti yang sah.
c. Retur Penjualan terdiri dari pengembalian obat-obatan yang rusak
atau daluwarsa, pada akhir tahun 2009 dicadangkan sebesar
Rp.1.000.000.000,- untuk mengantisipasi obat-obatan yang masih
berada di apotik, rumah sakit, dsb.
d. Sisannya diekspor.
3. Pembelian dalam negeri, terdapat potongan pembelian sebesar
Rp.500.000.000,- yang tidak dibukukan, uangnya disumbangkan ke
beberapa partai politik sesuai ketentuan undang-undang.
4. Terdapat bahan buku yang rusak seharga Rp.200.000.000,- yang berasal
dari pembelian dalam negeri yang seharusnya dikembalikan ke
Penjualnya; barang yang rusak tersebut tidak termasuk harga persediaan
akhir material.
5. Import dengan API, Bea masuk bahan baku obat-obatan nol persen, nilai
cif Rp.110.000.000.000,- dan biaya PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan) sebesar Rp.15.000.000.000,-, pembukuan realisasi import
berdasarkan kurs tengah BI sebesar Rp.108.000.000.000,-, pengeluaran
yang tidak ada buktinya Rp.3.000.000.000,-
6. Rincian Upah Buruh.
a. Upah Pokok ......................................... Rp. 7.500.000.000,-
b. JKK & JKM Jamsostek ........................ 90.000.000,-
c. Premi Jaminan Kesehatan ................... 300.000.000,-
d. Iuran JHT ............................................. 278.000.000,-
e. Uang Lembur ....................................... 2.000.000.000,-
f. Tunjangan Hari Raya ........................... 622.000.000,-
g. Pakaian Keselamatan Kerja ................ 110.000.000,-
h. Penyediaan Makan .............................. 360.000.000,-
i. Bus antar jemput .................................. 600.000.000,-
j. Rekreasi, Olah Raga ........................... 100.000.000,-
k. Sumbangan (Natura) ke karyawan ...... 40.000.000,-
7. Gaji Staf Pabrik untuk Expatriate yang sudah ada NPWP, rincian:
a. Gaji Pokok ........................................... Rp. 3.600.000.000,-
b. Tunjangan Rumah/Kend ...................... 400.000.000,-
c. Premi asuransi Kesehatan ................... 300.000.000,-
d. Tunjangan PPh. Ps.21 ......................... 1.200.000.000,-
e. Biaya Cuti ............................................ 300.000.000,-
f. Membership ......................................... 200.000.000,-
166 |Page
8. Biaya Produksi Tak Langsung.
a. Listrik ................................................... Rp. 3.400.000.000,-
b. Air ........................................................ 600.000.000,-
c. Karton/Pembungkus 2.800.000.000,-
d. ............................. 300.000.000,-
e. Biaya Pemeliharaan ............................. 900.000.000,-
f. Biaya Perbaikan Mesin ........................ 1.000.000.000,-
Penyisihan Kerusakan Material ...........
12. Didalam Persediaan Akhir Barang Jadi tidak termasuk barang yang rusak
atau daluwarsa yang dikembalikan oleh Distributor yang belum
dimusnahkan seharga Rp.1.000.000.000,-, harga pokoknya
Rp.700.000.000,-; Barang jadi yang rusak atau daluwarsa yang
dikembalikan dari Distributor dipisahkan dengan persediaan barang jadi
atau tidak dimasukkan dalam kartu gudang.
167 |Page
14. Biaya Perjalanan:
a. Pegawai tugas dalam negeri ............... Rp. 9.000.000.000,-
b. Pegawai tugas keluar negeri ............... 3.600.000.000,-
c. Wakil Pemegang Saham RUPS .......... 1.400.000.000,-
d. Kedatangan Expatriate ........................ 2.000.000.000,-
22. Sedan untuk Pegawai tertentu karena jabatannya dibeli awal tahun 2007
seharga Rp.3.000.000.000,- taksiran umur enam tahun.
23. Hand Phone untuk pegawai tertentu karena jabatannya dibeli awal tahun
2008 seharga Rp.90.000.000,-.
168 |Page
26. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan peraturan pemerintah
daerah setempat.
27. Kerugian Piutang adalah pembebanannya dari distributor yang tidak dapat
ditagih.
32. Penyertaan modal pada PT. SEHAT SEJATI sebesar 60% dari modal
disetor, pada tahun 2009 PT. SEHAT SEJATI memperoleh laba setelah
PPh sebesar Rp.10.000.000.000,-
34. Tahun 2006 dan 2007 SPT. PPh diisi kurang bayar atau tidak rugi.
169 |Page
REKONSILIASI LABA RUGI PT. FARMACOYO
PERIODE 1 JANUARI s.d. 31 DESEMBER 2009
DALAM RUPIAH PENUH
KETERANGAN KOMERSIAL
Penjualan 480,000,000,000
Potongan Penjualan - 36,000,000,000
Retur Penjualan - 12,000,000,000
Penjualan Neto 432,000,000,000
170 |Page
Biaya Usaha
a. Biaya SDM 24,000,000,000
b. Perjalanan 16,000,000,000
c. Pendidikan 6,000,000,000
d. Promosi 36,000,000,000
e. Entertainment 2,500,000,000
f. Sumbangan 1,000,000,000
g. Royalti 24,000,000,000
h. PPh. Ps.26 Royalti 2,000,000,000
i. A.T.K 1,200,000,000
j. Kerugian Pemusnahan Br. 1,000,000,000
k. Penyusutan Klp. I 360,000,000
Penyusutan Aplikasi
l. Khusus 600,000,000
m. Penyusutan Sedan 500,000,000
n. Penyusutan Handphone 30,000,000
o. Penyusutan Kend. Op 1,200,000,000
p. B. Pemeliharaan 800,000,000
q. B. Handphone 20,000,000
r. PDRD 250,000,000
s. PBB 100,000,000
t. Kerugian Piutang 1,000,000,000
u. B. Penelitian 3,000,000,000
v. B. Jasa 300,000,000
w. B. Bunga 30,000,000,000
x. Rugi Kurs 4,000,000,000
y. Macam-macam Biaya 140,000,000
156,000,000,000
171 |Page
BAB
SEWA GUNA USAHA (LEASING)
6
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan membuat perbandingan
atau menyusun rekonsiliasi antara sewa guna usaha menurut akuntansi dan
pajak penghasilan bagi lessee.
172 | P a g e
6. Pembayaran sewa-guna-usaha (lease payment) adalah jumlah uang yang harus
dibayar secara berkala oleh lessee kepada lessor selama jangka waktu yang
telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan
perjanjian sewa-guna-usaha;
7. Piutang Sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh
pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha;
8. Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang di
lease ditambah dengan biaya langsung;
9. Nilai Pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal
yang riil dikeluarkan oleh lessor;
10. Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha
yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;
11. Imbalan jasa-sewa-guna-usaha adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-
usaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-usaha bagi lessor;
12. Nilai sisa (Residual Value) adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa-
guna-usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa
sewa-guna-usaha;
13. Simpanan Jaminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima lessor
dari lessee pada permulaan masa lessee sebagai jaminan untuk kelancaran
pembayaran lease;
14. Masa Sewa-guna-usaha (Lease Term) adalah jangka waktu sewa-guna-usaha
yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna-usaha oleh
lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna-usaha berakhir;
15. Masa Sewa-guna-usaha Pertama adalah jangka waktu sewa-guna-usaha barang
modal untuk transaksi sewa-guna-usaha yang pertama kalinya;
16. Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha
atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha.
173 | P a g e
satu tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (No.68/PMK.03/2010), misalnya sewa
menyewa tenda, alat pesta, buku dan sebagainya.
b. Kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha tanpa hak
opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha
pertama tidak dapat memenuhi harga perolehan barang modal yang di sewa
guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh Lessor.
2) Perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi
lessee.
c. Bagi Lessor (pihak yang menyewakan) :
1) Seluruh pembayaran sewa guna usaha yang diterima atau diperoleh
merupakan obyek PPh.
2) Pembebanan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-
usahakan dimulai pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan
disewa-guna-usahakan. Khusus terhadap barang modal berupa tanah, tidak
diperbolehkan untuk disusutkan.
3) Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang
ragu-ragu.
4) Lessor apabila sudah dikukuhkan sebagai PKP, wajib memungut PPN
sebesar 10% dari jumlah tagihan.
d. Bagi Lessee (yang menyewa)
1) Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-
guna-usahakan.
2) Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau yang terutang adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
3) Atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee
wajib dipotong PPh Pasal 23.
4) Perusahaan sewa guna usaha yang semata-mata bergerak di bidang usaha
sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) penghitungan PPh Pasal
25 sesuai ketentuan yang berlaku.
174 | P a g e
a. Barang modal yang disewa guna usahakan harus diperlakukan dan dicatat
sebagai aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
b. Pembayaran sewa guna usaha (lease payment) selama tahun berjalan yang
diperoleh dari penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan
sewa. Pendapatan sewa harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus
sepanjang masa sewa guna usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha
mungkin dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap periode.
c. Penyusutan aktiva yang disewa guna usahakan harus dilakukan dalam jumlah
yang layak berdasarkan taksiran masa manfaat.
d. Kalau aktiva yang disewa guna usahakan dijual maka perbedaan antara nilai
buku dan harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian
tahun berjalan.
175 | P a g e
Junal PT. INDORENT
Kas (Bank) D Rp. 1.080.000,-
PPh Dibayar Dimuka D Rp. 20.000,-
PPN (PK) K Rp. 100.000,-
Pendapatan sewa K Rp. 1.100.000,-
Apabila lessee bukan PKP, misalnya Bank, Rumah Sakit, Hotel dan sebagainya,
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dapat dibiayakan, dengan jurnal :
176 | P a g e
2. Perlakuan PPh & PPN atas SGU dengan hak opsi bagi Lessee.
a. Sewa guna usaha langsung (direct lease), dalam transaksi ini lessee belum
pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa guna usaha, sehingga
atas permintaannya lessor membeli barang modal tersebut.
b. Lessor bukan PKP, oleh karena itu Faktur Pajak Standar dari suplier barang
modal dipindahkan (qq) ke lessee supaya dapat dikreditkan oleh lessee.
Contoh :
PT. A (suplier barang modal) menjual barang modal ke PT. B (Lessor) untuk
disewa guna usahakan ke PT. C (lessee) sebagai PKP.
Faktur Pajak Standar atas pemungutan PPN ditulis nama dan NPWP PT. B qq
PT. C.
c. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna
usahakan, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang
modal tersebut. Penyusutan dilakukan mulai tahun pajak digunakannya hak opsi;
khusus untuk barang modal berupa tanah tidak boleh disusutkan.
d. Dasar penyusutan yang dipakai setelah lessee menggunakan hak opsi untuk
membeli barang modal tersebut adalah nilai sisa (residual value) barang modal
yang bersangkutan.
e. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayarkan atau terutang, kecuali
pembayaran atas tanah merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut dapat
digolongkan sebagai sewa guna usaha dengan hak opsi
3. Perlakuan akuntansi SGU dengan hak opsi oleh Penyewa guna usaha
(lessee).
177 | P a g e
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban
penyewa guna usaha.
b. Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran
sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa
guna usaha (lessor) atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna
usaha.
c. Aktiva yang disewa guna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar
berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
g. Pada tanggal jatuh tempo, PT. SENTOSA ABADI menggunakan hak opsi.
Sisa umur komersial 3 tahun, penyusutan Fiskal dengan metode Saldo
Menurun.
178 | P a g e
2002 Laba Rp. 1.500.000.000,-
2003 Laba Rp. 1.400.000.000,-
2004 Laba Rp. 1.200.000.000,-
2005 Laba Rp. 1.000.000.000,-
Diminta :
- Buat Tabel Pembayaran Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, terdiri : Jumlah
pembayaran, bunga, angsuran pokok, sisa pokok pinjaman.
- Buat perbandingan pembebanan biaya secara Akuntansi dan Fiskal mulai 2000
s.d. 2005 !
- Hitung Penghasilan Kena Pajak (Rugi Fiskal) dan PPh Terhutang dari tahun
2000 s.d. 2005 !
- Buat laporan “ Laba Yang Ditahan” secara Komersial dan Fiskal !
Jawaban.
Harga on the road 20 X Rp.170.000.000 = Rp.3.400.000.000,-
Uang muka 20 X 40.000.000 = 800.000.000,-
Rp.2.600.000.000,-
Nilai Residu 20 X 10.000.000 = 200.000.000,-
Pokok Pinjaman 20 X 120.000.000 = Rp.2.400.000.000,-
Jumlah Angsuran 8X20X Rp18.800.000 = 3.008.000.000,-
Bunga Ditangguhkan 608.000.000,-
179 | P a g e
Tabel SGU dengan Hak Opsi.
Akuntansi :
180 | P a g e
Taksiran Umur 3 tahun
Metode garis lurus
Penyusutan pertahun Rp. 600.000.000,-
2002 = 9 bulan = Rp. 450.000.000,-
2003 = 12 600.000.000,-
2004 = 12 600.000.000,-
2005 = 3 150.000.000,-
Rp.1.800.000.000,-
181 | P a g e
2003 600.000.000,- 537.500.000,- 62.500.000,-
2004 600.000.000,- 568.750.000,- 31.250.000,-
2005 150.000.000,- 118.750.000,- 31.250.000,-
1.800.000.000,- 1.600.000.000,- 200.000.000,-
GRAND TOTAL 4.008.000.000,- 0 4.008.000.000,-
BEDA WAKTU
2002 678.770.900,- 227.770.900,- 451.000.000,-
182 | P a g e
Perhitungan PPh Terutang dan Aktiva (Kewajiban) Pajak Tangguhan.
194 | P a g e
c. JUMLAH DTA (DTL) - NERACA -270,619,219 -446,731,270 -395,900,000 -252,150,000 -99,025,000 -80,900,000
13. a. MIS. PPH TARIF TUNGGAL 30% 0 16,800,000 331,200,000 419,850,000 371,625,000 313,125,000
b. DTA (DTL) = 10 - 13a -270,619,219 -165,212,051 68,331,270 161,250,000 170,625,000 35,625,000
c. JUMLAH DTA (DTL) -270,619,219 -435,831,270 -367,500,000 -206,250,000 -35,625,000 0
195 | P a g e
F. Penjualan dan Penyewaan Kembali (Sale and lease back).
1. Dalam transaksi ini Lessee terlebih dahulu menjual barang modal yang sudah
dimilikinya kepada lessor dan atas barang modal yang sama kemudian dilakukan
kontrak sewa guna usaha antara Lessee (pemilik semula) dengan Lessor
(pembeli barang modal tersebut).
2. Dalam hal terjadi transaksi sale and lease back, harus diperlakukan sebagai 2
(dua) transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna
usaha. Transaksi penjualan barang modal kepada Lessor diperlakukan sebagai
penarikan aktiva oleh karena itu harus dihitung keuntungan (kerugiannya).
3. Contoh:
Pada awal tahun 2007 (2 januari 2007) PT. ABC melakukan sale and lease
back ke PT. Bumi Artha yang merupakan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
atau bertindak sebagai lessor.
Data aktiva tetap berupa Mesin Pabrik dari PT. ABC
Akuntansi Fiskal
N.B. Rp. 3.000.000.000,- Rp. 2.500.000.000,-
Harga Pasar 5.000.000.000,- 5.000.000.000,-
Keuntungan pengalihan harta Rp. 2.000.000.000,- Rp. 2.500.000.000,-
Objek PPh
Dalam transaksi sale and lease back, mesin pabrik tersebut masih beroperasi hanya
dokumen kepemilikan ditambah jaminan yang diserahkan ke lessor, dan PT. ABC
menerima uang sebesar Rp. 5.000.000.000,- Atas transaksi sale and lease back
tersebut, PT. ABC memperoleh keuntungan pengalihan harta menurut akuntansi
sebesar Rp. 2.000.000.000,- dan menurut PPh Rp. 2.500.000.000,- yang merupakan
objek PPh Selanjutnya dibuat kontrak SGU-dengan hak opsi seperti yang telah
dibahas.
Perlakuan PPN atas transaksi sale and lease back, PT. ABC supaya minta surat
keterangan tidak terutang PPN ke Direktur Jenderal Pajak
196 |Page
RANGKUMAN
Sewa guna usaha dibedakan antara SGU tanpa hak opsi dan SGU dengan hak
opsi. Perlakuan PPh sama dengan akuntansi, atas SGU tanpa hak opsi baik
bagi lessor maupun lesse, yaitu :
a. Lessor mengakui pendapatan atau penghasilan atas pembayaran yang
diterima dari lessee.
b. Lessor menyusutkan barang modal yang disewa guna usahakan.
c. Lessee mengakui biaya atas jumlah pembayaran ke lessor.
d. Lessee tidak melakukan penyusutan barang modal yang diperoleh.
Perlakuan PPh sama dengan akuntansi bagi lessor atas SGU dengan hak opsi.
Perlakuan PPh berbeda dengan akuntansi atas SGU dengan hak opsi bagi
lessee, yaitu :
a. Yang merupakan biaya komersial adalah amortisasi atau penyusutan
barang modal yang diperoleh dan biaya bunga atas angsuran.
b. Yang merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak adalah jumlah pembayaran atau yang terutang
atau jumlah angsuran yang terdiri atas pokok dan bunga.
c. Perbedaan tersebut merupakan beda waktu.
Dalam transaksi sale and lease back, bagi lesse diperlakukan dua transaksi
yaitu transaksi penjualan aktiva tetap dan transaksi SGU dengan hak opsi;
sedangkan untuk PPN perlu surat keterangan tidak terutang PPN dari Direktur
Jenderal Pajak.
LATIHAN
Pada tanggal 31 Maret 2005 PT. SENTOSA (Lesse) yang berusaha dalam
bidang angkutan darat, memperoleh 50 kendaraan dengan cara Sewa Guna
Usaha dengan hak OPSI dari PT. DANA MAHKOTA (Lessor) dengan syarat :
a. Harga 50 Kendaraan ................................................. Rp. 8.500.000.000,-
b. Uang muka dibayar tgl 31-3-2009 ............................ Rp. 2.000.000.000,-
c. Masa Sewa Guna Usaha ........................................... 2 Tahun
d. Nilai Residu .............................................................. Rp. 500.000.000,-
e. Hak Opsi ................................................................... Rp. 500.000.000,-
f. Security Deposit ....................................................... Rp. 500.000.000,-
197 |Page
g. Sisa pokok pinjaman sebesar Rp. 6.000.000.000,- dibayar 8 kali pembayaran
pertriwulan sebesar Rp. 940.000.000,-, pembayaran pertama jatuh tempo 30
Juni 2009 Tingkat Bunga pertriwulan 5,25%.
h. Akuntansi : Taksiran umur kendaraan 5 tahun, metode penyusutan garis
lurus.
i. Pada tanggal jatuh tempo S.G.U. PT. SENTOSA menggunakan hak Opsi
dibayar dengan security deposit.
Sisa umur setelah hak opsi 3 (tiga) tahun, Penyusutan fiskal dengan metode
garis lurus; penyusutan fiskal termasuk kelompok 1 dengan metode garis
lurus.
Diminta :
a. Buat tabel pembayaran S.G.U. dengan hak Opsi yang dirinci :
Jumlah pembayaran, bunga, angsuran pokok dan sisa pokok pinjaman.
b. Buat perbandingan pembebanan biaya secara Akuntansi dan Fiskal mulai
2005 s/d akhir masa manfaat.
c. 1) Laba (Rugi) Komersial sebelum penyusutan dan bunga Sewa Guna Usaha
Tahun 2009 Rp. 4.000.000.000,-
2010 3.500.000.000,-
2011 3.300.000.000,-
2012 3.000.000.000,-
2013 2.700.000.000,-
2014 2.500.000.000,-
2015 2.000.000.000,-
2) Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (Non Deductible
Expensses)
Tahun 2009 Rp. 200.000.000,-
2010 250.000.000,-
2011 220.000.000,-
2012 270..000.000,-
2013 200.000.000,-
2014 260.000.000,-
2015 200.000.000,-
Diminta :
Hitung Penghasilan Kena Pajak atau Rugi Fiskal serta PPh terhutang dari
tahun 2005 s/d 2011.
d. Buatlah Laporan ”Laba Yang Ditahan” Komersial.
198 |Page
BAB
HARGA PEROLEHAN AKTIVA TETAP DAN
KEUNTUNGAN (KERUGIAN) PENGALIHAN HARTA
7
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan mampu menghitung harga
perolehan aktiva tetap dan keuntungan (kerugian) pengalihan aktiva tetap
menurut akuntansi dan pajak penghasilan serta membuat perbandingan atau
rekonsiliasinya.
A. Sumber Hukum.
Pasal 10 UU. No.10 Tahun 1994 tidak berubah sampai dengan UU. No.36
Tahun 2008
1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)
adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima.
2. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima, berdasarkan harga pasar.
3. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambil alihan usaha
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan (No.422/KMK.04/1998,
No.469/KMK.04/1998, No.211/KMK.03/2003, No.75/PMK.03/2005,
No.43/PMK.03/2008).
4. Apabila terjadi pengalihan harta;
a. Yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf
a dan b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan
199 |Page
nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan
nilai pasar dari harta tersebut.
5. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf c, maka dasar penilaian bagi badan yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
200 |Page
B. Pengertian Aktiva Tetap.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disingkat
PSAK) No.16 butir 05,
Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai
atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun
menurut UU PPh 1984 dan perubahannya, lebih luas dibanding pengertian aktiva
tetap menurut akuntansi; namun dalam prakteknya sama yaitu mengikuti akuntansi.
201 |Page
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung, adalah:
1. Biaya persiapan tempat;
2. Biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
(handling cost);
3. Biaya pemasangan (instalation cost); dan
4. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur.
202 |Page
1. Kendaraan darat dipotong PPh Ps. 23 sebesar 2%.
2. Kapal (pelayaran dalam negeri) dipotong PPh Ps.4 (2) Final sebesar 1,2%.
3. Pesawat dalam negeri dipotong PPh Pasal 23 sebesar 1,8%.
4. Kapal asing dan pesawat asing dipotong PPh Ps. 4 (2) Final sebesar 2,64%.
Biaya pemasangan dan professional fee (bukan kontraktor) dipotong PPh Pasal
23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Contoh 2:
PT. DEF import mesin tekstil dari Jepang, Pemberitahuan Import Barang (PIB), cif
sebesar USD 100,000 kurs Menteri Keuangan per USD adalah Rp.9.000,-; kurs
realisasi atas pembayaran ke Bank Devisa per USD = Rp.9.100,- Bea Masuk
sebesar 20%, tidak ada bea masuk tambahan dan mesin tersebut tidak termasuk
barang mewah; PT. DEF import dengan menggunakan angka pengenal import (API).
Biaya pengurusan pengeluaran barang import melalui Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan (PPJK) sebesar Rp. 50.000.000,-.
Biaya angkut dengan kendaraan sebesar Rp. 10.000.000,- dan biaya pemasangan,
arsitek dan percobaan sebesar Rp. 25.000.000,-.
Perhitungan PIB:
Cif x Kurs MK = USD 100,000 x Rp.9.000,- Rp. 900.000.000,-
Bea Masuk 20% 180.000.000,-
Nilai Impor Rp.1.080.000.000,-
PPN Impor (PM) = 10% = Rp. 108.000.000,-
PPh Pasal 22 Impor = 2,5% = 27.000.000,-
Perhitungan Harga Perolehan Mesin
Pembayaran ke Bank Devisa Rp. 910.000.000,-
Bea Masuk 180.000.000,-
PPJK 50.000.000,-
Biaya Pengangkutan 10.000.000,-
Biaya pemasangan 25.000.000,-
Rp.1.175.000.000,-
203 |Page
D. Jual Beli Aktiva Tetap Antara Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan
Istimewa.
1. Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) UU PPh 1984 dan perubahannya, hubungan
istimewa dianggap ada apabila:
a. WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) pada WP lain, atau hubungan antara
WP dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua
atau lebih, demikian pula hubungan antara dua WP atau lebih yang disebut
terakhir.
b. WP menguasai WP lainnya atau dua atau lebih WP berada dibawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.
2. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3a) UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada
UU. No.36 Tahun 2008, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
perjanjian dengan WP dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak Negara lain
untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi
pelaksanaannya serta melakukan renegoisasi setelah periode tertentu tersebut
berakhir.
Contoh:
PT. GHI (induk perusahaan) akan menjual tanah ke PT. JKL (anak perusahaan),
PT. GHI dapat melakukan perjanjian dengan Dir. Jend. Pajak untuk menentukan
harga transfer atau harga jual tanah, agar dalam pemeriksaan pajak tidak
dilakukan koreksi harga.
3. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU. No.36 Tahun 2008, Dir. Jend. Pajak
berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan
serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya PhKP bagi
WP yang mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainnya sesuai dengan
kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa (UU.
No.17/2000) dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak
204 |Page
yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus atau
metode lainnya.
205 |Page
berdasarkan harga pasar dikurangi NSBF aktiva tetap yang diserahkan, pada saat
terjadinya pertukaran.
206 |Page
Akuntansi:
1) Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis, laba (rugi) pertukaran diakui
langsung pada tahun yang bersangkutan.
207 |Page
3. PPN terutang sebesar 4% (empat persen) dari jumlah biaya yang
dikeluarkan/dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga
perolehan tanah.
4. Saat terutang PPN pada saat mulai dibangunnya bangunan.
5. Pembangunan bertahap yang tidak lebih dari 2 (dua) tahun dianggap satu
kesatuan.
7. Disetorkan ke Kas Negara (Bank Persepsi atau Kantor Pos & Giro) paling lama
tgl 15 bulan berikutnya dan dilaporkan paling lama akhir bulan dengan SSP
lembar ke 3.
208 |Page
PSAK No.16 butir 17
Biaya perolehan suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri ditentukan menggunakan
prinsip yang sama seperti suatu aktiva yang diperoleh. Jika suatu perusahaan
membuat aktiva serupa untuk dijual dalam keadaan usaha normal, biaya perolehan
aktiva biasanya sama dengan biaya memproduksi aktiva untuk dijual (lihat PSAK
No.14 tentang Persediaan). Karenanya, setiap laba internal dieleminasi dalam
menetapkan biaya tersebut. Demikian pula biaya dari jumlah yang abnormal dari
bahan baku yang tak terpakai, tenaga kerja, atau sumber daya lain yang terjadi
dalam memproduksi suatu aktiva yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam
biaya perolehan aktiva. PSAK No.26 tentang Akuntansi Bunga untuk periode
konstruksi, membuat kriteria yang harus dipenuhi sebelum biaya bunga dapat diakui
sebagai komponen biaya aktiva tetap.
209 |Page
PSAK No. 26
Ada tiga alternatif perlakuan akuntansi untuk menampung bunga selama konstruksi:
1. Bunga dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aktiva.
2. Bunga dibebankan pada pendapatan sebagai beban finansial pada periode yang
bersangkutan.
3. Bunga ditangguhkan untuk diamortisasi selama beberapa periode akuntansi
Biaya bunga sehubungan dengan pembangunan suatu aktiva boleh
dikapitalisasi bila dipenuhi persyaratan berikut ini:
1. Biaya pembangunan aktiva tersebut dapat diakumulasi secara terpisah.
2. Diperlukan jangka waktu yang cukup lama untuk membangun atau memproduksi
aktiva yang bersangkutan.
3. Pembangunan atau produksi tersebut memerlukan biaya yang besar, sehingga
melibatkan perusahaan dengan biaya bunga yang tinggi.
Sepanjang ketiga persyaratan tersebut diatas telah dipenuhi, maka bunga
yang dapat dikapitalisasi adalah untuk aktiva (qualifying assets) berikut:
1. aktiva yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri, termasuk aktiva
yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain dengan disertai pembayaran uang
muka atau pembayaran termin sesuai dengan tahap kemajuan pekerjaan, atau
2. aktiva yang dimaksudkan untuk dijual atau disewakan, yang dibangun atau
diproduksi sebagai proyek-proyek tersendiri.
Contoh:
PT. ABC membangun gedung kantor untuk digunakan sendiri, perhitungan harga
perolehannya sebagai berikut:
Akuntansi Koreksi Fiskal
- Penggunaan bahan 400.000.000 - 400.000.000
- Upah Langsung 25.000.000 - 25.000.000
- Gaji Mandor 5.000.000 - 5.000.000
- Pemberian makan buruh 3.000.000 - 3.000.000
- Honor konsultan 5.000.000 - 5.000.000
- PPh-21 dibayar perusahaan 500.000 (500) -
- Biaya yang tidak didukung
bukti yang syah : 11.500.000 (11.500) -
210 |Page
- Penyusutan alat-alat 20.000.000 5.000 25.000.000
- Bunga dikapitalisasi 50.000.000 - 50.000.000
Harga perolehan 520.000.000 (7.000) 513.000.000
211 |Page
Contoh 2:
PT. A menyerahkan mesin ke PT . B sebagai setoran modal, dan menerima saham
PT. B dengan nominal sebesar Rp. 3.500.000.000,-
PT. A :
Akuntansi Fiskal (PPh)
Harga perolehan 6.000.000.000 6.000.000.000
Akumulasi Penyusutan (3.000.000.000) (4.100.000.000)
Nilai Buku 3.000.000.000 1.900.000.000
Harga Pasar 4.000.000.000 4.000.000.000
Keuntungan pengalihan harta 1.000.000.000 2.100.000.000
Objek PPh (SPT PPh) - 2.100.000.000
H.P. Saham PT. B 4.000.000.000 4.000.000.000
PT. B :
Harga perolehan Mesin 4.000.000.000 4.000.000.000
Nominal Saham 3.500.000.000 3.500.000.000
Agio Saham (bukan objek PPh) 500.000.000 500.000.000
PT. A PT. B
PT. A menyerahkan mesin Setoran modal
NSBF 1.900.000.000
Harga Pasar 4.000.000.000 H.P. Mesin 4.000.000.000
Keuntungan (objek PPh) 2.100.000.000
Nominal saham 3.500.000.000
Agio saham (bukan objek PPh) 500.000.000
H.P Saham PT. B 4.000.000.000,-
212 |Page
Jurnal PT B: Mesin D 4.000.000.000
Modal Saham K 3.500.000.000
Agio Saham K 500.000.000
Contoh 3
Sdr. ASMA membeli tanah tahun 1987 seharga Rp 1.000.000.000,-, tidak digunakan
untuk usaha.
Pada tahun 2010 Sdr. Asma mendirikan PT. Maju Terus dengan setoran modal
berupa tanah tersebut:
- Harga pasar tanah ......................................................Rp. 50.000.000.000,-
- Nilai Jual Objek pajak................................................ Rp. 60.000.000.000,-
Pemindahan hak dari Sdr. Asma ke PT. Maju Terus, Sdr. ASMA wajib membayar
PPH 5% x Rp. 60.000.000.000,- = Rp. 3.000.000.000,- dan bersifat final.
Harga Perolehan tanah bagi PT. Maju Terus dapat dibukukan sebesar
Rp 60.000.000.000,-. Apabila yang memiliki tanah tersebut WP-Badan dan belum
direvaluasi, misalnya PT. Astina menyerahkan tanah ke PT. Maju Terus sebagai
setoran modal.
PPh dibayar dimuka sebesar Rp. 3.000.000.000,- tidak final sampai dengan
31 Desember 2008, berdasarkan Penjelasan Pasal 8 PP. No.71 Tahun 2008 mulai
1 Januari 2009 dikenai PPh Final 5% (lima persen) dari nilai pengalihan.
Perhitungan:
Harga pasar Tanah ............................................. Rp.50.000.000.000,-
H.P. Tanah.......................................................... 1.000.000.000,-
Keuntungan Pengalihan Harta........................... 49.000.000.000,-
PT.Astina membayar PPh Final sebesar 5%xRp.60.000.000.000,- = Rp.3.000.000.000,-
+
PT Maju Terus membayar BPHTB = 5% (60.000.000.000 – 60.000.000)
= Rp. 2.997.000.000,-
Pengalihan tanah atau bangunan:
a. Pihak yang mengalihkan membayar PPh sebesar 5% (lima persen) dari nilai
tertinggi antara harga pasar (akta notaris) dengan Nilai Jual Objek Pajak Bumi
dan Bangunan (NJOP PBB) bersifat final untuk WP orang pribadi dan yayasan,
213 |Page
lainya tidak bersifat final merupakan kredit PPh; mulai tahun pajak 2009
pengalihan tanah/bangunan dikenakan PPh Final baik WPOP maupun WP
Badan.
b. Pihak yang memperoleh membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari NP-NPTKP; NP adalah nilai tertinggi antara
harga perolehan menurut akta notaris dan NJOP PBB.
Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak (NPTKP), mulai tahun 2010 Rp. 60.000.000,-,
selanjutnya baca Peraturan MKRI No.14/PMK.03/2009.
H. Hibah.
PSAK NO.16 butir 22.
Aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga
taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun ”Modal Donasi”,
bukan merupakan penghasilan bagi yang menerima.
Pasal 4 ayat (1) d (4) dan Pasal 4 ayat (3) a UU No.10 tahun 1994 tidak
berubah pada UU No. 36 Tahun 2008. Pengalihan harta berupa hibah, bantuan,
sumbangan, yang ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, penguasaan,
antara pihak-pihak yang bersangkutan, dinilai berdasarkan harga pasarnya; bagi
yang menerima merupakan objek PPh, bagi yang menyerahkan, selisih antara NBF
dengan harga pasar merupakan keuntungan atau merupakan objek PPh.
Apabila terdapat kerugian pasal 6 (1) d UU No.10 tahun 1994:
1. Jika harta tersebut digunakan untuk usaha yang penghasilannya dikenakan PPh
Tidak Final kerugian merupakan biaya yang dapat dikurangkan.
2. Jika harta tersebut tidak digunakan untuk usaha atau digunakan untuk usaha
yang Penghasilannya dikenakan PPh final atau bukan objek PPh, kerugiannya
tidak dapat mengurangi PPh-final.
214 |Page
Akumulasi Penyust (200 juta,-) 250 juta,- - -
NB 300 juta,- 250 juta,- 750 juta,- 800 juta,-
Jumlah 400 juta,- 350 juta,- 1.750 juta,- 2.000 juta,-
PT.B:
Harga Tanah dan Bangunan: Objek PPh Rp. 1.750.000.000,-
Akuntansi : Keuntungan NIHIL
Koreksi Fiskal Positif Rp. 1.750.000.000,-
Jurnal PT.A:
Akumulasi Penyusutan Bangunan D 200
Laba yang Ditahan D 400
Tanah K 100
Bangunan K 500
Jurnal PT.B:
Tanah D 1.000
Bangunan D 750
Modal Donasi K 1.750
215 |Page
Hibah bukan merupakan Objek PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a.2
UU No.36 Tahun 2008 yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
(No.245/PMK.03/2008) sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
216 |Page
f. pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
g. kegiatan sosial lainnya.
yang tidak mencari keuntungan.
6. Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan
menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua
miliar lima ratus juta rupiah).
7. Ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari objek Pajak
Penghasilan berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan, atau sumbangan
tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
dengan penerimaan hibah, bantuan, atau sumbangan.
8. Harta hibah, bantuan, atau sumbangan dibukukan oleh pihak penerima sesuai
dengan nilai buku harta hibah, bantuan, atau sumbangan dari pihak pemberi.
RANGKUMAN
217 |Page
Dalam menentukan harga perolehan dan mengakui keuntungan
(kerugian) pengalihan harta antara akuntansi dan pajak penghasilan, ada
persamaan atau perbedaannya.
Jual beli aktiva tetap antara pihak-pihak yang tidak ada hubungan
istimewa, harga perolehan aktiva tetap ditentukan jumlah yang
sesungguhnya dikeluarkan, bagi pihak yang mengalihkan atau menjual
adalah jumlah yang sesungguhnya diterima merupakan harga jual; hal ini
antara akuntansi sama dengan pajak penghasilan. Jual beli aktiva tetap
antara pihak-pihak yang ada hubungan istimewa, harga perolehan aktiva
tetap ditentukan berdasarkan jumlah yang seharusnya dikeluarkan pada
harga pasar wajar atau harga transfer yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa; hal ini antara akuntansi sama dengan pajak penghasilan.
Dalam hal terjadi tukar-menukar aktiva tetap, Pajak Penghasilan
tidak membedakan tukar menukar aktiva sejenis (serupa) dan aktiva tidak
sejenis (tidak serupa), keuntungan (kerugian) diakui pada saat terjadinya
pertukaran; sedangkan secara akuntansi dibedakan antara pertukaran
aktiva sejenis (serupa) dan aktiva tidak sejenis (tidak serupa).
Dalam pertukaran aktiva sejenis (serupa), secara akuntansi tidak
ada rugi-laba pertukaran, aktiva tetap yang diperoleh dinilai sebesar nilai
buku komersial aktiva tetap yang diserahkan; pertukaran aktiva tetap tidak
sejenis (tidak serupa), rugi-laba diakui pada saat pertukaran.
Pajak Penghasilan mengakui rugi pengalihan harta dengan syarat
harta tersebut harus dimiliki dan digunakan untuk memperoleh, memelihara,
menagih penghasilan yang dikenakan PPh-tidak final; kerugian pengalihan
harta yang tidak digunakan untuk usaha atau untuk usaha yang
penghasilannya dikenakan PPh-final atau bukan objek PPh, tidak diakui
atau tidak dapat dikurangkan pada PPh-final; misalnya gedung perkantoran
yang disewakan, kerugian atas penjualan gedung tersebut tidak dapat
mengurangi PPh-final sewa gedung.
Penentuan harga perolehan yang dibangun sendiri, harga perolehan
komersial dilakukan koreksi fiskal berdasarkan Pasal 6, Pasal 9 dan Pasal
11 UU. PPh. 1984 dan perubahannya.
218 |Page
Setoran modal dari pemegang saham ke Perseroan Terbatas, dapat
berupa uang tunai, tanah atau bangunan, dan barang berwujud selain uang tunai
dan selain tanah atau bangunan.
Penerimaan setoran modal oleh PT akan diganti dengan saham
perusahaan, dan dibukukan pada akun ”Modal Saham”, secara akuntansi bukan
merupakan pendapatan dan secara PPh juga bukan merupakan objek PPh.
Bagi pihak yang menyetorkan atau pemegang saham yang menyetor
modal selain uang tunai, harus menghitung keuntungan pengalihan harta yang
merupakan objek PPh; sedangkan apabila rugi dapat dibiayakan apabila
memenuhi Pasal 6 ayat (1)d UU PPh 1984 yaitu aktiva tetap tersebut digunakan
untuk memperoleh, memelihara dan menagih penghasilan yang merupakan
objek PPh-tidak final.
Keuntungan pengalihan harta untuk setoran modal merupakan objek
PPh-tidak final, keculai penyetoran modal dalam bentuk tanah atau bangunan
dikenai PPh-final sebesar 5% (lima persen) dari nilai tertinggi antara harga pasar
menurut akta notaris dengan NJOP PBB.
Harga perolehan aktiva tetap yang diperoleh secara hibah ditentukan
berdasarkan harga pasar, perbedaan dengan akuntansi :
a. Bagi pihak yang memperoleh hibah, secara akuntansi akan dibukukan
sebelah kredit ”Modal Donasi” dan bukan merupakan pendapatan;
sedangkan menurut Pajak Penghasilan merupakan objek PPh, kecuali hibah
yang memenuhi Pasal 4 ayat (3) huruf a.2 UU PPh 1984.
b. Bagi pihak yang memberi hibah, secara akuntansi tidak ada keuntungan
(kerugian) atas pengalihan harta, akan dikredit ke akun yang bersangkutan
dan didebit laba yang ditahan sebesar Nilai bukunya; menurut PPh harus
dihitung keuntungan (kerugian) berdasarkan harga pasar aktiva tetap yang
dihibahkan dikurangi nilai bukunya.
Hibah antara perusahaan grup, bagi yang menerima hibah merupakan
penghasilan yang dikenakan PPh dan bagi pihak yang memberi hibah harus
menghitung keuntungan (kerugian) pengalihan harta tersebut.
219 |Page
LATIHAN
1. Tahun buku PT. KLM dari 1 April 200A sampai dengan 31 Maret 200B
Pada tanggal 1 Juli 2010 membeli 3 buah Kendaraan (kelompok II) untuk
mengangkut barang seharga Rp. 300.000.000,- perbuah; semua
diasuransikan.
Pada tanggal 1 April 2014 dijual sebuah Kendaraan seharga
Rp. 200.000.000,- dan dibeli sebuah Kendaraan seharga Rp.360.000.000,-
1 Juli 2014 sebuah Kendaraan lama (2010) ditukarkan dengan Kendaran
baru yang harganya Rp. 380.000.000,-, PT. KLM menambah uang
Rp. 200.000.000,-.
1 September 2014 sebuah Kendaraan lama (2010) mengalami kecelakaan
berat, mendapat penggantian asuransi sebesar Rp. 150.000.000,-.
Penyusutan Fiskal dengan metode saldo menurun.
Diminta:
a. Hitung Penyusutan Fiskal dan NSBF per 31 Maret 2014!
b. Hitung Keuntungan (Kerugian) Pengalihan harta:
1) tanggal 1 April 2014!
2) tanggal 1 Juli 2014!
3) tanggal 1 September 2014!
c. Hitung Penyusutan Fiskal tahun 2014!
220 |Page
Penyusutan Komersial dengan metode garis lurus, tanpa taksiran nilai residu
dan semua aktiva tetap diperoleh awal tahun 2005, tidak ada tambahan,
pengalihan s.d. tahun 2010.
Penyusutan Fiskal untuk harta bukan kelompok bangunan dengan metode
saldo menurun, mesin termasuk kelompok III (tiga) dan peralatan termasuk
kelompok II (dua).
Transaksi atau kejadian tahun 2011 :
a. 5 Januari 2011, Peralatan yang harga perolehannya Rp. 500.000.000,-
dijual tunai laku Rp. 600.000.000,-
b. 10 Januari 2011, Mesin lama yang harga perolehannya Rp.
1.800.000.000,- ditukarkan dengan Mesin Baru (sejenis) harga tunainya
Rp. 3.600.000.000,- dan PT.Talibondho masih harus menambah uang Rp.
1.050.000.000,-. Taksiran umur Mesin Baru sama dengan yang lama.
c. 20 Desember 2011 sebagian Bangunan yang harga perolehannya
Rp. 1.200.000.000,- habis terbakar, jumlah penggantian asuransi belum
diketahui s.d. 31 Desember 2011.
PT.Talibondho telah mendapat persetujuan dari KPP untuk menangguhkan
pengakuan kerugian kebakaran ke tahun 2012, sesuai ketentuan pasal 11
UU. PPh. 1984.
Diminta
a. Akuntansi
1. Hitung taksiran umur penyusutan komersial!
2. Hitung keuntungan (kerugian) penjualan peralatan tanggal 5
Januari 2011!
3. Hitung keuntungan (kerugian) pertukaran mesin dan berapa harga
perolehan mesin baru?
4. Hitung kerugian kebakaran bangunan!
5. Hitung penyusutan komersial tahun 2011!
b. Fiskal
1. Hitung penyusutan bangunan 2005 s.d. 2010!
2. Hitung penyusutan mesin 2005 s.d, 2010!
3. Hitung penyusutan peralatan 2005 s.d. 2010!
221 |Page
4. Hitung keuntungan (kerugian) penjualan peralatan!
5. Hitung keuntungan (kerugian) pertukaran mesin dan berapa harga
perolehan mesin baru?
6. Berapa kerugian kebakaran bangunan dan bagaimana
perlakuannya?
7. Hitung penyutan tahun 2011!
c. Buat perbandingan (koreksi beda waktu) antara penyusutan komersial
dan penyusutan fiskal dari tahun 2005 s.d. 2011 serta keuntungan
(kerugian) pengalihan harta, pertukaran dan kebakaran!
3. Harga perolehan Tanah tahun 1985 Rp. 100.000.000,-, tidak digunakan
untuk usaha. Awal tahun 2010 NJOP-PBB Rp. 10.000.000.000,- harga pasar
pada bulan November 2010 Rp. 12.000.000.000,- pada tanggal 1 Desember
2010 diserahkan oleh pemiliknya sebagai setoran modal pada PT. CBA.
Terangkan perlakuan perpajakan bagi PT. CBA dan bagi pemilik tanah
(pemegang saham), apabila pemilik tanah WPOPDN atau WP Badan DN.
4. PT. DEF memiliki dua bidang tanah yang tidak digunakan untuk usaha, pada
tahun 2010 dilakukan HIBAH :
a) Tanah di Jl. Raya Bogor
Dibeli awal tahun 1995 seharga Rp. 1.000.000.000,-
NJOP PBB tgl. 01-01-2010 Rp. 10.000.000.000,-
Harga Pasar Rp. 8.000.000.000,-
Pada tgl. 1 April 2010 dihibahkan ke PT. OPQ (anak perusahaan)
b) Tanah di Tangerang
Dibeli awal tahun 1984 Rp. 50.000.000,-
NJOP PBB tgl. 01-01-2010 Rp. 1.000.000.000,-
Harga Pasar Rp. 1.200.000.000,-
Pada tgl. 1 Juli 2010 dihibahkan ke Yayasan Yatim Piatu, tidak ada
hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan dengan
PT. DEF.
222 |Page
Diminta:
a) Perlakuan PPh bagi yang memberi hibah dan apabila terutang PPh, hitung
PPh nya!
b) Perlakuan PPh bagi yang menerima hibah dan apabila terhutang PPh, hitung
jumlah PPh terhutang!
c) Jelaskan Sumber hukum tentang perlakuan PPh terhadap hibah!
5. Firma BANGJO pada akhir tahun 2010 merencanakan merubah bentuk usaha
dari Firma BANGJO menjadi PT. BANGJO JAYA modal dasar 10.000 saham
dengan nilai nominal perlembar saham sebesar Rp.1.000.000,-,
setoran modal kekayaan Firma BANGJO per 31 Desember
2010 dan setoran modal dari persero; penyetoran dilakukan tanggal 2
Januari 2011.
a. Sdr. Bambang Senggoto menyetor tanah, harga pasar Rp.
1.000.000.000,- (satu milyard rupiah) masuk di Akta Notaris, NJOPPBB
per 1-1- 2010 sebesar Rp. 600.000.000,-; tanah tersebut dibeli oleh Sdr.
Bambang pada tahun 1980 seharga Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
b. Sdr. Jojo menyetor uang tunai sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah), akan digunakan untuk membangun Gedung Kantor dan Gudang.
c. Neraca Firma BANGJO per 31 Desember 2010, aktiva dinilai berdasarkan
harga pasar, hutang dagang dinilai sebesar nilai buku; selisih antara
harga pasar aktiva dikurangi nilai buku hutang merupakan setoran modal
Sdr. Bambang Senggoto dan Sdr. Jojo secara prorata.
223 |Page
Persediaan Suplies Toko 8.500.000 8.500.000 8.000.000
Persediaan Suplies Kantor 5.400.000 5.400.000 5.400.000
Persekot Asuransi 30.000.000 30.000.000 30.000.000
Inventaris Toko (Klp. 1) 60.000.000 25.000.000 50.000.000
Inventaris Kantor (Klp. 2) 56.000.000 33.750.000 40.000.000
Kendaraan 125.000.000 84.375.000 100.000.000
Total Aktiva 1.417.256.887 1.337.531.887 1.590.000.000
Hutang Dagang 438.900.000 438.900.000 440.000.000
Hutang JAMSOSTEK 1.417.650 1.417.650 0
Hutang Pajak 36.218.987 36.918.987 0
Modal Bambang 464.860.125 430.147.625 575.000.000
Modal Jojo 475.860.125 430.147.625 575.000.000
1.4173.256.887 1.337.531.887 1.590.000.000
Diminta :
1. Jurnal Firma BANGJO pada saat pengalihan harta dan dilikuidasi!
2. Jurnal PT. BANGJO RAYA dan Neraca setelah pengalihan harta!
6. PT. USAHA BAKTI didirikan pada awal tahun 2010 berusaha dalam bidang
industri pakaian jadi (garment), Akta Pendirian Notaris Wati, S.H Modal
dasar Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyard rupiah) terdiri dari 50.000
lembar saham biasa dengan nilai nominal perlembar saham Rp.1.000.000,-
(satu juta rupiah).
224 |Page
Sdr. Subhakti menyetorkan tanah untuk pabrik seluas 25.000 meter
persegi, harga pasar Rp.7.500.000.000,- untuk setoran modal dan
diberikan 7.500 lembar saham PT. USAHA BHAKTI. Tanah tersebut
merupakan hibah dari orang tuanya pada akhir tahun 2009. NJOP PBB
awal tahun 2010 Rp.7000.000.000,-. Akta Pemindahan Hak ke
PT. USAHA BHAKTI tanggal 5-1-2010, dan kemudian di Sertifikatkan
H.G.U.35 tahun mulai 1 Juli 2010.
PT. BUSANA MEGAH menyetorkan uang tunai sebesar Rp.5000.000.000,-
(lima miliar rupiah) untuk setoran modal dan diberikan 5.000 saham.
Pembangunan gedung pabrik dan kantor dengan kontraktor
P.T PERKASA JAYA seharga Rp. 3.500.000.000,- belum termasuk PPN,
selesai dibangun bulan Juni 2010, disusutkan sesuai H.G.U.
Biaya pendirian yang dikapitalisir s.d. 30 Juni 2010 sebesar
Rp.120.000.000,- diamortisasi selama 10 tahun sejak 1 Juli 2010, termasuk
kelompok II.
Pembelian aktiva tetap s.d. 30 Juni 2010, sudah termasuk PPN (PM-
TDDK).
a. Inventaris (Klp.I), taksiran umur 5 tahun Rp. 60.000.000,-
b. Peralatan (Klp. II), taksiran umur 8 tahun Rp. 90.000.000,-
c. Kendaraan (Klp.II), taksiran umur 6 tahun Rp.240.000.000,-
d. Komputer (Klp, II-I), taksiran umur 4 tahun Rp. 30.000.000,-
PT. USAHA BHAKTI diberikan NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP
tanggal 31-01-2010, pada bulan Februari 2010 mendapat kredit untuk
import mesin pabrik sampai dengan pemasangan dan percobaan selesai
bulan Juni 2010 dengan harga Rp..3.000.000.000,- (tiga milyard rupiah), 1
Juli 2010 mulai produksi komersial, penyusutan komersial dengan metode
garis lurus tanpa nilai residu, taksiran umur 10 tahun termasuk kelompok II,
penyusutan fiskal harta bukan kelompok bangunan dengan metode Saldo
Menurun.
Bunga pertahun 12% dibayar tepat waktu, tidak ada pembayaran hutang
pokok sampai dengan akhir tahun 2012.
225 |Page
Laba (Rugi) Komersial dan Koreksi Fiskal beda tetap :
Tahun Laba (Rugi) Biaya yang Penghasilan yang
Komersial tidak dapat dikenakan PPh
dikurangkan Final
226 |Page
BAB
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP
8
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan, mampu menghitung mampu
membukukan penilaian kembali aktiva tetap berdasarkan Pajak Penghasilan
dan PSAK No.16 serta membuat perbandingan atau rekonsiliasinya.
A. Sumber Hukum.
Pasal 19 UU No. 10 Tahun tidak ada perubahan yang prinsipiil pada
UU. No.36 Tahun 2008.
1. Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali
aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur
biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.
Penjelasan:
Adanya perkembangan harga yang mencolok atau perubahan kebijakan dibidang
moneter dapat menyebabkan kekurang-sesuaian antara biaya dan penghasilan,
yang dapat mengakibatkan timbulnya beban pajak yang kurang wajar. Dalam
keadaan demikian, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan peraturan
tentang penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi) atau indeksasi biaya dan
penghasilan.
2. Atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterapkan tarip pajak tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang
tidak melebihi tarip pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
(1) (cukup jelas).
Peraturan Menteri Keuangan atau Keputusan Menteri Keuangan tentang
revaluasi aktiva tetap sejak tahun 1996.
a. Keputusan Menteri Keuangan R.I:
227 |Page
a) No.507/KMK.04/1996 perubahan No.18/KMK.04/1998,
b) No.384/KMK.04/1998,
c) No.486/KMK.03/2002, tanggal 28 November 2002.
b. Peraturan Menteri Keuangan R.I. No.79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008.
Ketentuan formal.
a. Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban
pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak
dilakukannya penilaian kembali.
b. Perusahaan yang dapat melakukan revaluasi aktiva tetap WP Badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan
mata uang Dollar Amerika Serikat.
c. Untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, perusahaan
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
d. Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menerbitkan surat keputusan
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan atas permohonan yang diajukan
oleh perusahaan.
e. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap:
a) seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik
atau hak guna bangunan; atau
b) seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
228 |Page
f. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tersebut tidak dapat dilakukan
kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan yang terakhir yang dilakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ini; revaluasi berdasarkan No.486/KMK.03/2002
dapat dilakukan setiap tahun.
g. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai
pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian
kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli
penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah.
h. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa
penilai atau ahli penilai tersebut ternyata tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau
nilai wajar aktiva yang bersangkutan.
i. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau
ahli penilai.
2. Perhitungan Revaluasi dan Tarif PPh Final.
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa
buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%
(sepuluh persen); tidak boleh dilakukan kompensasi rugi fiskal, berbeda dengan
No.486/KMK.03/2002 yang mengharuskan dilakukan kompensasi rugi fiskal terlebih
dahulu.
Contoh.
PT. ABC melakukan revaluasi aktiva tetap pada tanggal 31 Desember 2008 sebagai
berikut.
Harga pasar Rp.100.000.000.000,-
NBF aktiva tetap Rp. 70.000.000.000,-
Selisih Lebih Revaluasi A.T = Rp. 30.000.000.000,-
PPh Final Revaluasi 10% = Rp. 3.000.000.000,-
Rugi fiskal lebih menguntungkan dikompensasi ke Penghasilan Neto Fiskal karena
dapat mengurangi PPh-terutang sebesar 28% untuk tahun 2009, dibanding
dikompensasi ke selisih lebih revaluasi karena hanya mengurangi PPh-Final
Revaluasi sebesar 10%.
229 |Page
Kerugiannya apabila Rugi Fiskal tidak dapat habis dikompensasi ke Penghasilan
Neto Fiskal maka sisa rugi fiskal tersebut akan hilang (total loss).
Begitu juga bagi perusahaan yang penghasilannya dikenakan PPh Final, apabila
mengalami Rugi Fiskal tidak dapat bagi dikompensasi ke Selisih Lebih Revaluasi
Aktiva Tetap.
3. Angsuran.
Perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk
melunasi sekaligus Pajak Penghasilan yang terutang, dapat mengajukan
permohonan pembayaran secara angsuran paling lama 12 (dua belas) bulan sesuai
ketentuan Pasal 9 ayat (4) UU KUP.
b. Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada
awal tahun pajak yang bersangkutan.
2) Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal
tahun pajak yang bersangkutan.
3) Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.
230 |Page
dan sisa manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan.
231 |Page
Nilai Revaluasi Rp.400.000.000,-
Masa manfaat setelah revaluasi = 8 tahun
Penyusutan Fiskal tahun 2009 setelah revaluasi metode saldo menurun =
25% x Rp.400.000.000,- = Rp.100.000.000,-.
Selisih antara nilai pengalihan aktiva tetap perusahaan dengan nilai sisa buku
fiskal pada saat pengalihan merupakan keuntungan atau kerugian berdasarkan
UU PPh 1984.
Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku
komersial semula setelah dikurangi dengan PPh Final harus dibukukan dalam
neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian
Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal .............. ( = No.486/KMK.03/2002).
232 |Page
fiskal bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh
1984 jo. Pasal 1 huruf b PP. No.138/2000 ( = No.486/KMK.03/2002).
Dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada
selisih lebih penilaian kembali secara komersial, pemberian saham bonus atau
pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan
Objek Pajak hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara
komersial ( = No.486/KMK.03/02).
Selanjutnya baca Peraturan Dir. Jend. Pajak No.PER-12/PJ/2009.
233 |Page
komersial selama 32 tahun dan penyusutan fiskal dimulai tahun 1996, tahun buku =
tahun takwim, pembukuan rupiah.
Modal dasar Rp. 20.000.000.000,- (USD. 1,000,000.-), sudah ditempatkan
dan disetor penuh pada tahun 1994 sebesar 25% oleh XYZ. Corp di USD sebesar
90% dan oleh PT. ABC di Indonesia sebesar 10%. Investasi untuk prasarana dan
modal kerja mendapat kredit dari AMEX-BANK sebesar USD. 400,000.- termasuk
kredit lancar yang bunganya selalu dibayar tepat waktu.
Tidak ada Sisa Rugi Fiskal s.d. akhir tahun 2003. Pada akhir tahun 2003 melakukan
penilaian kembali tanah dan bangunan hotel, nilai wajar menurut penilai:
- tanah ................................................................ Rp. 4.000.000.000,-
- bangunan ......................................................... Rp. 10.000.000.000,-
Dilakukan pembagian saham bonus sesuai ketentuan yang berlaku:
Diminta :
a. Hitung PPh Final Revaluasi!
b. Hitung jumlah saham bonus yang dibagikan dan perlakuan PPh-nya!
c. Hitung penyusutan fiskal dan penyusutan komersial tahun 2004!
Jawaban:
NBF pada akhir tahun 2003
Tanah Rp. 1.000.000.000,-
Bangunan: H.P Rp. 4.000.000.000,-
Penyusutan: 1996-2003 = 8th ( 1.600.000.000,-) Rp. 2.400.000.000,-
NBF per 31-12-2003 Rp. 3.400.000.000,-
31-12-2003 Revaluasi, nilai Wajar:
Tanah Rp. 4.000.000.000,-
Bangunan 10.000.000.000,- 14.000.000.000,-
Selisih lebih revaluasi Rp. 10.600.000.000,-
Kompensasi Rugi Fiskal -
Selisih lebih Revaluasi sebelah kompensasi rugi Rp. 10.600.000.000,-
PPh Final-Revaluasi = 10% Rp. 1.060.000.000,-
NBK-pada akhir tahun 2003:
Tanah Rp. 1.000.000.000,-
Bangunan: H.P Rp. 4.000.000.000,-
234 |Page
Penyusutan 8/32 (1.000.000.000,-) 3.000.000.000,-
Nilai Buku Komersial Rp. 4.000.000.000,-
Nilai Wajar – Revaluasi 14.000.000.000,-
Selisih Lebih Komersial – Revaluasi Rp.10.000.000.000,-
PPh – Final Revaluasi (1.060.000.000,-)
Selisih lebih Penilaian Kembali Aktiva
Tetap perusahaan pada tgl 31-12-2003 Rp. 8.940.000.000,-
Dibagikan Saham Bonus – Bukan Objek PPh Rp. 8.940.000.000,-
XYZ – Corp USA = 90% = Rp. 8.046.000.000,-
PT. ABC = 10% = 894.000.000,-
Penerimaan Saham Bonus yang berasal dari kapitalisasi Revaluasi A.T, bukan
dividen sebagaimana Penjelasan Pasal 4 (1g) UU. No.17 Tahun 2000.
Penyusutan Bangunan 2004
Fiskal = 50% x Rp.10.000.000.000,- = Rp. 500.000.000,-
Komersial = Rp.10.000.000.000: 24 = Rp. 416.666.667,-
Soal:
1. Hitung PPh-revaluasi!
235 |Page
2. Buat Jurnal Revaluasi!
3. Hitung jumlah saham bonus yang dibagikan ke pemegang saham tanggal 20
Maret 2010!
4. Buat Nota Perhitungan atas hasil pemeriksaan SPT PPh 2009 terhadap
revaluasi!
5. Apakah dapat dikeluarkan tambahan saham bonus dari hasil pemeriksaan
tersebut dan berapa jumlahnya!
6. Terangkan perlakuan perpajakan atas penerimaan saham bonus tersebut bagi
pemegang saham!
Jawaban:
a. Revaluasi Aktiva Tetap PT. ABC
Jenis Harta NBF H. Pasar Selisih Lebih Revaluasi
Tanah Rp. 20.000.000.000,- Rp. 200.000.000.000,- Rp. 180.000.000.000,-
Bangunan 39.000.000.000,- 250.000.000.000,- 211.000.000.000,-
Rp. 59.000.000.000,- Rp. 450.000.000.000,- Rp. 391.000.000.000,-
Kompensasi Rugi Fiskal ( 0 )*
Selisih lebih Revaluasi setelah Komp. Rugi Fiskal = Rp. 391.000.000.000,-
PPh Final Revaluasi = 10% = Rp. 39.100.000.000,-
* No.79/KMK.03/2008 tidak boleh Kompensasi Rugi Fiskal.
b. Jurnal Revaluasi:
Tanah D 180.000.000.000,-
Bangunan D 204.000.000.000,-
Hutang PPh Rev. K 39.100.000.000,-
Selisih Lebih Rev. K 344.900.000.000,-
Hutang PPh Rev. D 39.100.000.000,-
Kas/Bank K 39.100.000.000,-
Selisih Lebih Revaluasi D 344.900.000.000,-
Rugi Tahun Berjalan K 36.000.000.000,-
Modal Saham K 308.900.000.000,-
Rugi Fiskal – 2009 m/WP Rp ( 50.000.000.000,-)
Koreksi Fiskal Pem. 10.000.000.000,-
Rugi Fiskal m/Pemeriksa (SKP) ( 40.000.000.000,-)
236 |Page
Apabila WP tidak keberatan, Rugi Fiskal 2009 menurut SKP sebesar
Rp.40.000.000.000,- dapat dikompensasikan ke Penghasilan Neto Fiskal tahun 2010
dan selanjutnya s.d. 5 tahun.
C. Jenis Harta NBK H. Pasar Selisih Lebih Revaluasi
Tanah Rp. Rp. Rp.
Bangunan 20.000.000.000,- 200.000.000.000,- 180.000.000.000,-
46.000.000.000,- 250.000.000.000, 204.000.000.000,
Rp. 66.000.000.000,- Rp. 450.000.000.000, Rp. 384.000.000.000,
-/- PPh Final Revaluasi 39.100.000.000,-
Selisih lebih Komersial setelah PPh Revaluasi = Rp. 344.900.000.000,
Dikurangi Rugi Komersial = ( 36.000.000.000,-
Selisih Lebih Komersial Neto = Rp. 308.900.000.000,
Dibagikan Saham Bonus, Bukan Objek PPh 308.900.000.000,
RANGKUMAN
237 |Page
Revaluasi untuk tujuan perpajakan setelah tanggal 23 Mei 2008 atas
selisih lebih revaluasi tidak boleh dikurangi dengan kompensasi rugi fiskal,
sedangkan yang dilakukan sebelum 23 Mei 2008 atas selisih lebih revaluasi
harus dikompensasikan dengan rugi fiskal, dikenai PPh Final sebesar 10%
(sepuluh persen).
PSAK NO.16 (Revisi 2007) akuntansi diperkenankan melakukan revaluasi,
perbedaan pokok dengan PPh:
a. Selisih lebih revaluasi menurut PPh merupakan penghasilan, menurut
akuntansi bukan penghasilan.
b. Kerugian akibat penurunan nilai aset tetap secara akuntansi diakui
sebagai kerugian, sedangkan menurut PPh tidak dapat dikurangkan
dalam menghitung penghasilan kena pajak.
c. Revaluasi menurut PPh merubah masa manfaat kembali ke masa
manfaat semula, revaluasi menurut akuntansi dapat merubah umur aset
tetap atau tidak merubah.
d. Apabila harga perolehan aset tetap dan harga pasar revaluasi antara PPh
sama dengan akuntansi, perbedaan tersebut merupakan beda waktu.
LATIHAN
238 |Page
Neraca sebelum usaha komersial per 31 Desember 1996.
Aktiva lancar Rp. 10.000.000.000,-
Tanah 20.000.000.000,-
Bangunan 93.500.000.000,-
Total aktiva Rp. 123.500.000.000,-
Hutang Bank Rp. 93.500.000.000,-
Modal saham 30.000.000.000,-
Total Hutang dan Modal Rp. 123.500.000.000,-
Usaha komersial dimulai pada awal tahun 1997, penyusutan fiskal dimulai
tahun 1997 (sudah mendapat persetujuan KPP).
Perusahaan tidak pernah membagi dividen, bunga bank dan angsuran
pokok dibayar tepat waktu; saldo hutang bank per 31-12-2004
Rp. 70.000.000.000,-.
Rugi-Laba dari tahun 1997 s/d 2004:
Tahun Laba (Rugi) Komersial Biaya yang tidak dapat
dikurangkan
Rp Rp
1997 (2.000.000.000,-) 200.000.000,-
1998 (5.000.000.000,-) 350.000.000,-
1999 (4.000.000.000,-) 300.000.000,-
2000 (3.000.000.000,-) 250.000.000,-
2001 1.000.000.000,- 200.000.000,-
2002 2.000.000.000,- 250.000.000,-
2003 3.000.000.000,- 300.000.000,-
2004 4.000.000.000,- 400.000.000,-
Tidak ada PPh yang dipotong oleh pihak lain dan pembayaran PPh pasal
25 tahun 1997 NIHIL dan selanjutnya sesuai SPT. WP; SPT. PPh
disampaikan ke KPP tepat waktu (tidak terlambat).
239 |Page
Tahun 1997 s/d 2000 dilakukan pemeriksaan sekaligus pada tahun 2003,
koreksi fiskal positif pemeriksa pajak :
1997 Rp. 200.000.000,-
1998 500.000.000,-
1999 400.000.000,-
2000 300.000.000,-
Diterbitkan SKP tanggal 30 Oktober 2003, dan WP tidak mengajukan
keberatan.
Pada akhir tahun 2004, berdasarkan neraca per 31 Desember 2004 dilakukan
penilaian kembali aktiva tetap, nilai wajar menurut penilai; tanah sebesar Rp.
60.000.000.000,- dan bangunan sebesar Rp. 150.000.000.000,-.
Persetujuan KPP atas revaluasi tersebut tanggal 31 Januari 2005, dan pada
tanggal 8 Pebruari 2005 dibagikan saham bonus dalam kelipatan Rp. 10 juta,-
Diminta :
a. Hitung penyusutan fiskal dari tahun 1997 s/d 2004 dan perbandingannya
dengan penyusutan komersial!
b. Hitung PhKP (Rugi Fiskal) dan PPh terhutang menurut SPT WP dari
tahun 1997 s/d 2004!
c. Hitung PhKP (Rugi Fiskal) menurut hasil pemeriksaan dan sebutkan jenis
SKP yang diterbitkan!
d. Apakah WP wajib membetulkan SPT PPh atas hasil pemeriksaan
tersebut, dan buat perhitungannya?
e. Hitung NBK dan NBF per 31-12-2004 sebelum revaluasi!
f. Sebutkan sumber hukum penilaian kembali aktiva tetap KMK.486/2002!
g. Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasi pada akhir tahun
2004!
h. Hitung selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap per 31-12-2004 dan
PPh-nya!
i. Buat jurnal penilaian kembali aktiva tetap per 31-12-2004!
j. Hitung jumlah saham bonus yang dibagikan dan bagaimana perlakuan
perpajakan atas pembagian saham bonus tersebut!
240 |Page
Semua aktiva tetap diperoleh awal tahun 2001, penyusutan komersial dengan
metode garis lurus tanpa taksiran nilai residu, penyusutan fiskal untuk harta
berwujud bukan kelompok bangunan dengan metode Saldo Menurun.
Tidak ada tambahan, penarikan aktiva tetap dari tahun 2001 s.d. tahun 2009.
Tidak ada beda tetap dari tahun 2001 s.d. tahun 2009.
NSBF dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah.
Pada awal tahun 2010 (1-1-2004) diadakan penilaian kembali aktiva tetap
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan R.I. No.79/PMK.03/2008.
Hasil penilaian dari Penilai :
Jenis Aktiva Tetap Harga Pasar
Tanah Rp.100.000.000.000,-
Bangunan 65.000.000.000,-
Mesin Pabrik (III) 108.000.000.000,-
Peralatan 2.000.000.000,-
Rp.275.000.000.000,-
Diminta :
1) Hitung penyusutan fiskal dari tahun 2001s.d. tahun 2008!
2) Buat perbandingan penyusutan komersial dan penyusutan fiskal dari
tahun 2001 s.d. 2008!
3) Hitung Rugi Fiskal yang masih dapat dikompensasikan per 31 Des
2009!
4) Hitung selisih lebih revaluasi dan PPh Final Revaluasi !
5) Hitung penyusutan fiskal tahun 2010!
6) Hitung pembagian saham bonus dari revaluasi aktiva tetap!
7) Buat jurnal revaluasi sampai pembagian saham bonus!
8) Buat Neraca Komersial setelah revaluasi dan pembagian saham bonus!
241 |Page
BAB
PENGGABUNGAN BADAN USAHA
DAN PELEBURAN BADAN USAHA 9
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan, mampu menghitung
penggabungan badan usaha atau peleburan badan usaha secara akuntansi
dan PPh, serta membuat perbandingan atau rekonsiliasinya.
242 |Page
Contoh:
Bank Mandiri mengambil alih BDN, BBD, BAPINDO, dan BANK EXIM.
Pemekaran usaha adalah pemisahan satu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa
melakukan likuidasi badan usaha lama.
1. PT. DEF badan usaha lama yang akan dilakukan pemekaran
2. Dibentuk badan usaha baru PT. GHI
3. Sebagian aktiva PT. DEF diserahkan ke PT. GHI sebagai setoran modal, dan PT.
DEF menerima saham atau sebagai pemegang saham PT. GHI
Contoh:
PT. DEF berusaha dalam bidang Real Estate yang juga melakukan pengelolaan atas
daerah Real Estate tersebut, oleh karena mulai 1996 bidang Real Estate dikenakan
PPh-Final sedangkan jasa pengelolaan tidak di kenakan PPh-Final, maka dibentuk
PT. GHI yang akan melanjutkan usaha di bidang pengelolaan Real Estate, mulai 1
Januari 2009 perusahaan real estate dikenakan PPh-Final.
Pasal 10 (3) UU. No. 10/1994 tidak berubah pada UU. No.36/2008.
Nilai perolehan atas pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan
usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar, kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penjelasan:
Apabila suatu badan usaha dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta, yaitu
selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku (NSB) harta
tersebut, merupakan objek pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga pasar
dengan NSB dalam hal penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
243 |Page
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang
diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan (objek pajak).
Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta yang dialihkan dilakukan
berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan usaha berupa: penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambil-alihan usaha , selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula
dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan
NSB harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (PPh)
Contoh:
PT. A dan PT. B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT. C
NSB dan harga pasar dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut:
PT. A PT. B
NSB Rp. 200.000.000,- Rp. 300.000.000,-
Harga Pasar Rp. 300.000.000,- Rp. 450.000.000,-
Pada dasarnya penilaian harta yang diserahkan oleh PT. A dan PT. B dalam rangka
peleburan, menjadi PT. C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT. A
mendapat keuntungan sebesar Rp. 100.000.000,- dan PT. B mendapat keuntungan
sebesar Rp. 150.000.000,-
Sedangkan PT. C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah
Rp.750.000.000,-
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan dibidang sosial, ekonomi,
moneter, serta kebijaksanaan lainnya, Menteri Keuangan diberi kewenangan untuk
menetapkan nilai selain harga pasar, atau atas dasar NSB (pooling of interest).
Dalam hal demikian PT. C membukukan penerimaan harta dari PT. A dan PT. B
tersebut sebesar Rp. 500.000.000,-
(bagi PT A dan PT. B tidak ada keuntungan pengalihan harta)
244 |Page
a. Penyatuan Kepemilikan (pooling of interest)
Dalam metode penyatuan kepentingan, dasar pembukuan adalah nilai buku
komersial (NBK) harta dari pihak yang mengalihkan, bagi pihak yang
mengalihkan tidak ada keuntungan pengalihan harta dan bagi pihak yang
memperoleh harta membukukan harga perolehan harta sebesar NBK dari pihak
yang mengalihkan.
b. Pembelian (purchase)
Dalam metode pembelian, dasar pembukuan adalah harga pasar dari harta,
bagi pihak yang mengalihkan ada keuntungan (kerugian) pengalihan harta dan
harga perolehan harta bagi pihak yang memperoleh harta sebesar harga pasar
Menurut ketentuan perpajakan secara umum yang dipergunakan adalah “metode
pembelian” atau berdasarkan harga pasar, metode penyatuan kepemilikan dapat
digunakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
245 |Page
pemekaran usaha (Pasal 3), dilakukan perubahaan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan R.I. No.75/PMK/2005, mulai berlaku 23 Agustus 2005:
1) WP yang belum go public yang akan melakukan penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka
pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku,
2) WP yang telah go public dapat melakukan pengalihan harta dalam rangka
pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sepanjang seluruh badan
usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public
Offering)
Dibanding ketentuan sebelumnya, Keputusan MKRI No.422/KMK.04/1998
terdapat perluasan WP yang dapat melakukan penggabungan berdasarkan NBF,
yaitu untuk penggabungan atau peleburan tidak dibatasi bahkan berlaku untuk
semua WP, sedangkan untuk pemekaran usaha dibatasi pada perusahaan yang
akan go public dan tidak dibatasi pada adanya hubungan istimewa.
Ketentuan ini memberikan kelonggaran yang cukup luas (merupakan fasilitas
perpajakan) bagi WP, mengingat pada Keputusan Menteri Keuangan RI.
No.384/KMK.04/1998 junto No.486/KMK.03/2002, setelah mengadakan penilaian
kembali aktiva tetap, perusahaan dapat melakukan penggabungan, peleburan
berdasarkan NBF yang telah direvaluasi. Dibandingkan pada Pasal 4 (1) d 3
UU.No.17/2000, yang menekankan pada harga pasar, dengan dikeluarkannya
Keputusan Menteri Keuangan tersebut merupakan pengurangan objek keuntungan
pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran usaha.
Keputusan MKRI No.422/KMK.04/1998, dan perubahannya merupakan
fasilitas pajak, karena:
a. sebelum dilakukan penggabungan (merger) atau peleburan (konsolidasi)
perusahaan dapat melakukan revaluasi aktiva tetap sehingga nilai buku
perusahaan sudah sesuai dengan harga pasar,
b. pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan berdasarkan nilai
buku, tidak menunggu jangka waktu 5 (lima) tahun atau masa manfaat habis.
c. WP yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan
menggunakan nilai buku, dapat mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan
usaha lama, dengan syarat:
1) WP tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya terlebih dahulu;dan
246 |Page
2) Masih aktif menjalankan usahanya; dan
3) WP yang menerima penggabungan usaha atau WP hasil peleburan usaha
harus aktif menjalankan usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua)
tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha.
247 |Page
f. WP yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengompensasi kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan
diri/Wajib Pajak yang dilebur; berbeda dengan sebelumnya yang dapat
melakukan kompensasi rugi fiskal dengan melakukan revaluasi terlebih dahulu
atau syarat tertentu.
g. WP yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut
sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak
atau pihak-pihak yang mengalihkan.
h. Penyusutan atas harta yang diterima tersebut dilakukan berdasarkan masa
manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau
pihak-pihak yang mengalihkan.
i. Apabila Merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan,
maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari pihak atau pihak-pihak
yang menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang
wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.
j. Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah
dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya
Merger atau pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran,
pemungutan, atau pemotongan Pajak Penghasilan dari WP yang menerima
pengalihan.
k. WP yang akan menjual sahamnya di bursa efek, selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai
buku, harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas
Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana
(Initial Public Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka nilai pengalihan
harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung
kembali berdasarkan nilai pasar.
248 |Page
Contoh:
Neraca Komersial per 31 Desember 2008 (dalam jutaan rupiah)
Pemegang Saham
PT. Kurnia Alam 70% 60%
PT. Abadi 20% -
PT. Sejahtera - 30%
Sdr. Wanadi 10% 10%
Nilai nominal saham dalam rupiah per saham Rp. 1.000,- (rupiah penuh).
Pada tanggal 1 Januari 2009 diadakan revaluasi aktiva tetap berdasarkan harga
pasar, rugi komersial dikompensasikan ke selisih lebih revaluasi.
Diadakan pembagian saham bonus berdasarkan selisih lebih komersial setelah
dikurangi PPh Final revaluasi.
PT. ABC mengambil alih (merger) PT. KLM berdasarkan nilai revaluasi, dan dibayar
dengan saham baru PT. ABC; PT. KLM dilikuidasi.
Pada tanggal 31 Maret 2009, PT. ABC masuk bursa dengan menjual saham ke
publik sebesar 100% dari modal saham setelah penggabungan (merger) dengan
PT. KLM, dengan harga perdana Rp. 2.000,- persaham; semuanya terjual.
Pada tanggal 1 Juli 2009 diadakan pembagian saham bonus dari Agio Saham.
Pada tanggal 31 Oktober 2009, semua saham PT. Kurnia Alam dijual ke XYZ.
Corporation di Singapura dengan harga Rp. 1.500,- per saham. Semua pemegang
saham pendiri memilih dikenakan PPh-Final pada saat PT. ABC masuk bursa.
249 |Page
Diminta:
a. PT. KLM
1) Buat perhitungan revaluasi, PPh-Final revaluasi dan pembagian saham
bonus!
2) Buat perhitungan pada waktu merger dengan PT. ABC dan pada waktu
likuidasi!
b. PT. ABC
1) Buat perhitungan revaluasi, PPh Final revaluasi dan pembagian saham
bonus!
2) Buat Neraca setelah revaluasi!
3) Buat Neraca setelah merger dengan PT. KLM!
4) Hitung jumlah saham yang dijual ke publik melalui bursa dan PPh Final
yang harus dibayar oleh pemegang saham pendiri!
5) Buat susunan pemegang saham dan jumlah saham yang dimiliki setelah go
publik dan setelah pembagian agio saham!
6) Hitung keuntungan (kerugian) penjualan saham pendiri dengan metode
harga perolehan dan jumlah PPh-nya!
250 |Page
Jawaban:
PT. ABC PT. KLM
Harga Pasar A.T. 150.000.000.000 50.000.000.000
NBF-A.T. 60.000.000.000 20.000.000.000
Selisih Lebih Revaluasi AT 90.000.000.000 30.000.000.000
PPh-Final Revaluasi = 10% 3.000.000.000
Selisih Lebih Final Rev. setelah PPh Rev. 9.000.000.000 27.000.000.000
Harga Pasar A.T. 81.000.000.000 50.000.000.000
NBK – A.T. 150.000.000.000 25.000.000.000
Selisih Lebih Rev. Komersial 65.000.000.000 25.000.000.000
Kompensasi Rugi Komersial 85.000.000.000 (2.000.000.000)
Selisih Lebih Rev. setelah Kompensasi -
Rugi Komersial 23.000.000.000
PPh Final Revaluasi 85.000.000.000 3.000.000.000
Selisih Lebih K. setelah PPh Rev 9.000.000.000 20.000.000.000
Saham Bonus Rev. yang diberikan 76.000.000.000 20.000.000.000
Objek PPh 76.000.000.000 0
Selisih lebih Rev. Fiskal setelah 0
pembagian saham bonus 7.000.000.000
Apabila dibagikan 5.000.000.000 Objek PPh
Objek PPh
251 |Page
Neraca PT.ABC setelah merger dengan PT.KLM
Aktiva Lancar 32.000.000.000
Aktiva Tetap-H. Rev. 200.000.000.000
232.000.000.000
Hutang 56.000.000.000
Modal Saham = 166.000.000 saham 166.000.000.000
Laba Ditahan 10.000.000.000
232.000.000.000
31 Maret 2009: PT. ABC – GO PUBLIC
Harga Jual Saham = 166.300.000 x Rp.2000,- 332.000.000.000
= 166.000.000.000
Nominal saham
1 Juli 2009 Pembagian saham bonus dari agio (166.000.000.000)
saham = 166.300.000 saham 0
Neraca setelah go public, dan pembagian saham bonus dari agio saham.
Aktiva Lancar 364.000.000.000
Aktiva Tetap-H. Revaluasi 200.000.000.000
564.000.000.000
Hutang 56.000.000.000
Modal Saham 498.000.000.000
Laba Ditahan 10.000.000.000
564.000.000.000
252 |Page
Rincian pemegang saham PT.ABC
253 |Page
PT. KURNIA ALAM
254 |Page
RANGKUMAN
255 |Page
LATIHAN
256 |Page
1) a) Pada awal tahun 2010 PT. NUSA INDAH dan PT. NUGRAHA melakukan
revaluasi aktiva tetap berdasarkan harga pasar.
b) Nilai buku Administrasi Aktiva Tetap setelah revaluasi sama dengan harga
pasar (nilai revaluasi).
c) Selisih lebih revaluasi setelah pajak, dibagikan (diberikan) saham bonus
dalam kelipatan Rp.1.000.000,-, sisanya dibukukan dalam perkiraan
”Tambahan Modal karena Revaluasi”.
2) PT. Nusa Indah mengambil alih (merger) aktiva dan hutang
PT. Nugraha berdasarkan nilai buku setelah revaluasi (pooling of interest),
dibayar atau diberikan saham PT. Nusa Indah sesuai dengan nilai
nominalnya.
3) PT. Nugraha dilikuidasi, saham PT. Nugraha ditukar dengan saham
PT. Nusa Indah.
4) PT. Nusa Indah menjual sahamnya (go public) melalui Bursa Efek Jakarta,
sebanyak 30% dari saham pendiri dengan harga jual Rp.2.500,- per saham.
5) Kapitalisasi agio saham yang dibagikan saham bonus dengan nilai nominal
dalam kelipatan Rp.100.000.000,-, sisanya dibukukan ke laba yang ditahan.
6) Pemegang saham pendiri dari PT. Nusa Indah memilih PPh Final atas
saham-saham yang dimilikinya.
7) Seluruh saham milik PT. Nusa Indah memilih PPh Final atas saham-saham
yang dimilikinya.
8) Seluruh saham milik PT. ABC dijual XYZ Corporation di Singapura dengan
harga jual Rp.2.000,- per saham.
Diminta:
1) PT. Nugraha
a) Buat perhitungan revaluasi, PPh Final, Jumlah Saham Bonus yang
diberikan ke pemegang saham.
b) Jurnal Revaluasi s.d. Pembagian Saham Bonus!
c) Buat Neraca lajur setelah Revalausi!
d) Buat Jurnal penggabungan (Merger)!
e) Buat Neraca setelah merger!
f) Buat Jurnal Likuidasi!
2) PT. Nusa Indah.
a) Buat perhitungan revaluasi, PPh Final, Pembagian Saham Bonus!
257 |Page
b) Buat Jurnal Revaluasi s.d. Pembagian Saham Bonus!
c) Buat Neraca setelah Revaluasi!
d) Buat Jurnal penggabungan (merger)!
e) Buat Neraca setelah Merger!
f) Susunan Pemegang Saham dan Jumlah saham yang dimiliki!
3) Buat perincian pemegang saham dan jumlah saham yang dimiliki!
a) Setelah go public!
b) Setelah kapitalisasi agio (pembagian saham bonus dari agio)!
4) Hitung :
a) Keuntungan (kerugian) penjualan saham oleh PT. ABC dengan
metode cost!
b) Hitung PPh Final oleh PT. ABC!
c) Berapa penghematan pajaknya!
258 |Page
BAB
INVESTASI SAHAM DAN DIVIDEN
10
Tujuan Instruksional Khusus.
Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan perlakuan pajak penghasilan
atas investasi saham dan pembagian dividen, serta membuat perbandingan
dengan akuntansi.
2. Perlakuan PPh:
a. WPDN
1) penghasilan dividen merupakan obyek PPh dan dipotong PPh. Pasal 23
sebesar 15 %, kecuali yang diterima WPOP dipotong PPh. Final sebesar 10%
(sepuluh persen) mulai tahun 2009. PP. No.19/2009.
2) penghasilan dividen bukan merupakan obyek PPh dan tidak dipotong PPh.
Pasal 23, Pasal 4(3)f.
b. WPLN
1) dari negara yang belum ada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dengan Indonesia, atas penghasilan deviden dipotong PPh. Ps 26 sebesar
20%;
259 | Page
2) dari negara yang sudah ada P3B dengan Indonesia, atas penghasilan dividen
dipotong PPh-Pasal 26 sesuai tarif yang ditentukan dalam P3B, dengan syarat
menyampaikan Surat Keterangan Domisili dari Kantor Pajak Negara yang
bersangkutan. PER-61/PJ/2009.
3. Jangka waktu:
a. Jangka pendek yaitu dengan tujuan untuk dijual kembali, selain penghasilan
dividen ada rugi-laba penjualan saham; biasanya merupakan saham minoritas,
b. Jangka panjang, yaitu dengan tujuan untuk ikut menjalankan perusahaan atau
tujuannya tidak dijual, walaupun kemudian dijual seperti pada aktiva tetap.
2. Bunga
Pasal 6 (1) a UU No.17/2000, biaya bunga merupakan biaya yang dapat
dikurangkan (deductible)
Penjelasan:
Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat
dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterima bukan merupakan obyek
pajak atau dikenakan PPh.Final, biaya bunga tersebut dapat dikapitalisasikan pada
harga perolehan saham.
260 | Page
Contoh:
PT. A (distributor) meminjam uang sebesar Rp.10.000.000.000,- untuk membeli saham
(setoran modal) sebesar 25 % dari modal yang ditempatkan PT. B (pabrikan) seharga
Rp.10.000.000.000,- berdasarkan Pasal 4 (3) f penghasilan dividen bukan obyek PPh,
Bunga satu tahun sebesar 15 % = Rp.1.500.000.000,- tidak dapat dikurangkan sebagai
biaya, tetapi dapat dikapitalisasi pada harga perolehan saham PT. B menjadi
Rp.11.500.000.000,-
261 | Page
Contoh: PT. ABC
Laba Akuntansi 2009 Rp.900.000.000,-
Koreksi Fiskal Positif Rp. 100.000.000,-
PhKP-2009 Rp.1.000.000.000,-
PPh Terutang 28% Rp.280.000.000,-
Laba setelah PPh Rp.620.000.000,-
4. Pengertian dividen
Pasal 4 ayat (1) g UU No.17/2000 “UU Perubahan ke tiga UU PPh-1984”
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi, merupakan obyek
pajak.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) g UU No.17/2000, dividen menganut pengertian
yang luas termasuk:
a. Pembagian laba secara langsung/tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk
apapun;
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran (UU No.7/1983),
termasuk yang berasal dari kapitalisasi agio saham (perubahan pada UU.
No.17/2000);
d. Pembagian laba dalam bentuk saham;
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
g. Pembayaran kembali seluruh/sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali
itu adalah sehubungan dengan tanda-tanda laba tersebut akibat pengecilan modal
dasar (statuler) yang dilakukan secara sah;*
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba; termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j. Bagian laba yang diterima pemegang polis;
262 | Page
k. Pembagian SHU kepada anggota koperasi;
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham, yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan (SPT PPh LampI.5a).
5. Saham bonus
Walaupun pasal 4 (1) g tidak berubah sejak UU No.7/1983, namun
penjelasannya berubah yaitu mengenai saham bonus. Saham bonus yang diterima
oleh pemegang saham tanpa penyetoran. Saham bonus yang termasuk pengertian
dividen tergantung pada tahun diterima atau diperolehnya saham bonus tersebut
karena berkaitan dengan ketentuan yang berlaku.
a. 1984 s/d 1994 UU No.7/1983, semua saham bonus termasuk dividen,
b. 1995 s/d 2000 UU No. 10/1994, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio
saham baru dan revaluasi aktiva tetap, tidak termasuk pengertian dividen,
c. Mulai 2001 UU No.17/2000, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio
saham termasuk dividen, sedangkan yang berasal dari revaluasi aktiva tetap
bukan merupakan dividen Ps.1 PP No.138/2000.
263 | Page
Untuk saham perusahaan yang sudah go public berdasarkan PP. No.41/1994
junto PP No.14/1997.
Atas penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi/badan dari transaksi
penjualan saham di bursa efek (paralel) dipungut PPh yang bersifsat FINAL.
PP No.41/1994, mulai berlaku 1-1-1995.
1) Atas semua transaksi penjualan saham (saham pendiri & bukan saham
pendiri), dikenakan PPh = 0,1 % x jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
2) Atas transaksi penjualan saham pendiri, dikenakan tambahan PPh sebesar
5% x jumlah bruto nilai transaksi penjualan, tidak berlaku tambahan PPh
sebesar 5%, apabila saham yang dijual tersebut milik perusahaan modal
ventura selaku pendiri dari badan pasangan usahanya.
Mulai 29 Mei 1997 berdasarkan PP.No.14/1997 pemegang saham pendiri boleh
memilih:
1) PPh-Final sebesar 0,5 % walaupun sahamnya tidak dijual:
a) berdasarkan kurs per 31-12-1996 untuk saham yang go public sebelum
1-1-1997
b) berdasarkan harga perdana untuk saham yang go public setelah 31-12-
1996
Kemudian kalau dijual dikenakan PPh-Final sebesar 0,1 % dari harga jual.
2) Metode Harga Perolehan (Cost), yaitu secara self assessment menghitung
laba (rugi) penjualan saham dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
264 | Page
2) pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar
negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan
PPh atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
c. Besarnya dividen yang wajib dihitung oleh WPDN tersebut adalah sebesar jumlah
dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak yang sebanding dengan
penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual
sahamnya di bursa efek.
Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila sebelum batas waktu pada huruf a,
badan usaha di luar negeri dimaksud sudah membagikan deviden yang menjadi
hak WP. Dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun
pajak saat dividen tersebut dianggap diperoleh.
d. Dalam hal WPDN tersebut menerima pembagian dividen dalam jumlah yang
melebihi jumlah dividen yang dilaporkan, atas kelebihan jumlah dividen terebut
wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen
tersebut.
Dalam hal WPDN menerima pembagian dividen selain dividen pada huruf c,
dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak
dibagikannya dividen tersebut.
e. Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat
dikreditkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU.
NO.36 Tahun 2008. Pengkreditan pajak yang dibayar atau dipotong dilakukan
pada tahun pajak dibayarnya atau dipotongnya pajak tersebut.
f. Ketentuan mengenai:
1) tata cara pelaporan penerimaan dividen dari luar negeri;
2) tata cara perhitungan besarnya pajak yang harus dibayar oleh WPDN; dan
265 | Page
3) tata cara pengkreditan pajak.
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
266 | Page
saham WPLN di luar Bursa Efek; dan badan tersebut mencatat akta pemindahan
hak atas saham yang dijual.
8. Pajak yang dipotong atau dipungut tersebut wajib disetorkan ke Kas Negara
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah terjadi transaksi
pengalihan dan dilaporkan dalam SPT. Masa paling lama 20 (dua puluh) hari
sejak Masa Pajak berakhir.
a. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (spesial purpose
company atau conduit company), dapat ditetapkan sebagai penjualan atau
pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, atau penjualan atau pengalihan bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Perusahaan antara (spesial purpose company atau conduit company) adalah
perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) yang
dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan
pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk
usaha tetap di Indonesia.
267 | Page
6. Perseroan hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham yang dijual apabila
telah diserahkan fotocopy bukti pemotongan PPh-Pasal 26 dan ditunjukkan
aslinya.
RANGKUMAN
268 | Page
- Dari harga perdana bagi yang masuk bursa setelah tanggal 1 Januari
1997.
- Harga yang tercatat di Bursa Efek per 31 Desember 1996 bagi
perusahaan yang masuk bursa sebelum tanggal 1 Januari 1997.
b. Memilih PPh-Tidak Final.
Pemegang saham pendiri dapat memilih PPh-Tidak Final seperti perusahaan
yang belum masuk bursa, dengan cara menghitung rugi-laba penjualan
saham dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Investasi saham pada perseroan terbatas didalam negeri, akan memperoleh
dividen yang dibedakan antara yang merupakan objek PPh dan bukan
merupakan objek PPh. Pengertian deviden menurut Pajak Penghasilan
adalah pengertian yang luas, sehingga menguntungkan bagi investasi yang
memperoleh deviden tapi bukan merupakan objek PPh. Pengertian
penghasilan deviden yang bukan merupakan objek PPh selalu mengalami
perubahan setiap ada perubahan UU PPh 1984, dengan syarat :
a. Yang menerima dividen adalah PT, Koperasi, BUMN atau BUMD;
b. Dari penyertaan dalam negeri, dividen dari penyertaan diluar negeri
merupakan objek PPh;
c. Pembagian dividen berasal dari Cadangan Laba Ditahan, artinya dari
laba komersial dikurangi PPh-terhutang berdasarkan PhKP;
d. Untuk koperasi tidak ada syarat lagi;
e. Untuk PT, BUMN atau BUMD syarat penyertaan minimal 25% (dua puluh
lima persen) dari modal disetor perseroan yang membagi dividen (dan
harus ada usaha aktif diluar investasi saham tersebut dari th.2001 s.d.
2008).
Dividen dibedakan antara dividen kas dan dividen bukan kas, dividen bukan kas
dibedakan antara dividen saham atau saham bonus dan dividen dalam bentuk
barang selain saham. Penerimaan saham bonus tanpa penyetoran, termasuk
dividen atau bukan dividen tergantung pada tahun penerimaannya, karena selalu
mengalami perubahan setiap ada perubahan UU PPh 1984; terakhir pada UU
No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU No.36 Tahun 2008, termasuk dividen
adalah pemberian saham bonus tanpa penyetoran termasuk kapitalisasi agio
269 | Page
saham, pembagian saham bonus yang berasal dari selisih lebih revaluasi
aktiva tetap bukan termasuk dividen, berdasarkan Peraturan MKRI
No.79/PMK.03/2008 bukan merupakan objek PPh. Penerimaan dividen dari
penyertaan saham diluar negeri merupakan objek PPh-tidak final, Pajak
Penghasilan yang dipotong atau dibayar diluar negeri dapat dikreditkan yang
disebut PPh-Pasal 24; atas investasi saham di Negara-negara tertentu atau
Negara sorga pajak (tax haven country), pengakuan penghasilan dividen
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Bagi WPLN selain BUT yang menjual saham dari perusahaan di Indonesia,
apabila belum masuk bursa dikenakan PPh-Final sebesar 5% dari harga jual,
dan apabila sudah masuk bursa dikenakan PPh-Final sebesar 0,1% (nol koma
satu persen) dari harga jual; kecuali dari WPLN yang sudah ada P3B dengan
Indonesia sesuai yang diatur dalam P3B tersebut.
LATIHAN SOAL
A. Pada tanggal 2 Januari 2010 PT. ABC membeli 4.000.000 lembar saham (dari
dalam portepel) PT. KLM, nominal perlembar saham Rp. 1.000,- dan harga
pasar perlembar saham Rp. 3.000,-; PT. ABC menyerahkan Mesin (harga
kelompok II) yang harga pasarnya Rp. 12.000.000.000,-.
Nilai buku Mesin menurut pembukuan PT. ABC :
Akuntansi Fiskal
- Harga perolehan Rp. 20.000.000.000,- Rp. 20.000.000.000,-
- Akumulasi Penyusutan 10.000.000.000,- 13.671.875.000,-
Sisa umur mesin 4 tahun, dan PT. KLM menyusutkan mesin tersebut
berdasarkan sisa umurnya dan secara fiskal termasuk harta kelompok I
Harta kelompok I per Januari 2010 bagi PT. KLM :
Akuntansi Fiskal
- Harga perolehan Rp. 2.000.000.000,- Rp. 2.000.000.000,-
- Akumulasi Penyusutan 1.000.000.000,- 1.500.000.000,-
Taksiran umur 4 tahun,
Pada tanggal 30 Desember 2010 PT. KLM membagikan saham bonus
sebesar 25% (bukan dari agio saham), harga pasar perlembar saham Rp.
2.500,-
270 | Page
Pada tanggal 30 Juni 2011 PT. ABC menjual 200.000 lembar saham PT. KLM
@ Rp.2.750,- (secara fiskal metode FIFO)
Diminta :
Hitung laba (rugi) investasi saham oleh PT.ABC dan perlakuan PPhnya!
271 | Page
DAFTAR PUSTAKA
Pardiat, Drs. Akt. 2010. Akuntansi Pajak. Edisi 4. Jakarta: Mitra Wacana Media.
272 | P a g e