Anda di halaman 1dari 88

PANDUAN

PELAYANAN ANESTESI

PT. NUSANTARA SEBELAS MEDIKA


RUMAH SAKIT LAVALETTE
MALANG
2021
Jl. WR. Supratman No. 10 Kota Malang
Jawa Timur Indonesia 65111
E : rslavalette.nsm@gmail.com
T : +62341-482612
F : +62341-470804
www.nusamed.co.id
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR : 02-SURKP-NSM-11021-18.00X
tentang
PANDUAN PELAYANAN ANESTESI
RUMAH SAKIT LAVALETTE

DIREKTUR RUMAH SAKIT LAVALETTE

Menimbang : a. Bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dalam
memenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang bermutu dan mengutamakan
keselamatan pasien;
b. Bahwa pemberian pelayanan tersebut harus diberikan secara seragam dan
dipandu dalam satu ketetapan;
c. Bahwa untuk pelaksanaan butir a. dan b. diatas maka dipandang perlu untuk
ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor : 36 Tahun 2009 tanggal 13 Oktober 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang – Undang Nomor : 44 Tahun 2009 tanggal 28 Oktober 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 56 Tahun 2014 tanggal 18 Agustus 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 12 Tahun 2020 tanggal 8 Juni 2020
tentang Akreditasi Rumah Sakit;
5. Keputusan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor
: 3/03.06/02/V/2021 tanggal 21 Mei 2021 tentang Izin Operasional dan Izin
Penyelenggaraan Pelayanan Hemodialisis Rumah Sakit Umum Swasta Kelas B;
6. Keputusan Direktur PT. Nusantara Sebelas Medika Nomor : XX-SURKP-
NSM/21.012 tanggal 29 Maret 2021 tentang Pemindahan atau Mutasi dan
Penetapan Jabatan Direktur Rumah Sakit Lavalette.
Jl. WR. Supratman No. 10 Kota Malang
Jawa Timur Indonesia 65111
E : rslavalette.nsm@gmail.com
T : +62341-482612
F : +62341-470804
www.nusamed.co.id

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang Panduan Pelayanan Anestesi Rumah
Sakit Lavalette.
Kedua : Dengan berlakunya Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit ini, maka Surat
Keputusan Kepala Rumah Sakit Nomor : 02-SURKP-NSM-11021-18.070 tentang
Panduan Pelayanan Anestesi Rumah Sakit Lavalette dinyatakan sudah tidak
berlaku.
Ketiga : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan segala
sesuatunya akan dibetulkan sebagaimana mestinya apabila ternyata ada
kekeliruan dalam penetapan ini dan untuk dilaksanakan dengan penuh rasa
tanggung jawab.

Ditetapkan di : Malang
Pada Tanggal :_20 Oktober 2021
PT NUSANTARA SEBELAS MEDIKA
RUMAH SAKIT LAVALETTE

dr. MARIANI INDAHRI, M.MRS


Direktur Rumah Sakit
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
ridho-Nya Panduan Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Lavalette Malang telah tersusun.
Panduan ini sangatlah penting untuk membantu dalam kelancaran operasional rumah sakit.
Panduan Pelayanan Anestesi ini berisi tentang panduan yang berkaitan dengan
penatalaksanaan penatalaksanaan anestesi, mulai dari identifikasi pasien anak-anak dan
dewasa, pengisian lembar inform concent, monitoring pasien, kualifikasi staf yang terlibat
dalam proses anestesi, sampai ketersediaan peralatan yang spesifik yang menunjang dalam
proses pelayanan anestesi. di Rumah Sakit Lavalette Malang. Panduan ini dimaksudkan
sebagai acuan pelaksanaan pelayanan anestesi di Rumah Sakit Lavalette Malang sehingga
dapat mendukung terciptanya mutu dan keselamatan pelayanan di Rumah Sakit Lavalette
Malang. Semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-pihak lain yang
terkait dengan penyelenggaraan Rumah Sakit.
Dan seperti panduan pelayanan lainnya, evaluasi berkala terhadap panduan Pelayanan
Anestesi ini harus terus dilakukan sesuai dengan perkembangan rumah sakit dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Akhirnya saran dankoreksi demi perbaikan panduan ini sangat kami harapkan.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
B. PENGERTIAN ........................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP
A. RUANG LINGKUP PELAYANAN ANESTESI ................................................ 3
B. INSTANSI / UNIT TERKAIT ....................................................................... 3
BAB III KEBIJAKAN
A. KEBIJAKAN UMUM .................................................................................. 5
B. KEBIJAKAN KHUSUS ................................................................................ 10
BAB IV TATA LAKSANA
A. PRINSIP UMUM......................................................................................... 14
B. ASESMEN ................................................................................................. 15
C. PEMILIHAN ANASTESI ............................................................................ . 22
D. PELAYANAN PRA ANESTESIE
1. Persiapan Pre Operasi ....................................................................... 32
2. Persiapan di Kamar Operasi .............................................................. 28
E. PELAYANAN INTRA ANESTESIE ............................................................... 32
F. PELAYANAN PASCA ANESTESIE ............................................................... 42
G. PELAYANAN ANESTESI DI LUAR KAMAR OPERASI (ICU/ICCU/NICU, IGD,
UNIT RADIOLOGI ................................................................................... 49
H. MACAM TINDAKAN ANESTESI DAN ANALGESI......................................... 52
I. MACAM-MACAM PELAYANAN DALAM ANESTESI.................................... 53
J. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI RESIKO PADA PELAYANAN ANESTESI ........ 58
BAB V DOKUMENTASI ............................................................................................ 60
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................................... 61

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Peraturan Mentri kesehatan Nomor 519 / MENKES / PER / III / 2011
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di rumah
sakit meliputi pelayanan anastesia / analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah,
pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi
jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif. Pelayanan
anastesia dan terapi intensif pada hakikatnya harus bisa memberikan tindakan medis
yang aman, efektif, berperikemanusiaan, berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan
teknologi tepat guna dengan mendayagunakan sumber daya manusia (SDM)
berkompeten dan professional menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai
dengan standar, panduan dan rekomendasi profesi anestesiologi dan terapi intensif
Indonesia. Tindakan anestesi merupakan tindakan yang berbahaya yang dapat
mengakibatkan kematian. Oleh karena itu pemeriksaan dan persiapan yang memadai
diperlukan sebelum dilakukan tindakan anestesi.

B. PENGERTIAN
Anestesi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya kesadaran dan
atau persepsi nyeri (bersama atau terpisah) yang dapat dilakukan secara temporer
dengan menggunakan obat anestesia.
Pelayanan Anestesi merupakan suatu tindakan kedokteran yang dibutuhkan untuk
memungkinkan suatu tindakan operasi oleh ahli bedah agar dapat dilakukan. Oleh
karenanya tindakan pemberian anestesi tergolong sebagai salah satu tindakan
kedokteran yang beresiko tinggi, karena tujuan akhirnya adalah pasien dapat bebas dari
rasa nyeri dan stress psikis serta pasien dapat pulih kembali pasca operasi sesuai dengan
derajat berat ringannya kerusakan yang dialami pasien serta mempertahankan status
fisiologis pasien secara optimal terhadap stressor tindakan pembedahan. Pelayanan
Anestesiologi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter Spesialis Anestesiologi
dalam kerja sama tim anestesi yaitu dokter spesialis anestesi dan perawat anestesi , yang

1
meliputi: asesmen pra anestesi, tindakan anestesi yaitu anestesi umum dan anestesi
regional (spinal, epidural dan blok saraf perifer), pemantauan selama anestesi, pelayanan
pasca anestesi, manajemen nyeri, managemen ICU, resusitasi Jantung Paru dan
transportasi medis pasien terjadi.
Pelayanan anestesia pada hakekatnya harus bisa memberikan tindakan medis yang
aman, efektif, berperikemanusiaan, berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi
tepat guna dengan mendayagunakan sumber daya manusia yang berkompeten dan
professional dalam menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan
standar.
.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP PELAYANAN ANESTESI


1. Setiap pasien yang datang ke Rumah sakit harus dilakukan penilaian awal dan
penapisan (screening) oleh petugas yang berwenang dan kompeten untuk melakukan
perawatan selanjutnya, mengenai kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Ruang lingkup penilaian tiap disiplin ditentukan oleh kebijakkan setiap bagian bedah.
Ruang lingkup dan intensitas penilaian ditentukan oleh kondisi pasien sebagai
berikut:
a. Kondisi / Diagnosis
b. Perencanaan Perawatan
c. Motivasi tentang Perawatan
d. Respon pada perawatan sebelumnya
e. Persetujuan tindakan
2. Data-data penting dari pasien yang ditemukan saat penilaian awal harus
dikomunikasikan secara konsisten kepada tim anestesi. Kelainan fisik atau diagnostik
harus dilaporkan ke dokter spesialis anestesi yang bertugas pada saat itu.
3. Pelayanan anestesi /analgesia, dapat dilakukan di kamar bedah dan di luar kamar
bedah (ruang radiologi, ruang pencitraan, endoskopi, diagnostic, kateterisasi, kamar
bersalin, ruang rawat, dll) yang meliputi penilaian pra anestesi, intra anestesi dan
pasca anestesi
4. Pelayanan Kedokteran perioperatif
5. Penanggulangan nyeri akut (nyeri persalinan, nyeri perioperatif, dll)
6. Penanggulangan nyeri kronik (penyakit kronik dan kanker)
7. Resusitasi jantung paru, otak.
8. Emergency care

B. INSTALASI/UNIT TERKAIT
1. Unit Kamar Operasi dan Sterilisasi
2. Unit ICU/ICCU/NICU

3
3. IGD
4. Unit Kebidanan dan Kandungan
5. Unit Radiologi

4
BAB III
KEBIJAKAN

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan Anestesiologi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter Spesialis
Anestesiologi dalam kerja sama tim anestesi yang meliputi: penilaian pra operatif (pra
anesthesia), intra anesthesia dan pasca anesthesia serta pelayanan lain sesuai bidang
anestesiologi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri.
2. Tindakan anestesi, sedasi dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks
dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan :
a. Pengkajian pasien yang lengkapa dan menyeluruh.
b. Perencanaan asuhan yang terintegrasi.
c. Pemantauan yang terus menerus
d. Transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu
e. Rehabilitasi, dan
f. Transfer ke ruang perawatan dan pemulangan.
3. Rumah sakit telah menetapkan regulasi pelayanan anestesi dan sedasi yang
mencakup :
a. Pengorganisasian dan pengelolaan pelayanan anestesi dan sedasi
b. Pelayanan sedasi
c. Pelayanan anestesi
4. Tim pengelola pelayanan anestesi adalah tim yang dipimpin oleh dokter Spesialis
Anestesiologi dengan dibantu oleh perawat anestesi.
5. Pelayanan anestesi di Rumah sakit Lavalette dilakukan oleh tenaga dokter anestesi
yang diseleksi berdasarkan rekomendasi kepala Rumah Sakit.
6. Semua bentuk pelayanan anestesi di Rumah Sakit Lavalette mengacu pada standar di
Rumah Sakit Lavalette, standar nasional, undang-undang dan peraturan yang berlaku
(PERMENKES no 519/MENKES/PER/III/2011 tentang pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit)

5
7. Pelayanan anestesi di Rumah Sakit Lavalette dilaksanakan secara seragam oleh
dokter spesialis anestesi, termasuk di luar kamar operasi oleh karena prosedur
pemberian anestesi mengandung risiko potensial pada pasien.
8. Dokter Spesialis Anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan Pendidikan
Program Studi Dokter Spesialis Anestesiologi yang telah mendapat Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP).
9. Penanggung jawab Pelayanan Anestesi adalah seorang dokter spesialis anestesi yang
memimpin pelayanan anestesi, yang diangkat oleh Kepala Rumah Sakit, dan memiliki
tanggung jawab :
a. Mengembangan, menerapkan, dan menjaga regulasi
b. Melakukan pengawasan administratif
c. Menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan.
d. Memonitor dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi.
10. Perawat Anestesi adalah tenaga perawat yang telah mengikuti pendidikan anestesi
atau telah mengikuti pelatihan terampil anestesi minimal 6-8 bulan serta mempunyai
sertifikat, serta mempunyai Surat Ijin Perawat (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR).
11. Pelayanan anestesi disediakan secara memadai, adekuat, regular dan nyaman, secara
teratur dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
12. Pelayanan anestesi disediakan secara teratur dan rutin dalam 24 jam sehari, 7 hari
seminggu, termasuk hari libur untuk pelayanan emergency/ kedaruratan.
13. Pelayanan anestesi emergency berdasarkan kondisi pasien. Indikasi kasus
emergency, yaitu: kasus yang mengancam jiwa, potensial infeksi dan menyebabkan
kecacatan.
14. Pelayanan anestesi harus direncanakan dan didokumentasikan, meliputi :
a. Teknik anestesi
b. Obat anestesi, dosis dan rute.
15. Pelayanan anestesi tersedia dalam kondisi gawat darurat di luar jam operasional
kerja, baik untuk pasien elektif maupun darurat.
16. Pengkajian pra anestesi dilakukan pada pasien untuk perencanaan status ASA
tindakan anestesi apa yang akan dilakukan kepada pasien.
17. Pengkajian pra anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi Dokter spesialis
anestesi melakukan asesmen pra anestesi pada pasien 1 hari sebelum tindakan
6
pembedahan di ruangan untuk kasus pembedahan elektif. Untuk tindakan
emergency, asesmen anestesi dilakukan dokter anestesi di ruang terima kamar
operasi minimal 1(satu) jam sebelum tindakan pembedahan dijadwalkan, atau sesaat
menjelang operasi, misalnya pada pasien darurat dan dapat dilakukan di IGD.
18. Pada pasien ambulatory/ pasien One Day Care, asesmen pra anestesi pada pasien
dilakukan di ruang premedikasi kamar operasi sebelum tindakan pembedahan, atau
pasien datang ke kamar operasi 1 hari sebelum tindakan pembedahan untuk
dilakukan asesmen pra anestesi oleh dokter anestesi yang berjaga pada hari itu.
19. Pengkajian pra anestesi pada pasien meliputi :
a. Mempelajari rekam medis pasien
b. Anamnese dan pemeriksaan fisik
c. Mempelajari hasil penunjang dan konsultasi
d. Menentukan resiko anestesi
e. Menentukan rencana pelayanan anestesi, metode, obat, persiapan pasien dan
premedikasi yang diperlukan.
20. Pengkajian pra anestesi berbasis IAR (Informasi, Analisis, Rencana) juga memberikan
informasi yang diperlukan untuk :
a. Mengetahui masalah saluran pernafasan
b. Memilih anestesi dan rencana asuhan anestesi
c. Memberikan anestesi yang aman berdasarkan atas pengkajian pasien, resiko
yang diketemukan, dan jenis tindakan
d. Menafsirkan temuan pada waktu pemantauan, selama anestesi dan pemulihan.
e. Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pasca operasi.
21. Pelayanan anestesi direncanakan dengan seksama dan didokumentasikan dalam
catatan anestesi. Perencanaan mempertimbangkan informasi dari asesmen pasien
lain, mengidentifikasi anestesi yang akan digunaan, metode pemberiannya,
pemberian, rute / cara pembelian, serta prosedur monitoring dalam mengantisipasi
komplikasi pelayanan pasca anestesi
22. Rencana pelayanan anestesi di dokumentasikan dalam form asesmen pra anestesi
dalam rekam medis pasien.
23. Setelah melakukan asesmen, dokter spesialis anestesi atau perawat anestesi yang
kompeten memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga atau pengambil
7
keputusan atas resiko, manfaat dan alternatif anestesi untuk mendapatkan
persetujuan tindakan (inform concent) tertulis dari pasien ataupun dari wali yang sah
menurut hukum.
24. Dokter Anestesi berwenang memberikan edukasi tentang pemberian analgesi pasca
tindakan anestesi, serta didokumentasikan dalam form edukasi.
25. Asesmen pra induksi berbasis IAR, terpisah dari asesmen pra anestesi, karena
difokuskan pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, dan
berlangsung sesaat sebelum induksi anestesi.
26. Jika anestesi diberikan secara darurat, asesmen pra anestesi dan pra induksi dapat
dilakukan berurutan atau simultan, namun dicatat secara terpisah.
27. Semua anestesi yang digunakan termasuk obat-obat, baik mulai obat-obat
premedikasi, induksi sampai obat-obatan yang diberikan selama tindakan anestesi
harus didokumentasikan dalam form rekam medis pasien disertai waktu pemberian
secara lengkap dan terperinci.
28. Teknis anestesi yang digunakan kepada pasien didokumentasikan secara lengkap
dalam form catatan anestesi pasien.
29. Pada rekam medis pasien dicantunkan nama dokter spesialis anestesi yang
melakukan anestesi pada pasien dan nama perawat anestesi yang bertanggung jawab
melakukan monitoring selama tindakan anestesi berlangsung.
30. Frekuensi dan jenis pemantauan selama tindakan anestesi dan pembedahan
didasarkan pada status pra anestesi pasien, anestesi yang digunakan, serta prosedur
pembedahan yang dilakukan.
31. Pemantauan status fisiologis pasien sesuai dengan panduan praktek klinik (PPK)
selama prosedur anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan perawat
anestesi yang bertanggung jawab selama operasi berlangsung dan didokumentasikan
dalam rekam medis pasien.
32. Status fisiologis pasien dipantau secara terus-menerus selama pemberian anestesi
dan sedasi moderat dan dalam berdasar status pasien pada pra anestesi, meteda
anestesi yang dipakai, dan tindakan operasi yang dilakukan. Di monitor setiap 5 menit
sekali, dan hasil monitoring dituliskan dalam form rekam medis anestesi pasien.
33. Pasca anestesi pasien dimonitor setiap 15 menit sesuai dengan prosedur yang telah
dibuat di Recovery Room.
8
34. Pemindahan pasien dari Recovery Room dilakukan oleh petugas/ perawat yang
kompeten dibawah persetujuan dokter spesialis anestesi harus memenuhi kriteria
pemindahan pasien, Pasien dapat dipulangkan atau pindah ke ruangan harus
memenuhi kriteri Alderette Score untuk general anestesi, bila jumlah Alderette Score
≥ 8. Sedangkan untuk pasien anak-anak menggunakan Steward Score, jika jumlah
Steward Score ≥ 5, pasien dapat dipindahkan ke ruangan atau dipulangkan untuk
pasien ambulatory, Untuk pasien dengan anestesi spinal dan epidural, kriteria
pemidahan pasien menggunakan Bromage Score, jika jumlah skore ≥ 2, pasien bisa
dipindahkan ke ruangan, Didokumentasikan dalam form catatan pemantauan pasca
sedasi/ anestesi di recovery room.
35. Temuan selama monitoring di Recovery Room harus didokumentasikan dalam form
observasi pasca anestesi.
36. Bila pasien memenuhi kriteria / layak untuk dipindahkan ke ruangan atau
dipulangkan untuk pasien one day care/ ambulatory, maka perawat Recovery Room
harus meminta persetujuan dokter anestesi yang bertanggung jawab pada saat itu
untuk menilai keamanan dan kelayakan pasien untuk dapat dipindahkan. Dokter
anestesi harus menandatangani pada form yang telah disediakan.
37. Untuk pasien rawat jalan / one day care, kriteria pasien bisa dipulangkan atau tidak
menggunakan skor PADSS ( Postanesthetic Discharge Scoring System).
38. Pemantauan pasca anestesi dapat dilakukan di ruang rawat intensif atau di ruang
pulih.
39. Pemantauan pasca anestesi di ruang rawat intensif bisa direncanakan sejak awal
sebelum tindakan operasi atau sebelumnya tidak direncanakan berubah dilakukan
pemantauan di ruang intensif atas hasil keputusan PPA anestesi dan atau PPA bedah
berdasarkan penilaian selama prosedur anestesi dan atau pembedahan.
40. Bila pemantaan pasca anestesi dilakukan di ruang intensif maka pasien langsung di
transfer ke ruang rawat intensif dan tatalaksana pemantauan selanjutnya secara
berkesinambungan dan sistematis berdasarkan instruksi DPJP di ruang rawat intensif
serta didokumentasikan.
41. Pemindahan pasien dari area pemulihan pasca anestesi atau penghentian
pemantauan pemulihan dilakukan dengan salah sat verdasarkan beberapa alternatif
sebagai berikut :
9
1) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang ahli
anestesi yang kompeten.
2) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh oleh seorang
perawat atau penata anestesi yang kompeten berdasarkan kriteria pasca
anestesi yang ditetapkan oleh rumah sakit, tercatat dalam rekam medis bahwa
kriteria tersebut terpenuhi.
3) Pasien dipindahkan ke unit yang mampu menyediakan perawatan pasca
anestesi misalnya di unit perawatan intensif
42. Waktu masuk dan keluar dari ruang pemulihan (atau waktu mulai dan
diberhentikannya pemantauan pemulihan) didokumentasikan dalam rekam medis
pasien.
43. Peralatan di unit Kamar Operasi dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
44. Semua perawat unit Kamar Operasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
45. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
46. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, dan menghormati hak pasien.
47. Penyediaan tenaga mengacu kepada pola ketenagaan.

B. KEBIJAKAN KHUSUS
1. Rumah Sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien pada pelayanan
anestesi yang merupakan bagian dari program mutu dan keselamatan pasien
meliputi antara lain tapi tidak terbatas pada :
a. Pelaksanaan asesmen pra sedasi dan pra anestesi
b. Proses monitoring status fisiologis selama anestesi
c. Proses monitoring proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam
d. Evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan dari lokal/ regional ke general.
2. Untuk pelayanan anestesi dengan kasus elektif dilayani mulai hari senin s/d sabtu.
Mulai induksi jam 05:00 WIB sampai dengan batas akhir induksi jam 19:00 WIB,
sedangkan untuk jenis operasi yang kompleks, batas akhir induksi jam 17:00 WIB.
10
Yang termasuk dalam jenis operasi kompleks antara lain:
a. Operasi yang membutuhkan banyak anggota tim operasi
b. Operasi dengan resiko intubasi sulit (misalnya: Fx. Servical. Struma, obesitas,
pasien leher pendek, tumor larink/pharink, dll)
c. Operasi dengan perkiraan biaya tinggi (high cost) misalnya, operasi bedah plastic
multiple / lebih dari 1 tempat, operasi laminekthomy, HNP, dll)
d. Operasi dengan menggunakan alat-alat canggih, misalnya laparascopy,
arthroscopy.
e. Operasi multidisiplin
f. Operasi yang dikerjakan oleh lebih dari 2 operator.
Khusus untuk hari jum’at dimulainya induksi jam 05:00 dan berakhir jam 08:00
dan induksi di lanjutkan lagi 12:30WIB
3. Untuk meningkatkan pelayanan anestesi termasuk sedasi moderat dan dalam,
Rumah Sakit melakukan kerjasama dengan Kelompok Dokter Anestesi Malang
(KDSAM) yang di Rekomendasikan oleh kepala Rumah Sakit, dengan jadwal jaga
sebagai berikut :
a. Senin s/d Kamis : jam 14:00WIB-07:00WIB sampai dengan selesainya tindakan
dan perawatan anestesi
b. Jum’at, Sabtu, Minggu : 24 jam perhari menyesuaikan kebutuhan Rumah Sakit
c. Jika dibutuhkan diluar jam kerja di atas.
4. Untuk jadwal jaga, ada dokter jaga anestesi utama dan cadangan 1 (satu) dan
cadangan 2 (dua). Bila dokter jaga utama berhalangan, maka dokter jaga utama
bertanggung jawab mencari pengganti/ menghubungi dokter jaga cadangan 1/
cadangan 2. Bila dalam waktu 15 menit dokter anestesi yang bertugas tidak datang
tanpa kabar, maka Unit Kamar Operasi dan Sterilisasi berhak menghubungi dokter
anestesi yang lain yang memiliki SIP di Rumah Sakit Lavalette. Apabila dokter
pengganti yang ditunjuk tidak memiliki SIP di Rumah Sakit Lavalette maka harus atas
sepengetahuan Kepala Unit Kamar Operasi dan Sterilisasi dan disetujui oleh Kepala
Rumah Sakit setelah melalui proses kredensial. Jika kesulitan mencari dokter anestesi
maka menghubungi Ketua / Sekretaris KDSAM.
5. Apabila ada perubahan teknik dari anestesi regional ke teknik anestesi umum, maka
didokumentasikan pada lembar anestesi.
11
6. Form Inform Concent tersedia untuk setiap jenis anestesi sesuai dengan rencana
teknik anestesi yang akan dilakukan pada pasien (sedasi moderat dan dalam, anestesi
local, anestesi General, anestesi SAB, anestesi Epidural).
7. Pelayanan anestesi rawat jalan ( One Day Care ) diberikan pada pasien yang menjalani
tindakan pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan minimal serta
tidak menjalani rawat inap. Pasien harus dengan status fisis ASA1 dan 2 serta ASA 3
yang terkendali sesuai penilaian dokter spesialis anestesiologi dan disiapkan dari
rumah.
8. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan operasi diberikan informasi / penyuluhan
mengenai prosedur operasi yang akan dijalani, prosedur premedikasi jenis anestesi
yang akan dilakukan.
9. Bila pasien datang sendiri tanpa ada keluarga yang mengantar, maka penjelasan
langsung diberikan kepada pasien, inform concent ditandatangani langsung oleh
pasien, dan tanda tangan petugas /perawat sebagai saksi.
10. Pelayanan pasien rawat jalan (One Day care) yang memerlukan tindakan pembiusan
dilayani sampai jam 18:00 WIB, jika lebih dari jam 18:00 WIB maka pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi harus terdaftar sebagai pasien rawat inap. Hal ini
dimaksudkan agar selesai tindakan operasi pasien bisa dilakukan observasi lebih
lanjut di ruang perawatan.
11. Pasien rawat inap maupun rawat jalan (ODC) yang telah dilakukan tindakan anestesi
dapat dipulangkan atau pindah ke ruangan dengan persetujuan dokter spesialis
anestesi dan harus memenuhi kriteri Alderette Score, bila jumlah Alderette Score ≥
8. Sedangkan untuk pasien anak-anak menggunakan Steward Score, jika jumlah
Steward Score ≥ 5, pasien dapat dipindahkan ke ruangan atau dipulangkan untuk
pasien ambulatory. Didokumentasikan dalam form catatan pemantauan pasca
sedasi/ anestesi di recovery room.
12. Pada setiap pasien yang akan dilakukan tindakan operasi prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi harus selalu dijalankan.
13. Setiap pasien ketika datang dikamar operasi dilakukan identifikasi dan timbang
terima dengan petugas ruangan pengantar pasien meliputi :
a. Jenis operasi.
b. Lokasi yang akan dioperasi.
12
c. Informed Consent untuk tindakan Anestesi dan tindakan operasi.
d. Obat –obatan termasuk premedikasi yang telah diberikan.
e. Pemeriksaan penunjang yang di butuhkan (hasil laboratorium, ecg, foto dll).
f. Informasi penting lain yang berhubungan dengan pasien.
14. Untuk pasien bila pasca anestesi membutuhkan monitoring di unit tertentu
(ICU/ICCU), maka pasien harus langsung dilakukan transport ke unit tersebut oleh
perawat anestesi yang kompeten, didamping oleh dokter spesialis anestesi yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, tanpa harus dilakukan monitoring di
Recovery Room, Keluarga diberikan informasi tentang kondisi pasien saat itu.
15. Apabila terjadi kecelakaan / kegagalan dari tindakan operasi, hal tersebut dilaporkan
kepada kepala pelayanan untuk dilakukan tindak lanjut.
16. Apabila terjadi bencana / Hospital Disaster Plan, kamar operasi siap untuk berperan
di dalam penanggulangannya.
17. Untuk setiap kejadian kegawatan Cardio Pulmonal berupa kondisi henti respirasi atau
henti respirasi dan sirkulasi di semua satuan kerja rumah sakit wajib melakukan
aktivasi Tim Resusitasi (Code Blue) yang dipimpin oleh dokter jaga IGD.
18. Informasi penjadwalan pasien operasi (baik elektif maupun darurat) didapatkan dari
tempat pendaftaran dan tulisan pada buku dan papan informasi jadwal operasi untuk
dilengkapi oleh perawat kamar operasi, bila ada penundaan atau perubahan jadwal
operasi oleh sebab apapun segera diinformasikan kepada pasien, keluarga pasien dan
seluruh anggota Tim operasi.
19. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan keselamatan pasien, dokter jaga Anestesi
dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan terlebih dahulu dan informasi
kepada pasien / keluarga pasien diberikan pada kesempatan pertama.
20. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi dengan
pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien, tindakan – tindakan
tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
21. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap hal yang terkait dengan
mutu pelayanan dan kepentingan pasien dapat di ajukan untuk dilakukan audit medis
oleh Sub Komite Medik.

13
BAB IV
TATA LAKSANA

A. PRINSIP UMUM
1. Unit Kamar Operasi dan Sterilisasi Rumah Sakit Lavalette Malang memberikan
pelayanan anestesi dalam 24 jam, meliputi pelayanan operasi elektif dan emergensi
2. Untuk menjamin pelayanan anestesi dalam 24 jam, dilakukan penjadwalan jaga dokter
spesialis anestesi dan konsulan, dan penjadwalan jaga perawat anestesi dalam 24
jam yang terbagi menjadi 3 shift, pagi, sore dan malam, sedangkan untuk petugas RR
hanya pada shift pgi dan sore.
3. Setiap pelayanan anestesi harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Spesialis
Anestesie
4. Semua pasien akan dipantau sesuai dengan standar pemantauan dasar intra operatif
yang dijabarkan dalam SPO Monitoring Anestesi selama Pembedahan dan
didokumentasikan dalam form status anestesi (FRM 5.11)
Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Lavalette menjadi wewenang dan tanggung jawab
dokter Spesialis Anestesi. Di dalam hal pemberian sedasi sedang atau moderat dan sedasi
dalam harus dilakukan oleh dokter spesialis anestesie, sedangkan untuk pemberian
Anestesi lokal boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dalam hal ini :
1. Dokter gigi
2. Dokter umum (Instalasi Gawat Darurat)
3. Dokter bedah
4. Dokter spesialis lainnya yang melakukan tindakan anestesi lokal
Dengan syarat tenaga kesehatan harus mengetahui efek samping serta mampu
mengatasi efek sampingnya dan melakukan pencatatan monitoring selama tindakan.
Pelayananan anestesi dan sedasi yang dapat dikerjakan di Unit Kamar Operasi dan
Sterilisasi Rumah Sakit Lavalette Malang :
1. Anestesi general
2. Anestesi regional – SAB
3. Anestesi regional – Epidural
4. Sedasi moderat

14
5. Sedasi dalam
Pelayanan anestesi di Rumah Sakit Lavalette dilakukan di seluruh bagian yang
membutuhkan pelayanan anestesi dan sedasi, pelayanan anestesi di luar kamar bedah
dapat dilakukan di Ruang Radiologi, Kamar Bersalin, Instalasi Gawat Darurat dan ICU.

B. ASESMEN
Asesmen atau penilaian sebelum tindakan anesthesia pada kasus bedah elektif
dilakukan sehari sebelum operasi. Kemudian evaluasi ulang dilakukan sehari menjelang
operasi,dilakukan di kamar operasi untuk menentukan status fisik ASA.Pada kasus bedah
darurat / emergency ,evaluasi dilakukan di ruang Instalasi Rawat Darurat karena waktu
yang tersedia sangat terbatas.
Penilaian meliputi :
1. Penilaian fungsi vital meliputi :
a. B1 : Jalan nafas dan fungsi pernafasan
1) Dilakukan penilaian patensi jalan nafas dilihat adakah sumbatan jalan nafas
atas sebagian atau total oleh karena penurunan kesadaran, benda asing
berupa padat atau cair.
Bila terjadi sumbatan jalan nafas segera dibebaskan baik tanpa alat atau
menggunakan alat pembebas jalan nafas sederhana sampai definitif.
Dilakukan suctioning / penghisapan dengan kateter suction besar bila
terjadi sumbatan dari cairan misalnya darah atau muntahan.
Segera pasang alat untuk membebaskan jalan nafas menggunakan orofaring
airway bahkan bila perlu intubasi.
2) Dilihat adakah tanda-tanda retraksi dinding dada, nafas cuping hidung
3) Dilihat apakah gerakan dada kiri dan kanan simetris waktu inspirasi dan
ekspirasi. Bila asimetris manakah yang tertinggal.
4) Dilihat adakah gerakan dada see saw seperti orang menggergaji
5) Didengarkan adakah suara nafas tambahan :
a) Snoring (mengorok)
b) Gurgling (berkumur)
c) Stridor (suara serak)
d) Crowing (melengking)
15
e) Tidak ada suara nafas
6) Dirasakan adakah hembusan udara dari hidung atau mulut bila pasien tidak
sadar.
7) Dilakukan perkusi untuk menilai adakah kelainan suara seperti hipersonor
pada kasus pneumothorax atau suara redup pada hematothorax.
Bila ditemukan tension pneumothorax segera lakukan needlethoracosintesis
untuk dekompresi menggunakan jarum terbesar yang tersedia di ICS 2 MCL
ipsilateral
8) Dilakukan auskultasi suara nafas paru kanan dan kiri.
a) Melakukan penilaian untuk mengetahui adanya sulit intubasi dengan
cara menentukan Mallampati score, jarak Mentohyoid, gerak leher,
massa di leher.
b) Apabila dijumpai adanya kemungkinan intubasi maka merujuk pada
skema manajemen pengelolaan jalan nafas sulit ( Difficult Managemen
Airway)
b. B2 : Fungsi cardiovascular
1) Dilihat apakah pasien tampak pucat atau kebiruan / cyanosis
2) Dilihat apakah ditemukan sumber perdarahan
3) Diperiksa apakah perfusi pada ujung jari Hangat Kering Merah (normal)
atauDingin Basah Dan Pucat
4) Diperiksa apakah capillary refill time kurang dari 2 detik.
5) Dipegang nadinya, pada pasien sadar bisa pada nadi radialis atau brachialis,
dihitung frekuensinya ,bagaimana iramanya , apakah kuat angkat. Pada
pasien tidak sadar diraba nadi carotisnya, dirasakan apakah ada denyutan
nadi.
6) Dilakukan pengukuran tekanan darah bila perlu dilakukan pengukuran
tekanan darah pada lengan kiri dan kanan
7) Dilakukan auskultasi untuk evaluasi suara jantung
c. B3 : Fungsi kesadaran
1) Menilai kesadaran dengan Glagow Coma Scale

16
Dalam kondisi emergency cukup diperiksa AVPU (Alert, Respon to Verbal,
Respon to Pain, Unrespon)
d. B4 :Fungsi ginjal
Melakukan evaluasi fungsi ginjal dapat dilakukan menggunakan urine tampung
atau kalau perlu dengan kateter. Penilaian produksi urine meliputi warna dan
jumlahnya tiap 6 jam sedang dalam kondisi gawat evaluasi dilakukan tiap jam.
e. B5 : Fungsi pencernaan
1) Dilakukan pemeriksaan apakah ditemukan perubahan bising usus, abdomen
distended yang berasal dari suatu ileus obstruktif dan waspada akan
terjadinya extra cellular fluid deficit, bila berasal dari cairan waspadai
timbulnya gejolak hemodinamik intra operasi, bila berasal dari massa
waspadai perdarahan banyak intra operasi.
2) Dilakukan perkusi untuk membedakan adanya udara atau cairan, dilakukan
palpasi untuk mencari adanya massa

17
f. B6 : Tulang panjang
1) Apakah terdapat patah tulang panjang pada femur, panggul, patah tulang
panjang multiple, patah tulang iga yang multiple
2) Apabila ditemukan keadaan di atas waspada terhadap perdarahan.
2. Pemeriksaan Laboratorium :
1) Darah Lengkap, Faal Pembekuan Darah (PTT-APTT), Ureum-Creatinin,SGOT-
SGPT, Gula Darah, Elektrolit, bila perlu pemeriksaan virology
2) Dievaluasi apabila terdapat nilai yang abnormal segera diambil tindakan dan
evaluasi ulang.
3. Pemeriksaan Radiologi :
Foto thorax, foto polos abdomen, foto tulang, USG, IVP, EKG, echocardiografi, CT
scan, MRI, dll
4. Asesmen pra anestesi dilakukan sebagai langkah persiapan operasi sejak pasien berada
dalam ruangan rawat inap, high care unit, maupun pada Unit Kebidanan dan
Kandungan untuk operasi emergency dan elektif yang bertujuan agar pasien siap
untuk dilakukan pembiusan dengan keadaan aman dengan mengedepankan prinsip
patient safety.
5. Asesmen pra anestesi dilakukan pada pasien untuk perencanaan status ASA tindakan
anestesi apa yang akan dilakukan kepada pasien.
6. Asesmen pra anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi. Dokter spesialis
anestesi melakukan asesmen pra anestesi pada pasien 1 hari sebelum tindakan
pembedahan di ruangan untuk kasus pembedahan elektif. Untuk tindakan emergency,
asesmen anestesi dilakukan dokter anestesi di ruang terima kamar operasi minimal
1(satu) jam sebelum tindakan pembedahan dijadwalkan, atau dapat dilakukan di IGD.
7. Pada pasien ambulatory/ pasien One Day Care, asesmen pra anestesi pada pasien
dilakukan di ruang premedikasi kamar operasi sebelum tindakan pembedahan, atau
pasien datang ke kamar operasi 1 hari sebelum tindakan pembedahan untuk dilakukan
asesmen pra anestesi oleh dokter anestesi yang berjaga pada hari itu.
8. Asesmen pra anestesi pada pasien meliputi :
a. Mempelajari rekam medis pasien
b. Anamnese dan pemeriksaan fisik

18
Penilaian fungsi vital meliputi B1 – B6 sesuai dengan SPO asesmen pra sedasi / pra
anestesi
c. Mempelajari hasil penunjang dan konsultasi
1) Pemeriksaan Laboratorium :
a) Darah Lengkap, Faal Pembekuan Darah (PTT-APTT), Ureum-
Creatinin,SGOT-SGPT, Gula Darah, Elektrolit, bila perlu pemeriksaan
virology
b) Dievaluasi apabila terdapat nilai yang abnormal segera diambil tindakan
dan evaluasi ulang.
2) Pemeriksaan Radiologi :
Foto thorax, foto polos abdomen, foto tulang, USG, IVP, EKG, echocardiografi,
CT scan, MRI, dll.
d. Menentukan resiko anestesi
e. Menentukan rencana pelayanan anestesi, metode, obat, persiapan pasien dan
premedikasi yang diperlukan.
f. Asesmen pra anestesi sudah berbasis IAR (Informasi, Analisis, Rencana) juga
memberikan informasi yang diperlukan untuk :
1) Mengetahui masalah saluran pernafasan
2) Memilih anestesi dan rencana asuhan anestesi
3) Memberikan anestesi yang aman berdasarkan pengkajian pasien, resiko yang
ditemukan, dan jenis tindakan
4) Menafsirkan temuan pada waktu pemantauan , selama anestesi dan
pemulihan.
5) Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pasca operasi.
g. Pelayanan anestesi direncanakan dengan seksama dan didokumentasikan dalam
Form Asesmen Pra Sedasi/ Pra Anestesi. Perencanaan mempertimbangkan
informasi dari asesmen pasien lain, mengidentifikasi anestesi yang akan digunaan,
metode pemberiannya, pemberian, rute / cara pembelian, serta prosedur
monitoring dalam mengantisipasi komplikasi pelayanan pasca anestesi serta untuk
menentukan status ASA pasien.
h. Penetuan status fisik pasien berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American
Society of Anesthesiologist).
19
ASA 1 : Pasien sehat tanpa gejala sistemik.
ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik terkontrol tanpa gejala
penyakitnya.
ASA 3 : Pasien dengan kondisi medis dan memiliki gejala sistemik terhadap
penyakitnya, dan keterbatasan fungsi organ.
ASA 4 : Pasien dengan kondisi medis dengan gejala penyakit tidak
terkontrol dan disfungsi organ yang nyata.
ASA 5 : Pasien dengan kondisi medis kritis dengan angka harapan hidup
yang kecil.
ASA 6 : Pasien dengan mati otak dilakukan anestesi untuk kepentingan
donasi organ.
i. Rencana pelayanan anestesi di dokumentasikan dalam form asesmen pra sedasi/
pra anestesi (FRM 5.4.2)
j. Setelah melakukan asesmen, dokter spesialis anestesi memberikan penjelasan
kepada pasien dan keluarga atau pengambil keputusan atas resiko, manfaat dan
alternatif anestesi untuk mendapatkan persetujuan tindakan (inform concent)
tertulis dari pasien ataupun dari wali yang sah menurut hukum. Pasien dan
keluarga ataupun wali yang sudah diberikan informasi tentang rencana tindakan
anestesi dan sedasi moderat dan dalam menandatangani Form DPI Anestesi
General/ Regional (SAB)/ Regional (Epidural) (FRM 5.3.3, FRM 5.3.4, FRM 5.3.5).
k. Dokter Anestesi berwenang memberikan edukasi tentang pemberian analgesi
pasca tindakan anestesi, serta didokumentasikan dalam form edukasi (FRM9.1.)
l. Asesmen pra induksi berbasis IAR, terpisah dari asesmen pra anestesi, fokus pada
stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, berlangsung
sesaat sebelum induksi anestesi.
m. Jika anestesi diberikan secara darurat, asesmen pra anestesi dan pra induksi dapat
dilakukan berurutan atau simultan, namun dicatat pada form terpisah (FRM 5.7)
n. Pelayanan Pre Medikasi
Tujuan utama dari pemberian obat premedikasi atau adalah untuk
memberikan sedasi psikis, mengurangi rasa cemas dan melindungi dari stress
mental atau faktor-faktor lain yang berkaitan dengan tindakan anestesi spesifik.
Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premedikasi adalah terjadinya sedasi
20
dari pasien tanpa disertai depresi dari pernafasan dan sirkulasi.kebutuhan pra
sedasi/premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda. Premedikasi
diberikan berdasarkan atas keadaan psikis dan fisiologi pasien yang ditetapkan
setelah dilakukan kunjungan pra bedah. Dengan demikian maka pemilihan obat
premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan memperhitungkan umur
pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat hospitalisasi
sebelumnya (terutama pada anak), riwayat reaksi terhadap obat premedikasi
sebelumnya (bila pasien pernah diberi anestesi sebelumnya), riwayat penggunaan
obat-obat tertentu yang kemungkinan dapat berpengaruh pada jalannya anestesi
(misal kortikosteroid, antibiotik tertentu), perkiraan lamanya operasi, macamnya
operasi (misalnya terencana/elektif, darurat, pasien rawat inap atau rawat jalan)
dan rencana obat anestesi yang akan digunakan.
Kunjungan pra anestesi merupakan rangkaian untuk menentukan penggunaan
premedikasi/pra sedasi apa yang akan diberikan. Tanpa melihat pasien akan
menyebabkan kesalahan dosis obat premedikasi yang dapat merugikan pasien. Perhatian
khusus pada pasien bayi dibawah 2 tahun dan orang tua diatas 60 tahun. Menentukan
dosis obat premedikasi yang tepat merupakan permulaan dari keamanan tindakan
anestesi. Pelayanan ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan tindakan
anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang ekstrim, langkah-
langkah pelayanan pra anestesi sebagaimana diuraikan di atas, dapat diabaikan dan
alasannya harus didokumentasikan didalam rekam medis pasien di Form Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi ( FRM 6.1)
Edukasi yang harus disampaikan pada saat asesmen pra anastesi adalah sebagai
berikut :
1. Pasien dan keluarga diberikan tentang penjelasan jenis tindakan Anestesi sedasi yang
akan dilakukan, apabila dimungkinkan pasien bisa diberi pilihan.
2. Pada operasi elektif diberikan penjelasan bahwa harus puasa sekitar 8 jam untuk
pasien dewasa, puasa 4-6 jam untuk pasien bayi dan anak.
3. Pasien diberikan penjelasan tentang manajemen nyeri pasca operasi.
4. Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang resiko Anestesi dan sedasi dan
pembedahan serta persiapan apa saja yang dilakukan oleh tim untuk menghadapi
operasi tersebut.
21
5. Pasien diberikan penjelasan tentang periode pasca operasi
6. Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang perawatan ICU pasca operasi pada
pasien yang memerlukan.
7. Untuk tindakan anestesi dan sedasi diluar kamar operasi, asemen pra anestesi dan
pra sedasi dilakukan 1 hari sebelum tindakan, atau sesaat sebelum dilakukan
tindakan yang membutuhkan anestesi dan sedasi.

C. PEMILIHAN ANASTESI
Dari semua pemeriksaan tersebut akhirnya dapat diambil keputusan jenis Anestesia
apakah yang aman untuk pasien tersebut. Anestesi menurut jenis operasinya adalah
sebagai berikut :
1. Regio Kepala dan leher:
a. General Anestesi untuk operasi bedah syaraf, operasi bedah plastik, operasi THT,
operasi mata, operasi bedah umum, operasi bedah onkology
b. Regional Anestesi Peripheral Blok
c. Local Anestesi untuk operasi kecil
2. Regio Dada dan punggung :
a. General Anestesi untuk operasi bedah umum, operasi bedah onkology, operasi
bedah TKV, operasi bedah plastic, operasi bedah syaraf.
b. Regional Anestesi Peripheral Blok
c. Lokal Anestesi untuk operasi kecil
3. Regio extremitas atas :
a. General Anestesi dan Regional Anestesi
b. Lokal Anestesi untuk operasi kecil
4. Regio abdomen atas (diatas pusar) :
a. General Anestesi untuk operasi bedah digestive, operasi bedah anak, operasi
bedah umum, operasi bedah urologi
b. Dapat dikombinasi dengan Regional Anestesi yaitu Epidural Blok untuk
manajemen nyeri intra dan pasca operasi.
c. Lokal Anestesi untuk operasi kecil
5. Regio abdomen bawah dan urogenitalia :

22
a. Regional Anestesi (Sub Arachnoid Blok, Epidural Blok) untuk operasi bedah
urologi , operasi kandungan, operasi bedah umum, operasi bedah digestive
b. General Anestesi bila ada indikasi lain
c. Lokal Anestesi operasi untuk operasi kecil
6. Regio extremitas bawah :
a. Regional Anestesi
b. General Anestesi bila ada indikasi lain
c. Lokal Anestesi untuk operasi kecil
Adapun tehnik Intubasi Endotracheal meliputi :
1. Sleep apnea
2. Sleep non apnea pada kasus prediksi intubasi sulit
3. Awake pada kasus prediksi intubasi sulit atau pasien dengan kondisi hemodinamik
sangat jelek.

D. PELAYANAN PRA ANESTESI


1. Persiapan Pre Operasi
a. Persiapan perioperatif idealnya memerlukan waktu 24-48 jam sebelum
pelaksanaan tindakan
b. Penilaian klinik awal diperlukan untuk menemukan permasalahan atau kebutuhan
spesifik pasien, seperti alergi, gangguan mobilitas, gangguan pendengaran atau
riwayat penyakit dahulu yang memerlukan terapi terlebih dahulu
c. Persiapan Pasien :
1) Persiapan Pada Pasien Bayi/ Anak
Pada prinsipnya sama dengan pasien dewasa:
a) Identifikasi pasien. Anamnese awal dengan menanyakan nama, umur,
alamat, pekerjaan dan lain sebagainya yang menyangkut identitas pasien.
b) Anamnese, kalau bayi dengan orang tua / keluarga dekat yang
mengetahui tentang kondisi pasien. Pasien sendiri bila sudah bisa
mengerti tentang masalah kesehatannya.
c) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya
d) Pemakaian obat tertentu yang sedang dijalani

23
e) Riwayat diet, perlunya puasa sebelum operasi. Anak/ bayi puasa susu
paling lama 6 jam, puasa air bening 2-4 jam sebelum operasi. Pada operasi
darurat tidak perlu puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk
dekompresi lambung
Panduan puasa sebelum pasien menjalani prosedur anestesi menurut
AMERICASOCIETY OG ANESTHESIOLOGIST
JENIS MAKANAN PERIODE PUASA MINIMAL
Cairan bening / jernih 2 jam
Air susu Ibu ( ASI ) 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

f) Pemeriksaan laboratorium rutin (kadar hemoglobin, lekosit, bleeding


time, cloting time, APPTdan PPT). pada operasi besar dan mungkin
bermasalah periksa pula kadar albumin, globulin, elektrolit darah, CT
scan, faal hemostatis.
g) Bila orang tua pasien sudah setuju, maka dilakukan pengisian surat
persetujuan anestesi/ inform consent anestesi
2) Persiapan Pada Pasien Dewasa
a) Identifikasi pasien. Anamnese awal dengan menanyakan nama, umur,
alamat, pekerjaan dan lain sebagainya yang menyangkut identitas pasien.
b) Identifikasi adanya penyulit, dengan melakukan penilaian terhadap :
c) Pemahaman prosedur bedah / medic yang akan dilaksanakan
B1 (jalan nafas dan fungsi pernafasan)
B2 (fungsi cardiovascular)
B3 (fungsi kesadaran)
B4 (fungsi ginjal)
B5 (fungsi pencernaan)
B6 (tulang panjang)

24
d) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya, riwayat alergi obat, riwayat
pasien dan keluarganya terhadap tindakan anestesi bila ada dan hasil
laboratorium serta pemeriksaan khusus bila diperlukan.
e) Riwayat penyakit sistemik (diabetes mellitus, hipertensi, kardiovaskuler,
TB, asma)
f) Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan,
kortikosteroid, antihipertensi secara teratur.
g) Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir, jelaskan perlunya puasa
sebelum operasi). Lama puasa pada orang dewasa 6-8 jam, pada operasi
darurat pasien tidak perlu puasa, maka dipasang NGT untuk dekompresi
lambung.
h) Pengosongan kandung kemih
i) Surat persetujuan operasi dan pembiusan
j) Pemeriksaan fisik ulang, EKG,
k) Pemeriksaan laboratorium rutin (kada hemoglobin, leukosit, bleeding
time, PTT dan PPT), kadargula darah puasa, fungsi liver, fungsi ginjal.
Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa kadar albumin,
globulin, elektrolit darah, faal paru, faal hemostasis
l) Pemeriksaan radiologi, CT Scan, foto toraks
m) Pelepasan kosmetik, gigi palsu,lensa kontak dan aksesoris lainnya.
d. Persiapan pasien rawat jalan/ One Day Surgery/Ambulatory
Kriteria pasien ambulatory yang akan dilakukan pembedahan dan anestesi adalah
sebagai berikut:
1) Pasien termasuk ASA I pada pasien kelainan sistemik ringan terkontrol (PS ASA
2) dapat juga dilakukan.
2) Pembedahan superfisial, bukan tindakan bedah di dalam cranium, toraks atau
abdomen.
3) Lama pembedahan tidak melebihi 60 menit.
4) Perdarahan dan perubahan fisik yang terjadi minimal
e. Jenis operasi ambulatory
1) Bedah plastik superfisial, eksisi dan eksterpasi
2) Bedah urologi minor: sirkumsisi
25
3) Operasi-operasi kecil lainnya, misalnya:
a) Mata: hordeolum
b) THT: tonsilektomi
c) Kebidanan dan kandungan: kuret
d) Ortopedi: reposisi
4) Operasi-operasi yang relative mayor: hernia dan varices
5) Anestesi untuk pemeriksaan invasive: bronkoskopi
f. Persiapan operasi
Yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum operasi diantaranya
adalah perdarahan yang mungkin terjadi, lamanya operasi jangan melebihi 3 jam
dan masa pulih total diusahakan secepatnya. Setelah pasien dipastikanakan
dioperasi, selanjutnya harus dipersiapkan pula hal-hal seperti:
1) Surat persetujuan operasi/ inform consent yang ditandatangani oleh pasien
atau orang yang dapat dipertanggungjawabkan
2) Anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut tentang penyakit yang pernah atau
sedang diderita atau pengobatan yang sedang dijalani, seperti:
a) Keadaan paru-paru dan jalan napas: sesak,batuk, merokok
b) Keadaan kardivaskuler: sesak, dyspnoe, kaki bengkak, nyeri dada
c) Riwayat sakit kuning atau penyakit kencing manis
d) Keadaan ginjal dinilai dengan pemeriksaan rutin
e) Perlu juga diketahui kecenderungan muntah-muntah dan alergi
f) Apakah pasien gelisah menghadapi operasinya
g) Pengobatan apa yang sedang dijalani sekarang, seperti anti hipertensi,
kortikosteroid, insulin, digitalis dan penenang
3) Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: Hb, lekosit, urine. Kalau perlu
ditambah dengan pemeriksaan lain. Misalnya, fungsi hati, EKG dan foto toraks
4) Bila didapatkan kelainan atau hal-hal yang akan menyulitkan dan
memberatkan operasi atau anestesi, maka harus diatasi lebih dulu dan operasi
dilakukan pada saat kondisi pasien sudah baik
Bila persiapan – persiapan pra operasi lancar semua, kemudian diberikan instruksi
yang jelas dan singkat, mudah dipahami kalau perlu pasien diberi catatan, yaitu:

26
a. Puasa bagi orang dewasa minimal 6 jam sebelum operasi dimulai, tidak boleh
makan dan minum. Anak/ bayi puasa susu paling lama 6 jam puasa air bening 2-4
jam sebelum operasi.
b. Pasien tidak diperbolehkan pulang sendiri harus ada keluarga yang menemani
c. Dilarang mengemudikan kendaraan
Perlu diterangkan tentang pentingnya puasa, mengingat bahaya seperti muntah
dan aspirasi. Bila pada hari operasi perut masih penuh, maka ada beberapa hal yang
dapat dipertimbanhkan:
a. Operasi ditunda beberapa jam atau keesokan harinya
b. Tindakan mengosongkan lambung
c. Pemberian antacid (lebih kurang 15cc) untuk menetralkan isi lambung yang
bersifat asam. Jadi, bila sewaktu-waktu terjadi aspirasi yang masuk bersifat netral
d. Kalau mungkin dilakukan local/regional anestesi dan sedative
e. Kalau terpaksa dilakukan anestesi umum, harus digunakan endotracheal tube
dengan cuff. Meskipun hal ini masih belum menjamin tidak adanya aspirasi.
Endotracheal ini dipertahankan sampai dengan pasien betul- betul bangun.
Persiapan – persiapan pada hari operasi antara lain adalah:
a. Penderita harus datang 1-2 jam sebelum operasi
b. Dilakukan pemeriksaan fisik ulang
c. Berikan penjelasan apa yang akan dialami nanti, baik pada operasinya maupun
anestesinya
d. Tidak diijinkan memakai perhiasan, gigi palsu, lensa kontak, cat kuku, lipstick, yang
nantinya akan meyulitkan pemantauan keadaan waktu anestesi
e. Pasien diberi premedikasi
f. Persiapkan alat-alat resusitasi bila sewaktu-waktu diperlukan
Pemberian sedasi dalam kalau tidak perlu sekali dihindari karena akan
memperpanjang waktu pemulihan. Obat narkotik jarang dipakai karena terjadi efek.
digunakan terutama bila memakai zat-zat yang punya efek iritasi kuat seperti ether dan
diduga akan ada muntah-muntah.
2. Persiapan Di Kamar Operasi
a. Premedikasi

27
Premedikasi secara intramuskuler ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara
intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi. Pemberian premedikasi
di kamar operasi bertujuan untuk:
1) Menghilangkan kecemasan
2) Mendapatkan analgesia
3) Mendapatkan amnesia
4) Menaikkan pH cairan lambung
5) Mengurangi volume cairan lambung
6) Mencegah terjadinya reaksi lergi
b. Pemilihan obat premedikasi didasarkan:
1) Umur
2) Berat badan
3) Status fisik
4) Derajat kecemasan
5) Riwayat hospitalisasi sebelumnya
6) Riwayat reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya
7) Riwayat penggunaan obat tertentu. Misalnya, kortikosteroid, antibiotic
tertentu.
8) Perkiraan lamanya operasi
9) Macam operasi
10) Rencana obat anestesi yang akan digunakan
c. Obat – obat yang digunakan dalam premedikasi anestesi:
1) Golongan sedative: benzodiazepine ( diazepam, midazolam),
2) Golongan narkotik: opium alkaloid(morfin), sintetik ( Pethidin, fentanyl
3) Golongan neuroleptic: Droperidol( dehydrobenzperidol)
4) Antikolinergik: atrium sulfat
d. Persiapan obat dan alat anestesi:
1) Alat anestesi umum bisa inhalasi (masker dan intubasi), intravena
a) Masker disesuaikan dengan ukuran wajah pasien.
b) Orofaringeal airway dan nasofaringeal airway
c) Laringoskop (terdiri dari holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk
pasien dewasa dengan ukuran sedang.Bila lebih besar pakai ukuran nomor
28
4.Untuk anan- anak gunakan ukuran nomor 2.Jangan lupa untuk mengecek
lampunya apakah nyala cukup terang.
d) Endotracheal
Endotracheal dengan 3 ukuran, biasanya disediakan nomor 6.5,7,
7,5.Untuk anak dengan BB di bawah 20 Kg, ukuran endotracheal
digunakan rumus sebagai berikut: Umur + 2 /2. Biasa juga mengukur
besarnya endotracheal disamakan dengan besarnya jari
kelingking.Siapkan satu nomor di atas dan satu nomor di bawahnya.
Jangan lupa mengecek endotracheal dengan memompa cuff berfungsi
atau tidak, karena cuff tersebut untuk memfiksir Endotracheal agar
posisinya tidak berubah. Siapkan Endotracheal non king untuk operasi
palatoplasty, operasi daerah wajah dan jalan nafas serta untuk operasi
dengan posisi tengkurap.
e) Guedel ukuran 1,2,3,4,5
f) Hoarness dan ring hoarness ( untuk memfiksir masker wajah
g) Stilet (kawat guide saluran napas)
h) Jakson rees (system pemompaan digunakan untuk anak – anak)
i) Jelly
j) Prekordial
k) Stethoscope
l) Suction cathether ukuran 6,8,10,12,14.
m) Plester
n) Kasa tampon
o) Xilocain spray
p) Naso (buat hidung Tidak selalu digunakan)
q) Mesin suction dicek berfungsi dengan baik atau tidak.
r) Alat bantuan nafas cadangan (ambu bag).
s) Monitor : ECG, Saturasi, Tensimeter, Suhu
t) Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi
u) Defibrilator selalu dalam posisi siap pakai
v) Mesin anestesi meliputi :
(1) Cek tekanan oksigen normalnya antara 4-5 b barr
29
(2) Sambungkan dengan sumber oksigen
(3) Sambungkan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator
(4) Tes kebocoran
(5) Cek isi gas inhalasi
(6) Cek perubahan warna sodalime
(7) Cek fungsi ventilator
w) Obat – obat untuk anestesi umum :
(1) Obat Induksi
(a) Midazolam
(b) Disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 1 mg/cc
(c) Propofol
(d) Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
(e) Ketamin
(f) Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
(g) Golongan Narcotik :
 Morfin : disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 1
mg/cc
 Pethidine : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50
mg/cc. Biasanya perlu diencerkan lagi dalam spuit 5 cc
dengan sediaan 5 mg/cc
 Fentanyl : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan
50 mcg/cc
(2) Gas Inhalasi :
(a) Isoflurane : vaporizer diberi label berwarna ungu, dicek isinya
(b) Sevoflurane : vaporizer diberi label berwarna kuning, dicek
isinya
(c) Etrane, Desflurane, Halothane
(3) Obat pelumpuh otot :
(a) Vecuronium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 4
mg/cc
(b) Atracurium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 10
mg/cc
30
Untuk keamanan obat-obatan tersebut dimasukkan dalam spuit yang
berbeda ukurannya serta diberi label dan tanggal.
(a) Obat Emergency
 Epineprine
 Nor Epineprine
 Sulfas Atropin
 Ephedrine
 Dopamine
 Lidokaine
 Furosemide
 Amiodaron, Aminophylin, Dexamethason bila diperlukan,
(b) Cairan Infus
Crystalloid ( Ringer Laktat , Normal Saline) dan colloid ( Haes 6 %
, Gelatin)
2) Alat dan obat anestesi spinal
a) Set yang terdiri dari :
(1) Doek lubang kecil
(2) Disinfeksi klem
(3) Chucing 1 buah
(4) Depper 5 biji
(5) Alcohol 70% / bethadine / hibitane
b) jarum spinal no. 25-27
c) spuit 3cc,5cc,10cc
d) lidokain 5%, marcain heavy 0,5%
e) hanscoen steril
f) curapor atau hansaplast
g) Obat emergency : epedrin, SA, adrenalin, dopamine.
h) Petidine, katapres
3) Alat dan obat Peridural
a) Set yang terdiri dari :
(1) Doek lubang kecil
(2) Disinfeksi klem
31
(3) Chucing 1 buah
(4) Depper 5 biji
(5) Alcohol 70% / bethadine / hibitane
b) Peridural set
c) Spuit 3cc, 5cc, 10cc.
d) Lidocain 2%
e) Marcain 0,5% / narophin 0,75%
f) Hanscoen steril
g) Hansaplast / curapor
h) Hypafix
i) Cairan NaCl
j) Obat Emergency :
(1) Sulfas Atrophine (SA)
(2) Ephineprine
(3) Epedrine
(4) Lidokain
(5) Dexamethason
(6) Aminophilyne

E. PELAYANAN INTRA ANESTESI


1. Pelayanan intra operasi / anestesi adalah pelayanan anestesia yang dilakukan selama
tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu.
2. Dokter spesialis anestesiologi dan atau tim pengelola harus tetap berada di kamar
operasi selama tindakan anestesia umum dan regional serta prosedur yang
memerlukan tindakan anestesi.
3. Pelayanan ini mencangkup beberapa hal umum yang perlu diperhatikan seperti re-
evaluasi terhadap kondisi dan persiapan pre operasi, tindakan anstesi (meliputi
prosedur induksi, rumatan dan pengakhiran anestesi), posisi operasi dan
pencegahan hipotermi.
4. Re-evaluasi kondisi dan persiapan pre operasi
a. Dilakukan evaluasi ulang kondisi dan persiapan yang sudah dilakukan selama
periode pre operasi.
32
b. Evaluasi ketat ulang perlu pada kondisi pembedahan emergensi dimana kondisi
pasien saat akan menjalani operasi masih belum optimal.
c. Evaluasi ulang diperlukan pada kondisi operasi atau prosedur diagnostik
poliklinik atau one day care untuk mengetahui persiapan operasi yang dilakukan
dirumah oleh pasien dan keluarga pasien sendiri.
d. Re-evaluasi ini juga penting untuk memastikan kondisi pasien setelah menjalani
optimalisasi selama fase pre operasi dan memastikan tidak ada penyulit
tambahan yang dapat terjadi selama fase optimalisasi tersebut, terutama pada
kasus emergensi atau pasien ICU.
e. Menentukan jenis anestesi, antara lain :
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:
1) Anestesi lokal
Injeksi yang digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter di IGD dan poliklinik bedah untuk
pembedahan kecil seperti jahit luka di kulit.
2) Anestesi blok saraf perifer
Regional Anestesi Blok Saraf Perifer adalah Tindakan anestesi yang
menginjeksikan obat lokal anestesi dengan bantuan nerve stimulator atau
USG untuk memblok inervasi pada saraf tertentu. Indikasi dari anestesi blok
saraf perifer antara lain :

a) Pembedahan di daerah ekstremitas atas


b) Pembedahan di daerah ekstrimitas bawah
c) Pembedahan di daerah kepala leher, thorak dan abdomen dengan
cakupan terbatas
d) Penatalaksanaan nyeri peri dan post operatif

Kontra indikasi dari anestesi blok saraf perifer antara lain :

a) Infeksi lokal site of Injection


b) Koagulopati
c) Alergi pada agen anestesi lokal

33
d) Pasien Menolak
Persiapan Pasien
a) Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan blok saraf perifer
b) Ijin persetujuan tindakan anestesi dengan blok saraf perifer
c) Puasa
d) Medikasi sesuai resiko anestesi
e) Premedikasi pra anestesi
f) Kelengkapan pemeriksaan penunjang
Persiapan Alat
a) Set untuk general anestesi (Stetoskop, Laringoskop, Plester, Tube
Endotracheal, Peralatan Airway, Sungkup muka, Sirkuit pernafasan,
Suction)
b) Monitor: EKG, Pulse oksimetri, Tekanan darah
Persiapan Bahan dan Obat

a) Sarung tangan steril (2 buah)


b) Jarum blok A50 (1 buah)
c) Jarum blok A100 (1 buah)
d) Lidokain 2% (2 ampul)
e) Obat Anestesi Lokal

 Bupivacaine 0,5% plain 20cc (2 vial)


 Ropivacaine 0,75% plain 20 cc (2 vial)
 Lidocaine 2% plain 20 cc (2 vial)
 Levobupivacaine plain 20 cc (2 vial)

f) Obat Adjuvan

 Morphine 10 mg (1 ampul)
 Fentanyl 100 mcg (1 ampul)
 Natrium bicarbonat 25 cc (1 vial)

g) Disposable spuit 20 cc (2 buah)


h) Disposable spuit 3 cc (1 buah)

34
i) Kassa steril (8 lembar)
j) Doeck steril (2 buah)
k) Betadine (20cc) dan/atau Savlon (20cc) dan/atau Alkohol (20cc)
l) Oksigen
m) Canula Oksigen dan Masker non rebreathing
n) Obat Sedasi

Midazolam (5mg 1 ampul) dan/atau Diazepam (10 mg 1 ampul)


dan/atau Propofol (100mg 1 ampul) dan/atau Ketamine (100mg)
dan/atau Thiopental (250mg 1 ampul)

o) Obat Analgetik

Morphine (10mg 1 ampul) dan/atau Fentanyl (100mcg 1 ampul)


dan/atau Sulfentanyl (50mcg 2 ampul) dan/atau Pethidine (100mg
2 ampul)

p) Cairan

 Ringer Laktat (3 kolf)


 Ringer Asetat (3 kolf)
 Natrium Clorida 0,9% (1 kolf)
 Koloid (Gelatine atau HAES) (2 kolf)

q) Obat Kegawatan

 Dexamethasone (5mg 2 ampul)


 Methylprednisolone (125mg 2 ampul)
 Hidrocortisone (100mg 1 ampul)
 Aminophylin (240mg 1 ampul)
 Bricasma
 Asam Tranexamat (500mg 2 ampul)
 Ephedrine (50mg 1 ampul)
 Epinephrine (1mg 2 ampul)

35
 Sulfas Atropine (0,25mg 4 ampul)
 Norepinephrine (4mg 1 ampul)
 Dopamin (200mg 1 vial)
 Dobutamin (250mg 1 vial)
 Milrinone
 Clonidine (300mcg 1 ampul)
 Diltiazem
 Nitrogliserin
 ISDN
 Metoprolol
 D40 (25ml 2 vial)
 Natrium Bicarbonat
 Amiodarone (150mg 2 ampul)
 Adenosine
 Lidocaine (40mg 4 ampul)
Prosedur Tindakan :
a) Pasang monitor standar berupa, Tekanan darah, EKG, Saturasi oksigen
b) Loading menggunakan cairan Kristaloid sebanyak 500cc
c) Posisikan Pasien
d) Identifikasi tempat insersi jarum blok dan diberikan penanda.
e) Mencuci tangan (scrubbing)
f) Menggunakan Sarung tangan steril
g) Desinfeksi daerah insersi jarum blok, injeksi anestesi lokal lidokain 2%
40 mg
h) Insersi jarum blok ditempat yang telah ditandai
i) Didapatkan kontraksi otot yang diharapkan
j) Dipasang kateter (bila diperlukan)
k) Injeksikan Bupivacain 0,5% dan/atau Lidocaine 2% dan/atau
Ropivacaine 0,75% dan/atau Levobupivacaine 5-20cc dikombinasikan
dengan adjuvan Epineprine 1:200.000
l) Check keberhasilan block

36
m) Maintanance dengan oksigen 2 lt/mnt menggunakan canula nasal
n) Sedasi dengan Midazolam dan/atau Diazepam dan/atau Propofol
dan/atau Ketamine dan/atau Thiopental
o) Jika terjadi hipotensi, lakukan prosedur terapi hipotensi
p) Evaluasi ulang untuk memasukkan obat anestesi lagi bila diperlukan
untuk memperpanjang masa anestesi maupun untuk penanganan nyeri
setelah pembedahan

3) Anestesi spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada.Indikasi untuk anestesi spinal: bedah ekstremitas bagian
bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rectum/ perineum, bedah obstetric
ginekologi, urologi, bedah abdomen bagian bawah,pada bedah abdomen
atas dan bedah pediatrik biasanya dikombinasi dengan anestesi umum
ringan. Anestesi spinal ini dapat menimbulkan komplikasi :
a) Akut, dapat berupa hipotensi, bradikardi (blok terlalu tinggi,dapat diberi
SA), hipoventilasi berikan O2,mual, muntah.
b) Pasca tindakan, nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri
kepala,retensi urine.
Prosedur anestesi spinal yaitu:
Set SAB disiapkan secara steril diatas meja, lokasi injeksi regional
didesinfeksi lebih dulu dengan Hibitane, ahli anesthesi mengenakan sarung
tangan steril serta prosedur melakukan anestesi juga harus secara steril.
Tahapannya yaitu :
a) Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
b) Posisi pasien duduk atau berbaring lateral dengan punggung fleksi
maksimal untuk analgesi spinal.
c) Identifikasi Lumbal 3-4
d) Desinfeksi dengan menggunakan Isodine dan alcohol 70 %.
e) Pasang doek lubang.
f) Infiltrasi menggunakan lidocaain 2%
g) Insersi Spinocan sesuai ukuran sampai keluar liquor cerebrospinalis.

37
h) Dilakukan barbotage , bila terdapat cairan cerebrospinalis dan tidak
dijumpai darah kemudian diinjeksikan obat spinal anestesi.
i) Pasien diposisikan terlentang kembali
j) Cek ketinggian blok
4) Anestesi epidural
Anestesi epidural (blockade subaraknoid atau intratekal) disuntikkan di
ruang epidural yakni ruang antar kedua selaput keras dari sumsum belakang.
Perbedaan anestesi spinal dan epidural ada pada teknik injeksiPada
epiduaral, injeksi dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil
untuk menambahkan obat anestesi jika diperlukan waktu tindakan. Sedang
pada spinal membutuhkan jarum yang lebih panjang dan hanya bisa
dilakukan dalam sekali injeksi untuk sekitar 2 jam ke depan.
5) Anestesi kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui
tempat yang berbeda yaitu dalam kanalis sakralis melalui hiatus sakralis.
6) Anestesi umum/ general anestesi
Terbagi dalam 2 tipe pemberian, yaitu secara inhalasi dan melalui
intravena.Dengan inhalasi bias dengan masker saja atau dengan
endotracheal tube yang ukurannya disesuaikan dengan pasiennya. Secara
inhalasi ini menggunakan beberapa pilihan zat gas anestesi yang
penggunaannya disesuaikan dengan kondisi pasien. Anestesi umum dengan
injeksi intravena, dapat diberikan bentuk kombinasi dengan anestesi lainnya
untuk memercepat tercapainya stadium anestesi ataupun sebagai obat
penenang pada pasien gawat darurat yang mendapat bantuan pernapasan
untuk waktu yang lama.. Pada tahap ini gas inhalasi dapat diberikan lewat
face mask maupun intubasi. Dalam melakukan intubasi, dokter dibantu
perawat anetesi. Tahapannya adalah:
a) Dokter anestesi dan perawat anestesi melakukan cek persiapan alat dan
obat
b) Siapkan dan pilih ukuran serta macam endotrakeal tube sesuai dengan
yang dikehendaki.
c) Pasang stylet atur panjang dan bentuk lengkungnya.
38
d) Lakukan tes kemudahan stylet dapat keluar masuk pipa.
e) Lakukan tes cuff dengan meniupkan udara memakai spuit, biarkan
sesaat,lihat kembali adakah kebocoran cuff atau tidak.
f) Posisikan pasien pada kondisi normal, pada pasien dewasa berikan bantal
setebal 10 -12 cm padat dibawah kepalanya.
g) Dokter anestesi telah siap memegang masker dengan ukuran yang sesuai
dan oksigen telah dinyalakan.
h) Perawat anestesi memberikan obat induksi sesuai advis dokter anestesi
dan diawasi oleh dokter anestesi
i) Setelah obat bekerja dan pasien siap maka dilakukan intubasi.
j) Perawat anestesi menyerahkan laryngoscope serta endotrakeal Tube.
k) Perawat anestesi membantu melakukan Sellick manuver saat dokter
anestesi melakukan intubasi.
l) Pipa ETT sudah pada tempatnya cabut stylet hati-hati, pegang pipa erat-
erat agar tidak bergeser.
m) Endotrakeal tube dihubungkan dengan mesin anestesi
n) Dokter anestesi menilai apakah dada mengembang simetris saat diberi
inhalasi dan suara nafas diauskultasi apakah terdengar sama antara
kanan dan kiri.
o) Bila terjadi intubasi endotrakhea tarik pipa ETT pelan-pelan sambil
lakukan penilaian diatas.
p) Bila letak pipa ETT sudah tepat, masukkan pipa orofaring sebagai bite blok
dan selanjutnya dilakukan fiksasi endotrakeal tube di pipi pasien
menggunakan plester.
q) Buka vaporizer / obat inhalasi, selanjutnya maintenance.
f. Monitoring Selama Anestesi
1) Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada
dikamar operasi selama tindakan anestesi, sedasi moderat dan dalam.
2) Staf yang kompeten dapat melakukan pemantauan dibawah supervise dari
dokter spesialis anestesi secara terus menerus terhadap parameter
fisiologis pasien dan memberi bantuan dalam hal tindakan resusitasi. Dalam
hal ini harus kompeten dalam :
39
a) Pemonitoran yang diperlukan.
b) Bertindak jika ada komplikasi.
c) Penggunaan zat reversal (anti-dot).
d) Kriteria pemulihan
3) Status fisiologis pasien dimonitor secara terus-menerus selama pemberian
sedasi moderat dan dalam berdasar status pasien pada pra sedasi, tingkat
kedalaman sedasi, dan dosis obat-obatan sedasi yang dipakai. Di monitor
setiap 5 menit sekali, dan hasil monitoring dituliskan dalam form rekam
medis pasien pasien. evaluasi secara kontinual terhadap oksigenisasi,
ventilasi, sirkulasi suhu dan perfusi jaringan, setiap 5 menit serta
didokumentasikan pada form monitoring durante sedasi / anestesi (FRM
5.8).
4) Pemantauan pasien
Setelah dilakukan induksi, pasien akan disiapkan posisi operasi sesuai
kebutuhan operasinya. Pada masa operasi ini selalu dilakukan penilaian
ulang yang terus menerus terhadap fungsi vital pasien (B1 - B6) agar tetap
dalam batas normal oleh dokter ahli anestesi dibantu dengan perawat
anestesi.
Adapun tugas perawat anestesi yaitu:
1) Membebaskan jalan napas dengan cara mempertahankan posisi kepala
tetap ekstensi,mempertahankan posisi endotracheal tube.
2) Mengukurtanda – tanda vital.
3) Memberi obat-obat sesuai program pengobatan dari dokter anesthesi
4) Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter anesthesi.
5) Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.
6) Menilai efek hilangnya obat anesthesi pada pasien.
7) Membebaskan jalan napas dengan cara mempertahankan posisi kepala
tetap ekstensi,mempertahankan posisi endotracheal tube.
8) Memenuhi keseimbangan oksigen dan N2O dengan cara memantau
9) flowmeter pada mesin anesthesi.
10) Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara mengukur dan
11) memantau cairan tubuh yang hilang selama pembedahan.
40
12) Memberi obat-obat sesuai program pengobatan dari dokter anesthesi
13) Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter anesthesi.
14) Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.
15) Menilai efek hilangnya obat anestesi pada pasien
Semua monitoring fungsi vital dan tindakan anesthesi dicatat pada status
anesthesi. Dalam melakukan observasi fungsi vital selama operasi, perawat
anesthesi harus berespons dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi
vital pasien selama anestesi/pembedahan. Adanya perdarahan serta kegawatan
fungsi vital pasien harus segera dilaporkan pada dokter ahli anesthesi agar
segera mendapat tindakan penanganan.Selama anestesi berlangsung harus
selalu diawasi:
1) Kedalaman anestesi
2) Kardiovaskuler:
a) Tekanan darah
b) EKG
c) CVP
3) Ventilasi respirasi:
a) Gunakan stetoskop
b) Pulse oksimetri saturasi
c) Analisa gas darah
4) Suhu: Hypertermia: naiknya suhu tubuh sangat cepat
5) Produksi urine : ½ - 1cc/ kg BB/jam
6) Terapi cairan: maintenance caian dan cairan pengganti perdarahan bila
diperlukan, lebih dari 20% perdarahan diberikan tranfusi “whole blood”
7) Sirkuit anestesi pada mesin anestesi
g. Kejadian konversi tindakan Anestesi/ perubahan rencana tindakan awal saat
dilakukan assesmen Pra Anestesi bisa saja terjadi, perubahan tehnik anestesi dari
Regional Anestesi ke General Anestesi ini bisa terjadi saat akan di mulai anestesi
maupun saat durante anestesi, kejadian konversi tindakan anestesi ini dicatat dan
dilakukan monitoring evaluasi. Kejadian konversi ini didokumentasikan dalam
monitoring durante anestesi dalam form Monitoring Durante Sedasi/ Anestesi
(FRM 5.8)
41
F. PELAYANAN PASCA ANESTESI
1. Pelayanan pasca operasi meliputi pelayanan anestesi setelah dilakukan operasi
dalam ranah emergency maupun elektif dengan mengedepankan prinsip patient
safety.
2. Tujuan pelayanan pasca operasi adalah agar pasien terbebas dari efek obat anestesi,
stabilisasi hingga fungsi-fungsi metabolisme tubuh kembali normal hingga
penanganan nyeri pasca operasi.
3. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen,
laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik
dan peralatan suction.
4. Ruang pulih sadar harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status
hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti:
apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set
pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet.
5. Monitoring Pasca Anestesi Pemindahan Pasien Ke Ruang Pulih Sadar
Tugas dari perawat anestesi pasca anestesi antara lain:
1. Mempertahankan jalan napas pasien.
2. Memantau tanda-tanda vital untuk mengetahui sirkulasi pernapasan,dan
keseimbangan cairan.
3. Memantau tingkat kesadaran dan refleks pasien.
4. Memantau dan mencatat perkembangan pasien perioperatif.
5. Menilai respon pasien terhadap efek obat anestesi.
6. Memindahkan pasien ke recovery room atau ruang rawat bila kondisi membaik atas
izin ahli anestesi.
7. Merapikan alat-alat anestesi ke tempat semula agar siap pakai.
8. Mengembalikan alat-alat anestesi ke tempat semula agar siap pakai.
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan/ RR memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus. Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat.
Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang
intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai
stabil.
42
Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca
anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus
diperhatikan meliputi:
1. Mempertahankan ventilasi pulmonary
a. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah ke
belakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek
pelindung pulih.
b. Saluran nafas buatan, Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus
setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap
terbuka dan lidah ke depan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk
dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
c. Terapi oksigen, O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi
dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan
nafas dalam setelah pasien sadar.
2. Mempertahankan sirkulasi.
a. Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi
lateral ke posisi telentang. bahkan memindahkan pasien yang masih dalam
keadaan anestesi, dapat menimbulkan masalah vaskuler juga. Untuk itu
memindah pasien harus secara hati-hati, perlahan-lahan dan cermat.
b. Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling
sering terjadi pada pasien post anaesthesi.
c. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di
ruang pemulihan dan didokumentasikan dalam Form Monitoring Pasca Sedasi /
Anestesi (FRM 5.11)
3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti
dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus
dimonitor.
4. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan.
43
a. Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya diselimuti dan pada tempat
tidurnya dipasang pengaman side rail tempat tidur sampai pasien sadar betul
untuk menghindari injury. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah
kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian.
b. Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai
dengan program dokter.
c. Linen yang basah oleh darah atau cairan yang lainnya harus segera diganti
dengan yang kering dan bersih untuk menghindari kontaminasi.
d. Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan
agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah
selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan
e. Hal lain yang juga harus diperhatikan diantaranya adalah letak insisi bedah,
perubahan vaskuler. Letak insisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali
pasien pasca operasi dipindahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang
cukup tinggi dan setiap pergerakan dilakukan untuk mencegah adanya
komplikasi pada luka operasi atau perdarahan luka operasi. Pasien selalu
diposisikan dengan posisi tertentu, sehingga tidak menyumbat drain dan slang
dain yang terpasang. Proses transportasi ini merupakan tanggungjawab perawat
sirkuler dan perawat anestesi dengan koordinasi dari dokter ahli anestesi yang
bertanggungjawab.
6. Monitoring Di Ruang Pulih Sadar
a. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter spesialis
anestesiologi atau anggota tim pengelola anestesia. selama pemindahan, pesien
harus dipantau/dinilai secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan
kondisi pasien
b. Semua instruksi paska anestesi didokumentasikan di Form Instruksi Paska
Sedasi/ Anestesi (FRM 5.9) oleh dokter spesialis anestesi. Instruksi paska sedasi/
anestesi meliputi :
1) kontrol kesadaran, tensi, nadi, nafas suhu setiap berapa lama.
2) Posisi paska anestesi.
3) Infuse/ terapi cairan
4) Antibiotika dan obat-obatan lain.
44
5) Analgesik post op
6) Makan dan minum
7) Urine
8) Pasien dipindahkan ke RR atau k ICU
9) Tanggal dan jam dokter menulis instruksi.
c. Setelah tiba diruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang
pulih dan disertai laporan kondisi pasien, kondisi pasien di ruang pulih harus
dinilai secara kontinual, tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas
pengeluaran pasien dari ruang pulih
d. Waktu tiba di ruang pemulihan dan waktu keluar harus dicatat dalam form
Monitoring Pasca Sedasi / Anestesi (FRM 5.11)
e. Ruang pulih sadar dilengkapi dengan tenaga perawat yang khusus dengan
kompetensi mampu merawat pasien pada masa pemulihan dari pembiusan.
Alat-alat untuk kondisi emergency tersedia seperti masker dan ambu bag,
suction. Apabila terjadi kegawatan di ruang pulih sadar maka salah satu meja
troley anestesia dari kamar operasi segera ditarik dibawa ke ruang pulih sadar.
f. Pasca anestesi pasien dimonitor setiap 15 menit sesuai dengan SPO Monitoring
Pasien di Ruang Pulih Sadar.
g. Temuan selama monitoring di Recovery Room harus didokumentasikan dalam
form Monitoring Pasca Sedasi/ Anestesi (FRM 5.11)
h. Yang harus di observasi di ruang pulih sadar antara lain :
1) Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien
dengan pembiusan umum, sedang pada pasien dengan anaesthesi regional
posisi semi fowler.
2) Pasang pengaman pada tempat tidur.
3) Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4) Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5) Beri O2 2-3liter sesuai program.
6) Observasi adanya muntah.
7) Catat intake dan output cairan.
8) Fungsi vital pasien (B1-B6)
9) Adanya perdarahan yang mungkin terjadi.
45
10) Evaluasi derajat nyeri pasca operasi
Adanya kegawatan terhadap fungsi vital pasien harus segera dilaporkan kepada
dokter ahli anestesi.Observasi pasca operasi dilakukan selama lebih kurang 2 jam.
Apabila fungsi vital B1-B6 bagus dan stabil serta Aldrete Score bagus, maka pasien
bisa dikembalikan ke ruangan atau ke Unit perawatan Intensif bila diperlukan.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien.Terutama untuk resusitasi pernapasan dan
kardiovaskuler.Alat di ruang pulih sadar seperti O2, suction, obat – obat, alat – alat
untuk keadaan darurat. Untuk pasien anak– anak kalau perlu salah satu keluarga
boleh menunggu di ruang pulih sadar, untuk membantu mengawasi terutama dan
pasien anak – anak akan merasa tenang / aman bila orang tua/ keluarga hadir.
7. Pemindahan Pasien Ke Rawat Inap
a. Pemindahan pasien dari Recovery Room dilakukan oleh petugas/ perawat yang
kompeten dibawah persetujuan dokter spesialis anestesi harus memenuhi
kriteria pemindahan pasien, Pasien dapat dipulangkan atau pindah ke ruangan
harus memenuhi kriteri Alderette Score untuk general anestesi, bila jumlah
Alderette Score ≥ 8. Sedangkan untuk pasien anak-anak menggunakan Steward
Score, jika jumlah Steward Score ≥ 5, pasien dapat dipindahkan ke ruangan atau
dipulangkan untuk pasien ambulatory, Untuk pasien dengan anestesi spinal dan
epidural, kriteria pemidahan pasien menggunakan Bromage Score, jika jumlah
skore ≥ 2, pasien bisa dipindahkan ke ruangan, Didokumentasikan dalam form
catatan pemantauan pasca sedasi/ anestesi di recovery room
b. Temuan selama monitoring di Recovery Room baik terapi maupun tanda-tanda
vital harus didokumentasikan dalam form Monitoring Pasca Sedasi / anestesi
(FRM 5.11)
c. Bila pasien memenuhi kriteria / layak untuk dipindahkan ke ruangan atau
dipulangkan untuk pasien one day care/ ambulatory, maka perawat Recovery
Room harus meminta persetujuan dokter anestesi yang bertanggung jawab
pada saat itu untuk menilai keamanan dan kelayakan pasien untuk dapat
dipindahkan. Dokter anestesi harus menandatangani pada form Monitoring
Pasca sedasi / Anestesi (FRM 5.11).

46
d. Untuk pasien rawat jalan / one day care, kriteria pasien bisa dipulangkan atau
tidak menggunakan skor PADSS ( Postanesthetic Discharge Scoring System).
e. Pemindahan pasien dari area pemulihan pasca anestesi atau penghentian
pemantauan pemulihan dilakukan dengan salah sat verdasarkan beberapa
alternatif sebagai berikut :
1) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh
seorang ahli anestesi yang kompeten.
2) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh oleh
seorang perawat atau penata anestesi yang kompeten berdasarkan
kriteria pasca anestesi yang ditetapkan oleh rumah sakit, tercatat dalam
rekam medis bahwa kriteria tersebut terpenuhi.
3) Pasien dipindahkan ke unit yang mampu menyediakan perawatan pasca
anestesi misalnya di unit perawatan intensif

f. Pasien dapat dikeluarkan atau dipindahkan ke ruang rawat inap bila sadar
penuh, kooperatif, tanda-tanda vital baik, reflex proteksi baik dan komplikasi
lain tidak ada, begitu pula dengan perdarahan ulang, rasa sakit yang hebat,
mual muntah tidak ada. Khusus untuk pasien post anestesi dengan
endotracheal tube perlu diawasi minimal 2 jam kemungkinan dapat terjadi
oedem laring. Sebelum pasien dipindahkan ke ruang rawat inap/HCU, terlebih
dahulu dilakukan penilaian kondisi pasien dengan menggunakan:
1) Alderette Score ( dewasa)
AKTIVITAS RESPIRASI SIRKULASI KESADARAN SATURASI
SCORE
O2
2 Gerak Dapat bernafas TD±20 mmHg dari Sadar penuh ≥ 92%
bertujuan dalam dan batuk penilaian dengan
sebelumnya udara
kamar
1 Gerak tak Dyspnoea bernafas TD±20 -50mmHg Bangun bila ≥ 90%
bertujuan dangkal dan dari penilaian dipanggil dengan
terbatas sebelumnya oksigen

47
0 Diam Apnoe TD±20 mmHg dari Tidak ada ≥ 90%
penilaian respon
sebelumnya
Jika jumlahnya >8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan atau dipulangkan untuk pasien
ambulatory.
2) Steward score (anak-anak)
SCORE PERNAFASAN KESADARAN AKTIVITAS
2 Batuk, menangis Menangis Gerak bertujuan
1 Pertahankan jalan nafas Menangis dengan rangsangan Gerak tidak bertujuan
0 Perlu bantuan Tidak ada respon Tidak ada aktivitas
Jika jumlah >5, pasien dapat dipindahkan ke ruangan atau dipulangkan untuk pasien
ambulatory.

3) Bromage score (spinal anestesi)


INDIKATOR SCORE
Gerakan penuh dari tungkai 3
Tidak mampu extensi tungkai 2
Tidak mampu flexi lutut 1
Tidak mampu flexi pergelangan kaki 0
Jika Bromage score > 2 dapat dipindah ke ruangan.
8. Pemulangan Pasien
Pada pasien ambulatory dengan pembiusan umum dapat dipulangkan bila sudah
tidak ada keluhan dan pada aldrete score/ steward score memenuhi skornya. Diberi
catatan pesanan tentang diet, aktifitas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
selama dalam masa penyembuhan. Jadwal kontrol dokter. Dengan menggunakan
form yang sudah disediakan.
Untuk pasien rawat jalan atau one day surgery maka diperlukan suatu kriteria
pemulangan pasien agar pasien aman. Kriteria pasien pulang mencakup :
a. Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien dengan
gangguan status mental harus kembali ke status semula / awal ( sebelum
menjalani prosedur tindakan ). Dokter dan pasien anak – anakyang memiliki

48
resiko obstruksi jalan nafas harus duduk dengan posisi kepala menunduk ke
depan.
b. Tanda vital harus stabil
c. Penggunaan system scoring dapat membantu pencatatan kriteria pemulangan
pasien
d. Telah melewati waktu yang cukup ( hingga 2 jam ) setelah pemberian terakhir
dosis antagonis ( nalokson , flumazenil ), untuk memastikan bahwa pasien tidak
masuk ke fase sedasi kemblai, setelah efek obat antagonis menghilang
e. Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang dewasa
yang dapat mengantarkan pasien sampai ke rumah dan melaporkan jika terjadi
komplikasi paska – prosedur
f. Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus di berikan instruksi tertulis
mengenai diet paska – prosedur, obat – obatan, aktivitas, dan nomor telepon
yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan emergensi.
g. Scoring yang digunakan sebagai criteria pemulangan pasien rawat jalan (One Day
Care) adalah Postanesthetic Discharge Scoring System (PADSS).
Skor Tanda vital Aktivitas Nyeri, mual, Perdarahan Intake dan
Status mental muntah surgical output
2 TD ± 20 mmHg dari Orientasi dan Minimal Minimal Minum dan
nilai pra -anestesia berjalan stabil BAK
1 TD ± 20-50 mmHg Orientasi atau Sedang Sedang Minum atau
dari nilai pra- berjalan stabil BAK
anestesia
0 TD ± 50 mmHg dari Tidak dua- Berat Berat Tidak
nilai pra-anestesia duanya keduanya
Total nilai 10. Pasien dapat dipulangkan dengan nilai > 9.

G. TATA LAKSANA PELAYANAN ANESTESI DI LUAR KAMAR OPERASI (ICU/ICCU/NICU, IGD,


UNIT RADIOLOGI)
1. Pelayanan anstesi pada tindakan di luar kamar operasi meliputi pelayanan pembiusan
di luar kamar operasi dengan pemberian dalam berbagai tingkatan, analgetik dan

49
muscle relaxant sesuai dengan indikasi dan kondisi pasien yang bertujuan agar
prosedur diagnostic maupun prosedur tindakan lain yang dimaksudkan dapat
berjalan dengan baik dan pasien tetap dalam keadaan aman.
2. Evaluasi pra bedah harus dilakukan dengan baik pada setiap pasien yang
direncanakan untuk dilakukan prosedur di luar kamar operasi.
3. Alat-alat yang tersedia di ruang radiologi atau ruangan lainnya idealnya harus seperti
di kamar operasi.
4. Alat-alat yang dimaksud meliputi : monitor EKG, pulse oksimetri, tekanan darah yang
kompatibel dengan alat MRI, gas oksigen, alat penghisap (suction apparatus), alat
untuk membebaskan jalan nafas, alat resusitasi, serta obat-obatan anestesi dan
emergency.
Pelayanan anastesi di luar kamar operasi adalah :
1. Pelayanan anestesi dan sedasi di Unit ICU/ICCU/NICU
Persiapan penatalaksanaan Pelayanan Anestesi di ruang ICU/ ICCU/ NICU baik
persiapan pasien, persiapan obat dan persiapan peralatan, sama dengan persiapan
yang di jelaskan pada pelayanan anestesi di Kamar Operasi. Tetapi ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, antara lain :
a. Pelayanan anestesi di unit ICU/ICCU/NICU dilakukan pada pasien dengan kondisi
emergency yang membutuhkan penatalaksanaan airway dan breathing.
Misalnya pasien dengan kesulitan pernafasan atau pasien tidak sadar yang
membutuhkan pelayanan anestesi dan sedasi, intubasi, penggunaan bantuan
ventilasi mekanik maupun tindakan lainnya.
b. Pelayanan anestesi dapat berupa pasien kondisi kritis yang diperlukan pada
pasien dengan kegagalan organ yang terjadi akibat sekuele dari terapi yang
diberikan.
c. Pelayanan anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain
yang mempunyai kompetensi.
d. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pada pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus
dengan dokter lain yang terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya
terapi dengan mempertimbangkan manfaat bagi pasien, factor emosi keluarga
50
pasien, dan menjelaskan kepada keluarga pasien tentang sikap dan pilihan yang
diambil.
e. Semua tindakan dan kegiatan harus dicatat dalam rekam medis.
2. Pelayanan anestesi di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
a. Pelayanan Emergency
1) Pelayanan ini melibatkan unit pelayanan ambulan 118, dokter spesialis
anestesi, dokter spesialis bedah dan unit-unit atau disiplin ilmu yang terkait
2) Pelayanan ini siap siaga selama 24 jam penuh.
b. Pelayanan Resusitasi
1) Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan
jangka panjang
2) Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih
dokter, perawat serta paramedic.
3) Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru
mengikuti European Resuscitation Council dan atau American Heart
Association (AHA).
4) Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang
berkelanjutan.
3. Pelayanan anestesi di Unit Radiologi
a. Pelayanan anestesi pada pemeriksaan diagnostic meliputi pelayanan anestesi
yang dilakukan pada ruang diagnostic yang invasif maupun non invasif.
b. Pasien terlebih dahulu dikonsulkan ke dokter spesialis anestesi pada hari kerja.
c. Pasien dengan status fisik ASA 1 dan 2 yang terkendali sesuai penilaian dokter
spesialis anestesiologi sebelum hari H dan dievaluasi ulang pada hari H.
d. Pelayanan anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi dibantu oleh
perawat anestesi.
e. Pelayanan di radiologi meliputi : CT-Scan, USG, colon in loop.
f. Pemantauan fungsi vital selama tindakan anestesi di Radiologi sesuai standar
pemantauan anestesi oleh perawat anestesi.
g. Evaluasi dan monitoring harus dilakukan secara kontinu, baik sebelum dan
selama proses diagnostic.
51
h. Monitoring pasca tindakan anestesi dilakukan di ruang pulih sadar (RR) sampai
pasien memenuhi skor untuk dipindahkan ke ruang rawat inap atau pasien
pulang.

H. MACAM TINDAKAN ANESTESI DAN ANALGESI


1. Memeriksa dan atau mempersiapkan peralatan dan obat yang akan digunakan untuk
tindakan anestesi/analgesi
a. Melakukan pemasangan kateter/jarum ke intravaskuler :
1) Vena perifer untuk pemberian obat dan atau cairan infus atau transfusi
2) Vena sentral untuk pemantauan tekanan vena sentral dan tauau pemberian
nutrisi parenteral
3) Arteri perifer utnuk pengambilan contoh darah arteri dan atau pemberian
tekanan darah invasif
b. Mempertahankan jalan napas atas agar tetap bebas
1) Menggunakan sungkup muka pada pasien bernapas spontan maupun pada
waktu pernapasan buatan
2) Melakukan intubasi endotrakea, secara orotrakea, nasotrakea, retrograd
atau secara blind
3) Mempertahankan jalan napas dalam berbagai posisi operasi, miring,
tengkurap, knee chest dll.
c. Mempertahankan anestesi/analgesi selama operasi berlangsung
1) Melakukan pemberian obat yang diperlukan utnuk mencapai anestesi yang
adekuat secara intravena, inhalasi atau perubahan obat analgesi regional
2) Mempertahankan anastesi pada pasien dengan napas spontan
3) Mempertahankan anastesi pada pasien dengan napas kendali
4) Melakukan tindakan bila terjadi gangguan fungsi vital, baik yang diakibatkan
oleh anestesi maupun pembedahan
d. Melakukan pengakhiran anestesi/analgesi :
1) Menghentikan pemberian obat anestetik
2) Memberikan obat penawar tertentu pada akhir anestesi, bila diperlukan
3) Melakukan tindakan ekstubasi
4) Melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan pasca anestesi
52
e. Melakukan anestesi/analgesi pada operasi mendadak
1) Melakukan tindakan untukmemperbaiki keadaan umum pasien,keadaan
kardiovaskular, pernapasan, cairan, dll, sebelum dilakukan
anestesi/analgesi.
2) Melakukan persiapan, memilih teknik dan obat anestetik yang tidak
memperberat keadaanpasien, termasuk upaya mencegah aspirasi
pneumonia
f. Melakukan anestesi dengan tehnik khusus :
1) Teknik hipotensi kendali untuk mengurangi perdarahan
2) Teknik hiperventilasi untuk mengurangi edema otak
3) Teknik kombinasi anestesi dan analgesi regional
4) Teknik anestesi untuk pasien operasi berencana dengan status fisik buruk,
klasifikasi ASA III, IV
g. Melakukan tindakan analgesia regional
1) Penyuntikan obat ke dalam ruang subarachnoid
2) Penyuntikan obat ke dalam epidural
3) Penyuntikan obat untuk blok saraf atau pleksus
4) Melakukan tindakan terhadap komplikasi yang timbul akibat analgesia
regional
5) Melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru

I. MACAM – MACAM PELAYANAN DALAM ANESTESI


Pelayanan Anestesiologi di Rumah Sakit Lavalette Malang memberikan pelayanan
yang seragam sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan pasien tanpa
membedakan status sosial ekonomi pada pasien normal, anak-anak maupun dengan
kebutuhan khusus, setiap pasien di rumah sakit berhak mendapatakan kualitas asuhan
yang sama.
1. Pelayanan kritis
a. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ
yang terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen
terapi yang diberikan

53
b. Seorang dokter spesialis anestesiologi senantiasa siap atau mengatasi setiap
perubahan yang timbul sampai pasien tidak dalam kondisi kritis lagi
c. Penyakit kritis sangat kompleks perlu koordinasi yang baik dalam
penanganannnya, dokter spesialis anestesiologi diperlukan untuk menjadi
koordinator yang bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua
aspek penanganan pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain
d. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi harus
melakukan pembicaraan kasus dengan dokter lain yang terkait untuk membuat
keputusan penghentian upaya terapi dengan mempertimbangkan manfaat bagi
pasien, faktor emosional keluarga pasien dan menjelaskannya kepada keluarga
pasien tentang sikap dan pilihan yang diambil
e. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis
f. Karena tanggungjawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang
memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis
anestesiologi berhak mendapat imbalan yang seimbang dengan energi dan
waktu yang diberikannya
g. Dokter spesialis anestesiologi berperan dalam masalah etika untuk melakukan
komunikasi dengan pasien dan keluarganya dalam pertimbangan dan
pengambilan keputusan tentang pengobatan dan hak pasien untuk menentukan
nasibnya terutama pada kondisi akhir kehidupan.
h. Dokter spesialis anestesiologi mempunyai peran penting dalam managemen
untuk terapi intensif, membuat kebijakan administratif, kriteria pasien masuk
dan keluar, menentukan standar prosedur operasional dan pengembangan
pelayanan intensif.
2. Pelayanan Tindakan Resusitasi
a. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka
panjang
b. Dokter spesialis anestesiologi memainkan peranan penting sebagai tim
resusitasi dan melatih doter dan perawat

54
c. Standarinternasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru
mengikuti American Heart Assosiation (AHA) dan atau European Resuscitation
Council
d. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan
3. Pelayanan Anestesia Rawat Jalan
a. Pelayanan Anestesia Rawat Jalan diberikan pada pasien yang menjalani
tindakan pembedahan sehari untuk prosedur singkat dan pembedahan
minimal serta tidak menjalani rawat inap
b. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendali sesuai
penilaian dokter spesialis anestesiologi dan disiapkan dari rumah
c. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan
unit/fasilitas pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses
layanan dukungan perioperatif
4. Pelayanan Anestesia Regional
a. Pelayanan anestesia Regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk
memblok saraf sehingga tercapai anestesia dilokasi operasi sesuai dengan yang
diharapkan
b. Analgesia regional dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi yang kompeten
ditempat yang tersedia sarana dan perlengkapanuntuk tindakan anestesia
umum sehingga bila diperlukan dapat dilanjutkan atau digabung dengan
anestesia umum
c. Pada tindakan analgesia regional harus tersedia alat penghisap (suction)
tersendiri yang terpisah dari alat penghisap untuk operasi
d. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agar tersedia
dalam jumlahyang cukup untuk operasi yang lama atau bila dilanjutkan dengan
anestesia umum
e. Analgesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan dapat
dirumat oleh dokter atau perawat anestesia / perawat yang mendapat
pelatihan anestesia dibawah supervisi dokter spesialis anestesiologi
f. Pemantauan fungsi vital selama tindakan analgesia regional dilakukan sesuai
standar pemantauan anestesia

55
g. Analgesia regional dapat dilanjutkan untuk penanggulangan nyeri pasca bedah
atau nyeri kronik
h. Pemantauan di luar tindakan pembedahan/diluar kamar bedah dapat dilakukan
oleh dokter atau perawat anestesia/perawat yang mendapat pelatihan
anestesia dibawah supervisi dokter spesialis anestesiologi
5. Pelayanan Anestesia Regional dalam Obstetrik
a. Pelayanan anestesia rigional dalam obstetrik adalah tidakan pemberian
anestetik lokal kepada wanita dalam persalinan
b. Anestesia regional hendaknya dimulai dan dirumat hanya ditempat-tempat
dengan perlengkapan resusitasi serata obat-obatan yang tepat dan dapat
segera tersedia untuk menangani kendala yang berkaitan dengan prosedur
c. Anestesia regional diberiakan oleh dokter spesialis anestesiologi setelah pasien
diperiksa dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan
atau dokter yang merawat
d. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anestesiologi dan dapat
dirumat oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter / bidan/perawata
anestesia/perawat dibawah supervisi dokter spesialis anestesiologi
e. Anestesia regional untuk persalinan per vaginam disyaratkan penerapan
pemantauan dan pencatatan tanda-tanda vital ibu dan laju jantung janian.
Pemantauan tambahan yabngsesuai kondisi klinis ibu dan janin hendaknya
digunakan bila ada indikasi. Jika diberikan blok regionala ekstensif untuk
kelahiran per vaginam dengan penyulit, maka standar pemantaua dasar
anestesia hendaknya diterapkan.
f. Selama pemulihan dari anestesia regional, setelah bedah sesar dan atau blok
regional ekstensif diterapkan standar pengelolaan pasca anestesia.
g. Pada pengelaolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter spesialis
anestesiologi adalah untuk mengelola ibu, sedangkan tanggung jawab
pengelolaan bayi baru lahir berada pada dokter spesialis lain. Jika dokter
spesialis anestesiologi tersebut juga diminta untuk memberikan bantuan
singkat dalam perawatan bayi baru lahir, maka manfaat bantuan bagi bayi
tersebut harus dibandingkan dengan resiko terhadap ibu.

56
6. Pelayanan nyeri (Akut atau Kronis )
a. Pelayanan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri (rasa tidak nyaman
yang berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri
akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat pembedahan,
trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati. Pada nyeri kronis, nyeri
berlangsung menetap dalam waktu tertentu dan seringkali tidak rensponsif
terhadap pengobatan
b. Kelompok pasien dibawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus
yang memerlukan perhatian :
1) Anak-anak
2) Pasien obstetrik
3) Pasien lanjut usia
4) Pasien dengan gangguan kogniif atau sensorik
5) Pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis
6) Pasien yang mempunyai resiko menderita nyeri kronis
7) Pasien dengan kanker atau HIV / AIDS

7. Pengelolaan akhir kehidupan


a. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life
support )
b. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di
ruang rawat intensif ( ICU/ICCU ). Keputusan penghentian atau peniadaan
bantuan hidup adalah keputusan medis dan etis
c. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh
3 (tiga) dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang ditunjuk oleh komite
medis rumah sakit
d. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan
klasifikasi setiap pasien di Ruang Intensif , yaitu :
1) Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang
diharapkan tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap.

57
Walaupun sistem organ vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih
reversible. Semua usaha yang memungkinkan harus dilakukan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas
2) Semua bantuan kecuali RJP (DNAR=Do Not Attempt Resuscitation),
dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau
dengan harapan pemulihan otak, tetapi menglami kegagalan jantung, paru
atau organ yang lain, atau dalam akhir penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
3) Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan
memperpanjang kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian
atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa
harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik / paliatif agar pasien merasa
nyaman dan bebas nyeri
4) Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi
batang otak yang ireversible. setelah kriteria mati batang otak ( MBO ) yang
ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta
semua terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan
jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah
diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga ) dokter yaitu
dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yangmemiliki kompetensi,
dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite
medis rumah sakit

J. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI RESIKO PADA PELAYANAN ANESTESI


Identifikasi resiko pada pelayanan anestesi sudah dilaksanakan mulai dari pasien
dilakukan asesmen, sampai pasien dipindahkan ke Unit Rawat Inap. Identifikasi dari resiko
pelayanan anestesi ini diintergrasikan ke dalam Program mutu Unit Kamar Operasi dan
Sterilisasi dan dijadikan sebagai indikator mutu pelayanan anestesi, antara lain :
1. Kejadian Kematian di meja operasi
2. Komplikasi anestesi karena overdosis, reaksi anestesi dan salah penempatan anestesi
endotracheal tube.
58
3. Ketidaklengkapan asesmen pra sedasi dan anestesi
4. Kelengkapan monitoring proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam
5. Kelengkapan monitoring proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam.
6. Evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan lokal, regional ke general.
Selain indikator mutu di atas, pelayanan anestesi yang sesuai dengan 6 Sasaran
Keselamatan pasien juga dilakukan, antara lain :
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar.
2. Meningkatkan komunikasi yang Efektif
3. Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai (High Alert medication)
4. Memastikan lokasi bedah yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasien yang benar
5. Mengurangi resiko penyakit terkait pelayanan kesehatan.
6. Mengurangi resiko cedera akibat pasien jatuh.

59
BAB V
DOKUMENTASI

A. Form Informasi Tindakan Kedokteran Sedasi (FRM 5.3.2)


B. Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi Regional (SAB) (FRM 5.3.3)
C. Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi Regional (epidural) (FRM 5.3.4)
D. Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi General (FRM 5.3.5)
E. Form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (FRM 6.1)
F. Form assesmen pra sedasi / pra anestesi (FRM 5.4.2)
G. Form Asesmen Pra induksi (FRM 5.7)
H. Form Monitoring Durante Sedasi/ anestesi (FRM 5.8)
I. Form monitoring pasca sedasi/anestesi (FRM 5.11)
J. Form Edukasi (FRM 9.1)
K. Form Transfer Antar Unit (FRM 9.13)

60
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi Regional (SAB) (FRM 5.3.3)
Lampiran 2 Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi Regional (epidural) (FRM 5.3.4)
Lampiran 3 Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi General (FRM 5.3.5)
Lampiran 4 Form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (FRM 6.1)
Lampiran 5 Form assesmen pra sedasi / pra anestesi (FRM 5.4.2)
Lampiran 6 Form Asesmen Pra induksi (FRM 5.7)
Lampiran 7 Form Monitoring Durante Sedasi/ anestesi (FRM 5.8)
Lampiran 8 Form monitoring pasca sedasi/anestesi (FRM 5.11)
Lampiran 9 Form Edukasi (FRM 9.1)
Lampiran 10 Form Transfer Antar Unit (FRM 9.13)
Lampiran 11 Form Transfer Unit Khusus (FRM 9.4)

61
Lampiran 1 Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi Regional (SAB)

62
63
Lampiran 2 Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi Regional(Epidural)

64
65
Lampiran 3 Form Informasi Tindakan Kedokteran Anestesi General

66
67
Lampiran 4 Form Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

68
Lampiran 5 Form asesmen pra sedasi / pra anestesi

69
70
Lampiran 6 Form Asesmen Pra induksi

71
Lampiran 7 Form Monitoring Durante Sedasi/ anestesi

72
73
Lampiran 8 Form monitoring pasca sedasi/anestesi

74
75
Lampiran 9 Form Edukasi

76
77
78
Lampiran 10 Form Transfer Antar Unit

79
80
Lampiran 11 Form Transfer Unit Khusus

81
82
83

Anda mungkin juga menyukai