Anda di halaman 1dari 38

TUGAS AKUNTANSI PAJAK

AKUNTANSI PAJAK ATAS KEWAJIBAN DAN EKUITAS

Disusun Oleh :
1. Desi Eka Wulandini (15.05.52.0007)
2. Rofidah Yunita Ambarsari (15.05.52.0045)
3. Aninda Risqi Rahmawati (15.05.52.0114)
4. Warningsih (15.05.52.0133)
5. Siti Nur Fajriah Ashobah (15.05.52.0148)
6. Amallia Wulandari (15.05.52.0164)
7. Edy Prasetyo (15.05.52.0178)

Kelas : A1 - Akuntansi

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
TAHUN PELAJARAN 2017/2018

1
PENDAHULUAN

Dari segi ekonomi, Akuntansi dan Pajak berkaitan dengan perhitungan, pelaporan, dan
pengukuran dalam suatu perekonomian. Liabilitas dan ekuitas dapat dikaji dari aspek akuntansi
komersial maupun aspek akuntansi pajak.
Liabilitas merupakan kewajiban kepada pihak lain yang timbul dari kegiatan utama
perusahaan. Secara umum, kewajiban disajikan dalam laporan perubahan posisi keuangan. Utang
diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek dan jangka panjang.
Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan yaitu selisih antara aktiva dan
kewajiban yang ada, dan tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut. Ekuitas dapat
diperoleh dengan bermacam-macam cara, antara lain investor menyertakan ekuitas dalam
persekutuan atau investor membeli saham yang diterbitkan perusahaan. Ekuitas akan berkurang
terutama dengan adanya penarikan kembali penyertaan oleh pemilik, pembagian keuntungan
atau karena kerugian.
Liabilitas dan ekuitas dapat dikaji dari aspek akuntansi komersial maupun aspek
akuntansi pajak. Menurut PSAK 57, Liabilitas merupakan hutang perusahaan masa kini yang
timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya dapat mengakibatkan arus keluar sumber
daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi.

2
PEMBAHASAN
A. KEWAJIBAN LANCAR
Pengertian Kewajiban Lancar (Jangka Pendek)
Kewajiban lancar adalah kewajiban yang diharapkan akan dilunasi atau dibayar
dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasional perusahaan dengan menggunakan
aktiva lancar yang ada atau hasil dari pembentukkan kewajiban lancar yang lain.
Kewajiban lancar terbagi menjadi dua jenis, yaitu kewajiban lancar yang sudah pasti
(determinable current liabilities) dan kewajiban kontinjensi atau bersyarat (contingent
liabilities).
Jenis – Jenis Kewajiban Lancar
a. Kewajiban lancar yang sudah pasti
Kewajiban lancar yang sudah pasti adalah kewajiban lancar yang memenuhi dua
syarat, yaitu kewajiban untuk membayar sudah pasti (tanggal dan penerimaannya),
jumlah yang harus dibayar sudah pasti.
Yang termasuk didalamnya seperti utang dagang, utang wesel, utang dividen, jaminan
yang dapat dikembalikan, pendapatan diterima dimuka, utang pajak, utang biaya, dan
utang bonus.

 Hutang Usaha
Berikut ini, jenis – jenis hutang usaha :
 Utang Dagang
Utang Dagang adalah kewajiban kepada pihak lain yang timbul akibat pembelian
barang atau jasa yang diperlukan dalam kegiatan usaha normal. Jadi, perkiraan hutang
dagang mencakup kewajiban karena perolehan bahan baku, peralatan, prasarana, reparasi
dan banyak lagi jenis barang dan jasa lainnya yang telah diterima sebelum akhir tahun.
Utang dagang tidak dicatat pada waktu pemesanan dilakukan, tetapi hanya pada saat
hak pemilikan atas barang-barang tersebut beralih kepada pembeli. Apabila terdapat
potongan pembelian secara tunai, maka hutang dagang harus dilaporkan sebesar jumlah
hutang dagang setelah dikurangi potongan tunai. Selain itu apabila dalam pembelian
terdapat PPN (Pajak Pertambahan Nilai) maka utang dagang dilaporkan termasuk nilai
PPN.

3
Contoh Utang Dagang (metode bruto) :
Jumlah
Tanggal Nama Ref
Debit Kredit
10/10/10 Pembelian 5.000.000
     Utang dagang 5.000.000
20/10/10 Utang Dagang 3.000.000
     Kas 2.940.000
     Potongan Pembelian 60.000
10/11/10 Utang Dagang 2.000.000
     Kas 2.000.000
Laporan dalam Laporan Laba Rugi :
            Pembelian                    5.000.000
            Potongan Pembelian   (60,000)
            Pembelian Neto           4.940.000

Contoh Utang Dagang (metode netto) :


Jumlah
Tanggal Nama Ref
Debit Kredit
10/10/10 Pembelian 4.900.000
     Utang Dagang 4.900.000
20/10/10 Utang Dagang 2.940.000
     Kas 2.940.000
10/11/10 Utang Dagang 2.000.000
     Kas 2.000.000
Potongan pembelian yang 40.000
tidak digunakan
     Kas 40.000

4
 Utang Wesel
Utang wesel adalah kewajiban berupa janji tertulis tanpa syarat untuk membayar
sejumlah uang pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang kepada pihak lain yang
timbul akibat pembelian barang atau jasa, transaksi pinjaman, atau utang jangka panjang
yang segera jatuh tempo. Utang wesel dapat dijual oleh pemegangnya. Sekalipun wesel
ini dapat dijual oleh pemegangnya, namun jumlah utang yang harus dibayar tidak
berubah.
Jenis utang wesel yaitu utang wesel berbunga (interest bearing note) dan utang wesel
tidak berbunga (zero-intereset bearing note). Utang wesel yang tidak berbunga, yaitu
utang wesel yang pada tanggal jatuh tempo pelunasannya hanya sebesar nilai nominal
wesel. Utang wesel yang berbunga, yaitu utang wesel yang pada tanggal jatuh tempo
pelunasannya sebesar nilai nominal wesel ditambah dengan bunga.
Contoh Wesel :
Jumlah
Tanggal Nama Ref
Debit Kredit
17/09/10 Pembelian / Persediaan 10.000.000
     Utang Dagang 10.000.000
17/10/10 Utang Dagang 10.000.000
     Utang Wesel 10.000.000
31/12/10 Biaya bunga (12% x 10jt x 250.000
75/360)
     Utang Bunga     250.000
14/02/11 Utang Wesel 10.000.000
Utang Bunga     250.000
Biaya bunga (12% x 10jt x 150.000
45/360)
     Kas 10.400.000

5
Contoh 2 :
Jumlah
Tanggal Nama Ref
Debit Kredit
01/10/10 Kas 10.000.000
Diskonto Utang Wesel 400.000
     Utang Wesel 10.400.000
31/12/10 Biaya Bunga (2/3 x 400.000) 300.000
300.000
01/02/11 Utang Wesel 10.400.000
     Kas 10.400.000
Biaya Bunga (1/3 x 400.000) 100.000
     Diskonto Utang Wesel 100.000

 Uang Jaminan Yang Dapat Diminta Kembali


Uang jaminan yang dapat diminta kembali adalah kewajiban yang timbul sebagai
akibat diterimanya uang tanggungan dari pihak lain. Uang tanggungan ini biasanya
timbul dalam transaksi penjualan yang memanfaatkan fasilitas tertentu, misalnya
penjualan minuman dalam botol.
Contoh :
Jumlah
Tanggal Nama
Debit Kredit
01/01/08 Kas (10 x 24 x 250) 60.000
     Utang Jaminan botol 60.000
15/01/08 Utang Jaminan botol 54.000
     Kas (9 x 24 x 250) 54.000

 Pendapatan Yang Diterima Dimuka


Pendapatan yang diterima dimuka adalah kewajiban yang timbul karena diterimanya
kas dari pelanggan untuk pesanan barang atau jasa yang akan diserahkan dalam periode
yang akan datang.

6
Contoh :
Jumlah
Tanggal Nama
Debit Kredit
01/12/07 Kas 12.000.000
    Pendapatan sewa diterima dimuka 12.000.000
31/12/07 Pendapatan sewa diterima dimuka 1.000.000
    Pendapatan sewa (12 jt x 1/12) 1.000.000

 Utang Pajak
Utang pajak adalah dana yang dikumpulkan untuk pihak ketiga yang timbul karena
perusahaan memungut kas dari pihak tertentu (misalnya pegawai atau pelanggan) atas
nama pihak ketiga. Penyajian ikhtisar utang pajak yang baik dan teratur akan
mempermudah penelitian atas kewajiban pajak dan pemenuhannya.

 Utang Pajak Penghasilan


Jumlah
Tanggal Nama
Debit Kredit
25/12/07 Biaya Gaji & Upah 100.000.000
     Utang PPh karyawan 7.500.000
     Kas 92.500.000
10/01/08 Utang PPh Karyawan 7.500.000
     Kas 7.500.000

7
 Utang Pajak Pertambahan Nilai
Jumlah
Nama
Debit Kredit
Pembelian Pembelian 10.000.000
PPN dibayar dimuka 1.000.000
     Utang Dagang 11.000.000
Penjualan Piutang Dagang 16.500.000
     Penjualan 15.000.000
     Utang PPN 1.500.000
Penyetora Utang PPN 1.500.000
n
     PPN dibayar dimuka 1.000.000
     Kas 500.000

 Biaya Yang Masih Harus Dibayar


Biaya yang masih harus dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat pengakuan
akuntansi terhadap biaya yang sudah terjadi tetapi belum dibayar, misalnya: utang gaji
dan upah, utang sewa, utang bunga. Ada beberapa jenis biaya yang telah terjadi, namun
pembayarannya akan dilakukan dikemudian hari. Dalam perpajakan biaya ini dapat
dikurangkan dari penghasilan.
Contoh :
Jumlah
Tanggal Nama
Debit Kredit
31/12/07 Biaya Gaji & Upah 20.000.000
     Utang gaji & upah 18.000.000
     Utang PPh karyawan 2.000.000
01/01/08 Utang gaji & upah 18.000.000
     Kas 18.000.000
10/01/08 Utang PPh karyawan 2.000.000
     Kas 2.000.000

8
     PPN dibayar di muka 1.000.000
     Kas 500.000
 Utang Bonus
Utang Bonus adalah kewajiban yang timbul akibat pemberian bonus kepada
karyawan pada akhir periode yang dibayar pada periode berikutnya. Bonus untuk
karyawan dapat dihitung dengan berbagai cara, tergantung kebijakan masing-masing
perusahaan. Bonus merupakan elemen biaya.
a) Dihitung dari laba sebelum dikurangi bonus dan pajak penghasilan
b) Dihitung dari laba sesudah dikurangi pajak penghasilan sebelum dikurangi bonus
c) Dihitung dari laba sesudah dikurangi bonus dan pajak penghasilan

Contoh :
t = 40% x (laba – b) b = 20% x (laba – b – t)
t = 40% x (1.000.000 – b) b = 20% x (1.000.000 – b – (400.000 x 0,4 b)
t = 400.000 x 0,4b b = 20% (600.000 – 0,6b)
b = 120.000 – 0,12b
1,12b = 120.000
b = 120.000/1,12
= 107.143
Jumlah
Tanggal Nama
Debit Kredit
31/12/04 Biaya Bonus 107.143
     Utang bonus 107.143

b. Kewajiban Bersyarat
Kewajiban bersyarat adalah kewajiban lancar yang kepastian jumlah yang dibayar,
pihak yang menerima pembayaran, dan tanggal pembayarannya tergantung pada
peristiwa dimasa yang akan datang. Untuk itu, perlu ditaksir jumlah kewajiban yang akan
dibayar dimasa yang akan datang. Kewajiban ini meliputi utang garansi dan utang hadiah.
 Utang Garansi

9
Utang Garansi adalah kewajiban yang timbul sebagai akibat pemberian garansi atas
penjualan barang atau jasa. Perlakuan terhadap biaya garansi :
1) Garansi diakui sebagai biaya pada periode penjualan (expense warranty treatment)
2) Biaya garansi diakui jika garansi tersebut telah terjadi (sales warranty treatment)
Contoh Expense Warranty Treatment :
Penjualan th. 2007
Penyesuaian 31/12/2007
Biaya Garansi 2.000.000
Utang Garansi - 2.000.000
Perhitungan Utang Garansi :
Taksiran biaya garansi 2007 (50% x 100 x 200.000) 10.000.000
Biaya garansi th. 2005 8.000.000
Utang garansi 2.000.000

Contoh Sales Warranty Treatment :


PT AUTO menjual sebuah mobil dengan harga $20.000. Garansi diberikan pada
pembeli mobil dalam bentuk perbaikan dan pemeliharaan pada 36.000 km pertama atau
selama 3 tahun mana yang tercapai lebih dahulu. Pembeli mobil juga membeli perbaikan
dan pemeliharaan mobil untuk tambahan 36.000 km atau 3 tahun senilai 600.
Jurnal untuk mencatat penjualan mobil dan jasa pemeliharaan :
Jumlah
Tanggal Nama Ref
Debit Kredit
Kas 20.600
     Penjualan 20.000
     Pendapatan garansi diterima dimuka 600

Jurnal untuk mengakui pendapatan pada akhir tahun keempat (menggunakan amortisasi
garis lurus) :
Jumlah
Tanggal Nama Ref
Debit Kredit
Pendapatan garansi diterima dimuka 200

10
     Pendapatan garansi 200

 Utang Hadiah
Utang hadiah adalah kewajiban yang timbul dalam periode hadiah, karena hadiah
tersebut belum diambil oleh pelanggan. Hadiah ini akan diberikan apabila pembeli
memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh penjual.
Contoh :
Penjualan th. 2007
Jumlah
Nama Ref
Debit Kredit
Kas (100.000. x 50.000) 5.000.000.000
     Penjualan 5.000.000.000

Pembelian hadiah th.2007


Jumlah
Nama Ref
Debit Kredit
Persediaan Hadiah 20.000.000
     Kas (10.000 x 2000) 20.000.000

Pengambilan hadiah th. 2007


Jumlah
Nama Ref
Debit Kredit
Biaya hadiah (40.000/5 x 2.000) 16.000.000
     Persediaan Hadiah 16.000.000

Penyesuaian 31/12/2007
Jumlah
Nama Ref
Debit Kredit
Biaya hadiah  8.000.000

11
     Utang Hadiah 8.000.000

Perhitungan Utang Hadiah :


Taksiran biaya hadiah (60% x 100.000 x 1/5 x 2.000) 24.000.000
Hadiah yang diambil th. 2007 16.000.000
Utang garansi (hadiah belum diambil ) 8.000.000

 Hutang Hubungan Istimewa


Pengertian Hubungan Istimewa
Hubungan yang terjadi antara dua Wajib Pajak atau lebih yang menyebabkan Pajak
Penghasilan yang terutang  diantara Wajib Pajak tersebut menjadi lebih kecil daripada yang
seharusnya terutang. Berdasarkan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh dan Pasal 2 ayat
(2) Undang-Undang PPN, Hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat terjadi karena
ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain. Adapun dijelaskan pada Pasal 8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan,
ketergantungan atau keterikatan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung
berkenaan dengan usaha, pekerjaan, atau kepemilikan atau penguasaan, yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Penjelasan terkait Hubungan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan adalah sebagai berikut :
Timbulnya Hubungan Istimewa Badan
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dikatakan Hubungan Istimewa diantara
Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang
disebabkan:
1. Kepemilikan atau Penyertaan Modal
Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah 25% pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan
paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih; hubungan diantara dua Wajib Pajak
atau lebih yang  disebut terakhir.

12
Misal :
PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A
merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya, apabila PT B mempunyai 50% saham PT
C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan
pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap
terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT D, antara PT B,
PT C, dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa. Hubungan kepemilikan seperti ini
dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan.
2. Adanya Penguasaan Melalui Manajemen atau Penggunaan Teknologi
Hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan
melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada
di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan diantara beberapa perusahaan
yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.
3. Adanya Hubungan Darah atau Perkawinan
Hubungan istimewa diantara Wajib Pajak Orang Pribadi dapat terjadi karena adanya
hubungan darah atau perkawinan, yaitu hubungan sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan ke samping satu derajat. Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah ayah, ibu, dan anak sedangkan
“hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat” adalah
saudara. Yang dimaksud dengan “keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu
derajat” adalah mertua dan anak tiri sedangkan “hubungan keluarga semenda dalam garis
keturunan ke samping satu derajat” adalah ipar.
4. Berkenaan Dengan Usaha
Hubungan diantara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha antara
Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima, dapat terjadi apabila terdapat
transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak. Transaksi yang bersifat rutin
antara kedua belah pihak adalah berupa pembelian, penjualan, atau pemberian imbalan
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
5. Berkenaan Dengan Pekerjaan

13
Hubungan diantara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan
antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima terjadi apabila terdapat
hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara
langsung atau tidak langsung antara kedua pihak tersebut. Contoh hubungan berkenaan
dengan pekerjaan adalah sebagai berikut :
a) Tuan Andi merupakan direktur PT XYZ dan Tuan Banu merupakan pegawai PT
XYZ. Dalam hal ini, antara PT XYZ dengan Tuan Andi dan Tuan Banu terdapat
hubungan pekerjaan langsung. Jika Tuan Andi dan/atau Tuan Banu menerima
bantuan atau sumbangan dari PT XYZ atau sebaliknya, maka bantuan atau
sumbangan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan bagi yang menerima karena
antara PT XYZ dengan Tuan Andi dan Tuan Banu mempunyai hubungan pekerjaan
langsung.
b) Tuan Joe bekerja sebagai petugas dinas luar asuransi dari perusahaan asuransi PT
IND. Meskipun Tuan Joe tidak berstatus sebagai pegawai PT IND, namun antara  PT
IND dan Tuan Joe dianggap mempunyai hubungan pekerjaan tidak langsung. Jika
Tuan Joe menerima bantuan atau sumbangan dari PT IND atau sebaliknya, maka
bantuan atau sumbangan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan bagi pihak
yang menerima karena antara PT IND dan Tuan Joe mempunyai hubungan pekerjaan
tidak langsung.

Pengaruh Hubungan Istimewa Badan


Sebagaimana disebutkan di awal tulisan bahwa apabila terdapat hubungan
istimewa diantara Wajib Pajak maka akan menimbulkan dampak terhadap aspek
perpajakan masing-masing pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut. Dampak
terhadap hubungan istimewa tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat (3), (3a), (3b), (3c), dan
ayat (3d) UU PPh dimana Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan sebagai
berikut :
1. Kewenangan Menentukan Kembali Utang Sebagai Modal
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai

14
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan
menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode
harga penjualan kembali, metode biaya plus, atau metode lainnya.
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya
penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila
terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan
kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.
Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali
besarnya penghasilan dan biaya sesuai dengan keadaan seandainya diantara para
Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali
jumlah penghasilan dan biaya tersebut digunakan diantaranya :
 Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable
uncontrolled price method)
 Metode harga penjualan kembali (resale price method)
 Metode biaya-plus (cost-plus method)
 Metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method)
 Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method)
Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan
menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan
tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal
dan utang yang lazim terjadi diantara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan
istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.
Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap
sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi
pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai
dividen yang dikenai pajak.
2. Kewenangan Melakukan Perjanjian Dalam Penentuan Harga Transaksi
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan
bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi

15
antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu
periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah
periode tertentu tersebut berakhir.
Kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA) adalah
kesepakatan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar
produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa
(related parties) dengannya. Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi
terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multi nasional.
Persetujuan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak tersebut dapat mencakup
beberapa hal, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, dan jumlah royalti dan lain-
lain, tergantung pada kesepakatan. Keuntungan dari APA selain memberikan kepastian
hukum dan kemudahan penghitungan pajak, Fiskus tidak perlu melakukan koreksi atas
harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam
grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara
Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan Direktur
Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak
yang berada di wilayah yurisdiksinya.
3. Kewenangan Menetapkan Pihak Yang Sebenarnya
Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui
pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company),
dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang
Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau
badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghindaran pajak oleh Wajib
Pajak yang melakukan pembelian saham/penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak
dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut
(special purpose company).
4. Kewenangan Menetapkan Sebagai Penjual
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau
special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang
memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan

16
istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan
saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha
tetap di Indonesia.
Misal :
X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A, sebuah negara yang
memberikan perlindungan pajak (tax haven country), memiliki 95% (sembilan puluh lima
persen) saham PT X yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. X Ltd. ini
adalah suatu perusahaan antara (conduit company) yang didirikan dan dimiliki
sepenuhnya oleh Y Co., sebuah perusahaan di negara B, dengan tujuan sebagai
perusahaan antara dalam kepemilikannya atas mayoritas saham PT X. Apabila Y Co.
menjual seluruh kepemilikannya atas saham X Ltd. kepada PT Z yang merupakan Wajib
Pajak dalam negeri, secara legal formal transaksi di atas merupakan pengalihan saham
perusahaan luar negeri oleh Wajib Pajak luar negeri. Namun, pada hakikatnya transaksi
ini merupakan pengalihan kepemilikan (saham) perseroan Wajib Pajak dalam negeri oleh
Wajib Pajak luar negeri sehingga atas penghasilan dari pengalihan ini terutang Pajak
Penghasilan.
5. Kewenangan Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan
Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari
pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam
hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang
dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia tersebut.
Hubungan Istimewa BUT
Hubungan antara BUT dengan Kantor Pusatnya adalah hubungan istimewa karena
BUT 100% dimiliki oleh Kantor Pusatnya. Transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang memiliki hubungan istimewa sangat mungkin tidak mencerminkan harga pasar yang
wajar (terjadi transfer pricing). Oleh karena itu dalam P3B (Perjanjian Penghindaran 
Pajak Berganda) disebutkan bahwa dalam penentuan laba, suatu BUT dianggap sebagai

17
perusahaan lain yang terpisah dari Kantor Pusatnya dan melakukan transaksi yang
sepenuhnya bebas dan berdiri sendiri.

II. KEWAJIBAN TIDAK LANCAR


 KEWAJIBAN PAJAK TANGGUHAN
Pajak Tangguhan adalah nilai pajak yang dapat memberi pengaruh menambah atau
mengurangi beban pajak tahun yang bersangkutan. Pajak tangguhan pada prinsipnya
merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang disebabkan oleh :
1. Perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan
2. Kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry
forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi.
Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya
memiliki potensi hutang pajak yang lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja
perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang
pajak yang lebih kecil di masa datang. Bila dampak pajak di masa datang tersebut tidak
tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan
pembacanya.
Pajak Kini dan Pajak Tangguhan
Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak,
jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena
pajak dikalikan dengan tariff pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat

18
Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.
Penghasilan kena pajak atau laba fiscal diperoleh dari hasil koreksi fiskal terhadap laba
bersih sebelum pajak berdasrkan laporan keuangan komersial (laporan akuntansi).
Koreksi fiskal harus dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan
maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Untuk kepentingan internal dan kepentingan lain wajib pajak dapat menggunakan
standar akuntansi yang berlaku umum, sedangkan untuk perhitungan dan pembayaran
pajak harus berdasarkan peraturan perpajakan, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pajak
Penghasilan dan peraturan lainnya yang terkait. Perbedaan ini dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu beda tetap/beda permanent (permanent difference) dan beda waktu
sementara/temporer (temporary difference).
Mengapa harus ada Pajak Tangguhan?
Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun (yang dikenal
dengan istilah beban pajak kini), Wajib Pajak menggunakan pendekatan Akuntansi
Komersial (berdasarkan PSAK) mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban
yang dijadikan pengurang, metode peyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset,
pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan
besaran penyisihan/biaya cadangan. Hasil penerapan ini tertuang di dalam Laporan
Keuangan yang oleh Wajib Pajak dijadikan dasar untuk menghitung beban PPh terutang
secara komersial.
Namun demikian, untuk kepentingan pelaporan SPT Tahunan, hasil perhitungan yang
sudah dijabarkan didalam Laporan Keuangan komersial tidak bisa dijadikan dasar
penentuan beban pajak kini. Artinya PPh yang dihitung Wajib Pajak atas dasar laba
komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban pajak kini. Hal ini
dikarenakan untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan
yang digunakan adalah ketentuan perpajakan (berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan beserta aturan pelaksanaan dibawahnya). Pendekatan ini kerap
kali berbeda dengan ketentuan yang digunakan dalam pendekatan menurut Akuntansi
Komersial. Perbedaan ini ada yang bersifat mutlak (tetap) ada juga yang sifatnya relatif
(sementara).

19
Jika tarif pajak diterapkan pada laba pada Laba Komersial (Laba Akuntansi) dengan
Penghasilan Kena Pajak (Laba Pajak), maka hasilnya besar kemungkinan akan berbeda.
Perbedaan ini yang disebut dengan istilah Pajak Tangguhan. Jika Laba Akuntansi lebih
besar daripada Laba Pajak maka akan terbentuk Kewajiban Pajak Tangguhan. Pajak
Tangguhan dalam bentuk kewajiban menimbulkan adanya beban pajak yang akan terutang
pada masa yang akan datang. 

Apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya?


 Beda tetap adalah perbedaan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan
pendapatan dan beban anatara standar akuntansi dan peraturan perpajakan. Perbedaan
ini menyebabkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum pajak dengan laba fiscal atau
penghasilan kena pajak.
 Beda waktu sementara adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu dan
metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar akuntansi
dengan peraturan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan waktu
pengakuan pendapatan dan beban antara tahun pajak yang satu ke tahun pajak
berikutnya.

Contoh soal
PT Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015
Rp1.200.000.000,- dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut:

Beda Permanen
Pendapatan bunga deposito Rp 40.000.000
Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp 30.000.000
Pendapatan sewa bangunan Rp 60.000.000
Beban bunga pajak Rp 20.000.000
Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura Rp 50.000.000
Pendapatan Jasa Giro  Rp 50.000.000
Beban Pajak Penghasilan Rp 15.000.000

20
Beda Temporer
Penyusutan komersial Rp 60.000.000 lebih rendah dari penyusutan fiskal
Amortisasi fiskal Rp30.000.000 lebih rendah dari amortisasi komersial

Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015 adalah sebagai
berikut:
1. PPh 22 Rp 20.000.000
2. PPh 23 Rp 10.000.000
3. PPh 24 Rp 15.000.000
4. PPh 25 Rp 45.000.000
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Laba sebelum pajak (komersial) Rp1.200.000.000,-
Koreksi Beda Tetap Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal (–)  
(+)
Pendapatan bunga deposito Rp 40.000.000,- – Rp 40.000.000,- (Rp 40.000.000,-)
Pendapatan sewa bangunan Rp 60.000.000,- – Rp 60.000.000,- (Rp 60.000.000,-)
Pendapatan Jasa Giro Rp 50.000.000,- – Rp 50.000.000,- (Rp 50.000.000,-)
Laba Sebelum Pajak (Fiskal) Rp1.050.000.000,-
Beban Jamuan tanpa Daftar Rp 30.000.000,- Rp – Rp 30.000.000,-
Nominatif 30.000.000,-
Beban Bunga Pajak Rp 20.000.000,- Rp – Rp 20.000.000,-
20.000.000,-
Beban pemberian fasilitas Rp 50.000.000,- Rp – Rp 50.000.000,-
dalam bentuk natura 50.000.000,-
Beban PPh Rp 15.000.000,- Rp – Rp 15.000.000,-
15.000.000,-
Total Koreksi Beda Tetap Pada Beban Rp 115.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap) Rp1.165.000.000,-
Koreksi Beda Waktu Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal  
(+) (–)
Penyusutan Komersil < Fiskal   (Rp 60.000.000,-) (Rp 60.000.000,-)

21
Amortisasi Fiskal < Komersial Rp   Rp 30.000.000,-
30.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap dan Beda Waktu) Rp1.135.000.000,-

Dari rekonsiliasi fiskal diatas diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak adalah
Rp1.135.000.000,- atau lebih kecil dari Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-. Sehingga
sesuai dengan ketentuan bila Laba Sebelum Pajak (komersial) lebih besar dari Penghasilan
Kena Pajak (fiskal) akan muncul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar tarif PPh Badan
dikali dengan perbedaan temporer (beda waktu) yang terjadi.

Perhitungan PPh Kurang/ Lebih Dibayar (Beban Pajak Kini)


 
Pajak Penghasilan Terutang 25% x Rp1.135.000.000,- Rp 283.750.000,-
PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)    
PPh Pasal 22 Rp 20.000.000,-  
PPh Pasal 23 Rp 10.000.000,-  
PPh Pasal 24 Rp 15.000.000,-  
PPh Pasal 25 Rp 45.000.000,-  
Total Kredit Pajak   Rp 90.000.000,-
PPh Kurang Dibayar (Beban Pajak   Rp 193.750.000,-
Kini)
 
Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan
 
Kewajiban Pajak Tangguhan = Tarif PPh Badan x Jumlah Beda Temporer
= 25% x Rp30.000.000,-
= Rp7.500.000,-
Jurnal Pencatatan
 

22
Beban Pajak Kini Rp 283.750.000,- –
Beban Pajak Tangguhan Rp 7.500.000,- –
          Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp7.500.000,-
          PPh Pasal 22 (Kredit Pajak) – Rp20.000.000,-
          PPh Pasal 23 (Kredit Pajak) – Rp10.000.000,-
          PPh Pasal 24 (Kredit Pajak) – Rp15.000.000,-
          PPh Pasal 25 (Kredit Pajak) – Rp45.000.000,-
          Kewajiban PPh Pasal 29 – Rp193.750.000,-

Penyajian Pada Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi)

Laba Sebelum Pajak - Rp 1.200.000.000,-


Beban Pajak Kini - (Rp 283.750.000,-)
Beban Pajak Tangguhan - (Rp 7.500.000,-)
Total Laba Bersih - Rp 908.750.000,-

Sehingga setelah diperhitungkan dengan beban pajak kini (PPh Pasal 29 akhir tahun)
dan beban pajak tangguhan, jumlah laba bersih PT RUC adalah Rp 908.750.000,-.

Pengakuan Pajak Tangguhan


Pengakuan kewajiban pajak tangguhan didasarkan pada fakta adanya kemungkinan
pelunasan kewajiban yang mengakibatkan pembayaran pajak untuk periode mendatang
menjadi lebih besar sebagai akibat pelunasan kewajiban pajak.

 Kewajiban Jangka Panjang


Kewajiban jangka panjang adalah utang yang jatuh temponya lebih dari satu tahun
buku dan sumber pembayarannya tidak diambil dari aktiva lancar. Penyajian pos utang

23
jangka panjang dipisahkan dari pos utang jangka pendek. Pemisahan ini bertujuan agar
kontrol atas utang-utang tersebut lebih mudah dilakukan. Utang jangka panjang biasanya
dicatat berdasarkan perjanjian kredit yang dimuat:
a.       Jumlah pinjaman yang disetujui
b.      Tingkat atau suku bunga
c.       Jumlah angsuran dan jatuh temponya
d.      Barang jaminan
e.       Sifat dan luasnya ikatan yang ada seperti akumulasi dana untuk pembayaran kembali
pinjaman (sinking fund), pembatasan atas modal kerja dan pembagian dividen serta
ikatan lainnya.

Resiko Hutang Jangka Panjang


Memiliki hutang jangka panjang selain menguntungkan dan dapat memberikan
manfaat kepada perusahaan, namun juga memiliki beberapa resiko. Beberapa resiko hutang
jangka panjang diantaranya adalah     :
1. Semakin lama jangka waktu peminjaman dana dan pelunasannya maka resiko juga
akan semakin tinggi
2. Hanya dapat memperoleh sumber dana yang terbatas dari hasil pinjaman
3. Hutang merupakan beban tetap yang harus ditanggung oleh perusahaan
4. Memiliki tenggat waktu jatuh tempo pembayaran hutang yang sudah pasti / tetap
5. Kemungkinan nilai saham perusahaan akan turun akibat tingkat tinggi atau rendah
jumlah pinjaman

Keuntungan Hutang Jangka Panjang


Selain harus siap dihadapkan dengan resiko, memiliki hutang jangka
panjang dengan obligasimemiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah :
1. Bunga obligasi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan deviden yang harus
dibayarkan kepada pemegang saham.

24
2. Mengurangi kewajiban pajak, hal ini dikarenakan bunga pinjaman merupakan biaya
yang dibebankan kepada perusahaan. Sedangkan deviden merupakan pembagian laba
yang tidak dapat dikategorisasikan sebagai pembebanan biaya.
3. Pemilik obligasi tidak akan memiliki hak suara dalam perusahaan, sehingga tidak akan
mempengaruhi manajemen dan operasional harian perusahaan.

Manajemen Hutang Jangka Panjang


Apabila seseorang telah memiliki pinjaman berupa hutang jangka panjang dalam
perusahaannya, maka hal penting yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan adalah
membuat neraca hutang jangka panjang yang dimiliki. Neraca keuangan ini terdiri atas
aktiva dan pasiva. Neraca adalah laporan keuangan perusahaan dalam satu periode
akuntansi (1 tahun) yang bertujuan untuk menghitung tentang laporan keuangan
perusahaan, yaitu seperti biaya pemasukan, biaya keluar masuk dana perusahaan, serta
biaya operasional atau tingkat kelancaran keuangan perusahaan pada akhir periode
akuntansi tersebut. Neraca keuangan akan menjadi sebuah dasar untuk menentukan
keputusan keuangan perusahaan di masa depan.

Utang jangka panjang meliputi:


a Utang Obligasi
Adalah utang yang diperoleh melalui penjualan surat obligasi.
Contoh:
PT Rhiz menjual obligasi nilai nominal Rp300.000.000 dengan bunga 20% per
tahun kepada PT Smith seharga Rp320.000.000. PPh atas premium obligasi sebesar
Rp20.000.000 terutang PPh pasal 4 ayat (2) sebesar 15% x Rp20.000.000 = Rp3.000.000.

Jurnal Akuntansi:
Diterbitkan : Kas/Bank 320.000.000
Utang obligasi 300.000.000
Premium obligasi 20.000.000
Pembayaran : Biaya bunga obligasi 60.000.000
Kas/Bank 60.000.000

25
Lunas : Utang Obligasi 300.000.000
Kas/Bank 300.000.000

Jurnal Akuntansi Pajak:


Diterbitkan : Kas/Bank 323.000.000
PPh Pasal 4 ayat (2) 3.000.000
Utang obligasi 300.000.000
Premium obligasi 20.000.000
Pembayaran : Biaya bunga obligasi 60.000.000
Utang PPh 23 9.000.000
Kas/Bank 51.000.000
Lunas : Utang Obligasi 300.000.000
Kas/Bank 300.000.000

b. Utang Deviden
Utang deviden terjadi apabila perusahaan melakukan pembagian laba atas
pembayaran. Deviden mengandung konsekuensi bagi pihak pemberi hasil untuk memotong
pajak penghasilan pasal 23. Menurut ketentuan pajak, pajak telah terutang pada saat
pengumuman pembagian laba bukan pada saat pembayaran. Karena itu pembayar deviden
wajib menyetor pajak atas deviden kepada negara pada saat yang ditentukan. Ketentuan
pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23 dan 26 UU No. 7 Tahun 1983.
Tanggal yang terkait dengan pembagian dividen :
Tanggal pengumuman : diumumkannya dividen
Tanggal pendaftaran : terdaftarnya pemegang saham
Tanggal pembayaran : dibayarnya dividen

Contoh 1 :
PT. Maju mengumumkan akan membayar dividen kepada para pemegang saham sebesar
Rp 20.000.000. Susunlah ayat jurnal !
a. Saat Pengumuman
Tg Akun Debit Kredit

26
l
Laba yang ditahan Rp 23.000.000
Utang Deviden Rp 20.000.000
PPh pasal 23 terutang Rp 3.000.000

b. Saat Pembayaran
Tg Akun Debit Kredit
l
Utang Dividen Rp 20.000.000
Kas dan Bank Rp 20.000.000

c. Saat Penyetoran PPh pasal 23


Tgl Akun Debit Kredit
PPh Pasal 23 terutang Rp 3.000.000
Kas dan Bank Rp 3.000.000

Contoh 2:
Tanggal 20 Desember 2001 PT Radhitya mengumumkan akan membayar deviden
tunai Rp. 10.000.000 pada 10 Januari 2002.
Pencatatan:
20 Desember 2001
Laba ditahan 10.000.000
Hutang deviden 8.500.000
PPh ps 23 harus dibayar 1.500.000

10 Januari 2002
Hutang deviden 8.500.000
Kas 8.500.000

c. Utang Hipotek

27
Adalah penyerahan tertulis mengenai hak atas harta benda tak bergerak untuk
menjamin pembayaran hutang dengan ketentuan bahwa penyerahan itu akan dibatalkan
setelah waktu pembayaran.

d. Pinjaman Gadai
Meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai
tanggungan, jika telah sampai pada waktunya tidak dapat ditebus maka barang tersebut
akan menjadi hak yang memberikan pinjaman.

e. Kredit Investasi
Adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang
modal beserta jasa yang diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi, modernisasi,
ekspansi, relokasi proyek yang sudah ada atau refinancing atas objek yang telah dibiayai
terlebih dahulu.
f. Dana Pensiun Yang dikelola Sendiri (non-funded system)
Termasuk dalam kelompok utang jangka panjang. Dana seperti ini adalah kewajiban
yang harus dilaksanakan pada saat pegawainya mulai pensiun.
KEWAJIBAN LAIN
Kewajiban lain adalah utang yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam utang jangka
pendek atau jangka panjang. Yang termasuk dalam kategori kewajiban lain-lain antara lain:
a.    Pendapatan yang ditangguhkan (Pendapatan diterima dimuka)
Merupakan pos yang awalnya dicatat sebagai kewajiban tetapi diharapkan menjadi
suatu pendapat dikemusian hari atau selama operasi normal bisnis.
Contoh:
PT Bulaksumur tanggal 30 Desember 2004 menerima kas Rp 2.500.00, penyerahan
tanggal 6 Januari 2005, perhitungan akhir barang yang dipesan dan disetujui pemesan Rp
25.750.000 jurnal yang dibuat sebagai berikut:
Tanggal 30 Desember 2004:
Kas                                                                  Rp 2.500.000
            Utang pendapatan                                                       Rp 2.500.00

28
Tanggal 01 Januari 2005:
Piutang Dagang                                               Rp 23.250.000
Utang pendapatan                                           Rp   2.500.000
                        Penjualan                                                         Rp 25.750.000

b.      Uang jaminan yang diterima dari pelanggan


Adalah uang yang diterima oleh perusahaan dari pelanggan sebagai jaminan aktiva
atau kegiatan yang dipercayakan kepada pelanggan. Misalkan seseorang yang membeli
minuman dalam botol harus menyerahkan uang jaminan botol dari minuman tersebut.
Sehingga uang tersebut menjadi kewajiban (hutang) perusahaaan untuk mengembalikan
kepada pelanggan.
c.       Utang kepada direksi atau perusahaan afiliasi
Hutang kepada pemegang saham atau perusahaan afiliasi adalah pinjaman yang
diberikan oleh pemegang saham diluar setoran modal. Atau pembelian barang atau jasa
maupun pinjaman yang diperoleh dari perusahaan afiliasi. Pinjaman jenis ini dapat
merupakan kewajiban lancar atau kewajiban jaangka panjang tergantung pada jangka
waktu yang telah disepakati.

III. BENTUK HUKUM DAN EKUITAS


 BENTUK HUKUM
Pengelompokkan bentuk hukum dan jenis ekuitas dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Badan Usaha Milik Negara/Daerah
a. Perusahaan jawatan, ekuitas perusahaan tidak diteruskan dari APBN.
b. Perusahaan umum ekuitas perusahaan yang disetor merupakan kekayaan negara
yang terusan dari ABPN dan tidak terdiri atas saham. Dari sudut pandang
akuntansi ekuitas, pengklasifikasian dan perjanjian sama dengan PT (persero)
kecuali Ekuitas (tidak terdiri dari saham).
c. PT (Persero), sebagai BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas, yang mayoritas
sahamnya dimiliki negara. Perjanjian ekuitas tidak ada perbedaan antara PT
(Persero) dengan Perseroan Terbatas.
2. Perusahaan Swasta

29
a. Perusahaan perorangan
Perusahaan ini tidak dikategorikan sebagai usaha hukum, dengan ekuitas yang
tidak terbagi atas saham. Oleh karena itulah harga pribadi pemilik perusahaan
terkait pada utang piutang usaha.
b. Persekutuan Perdata
Persekutuan ini bukan badan hukum, dan ekuitasnya tidak terdiri atas saham.
c. Firma
Bentuk terima ekuitas tidak terbagi atas saham dan pola partner/anggota firma
mempunyai tanggung jawab atas kewajiban firma sebagai ekuitas perusahaan
orang.
d. Commanditer vennotsehaap (CV)
CV sering disebut sebagai perseroan komanditer ekuitasnya harus dipisahkan
antara persero aktif dan persero komanditer. Untuk membedakan antara keduanya,
perseroan aktif bertindak aktif sebagai penguru CV, sedangkan persero
komanditer tanggunganya terbatas ekuitas yang disetor.

e. Perseroan Terbatas (PT)


Ekuitas PT terdiri atas saham dengan tanggung jawab setiap persero yang terbatas
jumlah ekuitas saham yang disetor apabila PT telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman dan hak asasi manusia.
3. Koperasi
Koperasi sebagai badan hukum yang ekuitasnya dari simpanan para anggota, tidak
dapat dipindah tangankan tetapi dapat diambil bila anggota keluar dari keanggotaan
koperasi. Ekuitas koperasi ini terdiri atas simpanan ekuitas, simpanan lain,
peminjaman-peminjaman, dan penyisihan hasil usaha termasuk cadangan.

 EKUITAS SAHAM
Sebagaimana telah diuraikan bahwa ekuitas saham bagian dari ekuitas. Dalam hal
pengungkapannya dalam ekuitass tersebut dengan terbatas dan jelas mengelompokkan:
1. Ekuitas disetor

30
2. Saldo laba
3. Selisih penilaian kembali aset tetap, dan
4. Ekuitas sumbangan
Secara umum ekuitas saham yang termasuk dalam akuntansi ekuitas untuk badan
usaha berbentuk Perseroan Terbatas yang diatur dalam PSAK 21 Tahun 2007, Ekuitas
Saham meliputi:
1. Saham preferen (prefered stock)
2. Saham biasa (common stock)
3. Tambahan ekuitas disetor (paid in capital)
Untuk ekuitas yang berasal dari sumbangan disajikan sebagai bagian tambahan
ekuitas disetor. Dalam penyajiannya dineraca harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, peraturan yang berlaku, dan
menggambarkan keuangn yang ada, sehingga dalam neraca terlihat ekuitas dasar,
ekuitas yang ditetapkan, ekuitas yang disetor, nilai normal, dan banyaknya saham
untuk setiap jenis saham.

Jenis saham seperti dikemukakan di atas dapat terdapat saham preferen yang
memberikan hak prefensi kepada pemegannya berupa :
1. Pembagian aset terlebih dahulu pada saat berdiri
2. Pembagian diuraikan dalam pembagian laba yang dapat berbentuk kumulatif
dan tidak kumulatif, partisipasi, dan tanpa pasrtisipasi
3. Convertible
Saham biasa tidak mempunyai hak lebih dibanding saham-saham lainnya,
sedangkan tambabahan ekuitas disetor sebagai bagian dari ekuitas saham memuat dari
berbagai macam unsur penambahan ekuitas seperti agio saham, tambahan ekuitas, dan
perolehan kembali saham dengan harga yang lebih murah dari pada jumlah
yangditerima pada saat pengeluaran, tambahan ekuitas dari penjualan saham yang
diperoleh kembali dengan harga diatas jumlah yang dibayarkan pada saat
perolehannya, tambahan ekuitas dari perbedaan harus ekuitas disetor dan lain
sebagainya (PSAK No. 21 Reformat Tahun 2007).

31
Dalam PSAK diatur pencatatan perubahan ekuitas disetor PT dicatat
berdasarkan:
1. Jumlah uang yang diterima
2. Setoran saham dalam bentuk uang sesuai transaksi nyata untuk jenis saham yang
status dalam bentuk rupiah pada akta pendiriannya, setoran saham tunai dalam
bentuk mata uang asing dinilai berdasarkan kurs yang berlaku.
3. Besarnya tagihan yang timbul atau kurang yang dikonversi menjadi ekuitas
4. Setoran saham dalam dividen saham dilakukan dengan harga wajar saham, yaitu
harga dasar tanggal transaksi untuk PT yang saham nya terdaftar di Bursa Efek
atau nilai wajar yang disepakati rapat umum pemegang saham untuk saham yang
tidak ada harga pasarnya
5. Nilai wajar aset lancar kas yang diterima
6. Setoran saham dalam bentuk barang (inbreng), menggunakan nilai wajar aset
bukan kas yang diserahkan yaitu nilai appraisal atau tanggal transaksi yang
disetuji Dewan Komisaris untuk saham yang terdaftar di Bursa Efek.

Pencatatan dapat pula untuk penggunaan saham yang disetor yang lainnya akan dicatat
berdasarkan :
1. Jumlah yang dibutuhkan, atau
2. Besarnya uang yang timbul, atau
3. Nilai wajar aset bahan kas yang diserahkan.
Pada umunya pengeluaran saham dengan/mempunyai nilai nominal. Di Indonesia,
pengeluaran saham tanpa nilai nominal tidak diperkenankan (Undang-undang PT). Akan
tetapi, dapat pula terjadi nilainya ditetapkan (stated value) yang jarang di Indonesia,
walaupun hakikatnya tidak berbeda denga saham nilai nominal.
Dalam mencatat dan melaporkannya dapat di ilustrasikan sebagai berikut .
1. Pada tanggal 1 Juni 2016 PT Aditya setuju untuk mengeluarkan saham 10.000 lembar
saham biasa dengan nilai nominal Rp. 100.000,00 per lembar. Sejumlah 4.000 lembar
terjual seharga Rp. 450.000.000,00 tunai.
Ayat Jurnal

32
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

Kas 450.000.000,00
Ekuitas Saham 400.000.000,00
Tambahan Ekuitas Disetor/Agio 50.000.000,00

Kelebihan nilai diatas nilai nominal pada saat penempatan atau penjualan dicatat
dalam akuntansi tambahan ekuitas disetor atau tahun “agio saham biasa”.

2. Kemungkinan nilai nominal tidak ditetapkan (no par value), sehingga jumlah yang
diterima tunai atas penjualan tersebut tidak dicatat dalam akun “Tambahan Ekuitas
Disetor”, tetapi akun “Ekuitas Saham” seperti diatas akan dijurnal.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas 450.000.000,00
Ekuitas Saham 450.000.000,00

3. Dampak pula terjadi bahan penjualan saham tersebut berupa tanah yang senilai harga
jual saham Rp. 450.000.000,00.
Ayat Jurnal yang disusun.
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Tanah 450.000.000,00
Ekuitas Saham 400.000.000,00
Tambahan Ekuitas Saham 50.000.000,00

4. Apabila harga pasar tanah ditetapkan sebesar Rp425.000.000,00 dan Harga Pasar
Wajar Saham tidak ditetapkan, atau dijurnal.

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)


Tanah 425.000.000,00
Ekuitas Saham 400.000.000,00
Tambahan Ekuitas Disetor 25.000.000,00

33
5. Apabila seseorang menyatakan akan membeli saham. Apabila penyetoran uangnya
akan dilakukan kemudian, berarti ekuitas telah ditempatkan (subkribed).
Pola umumnya kondisi demikian belum dicatat kecuali bentuk perusahaan yang
go public. Sebagai contoh PT Arwana setuju untuk mengeluarkan 10.000 lembar
saham biasanya dengan nilai nominal Rp125.000,00 persaham dengan pembayaran
awal 50% sedangkan kekuranganya akan dibayar dalam tenggang waktu 90 hari tepat
jurnal yang disusun.
a. Saat penempatan
Tg Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
l
Piutang atas Perusahaan Saham 625.000.000,00
Saham yang Dipesan 4500.000.000,00
Tambahan Ekuitas Disetor 125.000.000,00

b. Saat penerimaan bagian pertama


Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dalam Bank 312.500.000,00
Piutang atas Pemesanan Saham 4312.0500.000,00

c. Saat menerima kekurangannya bagian kedua dan pengeluaran 2.500 lembar yang
seluruhnya sebagai saham yang dipesan.
1)
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Kas dalam Bank 156.000.000,00
Piutang atas Pemesanan Saham 156.000.000,00

2)
Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)
Saham yang dipesan 250.000.000,00

34
Saham Biasa 250.000.000,00

Berdasarkan data diatas, maka ekuitas yang dilaporkan tampak sebagia berikut.
Ekuitas Pemegang Saham
Saham biasa nominal
@Rp 100.000,00 yang disetujui,
25.000 lembar telah beredar Rp 250.000.000,00

Saham yang dipesan, 25.000 lembar Rp 250.000.000,00

Tambahan ekuitas disetor Rp 125.000.000,00

Piutang atas penambahan saham Rp (156.250.000,00) +

Total ekuitas Rp 468.750.000,00

PENUTUP
 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Akuntansi Pajak atas Kewajiban dan Ekuitas, maka
diambil kesimpulan :
a. Pajak atas kewajiban, dibagi menjadi kewajiban lancar dan kewajiban tidak
lancar. Dimana Kewajiban lancar terbagi menjadi dua jenis, yaitu kewajiban
lancar yang sudah pasti (determinable current liabilities) dan kewajiban
kontinjensi atau bersyarat (contingent liabilities).
b. Hutang Hubungan Istimewa yaitu hubungan yang terjadi antara dua Wajib Pajak
atau lebih yang menyebabkan Pajak Penghasilan yang terutang  diantara Wajib
Pajak tersebut menjadi lebih kecil daripada yang seharusnya terutang. Kewajiban
tidak lancar dibagi menjadi 2 yaitu kewajiban pajak tangguhan dan kewajiban
jangka Panjang. Pajak Tangguhan adalah nilai pajak yang dapat memberi
pengaruh menambah atau mengurangi beban pajak tahun yang bersangkutan.
Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib

35
Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan
penghasilan kena pajak dikalikan dengan tariff pajak. Koreksi fiskal harus
dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya
yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
c. Kewajiban jangka panjang adalah utang yang jatuh temponya lebih dari satu
tahun buku dan sumber pembayarannya tidak diambil dari aktiva lancar.
Penyajian pos utang jangka panjang dipisahkan dari pos utang jangka pendek.
Pemisahan ini bertujuan agar kontrol atas utang-utang tersebut lebih mudah
dilakukan.
d. Pajak atas Bentuk Hukum dan Ekuitas. Bentuk hukum, terdapat Badan Milik
Negara / Daerah, Koperasi, Perusahaan Swasta. Untuk ekuitas yang berasal dari
sumbangan disajikan sebagai bagian tambahan ekuitas disetor. Dalam
penyajiannya dineraca harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam akta pendirian perusahaan, peraturan yang berlaku, dan menggambarkan
keuangn yang ada, sehingga dalam neraca terlihat ekuitas dasar, ekuitas yang
ditetapkan, ekuitas yang disetor, nilai normal, dan banyaknya saham untuk setiap
jenis saham.
 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah Akuntansi Pajak mengenai
Kewajiban dan Ekuitas.
Kami menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun, agar pembuatan
makalah ke depannya kami bisa membuatnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembacanya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Gunadi. 1997. Akuntansi Pajak. Jakarta: PT Grasindo


Waluyo. 2016. Akuntansi Pajak Edisi VI. Jakarta : Salemba Empat
Lumbantoruan, Sophar. 1992. Akuntansi Pajak. Jakarta : PT Grasindo
http://meyleni94.blogspot.co.id/2017/01/makalah-pajak-kini-dan-pajak-tangguhan.html
http://aryantobn.blogspot.co.id/2010/04/pajak-tangguhan-deferred-taxes.html
http://punditax.com/mengenal-dan-memahami-pajak-tangguhan-konsep-makna-dan-implikasi/
http://jagalan.blog.uns.ac.id/pajak-kini-dan-pajak-tangguhan/BimoSatrioWicaksono
http://punditax.com/mengenal-dan-memahami-pajak-tangguhan-konsep-makna-dan-implikasi/
http://www.academia.edu/33759112/AKUNTANSI_UTANG
http://lennyjufniyan.blogspot.co.id/2015/01/makalah-seminar-akuntansi-kewajiban.html
http://gemar-akuntansi.blogspot.co.id/2016/05/liabilitas-jangka-panjang-dan-obligasi.html
http://materiaccountin.blogspot.co.id/2013/06/kewajiban.html

37
http://www.materiakuntansi.com/pengertian-kewajiban-jangka-panjang-dalam-akuntansi/
http://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=25806
http://ciputrauceo.net/blog/2016/9/9/hutang-jangka-panjang

38

Anda mungkin juga menyukai