Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Bagi lanjut usia,keluarga merupakan sumber kepuasan,sebagian besar lansia

memilih tinggal di tengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti

Wredha.Pada lanjut usia bahwa kehidupan mereka sudah lengkap,yaitu sebagai

orang tua,dan juga sebagai kakek dan nenek.Mereka dapat berperan dengan

berbagai gaya,yaitu gaya formal,gaya bermain,gaya pengganti orang tua,gaya

bijak,gaya orang luar,dimana setiap gaya membawa keuntungan dan kerugian

masing-masing.Akan tetapi keluarga dapat menjadi frustasi bagi orang lanjut

usia.Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan anak

atau cucu dimana perbedaan factor generasi memegang peranan

Ada beberapa yang menjadi system pendukung untuk lanjut usia,yaitu

jaringan informal,pendukung formal dan dukungan semiformal.Jaringan

pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan.Sistem pendukung

formal meliputi tim keamanan social setempat, program-program medikasi dan

kesejahteraan social. Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan

dan interaksi yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti

perkumpulan pengajian atau perkumpulan warga lansia setempat.


BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1. Peran Keluarga dalam Pembinaan Lansia

A. Pemenuhan Perawatan Diri Lansia

Keluarga mengupayakan pembinaan secara fisik yang ditujukan bagi

para lansia dengan mempertimbangkan faktor usia dan kondisi fisik yang

secara perseorangan berbeda. Perawatan diri lansia dibagi atas kebersihan

perorangan dan kebersihan lingkungan. Kebersihan perorangan meliputi

kebersihan mulut dan gigi, kepala, rambut dan kuku, kebersihan badan dan

pakaian, kebersihan mata, telinga, hidung dan kebersihan alat kelamin. Tata

cara kebersihannya sebagai berikut:

1. Kebersihan mulut dan gigi.

Keluarga berupaya mengingatkan lansia untuk sikat gigi sekurang-

kurangnya dua kali dalam sehari, pagi dan malam hari sebelum tidur

termasuk bagian gusi dan lidah. Bagi lansia yang menggunakan gigi palsu,

sikat gigi perlahan di bawah air yang mengalir. Bila perlu menggunakan pasta

gigi. Pada waktu tidur lansia diingatkan untuk melepaskan dan merendam

gigi palsu dalam air bersih. Bagi lansia yang tidak mempunyai gigi sama

sekali, setiap habis makan dianjurkan berkumur-kumur dan menyikat gusi

dan lidah secara teratur untuk membersihkan sisa makanan yang melekat.

2. Kebersihan kepala, rambut dan kuku

Keluarga mengingatkan lansia untuk mencuci rambut secara teratur

sedikit dua kali seminggu untuk menghilangkan debu-debu dan kotoran yang
melekat di rambut dan kulit kepala. Potong kuku secara teratur sekali

seminggu.

3. Kebersihan badan dan pakaian

Mandi atau memebersihkan badan dua kali untuk memberi kesegaran

dan kenyamanan. Mandi dapat menggunakan air hangat.

4. Kebersihan alat kelamin

Siram daerah sekitar kemaluan dan alat kelamin dengan larutan air sabun

kemudian bilas dengan air biasa. Bila kurang bersih, gosok dengan tekanan

yang cukup. Untuk wanita dilakukan mulai dari daerah kemaluan ke daerah

pantat, sedangkan untuk pria dari ujung kemaluan terus ke bawah.

B. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Lansia

Biasanya semakin bertambah umur manusia nafsu dan porsi makan

semakin berkurang, sehingga keadaan fisiknya menurun. Oleh karena itu

perlu diperhatikan faktor gizi serta tambahan vitamin serta makanan

tambahan lainnya. Keluarga mengupayakan pemberian makanan atau

penyajian perlu memperhatikan;

a) Makanan yang disajikan cukup memenuhi kebutuhan gizi

b) Penyajian makanan pada waktunya secara teratur serta dalam porsi kecil

tapi sering

c) Berikan makanan bertahap dan bervariasi terutama bila nafsu makannya

berkurang

d) Perhatikan makanan agar sesuai selera


e) Lansia yang menderita sakit, perlu diperhatikan makanannya sesuai

dengan petunjuk dokter/ahli gizi

f) Berikan makanan lunak untuk menghindari obstipasi dan memudahkan

mengunyah

C. Pemenuhan Pemeliharaan Kesehatan Lansia

Keluarga mengontrol sekaligus mengingatkan lansia untuk rutin

melakukan pemeriksaan fisik secara berkala dan teratur guna mencegah

penyakit dan menemukan tanda-tanda awal dari penyakti terutama yang ada

pada lansia, seperti pemeriksaan tekanan darah dan gula darah, pemeriksaan

Pap Smear dan lain-lain. Menjaga lansia untuk makan, minum dan tidur

secara teratur. Kebiasaan yang harus dihindari antara lain: merokok, minum-

minuman keras, malas berolah raga, makan berlebihan, tidur tidak teratur dan

meminum obat yang tidak sesuai anjuran dokter. Oleh karena itu di tuntut

perhatian keluarga lansia.

D. Pencegahan Potensi Kecelakaan Pada Lansia

Penurunan fungsi fisik yang terjadi pada lansia dapat menyebabkan

meningkatnya resiko kecelakaan. Oleh karena itu keluarga dituntut untuk

melakukan upaya peningkatan keamanan dan keselamatan lansia berupa:

1. Anjuran penggunaan alat bantu jika mengalami kesulitan (berjalan,

mendengar dan melihat)

2. Lantai diusahakan tidak licin, rata dan tidak basah

3. Tempat tidur dan tempat duduk tidak terlalu tinggi


4. Jika berpergian selalu ditemani keluarga

5. Tidak menggunakan penerangan yang terlalu redup/menyilaukan

E. Pencegahan Menarik Diri Dari Lingkungan

Adapun upaya yang dilakukan keluarga antara lain:

1. Berkomunikasi dengan lansia harus dengan kontak mata

2. Mengingatkan lansia untuk melakukan kegiatan sesuai dengan

kemampuan fisiknya

3. Menyediakan waktu utnuk berbincang dengan lansia

4. Berikan kesempatan pada lansia untuk mengekspresikan perasaannya

5. Menghargai pendapat yang diberikan lansia

Berdasarkan Depkes RI (2005) menyatakan bahwa peran keluarga dalam

pembinaan lansia antara lain:

1. Memberikan dorongan, kemudahandan fasilitas bagi lansia utnuk

mengamalkan kemampuan dan keterampilan serta kearifan yang dimiliki.

2. Mengembangkan kehidupan beragama

3. Pembinaan Psikis/mental

4. Pembinaan sosial ekonomi dan budaya,

Keluarga merupakan orang terdekat dari lansia yang mengalami gangguan

kesehatan/dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu

indikator dalam masyarakat, apakah masyarakat sehat atau sakit (Efendi,

1998). Berdasarkan Program Bina Keluarga Lansia (BKL) terdapat 17

peran keluarga terhadap lansia yaitu:

1. Menghormati dan menghargai orang tua


2. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia

3. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu serta perhatian

4. Jangan menganggap sebagai beban

5. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama

6. Mentalah nasehat pada mereka dalam persitiwa-peristiwa penting

7. Mengajaknya dalam acara keluarga

8. Dengan memberi perhatian yang baik, maka kelak anak-anak kita

akan bersikap sama terhadap kita

9. Membantu mencukupi kebutuhannya

10. Berilah dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan diluar

rumah termasuk pengembangan hobi

11. Membantu mengatur keuangan

12. Mengupayaklan transport untuk kegiatannya

13. Memeriksa kesehatan secara teratur

14. Memberi dorongan untuk tetap hidup sehat

15. Mencegah terjadinya kecelakaan baik di dalam maupun diluar

rumah

16. Merujuk lansia yang sakit ke tempat layanan kesehatan

17. Memelihara kesehatan lansia

Keluarga adalah masyarakat yang terekat dengan lansia. Proses

penuaan lansia menimbulkan beberapa masalah kesehatan yang secara langsung

atau tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan keluarga.Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi lansia adalah : kesehatan fisik dan psikologis, kepribadian,


sistem dukungan sosial, sumber - sumber ekonomi dan gaya hidup atau kebiasaan

hidup. Beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan keluarga adalah:

1. Tindakan dalam mengatasi gangguan pikir lansia

a. Mengajak lansia mendiskusikan topik yang menarik bagi lansia dengan

suara lembut dan jelas.

b. Menata ruangan tidak berubah - ubah atau menempatkan barang pada

tempatnya

c. Membuat jadwal harian yang tetap misalnya untuk mandi, makan.

d. Dalam memberikan penjelasan dilakukan secara berulang - ulang dengan

menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

2. Tindakan dalam mengatasi gangguan perasaan lansia

a. Memperhatikan dan menghargai kekuatan dan kemampuan lansia.

b. Bicara dengan lansia secara teratur, kontak mata dan sentuhan

c. Menceritakan kehidupan masa lalu lansia yang menyenangkan

d. Mendukung lansia dalam mengembangkan hobi

e. Melibatkan lansi dalam kegiatan kelaurga dan masyarakat

3. Tindakan dalam mengatasi masalah gangguan fisik/somatik pada lansia

a. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dengan cara menata

ruangan dengan warna lembut dan jika perlu ada musik yang lembut

b. Membantu untuk menyiapkan makanan dan minuiman yang

meningkatkan selera makan misalnya dihidangkan hangat, lembut sesuai

keinginan lansia.

4. Tindakan dalam mengatasi masalah gangguan perilaku pada lansia


a. Melibatkan lansia pada kegiatan masyarakat, misalnya terlibat dalam

kegiatan perkumpulan lansia/posyandu lansia/panti wredha

b. Membantu lansia dalam perawatan diri

2.1 Dukungan Keluarga Terhadap Lansia

2.1.1 Pengertian Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat yang merupakan klien penerima asuhan keperawatan, keluarga

berperan dalam menentukan cara asuhan keperawatan yang diperlukan

bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Bila salah satu

dari anggota keluarga mengalami masalah kesehatan, maka system

didalam keluarga akan terganggu.

Beberapa tugas dari sebuah keluarga menurut Friedman (1998), adalah:

a. Mengenal masalah, keluarga dituntut mampu mengenali masalah

kesehatan yang terjadi dikeluarga.

b. Mampu mengambil keputusan yang tepat bila menemukan masalah

pada keluarga tersebut.

c. Merawat anggota keluarga.

d. Memelihara lingkungan.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

Keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung,


selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Terdapat

empat dimensi dari dukungan keluarga yaitu:

1. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga

yang mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan

penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang

aman untuk istirahat serta pemulihan penguasaan emosi. Keluarga

sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari

dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam

bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan

didengarkan. Dukungan emosi adalah dukungan yang berhubungan

dengan hal yang bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi,

afeksi/ekspresi. Menurut Tolsdorf & Wills (dalam Orford, 1992), tipe

dukungan ini lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan,

cinta, kasih, dan emosi. Leavy (dalam Orford, 1992) menyatakan

dukungan sosial sebagai perilaku yang memberi perasaan nyaman dan

membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dan dicintai

dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman.

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara

emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi

mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai.

Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa


dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat,

empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya

merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan

tempat istirahat dan memberikan semangat.

2. Dukungan informasi, Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

disseminator (penyebar) informasi tentang dunia (Friedman, 1998).

apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi

maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi informasi,

nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga

juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan

pemberian dukungan semangat, serta pengawasan terhadap pola

kegiatan sehari-hari. Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang

pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan

mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah

dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang

diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada

individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan,

saran, petunjuk dan pemberian informasi. Dukungan informasional

adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh

individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini ke

dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran

suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua
adalah appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat

mebantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills

(dalam Orford, 1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa

pemberian informasi, nasehat, dan bimbingan. Jenis dukungan ini

meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk

di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat,

pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh

seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan

menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan

tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Individu yang

mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan

masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed

back (Sheiley, 1995). Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai

penghimpun informasi dan pemberi informasi.

3. Dukungan instrumental, Keluarga merupakan sebuah sumber

pertolongan praktis dan kongkrit (Friedman, 1998). dukungan ini

bersifat nyata dan bentuk materi bertujuan untuk meringankan beban

bagi individu yang membentuk dan keluarga dapat memenuhinya,

sehingga keluarga merupakan sumber pertolongan yang praktis dan

konkrit yang mencakup dukungan atau bantuan seperti uang,

peralatan, waktu, serta modifikasi lingkungan. Keluarga merupakan

sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya:

kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,


terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan instrumental adalah

dukungan berupa bantuan dalam bentuk nyata atau dukungan material.

Menurut Jacobson dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-

benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis. Wills (dalam

Orford, 1992) menyatakan bahwa dukungan ini meliputi aktivitas-

aktivitas seperti penyediaan benda-benda, misalnya alat-alat kerja,

buku-buku, meminjamkan atau memberikan uang dan membantu

menyelesaikan tugas-tugas praktis.

4. Dukungan penghargaan, Keluarga bertindak sebagai sebuah

bimbingan umpan balik, membimbing dan mempengaruhi pemecahan

masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota (Cohen,

1999). terjadi lewat ungkapan hormat atau positif untuk pasien,

misalnya: pujian atau reward terhadap tindakan atau upaya

penyampaian pesan ataupun masalah, keluarga bertindak sebagai

bimbingan umpan balik seperti dorongan bagi anggota keluarga.

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan

validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan

support, penghargaan, perhatian. Dukungan penghargaan adalah

dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif

terhadap individu. Menurut Cohent & Wils (dalam Orford, 1992),

dukungan ini dapat berupa pemberian informasi kepada seseorang

bahwa dia dihargai dan diterima, dimana harga diri seseorang dapat
ditingkatkan dengan mengkomunikasikan kepadanya bahwa ia

bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.

2.1.2 Sumber dan Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh

keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses diadakan untuk keluarga

(dukungan bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan keluarga dapat

berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami istri atau

dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal.

Menurut Friedman (1998), Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang

terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan sosial

berbeda–beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Namun demikian,

dalam semua tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga membuat

keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sebagai

akibatnya. Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dukungan keluarga terhadap

kunjungan posyandu lansia dapat diuraikan di bawah ini:

1. Dukungan psikologis

Dukungan psikologis adalah suatu sikap yang memberikan dorongan

dan penghargaan moril kepada lansia, misalnya keluarga sangat

membantu ketenangan jiwa lansia, keluarga menunjukkan


kebahagiaan pada hal-hal positif yang dilakukan lansia, tidak

menyakiti lansia, menghibur atau menenangkan ketika ada masalah

yang dihadapi lansia, berdoa untuk kesehatan atau keselamatan lansia

dan keluarganya.

2. Dukungan sosial

Dukungan sosial adalah suatu sikap dengan cara memberikan

kenyamanan dan bantuan secara fisik atau nyata kepada lansia,

misalnya memperhatikan kesehatan lansia, mengantar atau menemani

lansia untuk berobat atau berkunjung ke posyandu atau puskesmas.

Dukungan sosial juga di sebut sebgai Dukungan instrumental yaitu

bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitas atau materi

misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, memberikan uang,

memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain. Bantuan

instrumental ini berupa dukungan materi seperti benda atau barang

yang dibutuhkan oleh orang lain dan bantuan finansial untuk biaya

pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama

seseorang tersebut belum dapat menolong dirinya sendiri.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan

keluarga, semakin rendah pengetahuan suami maka akses terhadap

informasi kesehatan lansia akan berkurang sehingga akan kesulitan

dalam mengambil keputusan secara efektif.


Friedman, M. Marilyn. (1998). Keperawatan Keluarga: Teori dan

Praktik.

Jakarta: EGC.

2.2 riwayat keluarga lansia

Keluarga lansia saat ini sangat berbeda dari masa lampau. Sejalan dengan

berubahnnya keluarga berubah pula dinamika yang ada dalam keluarga oleh

karena itu perselisihan masalah dan praktik-praktik keluarga lansia saat ini

bersifat unik. Cara terbaik untuk memahami fungsi keluarga pada lansia adalah

dengan mendapatkan pengetahuan tentang fungsi keluarga di masa lalu melalui

tinjauan keluarga. Seperti halnya tin jauan hidup yang memberi petunjuk tentang

keterampilan, koping dan respon manusia terhadap krisis, tinjauan keluarga

memberikan informasi tentang fungsi keluarga. Tinjauan atau riwayat keluarga

memberikan pemahaman tentang cara keluarga memberikan arti terhadap

kejadian-kejadian tertentu.

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang unit keluarga

lansia, seseorang harus mewaspadai adanya konfigurasi yang berbeda dan dampak

dari konfigurasi itu pada unit keluarga tersebut contohnya dapat berupa menikah,

bercerai, menjanda, tidak mempunyai anak, dan orang orang yang menikah lagi.

Setiap konfigurasi tersebut mempengaruhi status lansia dalam sistem keluarga.

Dari konfigurasi tersebut dapat terlihat struktru keluarga pada lansia:

1. Struktur kekuasaan
Pada keluarga yang berkonfigurasi normal terdapat berbagai struktur salah

satunya adalah struktur kekuasaan yang mana kekuasaan dari orang tua

dipindahkan kepada anak-anak pada saat orang tua mulai kehilangan

kemampuan fisiknya untuk mempertahankan kekuasaan tersebut.

Pengetahuan tersebut dapat membantu perawat memahami dinamika

keluarga sehingga mengetahui orang-orang yang memiliki kekuasaan

membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi seluruh anggota

keluarga.

Penyalahgunaan kekuasaan sering kali terjadi pada banyak keluarga

dimana kekerasan adalah cara hidup yang dipelajari oleh seorang anak dari

ayah yang berkuasa saat menggunakan kekuasaannya untuk menegakkan

disiplin sehingga pada saat anak yang tadinya menjadi korban dan

sekarang dewasa yang mengambil alih kekuasaan dari ayahnya dapat

menjadikan ayahnya sebagai lansia yang dianiaya oleh sang anak sebagai

pembalasan atas aniayanya dimasa lalu.

2. Struktur peran

Setiap anggota keluarga memainkan peran yang sesuai dengan posisi dan

statusnya dalam sistem keluarga setelah ayah dan ibu menjadi lansia yang

tadinya ayah sebagai penyedia dan ibu sebagai pengasuh berubah menjadi

ayah sebagai pengasuh ini sering kali memiliki kesempatan untuk

menikmati keberadaan bersama cucu lebih dari yang ia peroleh dari anak-

anaknya sendiri. Bagi wanita lansia sindrom kekosongan rumah dapat

dihadapi dengan kegembiraan karena perubahan tersebut untuk


mengeksplorasi potensinya sendiri tentu saja ada jenis wanita lain yang

sangat terbawa perannya sebagai orang tua dan istri sehingga kekosongan

rumah membawa ketidakbahagiaan.

Kemampuan keluarga untuk berespon terhadap perubahan melalui

fleksibilitas peran merupakan hal yang paling penting dalam keberhasilan

fungsi keluarga.

3. Proses dan fungsi

a. Proses komunikasi

Proses dalam keluarga adalah hasil dari fungsi keluarga.

Komunikasi yang tidak jelas merupakan penyebab utama

terjadinya fungsi keluarga yang buruk. Perilaku nonverbal sama

pentingnya dengan perilaku verbal dalam proses komunikasi.

Keluarga fungsional mengungkapkan emosi dan perasaannya satu

sama lain secara terbuka. Mereka menunjukkan rasa saling

menghormati terhadap perasaan orang lain serta saling

mendengarkan dan berespons satu sama lain. Dengan rasa percaya,

anggota keluarga dengan bebas menggunakan keterbukaan diri.

Orang yang merasa aman satu sama lain dapat mengatasi konflik

dan ketidaksesuaian. Melalui konflik, anggota keluarga saling

mengetahui dan memahami satu sama lain dengan lebih baik. Jika

terdapat keterbukaan, konflik dapat menjadi hal positif yang

meningkatkan fungsi keluarga.


Perawat harus mengkaji aspek-aspek tertentu dari komunikasi

keluarga. Pertama, perawat harus memeriksa pola komunikasi

keluarga. Apakah komunikasi tersebut bersifat langsung dan

apakah jalur komunikasiterbuka di antara subsistem? Apakah

metode komunikasi yang digunakan bersifat terbuka atau tertutup?

Apa isi komunikasi? Adakah peran afektif? Bagaimana perasaan

diungkapkan dan diterima? Apakah anggota keluarga menunjukan

rasa saling menghormati, pada semua usia?

b. Orientasi nilai

Nilai-nilai keluarga seringkali memiliki fokus budaya yang dapat

memengaruhi praktik-praktik perawatan kesehatan keluarga.

Sistem nilai dari perawat dan dari keluarga juga dapat berbeda.

Perawat perlu mengetahui adanya perbedaan antara sistem nilainya

sendiri dengan sistem nilai keluarga klien. Perbedaan ini harus

diketahui, diterima, dan diatasi oleh perawat agar dapat berfungsi

secara efektif dengan anggota keluarga tertentu.

c. Fungsi afektif

Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga, pemenuhan

kebutuhan psikologis anggota keluarga oleh anggota keluarga yang

lain. Pada keluarga lansia, orang lain yang dekat seringkali mengisi

fungsi afektif tersebut, terutama jika anggota keluarga lansia

tersebut tinggal sendiri. Bagian dari dukungan sosial adalah cinta

dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang harus dilihat secara
terpisah sebagai bagian dari asuhan dan perhatian dalam fngsi

afektif keluarga.

Sejalan dengan bertambahnya usia keluarga, mereka cenderung

kehilangan beberapa fungsi afektif yang mengikat mereka. Ketika

pasangan meninggal dunia dan anak-anak pergi, saudara kandung

seringkali memiliki kepentingan yang lebih besar dalam hubungan

afektif.

d. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah sekelompok pengalaman belajar yang diberikan

dalam keluarga tentang bagaimana caranya berfungsi dan

melakukan peran di lingkungan orang dewasa. Jika keluarga

menggunakan perawatan diri ketika sedang sakit maka anggota

keluarga yang di sosialisasikan dengan proses ini mungkin akan

menggunakan perawatan diri di kemudian hari. Kakek/nenek

sering mengisi fungsi sosialisasi dalam keluarga. Orang tua yang

lansia juga menjadi sumber keluarga. Anggota keluarga yang

sudah tua seringkali memberikan peran orangtua guna membantu

anak-anak yang sudah dewasa menghadapi stress kehidupan.

4. Kelemahan dan ketergantungan

Peningkatan kelemahan merupakan kondisi yang terjadi karena

bertambahnya usia dan menyebabkan peningkatan ketergantungan. Banyak

lansia yang merasa lebih ketakutan terhadap ketergantungan daripada

terhadap kematian. Berkuasa atas diri mereka sendiri seumur hidup, mereka
merasa sulit melepaskan kendali tersebut sekalipun mereka tidak bisa lagi

mengatur diri mereka sendiri. Kelemahan dan ketergantungan kemudian

menyebabkan pereubahan menyeluruh dalam sistem keluarga. Lansia

dengan kelemahan tidak lagi mempertahankan kekuasaan. Perubahan peran

yang di alami oleh lansia yang mengalami kelemahan adalah

ketergantungan. Proses komunikasi mungkin menjadi salah satu pemberian

informasi dan pemberian perintah, bukan saling memberi dan saling

menerima yang secara normal terjadi pada keluarga. Meskipun kelemahan

menyebabkan ketergantungan, sebenarnya tidak perlu menyebabkan

kelhilangan kendali, terutama jika fungsi afektif dan proses komunikasi

keluarga sudah baik. Kelemahan dan ketergantungan menyebabkan banyak

sekali masalah untuk keluarga lansia, seperti perubahan proses keluarga,

koping individu atau keluarga tidak efektif, ketidakberdayaan, gangguan

harga diri, dan kesulitan finansial.

Stanley, Mickey dan Beare, Patricia Gauntlett. (2007). Buku Ajar

Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai