Tn. D, usia 18 tahun di rawat di ruang RC.3 Bedah syaraf karena mengalami trauma
kepala sedang di sertai sub dural hematoma. Ketika di kaji diperoleh data: GCS= 11
(E2M5V4). Pasien telah di operasi 2 hari yang lalu, terdapat luka post craniotomy
sepanjang 10cm pada daerah lobus frontal, pasien tampak gelisah dan terpasang mag
slang karena masih di puasakan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital di peroleh: TD=
140/90 mmHg, nadi= 110 x/menit, RR= 30x/menit, dan suhu= 38,5 ͦ celcius.
Penugasan:
Diskusikanlah trauma kepala dengan tindakan operasi craniotomy, apa yang saudara bisa
jelaskan dari kondisi tersebut terkait dengan kebutuhan perawatan pasien dan hal-hal lain
terkait dengan komplikasi yang mungkin timbul.
1) Pengertian
a. Pengertian trauma kepala
Menurut Satya Negara (1998:148) mengemukakan bahwa cedera kepala
merupakan jumlah deformitas jaringan di kepala yang diakibatkan oleh suatu
kekuatan mekanis.
b. Pengertian Trauma Kepala Sedang
Menurut Arief Mansjoer, (2000:5) dan Hudak and Gallo,alih bahasa Monica E.D
Adiyanti (1996:226) Cedera kepala sedang (Moderat HI) ialah suatu keadaan
cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12 dan tingkat
kesadaran lethargi, obtunded atau stupor.
c. Pengertian craniotomy
Barbara Engram, alih bahasa Suharyati Samba, dkk (1998: 642) mengemukakan
bahwa kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak, sedangkan Ahmad
Ramali (1996: 62) mendefinisikan craniotomy adalah setiap pembedahan pada
tulang tengkorak.
Dari kedua pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kraniotomi
adalah pembedahan yang dilakukan untuk membuka tulang tengkorak.
d. Pengertian Dekompresi
Menurut Ahmad Ramali, (1996:84) Dekompresi ialah pengurangan atau
mengevakuasi bekuan darah dari tulang tengkorak.
e. Pengertian Subdural Hematoma
Menurut Depkes RI (1995: 63) Subdural Hematoma adalah perdarahan yang
terjadi antara durameter dan arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena.
Sedangkan menurut Carolyn M. Hudak, alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996:
228) hematoma subdural adalah akumulasi darah di bawah lapisan meningeal
durameter dan diatas lapisan arakhnoid yang menutupi otak. Definisi lain
dikemukakan oleh Arif Mansjoer, dkk (2000: 8) bahwa hematoma subdural ialah
pengumulan darah dalam rongga antara durameter dan membran subarakhnoid
yang bersumber dari robeknya vena.
2) Penyebab
Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat salah satu dari kedua mekanisme
dasar yaitu:
a. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu obyek atau
sebaliknya
b. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang hebat, baik
yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan
3) Patofisiologi
Patofisiologi trauma kepala menurut: Sylvia Anderson, et,al., alih bahasa Peter
Anugerah (1995: 1011); Satyanegara, (1998: 150); Carolyn M. Hudak, et, al., alih
bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 226) adalah sebagai berikut:
Pada trauma kepala dimana kepala mengalami benturan yang kuat dan cepat akan
menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya secara
mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Peristiwa ini dikenal
dengan sebutan cedera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek mekanis,
akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya berbeda arahnya
saja. Efek akselerasi kepala pada bidang sagital dari posterior ke anterior adalah
serupa dengan deselerasi kepala anterior-posterior.
Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi, robekan atau
memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan, memar tersebut akan
mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-tandanya adalah penurunan
kesadaran yang progresif, reflek Babinski yang positif, kelumpuhan dan bila
kesadaran pulih kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak organik.
Pada trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal ini terjadi
karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun peregangan pada sel-sel
endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan
otak karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan intravaskuler dengan tekanan
interstisial.
Akibat cedera kepala, otak akan relatif bergeser terhadap tulang tengkorak dan
duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya, terutama pada vena-vena
“gantung” (bridging veins). Robeknya vena yang menyilang dari kortex ke sinus-
sinus venosus dapat menyebabkan subdural hematoma, karena terjadi pengisian cairan
pada ruang subdural akibat dari vena yang pecah. Selanjutnya pergeseran otak juga
menimbulkan daerah-daerah yang bertekanan rendah (cedera regangan) dan bila hebat
sekali dapat menimbulkan kontusi kontra-kup.
Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan mengalami
penekanan yang berakibat aliran darah ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia dan
menimbulkan iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan asidosis respiratorik
(Penurunan PH dan peningkatan PCO2 ). Akibat lain dari adanya perdarahan otak dan
edema serebri yang paling berbahaya adalah terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial yang timbul karena adanya proses desak ruang sebagai akibat dari
banyaknya cairan yang bertumpuk di dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus
berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema yang bertambah secara progresif,
akan menyebabkan koma dengan TTIK yang terjadi karena kedua hemisfer otak atau
batang otak sudah tidak berfungsi.
4) Tingkatan/Klasifikasi
a. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan menurut: (Mansjoer,
Arief 2000:5), (Hudak and Gallo, alih bahasa Monica E.D Adiyanti, 1996:226)
adalah sebagai berikut:
1) Cedera kepala ringan (mild HI)
Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma ringan dengan hasil penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif.
Klien tidak mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya
konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya
mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau
hematoma kulit kepala
1) Hematoma epidural
Adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara
tengkorak dan duramater. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur atau
rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak
(laserasi), dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas,
disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat adanya kehilangan
kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata
secara perlahan-lahan. Gejala klasik atau temporal berupa kesadaran yang
makin menurun disertai anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
hemiparese kontra lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan
parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran
(biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari. Banyaknya
perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila cukup besar akan
menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan epidural, temporal yang
dapat menyebabkan herniasi unkus.
2) Hematoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara durameter dan arakhnoid yang biasanya
meliputi perdarahan vena. Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi dapat
juga terjadi kecenderungan perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi
subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya
pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural
dapat terjadi akut, subakut atau kronik, tergantung pada ukuran pembuluh
yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.
c. Sistem pencernaan
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem pencernaan. pada klien post
craniotomy pada hari pertama akan didapatkan bising usus yang menurun karena
efek narkose. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan
merangsang aktifitas hipotalamus dan stimulus gagal. Hal ini merangsang anterior
hipofisis menjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk
mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani
edema serebral. Namun, pengaruhnya terhadap lambung adalah peningkatan
ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu hiperasiditas
terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani
stres yang mempengaruhi produksi lambung. Hiperasiditas yang tidak ditangani
akan menyebabkan perdarahan lambung. sedangkan peningkatan asam lambung
akan mengakibatkan klien mual dan muntah. klien dengan peningkatan tekanan
intra kranial akibat trauma kepala ditandai dengan muntah yang seringkali
proyektil.
e. Sistem muskuloskeletal
Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak,
terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat
gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, yang dapat membuat
komplikasi seperti peningkatan spastisitas dan kontraktur. klien dengan penurunan
kesadaran akan gelisah serta gerakan kaki dan tangannya yang tidak terkontrol.
f. Sistem integumen
Pada klien yang dilakukan craniotomy tampak luka operasi pada kepala bila
penyembuhan luka tidak baik akan didapatkan tanda-tanda rubor, tumor, dolor,
kalor dan fungsiolesa dan bila infeksi akan didapatkan gangguan integritas kulit
selain itu juga dapat terjadi peningkatan suhu tubuh sehingga pada anggota badan
akan tampak banyak keringat.
7) Masalah Medis
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen
dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Hal ini beresiko
terjadinya meningitis (biasanya pneumokok).
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis dan
bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon
endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya
penglihatan yang permanen.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia
dan deplesi volum.
d. Kejang pascatrauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan
predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat
untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.
Insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi)
setelah cedera kepala tertutup adalah 5%; resiko mendekati 20% pada pasien
dengan perdarahan intrakranial atau fraktur depresi.
a. Identitas klien
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama klien, umur klien biasanya pada usia produktif
atau pada lansia, jenis kelamin mayoritas pria, agama, pendidikan, pekerjaan
klien biasanya berhubungan dengan sarana transportasi, status marital, suku
b. Riwayat kesehatan
Biasanya penyebab trauma kepala karena kecelakaan lalu lintas, namun tidak
menutup kemungkinan faktor lain. Oleh karena itu pada Alasan klien masuk
proses terjadinya, apakah klien pingsan, muntah atau perdarahan dari hidung
atau telinga.
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala sedang datang ke rumah sakit
tachipnea, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralise, hemiparese, luka
di kepala, akumulasi sputum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan
telinga dan adanya kejang yang disebabkan karena proses benturan akselerasi-
deselerasi pada setiap daerah lobus otak yang dapat menyebabkan konkusio
sistem syaraf serta penyakit sistemik. Perlu dikaji juga apakah klien memiliki
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (cheyne stokes, ataxia
breathing), bunyi nafas ronchi atau stridor, adanya sekret pada trakheo
2) Sistem kardiovaskuler
intra kranial.
3) Sistem pencernaan
Pada klien post craniotomy biasanya didapatkan bising usus yang normal atau
bisa juga menurun apabila masih ada pengaruh anestesi, perut kembung, bibir
dan mukosa mulut tampak kering, klien dapat mual dan muntah. kadang-
4) Sistem perkemihan
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar, sedangkan
pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia urine dan fekal, jumlah
5) Sistem muskuloskeletal
6) Sistem integumen
Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu tubuh
mungkin di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga dari operasi
biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/ belum kering.
meningen. Data fisik yang lain adalah mungkin didapatkan luka lecet dan
7) Sistem persyarafan
3) Pengkajian bicara
jelas
b) Test nervus kranial (Lumbantobing, 2003: 24), (Tuti Pahria, dkk, 1996:
55)
1) Nervus I (olfaktorius)
2) Nervus II (optikus)
4) Nervus V (trigeminus)
keseimbangan tubuh.
diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cegukan yang
Gejala yang biasa timbul adalah jatuhnya lidah ke salah satu sisi,