Anda di halaman 1dari 20

12

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Duku Kumpeh (Lansium domestican Corr.)

Duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) merupakan tumbuhan tropis

beriklim basah yang banyak hidup di Indonesia terutama di pulau Sumatera,

khususnya daerah Provinsi Jambi yang memiliki varietas duku kumpeh (Gambar

2.1) Duku merupakan tanaman buah-buahan yang hanya berbuah 1 kali dalam 1

tahun. Menurut Ummi (2011:94) tumbuhan duku berasal dari negara Malaysia dan

Indonesia. Dari negara asalnya, duku menyebar ke negara lain seperti Vietnam,

Myanmar, dan India. Nama lain duku adalah (L. domesticum Corr.), Aglailadooko

griffth atau Aglaila domesticum Corr. Menurut Tjitrosoepomo (2010:300) duku dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonaeae
Bangsa : Sapindales
Suku : Meliaceae
Marga : Lansium
Jenis : Lansium domesticum Corr.

Gambar 2.1 (a) Duku Kumpeh berumur 20 tahun (Dokumentasi Pribadi , 2016)

12
13

Tumbuhan Duku di Indonesia tumbuh sangat subur, terutama di Pulau

Sumatera. Salah satunya di daerah Provinsi Jambi, tumbuhan duku yang tumbuh di

daerah Jambi dibagi menjadi 3 jenis dari famili Meliaceae yaitu duku, langsat, dan

kokosan yang banyak mengandung getah. Akan tetapi duku dan langsatlah yang

memiliki banyak varietas, ada yang berbuah besar dan ada yang berbuah kecil

tergantung jenisnya. Di provinsi Jambi tanaman duku yang terkenal adalah duku

kumpeh (Gambar 2.2) yang memiliki rasa manis, warna daging buah yang transparan

(bening), kulit biji buah yang tipis dan daging buah yang tebal (Syeikh, 2011:43).

a b

Gambar 2.2 (a) Daging buah duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (b) kulit buah yang tipis
(Dokumentasi Pribadi , 2016).

Menurut Backer, dkk (1965:116) tumbuhan duku memiliki ciri-ciri morfologi


diantaranya:

a. Batang Duku Kumpeh


Lansium domesticum Corr. merupakan tanaman Dicotyledoneae dan bergetah

dengan sosok tanaman pohon buah tinggi 15-20 m dan diameter batangnya 35-40 cm.

Pada batang beralur-alur dan menjulur tinggi dan kulit batang duku bewarna cokelat
14

kehijau-hijaun atau keabu-abuan (Gambar 2.3), pecah-pecah dan bergetah putih.

Selain itu kulit batang sedikit tipis dan agak sulit dilepaskan dari batangnya. Pada

permukaan batang duku terdapat bintik-bintik berwarna cokelat, berbentuk silindris,

percabangan monopodial yaitu antara batang induk dengan cabang terlihat jelas dari

perbedaan ukurannya, arah tumbuh batang tegak lurus dan arah tumbuh cabang

condong keatas. Termasuk batang yang berkayu dan kuat.

Gambar 2.3 batang duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016).

b. Daun Duku Kumpeh

Daun merupakan daun majemuk ganjil yang tersusun berselang-seling. Setiap

tangkai terdiri dari 5-7 helain daun, yang berbentuk elips yang panjang, berpinggir

rata, pangkal asimetik dan ujungnya meruncing(Gambar 2.4a).

Gambar 2.4 (a) Jumlah daun duku Kumpeh majemuk ganjil (Lansium domesticum Corr.)
(Dokumentasi Pribadi, 2016).
15

Permukaan daun bewarna hijau muda. Warna daun ketika sudah tua bewarna

hijau tua, terkstur daun halus(Gambar 2.4b). Tumbuhan duku memiliki karakteristik

daun tersendiri. Tulang daunnya menyirip, pada bagian permukaan atas daunnya

mengkilat, ujung daunnya meruncing pendek, tepi daun rata, dan merupakan daun

tidak lengkap karena hanya memiliki helaian daun (lamina), tangkai daun (petiolus)

(Tjitrosoepomo, 2010:300).

Gambar 2.4 (b) helaian daun duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentas Pribadi,
2016).

c. Bunga Duku Kumpeh

Duku memiliki bunga tandan, bentuk bunga seperti mangkok dan merupakan

bunga banci, dalam satu bunga terdapat putik dan benang sari. Jumlah kelopak bunga

5 helai, tebal dan mahkota bunga terdiri dari 4-5 helai (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Bakal bunga duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumetasi Pribadi, 2016)
16

d. Buah Duku Kumpeh

Buah duku merupakan buah tandan. Berbentuk bulat atau bulat memanjang

dengan diameter 2-5 cm. Dalam satu tanda jumlahnya bervariasi. Warna kulit duku

ketika muda bewarna hijau dan sudah masak bewarna kuning dan warna buah putih

transparan(Gambar 2.6a dan 2.6.b).

a b

Gambar 2.6 (a) buah duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) yang berbentuk tandan dan
bewarna hijau (b) bentuk bulat memanjang dan buah duku kumpeh yang masak
bewarna kuning (Dokumentasi Pribadi, 2016).

e. Biji Duku Kumpeh

Biji duku berbentuk bulat lonjong dan ukuran bervariasi 2-6 cm dan bewarna

hijau kekuningan. Dalam satu buah jumlah biji bervariasi antara 3-5 biji. Biji duku

merupakan biji Dicotyledoneae (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Biji duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016).
17

f. Akar Duku Kumpeh

Akar duku merupakan tunggang, menancap ke bawah tanah, tanaman ini

sangat kuat berdiri tegak dan kokoh. Akarnya memiliki banyak cabang besar sampai

ujung yaitu tudung akar atau bulu akar. Akar duku bewarna kuning

kecoklatan(Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Biji duku Kumpeh (Lansium domesticum Corr.) (Dokumentasi Pribadi, 2016).

Menurut Mayanti (2009:24) mengatakan bahwa perbedaan antara duku dan

langsat dapat dilihat dari habitus kedua jenis tanaman ini yaitu dari daun, kulit dan

buah dari pohon dewasa. Duku memiliki daun dewasa berdaging lebih tipis,

sedangkan daun langsat memiliki daun yang tebal. Buah duku lebih sedikit getah

dibandingkan langsat yang banyak mengandung getah. Duku memiliki rasa yang

manis, legit dibandingkan langsat.

2.2 Pertumbuhan dan Cara Budidaya Bibit Duku Kumpeh (L. domesticum

Corr.)

Pertumbuhan merupakan suatu proses pertambahan ukuran sel, jumlah sel

yang bersifat kuantitatif atau dapat diukur (Salisbury, 1995:3). Untuk sementara ini
18

tanaman duku hanya dapat dibiakkan melalui biji dan pada umur tertentu misalnya 12

bulan duku dapat dimodifikasikan untuk mendapatkan bibit yang unggul seperti

teknik sambung yang merupakan suatu seni yang berkembang pada abad 15, teknik

perbanyakan merupakan teknik penggabungan antara satu batang dengan batang yang

lain yang sama jenisnya dan memiliki sifat unggul (Wijaya,2014:88).

2.3 Azolla pinnata sebagai pupuk hijau

A. pinnata merupakan paku air tawar yang dapat hidup dikolam, danau, rawa

dan sungai kecil. A. pinnata. Berasosiasi dengan ganggang biru-hijau (Anabaena)

yang dapat memfikasi N dari udara bebas dalam bentuk amonia yang dapat diserap

oleh tanaman. A. pinnata. Menurut Giller (2001:47) merupakan tanaman paku-

pakuan yang termasuk dalam famili Salviniaceae tetapi ada juga yang mengatakan A.

pinnata masuk kedalam famili Azollaceae. A. pinnata dapat dimanfaatkan sebagai

sumber pupuk hijau yang memiliki kandungan unsur hara dan kandungan unsur kimia

yang dibutuhkan oleh tanaman. A. pinnata yang akan dimanfaatkan oleh tanaman

sebagai sumber mikro dan makro, sehingga proses pertumbuhan suatu tanaman dapat

berjalan dengan semestinya. Selain itu A. pinnata mampu membantu pertumbuhan

tanaman tanpa mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut

Tulung (2010:68). A. pinnata dapat diklasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Bangsa : Salvinlales
Suku : Salviniaceae
Marga : Azolla
Jenis : Azolla pinnata
19

a b

Gambar 2.9 (a) Azolla pinnata (b) bentuk daun Azolla pinnata (Dokumentasi Pribadi, 2016).

Tanaman paku-pakuan yang termasuk dalam family Salviniaceae tetapi ada

juga yang mengatakan A.pinnata termasuk kedalam family Azollaceae. A.pinnata

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau yang memilki kandungan unsur hara dan

kandungan unsur kimia yang di butuhkan oleh tanaman. A. pinnata dapat

menyuburkan, memperbaiki kondisi tanah unsur hara, dan zat kimia yang terkandung

didalam A.pinnata yang akan dimanfaatkan oleh tanaman sebagai sumber makro dan

mikro, sehingga proses pertumbuhan suatu tanaman dapat berjalan dengan baik

semestinya. Selain itu A. pinnata mampu membantu pertumbuhan tanaman tanpa

mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman tersebut. Kandungan unsur hara dan zat

kimia berdasarkan berat kering dapat disajikan pada Tabel 2.1 Berikut:

Tabel 2.1 Kandungan unsur hara A. pinnata


NO Unsur Hara Persentasi (%)
1 Nitrogen (N) 4,5
2 Fospor (P) 0,5-0,9
3 Kalsium (Ca) 2,0-4,5
4 Magnesium (Mg) 0,5-0,65
5 Mangan (Mn) 0,11-0,16
6 Ferum (Fe) 0,06-0,26
7 Kalium (K) 0,4-1,0
(sumber: Arifin, 1996:36)
20

Menurut Arifin (1996:46), bahan organik dapat dijadikan bahan baku dalam

pembuatan kompos, akan tetapi proses pengomposan A.pinnata memerlukan waktu

yang lama yaitu 3-6 bulan dalam keadaan pengomposan termofilik dengan bentuk

yang stabil. Untuk pengomposan A.pinnata diperlukan metode sendiri. Misalnya,

penambahan bioaktivator yang mengandung jamur dari genus Trichoderma. Secara

umum pengomposan dengan sistem aerobic termasuk pengomposan A.pinnata adalah

modifikasi yang terjadi secara biologis.

Modifikasi yang terjadi secara biologi pada struktur kimia atau bahan biologi

organik ini akan menimbulkan keuntungan, dimana proses pengomposan dibantu oleh

mikroorganisme tanah yang ditandai dengan perubahan temperatur. Hasil dari

dkomposisi bahan organik sebagai berikut:

Mikroba aerob
Bahan organik CO2 + H20 + Hara + Humus + energy

Selanjutnya Gatot (2012:2) menjelaskan bahwa dalam pembuatan kompos

diperlukan A.pinnata tempat khusus dan idealnya terdiri atas satu ruangan khusus

dalam keadaan termofilik, sebab proses pengomposan sangat membutuhkan waktu

yang lama. A.pinnata merupakan salah satu pupuk yang mampu membuat keadaan

fisik, kimia dan biologi tanah menjadi baik, kandungan unsur hara kompos A.pinnata

lebih tinggi terutama kandunga unsur Nitrogen (N) dan tidak tercemar logam berat

yang dapat merugikan tanaman.

Banyaknya unsur hara yang dikandung oleh suatu pupuk merupakan faktor

utama untuk pertumbuhan suatu tanaman, karena jumlah unsur hara mampu

menentukan kenaikan kadar unsur hara dalam tanah. Pada dasarnya makin tinggi
21

kadar unsur haram akin baik pertumbuhan suatu tanaman. Kadar unsur hara dalam

pupuk adalah N, P, dan K. Unsur hara inilah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.

Sehingaa pengambilan unsur hara dari tanah oleh tanaman melalui pertukaran kation

atau anion antara akar dengan larutan. Kemampuan pertukaran ini tergantung pada

jenis tanaman. Misalnya tanaman Dicotyledoneae lebih cepat dan tinggi dalam proses

pertukaran unsur haranya dibandingkan tumbuhan monokotil (Sarwono, 2007:99-

107).

2.4 Tanah Bekas Tambang Batubara

Tanah bekas tambang batubara merupakan tumpukan tanah atau lahan

marginal yang miskin akan unsur hara yang lapisan atas (top soil) berada dibagian

bawah dan lapisan bawah (sub soil) berada bagian atas (Gambar 2.10). Tanah ini

banyak mengandung logam dan rendahnya kesuburan tanah sebagai akibat buruknya

sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, kehadiran unsur-unsur yang dapat bersifat

racun seperti aluminium, besi, dan mangan yang terjadi pada tanah bereaksi masam

(pH 4-5), serta kehadiran lapisan penghambat sehingga daerah pertumbuhan akar

menjadi sangat terbatas. Kapasihtas Tukar Kation (KTK) rendah dan bertekstur pasir.

a b
Gambar 2.10 (a) Kondisi lahan batubara PT. Nan Riang (b) lubang bekas
galian yang menjadi kolam (Dokumentasi Pribadi, 2016).
22

Tanah bekas tambang ini memerlukan perlakuan khusus untuk dapat menjadi

media tanam yang baik bagi tanaman, yakni dengan cara mencampurkan pupuk

organic dan merupakan sumber karbon bagi tanaman (Ulfah,2010:201).

PT. Nan Riang merupakan Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang

pertambangan batubara di Desa Ampelu Mudo, Ampelu Tuo dan Bejeba, Kecamatan

Muaro Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Izin usaha pertambangan

batubara PT. Nan Riang diperoleh tanggal 23 Januari 2003 berupa kuasa

pertambangan eksplorasi batubara seluas 1. 208,56 Ha. (Gambar 2.11) peta lokasi

lahan tambang batubara yang masih belum dimanfaatkan seutuhnya oleh pihak PT.

Nan Riang, Kabupaten Batanghari (SK Bupati Batanghari Nomor:01/kp/2003).

Gambar 2.11 Peta lokasi PT. Nan Riang (Dokumentasi Pribadi, 2016).
23

2.5 Fungi Mikoriza

Mikoriza berasal dari kata aslinya Mycorrhize yang berasal dari bahasa

Yunani yaitu Mykes yang artinya cendawan, dan Rhiza artinya akar, sehingga secara

harfiah berarti cendawan akar atau fungi akar. Mikoriza adalah simbiosis mutualistik,

hubungan antara fungi dan akar tanaman. Mikoriza ini bertindak sebagai pelindung

akar tanaman, meningkatkan toleransi atau melindungi perkecambahan tanaman

terhadap kekeringan, temperatur tinggi, infeksi penyakit jamur, dan keasaman tanah

(Yulipriyanto,2010:108).

Menurut Theresia, dkk (2008:196) asosiasi akar tanaman dan fungi dibagi

menjadi 3 berdasarkan pertumbuhan hifa, yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan

ektendomikoriza. Berikut penjelasan mengenai ketiga kelompok mikoriza

berdasarkan morfologi, fisiologi dan perananya dalam suatu ekosistem terutama pada

perakaran tanaman sebagi berikut:

A. Ektomikoriza

Ektomikoriza (mikoriza ektotropik) jamur yang menginfeksi tidak masuk

kedalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan

korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang. Biasanya juga meyusun

jaringan hifa dengan sangat rapat pada permukaan akar yang disebut selubung.

Selubung ini sering disebut dengan selubung Pseudoparenkim. Kebanyakan jamur

yang membentuk mikoriza adalah Basidiomycetes (family Aminitaceae, Boletaceae,

Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopongonaceae, dan

Sclerodermataceae)
24

Beberapa ordo dari Ascomycetes, terutama Eurotiales, Tuberales, Pezizales,

Helotiales, mempunyai spesies yang diduga membentuk ektomikoriza dengan pohon.

Gambar 2.11 salah satu contoh ektomikoriza.

a. b.

Gambar 2.12 (a) Boletus sp. dan (b) Akar yang terinfeksi (Alamsjah,2010:4)

B. Endomikoriza

Endomikoriza (endotropik) merupakan jamur yang menginfeksi masuk kedalam

jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi tidak membesar. Pada jenis

endomikoriza, jaringan hifa cendawan masuk kedalam sel korteks akar dan

membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikel dan sistem

percabangan hifa yang disebut arbuscular, sehingga endomikoriza disebut juga

vesicular-arbuscular micorrhizae VAM atau FMA. FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula)

adalah struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai maniferstasi adanya

simbiosis mutualistic antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza). Endomikoriza

banyak mendapat perhatian karena peyebarannya lebih luas dan dapat berasoisasi

dengan hampir 90% spesies tanaman tingkat tinggi, salah satunya adalah FMA.
25

Jamur endomikoriza masuk kedalam sel korteks dari akar serabut (feeder roots).

Gambar 2.12 salah satu spora dan cara infeksi endomikoriza dan proses infeksi akar

oleh endomikoriza.

Gambar 2.13 (a) Spora Glomus sp. dan (b) Akar yang terinfeksi (Mansur,2012:19)

Gambar 2.14 Penampang akar yang terinfeksi mikoriza (Brundrret, 1995 dalam Mansur ,
2010:19)
Menurut Faisal (2012:9) Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun

membentuk miselium yang tersusun longgar pada permukaan akar. Jamur juga

membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks, sehingga sering
26

disebut dengan FMA (Vesicular-Arbuscular Miccorhizal). Sebagai contoh jenis

Glomus, Acaulospora, Gigaspora dan Scutellospora.

1. Genus Glomus

Glomus sp. adalah genus mikoriza dari famili Glomaceae. Genus ini memiliki

keberagaman jenis tertinggi dari yang lain. Beberapa ciri khas dari genus ini yaitu

spora terbentuk secara tunggal ataupun berpasangan dua pada terminal hifa non-

gametangium yang tidak berdiferensiasi dalam sporokarp. Pada saat dewasa spora

dipisahkan dari hifa pelekat oleh sebuah sekat, spora berbentuk globos sub-globos,

ovoid ataupun obovoid dengan dinding spora terdiri dari lebih dari satu lapis,

berwarna hyaline sampai kuning, merah kecoklatan, coklat dan hitam. Berukuran

antara 20-400 μm. Selain itu Glomus sp. tidak bereaksi dengan larutan Melzer.

Glomus berkembang dengan baik pada pH 5.5 sampai 6.5. Morfologi genus Glomus

dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.15 Spora Glomus sp. (Florentina, 2013:13).

2. Genus Acaulospora

Acaulospora sp. adalah genus mikoriza yang termasuk dalam famili

Acaulosporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri khas antara lain yaitu memiliki
27

2–3 dinding spora, spora terbentuk di sisi samping leher sporiferous saccule,

berbentuk globos hingga elips, berwarna hyaline, kuning, ataupun merah

kekuningan,berukuran antara 100–400 μm. Selain itu ciri khas Acaulospora sp.

adalah dinding spora bagian luar tidak bereaksi dengan larutan Melzer sedangkan

bagian dalam bereaksi dengan larutan Melzer, pada ekosistem hutan asli

Acaulospora mempunyai keanekaragaman jenis yang paling tinggi. Acaulouspora

berkembang dengan baik pada pH 5.0. Salah satu contoh spora Acaulospora dapat

dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Spora Acaulospora scrobiculata (Florentina, 2013:13).

3. Genus Gigaspora

Genus Gigaspora memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bulat besar, coklat

kehitaman berukuran rata-rata 300 μm dan tidak dapat terlihat perbedaan antara

dinding spora dengan germination wall, serta memiliki ciri khusus yaitu Bulbous

suspensor. Spora Gigaspora sp. memiliki dinding sporanya yang terdiri atas satu

kelompok dinding. Salah satu contoh spora Gigaspora dapat dilihat pada Gambar

2.17.
28

Gambar 2.17 Spora Gigaspora (Florentina, 2013:13).

4. Genus Scutellospora

Genus Scutellospora sp. adalah genus mikoriza dari famili

Gigasporaceae. Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora.

Untuk membedakan dengan genus Gigaspora, pada Scutellospora terdapat lapisan

kecambah. Bila berkecambah hifa ke luar dari lapisan kecambah tadi. Spora

bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh. Warna sporanya merah coklat

ketika bereaksi dengan larutan Melzer. Ukuran sporanya rata-rata 165 μm. Salah

satu contoh spora Scutellospora dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Spora Scutellospora (Amalia, 2015:20).

C. Ektendomikoriza
29

Ektendomikoriza (Mikoriza ektendotropik), merupakan jamur yang strukturnya

terdiri karena asosiasi jamur mikoriza dengan akar tumbuhan, sehingga pada

terbentuk hifa dan mampu berkembang ke dalam sel-sel korteks akar tumbuhan dan

memiliki ciri dari kedua yang terdahulu yaitu ektendomikoriza dan endomikoriza.

2.6 Fungsi Mikoriza Arbuskular (FMA)

Merupakan jamur yang akhir-akhir ini banyak digunakan para peneliti

lingkungan, biologi dan pertanian, karena fungsinya dapat membantu pertumbuhan

suatu tanaman dan mikroba ini mampu menyuburkan tanaman dengan merombak

senyawa karbon, nitrogen rasio 9-12 (Gaur,1982 dalam Yulipriyanto, 2010:163).

FMA adalah jamur yang struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-

pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai

tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. Struktur ini mulai

terbentuk 2-3 hari setelah infeksi, diawali dengan penetrasi cabang hifa lateral yang

dibentuk oleh hifa ekstraselular dan intraselular ke dalam dinding sel inang. Asosiasi

FMA pada tanaman merangsang IAA (indole acetic acid), sitokinin, auksin dan

gibberalin, dan asam-asam organic dari akar (Kemas, 2005:53).

Secara umum FMA dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman

salinitas tanah. Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai

cara, yaitu 1) kemampuan tanaman hidup pada tanah salin, 2) produksi yang

dihasilkan pada tanah salin, 3) hasil relatif pada tanah salin dibandingkan dengan

tanah biasa (normal) dan 4) salinitas maksimum yang dapat dialami tanah tanaman

tanpa terjadi penurunan hasil. Pengaruh FMA juga dapat terjadi pada sisi perbaikan
30

fisik tanah, peningkatan aktivitas hidraulik akar pada potensial air tanah rendah

(Danu,2012:20-23).

2.7 Perbanyakan (Kultur Penangkaran) FMA Indigenous

Menurut Nusantara, dkk (2012:44) perbanyakan spora dilakukan dengan cara

sporulasi atau meningkatkan jumlah propagul FMA yang ada di dalam tanah yang

diambil dari lapangan. Hal tersebut perlu dilakukan, mengingat tidak semua FMA

aktif pada periode waktu yang sama. Sebagian FMA jumlahnya melimpah pada

musim hujan, sebagian lainnya pada waktu musim kemarau, dan sebagian lainnya ada

sepanjang tahun. Kultur penangkaran dibuat dengan cara mencampur tanah atau akar

dari lapangan sebagai sumber inokulum dengan medium tumbuh steril dan tanaman

inang yang sesuai. Kultur penangkaran memerlukan waktu yang cukup panjang (± 3

bulan), tetapi menghasilkan spora segar yang mudah diidentifikasi karakteristik

morfologinya. Tanaman inang merupakan faktor yang penting. Apabila akan

digunakan untuk menyelidiki kelimpahan dan keragaman FMA pada satu ekosistem,

maka tanaman inang yang digunakan ialah tanaman yang ada di lapangan tempat

pengambilan contoh tanah. Penggunaan tanaman inang lain, sekali pun tergolong

tanaman yang selama ini diyakini sebagai tanaman generalist, sering kali

menghasilkan kelimpahan dan keragaman yang jauh berbeda. Salah satu tanaman

inang yang dapat digunakan adalah sorgum, jagung dan ubi kayu dan lain.

2.8 Pengayan Materi Ajar Fisiologi Tumbuhan


31

Pengayaan materi ajar fisiologi tubuhan sangat perlu dikembangan. Oleh

sebab itu materi ajar fisiologi tumbuhan akan bervariasi, jika adanya pengayaan

materi yang bisa dilakukan dengan pemanfaatan hasil penelitian, sehingga hasil

penelitian menjadi optimal. Pengayaan materi ini dapat membantu mahasiswa dalam

memahami materi yang terbatas. Pengayaan materi ajar fisiologi tumbuhan yang

berasal dari hasil penelitian dibuat dalam bentuk bahan ajar cetak berupa buku atau

penuntun praktikum.

Ditambahkan Sutanto dan Qurniani (2015:4) pemanfaatan hasil penelitian

sebagai sumber belajar biologi berupa penuntun praktikum dapat membantu

mahasiswa dalam proses belajar, sesuai dengan kurikulum 2013 yang menyatakan

pembelajaran dengan pendekatan ilmiah. Kurikulum 2013 dituntut untuk melakukan

kegiatan dengan pendekatan ilmiah yang bertujuan agar mahasiswa lebih aktif dan

mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat

nyata sehingga dibuatlah buku yang berupa buku popular yang dilengkapi dengan

prosedur eksperimen.

Anda mungkin juga menyukai