Anda di halaman 1dari 33

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seledri (Apium graveolens) merupakan salah satu sayuran daun yang

memiliki manfaat yang banyak, salah satu manfaat tanaman seledri dapat

digunakan sebagai pelengkap masakan dan sebagai tanaman obat-obatan.

Tanaman seledri dapat mengobati berbagai penyakit seperti demam, flu, dan

penyakit pencernaan, penyakit limpa dan hati (Dalimartha, 2005). Daun seledri

juga mengandung gizi antara lain, (per 100 g): air sebanyak 93 ml, karbohidrat 4

gr, Protein 0,9 g, lemak 0,1 g, kalsium 50 mg, fosfor 40 mg, besi 1 mg, vitamin A

130 SI, vitamin B1 0,03 mg, vitamin C 15 mg dan 63 % bagian dapat dimakan

(Dalimartha, 2005).

Tanaman seledri yang banyak mengandung gizi membuat peluang bagi

petani untuk meningkatkan produksi seledri. Produksi tanaman seledri yang baik

berasal dari bibit tanaman seledri yang sehat dan dibarengi dengan media tanam

yang sesuai dengan kebutuhan bibit tanaman seledri. Pembibitan seledri

memerlukan unsur hara yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangannya. Unsur hara ini dapat bersumber dari organik atau anorganik.

Sehingga dibutuhkan media tanam yang baik. Media tanam untuk tanaman seledri

yaitu tanah subur, hitam, dan kaya akan unsur hara. Beberapa media tanam yang

dapat digunakan untuk tanaman seledri diantaranya kompos, tanah, dan arang

sekam.

Kompos merupakan campuran bahan-bahan organik atau proses

perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan


bantuan mikroorganisme. Kompos ditambahkan juga dedaunan yang kaya akan

usur N sehingga memiliki banyak unsur N pada kompos, selain itu media tanam

yang dapat digunakan adalah arang sekam, arang sekam merupakan media yang

memiliki sifat porositas yang baik, ringan, dan mampu menyerap air. Arang

sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang dapat

digunakan tanaman ketika kekurangan hara, hara dilepas secara perlahan sesuai

kebutuhan tanaman (Supriyanto dan Fidryanimgsih, 2010).

Media tanam sangat diperhatikan dalam budidaya tanaman seledri

terutama pada masa pembibitan, sebab media tanam memegang peranan penting

bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu syarat media tanam yang baik adalah

memiliki kemampuan media dalam menyerap air. Menurut Prayugo (2007) media

tanam yang baik harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai tempat tumbuh

tanaman, memiliki kemampuan mengikat air dan menyuplai unsur hara yang

dibutuhkan tanaman, mampu mengontrol kelebihan air (drainase) serta memiliki

sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik, dapat mempertahankan

kelembaban di sekitar akar tanaman.

Berdasarkan latar belakang tersebut telah dilaksanakan percobaan tugas

akhir dengan judul “Pengaruh Berbagai Komposisi Media Tanam Terhadap

Pertumbuhan Bibit Tanaman Seledri (Apium graveolens)” Di Balai Penyuluhan

Pertanian Canduang, Kabupaten Agam.

2
I.2 Tujuan

1. Mengetahui pengaruh berbagai komposisi media tanam terhadap

pertumbuhan bibit tanaman seledri.

2. Mendapatkan komposisi media tanam terbaik untuk pertumbuhan

bibit tanaman seledri.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Seledri

Klasifikasi tanaman seledri menurut Fazal dan Singla (2012), diuraikan

sebagai berikut:

Devisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji tertutup)

Kelas : Magnolisia

Ordo : Apiacedes

Famili : Apiaceae

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens

Seledri merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput atau semak.

Tanaman seledri memiliki akar, batang, tangkai daun dan tidak memiliki cabang

(Haryoto, 2009).

II.2 Morfologi Tanaman Seledri

II.2.1 Akar

Akar tanaman seledri memiliki akar tunggang dan serabut akar yang

menyebar ke samping dengan radius sekitar 5-9 cm dari pangkal batang. Akar

seledri mendekati permukaan tanah sehingga banyak akar yang terlihat dari luar

media tanam. Akar seledri dapat menembus tanah hingga kedalaman 30 cm,

berwarna putih kotor ( Haryoto, 2009).

4
Akar seledri bercabang dan berongga dengan banyak akar adventif. Akar

adventif mendekati permukaan tanah. Sehingga akar adventif terlihat dari luar

(Halfacre dan Barden, 1979, dalam Budiyanto, 2011).

II.2.2 Batang

Batang tanaman seledri lunak (tidak berkayu) dengan bentuk persegi,

beruas-ruas, tidak berambut dan memiliki 5-12 tangkai daun. Batang seledri

tumbuh dengan tegak dan berwarna hijau pucat. Batang seledri memiliki ukuran

yang sangat pendek berkisar 3-5 cm, sehingga tidak kelihatan jelas dan ditutupi

tangkai daun (Haryoto, 2009).

II.2.3 Daun

Daun seledri bersifat majemuk, daunnya menyirip ganjil dengan anakan

daun antara 3-7 helai. Daun menempel pada batang dengan tangkai daun panjang

dan berdaging. Tangkai daun tegak dan lebar dengan pangkal melingkup atau

membentuk talang. Tangkai daun yang lebih muda lebih lembut (Halfacre dan

Barden, 1979, dalam Budiyanto, 2011).

Tepi daun seledri pada umumnya bergerigi, tulang daun menyirip dengan

ukuran panjang sekitar 2-7,5 cm. Tangkai daun tumbuh tegak ke atas atau

kesamping batang, dengan panjang sekitar 5 cm. Tangakai daun memiliki warna

hijau keputihan (Rukmana, 2003).

II.2.4 Bunga

Bunga seledri berwarna hijau keputihan, memiliki tangkai kelopak yang

panjangnya 2,5 cm serta mahkota bunga terbagi lima. Bunga seledri bunga

tunggal dengan tangkai yang tampak jelas. Bunga seledri berukuran kecil dan

5
dapat membuahi sendiri, akan terapi penyerbukan bunga sebagian besar dibantu

oleh serangga penyerbuk ( Rubatzky dan Yamaguchi, 2008).

Bunga seledri juga dapat muncul diketiak daun hingga 3-8 tangkai bunga.

Tangakai bunga bergerombol membentuk bulatan setelah dibuahi akan berbentuk

bulatan kecil hijau sebagai buah muda, setelah tua akan berubah menjadi coklat

muda ( Haryoto, 2009).

II.2.5 Buah

Seledri memiliki buah yang sangat kecil dengan ukuran 1 mm, berdaun

buah ganda yang membelah ketika matang dan berbiji tunggal. Biji berbentuk

oval sangat kecil, sekitar 2500 biji per gramnya. Tanaman seledri merupakan

tanaman penghasil biji terbanyak ( Rubatzky dan Yamaguchi, 2008).

II.3 Syarat Tumbuh Tanaman Seledri

II.3.1 Ketinggian Tempat dan Suhu

Seledri dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada ketinggian 700-

1500 meter diatas permukaan laut, udara sejuk dengan kelembaban berkisar 80-

90% (wahyudi, 2010). Tanaman seledri harus mendapatkan sinar matahari yang

cukup. Sementara untuk pertumbuhan yang baik dan produksi yang tinggi, seledri

menghendaki suhu berkisar antara 15-24 0C namun, pada saat berkecambah

seledri memerlukan suhu yang lebih rendah yaitu 10-18 0C (Haryoto, 2009)

II.3.2 Curah Hujan

Menurut Haryoto (2009), tanaman seledri tidak tahan terhadap air hujan

yang tinggi, sehingga curah hujan yang dikehendaki oleh tanaman seledri berkisar

antara 60-100 mm/bulan. Penanaman seledri ini sebaiknya ditanam pada akhir

6
musim hujan atau periode-periode tertentu yang curah hujannya sesuai. Curah

hujan yang terlalu tinggi dapat membuat tanaman busuk.

II.3.3Derajat Keasaman Tanah (pH)

Menurut Sastradihardja (2011), keasaman tanah yang baik untuk tanaman

seledri yaitu pH antara 5,0 – 6,5 0C. Tanaman seledri menyukai tanah yang

mengandung Natriun, Kalsium, dan Boron. Jika tanaman kekurangan natrium

akan menjadi kerdil, kekurangan kalsium menyebabkan kuncup seledri menjadi

kering, dan apabila kekurangan unsur boron menyebabkan batang dan tangkainya

menjadi retak-retak (Sunarjono, 2007).

Jenis tanah yang paling dikehendaki untuk tanaman seledri yaitu tanah

Andosol. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), tanah andosol merupakan

jenis tanah yang berwarna hitam. Tanah yang berwarna hitam adalah tanah

vulkanik yang berasal dari gunung berapi.

II.3.4 Sinar Matahari

Menurut Haryoto (2009), tanaman seledri merupakan tanaman sub tropis

yang membutuhkan sinar matahari 8 jam/hari. Tanaman seledri juga tidak dapat

terpapar matahari secara langsung secara berlebihan, hal ini menyebabkan seledri

layu dan menguning. Tanaman seledri yang kekurangan cahaya matahari akan

terhambat pertumbuhannya dan memiliki warna yang pucat.

II.4 Media Tanam

Menurut Kusmarwiyah dan Erni (2011), media tanam adalah tempat akar

tanaman tumbuh dan menghisap zat makanan untuk pertumbuhan tanaman serta

tempat memperkokoh berdirinya tanaman, sehingga di dalam media tanam harus

7
tersedia unsur hara yang dibutuhkan. Selain itu pada media tanam juga perlu

diperhatikan yaitu kemampuan dalam penyimpanan air, mudah didapat dan harga

yang relatif murah.

a. Kompos

Kompos merupakan hasil penguraian persial atau tidak lengkap dari

campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat dengan mikroba dalam

kondisi yang hangat dan lembab. Murbandono (2008), menyatakan bahwa

kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik

seperti tanaman, hewan, dan limbah organik lainnya. Kompos sebagai bahan

organik memiliki fungsi untuk memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap

tanah terhadap air dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara.

Kotoran sapi merupakan salah satu bahan yang mempunyai potensi untuk

dijadikan bahan kompos. Kompos kotoran sapi ini mengandung sitokinin dan

giberelin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Unsur hara yang terdapat

pada kompos kotoran sapi yaitu unsur N= 2,33 %, P2O5= 0,65 %, K2O= 1,58 %,

Ca= 1,04%, Mg= 0,33%, Mn= 179 ppm, dan Zn= 70,5 ppm (Wiryanta dan

Bernardius, 2002).

Kotoran sapi sangat mudah didapat dan pengolahannya tidak sulit. Kotoran

sapi juga mengandung N, P, dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos, sehingga

dapat menghasilkan unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur

tanah lebih baik (Iwan, 2002)

Kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai campuran media tanam agar tanaman

yang dihasilkan dapat tumbuh dengan subur dan alami tanpa adanya pupuk

8
buatan. Penggunaan kotoran sapi sebagai kompos jauh lebih aman dan sehat.

Manfaat dari kompos kotoran sapi adalah menyediakan unsur hara bagi tanaman,

serta untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah (Neltriana, 2015).

b. Arang Sekam

Arang sekam atau sekam bakar merupakan hasil pembakaran tidak

sempurna dari sekam padi. Arang sekam berwarna hitam terjadi akibat proses

pembakaran sehingga, daya serap terhadap panas tinggi, menaikkan suhu dan

mempercepat perkecambahan. Arang sekam mengandung unsur N 0,18 %, P 0,08

%, K 0,30 %, Ca 0,14 %, dan unsur Mg yang besarnya tidak terukur dan

mempunyai pH 6-7 (Agustin, Riniarti, dan Duryat, 2014).

Arang sekam memiliki porositas yang tinggi sehingga dapat memperbaiki

aerasi dan drainase media, namun menurunkan kapasitas menahan air pada arang

sekam. Kemampuan menyimpan air pada arang sekam sebasar 12,3% yang

nilainya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pasir yang kapasitasnya sebesar

33,7 % ( Aurum, 2005).

Arang sekam disarankan menjadi bahan campuran media tanam, tetapi

digunakan 25% saja, karena dalam jumlah banyak akan mengurangi kemampuan

media dalam menyerap air. Kemampuan dalam menyerap air yang kurang baik

berpengaruh terhadap tinggi tanaman (Suntoro, 2003).

c. Tanah

Tanah merupakan media tumbuh dan berkembang tanaman. Tanah yang

dijadikan sebagai penopang tumbuh pada tanaman untuk tempat perkembangan

akar, menyuplai kebutuhan air, udara, dan gudang nutrisi seperti senyawa organik,

9
unsur-unsur esensial N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan habitat biota

organisme yang berperan aktif dalam penyediaan hara (Madjid, 2008).

Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi

yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan

bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan.

Tanah terdiri dari empat macam komponen utama, yaitu bahan mineral, bahan

organik, air dan udara. Tanah yang bertekstur remah sangat baik untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena di dalamnya mengandung

bahan organik yang merupakan sumber ketersediaan hara bagi tanaman

(Yulipriyanto, 2010).

Tanah berperan sebagai tempat tumbuh tegak tanaman, tempat persediaan

air, udara, dan unsur hara, serta tempat hidupnya organisme yang mampu

mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah merupakan

kebutuhan utama bagi tanaman. Tanah yang subur adalah tanah yang mengandung

unsur hara, air dan bahan pendukung lain dalam komposisi yang pas sehingga

mampu dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman (Dwidjoseputro, 2011).

Tanaman seledri pada dasarnya membutuhkan tanah yang kaya akan unsur

hara. Syarat tanah untuk tanaman seledri adalah tanah harus subur, gembur, dan

tidak mudah menggenang (becek) (Sastradihardja, 2011).

10
III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan selama enam minggu mulai tanggal 15 maret

2022 sampai 26 april 2022. Penelitian ini dilakukan di Koto Laweh Canduang,

kecamatan Canduang, Kabupaten Agam. Ketinggian tempat 932-1800 meter

diatas permukaan laut.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu cangkul, penggaris, ember, alat tulis. Bahan

yang digunakan biji seledri, arang sekam, tanah, kompos, air, polibag, dan label.

3.3 Metode Pelaksanaan

3.3.1 Perlakuan

Perlakuan pada percobaan ini sebagai berikut:

P1 = Kompos, Tanah, Arang Sekam 1:1:1

P2 = Kompos, Tanah, Arang Sekam 1:2:1

P3 = Kompos, Tanah, Arang Sekam 2:1:1

P4 = Kompos, Tanah, Arang Sekam 1:1:2

Setiap perlakuan terdiri dari 5 polibag dan seluruhnya dijadikan sampel,

sehingga percobaan ini terdiri atas 20 tanaman.

3.3.2 Persiapan Media Tanam

Persiapan media tanam dilakukan pada minggu ke tiga bulan februari

2022. Media tanam yang digunakan adalah tanah, kompos, dan arang sekam

11
dengan perbandingan yang disesuaikan dengan perlakuan masing-masing. Media

tanam ditakar menggunakan botol aqua gelas bekas. Media tanam yang sudah

ditakar di aduk dengan rata dan dihaluskan.

Media tanam yang sudah dihaluskan dimasukkan kedalam polibag dengan

masing-masing 5 polibag setiap perlakuan. Polibag diisi dengan media tanam ¼

bagian, kemudian media tanam dipadatkan lalu, diisi sampai penuh. Media tanam

disiram terlebih dahulu sampai tanah dalam kapasitas lapang. Media tanam

diletakkan pada tempat yang tidak terpapar matahari secara langsung.

3.3.4. Persiapan benih

Biji yang digunakan untuk persiapan benih varietas lokal. Persiapan benih

seledri dilakukan dengan merendam biji menggunakan air. Biji direndam selama

15 menit. Biji yang mengapung dibuang karena tidak baik untuk dijadikan benih.

Biji yang tidak mengapung dapat dijadikan benih untuk bibit seledri dan siap

untuk disemai.

3.3.3. Penanaman

Penanaman dilakukan dihari yang sama dengan persiapan media tanam.

Penanaman benih seledri dilakukan dengan menanam biji yang sudah direndam

dan disortir. Setiap media tanam diisi 5 benih seledri, benih diletakkan pada

permukaan media tanam. Benih yang sudah diletakkan ditutup kembali dengan

tanah tipis.

12
3.3.5. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman tanaman seledri dilakukan 1 kali sehari pada pagi hari.

Penyiraman ini dilakukan menggunakan sprayer. Sprayer diisi dengan air dan

disemprotkan pada media tanam.

b. Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada umur tanaman seledri 3 minggu setelah

tanam. Penjarangan dilakukan dengan cara mencabut tanaman seledri. Tanaman

seledri yang ditinggalkan cukup 1 tanaman yang sehat.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh disekitar tanaman.

Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang berada disekitar tanaman.

Gulma yang tumbuh disekitar tanaman yaitu gulma berdaun sempit. Gulma yang

tumbuh disekitar tanaman dicabut dengan hati-hati agar perakaran tanaman tidak

terganggu.

3.3.6 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada pembibitan tanaman seledri antara lain:

a. Umur Muncul Kecambah

Umur muncul kecambah di amati mulai dari hari pertama setelah tanam

sampai benih tumbuh. Kriteria benih yang sudah berkecambah diantaranya sudah

terlihat plumula. Plumula yang muncul terlihat berwarna putih.

13
b. Persentase Tumbuh (%)

Persentase tumbuh dihitung dengan cara menghitung jumlah bibit yang

tumbuh, kemudian dibagi dengan total benih yang disemai dan dinyatakan dalam

persen (%). Pengamatan dilakukan sekali seminggu mulai dari minggu pertama

sampai minggu ke enam setelah tanam.

c. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung dengan cara melihat daun yang sudah terbuka

sempurna pada tanaman seledri saat pengamatan. Pengamatan dilakukan 1 kali

seminggu. Pengamatan dilakukan mulai tanaman berumur 3 minggu sampai 6

minggu setelah tanam.

d. Lebar daun

Lebar daun diukur pada bagian daun yang terlebar pada saat pengamatan.

Lebar daun dapat diukur dengan menggunakan penggaris. Pengamatan dilakukan

1 minggu sekali pada minggu ke 3 sampai minggu ke 6 setelah tanam.

e. Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada umur tanaman 3 minggu

sampai 6 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan 1 kali seminggu. Tinggi

tanaman di ukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun terpanjang.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris.

14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini yaitu umur muncul

kecambah, persentase tubuh, jumlah daun, lebar daun, dan tinggi tanaman. Hasil

Pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Hasil pengamatan pertumbuhan bibit tanaman seledri

Pada Umur 6 Minggu setelah Tanam


Umur Muncul
Persentase Jumlah Lebar Tinggi
Perlakuan Kecambah
Tumbuh Daun Daun Tanaman
(hst)
(%) (helai) (cm) (cm)
P1 6 100% 4,40 0,92 2,68
P2 7 100% 4,20 1,00 2,66
P3 7 100% 4,00 0,86 2,30
P4 10 100% 3,80 0,86 2,26

Hasil pengamatan pada tabel 1 menunjukkan bahwa benih seledri yang

paling cepat berkecambah adalah perlakuan P1 yaitu 6 hari setelah tanam,

sedangkan muncul kecambah pada perlakuan P2 dan P3 yaitu 7 hari setelah

tanam. Perlakuan P4 muncul kecambah paling lama yaitu 10 Hari setelah tanam.

Persentase tumbuh pada masing-masing bibit tanaman seledri memiliki rata-rata

persentase tumbuh 100%. Rata-rata jumlah daun terbanyak adalah perlakuan P1

yaitu 4,40 helai dan yang paling sedikit perlakuan P4 yaitu 3,80 helai. Lebar daun

pada bibit tanaman seledri ini juga memiliki rata-rata yang sama yaitu pada

perlakuan P3 dan P4 sebanyak 0,86 cm. lebar daun terlebar pada perlakuan P2

dengan rata-rata 1,00 cm. Tinggi tanaman tertinggi pada pembibitan tanaman

seledri ini pada perlakuan P1 yaitu 2,68 cm dan terendah pada perlakuan P4 yaitu

2,26 cm.

15
4.2. Pembahasan

Muncul kecambah benih seledri yang pertama berdasarkan tabel 1 yaitu

pada perlakuan P1. Hal ini disebabkan karena kebutuhan air dan lingkungan pada

P1 sesuai untuk perkecambahan benih seledri. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rahmat (2005), yang mengungkapkan bahwa tanaman hendaknya berada pada

suatu lingkungan yang mampu memberikan kandungan air dan nutrisi yang

memadai, selain itu media tanam memiliki drainase dan pH yang baik bagi

pertumbuhan benih.

Muncul kecambah paling lama terjadi pada perlakuan P4 yaitu 10 hari

setelah tanam. Hal ini disebabkan karena pada media tanam memiliki porositas

tanah yang banyak sehingga sulit dalam menahan air dan kelembabannya kurang

terjaga. Menurut Perbawa (2006), media tanam yang baik adalah yang dapat

memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, suhu yang sesuai, drainase yang

baik dan bebas dari patogen yang dapat merusak pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan Tabel 1. Persentase tumbuh pada setiap perlakuan pada

minggu ke-6 adalah 100%. Persentase tumbuh dapat dilihat dari tumbuhnya

seluruh benih yang ditanam. Tingginya persentase tumbuh di sebabkan karena

faktor lingkungan yang baik sehingga memenuhi kebutuhan benih untuk tumbuh.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi persentase tumbuh adalah kelembaban,

suhu dan cahaya matahari yang sesuai. Menurut Elfarisna (2017), persentase

hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor internal dan eksternal.

Faktor internal dipengaruhi oleh faktor genetika tanaman itu sendiri, sedangakan

16
faktor eksternal dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu, kelembaban,

ketersediaan air dan hara.

Lebar daun pada setiap perlakuannya berbeda-beda. lebar daun tertinggi

pada perlakuan P2 yaitu 1,00 cm dan ter rendah pada perlakuan P3 dan P4 yaitu

0,86 cm. Hal ini bisa disebabkan karena ketersediaan air dan unsur hara pada

pembibitan tanaman seledri. Air merupakan salah satu komponen yang

dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis memerlukan

aerasi yang baik pada media tanam agar dapat mendukung akar tanaman dalam

menyerap air dan unsur hara secara optimal. Kemudian disalurkan ke tanaman

untuk proses metabolisme yang berperan dalam pembentukan lebar daun.

Menurut Fahmi (2014), media yang tepat membantu proses fotosintesis pada

tanaman sehingga memberikan pertumbuhan yang baik pada lebar daun.

Tanaman seledri yang memiliki jumlah daun tertinggi pada perlakuan P1

yaitu 4,40 helai dan yang terrendah pada perlakuan P4 yaitu 3,60 helai. Perlakuan

P1 yang diberi perbandingan 1:1:1 pada media tanamnya merupakan media tanam

yang seimbang. Media tanam yang seimbang membuat struktur tanah menjadi

bagus, dan membuat pertumbuhan tanaman akan lebih bagus. Pertumbuhan yang

bagus berpengaruh terhadap jumlah daun yang dihasilkan. Menurut Dikpang

(2020), komposisi media tanam yang baik untuk tanaman seledri dengan media

tanam tanah, kompos dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1.

Jumlah daun paling rendah terdapat pada perlakuan P4. Hal ini

dikarenakan media tanam yang digunakan tidak seimbang. Media tanam yang

digunakan menggunakan arang sekam dengan perbandingan sekam 2 dan media

lainnya 1. Pemberian arang sekam yang terlalu banyak membuat media tanam

17
memiliki porositas yang besar sehingga media tanam sulit menahan air dan mudah

mengering. Menurut Kiswondo (2011), arang sekam memiliki porositas yang

tinggi dan mempunyai sifat sulit terdekomposisi sehingga sulit dalam menahan air

dan mudah mengering.

Unsur hara dan daya serap air berpengaruh terhadap tinggi tanaman.

Berdasarkan pengamatan minggu ke-6 setelah tanam, tinggi tanaman tertinggi

terdapat pada perlakuan P1 yaitu 2,68 cm. Hal ini disebabkan karena media tanam

pada perlakuan P1 mampu menyediakan unsur hara bagi bibit tanaman seledri.

Menurut Novizan (2005), ketersediaan unsur hara dapat diserap tanaman

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, apabila tanaman kekurangan unsur hara maka akan

mengganggu kegiatan metabolisme tanaman, sehingga proses pembentukan daun

dan tinggi tanaman akan terhambat.

Berdasarkan tabel 1 tinggi tanaman terrendah terdapat pada perlakuan P4

yaitu 2,26 cm. Hal ini disebabkan karena media tanam pada perlakuan ini terlalu

banyak arang sekam. Menurut Suntoro (2003), arang sekam disarankan menjadi

bahan campuran media tanam, tetapi digunakan 25% saja, karena dalam jumlah

banyak akan mengurangi kemampuan media dalam menyerap air. Kemampuan

dalam menyerap air yang kurang baik berpengaruh terhadap tinggi tanaman.

18
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berbagai komposisi media tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit

tanaman seledri.

2. Komposisi media tanam yang baik untuk pembibitan tanaman seledri adalah

kompos, tanah, arang sekam dengan perbandingan 1:1:1.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan disarankan untuk menggunakan media tanam

kompos, tanah, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1 pada pembibitan

tanaman seledri.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agustin DA, Riniarti M, Duryat, 2014. Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergaji dan
Arang Sekam Sebagai Media Sapih untuk Cempaka Kuning (Michelia
champaca). Jurnal Sylva Lestari 2 (3): 49-58

Aurum, M. 2005. Pengaruh Jenis Media Tanam dan Pupuk Kandang Terhadap
Pertumbuhan Setek Sambang Colok. (Skripsi). Program Studi Agronomi.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 50 hal.

Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesi. Jilid 3, Jakarta. Trubus


Agriwydia.

Dikpag. 2020. Seledri Manfaat dan Teknik Budidaya Organik. Dinas Ketahanan
Pangan Provinsi Nusa Tengga Barat.

Dwidjoseputro. 2011. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Elfarisna, M. 2017. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri (Apium


graveolens L) Terhadap Efesiensi Pupuk Organik Padat. Prosiding
Seminar Nasional 8 November 2017. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Jakarta. Hal 89-93.

Fahmi, Z.I. 2014. Media Tanam sebagai Faktor Esternal yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Tanaman Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Surabaya.

Fazal, S.S., Singla R.K., 2012. Review on the Pharmacognostical &


Pharmacological Characterization of Apium Graveolens Linn, India.

Halfacre danBarden, 1979, dalamBudiyanto.2011.http://repositori.unsil.ac.id/20
PUSTAKA.pdf.

Haryoto. 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik. Kanisius. Yogyakarta.

Indriani.2007.Membuat kompos secara kilat. Penrbar Swadaya. Jakarta.

Iwan. 2002. Proses Pembuatan Pupuk dan Bentuk-bentuk pupuk. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP). Jawa Timur.

Junaidhie. 2007. Perubahan Sifat Fisik Ultisol Akibat Konversi Hutan Menjadi
Lahan Pertanian. Fakultas Pertanian Jambi. Jambi.

20
Kiswondo, S, 2011. Pengaruh Abu sekam dan Pupuk ZA Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Jurnal
Fakultas Pertanian Universitas Moch. Sroedji. Jember.

Kusmarwiyah R. dan Erni S. 2011. Pengaruh media tumbuh dan pupuk organic
cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman seledri ( Apium graveolens
L.) Crop Agro 4(2):7-12.

Madjid, A. 2008. Ilmu Tanah . Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri.

Murbandono, L. 2008. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Neltriana. 2015. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar. Skripsi. Padang. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Perbawa, T.O. 2006. Respon Pertumbuhan dan Produksi Daun Segar Beberapa
Jenis Mentha (Mentha arvensis var javanica) terhadap Berbagai Komposisi
Media Tanam Skripsi. DepartemenAgronomi dan Hortikultura. Fakultas
Pertanian IPB. Bogor. 37 hal.

Prayugo, 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahmat, F. 2005. Studi Bahan dan Media Tanam Stek pada Pembibitan Sambung
Nyawa ( Gynuraprocumbens Lour. Mer)Skripsi Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian IPB.Bogor

Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. (2002). Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.


Yogyakarta.

Rubatzky, V.E., dan Ma Yamaguchi. 2008, Sayuran Dunia : Prisip, Produksidan


Gizi Jilid III, ITB,Bandung.

Rukmana. H. R. 2003. Budidaya Seledri. Kanisius. Jakarta.

Sastradihardja. 2011. Praktis bertanam seledri secara organic. Penerbit Angkasa


Bandung.

Setiawan.2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3: Jakarta.

Sudarmadji et al., 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi ke tiga. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sunarjono, H.H. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.


184 hlm.

21
Suntoro, W, 2003. Pertanian Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan
Upaya dalam pengelolaannya. Jurnal Pidato Pengukuran Guru Besar
Jurusan Ilmu kesuburan Tanah 2003.
Supriyanto dan Fidryaningsih, 2010. Pemanfaatan Arang Sekam untuk
Memperbaiki Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.)
Mix) pada Media Subsoil. Jurnal. SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 01 No.
Hal. 24-28. ISSN:2086-8227.

Wiryanto dan bernardis. 2002. Petunjuk Praktis Bertanam Sayur. Jakarta.


Agromedia Pustaka.

Yulpriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaanya. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

22
Lampiran 1: Dokumentasi kegiatan penelitian

Polybag Benih Seledri Pelipatan Polybag

Pengambilan Tanah Media Tanam Pengadukan Media

23
Campuran Media Tanam Pengisian Polybag Penanaman

Tempat meletakkan Penyiraman Penyiangan


percobaan

Pengaatan Tinggi Tanaman Pengamatana Lebar Pengamatan jumlah

24
Daun Daun

Lampiran 2 : Data Pengamatan

a. Data pengamatan persentase tumbuh (%) pada pembibitan tanaman


seledri dari minggu ke-3 sampai minggu ke-6 setelah tanam.

Perlakua Minggu
Sampel
n 3 4 5 6
1 1 1 1 1
Kompos, 2 1 1 1 1
Tanah,
3 1 1 1 1
Arang
sekam 4 1 1 1 1
(1:1:1) 5 0 1 1 1
Rata-rata 80% 100% 100% 100%
1 1 1 1 1
Kompos, 2 1 1 1 1
Tanah,
3 1 1 1 1
Arang
sekam 4 1 1 1 1
(1:2:1) 5 1 1 1 1
Rata-rata 100% 100% 100% 100%
1 1 1 1 1
Kompos, 2 1 1 1 1
Tanah,
3 0 1 1 1
Arang
sekam 4 1 1 1 1
(2:1:1) 5 1 1 1 1
Rata-rata 80% 100% 100% 100%
1 1 1 1 1
Kompos, 2 1 1 1 1
Tanah,
3 1 1 1 1
Arang
sekam 4 1 1 1 1
(1:1:2) 5 0 1 1 1
Rata-rata 80% 100% 100% 100%

25
jumlah yang tumbuh
Rumus Persentase Tumbuh % = x 100%
jumlah yang ditanam

b. Data pengamatan jumlah daun (helai) pada pembibitan tanaman seledri


dari minggu ke-3 sampai minggu ke-6 setelah tanam.

Minggu
Perlakuan Sampel
3 4 5 6
1 2 2 3 4
Kompos, 2 2 3 3 4
Tanah,
3 2 3 3 5
Arang
sekam 4 2 3 4 5
(1:1:1) 5 0 2 3 4
Rata-rata 1,60 2,60 3,20 4,40
1 2 2 3 4
Kompos, 2 3 3 4 4
Tanah,
3 3 3 3 4
Arang
sekam 4 3 3 4 5
(1:2:1) 5 2 3 4 4
Rata-rata 2,60 2,80 3,60 4,20
1 2 3 3 4
Kompos, 2 2 2 3 3
Tanah,
3 0 2 3 4
Arang
sekam 4 2 3 3 4
(2:1:1) 5 2 3 4 5
Rata-rata 1,60 2,60 3,20 4,00
1 3 3 3 4
Kompos, 2 2 3 4 5
Tanah,
3 2 2 3 3
Arang
sekam 4 2 2 3 3
(1:1:2) 5 0 2 3 4
Rata-rata 1,80 2,40 3,20 3,80

26
c. Data pengamatan lebar daun (cm) pada pembibitan tanaman seledri dari
minggu ke-3 sampai minggu ke-6 setelah tanam.

Perlakua Minggu
Sampel
n 3 4 5 6
1 0,30 0,30 0,50 0,90
Kompos, 2 0,30 0,30 0,50 0,80
Tanah,
3 0,20 0,40 0,70 1,30
Arang
sekam 4 0,30 0,30 0,40 0,80
(1:1:1) 5 0 0,30 0,50 0,80
Rata-rata 0,22 0,32 0,52 0,92
1 0,40 0,40 0,70 1,10
Kompos, 2 0,20 0,30 0,50 0,80
Tanah,
3 0,30 0,40 0,80 1,00
Arang
sekam 4 0,40 0,40 0,70 0,90
(1:2:1) 5 0,20 0,50 0,80 1,20
Rata-rata 0,30 0,40 0,70 1.00
1 0,20 0,30 0,50 0,80
Kompos, 2 0,20 0,20 0,50 1,00
Tanah,
3 0 0,20 0,50 0,90
Arang
sekam 4 0,30 0,30 0,70 0,80
(2:1:1) 5 0,20 0,30 0,60 0,80
Rata-rata 0,18 0,26 0,56 0,86
1 0,40 0,40 0,70 0,90
Kompos, 2 0,20 0,30 0,70 0,90
Tanah,
3 0,30 0,50 0,80 0,90
Arang
sekam 4 0,30 0,40 0,50 0,70
(1:1:2) 5 0 0,20 0,60 0,90
Rata-rata 0,24 0,36 0,66 0,86

d. Data pengamatan tinggi tanaman (cm) pada pembibitan tanaman seledri


dari minggu ke-3 sampai minggu ke-6 setelah tanam

Perlakua Minggu
Sampel
n 3 4 5 6
1 0,80 1,20 1,50 2,30
Kompos, 2 1,40 1,70 1,90 2,20
Tanah,
3 1,70 2,10 2,30 2,50
Arang
sekam 4 2,70 2,50 2,70 3,00
(1:1:1) 5 0 2,80 3,00 3,40
Rata-rata 1,32 2,06 2,28 2,68
Kompos, 1 0,70 1,20 1,40 2,00
Tanah, 2 1,30 1,70 1,80 2,30
Arang 3 2,20 2,20 2,30 2,60

27
4 2,30 2,40 2,60 3,00
5 0,60 3,00 3,20 3,40
sekam
(1:2:1) Rata-rata 1,42 2,10 2,26 2,66
1 0,20 1,10 1,50 2,10
Kompos, 2 0,20 1,40 1,80 2,50
Tanah,
3 0 1,20 1,60 2,30
Arang
sekam 4 1,00 1,10 1,50 2,00
(2:1:1) 5 0,90 1,60 1,90 2,60
Rata-rata 0,46 1,28 1,66 2,30
1 1,70 2,00 2,40 2,70
Kompos, 2 0,70 1,30 1,80 2,30
Tanah,
3 1,20 1,50 1,90 2,40
Arang
sekam 4 0,70 1,40 1,50 1,90
(1:1:2) 5 0 1,10 1,50 2,00
Rata-rata 0,86 1,46 1,82 2,26
e. Tabel Umur Muncul Kecambah

Hari Setelah Tanam


Perlakuan Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 √
Kompos, 2 √
Tanah,
3 √
Arang sekam
(1:1:1) 4 √
5 √
1 √
Kompos, 2 √
Tanah,
3 √
Arang sekam
(1:2:1) 4 √
5 √
1 √
Kompos, 2 √
Tanah,
3 √
Arang sekam
(2:1:1) 4 √
5 √
1 √
Kompos, 2 √
Tanah,
3 √
Arang sekam
(1:1:2) 4 √
5 √

28
Lampiran 3. Profil tempat magang

I.1 Keadaan Umum

I.1.1 Kondisi Geografis

Batas wilayah

 Sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Ampek Agkek

 Sebelah selatan berbatas dengan Gunung Merapi

 Sebelah timur berbatas dengn Kecamatan Baso dan Kabupaten

Tanah Datar

 Sebelah barat berbatas dengan Kecamatan Sungai Puar dan

Banuhampu

Luas Wilayah

Kecamatan Canduang memiliki luas wilayah lebih kurang 52.410

km dengan ketingggian 950 – 1450 mdpl.

I.1.2 Letak Geografis

Keberadaan kecamatan canduang yang terletak dilereng Gunung

Merapi sehingga topografi bergelombang dan berbukit. Jarak

29
kecamatan Canduang ke ibu kota/kabupaten adalah 66 km dengan

kondisi trasportasi yang lancer.

I.1.3 Letak Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sawah-sawah yang berada dikecamatan canduang dialiri oleh air yang

berasal dari Gunung Merapi terdiri dari sungai-sungai kecil sampai

sedang. Apabila musim kemarau yang panjang maka petani kesulitan

mendapatkan air karena debit air yang kecil tidak sesuai dengan

kebutuhan.

I.1.4 Topografi dan Iklim

a. Tanah

Bentuk tanah pada daerah kecamatan canduang memiliki bentuk

tanah dan jenis tanah Andosol dan Latosol.

b. Iklim

 Kelembaban basah

 Suhu malam hari 18-24 0C

 Suhu siang hari 22-28 0C

 Penyinaran matahari rata 6-8 jam/hari

 Curah hujan kurang lebih 2.500 mm/th dengan jumlah hari turun

hujan 129 hari

30
I.2 Struktur Organisasi

Koordinator BPP Canduang

Virgi Astuti, SP.

Sekretaris

Elvia Zahara, SST.

PPS Kec. Canduang PPL WKPP Canduang POPT Kec. Canduang


Koto Laweh
Syafriadi Ifiardi, SP
Endrie sony
Zilva Yeni Spt
Syafrial
Arisman Desri
Yetri asmar
Abizar
Fauzi Rizal
Sudirman
Agus Salim
Suhatril
Neli Oktavia
Erliati
Zulfamiadi
Amrizal
Mashadi A. Ismail 31
Immialis
Revian Rianto
Suherman
I.3 Kebijakan Pemerintah Mendukung Penyelenggaraan Penyuluhan

Pertanian

1. BPP KOSTRATANI : Peraturan menteri pertanian Nomor 49 tahun 2019

tentang komando strategis pembangunan pertanian.

2. Komando strategis pembangunan pertanian kecamatan (kostratani)

Penguatan BPP berbasis IT.

3. Memperkuat 5 peran BPP yaitu:

a. BPP Kostratani sebagai pusat data dan informasi pertanian

Pengumpulan data dan informasi (menyiapkan jadwal, sasaran,

instrumen, dan format data), verifikasi data, validasi data dan unggah

data (laporan utama pembangunan pertanian, simluhtan, cyber

extension dan ERDKK).

b. BPP Konstratani sebagai pusat gerakan pembangunan pertanian

 Perencanaan pembangunan pertanian di kecamatan

( identifikasi kegiatan), programa penyuluhan, penetapan

CPCL (potensi wilayah), CPCL masuk dalam aplikasi simluh,

usulan CPCL kepenanggung jawab di dinas.

32
 Pelaksanaan kegiatan penanggung jawab di dinas

mendistribusikan CPCL yang telah ditetapkan kepada penyuluh

di wilayah kerjanya, dan penyuluh melakukan pendampingan

dan pengawalan.

c. BPP Kostratani sebagai pusat pembelajaran

 Metoda ( kursus tani, sekolah lapangan, demplot, dll)

 Perencanaan (kebutuhan belajar, tujuan belajar, meteri dan

sarana pembelajaran, jadwal, lokasi, CPCL simluh, Fasilitator).

 Pelaksanaan

 Evaluasi dan bimbingan lanjutan

d. BPP Kostratani sebagai pusat konsultasi agribisnis

 Adanya sarana pendukung IT

 Perencanaan (mengumpulkan informasi, mempersiapkan

konten, memilih metode ofline/online)

 Evaluasi (instrument evaluasi, pelaksanaan evaluasi, laporan)

e. BPP Kostratani sebagai Pusat jejaringan Kemitraan

33

Anda mungkin juga menyukai