Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan dan

keinginan manusia semakin meningkat, terutama kebutuhan dalam bidang

pangan. Dalam hal ini industri pangan terus berupaya untuk menciptakan

produk pangan, baik dalam bahan mentah maupun produk siap saji. Begitu

pula pada permintaan kebutuhan akan buah mentimun yang terus meningkat

sejalan dengan pertambahan penduduk, kenaikan taraf hidup, tingkat

pendidikan dan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

nilai gizi (Wijoyo, 2012).

Produksi timun di Kota Kupang menurut Badan Pusat Statistik pada

tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 8,55 ton/ha jika dibandingkan

pada tahun 2016 sebesar 4,1 ton/ha. Produktivitas timun yang meningkat

disetiap musimnya menyebabkan banyak timun yang terbuang begitu saja

disetiap akhir panen dan tidak diolah lebih lanjut untuk menambah nilai guna

maupun nilai jual dari mentimun (Anomim, 2017).

Timun memiliki karakteristik yang mudah rusak (perishable

commodities), mengalami penuaian dan tidak mampu bertahan apabila

dibiarkan dalam kondisi normal (tanpa perlakuan khusus) dalam jangka 3-4

hari. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan petani mengalami penurunan

1
penjualan timun di pasaran, harga komoditi timun menjadi turun dan baik

petani maupun pedagang timun mengalami kerugian (Anomin, 2012).

Berdasarkan  dampak yang timbulkan,  maka perlu dilakukan

pengolahan timunmenjadi suatu produk makanan untuk menghindari

pembusukkan atau kerusakan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah

dengan proses fermentasi. Timun dapat dijadikan sebagai suatu produk

fermentasi seperti produk acar timun.

Fermentasi timun menjadi acar merupakan suatu bentuk pengawetan

bahan pangan dimana pengolahannya, meliputi proses penggaraman, penamba

han bumbu dan lama fermentasi. Perubahan kimia yang terjadi dalam bahan

pangan fermentasi tidak seluruhnya disebabkan kerja mikroorganisme, namun

juga berhubungan dengan perendaman dalam larutan garam, pemasakan, dan

pematangan (Desrosier, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi adalah konsentrasi

garam yang cukup, distribusi garam merata, terciptanya keadaan yang

mikroaerofilik, suhu yang sesuai dan tersedianya bakteri asam laktat (Buckle

et al., 1985 dalam Nataliningsih, 2009). Selain itu mutu hasil fermentasi

dipengaruhi oleh jenis sayuran atau buah yang digunakan, mikroba yang

bekerja, konsentrasi garam, suhu dan waktu fermentasi, komposisi substrat,

pH, dan jumlah oksigen.

Konsentrasi larutan garam dan lamanya waktu fermentasi merupakan

faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap proses fermentasi. Dalam

pengolahan bahan pangan, garam memiliki manfaat selain memberikan rasa

2
asin, juga mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk

sehingga memiliki manfaat sebagai pengawet pada bahan pangan sedangkan

lamanya fermentasijuga menjadi faktor yang mempengaruhi dalam mutu

bahan pangan. Hal ini dibuktikan pada penelitian Lestari (2014), menyatakan

bahwa konsentrasi larutan garam terbaik untuk mempertahankan mutu kimchi

lobak adalah sebesar 2%.

Hayati (2017), menyatakan bahwa konsentrasi garam terbaik untuk

analisa kualitas sauerkraut dari kol adalah sebesar 2,25% dan 2,5%. Variasi

konsentrasi garam memiliki pengaruh terhadap kadar air, aroma, warna, rasa,

dan tekstur. Namun, tidak berpengaruh terhadap pH dan kadar vitamin C.

Sedangkan lama fermentasi menurut Azka (2018), dapat memberikan

pengaruh yang tidak berbeda terhadap pH, kadar air dan kadar vitamin C

dengan waktu 2 hingga 6 hari.

Berdasarkan uraian diatas hingga saat ini belum dilaporkan bahwa

telah dilakukan fermentasi acar timun dengan pengolahan yang tepat.Oleh

karena itu peneliti telah melakukan penelitian tentang “Pengaruh

Konsentrasi Larutan Garam Dan Lama Fermentasi Terhadap

Organoleptik Dan Sifat Kimia Acar Timun (Cucumis sativus L.)

3
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi

terhadap organoleptik (aroma, rasa, dan tekstur) acar timun (Cucumis

sativus L.)?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi

terhadap sifat kimia (kadar air, pH, dan kadar vitamin C) acar timun

(Cucumis sativus L.)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama

fermentasi terhadap organoleptik (aroma, rasa, dan tekstur) acar

timun.

2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama

fermentasi terhadap sifat kimia (kadar air, pH, dan kadar vitamin C)

acar timun.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat meningkatkan produktivitas timun dan menjadi salah satu

alternatif olahan timun bagi masyarakat.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan tambahan referensi bagi

peneliti.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Mentimun (Cucumis sativus L.)

1. Morfologi Mentimun

Gambar 2.1.Mentimun (Cucumis sativus L.)

(Sumber: Rukmana,1994).

a. Akar

Mentimun (Cucumis sativus L.) memiliki akar tunggang dan

bulu-bulu akar tetapi daya tembusnya relatif dangkal, sekitar

kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu, tanaman mentimun termasuk

peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Rukmana, 1994).

b. Batang

Batang mentimun berupa batang lunak dan berair, berbentuk

pipih, berambut halus, berbuku-buku, dan berwarna hijau segar.

Batang utama dapat menumbuhkan cabang anakan.Ruas batang atau

buku-buku batang berukuran 7-10 cm dan berdiameter 10-15 mm.

5
Diameter cabang anakan lebih kecil dari batang utama.Pucuk batang

aktif memanjang (Imdad dan Nawangsih, 2001).

c. Daun

Mentimun terdiri atas helaian daun (lamina), tangkai daun, dan

ibu tulang daun.Helaian daun mempunyai bangun dasar bulat atau

bangun ginjal, bagian ujung daun runcing berganda.Pangkal

daunberlekuk, tepi daun bergerigi ganda. Daun mentimun dewasa

mempunyai ukuran panjang dan lebar yang dapat mencapai 20 cm,

berwarna hijau tua hingga hijau muda, permukaan daun berbulu halus

dan berkerut (Imdad dan Nawangsih, 2001).

d. Bunga

Mentimun berbentuk terompet dan berwarna kuning bila sudah

mekar.Mentimun termasuk tanaman berumah satu, artinya bunga

jantan dan betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman.

Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di

bawah mahkota bunga, sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai

bagian bakal buah yang membengkak (Sumpena, 2001).

e. Buah

Mentimun merupakan buah sejati tunggal, terjadi dari satu

bunga yang terdiri satu bakal buah saja (Imdad dan Nawangsih, 2001).

Buah berkedudukan menggantung dan dapat berbentuk bulat, kotak,

lonjong atau memanjang dengan ukuran yang beragam.Jumlah dan

ukuran duri atau kutil yang terserak pada ukuran buah beragam,

6
biasanya lebih jelas terlihat pada buah muda.Warna kulit buah juga

beragam dari hijau pucat hingga hijau sangat gelap, daging bagian

dalam berwarna putih hingga putih kekuningan. Biji matang berbentuk

pipih dan berwarna putih (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

2. Taksonomi Mentimun

Menurut Sharma (2002), mentimun diklasifikasikan ke dalam

golongan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)


Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Class : Dicotylodenae (Biji berkeping dua)
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Species : Cucumis sativus L.

3. Jenis Mentimun

Pada dasarnya jenis mentimun dikelompokkan menjadi 2 golongan

yaitu, mentimun yang pada buahnya terdapat bintil-bintil di bagian

pangkalnya, dan mentimun yang buahnya halus (Rukmana, 1994).

Golongan mentimun yang buahnya berbintil-bintil dibedakan menjadi 3

macam, yaitu mentimun biasa, watang, dan wuku. Mentimun biasa

ditandai dengan penampilan kulit buah yang tipis, lunak, dan pada saat

buah muda berwarna hijau keputih-putihan, tetapi setelah tua menjadi

berwarna coklat. Mentimun watang memiliki ciri-ciri: kulit buah tebal,

agak keras, buah muda berwarna hijau keputih-putihan dan setelah tua

7
berwarna kuning tua. Mentimun wuku mempunyai ciri-ciri kulit buah

agak tebal dan warna buah mudanya agak coklat (Rukmana, 1994).

Golongan mentimun yang buahnya tidak berbintil-bintil atau

disebut krai dibedakan menjadi 2 macam, yaitu mentimun krai dan

suri.Mentimun kraibuahnya besar, dan cita rasanya seperti mentimun

biasa, sedangkan mentimun suri atau mentimun puan memiliki ciri-ciri:

ukuran buahnya besar hampir 10 kali besar mentimun biasa, bentuknya

lonjong, rasanya manisrenyah, dan umumnya di panen buah tua (masak)

untuk bahan pencampur minuman (Rukmana, 1994).

4. Manfaat Mentimun

Timun sebagai bahan pangan sangat baik untuk menjaga kesehatan

tubuh, misalnya untuk kesehatan mata, jaringan epitel (jaringan yang ada

di permukaan kulit), kulit, gigi, tulang, jaringan tubuh, meningkatkan

energi, dan untuk mencegah berbagai macam penyakit seperti hipertensi,

beri-beri, sariawan, radang lidah, pelagra, dan lain-lain.

8
5. Kandungan Gizi Mentimun

Menurut Rukmana (1994), komposisi gizi buah mentimun tiap 100

gram buah segar adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Komposisi kandungan gizi buah timun

Komposisi gizi Kandungan gizi


Energi (kalori) 12,00cal 12,00 cal
Protein 0,60 gr 0,70 gr
Lemak 0,20 gr 0,10 gr
Karbohidrat 2,40 gr 2,70 mg
Serat 0,50 gr -
Abu 0,40 gr -
Kalsium 19, 00 mg 10,00 mg
Fosfor 12,00 mg 21,00 mg
Kalium 122,00 mg -
Zat besi 0,40 mg 0,30mg
Natrium 5,00 mg -
Vitamin A 0 S. I 0 S.I
Vitamin B1 0,02 mg 0,03 mg
Vitamin B 0,02 mg -
Niacin 0,10 mg -
Vitamin C 10,00 mg 8,00 mg
Air - 96,10 gr
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Rukmana (1994).

B. Larutan Garam

Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan

pangan. Garam berperan penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar

tertentu. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan yang

digunakan, jadi pengendalian pertumbuhan mikroorganisme dengan metode

yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckel, et al.,2010). Garam dapur

merupakan racun untuk jasad renik. Mikroba perusak yang terdapat dalam

9
buah menjadi mati bila ditambah garam. Jika yang dikombinasikan dengan

asam, daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih kuat. Pemakaian

garam dapat dengan cara perendaman dalam larutan garam, pemberian

langsung lantas diaduk atau dengan pelumuran.

Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl (Natrium

Clorida) yang penting garam tersebut harus bersih. Garam dapur yang kotor

mengandung banyak zat-zat lain misal MgCl2, CaSo4, atau bahan lainnya.

Bahan tersebut sangat mempengaruhi mudah tidaknya garam masuk kedalam

bahan yang akan diolah. Rasa dan warna produk yang dihasilkan juga akan

terpengaruh. Penambahan garam akan menyebabkan pengeluaran air dan gula

dari sayur-sayuran dan menyebabkan timbulnya mikroba asam laktat.

Misalnya pada pembuatan sayur asin umumnya ditambah garam sebanyak 2-

2,5% kedalam sayur. Pengaruh pengawetan sebagian berasal dari

pembentukan asam laktat. Hasil fermentasi sayur-sayuran pada umumnya

mempunyai pH antara 2,5-3,5. Keasaman ini tidak dapat berfungsi sebagai

pengawet tanpa adanya garam (Winarno, 2007).

Fungsi larutan garam menurut Apriantono (2004), adalah sebagai

garam yang menarik air dari jaringan bahan sehingga akan menjadi media

yang baik bagi pertumbuhan bakteri asam laktat, timbulnya asam laktat akan

menghambat timbulnya bakteri perusak yang merugikan. Konsentrasi asam

laktat yang digunakan dalam fermentasi asam laktat mempengaruhi jenis

mikroorgannisme yang tumbuh.Bila konsentrasi garam kurang dari 5% maka

bakteri proteolitik dapat tumbuh dan menyebabkan peruaian protein yang

10
ditandai adanya aroma busuk. Sedangkan bila konsentrasi garam lebih dari

15% maka dapat menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat dan

membiarkan bakteri halofilik tumbuh sehingga sehingga proses fermentasi

menjadi gagal.

Selain itu fungsi dari garam ialah sebagai pemberi rasa, masakan tanpa

garam, meskipun diberi bumbu-bumbu yang banyak akan terasa hambar. Dari

beberapa percobaan ternyata, bahwa garam dapat menaikkan rasa manis dari

gula dan mengurangi rasa asam dari berbagai jenis asam.

Garam dalam bentuk larutan mempuyai tekanan osmotik tertentu.

Tekanan osmotik ini akan mengurangi pertumbuhan dari jasat renik. Tekanan

osmotik ini akan tergantung dari jumlah dan ukuran molekul-molekul dalam

larutan. Persenyawaan seperti gula, mempunyai molekul yang besar dan

tekananosmotiknya rendah, sedangkan garam yang molekulnya relatif lebih

kecil, dalam konsentrasi yang sama dengan larutan gula, mempunyai tekanan

osmotik yang lebih besar (Hudaya, 2008).

C. Fermentasi

Fermentasi adalah proses pengolahan yang memanfaatkan aktivitas

metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa antara, produk akhir,

metabolit sekunder maupun biomasaan (Hariyadi, 1999). Fermentasi timbul

sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik dimana beberapa mikroba dapat

mencerna bahan baku energinya (glukosa) yang berasal dari substrat tempat

mikroba tersebut berada tanpa adanya oksigen (Buckle et al., 2010).

11
Fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme penyebab

fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Berdasarkan penambahan starter

(kultur mikroorganisme), fermentasi dibedakan atas dua jenis, yakni

fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan (Crab, 2012):

1. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang berjalan alami, tanpa

penambahan starter, misalnya fermentasi sayuran (acar/ pikel, sauerkraut

dari irisan kubis), terasi, dan lain-lain.

2. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung dengan

penambahan starter/ragi, misalnya tempe, yoghurt, roti, dan lain-lain.

Bahan pangan umumnya merupakan substrat yang baik untuk

pertumbuhan dan akativitas mikroba. Terjadinya fermentasi pada bahan

pangan akan mengakibatkan perubahan pada sifat bahan pangan tersebut.

Menurut Buckle et al.,(2010), fermentasi dapat menyebabkan perubahan yang

menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan dari segi aspek gizi maupun

daya cerna, serta dapat meningkatkan daya simpan. Daulay dan Rachman

(1992), juga menyatakan bahwa melalui fermentasi bahan pangan akan

mengalami perubahan fisik kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya

flavor dan aroma yang disukai.

Hampir semua jenis sayuran dan buah-buahan yang bersifat sayuran

bisa difermentasi, asal cukup mengandung gula dan zat gizi lainnya untuk

pertumbuhan bakteri asam laktat.Faktor-faktor lingkungan yang perlu

diperhatikan adalah (Crab, 2012) yaitu: anaerobik, cukup kadar garam, suhu

dan tersedia bakteri asam laktat.

12
Fermentasi asinan sayur dan buah bertujuan untuk mengawetkan

makanan sehingga memperpanjang umur simpan bahan. Mikroba yang

berperan dalam proses fermentasi ini adalah bakteri pembentuk asam laktat,

sehingga senyawa yang ada dalam bahan dasar sayuran akan dirubah menjadi

asam laktat. Dalam melakukan fermentasi asinan sayur yang perlu

diperhatikan adalah konsentrasi garam yang dipakai, yaitu fermentasi dengan

larutan garam rendah kira–kira 8 % atau 30  salinometer (Sal); dengan larutan

garam konsentrasi tinggi kira–kira 10,5 % atau 40  Sal; atau dengan

penambahan garam kristal yaitu pada pembuatan sauerkraut. Selain

konsentrasi garam, lama fermentasi, dan flavor yang dikehendaki dari

fermentasi tersebut. Bahan harus dipilih yang segar, tidak cacat, seragam, dan

tidak berjamur.

Komposisi kimia bahan merupakan faktor penting yang harus

diperhatikan, terutama kandungan gula. Kandungan gula dalam bahan ini

menentukan perlu tidaknya penambahan gula dari luar, karena gula

merupakan substrat utama fermentasi yang akan diubah menjadi asam laktat

dan senyawa – senyawa lain. Kandungan gula yang baik untuk fermentasi

asam laktat adalah 5–20 %. Untuk bahan yang kandungan gulanya kurang dari

5% perlu dilakukan penambahan gula sebesar kurang lebih 1%.

13
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi menurut

Desroisier (2008), antara lain:

1. pH

Pengukuran pH merupakan parameter yang mempengaruhi

pertumbuhan dan pembentukan produk. Mikroba tertentu dapat tumbuh

pada kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhannya. Sebagian besar

organisme dapat berfungsi dengan baik dengan selang pH antara 3-4 unit

pH. Biasanya bakteri dapat tumbuh pada pH 4-8, khamir biasanya lebih

senang dalam pH 3-6, dan kapang 3-7.

2. Suhu

Suhu yang digunakan selama fermentasi akan mempengaruhi

mikrobayang berperan dalam proses fermentasi. Jika temperatur dinaikkan

maka hasil akan menurun karena media sebagian akan digunakan untuk

mempertahankanhidup atau kebutuhan untuk mempertahankan diri

meningkat.

3. Oksigen

Pengaturan udara akan mempengaruhi populasi mikroba.

Tersedianyaoksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

Jamur besifataerobik (memerlukan oksigen) sedangkan khamir dapat

bersifat aerobik atauanaerobik tergantung pada kondisinya.

14
4. Substrat

Mikroba memerlukan substrat yang mengandung nutrisi sesuai

dengankebutuhan untuk pertumbuhan. Masa panen juga akan sangat

berpengaruhterhadap kadar yang dihasilkan.

E. Acar

Acar adalah sajian berbahan dasar sayur yang difermentasikan. Biasan

ya buah yang digunakan untuk membuat acar adalah timun, wortel, cabai

rawit, dan bawang merah. Mengkonsumsi acar memiliki manfaat seperti,

rendahnya nilai kadar kolesterol dan kalori, memiliki kandungan gizi yang

cukup banyak karena walaupun terdapat fermentasi itu tidak merubah

kandungan serat pada timun hilang, mengandung zat besi, vitamin C dan K,

memiliki kandungan sodium yang tinggi, dan berfungsi sebagai antioksidan.

Hal tersebut dapat membantu untuk menyerang molekul yang dapat merusak

sel kearah jantung ataupun kanker (Caesarra, 2015).

Acar ini memiliki rasa yang sedikit asam karena menggunakan

cukaatau jeruk nipis pada saat proses mengolahnya. Namun tingkat keasaman

yang diberikan oleh acar tergantung pada selera setiap orang yang berbeda.

Karena ada acar yang lebih menonjolkan rasa manis daripada asamnya.

Proses pembutan acar menurut (Taylor, 2012) sebagai berikut:

1. Perlakuan pendahuluan

Perlakuan ini meliputi pemilihan bahan (sortasi) dan pencucian.

Sortasi dimaksudkan untuk memisahkan bahan yang cacat karena

15
pertumbuhan mikroba atau kerusakan mekanis selama penanganan bahan.

Sedangkan pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang

menempel serta untuk mengurangi jumlah mikroba kontaminan. Untuk

mencegah timbulnya jamur dan kontaminan lainnya, sebelum difermentasi

dapat dilakukan perendaman dalam larutan klorin 50 ppm dalam beberapa

saat, baru kemudian dimasukkan dalam wadah secara hati–hati.

2. Penggaraman

Penggaraman adalah proses yang penting dalam pembuatan fermentasi

asinan sayur agar terjadi proses fermentasi yang dikehendaki. Larutan

garam berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam bahan karena tekanan

osmosis. Cairan bahan yang banyak mengandung gula, protein, lemak dan

mineral ini merupakan media selektif  bagi pertumbuhan bakteri dan

mikroba lain. Besarnya tekanan osmosis ini tergantung pada jumlah dan

ukuran molekul garam dalam larutan. Garam yang mempunyai ukuran

molekul besar akan mempunyai tekanan osmosis yang rendah, demikian

juga sebaliknya ukuran molekul yang relatif kecil dapat memperlihatkan

tekanan osmose yang besar. Garam yang digunakan harus bersih dan tidak

terkontaminasi dengan bakteri halofilik, serta tidak tercampur dengan

bahan – bahan lain. Pada saat cairan bahan keluar dari bahan, garam akan

diserap oleh bahan sehingga bahan menjadi kukuh dan renyah. Akibat dari

peristiwa ini konsentrasi garam dalam larutan akan turun. Hal ini akan

memungkinkan pertumbuhan mikroba pembusuk.

16
Teknik penggaraman pada fermentasi asinan sayur dan buah ada dua

cara yaitu (Taylor, 2012):

a. Dry salting : yaitu penggaraman dengan menggunakan garam kristal

sebanyak 50 gram per kg bahan.

b. Brine salting : yaitu penggaraman dengan merendam dalam larutan

garam kosentrasi 20 – 40   Sal atau antara 5,3 – 10,5%.

Berdasarkan lama perendaman dalam larutan garam, dikenal dua

macam fermentasi asinan sayur dan buah yaitu (Taylor, 2012):

a. Brine pickle : dengan dilarutkan dalam larutan garam selama beberapa

minggu.

b. Fresh pack pickle (unfermented pickle): dengan direndam dalam

larutan garam selama beberapa jam sampai semalam.

Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan–perubahan

fisikawi, biokimiawi, maupun mikrobiawi yang akan berpengaruh

terhadap mutu yang dihasilkan. Perubahan – perubahan ini dapat dilihat

dari perubahan warna, flavor, tekstur, keasaman yang dihasilkan. Faktor–

faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan asinan dan buah sayur

adalah (Taylor, 2012):

a. Bahan dasar

b. Garam

c. Air

d. Suhu

e. Oksigen

17
F. Pengolahan Fermentasi Acar Timun

Menurut Bukle et al., (2010), proses pengolahan acar tradisional untuk

produk seperti mentimun meliputi dua tahapan yaitu pengasinan dan

fermentasi untuk menghasilkan stok garam, dan pengolahan selanjutnya dari

stok garam untuk menghasilkan produk yang dapat diterima. Sayuran

ataubuah setelah persiapan yang memadai, kemudian direndam dalam larutan

garam 3-10% dalam kondisi anaerobik, organisme-organisme pembentukasam

laktat berkembang menyebabkan terhambatnya organisme-organisme

pembusuk untuk jangka waktu beberapa minggu tergantung keadaannya. Jadi

dengan diberikannya cukup garam dan adanya karbohidratproduk dapat

difermentasikan.

Hasil difermentasi secara lengkap mengandung 20% garam, 0,5-1,5

asam, cukup aman dari kerusakan oleh mikroorganisme dan dapat disimpan

untuk jangka waktu yang cukup lama. Walaupun demikian, konsentrasi

garamnya terlalu tinggi untuk langsung dikonsumsi dan selama pengolahan

konsentrasi garam diturunkan sampai kira-kira 5%, jadi dibutuhkan kenaikan

kadar asamatau pengolahan pasteurisasi dalam panas untuk menjadikan

produk aman dari kerusakan mikroorganisme (Bukle, et al.,2010).

Untuk sayur dan buah misalnya kubis atau mentimun, fermentasi yang

terjadi ialah fermentasi asam laktat. Produk yang dihasilkan berupa asinan

kubis (suerkraut), acar timun (pickles). Pada fermentasi mentimun lebih

18
disukai yang kecil, cukup muda dan segar dengan daging buah yang keras,

tebal dan belum lama waktu setelah dipetik.

Fermentasi yang lama dengan konsentrasi garam yang lebih Proses

fermentasi yang berlangsung selama dua minggu atau lebih tergantung dari

ukuran mentimun, suhu kamar dan konsentrasi garam. tinggi dapat

menghasilkan produk berkualitas tinggi. Pemberian garam harus hati-hati

jangan sampai langsung tenggelam kedalam wadah. Setelah fermentasi

selesai, acar mentimun direndam dalam air hangat untuk menghilangkan

garam (Hudaya, 2008).

G. Enzim

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel

hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang

secara kolektif membentuk metabolisme-perantara dari sel. Dengan adanya

enzim, molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya

menjadi molekul lain yang disebut produk. Enzim tersusun atas asam-asam

amino yang melipat-lipat membentuk globular, dimana substrat yang

dikatalisis bisa masuk dan bersifat komplementer (Martoharsono, 2006).

Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan meliputi:

1. Pada suhu yang tinggi enzim rusak. Kemudian, pada suhu yang

rendah atau nol derajat celcius atau di bawahnya, enzim tidak dapat

bekerja meski tidak rusak. Pada suhu yang rendah sisi aktif atau

protein yang terdiri dari apoenzim akan mengalami koagulasi. Pada

19
suhu yang tinggi bagian ini akan mengalami yang dinamakan dengan

denaturasi.

2. Inhibitor atau zat penghambat. Inhibitor memiliki struktur yang

mirip dengan substrat. Selain itu, dapat bergabung dalam reaksi

enzimatik. Akibatnya, aktivitas enzim menjadi terganggu. Inhibitor

yang menghambat kerja enzim pada sisi aktif dinamakan dengan

inhibitor kompetitif. Sedangkan, yang menghambat kerja enzim pada

sisi pasif dinamakan dengan inhibitor non-kompetitif.

20
H. Penelitian yang relevan

Tabel 2.2. Penelitian yang relevan dan sudah dilakukan

No Peneliti Judul Hasil dan Kesimpulan Penelitian

1. Azka dkk., 2018 Pengaruh Konsentrasi Garam  Perbedaan konsentrasi larutan garam


dan Lama Fermentasi dan lama fermentasi tidak berpengaruh pada
Terhadap Sifat Kimia dan kadar air, total padatan terlarut, pH, dan
Organoleptik Kimchi berbeda nyata pada kadar vitamin C

2. Hayati dkk.,2017 Analisis Kualitas Sauerkraut Konsentrasi larutan garam berpengaruh nyata 


(Asinan Jerman) dari Kol terhadap kandungan total padatan terlarut,
(Brassica oleracea) Selama susut bobot, kadar air, asam laktat, aroma,
Fermentasi dengan Variasi rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan dan
Konsentrasi Larutan Garam tidak berpengaruh terhadap pH, Vitamin C,
aw. Hasil uji organoleptik sauerkraut pada
semua perlakuan umumnya yang diminati
panelis adalah perlakuan dengan konsentrasi
2,25% dan 2,5%

3. Lestari dkk.,2014 Pengaruh Konsentrasi Konsentrasi larutan garam


Larutan Garam dan Suhu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
Fermentasi Terhadap Mutu terhadap kadar air, total padatan terlarut,
Kimchi Lobak. total asam laktat, kadar vitamin C, kadar
serat, uji organoleptik aroma, rasa dan
tekstur

21
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2019, bertempat di

UPT Laboratorium MIPA Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

B. Alat dan Bahan

Alat digunakan dalam penelitian ini antara lain : timbangan analitik,

wadah kaca, pisau, gelas ukur, gelar beker, labu ukur, pengaduk kayu/plastik,

baskom, blender, mortal beserta alu, pH meter,oven, desikator, beaker glass,

kertas saring, erlemeyer, pipet tetes, batang pengaduk, alumunium foil, labu

takar,dan buret. Bahan yang digunakan meliputi mentimun lokal yang

diperoleh dari pasar tradisional (Inpres Naikoten I Kota Kupang), larutan pati

1%, larutan iodin 0,01 N, garam dapur (merek dolphin dan garam lokal), gula

pasir, bahan bumbu, jeruk nipis, dan aquades.

C. Metode penelitian

Metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) pola

faktorial yakni konsentrasi larutan garam (merek dolphin dan lokal) (G) 2%,

2,25% dan 2.5% (Hayati dkk, 2017) dan lama fermentasi (T) 2 hari, 4 hari dan

6 hari (Azka dkk, 2018). Penelitian ini menggunakan 2 kali ulangan dengan

masing-masing merek garam yang berbeda dengan demikian terdapat 36

kombinasi perlakuan.

22
D. Prosedur penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari

tahapan-tahapan penyiapan alat-alat dan bahanacar timun segar, pembuatan

larutan garam, pembuatan bumbu, penggaraman, dan fermentasi.

1. Tahap persiapan

a. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan

sterilisasi selama 30 menit.

b. Bahan baku timun yang digunakan disortir terlebih dahulu, dipilih

bahan yang muda, bertekstur keras dan bebas dari segala bentuk cacat.

2. Preparasi Sampel

a. Pembuatan NaCl

Pembuatan NaCl (merek. dolphin dan Lokal) 2%, 2,25% dan 2,5%

dilakukan dengan cara ditimbang garam masing-masing sebanyak 2

gram, 2,25gram dan 2,5 gram dan ditambahkan aquades hingga 100

ml dan dihomogenkan.

2
Konsentrasi 2% = x 100 ml = 2 g
100

2,25
Konsentrasi 2,25% = x 100 ml = 2,25 g
100

2,5
Konsentrasi 2,5% = x 100 ml = 2,5 g
100

b. Pembuatan bumbu

Bahan-bahan yang digunakan sebagai bumbu untuk masing

perlakuan yaitu bawang merah diiris tipis sebanyak 2 gram. Cabai

23
merah yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 gram. Jahe dan

lengkuas yang dihaluskan dan ditimbang masing-masing 1 gram.Gula

pasir sebanyak 5 gram danperasan air jeruk nipis sebanyak 4 sdt.

c. Penggaraman

Timun dipotong bagian ujungnyasambil digosok-gosokkan kedua

sisi bekas potongan tersebut agar keluar getahnya yang menyebabkan

pahit, dicuci hingga bersih. Kemudian kulit timun dikupas dan dibelah

memanjang lalu buang bijinya. Selanjutnya timun dipotong kubus

dengan ukuran ± 1,5 cm. Ditimbang sebanyak 100 gram pada setiap

perlakuan dicampurkan bumbudan jeruk nipis sebanyak 4 sdt ke dalam

timun yang telah ditimbang, kemudian diaduk hingga meratauntuk

masing-masing direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi

garam yang telah ditentukan.

d. Fermentasi dilakukan pada campuran timun sesuai lamafermentasi

dengan perlakuan yaitu, G1= 2 hari, G2= 4 hari, G3=6 hari disimpan

dengan suhu kamar. Kemudian dilakukan analisa parameter uji

organoleptik dan analisis sifat kimia.

24
E. Perlakuan Penelitian

Tabel 3.1. Kombinasi Unit Perlakuan

Merek Garam Konsentrasi Lama Kombinasi Unit


(d) dan (l) larutan garam Fermentasi (G*T) Perlakuan
(G) (T)
T1 G1T1 G1 T1U1
G1T1 U2
G1 T2 G1T2 G1 T2 U1
Dolphin G1 T2 U2
T3 G1T3 G1T3 U1
G1 T3 U2
T1 G1T1 G1 T1U1
G1T1 U2
G1 T2 G1T2 G1 T2 U1
Lokal
G1 T2 U2
T3 G1T3 G1T3 U1
G1 T3 U2
T1 G2T1 G2 T1U1
G2T1 U2
T2 G2T2 G2 T2 U1
Dolphin G2
G2 T2 U2
T3 G2T3 G2 T3 U1
G2 T3 U2
T1 G2T G2 T1U1
1 G2T1 U2
T2 G2T2 G2 T2 U1
Lokal G2
G2 T2 U2
T3 G2T3 G2 T3 U1
G2 T3 U2
T1 G3T1 G3 T1U1
G3T1 U2
T2 G3T2 G3 T2 U1
Dolphin G3
G3 T2 U2
T3 G3T3 G3 T3 U1
G3 T3 U2
T1 G3T1 G3 T1U1
G3T1 U2
T2 G3T2 G3 T2 U1
Lokal G3
G3 T2 U2

25
T3 G3T3
G3 T3 U1
G3 T3 U2
Konsentrasi larutan garam (G) Lama fermentasi (T) Merek garam Ulangan (U)

G1: 2% T1 : 2 hari (d) = dolpin U1-U2

G2 : 2,25% T2 : 4 hari (l) = lokal

G3 :2,5% T3 : 6 hari

Tabel 3.2. Perlakuan secara acak

(d) G2 T2U11 (l)G2 T2 U110 (d) G1 T1U119 (l)G1 T1U128


(d) G2 T3U12 (d) G2 T2 U211 (l)G1 T2U120 (l)G2 T1U129
(l)G1 T1U23 (l)G1 T3 U212 (l)G3 T3U221 (d) G1 T2U230
(l)G1 T3 U14 (d) G3 T1U113 (d) G3 T1U222 (d) G2 T1U131
(d) G2 T3 U25 (d) G3 T3 U114 (d) G1 T3 U123 (l)G1 T3 U232
(l)G3 T3 U16 (l)G3 T1U115 (d) G2 T2U124 (l)G2 T2U233
(d) G3 T3 U27 (l)G2T3 U216 (l)G2T3 U125 (d) G1T1U234
(l)G1 T3U28 (d) G1 T3 U217 (d) G2 T1U226 (d)G3 T2U135
(l)G2 T2 U29 (l)G1T2 U218 (l)G1 T3U127 (d) G3 T2U236

F. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada acar timun dilakukan dengan cara

dilakukan analisa terhadap :

1. Uji Organoleptik (Hayati dkk.,2017)

Respon organoleptik dilakukan berdasarkan skala mutu hedonik.

Sampel produk disajikan kepada panelis dan dinilai berdasarkan kesukaan

sifat-sifat organoleptiknya. Penilaian organoleptik yang dilakukan

meliputi aroma, rasa dan tekstur. Panelis yang terlibat dalam pengujian ini

berjumlah 12 orang yaitu:

26
a. Panel konsumen berdasarkan usia yaitu 3 panelis mewakili usia anak-

anak (umur 7-16 tahun) 3 panelis mewakili usia dewasa (umur 17-29

tahun) dan 3 panelis mewakili orang tua (umur 30-60 tahun).

b. Panel perseorang terbatas sebanyak 3 panelis chef/juru masak.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) berdasarkan 3

skala hedonik dengan nilai skor masing-masing 1-4 yaitu :

Tabel 3.3. Skala Uji Mutu Hedonik (Kartika dkk.,1988)

Skor Tingkat Kesukaan Aroma Rasa Tekstur


1 Sangat tidak suka Sangat tidak tajam Sangat tidak gurih Sangat tidak renyah
2 Tidak suka Tidak tajam Tidak gurih Tidak renyah
3 Suka Tajam Gurih Renyah
4 Sangat suka Sangat tajam Sangat gurih Sangat renyah

Uji organoleptik ini panelis harus berada dalam kondisi sehat serta

mempunyai kemampuan indera pengecap dan penciuman yang baik.

Metode uji Hedonic Scale Scoring dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Atribut mutu yang hendak dianalisis ditentukan terlebih dahulu, yang

dalam penelitian ini berupa tekstur, aroma, rasa.

b. Panelis dipastikan dalam keadaan siap untuk melakukan uji organoleptik.

c. Panelis dijelaskan terlebih dahulu mengenai sampel dan atribut mutu yang

akan diujikan.

d. Sampel olahan acar timun dari setiap kombinasi disajikan kehadapan

panelis, yang telah diletakkan dalam wadah yang disiapkan.

27
e. Panelis dipersilahkan untuk menyicipi sampel acar timun. Sebelum masuk

ke sampel berikutnya, akan diberikan air mineral untuk menghilangkan

rasa dari sampel sebelumnya.

f. Setelah menyicipi sampel acar timun, panelis dipersilahkan untuk mengisi

lembar isian yang disediakan (Soekarto dan Soewarno, 1985).

2. Analisis Sifat Kimia

Semua kombinasi perlakuan tanpa ulangan dilakukan analisis sifat

kimia.Analisis sifat kimia yang dilakukan yaitu penentuan kadar air, pH

dan Kadar vitamin C.

a. Kadar Air (%bb), (SNI 01-2891-1992)

1) Ditimbang dengan seksama 2-5 gram contoh pada gelas beaker

yang sudah diketahui bobotnya.

2) Dikeringkan pada oven yang bersuhu 105˚C selama 3 jam

3) Didinginkan dalam desikator selama 5-10 menit

4) Ditimbang, diulangi pekerjaan ini hingga diperoleh berat tetap.

5) Kadar air dapat dihitung dengan rumus :

Berat awal( g)−Berat ak hir (g)


Kadar Air (%bb) = x 100%
Berat Awal( g)

b. pH, (Apriyantono dkk., 1989)

1) Penetapan pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi

dengan larutan buffer pada pH 7.

28
2) Kemudian pH meter dinyalakan dan dibiarkan hingga stabil (15-

30 menit). Elektroda pH meter dibilas dengan aquades dan

dikeringkan menggunakan tissue.

3) Selanjutnya ditimbang bahan sebanyak 10 gram kemudian

dihaluskan dengan menggunakan mortal dan alu.

4) Dihancuran bahan dimasukkan ke dalam labu ukur dan

ditambahkan aquades hingga volume 100 ml.

5) Didiamkan selama 15 menit kemudiandiukur hingga diperoleh

pembacaan yang stabil.

c. Kadar vitamin C (Sudarmadji dkk.,1984)

1) Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan dalam beaker glass

ukuran100 ml dan ditambahkan aquades.

2) Larutan diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring

kemudian diambil filtrat sebanyak 10 ml dengan menggunakan

gelas ukur.

3) Kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2-3

tetes larutan pati 1% lalu dititrasi dengan menggunakan larutan

iodin 0,01 N hingga terjadi perubahan warna biru sambil dicatat

berapa ml iodin yang terpakai.

4) Kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus:

ml Iod 0,01 N x 0,88 x Faktor Pengencer x 100


Vitamin C (mg/100g) =
Berat contoh( g)

29
3. Analisis Data

Data uji organoleptik dianalisis  menggunakan ANOVA dengan softw

are SPSS versi 22 dan perlakuan yang memberikan pengaruh berbeda

dilanjutkan dengan uji Duncan. Sifat kimia dianalisis secara deskripsif

dengan membandingkan kombinasi perlakuan terbaik pada uji

organoleptik.

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di UPT Laboratorium MIPA

Universitas Widya Mandira Kupang dengan menggunakan buah

mentimun dan garam. Buah mentimun dibeli di pasar Inpres Naikoten I.

Buah mentimun yang digunakan adalah buah mentimun yang masih

berumur muda sekitar 1-2 bulan, segar, bertekstur keras dengan

permukaan kulit yang licin dan halus, berwarna hijau terang, serta bebas

dari noda maupun luka bintik pada permukaan kulit timun.

Gambar 4.1. Mentimun (Dok. Henuk, 2019)

Garam yang digunakan adalah garam Dolphin dan garam Lokal.

Garam Dolphin dibeli pada salah satu supermarket di Kota Kupang

sedangkan garam lokal dibeli di Oebelo sebagai salah satu lokasi penghasil

garam di Kupang. Garam Dolphin merupakan jenis garam beriodium yang

31
sudah berstandar SNI dan BPOM, sedangkan garam lokal merupakan jenis

garam yang biasa dikonsumsi masyarakat lokal (Kupang).

Gambar 4.2. Garam dolphin dan garam lokal


(Dok. Henuk, 2019)

B. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Fermentasi terhadap


Organoleptik Acar Timun

Uji organoleptik dilakukan pada 12 panelis berdasarkan usia usia

anak-anak (umur 7-16 tahun) 3 panelis mewakili usia dewasa (umur 17-29

tahun) dan 3 panelis mewakili orang tua (umur 30-60 tahun) sebagai panel

konsumen dan 3 panelis chef/juru masak sebgai panel perseorang terbatas.

Panelis yang digunkan dalam uji organoleptik merupakan panelis yang telah

dipilih berdasarkan prosedur SNI 01-2346-2006 dengan syarat-syarat :

1. Panelis yang digunakan tertarik terhadap uji organoleptik sensori dan

mau berpartisipasi.

2. Konsisten dalam mengambil keputusan.

3. Berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, tidak buuta warna serta

gangguan psikologis.

32
4. Tidak menolak akan makanan yang diuji (tidak alergi).

5. Tidak melakukan uji 1 jam sesudah makan atau sebelum makan

6. Menunggu minimal 20 menit setelah merokok, makan permen karet,

makanan dan minuman ringan.

7. Tidak melakukan uji saat sakit influenza dan sakit mata.

8. Tidak memakan makanan yang sangat pedas pada saat makan siang

sehingga penggujian dilakukan disiang hari dapat lebih efektif dalm

penilaian.

9. Tidak menggunakan kosmetik seperti parfum dan lipstik serta mencuci

tangan dengan sabun yang tidak berbau pada saat dilakukan uji aroma.

Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap

organoleptik acar timun diperoleh jumlah kesukaan tertinggi panelis terhadap

acar timun yang diolah menggunakan garam dolphin dengan kombinasi

konsentrasi larutan garam 2,5% dengan lama fermentasi 2 hari. Hal ini

menunjukkan bahwa menurut panelis secara aroma, rasa dan tekstur acar

timun dengan kombinasi tersebut merupakan kombinasi terbaik dengan aroma

acar timun yang tidak tajam serta beraroma khas timun dengan rasa yang

gurih, dan tekstur acar timun yang renyah dan tidak lunak ketika dimakan.

Sedangkan jumlah kesukaan terendah diperoleh pada olahan acar

timun menggunakan garam lokal dengan kombinasi 2% dengan lama

fermentasi 6 hari dimana panelis menyatakan sangat tidak suka terhadap acar

timun dengan kombinasi tersebut. Hal ini karena acar timun dengan

33
kombinasi tersebut dinilai memiliki aroma yang sangat tajam dan beraroma

asam dengan rasa acar timun yang tidak gurih, serta tekstur timun yang tidak

renyah dan sangat lunak ketika dimakan.

Menurut Fraizier dan Westhoff (2003), turut menyatakan bahwa waktu

fermentasi yang berlebihan dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk

gas yaitu Lactobacillus brevis yang menghasilkan aroma asam yang tajam

sehingga cenderung dapat penurunkan kesukaan panelis terhadap aroma suatu

produk bahan pangan. Selain itu penggunaan konsentrasi garam yang terlalu

rendah (kurang dari 2,5%) akan menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

bahan tidak sempurna sehingga kondisi ini dapat memungkinkan bagi

pertumbuhan bakteri pembusuk yang berakibat pada pelunak pada bahan

(Pradani ddk., 2009).

Adapun penilaian kesukaan panelis terhadap kedua jenis garam yang

paling disukai yaitu acar timun yang diolah menggunakan garam dolphin. Hal

ini diduga aroma acar timun yang diolah menggunakan garam dolphin lebih

tercium segar dengan rasa gurih dan asin yang enak dan tekstur timun yang

tidak lunak dan renyah. Perbedaan hasil uji hedonik dalam setiap pengujian

juga dapat dipengaruhi oleh faktor perbedaan jarak waktu antar pengujian.

Perbedaan kesiapan panelis dalam uji memberikan pengaruh pada sampel

yang diuji sehingga dalam pengujian hasil penilaian kesukaan aroma, rasa dan

tekstur yang dinilai panelis berbeda-beda.

34
1. Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap
aroma

Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap

aroma acar timun dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Pengaruh Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama


fermentasi terhadap aroma acar timun

Aroma
Konsentrasi Hari Skala uji
STS TS S SS
2% 2 6 6
4 7 5
6 12
2,25% 2 7 4 1
Dolphin 4 9 3
6 7 5
l
2,5% 2 5 7
4 6 6
6 6 6
2% 2 10 2
4 2 10
6 12
2,25% 2 4 7 1
Lokal 4 2 10
6 10 2
2,5% 2 8 4
4 6 6
6 6 6
Keterangan -STS (sangat tidak suka), TS (tidak suka), S (Suka), SS (sangat suka)

Hasil uji organoleptik pada acar timun diperoleh jumlah kesukaan

tertinggi pada perlakuan 2,5% dengan lama fermentasi 2 hari dimana panelis

menyatakan suka karena aroma acar timun dinilai masih tercium khas acar

timun dengan aroma bumbu-bumbu tambahan yang digunakan mampu

35
menambah aroma yang khas pada olahan acar timun. Selain itu dapat

disebabkan adanya proses oksidasi yang belum berlanjut sehingga aroma tajam

dan berbau asam yang dihasilkan dapat terhambat prosesnya (Tumbelaka dkk,

2013). Sedangkan jumlah kesukaan terendah terdapat pada perlakuan

konsentrasi 2% dengan lama fermentasi 6 hari dimana panelis menyatakan tidak

suka terhadap aroma acar timun dengan kombinasi tersebut. Hal ini karena

memiliki aroma yang sangat asam dan tidak segar ketika dimakan. Adanya

perbedaan hasil uji hedonik diduga karena adanya penambahan konsentrasi

larutan garam yang dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap aroma

sedangkan untuk lama fermentasi kesukaan panelis semakin menurun karena

semakin lama suatu bahan pangan difermentasi maka akan menurunkan mutu

dan penerimaan panelis terhadap aroma suatu bahan pangan. Hal ini didukung

oleh Sediaoetama (2006), yang menyatakan bahwa aroma dan cita rasa memiliki

peranan penting bagi penentuan derajat penerimaan dan kualitas mutu suatu

bahan pangan.

Berdasarkan hasil uji anova diperoleh hasil bahwa konsentrasi larutan

garam dan lama fermentasi pada acar timun tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap aroma acar timun dimana konsentrasi larutan garam diperoleh F

hitung 0,706 dengan tingkat signifikan 0,503>0,05 sedangkan lama fermentasi

diperoleh F hitung 0,176 dengan tingkat signifikan 0,839>0,05. Selanjutnya

tidak ditemukan adanya interaksi antara konsentrasi larutan garam dengan lama

fermentasi (lampiran 3) dengan tingkat signifikan 0,595>0,05, sehingga tidak

diuji lanjut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmani dkk, (2007), bahwa

36
perlakuan konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi tidak memberikan

perbedaan yang nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk aroma, karena

kemungkinan garam tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap aroma.

2. Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap rasa

Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap rasa

acar timun dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengaruh Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama


fermentasi terhadap rasa acar timun

Rasa
Konsentrasi Hari Skala uji
STS TS S SS
2% 2 9 3
4 3 9
Dolphi 6 11 1
n 2,25% 2 6 5 1
l 4 8 4
6 5 7
2,5% 2 3 9
4 9 3
6 12
2% 2 10 2
4 6 6
6 10 2
Lokal 2,25% 2 6 5 1
4 9 3
6 12
2,5% 2 6 6
4 3 9
6 12
Keterangan -STS (sangat tidak suka), TS (tidak suka), S (Suka), SS (sangat suka)

Hasil uji hedonik rasa acar timun menunjukkan bahwa jumlah

kesukaan panelis tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi larutan garam

37
2,5%, hal ini sesuai pada penelitian Hayati (2017), yang menunjukkan

konsentrasi garam terbaik pada kualitas sauerkraut dari kol adalah 2,5%

dengan lama fermentasi 2 hari dimana panelis menyatakan suka terhadap rasa

acar timun yang dinilai masih gurih, rasa khas acar timun dan masih layak

untuk dimakan. Sedangkan jumlah kesukaan terendah terdapat pada perlakuan

konsentrasi larutan garam 2% dan lama fermentasi 6 hari dimana panelis

menyatakan sangat tidak suka dengan rasa acar timunkarena dinilai tidak

gurih, terasa asam dan tidak khas acar timun ketika dimakan.

Perbedaan hasil uji hedonik menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi larutan garam, semakin tinggi pula nilai kesukaan panelis terhadap

rasa acar timun. Konsentrasi larutan garam yang tinggi diduga dapat

menyebabkan tingkat keasinan acar timun semakin meningkat.Sedangkan

semakin lama fermentasi dapat menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap

rasa acar timun. Moelyanto (1982), menyatakan bahwa jumlah garam yang

digunakan sangat menentukan tingkat keasinan dan daya simpan suatu produk

yang dihasilkan. Selain itu, subjektifitas dari panelis dapat memberikan

pengaruh terhadap penilaian rasa acar timun yaitu ada yang menyukai produk

dengan konsentrasi garam yang tinggi dan ada juga yang tidak menyukai.

Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma

makanan, bumbu masakan, bahan makanan, keempukan atau kekeyalan

makanan, kerenyahan makan, tingkat kematangan dan temperatur makanan

(Meilgaard et al., 2000).

38
Berdasarkan hasil analisis anova diperoleh perlakuan konsentrasi

larutan garam berpengaruh nyata terhadap organoleptik rasa dimana diperoleh

nilai F hitung 4,941 dengan tingkat signifikan (0,015<0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa variasi konsentrasi garam memberikan respon yang

berbeda terhadap rasa acar timun. Sedangkan lama fermentasi tidak

berpengaruh terhadap rasa dimana F hitung diperoleh 2,294 dengan tingkat

signifikan (0,120>0,05). Namun tidak ditemukan adanya interaksi antara

konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi karena diperoleh tingkat

signifikan 0,595>0,05 (lampiran 4). Dilanjutkan dengan uji Duncan

menunjukkan bahwa konsentrasi larutan garam 2% berbeda nyata dengan

konsentrasi larutan garam 2,25% dan 2,5%. Konsentrasi larutan garam 2,25%

berbeda nyata dengan konsentrasi 2% namun, berbeda tidak nyata dengan

konsentrasi 2,5%. Sedangkan konsentrasi larutan garam 2,5% berbeda nyata

dengan konsentrasi 2% dan berbeda tidak nyata dengan konsentrasi larutan

garam 2,25%.

Konsentrasi larutan garam secara signifikan berpengaruh terhadap rasa

acar timun. Hal ini diduga karena pada pembuatan acar timun menggunakan

konsentrasi larutan garam yang berbeda-beda dan difermentasi dengan waktu

fermentasi yang berbeda-beda pula sehingga menghasilkan bakteri asam laktat

secara spontan yang mempengaruhi rasa menjadi beragam. Rasa yang

ditimbulkan oleh bahan pangan bisa berasal dari bahan pangan itu sendiri atau

pada saat proses yang ditambahkan dengan zat lain sehingga rasa aslinya bisa

berkurang atau bertambah. Selain itu rasa yang terdapat pada produk makanan

39
dapat berubah dari rasa yang sebenarnya atau rasa yang diharapkan tergantung

dari senyawa penyusunnya (Kartika dan Supartono, 1987).

3. Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap


tekstur

Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap

tekstur acar timun dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Pengaruh Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama


fermentasi terhadap tekstur acar timun

Tekstur
Konsentrasi Hari Skala uji
STS TS S SS
2% 2 6 6
4 11 1
Dolphi 6 10 2
n 2,25% 2 6 6
l 4 5 7
6 3 9
2,5% 2 7 5
4 8 4
6 12
2% 2 3 9
4 9 3
6 12
Lokal 2,25% 2 10 1 1
4 9 3
6 8 4
2,5% 2 8 4
4 7 5
6 12
Keterangan -STS (sangat tidak suka), TS (tidak suka), S (Suka), SS (sangat suka)

Hasil uji hedonik menunjukkan jumlah kesukaan panelis terendah

terdapat pada perlakuan konsentrasi larutan garam 2,5% dengan lama

40
fermentasi 6 hari dimana panelis menyatakan sangat tidak suka dengan tekstur

acar timun yang sangat tidak renyah ketika dikunyah. Sedangkan nilai

kesukan tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi larutan garam 2,5%

dengan lama fermentasi 2 hari dimana panelis menyatakan suka dengan

tekstur acar timun yang dinilai masih renyah ketika dikunyah. Hal ini diduga

karena semakin lama fermentasi tekstur acar timun akan menjadi lebih lunak

dan berair sehingga secara langsung dapat mempengaruhi kesukaan panelis

terhadap tekstur. Hal ini diduga karena semakin lama fermentasi tekstur acar

timun akan menjadi lebih lunak dan berair sehingga secara langsung dapat

mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur.

Hasil uji analisis anova menunjukkan bahwa konsentrasi larutan garam

berpengaruh nyata dimana diperoleh nilai F hitung 7,038 dengan tingkat

signifikan (0,003<0,05) terhadap tekstur dan lama fermentasi berpengaruh

nyata terhadap tekstur acar timun F hitung diperoleh 3,590 dengan tingkat

signifikan (0,040<0,05) namun, tidak ditemukan adanya interaksi antara

konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi pada tekstur acar timun

(0,763>0,05)pada taraf nyata 5% (lampiran 4). Uji lanjut Duncan pengaruh

konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi pada organoleptik tekstur acar

timun dapat dilihat pada Tabel 4.4

41
Tabel 4.4. Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap
tekstur taraf 5%

Pengaruh konsentrasi larutan garan dan lama fermentasi terhadap tekstur


Konsentrasi Lama fermentasi

2 hari 4 hari 6 hari


2% 2 bB 1,75 bAB 1,5 bA
2,25% 2 bB 2 bAB 1,75 bA
2,5% 2 aB 1,75 aAB 1 aA

Keterangan :

 Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

 Notasi huruf kecil dalam kolom yang sama menunjukan berbeda

nyata untuk konsentrasi.

 Notasi huruf kapital pada baris yang sama menunjukan berbeda

nyata untuk lama fermentasi.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa konsentrasi larutan garam

yang berbeda memberikan tekstur acar timun yang berbeda, hal ini

dikarenakan pada konsentrasi 2% lebih kecil dari konsentrasi 2,25% dimana

apabila semakin pekat konsentrasi larutan garam maka akan semakin lunak

acar timun yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan terjadinya difusi osmosis

42
pada acar timun, yaitu adanya perpindahan cairan dari medium yang cair ke

medium yang pekat, dan juga adanya perpindahan larutan dari medium yang

lebih pekat ke medium yang lebih encer untuk menyeimbangkan dengan

lingkungannya. Pada acar timun ini medium pekat larutan garam akan masuk

ke rongga sel timun, sehingga mengakibatkan tekanan osmosis yang nantinya

menimbulkan perpindahan cairan tersebut dan dapat berakibat pecahnya

dinding sel karena adanya perbedaan tekanan tersebut.

Perlakuan kosentrasi larutan garam 2,25% berbeda nyata dengan

konsentrasi larutan garam 2,5%, selain dikarenakan adanya perbedaan

tekanan osmosis hal ini juga turut diduga disebabkan oleh adanya kapang dan

khamir yang tumbuh dimana nutrisi yang tersedia pada konsentrasi larutan

garam 2,5% lebih banyak maka kapang dan khamir yang tumbuh lebih

banyak daripada konsentrasi 2.25%, sehingga pelunakan yang disebabkan

oleh kapang dan khamir akan semakin lunak.

Hal ini di dukung Suryadi (2012), yang menyatakan bahwa

penggaraman atau pemberian larutan garam merupakan proses yang penting

dalam pembuatan pikel agar terjadi proses fermentasi yang dikehendaki.

Larutan garam berfungsi untuk mengeluarkan cairan dalam bahan karena

tekanan osmosis. Pada saat cairan bahan keluar dari bahan, garam akan

diserap oleh bahan sehingga bahan menjadi kukuh dan renyah. Selain itu,

penambahan konsentrasi larutan garam yang semakin tinggi maka, akan

menyumbang banyak air keluar sel, sehingga membuat acar timun menjadi

lunak.

43
Pengaruh lama fermentasi terhadap tekstur dapat dilihat bahwa pada

perlakuan lama fermentasi 2 hari berbeda nyata dengan lama fermentasi 6

hari namun, berbeda tidak nyata dengan lama fermentasi 4 hari. Hal ini

diduga pada lama fermentasi 2 hari kapang dan khamir yang menyebabkan

pelunakan pada tekstur acar timun belum banyak tumbuh karenanya kapang

dan khamir pada lama fermentasi 2 hari diduga baru mencapai tahap

penyesuaian, akan tetapi lama fermentasi 4 hari mikroba sudah mulai

berkembang hingga pada perlakuan lama fermentasi menuju 6 hari mikroba

kapang dan khamir mulai tumbuh sangat banyak sehingga mampu

mempengaruhi pelunakan pada tekstur acar timun. Hal ini di dukung oleh

Hartuti dan Sinaga (1999), yang menyatakan bahwa kapang dan khamir

dapat menyebabkan pelunakan tekstur.Salah satu mikroba yang dalam

berperan dalam pelunakan pada kapang yaitu penicilium chysogenim dan

khamir yaitu Sacharomyces oliginosus (Frazier dan Westhoff, 2003).

C. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Fermentasi terhadap


Kadar Air

Pengujian bahan pangan tidak terlepas dari adanya uji kadar air.

Kadar air merupakan suatu karakteristik yang penting dalam bahan pangan

karena dapat mempengaruhi cita rasa, penampakan, dan tekstur. Kadar air

dalam suatu bahan pangan juga turut menentukan kesegaran dan daya awet

atau dapat dikatakan kadar air mampu menentukan lamanya masa

penyimpanan suatu bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi

mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk

44
berkembangbiak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan

(Winarno, 2007). Pengujian terhadap kadar air produk olahan acar timun

menunjukkan bahwa acar timun memiliki kadar air yang sangat tinggi. Hasil

uji kadar air dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi terhadap
kadar air

Merek garam Konsentrasi Kadar air (%)


2 hari 4 hari 6 hari
2% 95,5 94 92
Dolphin 2,25% 95 93,5 90
2,5% 94,5 92 88,5
2% 95,5 92 87,5
Lokal 2,25% 95 90 85,5
2,5% 93,5 89,5 82

Berdasarkan hasil pengujian kadar air tertinggi dapat dilihat pada acar

timun dengan menggunakan garam dolphin dengan konsentrasi larutan garam

2% dan lama fermentasi 2 hari sebesar 95,5 % jika dibandingkan dengan

perlakuan lainnya. Sedangkan pada penggunakan garam lokal diperoleh kadar

air tertinggi pada perlakuan kosentrasi larutan garam lokal 2% dan lama

fermentasi 2 hari sebesar 95,5%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah

konsentrasi garam dan lama fermentasi yang diberikan pada olahan acar timun

maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi

larutan garam yang digunakan, semakin rendah kadar air acar timun.

Penurunan kadar air dalam setiap perlakuan diduga perendaman timun

dalam larutan garam akan menyebabkan garam menarik kandungan air dari

45
timun sehingga air terlepas dari jaringan timun. Hal ini didukung oleh Buckle,

at al.,(2009), yang menyatakan bahwa garam mampu menyerap air dan zat

gizi dalam jaringan tumbuhan sehingga cairan keluar dari sayuran. Pemberian

bahan tambahan pangan yang bersifat higroskopis dapat mengikat air

sehingga menurunkan jumlah air bebasnya. Garam juga dapat menarik cairan

dari dalam jaringan sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri

pembusuk (Kusnandar, 2011).

Semakin lama fermentasi maka kadar air acar timun akan semakin

menurun (Tabel 4.5). Dimana penurunan kadar air tersebut dikarenakan

selama proses fermentasi berlangsung terjadi peningkatan total asam laktat

dengan penurunan pH pada olahan acar timun sehingga kandungan protein

pada timun akan terdenaturasi dan akan melepaskan molekul-molekul air

bebas. Hilangnya molekul-molekul air tersebut menyebabkanair bebas mudah

mengalami penguapan, sehingga kadar air yang terdapat pada bahan akan

semakin menurun (Bacus, 1984). Jika dibandingkan dengan kombinasi terbaik

hasil pengujian organoletik yang diperoleh konsentrasi garam 2,5% dengan

lama fermentasi 2 hari maka pengujian kadar air berbeda dengan hasil

pengujian organoleptik pada panelis. Pengaruh kosentrasi larutan garam dan

lama fermentasi terhadap kadar air lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

4.3.

46
120

100

Kadar air (%)


80

60

40 Dolphin
Lokal
20

0
1 2 3

2 hari 4 hari 6 hari


Lama fermentasi

Gambar 4.3. Grafik pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama fermentasi
terhadap kadar air

D. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Fermentasi terhadap


pH

Nilai pH yang diukur yaitu nilai pH acar timun yang sudah

difermentasi, secara keseluruhan untuk semua perlakuan pH acar timun

berkisar antara 3,0 – 4,9. Konsentrasi hidrogen aktif atau biasa dinyatakan

dengan pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan dan

produk yang dihasilkan.

Tabel 4.6 Hasil pengujian pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama
fermentasi terhadap pH
Merek garam Konsentrasi pH
2 hari 4 hari 6 hari
Dolphin 2% 4,9 3,7 3,5
2,25% 3,8 3,6 3,4
2,5% 3,5 3,4 3,2
Lokal 2% 4,5 3,4 3,3
2,25% 4 3,2 3,2
2,5% 3,7 3,0 2,9

47
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada acar timun

menggunakan garam dolphin dan lokal memiliki nilai pH tertinggi yaitu pada

konsentrasi larutan garam 2% dan lama fermentasi 2 hari dengan nilai pH 4,9.

Sedangkan nilai pH terendah dengan pada konsentrasi larutan garam 2,5%

dengan lama fermentasi 6 hari dengan nilai pH 2,9. Pengukuran nilai pH yang

berbeda-beda pada tiap perlakuan diduga disebabkan oleh jumlah asam yang

dihasilkan selama proses fermentasi berlangsung. Hal ini dapat dilihat dari

peningkatan kadar asam laktat yang dihasilkan selama fermentasi yang diikuti

dengan adanya penurunan pH pada acar timun.

Penurunan pH menyebabkan rasa menjadi asam karena terbentuknya

asam laktat sebagai produk utama hasil metabolisme bakteri asam laktat

(Winarno, 2007). Akivitas garam pada olah acar timun dapat memberikan

pengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan pH bahan. Hal ini disebabkan

selama proses fermentasi berlangsung senyawa NaCl yang terdapat pada

garam akan terurai menjadi molekul-molekul penyusun ion Na+ dan Cl- yang

menyebabkan penurunan kadar garam. Ion Na+ diperlukan oleh bakteri asam

laktat sebagai salah satu faktor pendukung pertumbuhan bakteri asam laktat.

Sedangkan ion-ion Cl-akan berikatan dengan air bebas pada bahan yang dapat

mengakibatkan ketersedian air dalam bahan berkurang sehingga air bebas

dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya menjadi berkurang

dan akan menyebabkan lingkungan menjadi asam karena terbentuknya

senyawa HCl (Sukamto dan Supardi, 1999).

48
Lama fermentasi dapat berpengaruh terhadap nilai pH suatu produk

dimana lamanya waktu fermentasi dapat berpengaruh terhadap total asam dan

pH akhir yang dihasilkan. Semakin lama suatu produk atau bahan

difermentasi maka konsentrasi asam akan meningkat terutama pada produksi

asam laktat yang dihasilkan sehingga dapat menyebabkan nilai pH rendah atau

menurun (Subagia dan Palginadi 1996 dalam Wulan, 2004). Hal ini

menujukkan bahwa pH dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan

waktu yang optimal untuk berakhirnya proses fermentasi.

Jika dibandingkan dengan penilaian organoleptik pada panelis

perlakuan terbaik konsentrasi 2,5% dengan lama fermentasi 2 hari maka nilai

pH olahan timun masih tergolong asam. Pengaruh konsentrasi larutan garam

dan lama fermentasi terhadap pH lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar

4.4.

6
5
4
3
pH

2
1 Dolphin
Lokal
0
1 2 3

Lama fermentasi

Gambar 4.4. Grafik pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama


fermenetasi terhadap pH

49
E. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Fermentasi terhadap
Kandungan Vitamin C

Kandungan vitamin C dalam produk olahan acar timun diukur dengan

menggunakan metode iodometri. Proses titrasi dilakukan sampai larutan

dalam erlemeyer berubah warna dari larutan yang bening menjadi biru violet.

Warna biru violet yang dihasilkan pada pengujian dihasilkan merupakan

reaksi antara iod dengan amilum menjadi iod-amilum yang menandakan

bahwa proses titrasi mencapai titik akhir. Fungsi larutan iod ialah pereaksi

untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel menjadi

senyawa dihidroaskorbat sehingga akan berwarna biru karena pereaksi yang

berlebih. Pada pengujian juga digunakan larutan pati 1% yang berperan

sebagai indikator.

Tabel 4.7. Hasil pengujian pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama
fermentasi terhadap kandungan vitamin C
Merek garam Konsentrasi  Kandungan Vitamin C (mg/100g)
2 hari 4 hari 6 hari
Dolphin 2% 6,15 4,09 2,28
2,25% 5,45 3,56 1,93
2,5% 4,74 3,03 1,58
Lokal 2% 3,34 2,50 1,23
2,25% 2,46 1,97 0,87
2,5% 1,93 1,45 0,52

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas diperoleh bahwa kandungan vitamin C

tertinggi diperoleh pada konsentrasi larutan garam 2,5% dengan lama

fermentasi 2 hari pada garam dolphin sebanyak 6,15 (mg/100g) dan garam

lokal 3,34 (mg/100g) sedangkan nilai kandungan vitamin C terendah pada

50
konsentrasi 2,5% dengan lama fermentasi 6 hari sebanyak 1,58 (mg/100g) dan

garam lokal 0,52 (mg/100g).

Berdasarkan merek garam dan konsentrasi larutan garam yang

digunakan diperoleh kandungan vitamin C tertinggi pada olahan acar timun

yaitu dengan menggunakan garam dolphin dengan konsentrasi 2,5% . Hal ini

diduga garam dolphin merupakan jenis garam iodium yang mampu menjaga

pertumbuhan kelenjar gondok atau tiroksin. Selain itu jenis garam dolphin

merupakan garam industri yang secara kualitas telah memenuhi standar SNI

dan BPOM sehingga aman untuk dikonsumsi. Sedangkan garam lokal

merupakan jenis garam hasil petani lokal yang diproduksi secara tradisional,

sehingga secara kualitas belum layak untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Purbani (2003), bahwa kualitas garam yang dikelola secara

tradisional pada umunya harus diolah kembali untuk dijadikan garam

konsumsi maupun garam industri.

Konsentrasi larutan garam yang miliki kandungan vitamin C tertinggi

yaitu pada konsentrasi 2,5% dan kandungan vintamin C terendah pada

konsentrasi 2%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

garam yang digunakan maka semakin rendah kandungan vitamin C yang

terdapat pada bahan. Hal ini disebabkan sifat vitamin C yang mudah larut

dalam air dimana peningkatan konsentrasi larutan garam mengakibatkan

kandungan air yang menurun dan disertai oleh vitamin C yang terlarut. Hal ini

didukung oleh Zerdin, et al.,(2003), yang menyatakan bahwa faktor utama

yang dapat mempengaruhi kandungan vitamin C meliputi suhu, konsentrasi

51
gula dan garam, pH, oksigen, sinar, katalis logam, konsentrasi inisial asam

askorbat, rasio asam askorbat dengan asam dehidroaskorbat, jumlah mikroba,

dan proteksi dari kemasan.

Semakin tinggi konsentrasi larutan garam, semakin rendah kadar

vitamin C pada produk acar timun. Penurunan kandungan vitamin C pada acar

timun dapat disebabkan karena pada penambahan garam, terjadi lisis pada

jaringan bahan sehingga terjadi penyerapan garam dari larutan. Menurut

Tjahyadi, dkk., (2011), pada proses penggaraman, jaringan pangan mengalami

lisis, sehingga terjadi plasmolisis atau keluarnya cairan dari dalam bahan

akibat perbedaan osmosis antara bahan dan garam.

Kandungan vitamin C olahan acar timun tertinggi terjadi pada lama

fermentasi 2 hari jika dibandingkan dengan lama fermentasi 4 hari dan 6 hari.

Semakin lama waktu fermentasi suatu produk olahan maka, kandungan

vitamin C akan semakin menurun. Hal ini karena vitamin C merupakan

golongan vitamin yang larut dalam air sehingga semakin lama fermentasi

semakin sedikit kandungan vitamin C yang terdapat dalam acar timun. Selain

itu kerusakan kandungan vitamin C selama fermentasi untuk semua perlakuan

disebabkan terjadinya kehilangan gas karbondioksida dimana karbondioksida

ini yang dapat mencegah kerusakan vitamin C melalui pembentukan kondisi

anaerobik.

Adapun faktor penurunan kandungan vitamin C pada olahan acar

timun seperti pada proses pengolahan seperti pemotongan, pencucian,

penyimpanan, pemanasan (Andrawulan 2000), dan pengirisan buah dan

52
sayuran yang berlebihan dapat menyebabkan enzim akan terbebaskan

sebagian selnya akan rusak dan terpotong hingga isinya termasuk vitamin C

menjadi keluar. Mengiris-iris buah atau sayuran menjadi potongan yang

semakin halus dapat menyebabkan kerusakan berat (Gaman dkk., 1981).

Kandungan vitamin C acar timun jika dibandingkan dengan pengujian

organoleptik pada penelis maka, perlakuan terbaik pada uji organoletik

konsentrasi larutan garam 2,5% dan lama fermentasi 2 hari termasuk dalam

golongan acar timun dengan kandungan vitamin C yang baik untuk

dikonsumsi masyarakat.Pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama

fermentasi terhadap kandungan vitamin C lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 4.5.

7
6
Kandungan Vitamin C

5
4
(mg/100g)

3
2
1 Dolphin
0 Lokal
2% 2,25% 2,5% 2% 2,25% 2,5% 2% 2,25% 2,5%
2 hari 4 hari 6 hari
Lama fermentasi

Gambar 4.5. Grafik pengaruh konsentrasi larutan garam dan lama


fermentasi terhadap kandungan vitamin C

Pengaruh konsentrasi larutan dan lama fermentasi dapat memberikan

pengaruh signifikan terhadap suatu produk bahan pangan yang dihasilkan.

Sehingga secara keseluruhan mutu atau kualitas suatu bahan pangan dapat

berpengaruhi penerimaan konsumen dimana proses pengolahan yang baik produk

53
yang dihasilkan pun mampu bersaing dan layak sebagai penambah nilai

produktivitas dan nilai jual bahan pangan. Pengolahan dan pemilihan bahan yang

tepat sangat disarankan untuk tetap menjaga kualitas dan tetap

mempertimbangkan kesehatan konsumen sebagai penunjang kebutuhan manusia.

54
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dapat

disimpulkan bahwa:

1. Semakin tinggi konsentrasi larutan garam dan semakin cepat fermentasi dapat

meningkatkan nilai kesukaan rata-rata panelis 2,58 terhadap aroma, rasa dan

tekstur. Sedangkan semakin rendah konsentrasi larutan garam dan semakin

lama fermentasi dapat menurunkan nilai rata-rata kesukaan panelis 1,00

terhadap aroma, rasa dan tekstur

2. Semakin rendah konsentrasi larutan garam dan semakin lama fermentasi dapat

menurunkan kadar air 82%, dan nilai pH 2,9 (asam), sedangkan semakin tinggi

konsentrasi larutan garam dan semakin lama waktu fermentasi dapat

menurunkan kandungan vitamin C acar timun sebesar 0,52 mg/100g.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang identifikasi jenis mikroba yang ada

pada acar timun, yaitu diantaranya bakteri asam laktat sehingga dapat

mengetahui jenis mikroba yang tumbuh pada saat fermentasi acar timun

tersebut.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh konsentrasi larutan garam

dan suhu ruang selama fermentasi.

55
3. Bagi masyarakat, acar timun jangan difermentasi dalam waktu yang lebih lama

tanpa perlakuan, fermentasi acar timun yang baik dan masih layak dikonsumsi

paling lama selama 2 hari dengan diolah menggunakan garam dolphin.

4. Perlu dilakukan variasi produk berbahan dasar timun yang bernilai jual

misalnya produk olahan dodol timun dan manisan timun.

5. Perlu dilakukan pembuatan garam sendiri bagi peneliti dalam penelitian.

56
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N. 2000. Perubahan Kadar Air Vitamin C. Rineka Cipta. Jakarta.

Anomin. 2017. Produksi Ketimun Menurut Provinsi. https://www.bps.go.


id/linkTableDinamis/view/id/865.Online pada : Senin,18 Februari
2019.19:00 WITA di Kupang.

Anomin. 2012. Mentimun. Diakses pada tanggal Senin, 18 Februari 2019.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto.


1989. Analisis Pangan. IPB-Press.Bogor.

Apriyantono, A. 2004.Tinjauan Teknologi Terhadap Potensi Ketidakhalalan


Produk Pangan Dan Pangan Hasil Rekayasa Genetika.Seminar
Pangan Halal Tingkat Nasional..Online pada : Senin,18 Februari
2019.19:00 WITA di Kupang.

Ashari, Sumeru.1995. Holtikultura Aspek Budaya. UI. Press.Jakarta.

Astuti, S. M. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengaruh Konsentrasi


Garam dan Blanching Terhadap Mutu Acar Buncis.Jurnal Teknik
Pertanian Vol. 11 No. 2,2006.

Azka, Ahmad B, Fariz., Muhammad T. Santriadi, Muhammad N. Kholis. 2018.


Pengaruh Konsentrasi Garam Dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat
Kimia Dan Organoleptik Kimchi. Jurnal Program Studi Teknologi
Industri Pertanian 02(01) 2018 91-97. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Darussalam Gontor Ponorogo.

Anonim. 1992. Pengukuran Kadar Air (SNI 01-2891-1992, Butir


5.1).BSN. Jakarta.

Bacus, J. 1984. Utilization of Mikroorganism in Meat Procesing.Research


Studies Press Ltd. England.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wotton, M. 2010. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiano. UI-Press. Jakarta.

57
Caesarra. 2015. Acar. Diakses pada :http://www.kerjanya.net/fag/18516-
acar.html. Onlinepada : Senin, 25 Februari 2019 19:00 WITA di
Kupang.

Crab. 2012. Pengolahan Pangan dan Fermentasi. Diakses pada :http://
www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/878-pengolahan-pangan-
dengan-fermentasi. Online pada : Kamis, 28 Februari 2019 19:00 WITA
di Kupang.

Daulay, D., dan Rachman. 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-
buahan. PAU Pangan dan Gizi.IPB. Bogor.

Desrosier, N. W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi III. Penerjemah


Muchji Mulyohardjo. UI. Jakarta.
Fitriyono, A. 2014. Teknologi Pangan.. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Frazier, W. C dan W.C Westhoff. 2003. Food Microbiology. Mc Graw Hill


Publishing Co, ltd. Mew Delhi. India.

Gaman, M dan Sherrington, K.B. 1981. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi.Ed ke-2. UGM.Yogyakarta.

Hartuti dan Sinaga. 1999. Pengaruh Penambahan CaCl2 dan cara pengemasan
terhadap mutu dan Khimci Pakchoi. Lembang. Bandung.

Haryadi. 1999. Handout Hidro Koloid Gel. Fakultas Teknologi Pertanian.


UGM. Yogyakarta.

Hayati, R., R. Fadhil, dan R. Agutina. 2017. Analisis Kualitas Sauerkraut


(Asianan Jepang) Dari Kol (Brassica oleracea) Selama Fermentasi
Dengan Variasi Konsentrasi Garam. Jurnal RonaTeknik
Pertanian.10(2).Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Banda
Aceh.

Hudaya, S.2008. Dasar-Dasar Pengawetan 2. Departenen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta.

58
Indah. 2017. Pengaruh penambahan konsentrasi garam dan gula pada
pembuatanpikel tomat organik. Jurnal Jurusan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknik. Universitas Pasundan.Bandung.

Imdad, Nawangsih. 2001. Sayuran Jepang. Penebar Swadya. Jakarta.

Joshi, V.K., S. Sharma, A. Chauhan, and N.S. Thakur.2011. Preparation and


Evaluation of Instant Chutney Mix from Lactid Acid Fermented
Vegetables. Vol 1(2) : 201-209.

Kartika, B., Hastuti P., dan Supartono, W. 1987. Pedoman Uji Indrawi Bahan
Pangan. UGM. Yogyakarta.

Lestari, Cheria; Suhaidi, Ismed & Ridwansyah. 2014. Pengaruh Konsentrasi


Larutan Garam dan Suhu Fermentasi Terhadap Mutu Kimchi Lobak.
Jurnal Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian.
USU. Medan.

Lyons, J.M. 1973. Chilling injury in plants. Vol 24: 445-466.

Martoharsono, Soemanto. 2006. Biokomia I. UGM. Yogyakarta

Meilgaard, M., Civille G, V., Carr B,T. 2000. Sensory Evaluation Techiques.
CRC Press. Boca Raton.

Moelyanto. 1982. Pengesapan dan Fermentasi Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nataliningsih.2009. Pengaruh Imbangan Tomat (Lycopersicum esculentum,


Mill) dan Labu Kuning (Cucurbita maschata ex. Poir) Terhadap
Karakteristik Saus Tomat. Fakultas Pertanian. Universitas Bandung
Raya. Bandung.

59
Nurdjanah, S. dan Yuliani, N. 2009. Sensori Pikel Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
Batatas L.) yang Difermentasi Spontan pada Berbagai Tingkat
Konsentrasi Garam. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Vol.
14, No.2. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Palgunadi, M. 1996. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama


Fermentasi Terhadap Pikel Lada Hijau (Piper nigrum L.). UNILA.
Bandar Lampung.

Pelzar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah:


R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. UI-Press,
Jakarta.

Purbani, D. 2006. Buku Panduan Pembuatan Garam Bermutu. Pusat Riset


Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati.Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.

Pradani, M. dan E. M. Hariastuti. 2009. Pemanfaatan Fraksi Cair Isolat Pati


Ketela Pohon Sebagai Media Fermentasi Pengganti Air Tajin Pada
Pembuatan Sayur Asin. Fakultas Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Rahmani, Yunianta, Martati, E. 2007. Pengaruh Metode Penggaraman Basah


Terhadap Karakteristik Ikan Gabus (Ophiocephalus stiatus). Junal
Teknologi Pertanian.Volume 8 nomor 3.

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1997. Sayuran Dunia 2. Agromedia


Pustaka. Jakarta.

Rukmana, Rahmat, 1994. Budidaya Mentimun. Kanisius. Jakarta.

Rukmana, R. 1995. Bertanam Lobak. Kanisius. Yogyakarta.

60
Ranganna, S. 1997. Manual Of Analysis Of Fruit And Vegetable
Products.McGraw Hill. New Delhi.

Saltveit, M.E. 1989. A kinetic examination of ion leakage from chilled tomato
pericarp disks. Acta Horticultura2 258: 617-622.

Saltveit, M.E. and L.L. Morris. 1990. Overview of chilling injury of


horticultural crops. In: Wang,C.Y. (Ed.), Chilling Injury of Horticultural
Crops. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 3-15.

Saparinto, C dan Diana Hayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan.


Kanisius.Yogyakarta.

Satuhu., Suyanti. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Sharma, O.P. 2002. Plant Taxonomy. Tata McGraw, Hill Publishing Company
Limited. New Delhi. 301 hal.

Sediaoetama.2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Dian
Rakyat. Jakarta.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industry Pangan Dan


Hasil Pertanian. PUSBANGTEPA/ Food Technologi Development
Center IPB. Bogor.

Subagia, N. 1994.Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi NaCl Terhadap


Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Rebung Betung (Dendrocalamus
asper).UNILA. Bandar Lampung. 137 hlm.

Sudarmadji.S., Haryono, B., Suhardi.1984. Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian.Liberty.Yogyakarta.

Supardi, I., Sukanto . 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan


Pangan. Alumni. Bandung.
Sumpena. U. 2001. Budidaya Mentimun Intensif dengan Mulsa Secara
Tumpang Gilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

61
Suryadi. 2002. Saurkraut Asinan. Diakses pada : http//ysuryadi.blogspot.co.id/
2012/06/sauerkraut-asinan.html. Online pada : Senin, 10 juni 2019 19:00
WITA di Kupang.

Taylor. 2012. Fermentasi Sayur. Diakses pada : http://
mustugino.blogspot.co.id/2012/12/fermentasi.html. Online pada :
Jumat,1 Maret 2019 19:00 WITA di Kupang.

Tjahyadi, C dan H. Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas


Padjajaran. Bandung.

Tumbelaka, A. Roberto, Asri S, Naiu, Faiza A. Dali. 2013. Pengaruh


Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi terhadap Nilai Hedonik
Bandeng (Chnos chanos) Asin Kering. Universitas Negeri Gorontalo.

Wijoyo, P. M. 2012. Budidaya Mentimun. Kanisius. Yogyakarta.

Winarno, Fardiaz dan Srikandi, 2007. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia.


Jakarta.

Zerdin, K., Michael, L. R. dan Vermue, J. 2003. The vitamin C concent of


orange juice packed in a oxygen scavenger material. (2003) 387-395.

62
LAMPIRAN

63
Lampiran I. Diagram Alir

Sterilisasi alat-alat

Konsentrasi
larutan garam:
G1=2% Pembuatan NaCl

G2=2,25%

G2=2,5%
Timun di potong kubus ±1,5 cm

Ditimbang masing-masing200 g timun

Disiapkan campuran bumbu 1. Bawang


merah 2 g
2. Cabai
merah 1 g
Dicampur seluruh bahan pada masing- 3. Lengkuas
1g
masing perlakuan.
4. Jahe 1 g
5. Gula 5 g
6. Jeruk nipis
Dikemas dalam wadah kaca

Lama fermentasi

T1 :2 hari Difermentasi
T2 :4 hari Dilakukan analisis:

T3:6 hari Uji organoleptik:


Acar Timun tekstur, aroma, dan
rasa

Semua kombinasi tanpa ulangan

Analisis Sifat Kimia

1. Kadar air
2. pH
3. Kadar Vitamin
c

64
Lampiran II. Tabel Uji Organoleptik

Nama penelis :
Jenis Kelamin :
Umur :
No. Sampel :

Instruksi Cicipilah sampel acar timun yang disediakan, dan nyatakan kesukaan anda terhadap aroma, rasa
dan tekstur dengan memberikan skor (1-4) dengan memberikan tanda (X) pada kolom yang
disediakan.

Pengujian Skala Hedonik Tingkat kesukaan

Sangat tidak suka Tidak suka Suka Sangat suka

Aroma Sangat tidak tajam 1 2 3 4

Tidak tajam

Tajam

Sangat tajam

Rasa Sangat tidak gurih

Tidak gurih

Gurih

Sangat gurih

Tekstur Sangat tidak


renyah

Tidak renyah

Renyah

Sangat renyah

65

Anda mungkin juga menyukai