Anda di halaman 1dari 37

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jambu air Syzygium equaeum (Burn F. Alston) berasal dari daerah Indo
Cina dan Indonesia, tersebar ke Malaysia dan pulau-pulau di Pasifik. Selama ini
masih terkonsentrasi sebagai tanaman pekarangan untuk konsumsi keluarga.
Jambu air tidak hanya sekedar manis menyegarkan, tetapi memiliki keragaman
dalam penampilan.
Jambu air Syzygium equaeum (Burn F. Alston) dikategorikan salah satu
jenis buah-buahan potensial yang belum banyak dibudidayakan untuk tujuan
komersial. Sifatnya yang mudah busuk menjadi masalah penting yang perlu
dipecahkan. Buahnya dapat dikatakan tidak berkulit, sehingga rusak fisik sedikit
saja pada buah akan mempercepat busuk pada buah (Sarwono, 1990).
Menurut Sarwono (1990) Jambu air memiliki banyak jenis dan varietas
yang banyak ditanam yaitu, Syzygium quaeum (jambu air kecil) dan Syzygium
samarangense (jambu air besar). Varietas jambu air besar yakni : jambu
Semarang, Madura, Lilin (super manis), Apel dan

Cincalo (merah dan

hijau/putih) dan Jenis-jenis jambu air lainnya adalah: Camplong (Bangkalan),


Kancing, Mawar (jambu Keraton), Sukaluyu, Baron, Kaget, Rujak, Neem,
Lonceng (super lebat), dan Manalagi (tanpa biji). Sedangkan varietas yang paling
komersil adalah Cincalo dan Semarang, yang masing-masing terdiri dari 2 macam
(merah dan putih).

Sementara di Sumatra Utara jambu air yang banyak

dibudidayakan adalah jambu air varietas deli hijau yang berasal dari Kelurahan
Paya Roba, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara (UPT.
BPSB IV SUMUT, 2015).

Laporan Tugas Akhir

Jambu air varietas deli hijau merupakan jambu air yang tergolong baru dan
varietas jambu unggulan dari kota Binjai yang dilepas pada tahun 2012.
Keunggulan dari jambu air deli hijau yaitu daya hasil (produktifitas) tinggi, dapat
ditanam dalam pot, berbuah sepanjang tahun, rasa buah matang manis madu,
daging buah renyah, beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai menengah
dengan ketinggian 0 500 m dpl, jumlah buah per tanaman 200 360
buah/pohon/tahun dan berat per buah 150 200 g (UPT. BPSB IV SUMUT,
2015).
Untuk mendapatkan jumlah buah dengan berat yang sesuai maka dalam
budidayanya terdapat satu kegiatan yang harus dilakukan paling tidak setahun
sekali, yaitu pemangkasan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam kanopi
pohon jambu dan menyinari buah jambu air yang sedang berkembang (Anonim
2012). Dalam pelaksanaan pemangkasan, dapat dihasilkan brangkasan basah yang
terdiri atas cabang sekunder, tersier, serta daun yang jumlahnya cukup banyak.
Untuk pohon jambu air yang berumur sekitar 10 tahun dapat dihasilkan
brangkasan basah seberat kurang lebih 90 kg/pohon. Dari brangkasan tersebut
dapat dihasilkan stek cabang yang terdiri dari cabang sekunder dan tersier (dengan
panjang stek 25 cm) sebanyak kurang lebih 450 stek/pohon.

Rebin (2013)

mengatakan bahwa limbah pangkasan cabang jambu air dapat dimanfaatkan


sebagai bahan stek, sehingga penyediaan benih jambu air dapat dilakukan setiap
saat.
Setek merupakan teknik perbanyakan vegetatif dengan cara memotong
bagian vegetatif untuk ditumbuhkan menjadi tanaman dewasa yang sifatnya mirip
dengan sifat indukknya (Danu dan Agus, 2006). Saat ini perbanyakan tanaman

Laporan Tugas Akhir

lebih banyak dilakukan dengan cangkok, okulasi sambung pucuk, dan susuan.
Sementara perbanyakan melalui stek masih jarang dilakukan dan stek dilakukan
hanya pada tanaman buah tertentu. Padahal semua tanaman buah mempunyai
potensi untuk diperbanyak melalui stek. Termasuk melakukan stek pada tanaman
jambu air.
Keberhasilan setek jambu air akan maksimal jika diberikan beberapa
perlakuan yang meliputi penggunaan sungkup dan pemberian ZPT (zat pengatur
tumbuh). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi pada
konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat, mengubah pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Davies, 1995). Zat pengatur tumbuh yang sering
digunakan untuk perakaran adalah auksin sintetis, namum relatif mahal dan sulit
diperoleh.

Sebagai pengganti auksin sintetis dapat digunakan bawang merah

`(Ependi, 2009 dalam Muswita 2011).


Bawang

merah

mengandung

minyak

atsiri,

sikloaliin,

metilaliin,

dihidroaliin, flavonglikosida, kuersetin, saponin, peptida, fitohormon, vitamin dan


zat pati (Anonim, 2008 dalam Muswita, 2011). Selanjutnya Anonim (2009) dalam
Muswita (2011) menambahkan fitohormon yang dikandung bawang merah adalah
auksin dan giberelin. Auksin berfungsi untuk mempengaruhi pertambahan
panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar. Giberelin
berfungsi mendorong perkembangan biji, perkembangan kuncup, pemanjangan
batang, pertumbuhan daun, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar
(Ratna, 2008).

Laporan Tugas Akhir

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan ZPT alami Bawang merah
2. Untuk mengetahui pengaruh ZPT cair sintetis dan ZPT alami Bawang
merah terhadap pertumbuhan setek jambu air.

Laporan Tugas Akhir

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Komoditi


2.1.1.Klasifikasi Tanaman Jambu Air
Jambu air Syzygium equaeum (Burn F. Alston) adalah tumbuhan dalam suku
jambu-jambuan atau Myrtaceae yang berasal dari Indonesia dan Malaysia. Pohon
dan buah jambu air tidak banyak berbeda dengan jambu air lainnya (S. aqueum),
beberapa kultivarnya bahkan sukar dibedakan, sehingga kedua-duanya kerap
dinamai dengan nama umum jambu air atau jambu saja (Sarwono, 1990).
Sistematika tanaman jambu air menurut Cahyono (2010) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dycotyledoneae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Syzygium

Species

: Syzygium aquaeum (Burn F. Alston)

2.1.2. Deskripsi dan Morfologi Tanaman Jambu Air


Menurut Cahyono (2010), tanaman jambu air sangat muda dikenali. Dilihat
dari bentuk fisik tanaman dan buahnya sangat mudah diketahiu bahwa tanaman
tersebut adalah jambu air. Tanaman jambu air tergolong tanaman tahunan yaitu
hidup menahun (Parenial). Umur tanaman mencapai puluhan tahun dan pohonnya

Laporan Tugas Akhir

dapat tumbuh besar dan tinggi. Tanaman jambu air berbuah sepanjang tahun
(berbunga tidak mengenal musim).
Secara morfologis, organ-organ penting tanaman jambu air dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a. Akar
Tanaman jambu air (Eugenia aquea Burm) memiliki sisitem perakaran
tunggang dan perakaran serabut. Akar tunggang tanaman jambu air menembus ke
dalam tanah dan sangat dalam menuju ke dalam pusat bumi, sedangkan akar
serabutnya tumbuh menyebar ke segalah arah secara horizontal dengan jangkauan
yang cukup menembus lapisan tanah dalam (sub soil) hingga kedalaman 2 4
meter dari permukaan tanah (Cahyono, 2010).
b. Batang (Pohon)
Batang atau pohon tanaman jambu air merupakan batang sejati. Pohon
tanaman jambu air berkayu yang sangat keras dan memiliki cabang-cabang atau
ranting. Cabang-cabang atau ranting tumbuh melingkari batang atau pohon dan
pada umumnya ranting tumbuh menyudut. Batang tanaman berukuran besar dan
lingkar batangnya dapat mencapi 150 cm atau lebih. Kulit batang tanaman jambu
air menempel kuat pada kayunya dan kulit tanaman jambu air ini berwarna coklat
sampai coklat kemerah-merahan. Kulit batang tanaman dan ranting cukup tebal
(Cahyono, 2010).
c. Daun
Daun jambu air berbentuk bundar memanjang dengan bagian ujung
meruncing (semakin ke ujung semakin runcing). Daun memiliki ukuran besar
setengah dari panjangnya. Daun berwarna hijau buram. Letak daun berhadap-

Laporan Tugas Akhir

hadapan dengan tangkai daun amat pendek sehingga tampak seperti daun duduk.
Daun jambu air memiliki tulang-tulang daun menyirip (Cahyono, 2010).
d. Bunga
Bunga jambu air tumbuh bergerombol yang tersusun dalam malai dan
dihimpit oleh daun pelindung. Oleh karna itu, bunga jambu air tampak
berdompol-dompol. Bunga muncul pada ketiak dahan-dahan, ranting atau ketiak
daun diujung ranting dan bunga bertipe duduk. Bunga kadang-kadang juga
tumbuh diketiak daun yang telah gugur. Bunga berbentuk seperti cangkir. Dalam
suatu dompol atau satu malai bisa berjumlah 10 18 kuntum bunga tergantung
varietasnya. Bunga berukuran agak besar dan terdiri atas kelopak daun yang
berjumlah 4 helai berwarna putih kehijauan atau putih kemerahan, dan benang sari
berjumlah amat banyak. Benang sari berbentuk seperti paku. Bunga jambu air
ketika mekar menebar aroma wangi, tetapi akan cepat layu (Cahyono, 2010).
e. Buah
Buah jambu air berdaging dan berair serta berasa manis. Namun, beberapa
jenis jambu berasa agak masam sampai masam misalnya jambu neem, jambu
kancing, dan jambu rujak. Bentuk buah jambu air dan warna kulit buah beragam.
Bentuk buah ada yang bulat, bulat panjang mirip lonceng, bulat agak pendek,
gemuk mirip genta, bulat pendek dan kecil mirip kancing, bulat segitiga agak
panjang, dan bulat segitiga panjang. Warna kulit buah ada yang merah, hijau
mudah dengan polesan warna kemerahan, putih, hijau, hijau dan lain sebagainya.
Kulit buah jambu air licin, dan mengkilap serta daging buahnya bertekstur agak
padat sampai adat dengan rasa masam sampai manis menyegarkan (Cahyono,
2010).

Laporan Tugas Akhir

f. Biji
Biji jambu air berukuran besardan bahkan ada yang tidak berbiji, berwarna
putih, dan bentuknya bulat tidak beraturan dan bagian dalam berwarna ungu
(Cahyono, 2010).
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Air
2.2.1. Iklim
Cahyono (2010) mengatakan bahwa keadaan iklim sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi jambi air.
a. Suhu udara
Secara umum pertumbuhan tanaman jambu air yang baik memerlukan suhu
udara berkisar antara 27 0C 32 0C. Akan tetapi tanaman jambu air masih dapat
tumbuh pada suhu pada suhu 10 0C dan 35 0C walaupun pertumbuhandan
produksinya kurang baik.
b. Kelembapan udara
Kelembapan udara yang dikehendaki tanaman jambu air berkisar antara
50 - 70 %. Akan tetapi tanaman jambu air masih dapat tumbuh dan berbuah
dengan baik jika ditanam didaerah yang mempunyai udara kering dan kelembapan
udara rendah (kurang dari 50 %) asalkan keadaan air tanah tersedia.
c. Curah hujan
Jambu air (Eugenia aquea Burm) dapat tumbuh dan produksi dengan baik
apabila ditanam di daerah yang iklimnya basah sampai kering dengan curah hujan
tidak terlalu tinggi yaitu sekitar 500 3.000 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu
tinggi menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit dan buah buah mudah
rontok.

Laporan Tugas Akhir

d. Penyinaran matahari
Cahaya matahari berpengaruh terhadap kualitas buah yang akan dihasilkan.
Intensitas cahaya matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air adalah 40
80 %.
2.2.2. Keadaan Tanah
Keadaan tanah yang perlu diperhatikan dalam dalam budidaya jambu air
yaitu : ketinggian tempat, pH tanah, kesuburan tanah, dan kedalam air tanah.
Ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan tanaman,
produksi buah, dan kualitas buah yang dihasilkan. Ketinggian tempat yang cocok
untuk budidaya jambu air adalah 0 1000 meter diatas permukan laut (dpl).
Namun ketinggian tempat yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi jambu air
yaitu 3 500 meter dari permukaan laut (Cahyono, 2010).
Tanaman jambu air toleran terhadap berbagai kondisi keasaman tanah (pH 4
8), namun pertumbuhan yang optimal tanaman jambu membutuhkan drajad
keasaman tanah 6 7. Pada tanah yang memiliki drajad keasaman tinggi (lebih
dari 7) dan rendah (kurang dari 5), pertumbuhan tanaman kurang baik dan
produksipun rendah.

Kondisi tanah untuk budidaya jambu air harus banyak

mengandung bahan organik karena akan berpengaruh terhadap tersedianya unsur


hara, daya serap air, struktur tanah, serta memperbaiki aerasi dan drainase tanah.
Jambu air akan tumbuh dengan baik jika didaerah penanaman memiliki
kedalaman air tanah dangkal sampai sedang, yaitu 0,5 1,5 meter (Cahyono,
2010).

Laporan Tugas Akhir

2.3. Perbanyakan Jambu Air Secara Vegetatif (Setek Pucuk)


Tanaman jambu air dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif
(okulasi, cangkok dan setek). Perbanyakan tanaman dengan biji sering
mengecewakan karena umur berbuah lama (panjang) dan terjadi penyimpangan
sifat-sifat pohon induknya.

Oleh karena itu perbanyakan tanaman jambu air

dengan biji hanya dianjurkan untuk memproduksi batang bawah sebagai bahan
penyambungan (Rukmana, 1997). Perbanyakan vegetatif pada tanaman buahbuahan

dimaksud

untuk

mempertahankan

sifat

induk

yang

unggul,

memperpendek masa vegetatif, sehingga lebih cepat berproduksi. Perbanyakan


vegetatif dengan setek merupakan perbanyakan yang paling efisien karena tidak
memerlukan batang bawah seperti halnya dengan okulasi dan sambung pucuk dan
waktu yang dibutuhkan relatif singkat jika dibandingkan dengan perbanyakan
generatif memerlukan waktu yang lebih lama (Anwarudin, Titin dan Hendro,
1985).
Setek pucuk merupakan salah satu perbanyakan tanaman dengan
menggunakan bagian ujung atau pucuk tanaman.

Bahan setek adalah pucuk

ranting, pucuk cabang, atau pucuk batang. Panjang setek sekitar 8-20 cm atau
memiliki ruas 3-5 ruas, sebagian daun dibuang dan disisakan 2-4 helai daun
paling ujung (Raharja dan Wiryanta, 2003). Perbanyakan melalui setek pucuk
sering mendapat kendala yaitu sulitnya membentuk akar (Ashari, 1995). Untuk
merangsang tumbuhnya akar stek jambu air Citra, bagian pangkal stek perlu diberi
Zat Pengatur Tumbuh (Rebin, 2013). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa
organik bukan nutrisi pada konsentrasi yang rendah dapat mendorong,
menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan

Laporan Tugas Akhir

10

tanaman (Davies, 1995). Zat pengatur tumbuh yang dipakai ada 2 jenis yaitu: 1.
Zat Pengatur Tumbuh Alami Bawang Merah, 2. Zat Pengatur Tumbuh Cair
Sintetis.
2.4. Zat Pengatur Tumbuh Alami (Bawang merah)
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi pada
konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies, 1995).

Zat

pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk perakaran adalah auksin, namum
relatif mahal dan sulit diperoleh.
Sebagi pengganti auksin sintetis dapat digunakan bawang merah (Ependi,
2009). Bawang merah mengandung minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin,
dihidroaliin, flavonglikosida, kuersetin,saponin, peptida, fitohormon, vitamin dan
zat pati (Anonim, 2008 dalam Muswita, 2011). Selanjutnya Anonim (2009) dalam
Muswita (2011), menambahkan fitohormon yang terkandung dalam bawang
merah adalah auksin dan giberelin.
Penggunaan bawang merah sebagai salah satu zat pengatur tumbuh telah
dilakukan pada beberapa jenis tanaman. Setyowati (2004), melaporkan pemberian
bawang merah dengan konsentrasi 75% memberikan hasil terbaik untuk
pertumbuhan panjang akar, panjang tunas dan jumlah tunas pada setek mawar.
Sekta (2005), mendapatkan bawang merah memberikan pengaruh yang nyata
tehadap panjang tunas, jumlah daun, tingkat kehijauan daun dan berat kering tunas
pada stek cabe jawa. Berdasarkan penelitian Muswita (2011), konsentrasi bawang
merah berpengaruh terhadap persentase tumbuh setek gaharu.

Laporan Tugas Akhir

11

2.5.

Zat Pengatur Tumbuh Sintetis Cair (Hantu)


Pupuk hantu (hormon tanaman unggul) merupakan pupuk cair dan hormon

yang ditemukan oleh Sujimin dari Bogor, terbuat dari sari tumbuhan-tumbuhan
herbal yang biasa digunakan untuk semua jenis tanaman (Sujimin, 2010).
Zat-zat yang terkandung dalam pupuk hantu antara lain ; hormon auksin untuk
memperbanyak akar dan mata akar, hormon gibrelin untuk merangsang
pengawetan buah secara alami, merangsang bunga, hormon zeatin untuk mengurai
unsur hara, dan hormon sitokinin atau kinetin untuk merangsang pertumbuhan
vegetatif dengan cepat.

Pupuk hantu (Hormon tanaman unggul) sangat

bermanfaat untuk semua tanaman dan mikroorganisme tanah karena merupakan


materi utama pembentuk probiotik terlarut yang sangat dibutuhkan tetapi tidak di
produksi sendiri oleh mahluk hidup (Sujimin, 2010).
Pupuk Hantu mengandung zat pengatur tumbuh yaitu GA3, GA5, GA7,
Auksin, unsur mikro Na, Mg, Cu, Fn, Mn, dan lain sebagainya yang berguna bagi
tanaman (Sujimin, 2010). Tanto (2010) dalam Kartika (2013), melaporkan bahwa
pemakaian pupuk hantu pada tanaman padi dapat meningkatkan hasil panen.
Selanjutnya Bambang (2010) dalam Kartika (2013), juga menyatakan bahwa
pemakaian pupuk hantu juga meningkatkan pertumbuhan tanaman kopi, daun
lebih tebal dan mengkilat.

Laporan Tugas Akhir

12

III. METODE PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Tempat


Laporan Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan
Setek Jambu Air (Syzygium equaeum (Burn F. Alston)) ini telah dilaksanakan
di UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Jalan Karya Jaya NO 22,
Kecamatan Medan Johor, Medan, Provinsi Sumatera Utara, dari tanggal 30 Maret
sampai 05 Juni 2015.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan adalah gunting stek,
karung, polibag, media setek, cangkul, rumah sungkup, ember, tumbukan,
baskom, gelas ukur, pisau cuter, kain penyaring, pohon induk jambu air (entres)
varietas deli hijau, bawang merah, ZPT cair sintetis (Hantu), air.
3.3. Pelaksanaan
3.3.1. Pembuatan Sungkup
Pembuatan sungkup dilakukan dengan cara menancapkan batang besi yang
berbentuk U terbalik dengan jarak kurang lebih 2 meter saling berhadapan lurus
seperti terowongan, kemudian engikatkan bambu panjang pada setiap batang besi
dengan tali plastic, lalu memperkuat tancapan setiap batang besi dengan pasak
yang ditancapkan dan diikatkan pada setiap pangkal batang besi yang tertancap di
tanah, memasangkan plastik penutup yang mampu menutupi seluruh sungkup,
kemudian memasangkan 2 lapis paranet di atas sungkup. Menimbun plastik dan
paranet disekeliling sungkup dengan tanah.

Laporan Tugas Akhir

13

Gambar 1. Pembuatan Sungkup


3.3.2. Pembuatan Media Tanam dan Pengisian Polibag
Media tanam yang digunakan untuk setek jambu air adalah campuran tanah
dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.
Tanah dan pupuk kandang diaduk hingga tercampur merata, pengadukan
dilakukan dengan menggunakan cangkul.

Media yang sudah tercampur

dimasukkan kedalam polibag, kemudian disusun kedalam sungkup.

Gambar 2. Susunan Polibag dalam Sungkup


3.3.3. Penyiapan Benih atau Bibit
Pembuatan Zat Pengatur Tumbuh Alami (Bawang Merah)
Tahapan kerja pembuatan ZPT alami bawang merah yaitu : Bawang merah
dibersihkan dari kulit yang kering, lalu dibilas dengan air, bawang ditumbuk
hingga halus. Hasil tumbikann disaring dengan kain, kemudian diperas.

Laporan Tugas Akhir

14

Ekstrak bawang ditampung dengan baskom, ektrak tersebut yang akan digunakan
sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) alami.

Gambar 3. (1). Penumbukan (2). Setelah ditumbuk (3). Ekstrak Bawang


Pengambilan Entres Jambu air
Pengambilan entres jambu air dilakukan dengan menggunakan gunting
setek, bakal entres yang diambil adalah adalah pucuk tanaman yang tidak terlalu
tua dan tidak terlalu muda, dan tidak saat daun baru muncul. Panjanng entres
yaitu 20 cm, entres yang sudah selesai diambil dikumpulkan dalam karung lalu
dibawa ke lokasi penyetekan.

Gambar 4. Pengambilan Entres Jambu Air


3.3.4. Perendaman Dengan Perlakuan
Sebelum entres disetek, entres terlebih dahulu diberi beberapa perlakuan, yaitu
: pengurangan daun dan perendaman dengan zat pengatur tumbuh.

Laporan Tugas Akhir

15

Pengurangan Daun dan Pemangkasan Batang


Sebelum entres direndam dengan zat pengatur tumbuh, daun pada setek
terlebih dahulu dikurangi dengan cara memangkas daun hingga meninggalkan 4
helai daun dan daun tersebut dipangkas hingga tersisa 1/3 bagian daun. Kemudian
bagian pangkal entres dipotong hingga pajang entres hanya mencapai 20 cm,
entres dikumpul diatas karung, dan siap direndaman dengan zat pengatur tumbuh.

Gambar 5. Pemangkasan Daun


Perendaman dengan Zat Pengatur Tumbuh Cair Sintetis (Hantu)
Pembuatan larutan zat pengatur tumbuh (ZPT) cair sitetis dilakukan dengan
cara melarutkan ZPT sebanyak 2 tutup botol atau sekitar 20 ml kadalam 2 liter air,
lalu diaduk hingga tercampur.

Entres dimasukkan kedalam larutan tersebut

hingga pangkal entres terendam dalam larutan sedalam kurang lebih 5 cm selama
1 jam.
Perendaman Dengan Zat Pengatur Tumbuh Alami (Bawang Merah)
Pembuatan larutan ZPT alami bawang merah dilakukan dengan melarutkan
20 ml ekstrak bawang merah kedalam 2 liter air kemudian diaduk hingga merata.
Selanjutnya pangkal entres dimasukkan kedalam larutan dan dibiarkan terendam
selama kurang lebih 1 jam.

Laporan Tugas Akhir

16

Gambar 6. Perendaman Entres (1). ZPT Alami (2). ZPT Cair (Hantu)
Perendaman dengan Air (Tanpa Zat Pengatur tumbuh)
Perendaman entres dengan air atau tanpa zat pengatur tumbuh yang berguna
sebagai pembanding atau kontrol terhadap entres yang diberi perlakuan zat
pengatur tumbuh sintetis dan zat pengatur tumbuh alami. Perendaman dilakukan
selama kurang lebih 1 jam kemudian entres siap ditanam.
Penyetekan Jambu Air
Penyetekan jambu air dilakukansetelah perendaman pangkal setek.
Sebelum penyetekan dilakukan, pembuatan lobang tanam perlu dilakukan terlebih
dahulu. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara menuusuk media dengan
menggunakan kayu dengan kedalaman lubang tanam yaitu sekitar 5 cm yang
bertujuan untuk meempermudah penanaman setek.
Penanaman dilakukan setelah pembuatan lubang tanam, penanaman
dilakukan dengan cara menanam pangkal entres sedalam kurang lebih 5 cm.
Kemudian sedikit menekan tanah yang ada disekitar pangkal entres agar entres
tertanam dengan kokoh.

Laporan Tugas Akhir

17

Gambar 7. Pembuatan Lobang Tanam dan Penyetekan Jambu Air


Setelah entres selesai

ditanam sungkup harus ditutup, penutupan sungkup

dilakukan dengan menutup kedua ujung sungkup lalu menimbun bagian pinggir
pelastik penutup dengan tanah.
3.3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap percobaan tentang pengaruh Zat
Pengatur Tumbuh cair sintetis dan Zat Pengatur Tumbuh alami Bawang Merah
terhadap pertumbuhan setek jambu air di UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung
Johor.

Waktu pengamatan dilakukan 1 bulan setelah penanaman setek atau

setelah setek jambu air dikeluarkan dari sungkup.


Parameter yang diamati pada percobaan ini adalah persentase tumbuh, jumlah
tunas (Kalus) dan jumlah daun.
a. Persentase tumbuh setek (%)
Pengamatan persentase tumbuh dilakukan guna mengetahui pengaruh zat
pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek jambu air, data persentase tumbuh
akan disajikan dalam bentuk Grafik.

Laporan Tugas Akhir

18

b. Jumlah tunas atau kalus (Batang)


Pengamatan jumlah tunas dilakukan untuk mengetahui jumlah tunas atau
kalus yang tumbuh karena rangsangan zat pengatur tumbuh yang diberikan
terhadap setek pucuk jambu air.
c. Jumlah daun (Helai)
Pengamatan jumlah daun juga dilakukan terhadap setek, tujuannya untuk
mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh cair sintetis, zat pengatur tumbuh
buatan (Bawang merah) dan tanpa diberikan zat pengatur tumbuh (Kontrol)

Laporan Tugas Akhir

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1.Persentase Tumbuh Setek (%)
Berdasarkan Pengamatan persentase tumbuh pada setek jambu air, setek
dengan ZPT cair sintetis (Hantu) lebih tinggi dibanding dengan ZPT alami
(Bawang merah) dan tanpa ZPT, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Persentase Tumbuh Setek (%)
Perlakuan

Persentase Tumbuh

ZPT cair sintetis (Hantu)

100

ZPT alami Bawang Merah

85

Tanpa ZPT

65

Setek jambu air dengan ZPT cair sintetis (Hantu) mencapai 100 %, ZPT
alami (Bawang merah) 85 % dan tanpa ZPT yaitu 65 %.
4.1.2. Jumlah Tunas atau Kalus
Berdasarkan pengamatan jumlah tunas pada setek jambu air, tunas pada
setek menggunakan ZPT cair sintetis (Hantu) lebih banyak dari setek dengan ZPT
alami (Bawang Merah) dan tanpa ZPT, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengamatan Rata-Rata Jumlah Tunas atau Kalus yang Tumbuh
pada Setek dengan Pemberian ZPT cair sintetis, ZPT Bawang
Merah dan Tanpa ZPT.
Perlakuan
Jumlah Tunas atau Kalus
ZPT cair sintetis
ZPT Bawang Merah
Tanpa ZPT

Laporan Tugas Akhir

1,5
1
0,5

20

Rata-rata jumlah tunas yang tumbuh dengan menggunakan ZPT cair sintetis
yaitu 1,5 tunas, dengan ZPT bawang merah 1 tunas dan tanpa ZPT 0,5 tunas.
4.1.3. Jumlah Daun (Helai)
Jumlah daun yang muncul pada setek yang dilakukan dengan pemberian
ZPT cair sintetis (Hantu), ZPT alami (Bawang Merah) dan tanpa ZPT yang
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengamatan Rata-Rata Jumlah Daun (Helai) yang Muncul pada
Setek Jambu Air
Perlakuan
Jumlah Daun (Helai)
ZPT cair sintetis

3,3

ZPT Bawang Merah

2,3

Tanpa ZPT

1,6

Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada setek dengan pemberian ZPT
cair sintetis (Hantu) dengan jumlah 3,5 helai, kemudian setek dengan pemberian
ZPT alami (Bawang Merah) dengan jumlah 2,3 helai dan setek tanpa ZPT dengan
jumlah daun 1,6 helai.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Persentase Tumbuh (%)
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa persentase tumbuh setek yang
paling tinggi yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh cair sintetis (Hantu),
pertumbuhann mencapai 100 %, sedangkan persentase tumbuh setek dengan
pemberian zat pengatur tumbuh alami (Bawang Merah) hanya mencapai 85 % dan
setek tanpa pemberian zat pengatur tumbu 65 %.
Zat pengatur tumbuh cair sintetis (Hantu) yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap persentase tumbuh setek, karena ZPT hantu mengandung

Laporan Tugas Akhir

21

hormon tumbuh yang lengkap seperti auksin, giberelin, zeatin, sitokinin, GA3,
GA5, GA7 serta unsur mikro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang. Menurut Abidin (1983) dalam Marleni (2010) Auksin befungsi
mempengaruhi

pertambahan

panjang

batang,

pertumbuhan,

merangsang

pembentukan akar, sitokinin zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses
pembelahan sel, sedangkan giberelin berfungssi merangsang pertumbuhan antar
buku, merangsang perkembangan kuncup, pemanjangan batang, pertumbuhan
daun.
Zat pengatur tumbuh alami (Bawang Merah) hanya mengandung 2 jenis zat
pengatur tumbuh yaitu auksin dan giberilin. Auksin berfungsi untuk
mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan
percabangan akar. Giberelin berfungsi merangsang perkembangan kuncup,
pemanjangan batang, pertumbuhan daun (Ratna, 2008). Sedangkan setek tanpa
menggunakan zat pengatur tumbuh (Kontrol) hanya memanfaatkan hormon yang
ada pada pucuk tanaman tersebut. Menurut Hartmal et al (1990) dalam Sunandar,
R. (2006) setek yang berasal dari tanaman induk yang muda lebih cepat berakar
dari pada tanaman induk yang tua. Bagian ujung cabang atau pucuk tanaman
merupakan tempat sintesis auksin yang akan membantu terbentuknya akar pada
setek. Auksin yang ada pada bagian pucuk kemudian diedarkan ke bagian-bagian
yang ada dibawahnya termasuk ke tempat kedudukan tunas-tunas cabang
(Dwidjoseputro, 1991; dalam Fanesa, 2008).
4.2.2. Jumlah Tunas atau Kalus
Dari Tabel 2. Jumlah tunas yang paling tinggi terdapat pada setek dengan
penggunaan zat pengatur tumbuh cair sintetis (Hantu) dibanding setek dengan

Laporan Tugas Akhir

22

pemberian zat pengatur tumbuh alami (Bawang Merah) dan tanpa zat pengatur
tumbuh. Hal ini karena Zat Pengatur Tumbuh (Hantu) mengandung zat pengatur
tumbuh GA3, GA5, GA7, Auksin, giberelin, zeatin, sitokinin.

Dimana zat

pengatur tumbuh yang berfungsi merangsang tunas yaitu sitokinin dan zeatin.
Sitokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang
pembelahan sel dan merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada
tanaman induk (Ratna, 2008).
Sedikitnya tunas yang tumbuh pada setek dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh bawang merah karena ZPT alami ini hanya mengandung 2 jenis
zat pengatur tumbuh yaitu auksin yang berfungsi merangsang perakaran, giberilin
yang merangsang pembalahan sel tanpa adanya sitokinin yang berfungsi
merangsang tunas.

Seperti kata Anonim (2009) dalam Muswita (2011)

fitohormon yang dikandung bawang merah adalah auksin dan giberelin. Auksin
berfungsi untuk mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi dan percabangan akar. Giberelin berfungsi mendorong perkembangan
biji,

perkembangan

kuncup,

pemanjangan

batang,

pertumbuhan

daun,

mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar (Ratna, 2008). Sedangkan


setek tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh hanya memanfaatkan hormone
tumbuh yang ada pada tanaman tersebut sehingga tunas yang dihasilkan lebih
sedikit.
4.2.3. Jumlah Daun (Helai)
Zat pengatur tumbuh yang paling berpengaruh terhadap jumlah daun pada
setek jambu air yaitu setek dengan pemberian zat pengatur tumbuh cair sintetis
(Hantu), hampir 2 kali lipat dari perlakuan dengan zat pengatur tumbuh alami

Laporan Tugas Akhir

23

(Bawang Merah) dan tanpa zat pengatur tumbuh, seperti yang terlihat pada Tabel
3. Jumlah daun ini merupakan jumlah daun yang baru tumbuh dan daun yang
tidak gugur setelah dikeluarkan dari sungkup. Banyaknya jumlah daun pada stek
dngan ZPT sintetis (Hantu) karena ZPT ini mengandung hormon sitokinin yang
merangsang tumbuhnya tunas, semakin banyak tunas maka kemungkinan
tumbuhnya daun juga semakin tinggi.
Sementara jumlah daun pada setek dengan menggunakan ZPT alami
(Bawang merah) tidak begitu tinggi karena jumlah tunas yang tumbuh juga
sedikit. Hal ini terjadi karena ZPT Bawang merah tidak mengandung sitokinin
yang dapat merangsang tunas (Muswita, 2011). Hal lain yang menyebabkan
sedikitnya jumlah daun menurut Heddy (1989) yaitu auksin yang digunakan
dalam konsentrasi yang berlebihan untuk spesies tanaman tertentu dapat
menghambat perkembangan tunas, menyebabkan penguningan dan gugur daun,
penghitaman batang dan akhirnya menyebabkan kematian setek.

Laporan Tugas Akhir

24

V.
5.1.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
Zat pengatur tumbuh sintetis yang digunakan memberikan pengaruh yang

nyata bagi persentase tumbuh (%), jumlah tunas atau kalus dan jumlah daun
(helai) setek tanama jambu air dibandingkan dengan zat pengatur tumbuh alami
bawang merah.
5.2.

Saran
Zat pengatur tumbuh alami (Bawang Merah) akan efektif jika

menggunakan konsentrasi yang sesuai dan dalam melaksanakan perbanyakan


tanaman jambu air harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan setek.

Laporan Tugas Akhir

25

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1990. Dasar Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa. Bandung.
Anonim. 2012. Perawatan Jambu Air Citra di Thailand. Diunduh 1 April 2015.
(Http://Pohonbuahku.Blogspot.com/2012/10/Perawatan-Jambu-AirCitra).
Anwarudin, M. J., Titin, T., dan Hendro, S. 1985. Pengaruh Penggunaan Indoi
Butyric Acid Terhadap Perakaran Jambu Biji. Jurnal Hortikultura NO: 4
Vol. XII. Balai Penelitian Hortikultura. Jakarta.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Univarsitas Indonesia Pres.
Jakarta.
Aulia El., H. Dkk. __ . Pemanfaatan Ekstrak Bawang Merah Sebagai Pengganti
Rooton F Untuk Menstimulasi Pertumbuhan Akar Stek Pucuk Jati
(Tecfona grandis L.). Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Cahyono, B. 2010. Sukses Budidaya Jambu Air di Pekarangan & Perkebunan.
Lili Publisher. Yogyakarta.
Danu dan Agus. 2006. Perbanyakan Vegetatif Beberapa Jenis Tanaman Hutan.
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.
Davies. PJ. 1995. Plant Hormones. Kivwer Academic Publisher. Derdrecht.
Fanesa, A., 2008.

Pengaruh Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Terhadap

Pertumbuhan Stek Pucuk Jeruk Kacang. Fakultas Pertanian Universitas


Andalas. Padang.
Heddy. 1989. Hormon Tumbuhan. Rajawali. Jakarta.
Kartika, E. Dkk. 2013. Tanggapan Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill) Terhadap Pemberian Kombinasi Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.
Marleni. 2010. Pengaruh Umur Tetua dan Jumlah Buku Stek Cabang Terhadap
Pertumbuhan Bibit Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.).
Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muswita. 2011. Pengaruh Konsentrasi Bawang Merah (Alium cepa L.) Terhadap
Pertumbuhan Stek Gaharu (Aquilaria malaccencis OKEN). Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Jambi. Jambi.

Laporan Tugas Akhir

26

Raharja, P. C., Wiryanto, W. 2003.


Agromedia Pustaka. Jakarata.

Aneka Cara Memperbanyak Tanaman.

Ratna, I. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman.


Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.
Rebin. 2013. Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Stek Cabang. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika. Solok. Sumatera Barat.
Rukmana, R. 1997. Jambu Air (Tabulampot). Kanisius. Yogyakarta.
Sarwono. 1990. Jenis Jenis Jambu air Top. Trubus. Jakarta.
Sekta. N. D. 2005. Aplikasi Ekstrak Bawang Merah dan Air Kelapa Muda pada
Pertumbuhan Bibit Stek Cabe Jawa (Piper retro fractum Vahl.).
(Diakses Tanggal 22 April 2015)
Setyowati, T. 2004. Pengaruh Ekstrak Bawang Merah (Alium cepa L.) dan
Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Pertumbuhan Stek
Bunga Mawar (Rosa sinensis L.). (Diakses Tanggal 22 April 2015)
Soekotjo, S. Dkk. 2004. Silvikaltur. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Sujimin. 2010. Pupuk Hantu Gempar. Http://pupukhantu.blogspot.com
(Diakses Tanggal 21 Juni 2015)
Sunandar, R. 2006. Pengaruh Induksi Suhu dan Konsentrasi Rootone F Dengan
Metode Perendaman Terhadap Pembentukan Tunas dan Akar Stek
Sonokeling (Dalbergia Latifolia Roxb.) Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
UPT. BPSB IV. 2015. Deskripsi Jambu air Varietas Deli Hijau. Sumatera Utara.

Laporan Tugas Akhir

27

LAMPIRAN

1.

Tabel Hasil Pengamatan


Jumlah Tunas atau Kalus
Jumlah Tunas atau Kalus
Perlakuan
ZPT
Sampel
ZPT cair
Bawang
sintetis
Merah
1
2
1
2
1
2
3
2
3
1
0
4
0
1
5
2
0
6
Rata-rata
1,5
1

Tanpa
ZPT
0
1
1
0
0
1
0,5

Jumlah Daun (Helai)


Jumlah Daun (Helai)
Perlakuan
ZPT
Sampel
ZPT cair
Bawang
sintetis
Merah
3
2
1
4
2
2
5
4
3
2
2
4
2
2
5
4
2
6
Rata-rata
3,3
2,3

Tanpa
ZPT
2
1
2
2
1
2
1,6

Laporan Tugas Akhir

28

3.

Profil UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor, Medan,


Sumatera Utara

Sejarah BIH
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Benih Induk Hortikultura adalah salah satu
unit pelayanan teknis lingkup Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Sejak
masa penjajahan dulu, balai yang lebih dikenal dengan naman land bow telah
memegang peranan penting dalam pengembangan pertanian khusunya dalam
aspek pengadaan bibit hortikultura yang bermutu tinggi. Land Bow berganti nama
menjadi kebun percobaan. Pada tahun 1980 berganti nama lagi menjadi Balai
Benih Utama Hortikultura. Tahun 1990 di Desa Siguci Kecamatan STM Hilir
Kabupaten Deli Serdang dibuatlah kebun unit untuk mengembangkan budidaya
buah-buahan seperti durian dan rambutan sebagai pohon induk.
Pada tahun 2002 sampai sekarang BBU sesuai surat keputusan Provinsi
Sumatera Utara BBUH berganti status menjadi Balai Benih Induk (BBI). Balai
Benih Induk Hortikultura ini telah menghasilkan dan memasarkan bibit
hortikultura bermutu tinggi. Sudah mendapat kepercayaan dari pemakai dan
penagkar bibit baik di Sumatera Utara maupun diluar Sumatera Utara. Pada tahun
2014 sesuai dengan peraturan pemerintah daerah dilalukan
terhadap semua UPT. yang masih

perubahan nama

menyandang gelar Balai dihapuskan

sehingga nama dari UPT. Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH) menjadi UPT.
Benih Induk Hortikultura (BIH). Peraturan ini disesuaikan dengan sumber
anggaran dana yang diterima setiap UPT. yang disesuaikan dengan otonomi
daerah sedangkan nama balai menyatakan bahwa sumber anggaran dana dan
penyesuaian kegiatan berasal dari pusat.

Laporan Tugas Akhir

29

Fungsi BIH
Benih Induk Hortikultura cabang Johor merupakan salah satu tempat
penghasil bibit tanaman hortikultura dataran rendah yang bermutu tinggi, sebagai
tempat informasi serta sarana latihan/pendidikan dan penelitian bagi masyarakat.
Tugas pokok dan fungsi BIH
Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 061/452
k/tahun 2002 tentang tugas fungsi dan tata kerja Dinas Pertanian serta organisasi
dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.
Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) BIH Gedung Johor Medan, mempunyai tugas
membantu dinas pertanian dalam kegiatan perbanyakan benih yang bermutu dan
berkualitas, membina teknik Balai Benih Pembantu (BBP) dan penagkar.
Memberikan informasi ketersediaan benih hasil produksi dan pemasaran hasil
produksi/ bibit dan bibit hasil kultur jaringan.
Visi dan Misi UPT. BIH Gedung Johor
Visi:
Mewujudkan industri pembenihan buah-buahan dataran rendah yang maju
dan mandiri.
Misi:
1. Mengerakkan pengembangan teknologi tempat guna dalam penyediaan benih
buah-buahan dataran rendah yang unggul dan bermutu
2. Mengelola sumber daya alam pertanian yang ada dikebun secara optimal dan
berkelanjutan
1. Alamat

: Jl. Karya Jaya No. 22 Pangkalan Masyhur Medan

2. Telp/Fax

: (061) 7868239

Laporan Tugas Akhir

30

3. Kepala/NIP

: Ir. Yasniati Lubis, M.Si/ NIP. 195812151982022001

4. Luas Lahan (total)

: 19,85 Ha

BANGUNAN KANTOR/LABORATORIUM
No Jenis Bangunan
.
1. Kantor Utama BIH
Gedung Johor
2. Laboratorium

Luas
(M2)
287

Diperoleh
Tahun
2011

Dipergunakan
untuk
Bangunan Utama

150
150

1993
Direhab thn
2013
2012

Bangunan
Laboratorium

3.

Kantor Unit
Asam Kumbang

247

4.

Kantor Unit
Asam Kumbang
Kantor Unit Siguci

63

5.
6.

150

Sumber
dana
APBD

Status

APBD

Baik

Bangunan Utama
Unit Asam
Kumbang
Direhab thn Bangunan Unit
2010
Asam Kumbang
Direhab thn Bangunan Utama
2011
Unit Siguci
1993
Bangunan Tempat
Pertemuan

APBD

Baik

APBD

Baik

APBD

Baik

APBD

Rusak

Bangunan
Penyimpanan
barang
Bangunan
Penyimpanan
barang
Bangunan
Penyimpanan
barang

APBD

Baik

APBD

Baik

APBD

Baik

Bangunan
Penyungkupan
Tanaman
Bangunan Mess
untuk siswa/i PKL

APBD

Baik

APBD

Baik

Gedung
Pertemuan/
Pendopo
Gudang BIH Gd.
Johor

256

50

Direhab thn
2014

8.

Gudang Siguci

50

1993

9.

Gudang Asam
Kumbang

117
70
40

7.

10. Rumah Sungkup

12

1993
2011
Direhab thn
2010
2012

11. Asrama (Mess)

178

2012

Laporan Tugas Akhir

Baik

31

BANGUNAN BERUPA RUMAH TEMPAT TINGGAL


No.

Type Rumah

1.

Rumah Dinas
UPT. BIH Gd.
Johor
Rumah Dinas
Unit Siguci
Rumah Dinas
Unit As.
Kumbang

2.
3.

Luas
(M2)
175

Diperoleh
Tahun
1993

Sumber
dana
APBD

120
120
54
45
66

1993

APBD

1998

APBD

Nama yang
Menempati
Denny Joy Purba,
SP

Jabatan/
Status
Staf/aktif

Agus Muliono,
SP
Aminuddin
Pulungan
Robi
Ir. Hasanuddin

Staf/aktif
Pensiunan
Staf/aktif
Staf/aktif

5. SDM
Golongan

Lakilaki

Perempuan

Jumlah

Teknis

Non

Analis

Lapangan

Teknis

Gol IV

Gol III

13

21

14

Gol II

12

Gol I

Honorer

14

18

17

6. Jumlah Petugas Struktural UPT. BIH Gedung Johor


No.

N a m a/N I P

Pendidikan/
Golongan
3

Status
4

1.

Ir. Yasniati Lubis, M.Si

S2 (IV/b)

Kepala UPT. BIH Gedung


Johor

2.

TATA USAHA DAN


ADMINISTRASI
Ir. Sri Wahyuni Putri

S1 (III/d)

Kasubbag TU

3.

Delpiana Sianturi, SH

S1 (III/d)

Inventaris Barang

4.

Sabar Uhur Saragih

SPMA (III/d)

Bendahara Pembantu APBN

5.

Sunartik

SMA (II/b)

Bendahara Pembantu APBD

6.

Saripah Hanum

SMA (II/b)

Bendahara Penerima
Pembantu PAD/PNBP

Laporan Tugas Akhir

32

7.

Agus Salim

SMA (II/b)

Pelayanan Publik

8.

Jumiati

S1 (III/a)

Adm. Kepegawaian

9.

Hanna Foto Pane

SMA (II/b)

Adm. Keuangan

PRODUKSI
10.

Ir. Iovie R. Purnama

S1 (III/d)

Kasie Produksi

11.

Ir. Nuriman Tambunan

S1 (III/d)

Penanggung Jawab Lab.


Kultur Jaringan

12.

Herawati, SP

S1 (III/b)

Staf Lab. Kultur Jaringan

13.

Sieglinde Tampubolon, SP

S1 (III/c)

Pemelihara Tanaman Hias

14.

Tuty S. Genaly, SP

S1 (III/b)

Penanggung Jawab Sayuran


Organik

15.

Resniaty Saragih, SP

S1 (III/b)

Pemelihara Bibit

16.

Fitri S. Endang Sari, SP

S1 (III/b)

Pemelihara Pohon Induk

17.

Virma Uli Manurung, SP

S1 (III/a)

Pemelihara Buah Naga

18.

Amran, SP

S1 (III/a)

Koordinator Kebun BIH Gd.


Johor

19.

Denny Joy Purba, SP

S1 (III/a)

Penanggung jawab
Aklimatisasi

20.

Dian Kusuma

SMA (II/b)

Perbanyakan vegetatif
tanaman

21.

Supriadi

SMA (II/a)

Adm. Alsintan

22.

Nasrul

SMA (II/a)

Pemelihara Sayuran Organik

Kasie Pelayanan Teknis

PELAYANAN TEKNIS
23.

Supriadi, Bsc

24.

Ir. Zonni Mungkur

Diploma
(III/d)
S1 (III/d)

25.

Ir. Bogar Angin Siahaan

S1 (III/d)

Staf

26.

Syahrial Sipayung

SMA (II/b)

Perbanyakan vegetatif
tanaman

27.

Ira Yuliani

SMA (II/b)

Staf Lab. Kultur Jaringan

28.

Lasdiana Nainggolan

SMA (II/a)

Pemelihara Tanaman Hias

Laporan Tugas Akhir

Staf

33

29.

Rukayah

SD (I/a)

Staf Lab. Kultur Jaringan

30.

Ahmad Suyadi

SD (I/a)

Kebersihan Kebun

S1 (III/a)

Koordinator Kebun Siguci

UNIT SIGUCI
31.

Agus Muliono, SP
UNIT ASAM KUMBANG

32.

Rosdiana Nasution, Amd

Diploma (II/c) Adm. Unit Asam Kumbang

33.

Fitri Yenti, SP

S1 (III/a)

Pemelihara Tanaman Hias

34.

Rahmat A. Ritonga, SP

S1 (III/a)

Pemelihara Tanaman Koleksi

35.

Syarifuddin

SMA (II/b)

Perbanyakan Tanaman Hias

36.

Antonius Manik

SMA (III/b)

Adm. Asam Kumbang

7. Nama Penempatan, Pendidikan, Status Pejabat Fungsional Pengendali


OPT
No.
1
1.
2.

Provinsi/Kabupaten/N a m
a/N I P
2
Norman
19670825.199203.1.005
Arnold Simatupang
19631006.198703.1.006
8. Sarana dan prasarana

Pendidikan/
Golongan
3

Status Fungsional

S1 (III/c)

PHP

S1 (III/c)

PBT

Sarana dan prasarana yang dimiliki UPT. BIH. Gedung Johor Medan
meliputi perlengkapan kantor, laboratorium dan lapang yang menunjang
terlaksananya setiap kegiatan di UPT. BIH. Gedung Johor Medan.

Laporan Tugas Akhir

34

9. Laboratorium UPT. BI Hortikultura Gedung Johor


Luas bangunan Laboratorium UPT. BIH Gedung Johor Medan secara
keseluruhan 300 M2, yang tediri dari :
No.

Jenis Penggunaan

Luas lahan (m)

Ruang Persiapan

50

Ruang Transfer

50

Ruang Tumbuh

150

Ruang Media

Ruang Aklimatisasi

100

Ruang Administrasi

50

10. Profil Analis


Jumlah tenaga analis yang mendukung kegiatan pengujian laboratorium ada
5 orang termasuk di dalamnya penyelia dan penanggung jawab teknis
laboratorium. Adapun status kepegawaian, pengalaman/pelatihan, terinci pada
tabel berikut :
No.

Nama

Jabatan

Status

Pelatihan

Kasie Produksi

PNS

Kultur jaringan

Ir. Iovie R. Purnama

Ir. Nuriman Tambunan

Staf

PNS

Kultur jaringan

Herawati, SP

Staf

PNS

Kultur jaringan

Ira Yuliani

Staf

PNS

Kultur jaringan

Denni Joy Purba, SP

Staf

PNS

--

11. Profil Peralatan


Jenis, jumlah dan kondisi peralatan laboratorium yang dimiliki oleh
laboratorium UPT. BIH Gedung Johor memiliki peralatan baru dan lama yang
masih dalam kondisi baik dan dapat digunakan. Peralatan yang rusak akan
dilakukan konpirmasi ke bagian tata usaha selanjutnya dilakukan pengadaan
peralatan yang baru. Peralatan baru juga dapat diadakan jika peralatan tersebut

Laporan Tugas Akhir

35

dikonfirmasi untu menunjang kagiatan lebih baik juga disesuaikan dengan APBD
dan APBN yang ada.
12. Anggaran (x 1000)
Dana

2011

2012

2013

2014

APBD

1.854.900

2.548.775

4.937.555

4.593.040

APBN

390.796

233.150

534.244

254.160

13. Permasalahan
a. Keterlambatan pencairan anggaran menjadi kendala dalam kegiatan di
lapangan.
b. Perlu adanya koordinasi antara Dinas Pertanian Provinsi Sumatera
Utara maupun Kabupaten/Kota dengan UPT. Benih Induk dalam hal
penyediaan benih yang dibutuhkan sehingga dapat memotivasi kinerja
UPT. BI Hortikultura.
c. Terbatasnya

tenaga

kerja

untuk

pengelolaan

kebun/lapangan

berdampak terhadap pengelolaan kebun (penyiraman, perawatan


tanaman dan lain-lain).
d. Terbatasnya SDM professional dan terampil.
Demikian Profil UPT. BI Hortikultura Gedung Johor ini dibuat untuk dapat
dipergunakan seperlunya.

Laporan Tugas Akhir

36

2.

Struktur Organisasi UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor,


Medan, Sumatera Utara

KEPALA UPT. BIH GEDUNG JOHOR


Ir. YASNIATI LUBIS M.Si

KASUBBAG TATA USAHA


Ir. SRI WAHYUNI PUTRI

KASI PRODUKSI
Ir. IOVIE R. PURNAMA

PIMPINAN
LAB. KULTUR JARINGAN
Ir. NURIMAN TAMBUNAN

PIMPINAN
KEBUN GEDUNG JOHOR
FITRI S. ENDANG SARI, SP

Laporan Tugas Akhir

KASI PELAYANAN TEKNIS


SUPRIADI, BSc

PIMPINAN
KEBUN UNIT ASAM KUMBANG
A M R A N, SP

PIMPINAN
KEBUN UNIT SIGUCI
AGUS MULIONO, SP

37

Anda mungkin juga menyukai