Anda di halaman 1dari 2

Vonis Hukuman Mati di Indonesia Meningkat

Vonis hukuman mati di Indonesia meningkat dalam setahun terakhir. Meskipun pemerintah saat ini
melakukan moratorium eksekusi, akan tetapi sejumlah keputusan pengadilan tetap menerapkan
hukuman pidana mati.

Situasi tersebut terbalik jika membandingkan kemajuan hukum di sejumlah negara, yang mulai
mengurangi untuk menghapus pemidanaan mati bagi para pelaku kejahatan.

Amnesty Internasional Indonesia mencatat, angka vonis mati di dalam negeri sepanjang 2019,
tercatat 80 kasus. Jumlah keputusan mati dari pengadilan tersebut, meningkat dua kali lipat dari
2018, yang terdata sebanyak 48 kasus. Di level internasional, Amnesty Indonesia mencatat malah
terjadi penurunan global tren vonis mati dari 2.531 menjadi 2.307 kasus.

Dari 80 kasus vonis mati di Indonesia itu, Amnesty Indonesia memerinci 60 kasus di antaranya,
merupakan perkara perdagangan narkotika. Sedangkan 18 kasus lainnya, terkait pembunuhan, dan
satu kasus perkosaan anak, juga satu kasus kejahatan terorisme. Dari jumlah tersebut, delapan
terpidana di antaranya, adalah warga negara asing yang divonis mati terkait peredaran narkotika.

“Kami mencatat ada peningkatan vonis mati sebesar 44 persen di masa pemerintahan saat ini,
dibandingkan 15 sampai 20 tahun setelah reformasi,” kata Campaigner Amnesty Indonesia Justitia
Avila Veda saat diskusi publik bertema ‘Prospek Penghapusan Hukuman Mati di Indonesia’, Selasa
(21/4).

Direktur Amnesty Indonesia Usman Hamid menambahkan, peningkatan vonis mati di Indonesia ini
menghkawatirkan.

Karena, menurut Usman, vonis mati atas suatu kejahatan melangkahi hak asasi mendasar manusia
untuk hidup yang semestinya dilindungi oleh negara. Pun hukuman mati, menurut Amnesty, terang
Usman, bukan solusi dalam pengentasan kejahatan, karena diyakini tak pernah berhasil memberikan
dampak jera.

“Terbukti bahwa hukuman mati tidak menimbulkan efek jera untuk tidak melakukan kejahatan,” ujar
Usman.

Karena itu, Amnesty mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan
moratoium hukuman, dan eksekusi mati di Indonesia. Termasuk menerapkan pengalihan hukuman
atau komutasi para terpidana mati yang saat ini menunggu eksekusi.

Amnesty juga meminta agar Kejaksaan Agung (Kejakgung) tak lagi menerapkan tuntutan hukuman
mati di pengadilan, dan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencabut konsep pemidanaan
mati dalam setiap klausul rancangan Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).

Direktur Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam diskusi yang sama
mengatakan, perkembangan pemidanaan di internasional, memasukkan hukuman mati sebagai
bagian dari praktik penyiksaan. Di Indonesia, data ICJR mencatat per Desember 2019 ada sekitar 271
terpidana mati di dalam penjara.
Dari jumlah itu, 58 terpidana mati menunggu selama 10 tahun untuk eksekusi yang tak pasti.
Bahkan, kata Erasmus, tercatat lima terpidana mati di dalam penjara saat ini, yang sudah menunggu
selama 20 tahun untuk eksekusi.

“Ketika orang terlalu lama di penjara, dan menunggu eksekusi mati, kondisi mentalnya akan
terganggu. Dan kondisi itu dalam konteks kebaruan hak asasi manusia, termasuk dalam penyiksaan,”
kata Erasmus.

ICJR, kata Erasmus, sekata dengan Amnesty yang menghendaki perlunya penghapusan konsep
pemidanaan mati dalam penegakan hukum di Indonesia. Terutama dalam perkara-perkara
penyalahgunaan narkoba yang menurutnya, tak semestinya dipidana. Karena menurut dia, selain
hukuman mati tak lagi relevan dalam peradaban hukum modern, pun tak mampu memberikan rasa
adil terhadap korban.

Sumber: https://republika.co.id/berita/q9551f396/vonis-hukuman-mati-di-indonesia-meningkat

Selasa, 21 April 2020

Pertanyaan:

1. Setujukah Anda atas diberlakukannya vonis hukuman mati di Indonesia bagi tersangka yang
terbukti bersalah
2. Berikan penjelasan atas pilihan jawaban Anda tersebut

Jawab:

Tidak setuju, karena masih banyak cara lain dalam hal memvonis walaupun kesalahan tersangka
tersebut sangatlah berat, namun dalam hak asasi manusia membunuh atau mengeksekusi seseorang
adalah cara yang paling tragis walaupun sebenarnya mereka memang layak untuk dieksekusi, dalam
hal ini membuat Yayasan atau mengembangkan dan merehabilitasi tersangka menjadi seseorang
yang utuh akan lebih baik dibanding dengan menindak eksekusi tersangka pidana mati. Hukum mati
hanya akan menimbulkan keresahan sosial atau mental pidana, namun tidak akan mengubah
apapun.

Anda mungkin juga menyukai