Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN

BASNAZ TAHUN 2017-2020

Disusun Oleh:
Khaerunnisa H Haeruddin (1992142107)
Nurhidayat (200901502084)
Fitri Ramadhina (200901502092)

Dosen Pengampu:
Azwar Anwar SE.M.SI.AK.CA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat, infaq dan sedekah merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial. Zakat, infaq, dan
sedekah tersebut merupakan salah satu wujud terlaksanannya ekonomi manusiawi, yakni
ekonomi yang mempertimbangkan keseimbangan manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Kekayaan tidak hanya berputar pada golongan-golongan tertentu saja, tetapi harus
melibatkan golongan-golongan yang berada dalam kategori fakir dan miskin. Ibrahim
(1998) mengatakan bahwa Islam memberikan rasa keseimbangan dan meletakkan dasar
bagi keadilan yang merata. Islam mendorong tumbuhnya lembaga-lembaga sosial untuk
saling menolong di masa-masa sulit. Salah satu lembaga yang penting adalah lembaga
pengelolaan zakat dalam rangka membantu mereka yang membutuhkan.
Lembaga pengelola zakat merupakan lembaga non-profit yang bertujuan untuk membantu
umat Islam menyalurkan zakat, infaq dan sedekah kepada yang berhak. Aktivitas tersebut
melibatkan beberapa pihak yang saling berkait yakni pemberi zakat, pengelola, dan
penerima zakat. Pada beberapa kasus, pengelola dana bukan orang-orang atau institusi yang
benar-benar dikenal oleh pemberi dana. Hal ini, seperti lembaga publik lainnya,
memunculkan kebutuhan adanya akuntabilitas. Pemberi zakat menginginkan akuntabilitas
pengelola terhadap integritas, efisiensi dan efektivitas dana yang mereka serahkan.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
yang menggantikan Undang-Undang Nomer 38 Tahun 1999, diharapkan dapat
memberikan kepastian dan tanggung jawab baru kepada pemerintah dalam mengelola
badan amil zakat (BAZNAS, BAZNAZ propinsi, BAZNAS kabupaten/kota) dan mampu
mengkoordinasikan kepentingan stakeholders.
Bentuk transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan zakat pada organisasi
pengelola zakat (OPZ) dapat tercermin dalam penyusunan dan publikasi berkala laporan
keuangan yang diatur oleh Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Zakat. Setiap Organisasi Pengelola
Zakat (OPZ) wajib menyusun laporan keuangan sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah.
Laporan keuangan amil zakat bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut
pelaporan atas penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak/sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan serta
sebagai alat evaluasi kinerja manajerial dan organisasi (Kustiawan et al., 2012).
Badan Amil Zakat di Indonesia saat ini telah mengalami pertumbuhan yang pesat dalam
pada tahun 2017-2020,Namun disayangkan hal ini tidak diimbangi dengan ketersediaan
sumber daya amil yang profesional, dikarenakan belum adanya sistem pengembangan
sumber daya manusia yang dapat memasok kebutuhan sumber daya amil. Tenaga amil
hingga tahun 2020 diisi oleh orang-orang yang bukan berlatar belakang pendidikan amil,
hal ini membuat lemahnya etos kerja, kreativitas dan profesionalitas (Syaadi, 2018).
Badan Amil Zakat (BAZ) juga belum memiliki banyak sumber daya manusia yang terampil,
sehingga mereka masih kekurangan tenaga untuk mengadakan kegiatan untuk
memperkenalkan seseorang tentang zakat melalui BAZ. Selain itu belum ada sarana
kampanye atau operasi berbasis teknologi dan masih dilakukan dengan cara manual (Yusuf,
2019).
Berdasarkan permasalahan tersebut, para muzaki harus mengetahui tingkat efisiensi kinerja
dari OPZ dalam penghimpunan dan pengelolaan zakat baik dari lembaga pemerintah
maupun lembaga non pemerintah melalui laporan akuntansi. Badan Amil Zakat Nasional
sebagai salah satu lembaga zakat yang ada di tentunya berupaya dalam meningkatkan nilai
dan manfaat lembaga amil zakat dengan mengedepankan tata kelola dana zakat yang
profesional. Karena pada tiap tahunnya, BAZNAS memiliki peningkatan jumlah dana zakat
yang mereka kumpulkan. Hal itu dapat dilihat pada statistik pengumpulan dana zakat
BAZNAS. Pada tahun 2017 terkumpul sebesar Rp.811.727.027, tahun 2018 terkumpul
sebesar Rp. 1.593.129.791, tahun 2019 terkumpul sebesar Rp. 2.167.979.372 dan pada
tahun 2020 untuk sementara ini sudah terkumpul sebesar Rp. 2.155.764.942 (Workshop
AKP. 2020). Disamping itu BAZNAS dengan Badan Amil Zakat di Indonesia pada tahun
2017-2020 telah mengalami pertumbuhan yang pesat namun tidak diimbangi dengan
ketersediaan sumber daya amil yang professional, dan tenaga amil zakat hingga tahun 2020
diisi oleh orang-orang yang bukan berlatar belakang pendidikan amil.Pengukuran kinerja
organisasi nirlaba seperti BAZNAS dapat dilakukan secara kuantitatif, dengan
menggunakan teknik analisis rasio. Penelitian ini ingin mengukur dan menganalisis kinerja
keuangan BAZNAS dengan menggunakan rasio efisiensi, rasio dana amil dan rasio
pertumbuhan (Growth Ratio) (PUSKAS BAZNAS, 2019).

.
BAB II
PEMBAHASAN

Pada mulanya, pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan secara tradisional yang disalurkan
dan dikelola melalui ulama, kyai dan mesjid. Pada saat ini ada dua bentuk model
pengelolaan zakat yakni: dikelola oleh pemerintah melalui Badan Amiil Zakat Nasional
(BAZNAS) dan yang dikelola oleh swasta melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Berdirinya organisasi pengelola zakat dilandasi oleh perintah zakat dalam Al-Qur’an.
Perintah zakat salah satunya terdapat dalam QS.At Taubah:103 yang berbunyi: “Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 (amandemen dari UU Nomor 38
tahun 1999), tujuan dari pengelolaan zakat adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dan pengelolaan zakat serta Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyiapkan laporan atas semua tindakan yang di
dalamnya ada tanggung jawab. Pertanggungjawaban dalam sebuah institusi sering
dikaitkan dengan kepentingan para stakeholder dan manajemen. Akuntabilitas juga
melibatkan akuntansi sebagai bentuk pertanggungjawaban untuk melaporkan segala
aktivitas ekonomi institusi. Dalam Islam, akuntabilitas memiliki dua dimensi hubungan,
yaitu hubungan antar sesama manusia (pertanggungjawaban terhadap stakeholder dan
manajemen) dan pertanggungjawaban kepada Allah sebagai pemegang otoritas tertinggi
(Gray :1996).
Menurut Sofyan S. Harahap, laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan
hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. laporan
keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. (Munawir:2004),
(Anwar:2011) Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2011, hlm.6), tujuan laporan
keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan terdiri dari 5 jenis yaitu: Laporan
posisi keuangan, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Posisi Keuangan, Laporan Arus
Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan posisi keuanganadalah laporan yang
menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Laporan ini
merupakan ringkasan yang menunjukan total aktiva dengan total kewajiban ditambah
dengan total modal (ekuitas) atau yang disebut sisi pasiva.
Laporan laba rugi adalah laporan yang menggambarkan jumlah pendapatan, biaya dan laba
atau rugi perusahaan pada suatu periode tertentu. Laporan laba rugi bermanfaat untuk
menilai dan mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh pendapatan dan
menggunakan sumber daya yang dimiliki.
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan perubahan-perubahan yang terjadi pada pos-pos
ekuitas yang rinciannya adalah modal pemilik atau modal saham (jika perseroan),
tambahan modal disetor dan laba ditahan. Laporan perubahan ekuitas bermanfaat untuk
memberikan informasi terkait ekuitas yang dimiliki perusahaan serta perubahannya pada
periode tertentu.
Laporan arus kas adalah laporan yang menunjukan kas masuk dan kas keluar bagi aktivitas
operasi, investasi dan pendanaan secara terpisah selama satu periode tertentu. Aktivitas
operasi menunjukan arus kas masuk dan keluar dari aktivitas sektor modal kerja (aktiva
lancar dan kewajiban lancar).
Aktivitas investasi menunjukan arus kas masuk dan keluar yang berhubungan aktiva tetap
dan investasi jangka panjang. Sedangkan aktivitas pendanaan berhubungan dengan ekuitas
pemilik, kewajiban jangka panjang dan dividen. Laporan arus kas bermanfaat untuk
melaporkan jumlah kas masuk dan keluar dari aktivitas perusahaan.
Catatan atas laporan keuangan berguna untuk mengungkapkan hal-hal terkait dengan
perusahaan yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan lainnya, antara lain:
gambaran umum perusahaan, ikhtisar kebijakan akuntansi dan penjelasan akun-akun
laporan keuangan dan informasi lain yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi
diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Kelima laporan keuangan di atas merupakan jenis laporan yang digunakan perusahaan
bisnis secara umum. Sedangkan lembaga yang bergerak di bidang sosial atau non
profitseperti lembaga pengelola zakat memiliki keunikan dan kekhususan sendiri dari
setiap jenis laporan keuangannya.
Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 tentang Akuntansi Zakat
dan Infak/sedekah komponen laporan keuangan lembaga zakat terdiri dari :
1. Laporan Posisi keuangan
2. Laporan Perubahan Saldo Dana
3. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Secara umum, laporan keuangan lembaga zakat yang meliputi laporan posisi keuangan,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan hampir sama dengan laporan keuangan
pada umumnya. Perbedaan yang paling signifikan terdapat pada laporan perubahan saldo
dana dan laporan asset kelolaan.
Karena lembaga zakat merupakan organisasi nirlaba, maka tidak ada laporan laba rugi
seperti perusahaan bisnis melainkan hanya menampilkan saldo dana yang merupakan
selisih dari penghimpunan dan penggunaan dana zakat, infak dan sedekah (ZIS). Laporan
perubahan saldo dana yaitu ringkasan penerimaan dana berupa zakat, infak/sedekah, dana
amil dan penyaluran/penggunaan dana dalam periode tertentu.
Pengelolaan zakat di Indonesia awalnya dilakukan secara tradisional, yaitu diserahkan
melalui mesjid, kyai dan tokoh agama setempat untuk disalurkan kepada mustahiq. Pada
tahun 1968, Presiden Soeharto menghimbau masyarakat beragama Islam untuk
menunaikan zakat sekaligus mengumumkan Beliau bertindak sebagai amil yang menerima
pembayaran zakat. Sebagai bentuk implementasi himbauan tersebut, maka didirikan Badan
Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) di DKI Jakarta pada tahun 1968 (BAZNAS, 2014).
BAZNAS bertanggungjawab terhadap presiden melalui menteri (menteri agama).
Berdasarkan Undang-Undang baru ini pula BAZNAS memiliki fungsi standarisasi
pengelolaan keuangan, administrasi dan pelaporan, hal tersebut diperlukan dalam rangka
membangun sistem pengelolaan zakat yang amanah, transparan dan akuntabel. Fungsi
standarisasi pengelolaan keuangan juga memiliki fungsi penting dalam penyusunan
anggaran dan laporan kinerja keuangan yang baik, menetapkan dan mengembangkan
standar laporan tahunan BAZNAS dan LAZ. BAZNAS didirikan dengan tujuan untuk
mewujudkan badan pengelola zakat yang mengedepankan prinsip transparansi,
professional dan amanah dalam menjalankan kegiatannya.
Visi BAZNAS adalah “Menjadi Badan Zakat Nasional yang amanah, transparan dan
professional.”
Sedangkan Misi BAZNAS ada 6 (enam) antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat.
2. Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat nasional sesuai dengan
ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern.
3. Menumbuhkembangkan pengelola/amil zakat yang amanah, transparan, professional
dan terintegrasi
4. Mewujudkan pusat data BAZNAS nasional
5. Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia melalui
sinergi dan koordinasi dengan lembaga terkait
Penyaluran Zakat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) penyaluran berarti proses, cara, perbuatan
menyalurkan. (KBBI). Dengan demikian, penyaluran zakat merupakan proses, cara,
perbuatan menyalurkan zakat kepada yang berhak. Abdus Sami (2010) mengatakan bahwa
objek atau sasaran zakat adalah sebagaimana yang telah tertera dalam Al-Qur’an surat At-
Taubah ayat 60, yaitu terdiri dari: Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqob, Ghorimin, Ibnu
sabil dan Fii sabilillah. “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, amil zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah: 60).

Berdasarkan Peraturan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) No.3 Tahun


2018, pengertian masing-masing asnaf sebagai penerima manfaat zakat adalah sebagai
perikut. Fakir merupakan orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata
pencaharian untuk memenuhi kebutuhan dasar. Miskin merupakan orang yang mempunyai
sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarga yang menjadi tanggungannya.
Amil merupakan seseorang atau sekelompok orang yang diangkat dan/atau diberi
kewenangan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan, lembaga yang diberikan izin oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah, dan/atau seseorang yang mendapat mandat dari
pimpinan Pengelola Zakat untuk mengelola Zakat.

Mualaf merupakan orang yang sedang dikuatkan keyakinannya karena baru masuk Islam.
Riqab merupakan orang Islam yang menjadi: a. korban perdagangan manusia; b. pihak
yang ditawan oleh musuh Islam; atau c. orang yang terjajah dan teraniaya.
Gharimin merupakan orang yang berutang untuk: a. kemaslahatan diri dengan tidak
berlebihan seperti untuk nafkah, mengobati orang sakit, membangun rumah, dan lain
sebagainya; b. kemaslahatan umum seperti mendamaikan dua orang muslim atau lebih
yang sedang berselisih sehingga perlu adanya biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyelesaikannya; atau c. kemaslahatan umum lainnya seperti membangun sarana ibadah
dan tidak sanggup membayar pada saat jatuh tempo pembayaran.

Sabilillah merupakan salah satu dari golongan dibawah ini, yaitu: a. orang
atau kelompok/lembaga yang sedang berjuang menegakan kalimat Allah; b. orang yang
secara ikhlas melaksanakan tuntunan agama baik tuntunan wajib, sunah, dan berbagai
kebajikan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT; atau c. orang yang secara
ikhlas dan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu yang bermanfaat bagi umat. Ibnu
Sabil merupakan para musafir yang kehabisan biaya atau bekal dalam melakukan
perjalanan untuk sesuatu yang baik.

Penyaluran zakat juga dapat dikategorikan menjadi dua bidang, yaitu: pendistribusian dan
pendayagunaan. Sesuai dengan Peraturan BAZNAS No.3 Tahun 2018 Tentang
Pendistribusian dan Pendayagunaan, yang dimaksud pendistribusian adalah penyaluran
zakat kepada mustahik dalam bentuk konsumtif. Sedangkan pendayagunaan adalah
pemanfaatan zakat secara optimal tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya dalam bentuk
usaha produktif, sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umum.

Zakat untuk pendistribusian sebelumnya banyak disebut dengan istilah zakat konsumtif.
Sedangkan pendayagunaan disebut dengan istilah zakat produktif. Zakat konsumtif
diberikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mustahik (Reni Oktaviani, 2018, hal.
104), mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat miskin/mustahik(Setiawan,
2017, hal. 249).

Sedangkan zakat produktif bertujuan untuk selain mejadikan mustahik menjadi mandiri
dan diharapkan kedepannya mampu menjadi muzaki. Zakat produktif diartikan sebagai
cara (Yasir, 2014) dan mekanisme (Pratama, 2015) dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Zakat produktif (Sartika, 2008) dapat digunakan untuk modal kerja (Efri Syamsul Bahri,
2019), diberikan kepada mustahiq di antara orang miskin dan yang membutuhkan pada
umumnya, yang memiliki mikro-kecil.

Antara zakat konsumtif dan zakat produktif (Khalifah Muhamad Ali, 2016), memiliki
persamaam, perbedaaan, kelemahan dan kelebihan. Pertama, persamaan zakat konsumtif
dan zakat produktif adalah sama-sama mampu meningkatkan kesejahteraan sekaligus
menurunkan kemiskinan mustahik. Perbedaan antara zakat konsumtif dan zakat produktif
adalah zakat produktif dianggap lebih mampu mengurangi kemiskinan dibanding zakat
konsumtif. Faktor-faktor yang menjadi penyebab bahwa zakat produktif memiliki
kelebihan dari zakat konsumtif adalah dimana zakat produktif diiringi dengan
adanya pendampingan usaha dan pembinaan keagamaan.

Kedua, pada zakat produktif faktor-faktor yang berpengaruh dalam penanggulangan


kemiskinan adalah pendapatan rumah tangga mustahik dan pekerjaan kepala rumah tangga.
Sedangkan pada zakat konsumtif faktor-faktor yang berpengaruh adalah pendidikan kepala
rumah tangga dan pendapatan rumah tangga mustahik. Dengan demikian, persamaan zakat
konsumtif dan zakat produktif adalah pada faktor pendapatan yang sama-sama berpengaruh
dalam penanggulangan kemiskinan. Sedangkan persamaannya adalah pada dasarnya sama-
sama mampu untuk meningkatkan kesejahteraan sekaligus menurunkan kemiskinan
mustahik. Perbedaannya, zakat produktif lebih mampu mengurangi kemiskinan dibanding
zakat konsumtif.

Keberadaan zakat produktif mampu meningkatkan pendapatan mustahik (Widiastuti, 2015,


hal. 90), berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan sebesar 25,2%,
pendidikan 22,9% dan sehat 8,9% (Damanhur, 2017, hal. 77), mampu meningkatkan
keadaan ekonomi pelaku Usaha Kecil Menengah (Setiawan, 2017, hal. 247) dan efektif
untuk mengubah kehidupan mustahiq (Imron Mawardi, 2018, hal. 133).

Efektivitas Penyaluran Zakat

Efektivitas (Rifa'i, 2013, hal. 132) dapat diartikan sebagai sebuah keberhasilan suatu
aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya.
Efektivitas penyaluran zakat diukur dengan menggunakan Zakat Core Principles (ZCP).
Penilaian efektivitas penyaluran zakat dengan menggunakan ZCP bertujuan untuk
mengetahui bagaimana penyaluran dana zakat yang dikelola Baznas telah memenuhi
standar kriteria efektif sesuai dengan acuannya sehingga pengelolaannya
dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan ZCP, maka rasio yang digunakan adalah Allocation to Collection Ratio
(ACR). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah lembaga zakat dalam
menyalurkan dana zakatnya dengan cara membagi total dana penyaluran dengan total dana
penghimpunan. Penilaian ACR terdiri dari beberapa kategori, dengan rincian sebagai
berikut: 1. Highly Effective (jika ACR ≥ 90 persen) 2. Effective (jika ACR mencapai 70-
89 persen) 3. Fairly Effective (jika ACR mencapai 50- 69 persen) 4. Below Expectation
(jika ACR mencapai 20- 49 persen) 5. Ineffective (jika ACR < 20 persen)(BAZNAS P. ,
2018, hal. 70-71)
Tabel efektivitas kinerja keuangan Baznas 2017 – 2020
TAHUN Saldo Saldo Awal Persentasi Kategori
Akhir

2017 95.225.233.239 75.199.989.458 56,77% Kurang


efektif
2018 56.411.977.055 95.225.233.239 85,99% Efektif

2019 79.052.118.688 56.411.750.790 87,27% Efektif

2020 146.731.452.352 79.052.118.688 103,22% Sangat


efektif

Berikut merupakan gambar yang berisi tabel data laporan keuangan untuk basnaz
tahun 2017/ 2018
Berikut merupakan gambar yang berisi tabel data laporan keuangan untuk basnaz
tahun 2019/ 2020
Berdasarkan beberapa gambar yang menunjukkan laporan keuangan pada tahun 2017-2020
ialah menyajikan informasi tentang dasar oenyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi spesifik.
Mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh SAK yan tidak disajikan di bagian mana
pun dalam laporan keuangan. Memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian mana
pun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan
keuangan.
Entitas syariah, sepanjang praktis, menyajikan catatan atas laporan keuangan secara
sistematis. Entitas syariah membuat referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas,
laporan arus kas, laporan sumber dan penyaluran dana zakat, dan laporan sumber dan
pengunaan dana kebajikan untuk informasi yang berhubungan dalam catatan atas laporan
keuangan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian dan pemaparan yang telah disajikan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan terbitnya Undang Undang lembaga zakat, lembaga zakat kini
memiliki peran penting dalam pengelolaan zakat karenanya membutuhkan manajemen
yang berkualitas. Adanya cabang hampir di semua daerah di seluruh Indonesia, membuat
perputaran uang yang besar dan membutuhkan pengelolaan keuangan yang baik.Laporan
keuangan merupakan cerminan dari pengelolaan keuangan. Penyusunannya harus
didasarkan pada prinsip yang diterima umum agar dapat dipahami sehingga kandungan
informasinya dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Di Indonesia dasar
penyusunannya menggunakan PSAK 109 yang terdiri dari Neraca, Laporan Perubahan
Dana, Laporan Perubahan Aset Kelolaan, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan
Keuangan. Untuk menjaga kepercayaan publik, laporan keuangan yang diterbitkan
nantinya harus teraudit.

Anda mungkin juga menyukai