Anda di halaman 1dari 213

“Pengharapan yang Berasal

dari
Sudut Pandang Seseorang”

i
“Pengharapan yang Berasal
dari
Sudut Pandang Seseorang”

Bhikkhu Revata

ii
Namo tassa bhagavato arahato
sammā sambuddhassa

“Pengharapan yang Berasal


dari
Sudut Pandang Seseorang”

Penerbit:
Yayasan Hadayavatthu - Jakarta

Diterbitkan: Oktober 2017

Buku ini diterbitkan untuk dibagikan secara gratis dan


tidak untuk diperjualbelikan

Materi di dalam buku ini boleh diperbanyak untuk


dibagikan secara gratis tanpa seijin pengarangnya

Namun demikian, disarankan perubahan tanpa izin dan


penggambaran yang keliru dari ajaran pengarangnya
sebaiknya dihindari

HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI

iii
Didedikasikan untuk semua Saṅgha
yang telah mempertahankan ajaran asli Sang Buddha
dan
menjaga-Nya tetap murni selama berabad-abad

iv
SABBADĀNAṂ DHAMMADĀNAṂ JINĀTI

Pemberian Dhamma
melampaui semua pemberian lainnya

S e b u ah P e m b e r i a n – T i d a k u n t u k D i j u a l

v
vi
Daftar Isi

Ucapan Terima kasih ……………………………………………………..... ix


Kata Pengantar ……………………………………………………................... x
Catatan Penerjemah …………………………………………….……..…..... xiii

Pengharapan yang Berasal dari


Sudut Pandang Seseorang
Sudut Pandang …………………………………………………………….….... 1
Kesenangan Indera, Bahaya dan Pelepasan dari Mereka 2
Guru Pertama ……………………………………………………………...….... 11
Guru Kedua …………………………………………………………………....... 12
Latihan Keras ………………………………………………………………........ 14
Kamma Tak Bajik Brahmana Jotipāla ……..…….…..…….…….. 14
Lima Pengikut ………………………………………………………..……….... 17
Latihan di Hutan Sāla …………………………………………...……….... 19
Kekuatan Supranatural Pertama ……..……..……..…….……..…… 22
Kekuatan Supranatural Kedua ……………………...……………..…. 25
Meditasi Vipassanā ………………………………………………………....... 27
Cakupan Pengetahuan Vipassanā Sang Bodhisatta …...….. 28
Tiga Jenis Bodhisatta ……………………………………………….……..... 31

vii
Objek Terakhir Meditasi Vipassanā sebelum
Pencerahan Sempurna ………………………………………………........ 37
Kekotoran Batin yang Dihancurkan oleh Pengetahuan
Akan Jalan Pertama ……………………………………………………....... 40
Sakkāya-diṭṭhi ……………………………………………………...………...... 42
Bukti Kekuatan Supranatural ……………………….………….…..... 46
Jhāna sebagai Pendukung Pencerahan Sempurna ……….. 49
Pergi Menemui Lima Petapa ………………………..……………...... 53
Persepsi ……………………………………………………………………….….... 56
Lima Petapa Mendengar Dhamma ……………………….…….… 57
Membedakan Ajaran Benar dari Ajaran Salah ……………... 59
Pencapaian Sukha dengan Sukha ………..……………………....... 62
Dua Jenis Praktisi Vipassanā ………………………………...……….. 68
Pertarungan Vipassanā ………………………………………………....... 77
Empat Jenis Manusia …………………………………………………...... 81
Fenomena Batin dan Materi Hakiki ………………………..…..… 86
Sebab Akibat Yang Bergantungan ……………………………....... 97
Pertanyaan dan Jawaban Terpilih ……………………….........….... 107
Aspirasi dan Pelimpahan Jasa …………………..…...…………….....
. 189
Singkatan-singkatan ……………………………………………………..... 191
Budddhavandanā …………………………………………………………..... 192

viii
Ucapan Terima Kasih

Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih pertama-tama


kepada pembimbing saya, Y.M. Pa-Auk Tawya Sayadaw,
dan semua Saṅgha yang telah mempertahankan ajaran asli
Sang Buddha dan menjaga-Nya tetap murni selama
berabad-abad.

Yang kedua, saya ingin menyampaikan penghargaan


kepada Y.M. Ñāṇukkaṃsa, yang dengan murah hati
menawarkan untuk mentranskip dan menyusun materi asli,
sehingga bisa diedit untuk penerbitan ini.

Saya juga ingin menyampaikan penghargaan kepada Sdr.


Dave, Sdri. Cheng, dan Sdr. JJ. Mereka masing-masing
berperan penting dalam penyusunan buku ini.

Ungkapan penghargaan secara khusus kepada Sdr.


Dave.Tanpa usahanya buku ini tidak akan ada.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka


semua atas usaha yang telah dilakukan.

Buku ini disusun dari ceramah Dhamma yang saya berikan


di tiga tempat berbeda dengan judul yang sama: di bulan
Mei 2014 di Batam, Indonesia; di bulan Desember 2014
dalam kunjungan pertama saya ke Taiwan; dan di bulan
Maret 2015 di Cibodas, Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan
dan jawaban-jawaban dalam bagian kedua buku ini dipilih
dengan saksama dari sesi tanya jawab dalam ceramah
Dhamma di Taiwan dan Cibodas.

Bhikkhu Revata
Pa-Auk Angthong, Thailand
(16th September 2015)
ix
Kata Pengantar
Pengharapan!
Anda mengharap. Kita mengharap. Setiap orang
mengharap. Ini adalah hal yang lumrah bagi kita semua.
Kita hidup dalam harapan dan pengharapan. Tidak ada
seorang pun yang tak mempunyai pengharapan dalam
hidupnya! Dengan cara yang sama, tidak ada seorang pun
yang tak mempunyai sudut pandang! Pengharapan dan
sudut pandang mempunyai suatu hubungan mutualisme,
hubungan sebab akibat. Jika sudut pandang kita berbeda,
pengharapan kita akan berbeda sebagai konsekuensinya.
Pengharapan dan tindakan kita sangat ditentukan oleh
sudut pandang kita.
Sudut pandang kita berbeda-beda dari waktu ke waktu
yang disebabkan oleh banyak alasan. Ini kadang-kadang
karena mendengarkan sesuatu berulang-ulang, atau karena
tradisi, atau kadang-kadang karena penafsiran. Perbedaan-
perbedaan ini kadang-kadang karena pemikiran, latar
belakang, pendidikan, atau kadang-kadang karena tempat
di mana kita tinggal. Sudut pandang kita berbeda-beda
kadang-kadang karena waktu dan kondisi, dan kadang-
kadang karena mengikuti apa yang diyakini oleh banyak
orang. Kadang-kadang sudut pandang kita berbeda-beda
karena rasa suka maupun rasa tidak suka kita.
Sudut pandang tidaklah lebih dari sebuah perspektif. Sudut
pandang semata-mata bukanlah merupakan suatu
kebenaran. Hanya ketika ketidaktahuan, atau tidak
mengetahui kebenaran bisa dimusnahkan, maka visi baru
yang bukan merupakan sudut pandang baru bisa dicapai.
Kita seharusnya tidak memegang erat sudut pandang apa
pun dalam hidup kita. Sebaliknya kita seharusnya
menyeimbangkannya ketika harus diseimbangkan. Kita
seharusnya meningkatkan sudut pandang kita, ketika kita

x
harus meningkatkannya, dan kita harus melepasnya ketika
kita tahu sudut pandang kita itu salah.
Dalam buku ini, saya berbagi dengan pembaca bagaimana
sang Bodhisatta berlatih dengan menganggap apa yang
benar sebagai salah dan apa yang salah sebagai benar, dan
bagaimana beliau akhirnya melepas apa yang salah dan
meningkatkan sudut pandang beliau, sehingga beliau bisa
menapak jalan benar dalam pencarian kebenaran.
Kita juga adalah orang yang memegang apa yang salah
sebagai benar dan apa yang benar sebagai salah, bukan
hanya dalam kehidupan ini saja, tetapi juga di keseluruhan
lingkaran kelahiran kembali kita.
Ketika kamma buruk kita berbuah, kita berpikir apa yang
salah sebagai benar, dan apa yang benar sebagai salah.
Inilah apa yang saya bagikan kepada pembaca di dalam
buku ini.
Tanpa berpegang pada sudut pandang apa pun …
Semoga Anda semua bisa membaca buku “Pengharapan
yang Berasal dari Sudut Pandang Seseorang” ini dengan
pikiran terbuka dan mendapatkan banyak manfaat dari
buku ini.
Semoga Anda semua dapat berlatih ajaran sejati dari Sang
Buddha!
Semoga Anda semua terbebas dari semua penderitaan!

Salam penuh mettā,

Bhikkhu Revata
Pa-Auk Angthong, Thailand
(15th September 2015)

xi
xii
Catatan Penerjemah
Sebuah buku Dhamma yang bermutu tinggi, bukan hanya
bisa membuat pembacanya sekedar mendapatkan
pengetahuan, tetapi juga memancing keinginan
pembacanya melakukan pendalaman dengan perenungan
dan penyelidikan lebih lanjut; dan bahkan bisa memotivasi
pembacanya untuk mempraktikkan ajaran-ajaran yang
disampaikan dalam kehidupan sehari-hari dan tekun
berlatih meditasi untuk pengembangan batin ke arah yang
lebih luhur. Menurut pendapat saya, buku “Pengharapan
yang Berasal dari Sudut Pandang Seseorang” karangan
Sayadaw U Revata ini, telah memenuhi kriteria ini.
Buku ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisi
ceramah dan bagian kedua adalah tanya dan jawab yang
dipilih dengan cermat. Dalam ceramah ini, Sayadaw U
Revata menekankan pentingnya suatu sudut pandang yang
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendidikan, tradisi,
tempat kita tinggal dan lain sebagainya, karena sudut
pandang bisa memengaruhi pengharapan dan tindakan
kita. Sudut pandang yang salah bisa merugikan seseorang,
sedangkan sudut pandang yang benar bisa meningkatkan
seseorang.
Beliau menjelaskan bahkan sudut pandang sang Bodhisatta
berbeda dengan sudut pandang Sang Buddha. Secara
terperinci, beliau memaparkan bagaimana sang Bodhisatta
berlatih hingga merealisasi Kebuddhaan. Bagaimana sang
Bodhisatta dengan sudut pandang yang salah berlatih
dengan keras selama enam tahun, dan akhirnya
menggunakan jhāna-dhamma pertama hingga jhāna-
dhamma keempat untuk merealisasi Pencerahan Sempurna
di bawah Pohon Bodhi. Hal-hal seperti ini, kebanyakan
dari kita jarang mengetahuinya. Selain itu, beliau juga
memaparkan banyak hal yang memperkaya pengetahuan
kita, misalnya tentang pentingnya mempunyai aspirasi
xiii
untuk mengakhiri penderitaan, tentang pentingnya
konsentrasi, meditasi samatha dan vipassanā.
Dalam bagian tanya dan jawab, Sayadaw U Revata
membahas dengan sangat indah dan komprehensif hal-hal
yang umum di kalangan Buddhis seperti mettā, puñña,
pāramī, empat brahmavihārā, pelimpahan jasa, dan juga
hal-hal yang lebih spesifik seperti di manakah kelahiran
terbaik di saṃsāra, penolakan terhadap Abhidhamma,
Nibbāna, dan lain sebagainya.
Di bagian tanya dan jawab ini kita bisa memetik banyak
pelajaran bermanfaat yang bisa kita terapkan dalam
hubungan kita dengan keluarga dan orang lain, sehingga
memungkinkan tercipta hubungan yang lebih harmonis,
serta mendorong kita untuk selalu berusaha mempunyai
kesadaran, berlatih meditasi dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga ketika waktunya matang kita bisa berlatih meditasi
lebih intensif untuk sementara waktu ataupun permanen.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak
terima kasih secara khusus kepada Y.M. Bhante
Ñāṇukkaṃsa yang telah memberikan banyak masukan dan
koreksi yang sangat berharga dalam penerjemahan ini,
kepada Sdr. Yauw Sie Miauw yang telah memformat dalam
bentuk buku, dan kepada semua donator baik pribadi
maupun yayasan yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu.
Semoga buku ini bisa membuat kita mempunyai suatu
sudut pandang yang benar. Sādhu, Sādhu, Sādhu …
Bogor, 21 Oktober 2017,
Salam penuh mettā,
Penerjemah,
Agus Wiyono

xiv
xv
xvi
BERDASARKAN CERAMAH

“Pengharapan yang Berasal


dari Sudut Pandang Seseorang”

Sudut Pandang
Pada hari ini, saya akan memberikan sebuah ceramah.
Judul dari ceramah yang akan saya berikan adalah
“Pengharapan yang Berasal dari Sudut Pandang
Seseorang”. Seperti yang Anda semua ketahui, kita semua
tidak mempunyai sudut pandang yang sama; kita semua
mempunyai sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang
kita berbeda tergantung pada bagaimana kita tumbuh,
pendidikan yang kita terima, dan pengetahuan yang kita
dapatkan dari belajar. Sudut pandang kita berbeda
tergantung dari pengetahuan kita. Disebabkan perbedaan-
perbedaan dalam sudut pandang, pengharapan kita sebagai
akibatnya juga akan berbeda. Dikarenakan mempunyai
sudut pandang yang berbeda, kita kemungkinan berpikir,
mengharapkan, dan juga berharap secara berbeda satu
sama lainnya.
Meskipun Anda menyadari bahwa orang berbeda dalam
sudut pandang, tetapi Anda mungkin tidak menyadari
bahwa sudut pandang sang Bodhisatta sebelum Pencerahan
Sempurna berbeda dengan sudut pandang beliau setelah
menjadi Buddha. Di sini apa yang ingin saya jelaskan
secara khusus pada Anda semua adalah bagaimana sang
Bodhisatta, Sang Buddha dan murid-murid-Nya
memegang sudut pandang yang berbeda dalam hidup
1
mereka. Saya ingin menjelaskannya dalam ceramah hari
ini, ’Pengharapan yang Berasal dari Sudut Pandang
Seseorang’.
Sudut pandang sang Bodhisatta dan sudut pandang Sang
Buddha adalah berbeda. Banyak Buddhis yang tidak
menyadari hal ini. Jadi untuk berbagi pengetahuan ini
dengan Anda semua, saya ingin menanyakan satu
pertanyaan pada Anda: “Apakah sang Bodhisatta langsung
bertemu dengan ajaran benar begitu beliau melepaskan
kehidupan duniawi? Seperti yang Anda semua ketahui,
beliau menjalani kehidupan sebagai seorang pangeran di
sebuah istana. Dikarenakan desakan spiritual yang muncul
padanya, beliau meninggalkan istana dan melepaskan
kehidupan duniawi ketika berumur dua puluh sembilan
tahun.

Kesenangan Indera, Bahaya


dan Pelepasan dari Mereka
Mengapa sang Bodhisatta kita melepaskan kehidupan
duniawi? Apakah karena beliau miskin? Apakah karena
beliau terlahir rendah? Apakah karena beliau tidak
makmur? Apakah karena beliau tidak mempunyai teman?
Beliau mempunyai semua yang dibutuhkan dan kaya tiada
tara. Mengapa beliau melepaskan kehidupan duniawi?
Tahukah Anda mengapa para bijaksana memilih jalan
melepas kehidupan duniawi? Bagaimanakah sudut pandang
Anda? Ya, Anda tidak salah mengatakan bahwa sang
Bodhisatta ingin mengakhiri penderitaan dan mengatasi
kelahiran, penuaan, sakit, dan kematian. Tetapi saya ingin
Anda semua mendapatkan sebuah pengertian yang lebih
mendalam.
2
Apakah ada kesenangan dalam kesenangan indera? Ya, ada
kesenangan dalam kesenangan indera. Sang Buddha sendiri
tidak mengatakan bahwa tidak ada kesenangan dalam
kesenangan indera. Beliau mengakui bahwa ada
kesenangan di dunia ini. Beliau juga mengamati bahwa
obsesi terhadap kesenangan indera mendorong semua
makhluk duniawi melakukan pengejaran kesenangan
indera dengan tiada henti.1
Ada kesenangan, tetapi hanya sedikit, dan ini memerlukan
biaya besar. Para bijaksana melihat cacat dan bahaya yang
melekat dalam kesenangan indera. Tetapi yang bodoh
hanya melihat kesenangan dalam kesenangan indera.
Mereka tidak melihat cacat dan bahaya dari kesenangan
indera. Itulah sebabnya mereka mengejar kesenangan
indera dan tidak bisa meninggalkan pengejaran kesenangan
indera.
Sang Bodhisatta kita hidup ditengah-tengah kebahagiaan
dalam kesenangan indera yang luar biasa. Beliau menikmati
kesenangan indera yang besar sejak muda. Semua
pelayannya adalah perempuan, tidak ada seorang pun yang
laki-laki. Semua pemusiknya adalah perempuan. Semua
penarinya adalah juga perempuan. Jadi, beliau tenggelam
dalam kesenangan indera yang luar biasa. Namun, ketika
akhirnya beliau melihat cacat dan bahaya yang melekat
pada kesenangan indera, beliau meninggalkan semua
kesenangan indera dan melepaskan kehidupan duniawi,
dan mencari suatu jalan agar lepas dari cacat dan bahaya
yang melekat pada kesenangan indera.

_______________________

1AN.III.3.1.3 Dutiyāssādasuttaṃ (AN 3.105 Ceramah Kedua Tentang


Kepuasan)

3
Saya akan menjelaskan lebih lanjut, sehingga Anda bisa
melihat cacat dan bahaya yang melekat pada kesenangan
indera. Apa yang menjadi tujuan utama bagi hampir semua
manusia di dunia ini? Kesenangan indera. Kesenangan
indera adalah tujuan tertinggi setiap orang di dunia. Tidak
ada yang melebihi ini. Mereka tidak bisa pergi di luar ini.
Ini adalah tujuan yang terpenting.
Mengapa kita mendapatkan pendidikan sejak muda? Kita
pergi ke sekolah dan universitas untuk mendapatkan
pendidikan, karena semakin baik pendidikan yang kita
peroleh, maka kemungkinan semakin tinggi posisi dalam
hidup kita, dan oleh karena itu kesenangan indera yang kita
peroleh akan semakin besar. Ini hanya secara umum dan
belum tentu benar untuk semua orang. Jadi sejak muda,
kita sudah mempersiapkan diri untuk pencapaian duniawi
seperti memperoleh keuntungan, menjadi terkenal, dan
seterusnya.
Di sini saya ingin Anda semua untuk mempertimbangkan
dengan mendalam: mana yang lebih lama, waktu yang
diperlukan bagi kita mencapai tujuan duniawi, atau waktu
yang kita habiskan menikmati kesenangan indera? Pikirkan
berapa banyak waktu yang kita perlukan untuk persiapan.
Kita melakukan banyak usaha. Kita menghabiskan banyak
waktu dan usaha untuk mencapai tujuan duniawi kita.
Tetapi ketika kita sudah mencapai tujuan itu, waktu yang
kita habiskan menikmati kesenangan itu pendek dan cepat
berlalu.
Kebanyakan apa yang Anda lakukan sepanjang jalan
berusaha menggapai tujuan Anda itu adalah tak bajik.
Waktu yang Anda habiskan menikmati kesenangan indera,
yang juga singkat, adalah tak bajik juga. Di antara kelahiran
dan kematian, kita kebanyakan hidup dalam rumah
4
keserakahan, dalam rumah kebencian, dan dalam rumah
delusi, kebanggaan, keirihatian, dan kekikiran. Rumah
seperti ini adalah benar-benar buruk bagi kita. Meskipun
kita tinggal dalam sebuah bangunan yang kita sebut dengan
rumah, tempat tinggal kebanyakan dari kita yang
sesungguhnya adalah rumah keserakahan, kebencian,
delusi, kebanggaan, keirihatian, dan kekikiran. Kekotoran
batin utama ini ada pada kita sejak kita lahir, dan mereka
mengganggu sepanjang hidup kita. Sayangnya kita semua
berada dalam genggaman mereka. Mereka sebenarnya
adalah rumah kita yang sesungguhnya. Kitab Penjelas
Makna Dhammapada mengatakan: ’Bagi yang lalai,
keempat alam penderitaan adalah seperti rumah tetap
mereka.’2
Seperti yang kita semua ketahui, kita jarang menetap lama
di tempat-tempat di mana kita hanya sebagai pengunjung
atau tamu. Adalah alami bagi kita untuk kembali ke rumah
kita. Dengan cara yang sama, alam manusia dan dewa
adalah tempat di mana kita berkunjung untuk sementara
waktu, hanya apabila waktunya matang. Cepat atau lambat
kita harus mengemas kekotoran batin kita dan kembali ke
rumah kita yang sesungguhnya di suatu tempat di empat
alam penderitaan.
Jadi semua perbuatan yang telah kita lakukan dan semua
kamma yang telah kita kumpulkan sepanjang jalan
menggapai tujuan kesenangan indera adalah perbuatan
dan kamma yang tak bajik. Ketika kamma yang tak bajik ini
membuahkan hasil, kita akan menderita di empat alam
penderitaan.
_____________________
2 Kitab Penjelas Makna pada Dhp. 1 Cakkhupālattheravatthu (Cerita
tentang Cakkhupalā Thera): ‘Pamattassa ca nāma cattāro
apāyāsakagehasadisā’.
5
Inilah cacat dan bahaya yang melekat pada kesenangan
indera. Inilah sesuatu yang hampir semua manusia biasa
tak menyadarinya. Oleh karena itu, hanya berpikir
bagaimana menikmati tujuan kesenangan indera, mereka
menghabiskan banyak waktu, bahkan hampir seluruh hidup
mereka, mencoba mencapai tujuan kesenangan indera
mereka, yang mana sangat cepat berlalu.

Mana yang lebih banyak ditekankan, tujuan atau cara


untuk mencapai tujuan itu? Mereka lebih menekankan
tujuan. Ya, mereka hanya ingin mencapai tujuan mereka.
Mereka tidak memberikan banyak pertimbangan pada
bagaimana mereka menggapai tujuan mereka. Namun
mereka perlu melaksanakannya, dan bagi mereka
pencapaian tujuan adalah hal yang terpenting. Tidak peduli
apakah yang mereka kerjakan benar atau salah, sasaran
utama mereka adalah mencapai tujuan mereka. Dalam hal
ini, tanpa menganalisis atau mempertimbangkan dengan
saksama cara menggapai tujuan, mereka melakukan banyak
perbuatan tak bajik dan mengumpulkan banyak kamma tak
bajik.
Para bijaksana melihat cacat dan bahaya semua kamma
yang mereka kumpulkan sepanjang jalan ketika menggapai
tujuan kesenangan indera mereka. Begitulah mereka
tumbuh dengan ketakutan yang besar akan cacat dan
bahaya yang melekat pada kesenangan indera. Pada
awalnya mereka juga hanya melihat pada kebahagiaan
dalam kesenangan indera. Itulah sebabnya mereka awalnya
juga menikmatinya. Tetapi ketika waktunya matang,
didukung oleh kesempurnaan (pāramī) dan kumpulan
kamma baik lampau, mereka melihat cacat dan bahaya
yang melekat pada kesenangan indera itu. Mereka
menemukan jalan untuk menghindari bahaya itu.
6
Tetapi tidak banyak orang yang bisa melihat cacat dan
bahaya yang melekat pada kesenangan indera. Hanya
beberapa orang yang bisa. Sebagai akibatnya, jumlah orang
yang bisa melepas kehidupan duniawi sangatlah kecil.
Mengapa Anda tidak bisa melepaskan kehidupan duniawi?
Karena Anda tidak melihat cacat dan bahaya yang melekat
pada kesenangan indera. Jika Anda tidak melihat cacat dan
bahaya yang melekat pada kesenangan indera, bagaimana
mungkin Anda bisa meninggalkan pengejaran kesenangan
indera?
Bagi mereka yang hanya melihat kebahagiaan dalam
kesenangan indera akan berpikir: ”Sang Bodhisatta sangat
kaya, mempunyai banyak pengikut dan teman, tinggal di
istana yang mewah, dan tenggelam dalam kesenangan
indera. Mengapa beliau memilih meninggalkan kehidupan
rumah untuk kehidupan tanpa-rumah? Apakah beliau gila?
Mungkin cukup banyak orang yang berpikir seperti ini.
Oleh karena itu, hanya para bijaksanalah yang memilih
meninggalkan kehidupan rumah untuk kehidupan tanpa-
rumah. Begitulah para bijaksana membuat pilihan di masa
lampau, di masa kini, dan di masa yang akan datang.
Mereka yang melepas kehidupan duniawi adalah mereka
yang melihat cacat dan bahaya yang melekat pada
kesenangan indera. Itulah sebabnya mengapa mereka bisa
menemukan jalan menghindari cacat dan bahaya dari
kesenangan indera.
Sang Buddha menggunakan tiga kata Pāḷi untuk
menjelaskan ini – assāda, ādīnava, dan nissaraṇa. Assāda
berarti melihat kesenangan dan kebahagiaan dalam
kesenangan indera. Mereka yang melihat cacat dan bahaya
yang melekat pada kesenangan indera melihat ādīnava

7
dalam kesenangan indera. Mereka yang memilih jalan
menghindar dari cacat dan bahaya kesenangan indera,
memulai sebuah perjalanan untuk bebas (nissaraṇa) dari
kesenangan indera.
Bukan hanya di kehidupan terakhir beliau saja sang
Bodhisatta melepaskan kehidupan duniawi, tetapi juga di
banyak kehidupan yang tak terhitung jumlahnya; apakah
sebagai seorang kaya atau seorang raja, beliau banyak
melepas makhluk hidup dan benda mati, serta memilih
jalan melepas kehidupan duniawi.
Ada orang yang mempunyai sudut pandang hanya melihat
kebahagiaan dalam kesenangan indera, dan kemudian ada
orang yang mempunyai sudut pandang hanya melihat cacat
dan bahaya dalam kesenangan indera. Apakah sudut
pandang itu sama? Sudut pandang mana yang mempunyai
kekuatan yang lebih besar? Mereka yang melihat cacat dan
bahaya kesenangan indera mempunyai kekuatan mental
lebih kuat, sehingga memungkinkan mereka untuk
menghindar dari cacat dan bahaya ini. Itulah sebabnya
mereka cukup berani melepaskan pengejaran kesenangan
indera.
Coba pikirkan betapa sulitnya melepaskan sesuatu yang
kita inginkan atau sesuatu yang sudah kita upayakan
dengan keras untuk kita miliki. Jadi, kita harus mengagumi
mereka yang berani melepas semua kepemilikan mereka,
orang-orang yang mereka cintai, dan semua makhluk hidup
dan benda mati, sehingga mereka bisa mencari Dhamma.
Kecuali Anda melihat cacat dan bahaya dalam kesenangan
indera, Anda tidak akan kuat bertahan terhadap daya tarik
dari apa yang Anda dambakan, ketika Anda berlatih
meditasi. Anda masih melihat kebahagiaan di dalamnya. Ini

8
sama seperti sudut pandang dari seorang pria dari luar
negeri yang bertemu dengan saya; saya akan ceritakan pada
Anda bagaimana perasaan yang dia ungkapkan, tentang
pengalaman pribadinya.
Dia mengatakan dia sudah menghabiskan waktu beberapa
tahun di sekolah dan universitas di tiga negara yang
berbeda, dan mendapati bahwa hidup tidaklah sedamai
seperti yang dia harapkan. Dia dan orang di sekitarnya
tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki dan
sering bertengkar satu sama lain. Dia berkata, ”Tetangga
saya selalu bertengkar dengan saya, meskipun saya
menginginkan kedamaian dan bisa bersahabat dengan
mereka. Hidup adalah begitu rumit.
Anda bisa melihat bahwa pria itu dibingungkan oleh
perbuatannya sendiri dan perbuatan orang yang ada di
sekitarnya. Dia menderita. Dia mulai sedikit melihat cacat
dalam kesenangan indera, tetapi masih dengan pikiran yang
bingung. Dia berkata: ’Sampai tahap tertentu saya sudah
mengerti bahwa tidak ada seorang pun yang bisa merasakan
kedamaian sejati, kecuali dia mengikuti Buddha, Dhamma,
dan Saṅgha. Jalan yang telah ditemukan oleh Sang Buddha
adalah cara terbaik untuk menjalani hidup dengan damai.
Pengertiannya hanyalah ‘sampai suatu tingkat tertentu.’
Persepsinya tentang cacat dalam kesenangan indera masih
lemah; dia masih mencari kebahagiaan dalam kesenangan
indera. Oleh karena itu, dia tidak bisa memilih cara hidup
yang bisa membuatnya lepas dari semua penderitaan.
Anda masih belum melihat cacat maupun bahaya dalam
kesenangan indera, sehingga perjalanan Anda dalam
mengupayakan berakhirnya penderitaan masih penuh
dengan penderitaan. Karena batin Anda masih cenderung
untuk kembali ke rumah, kembali pada orang yang dicintai,
9
atau kembali ke toko atau kios Anda, atau perusahaan
Anda, banyak penderitaan menunggu Anda! Tetapi bagi
mereka yang melihat cacat dan bahaya kesenangan indera
dan bagi yang ingin lepas dari bahaya itu, melangkah pada
jalan menuju pada berakhirnya penderitaan, akan
memunculkan kebahagiaan. Apakah Anda berada pada
jalan menuju penderitaan, atau apakah Anda berada pada
jalan menuju kebahagiaan? Sekarang Anda untuk
sementara berada pada jalan menuju kebahagiaan. Benar?
Ya, saya sangat gembira bahwa Anda bisa mengambil jalan
menuju pada kebahagiaan yang sesungguhnya. Meskipun
jika ini hanya untuk waktu yang pendek, ini tetap
merupakan sebuah sebab pendukung yang besar untuk
perealisasian Nibbāna. Dan, cepat atau lambat, ini akan
menjadi sebab pendukung untuk mencapai akhir
penderitaan. Coba pikirkan betapa sulit jauh dari orang
yang kita cintai, terpisah dari makhluk hidup dan benda
mati yang kita lekati, walaupun hanya untuk sementara
waktu dan hanya dalam waktu yang pendek saja! Sekarang
Anda semua sedang memupuk kesempurnaan (pāramī)
dengan melepas kehidupan duniawi untuk sementara
waktu, melepas apa pun yang Anda cintai, baik makhluk
hidup maupun benda mati. Pelepasan Anda akan menjadi
sebab pendukung bagi Anda untuk melepas kehidupan
duniawi sepenuhnya dalam kehidupan yang akan datang
untuk merealisasi Nibbāna.
Jadi, sekarang saya akan melanjutkan apa yang ingin saya
sampaikan tentang sang Bodhisatta.

10
Guru Pertama
Setelah pelepasan kehidupan duniawi-Nya, beliau men-
datangi dua guru. Apakah Anda ingat siapakah mereka?
Āḷāra Kālāma dan Udaka Rāmaputta. Dari guru pertama,
Āḷāra Kālāma, sang Bodhisatta belajar beberapa teknik
meditasi. Apakah Anda ingat itu apa? Beliau belajar tujuh
pencapaian di bawah bimbingan Āḷāra Kālāma. Tahukah
Anda apa tujuh pencapaian itu?
Seandainya Anda akan berlatih meditasi kasiṇa.3 Jika Anda
berhasil berlatih kasiṇa putih, mengambil kasiṇa putih
sebagai objek, Anda bisa mencapai konsentrasi terserap
jhāna pertama, jhāna kedua, jhāna ketiga, dan jhāna
keempat. Itu semua adalah jhāna bermateri (rūpa-jhāna).
Dengan landasan jhāna bermateri, Anda bisa melanjutkan
pada jhāna tak-bermateri (arūpa-jhāna). Anda bisa berlatih
jhāna dengan landasan ruang tak-terbatas
(ākāsānañcāyatana-jhāna), dengan landasan kesadaran tak-
terbatas (viññāṇañcāyatana-jhāna), dan dengan landasan
kekosongan (ākiñcaññāyatana-jhāna). Ini adalah tujuh
pencapaian jhāna yang dipelajari dan dilatih sang
Bodhisatta di bawah bimbingan guru pertama beliau, Āḷāra
Kālāma. Sang Bodhisatta bisa menguasai mereka hanya
dalam waktu beberapa hari saja. Āḷāra Kālāma sangat
kagum pada sang Bodhisatta yang bisa menguasai tujuh
pencapaian itu hanya dalam waktu singkat, padahal Āḷāra
Kālāma sendiri membutuhkan waktu yang panjang berlatih
hingga sukses. Disebabkan kekagumannya, Āḷāra Kālāma
memberikan separuh dari murid-muridnya pada sang
_____________
3 Ada sepuluh objek yang dipakai dalam meditasi kasiṇa: kasiṇa tanah,
kasiṇa air, kasiṇa api, kasiṇa angin, kasiṇa warna hitam, kasiṇa warna
kuning, kasiṇa warna merah, kasiṇa warna putih, kasiṇa sinar, dan
kasiṇa ruang.
11
Bodhisatta dan meminta beliau untuk menjadi guru
mereka.
Apa yang dilakukan sang Bodhisatta pada saat itu? Sang
Bodhisatta berpikir, ’Ini bukanlah untuk perealisasian
Dhamma, ini bukanlah untuk kehilangan ketertarikan, ini
bukanlah jalan untuk mengakhiri penderitaan, ini bukanlah
jalan untuk Pencerahan Sempurna.’ Untuk alasan itu,
beliau tidak menerima tawaran dari guru beliau itu. Beliau
meninggalkan guru pertama beliau. Sekarang di sini tolong
diingat sudut pandang dari sang Bodhisatta. Beliau
menganggap bahwa itu bukan jalan untuk kehilangan
ketertarikan, bukan jalan untuk mengakhiri penderitaan,
bukan jalan untuk Pencerahan Sempurna; oleh karena itu
beliau meninggalkan guru pertama beliau dan menemui
guru lainnya, guru kedua beliau.

Guru Kedua
Siapa guru kedua beliau? Udaka Rāmaputta. Apa yang dia
ajarkan pada sang Bodhisatta? Dia mengajarkan semua
delapan pencapaian. Pencapaian kedelapan adalah jhāna
dengan landasan bukan persepsi, maupun bukan-tanpa-
persepsi (nevasaññānāsaññāyatana-jhāna). Dalam waktu
singkat, dalam dua atau tiga hari, Bodhisatta kita bisa
menguasai delapan pencapaian ini dengan sangat mudah.
Apa yang Anda pikirkan? Apakah guru kedua Bodhisatta
telah menguasai delapan pencapaian ini ketika dia
mengajarkannya pada sang Bodhisatta? Banyak Buddhis
tidak tahu tentang ini. Udaka Rāmaputta telah belajar
bagaimana berlatih delapan pencapaian ini dari gurunya,
tetapi dia sendiri sebenarnya tidak bisa memperoleh
pencapaian yang sama, pada saat dia mengajarkannya pada
12
sang Bodhisatta. Jadi ketika Udaka Rāmaputta melihat
muridnya, sang Bodhisatta, bisa mencapai delapan
pencapaian itu dalam waktu yang sangat singkat, dia sangat
kagum pada beliau. Apa yang kemudian dia lakukan? Dia
memberikan semua murid-muridnya pada sang Bodhisatta
dan meminta beliau untuk menjadi gurunya.
Bagaimana menurut Anda? Apakah mudah bagi Anda
sebagai seorang guru untuk memberikan semua murid
Anda pada murid Anda sendiri? Tidak, ini adalah hal yang
sangat sulit dilakukan. Tetapi Āḷāra Kālāma dan Udaka
Rāmaputta tidak mempunyai perasaan iri hati dan kikir
terhadap sang Bodhisatta, yang lebih baik dari mereka
sendiri. Mereka adalah guru yang agung pada masa itu.
Apa yang kemudian direnungkan sang Bodhisatta? Apa
yang dipertimbangkan sang Bodhisatta? Beliau berpikir,
’Delapan pencapaian ini adalah bukan untuk kehilangan
ketertarikan, bukan jalan untuk mengakhiri penderitaan,
bukan untuk perealisasian Empat Kebenaran Mulia, bukan
jalan untuk Pencerahan Sempurna.’ Jadi, beliau berpikir,
’Sekarang waktunya bagi saya sendiri untuk mencari suatu
jalan untuk Pencerahan Sempurna’, beliau lalu
meninggalkan guru keduanya.
Sekarang tolong diingat sudut pandang sang Bodhisatta.
Apa yang dipikirkan beliau? ‘Ini bukan jalan untuk
kehilangan ketertarikan, ini bukan jalan untuk mengakhiri
penderitaan, ini bukan jalan untuk merealisasi Empat
Kebenaran Mulia, ini bukan jalan untuk Pencerahan
Sempurna.’

13
Latihan Keras
Apa yang dilakukan sang Bodhisatta setelah itu? Beliau
memutuskan untuk berlatih dengan keras. Berapa lama
beliau melakukan latihan keras? Selama enam tahun.
Bagaimana menurut Anda? Apa yang menjadi sudut
pandang sang Bodhisatta pada saat itu? Apakah sang
Bodhisatta berpikir bahwa ini adalah jalan menuju
Pencerahan Sempurna? Sudah tentu beliau berpikir,’Ini
adalah jalan menuju pada Pencerahan Sempurna. ”Itulah
sebabnya mengapa beliau melakukan latihan keras. Ini
adalah sudut pandang beliau pada saat itu; beliau masih
belum menjadi seorang yang telah mencapai Pencerahan
Sempurna pada saat itu. Pikiran beliau masih diliputi oleh
ketidaktahuan. Lagi pula, karena kamma buruk beliau
sedang berbuah, sehingga beliau berlatih secara salah tetapi
berpikir sedang berlatih dengan benar. Mengapa beliau
sampai berlatih dengan keras selama enam tahun?

Kamma Tak Bajik


Brahmana Jotipāla
Berpikir salah sedang berada pada jalan yang benar, sang
Bodhisatta berlatih dengan keras selama enam tahun,
karena beliau telah memupuk kamma tak bajik pada saat
Buddha Kassapa muncul di dunia. Pada kehidupan itu,
sang Bodhisatta terlahir sebagai seorang keluarga
brahmana. Nama beliau adalah Brahmana Jotipāla.
Dikarenakan beliau terlahir dalam sebuah keluarga
brahmana, beliau tidak mempunyai keyakinan pada
Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.

14
Sahabat dekatnya, Ghaṭīkāra pengrajin tembikar, mengajak
beliau pergi menemui Buddha Kassapa.4
‘Apa manfaatnya pergi bertemu dengan orang berkepala
botak itu? Kata Brahmana Jotipāla. Beliau tidak tertarik.
Untuk kelima kalinya, Ghaṭīkāra mengajak beliau berkali-
kali, dengan mengatakan, ”Sahabatku, adalah baik pergi
dan bertemu dengan Buddha Yang Tercerahkan
Sempurna. Beliau adalah guru manusia, dewa, dan
brahmā, dan dihormati oleh mereka semua.’
Akhirnya, sambil membujuk sahabatnya, Ghaṭīkāra
menarik sabuk Jotipāla dan berkata, ’Sahabatku, kamu
harus pergi.’ Tetapi Jotipāla lagi-lagi menolak.
Akhirnya, si pengrajin tembikar Ghaṭīkāra menarik simpul
pada rambut Brahmana Jotipāla sambil memaksa dia untuk
menemui Buddha Kassapa.
Dalam kehidupan itu Ghaṭīkāra terlahir di sebuah keluarga
kasta rendah. Dia adalah pengrajin tembikar. Keluarga
brahmana seperti Jotipāla adalah kasta tinggi.
Brahmana Jotipāla kemudian merasa takut dan berpikir,
’Mengapa orang yang terlahir dalam kasta rendah sampai
berani menarik simpul rambutku? Pastilah ada sesuatu
pada Buddha Kassapa ini.’
Pada saat pertama kali pengrajin tembikar Ghaṭīkāra
mengajaknya, Jotipāla berkata, ’Apalah gunanya pergi
menemui orang yang gundul itu? Menjadi seorang Yang
Tercerahkan Sempurna adalah pencapaian yang sangat
sulit. Bagaimana mungkin dia adalah seorang Buddha?’
____________

4 MN.II.4.1 Ghaṭīkārasuttaṃ (MN 81 Ceramah Tentang Ghaṭīkāra).


15
Dia menjawab dengan cara yang sama dalam ajakan-ajakan
berikutnya. Hanya ketika temannya yang dari keluarga
kasta rendah berani menarik simpul rambut Jotipāla dan
berkata sambil menarik rambutnya, ”Sahabat, kita harus
pergi, ”Jotipāla, karena pāramī yang telah dikumpulkan dan
karena dia bijaksana, memutuskan pergi dan menemui
Buddha Kassapa.
Setelah bertemu dengan Buddha Kassapa dan setelah
mendengarkan Dhamma, Jotipāla berkata pada sahabatnya,
si pengrajin tembikar Ghaṭīkāra, ”Betapa indahnya
Dhamma! Ini indah di permulaan! Ini indah di
pertengahan! Ini indah di akhir! Mengapa kamu belum
memutuskan untuk ditahbiskan? Saya mau ditahbiskan!’
Apakah Anda tahu mengapa si pengrajin tembikar
Ghaṭīkāra tidak bisa memutuskan untuk ditahbiskan? Dia
harus merawat orang tuanya yang buta. Dia juga bukan
murid biasa dari Buddha Kassapa. Dia pada saat itu adalah
seorang Anāgāmi, seorang Yang Tak-kembali. Dan
dikarenakan dia telah mencapai Pengetahuan akan Jalan
dan Pengetahuan akan Buah yang dalam, dia cukup berani
mendorong orang lain pergi menemui Buddha Kassapa.
Ketika sang Boddhisatta melepaskan kehidupan duniawi
dalam kehidupannya yang terakhir sebagai Pangeran
Siddhattha, dia tidak langsung bertemu dengan metode
benar untuk menjadi seorang Yang Tercerahkan
Sempurna, karena kamma tak bajik dengan ucapan yang
telah beliau lakukan terhadap Buddha Kassapa. Kamma
tak bajik ini berbuah pada kehidupan terakhir beliau. Jadi,
ketika beliau bertemu dengan kedua gurunya dan bisa
berlatih dengan baik di bawah bimbingan mereka, namun
kamma buruknya menghalangi beliau, sehingga beliau
menganggap apa yang benar sebagai salah, dan beliau tidak
16
tahu bagaimana melanjutkan dari sana. Malahan, beliau
harus melakukan latihan super keras selama enam tahun
sebagai akibat mengganggap apa yang salah sebagai benar.
Dengan cara ini, ketika kamma buruk berbuah, kita
berpikir apa yang salah sebagai benar, dan apa yang benar
sebagai salah.

Lima Pengikut
Apakah Anda ingat pada lima pengikut sang Bodhisatta?
Ada lima petapa yang menjadi pengikut beliau ketika itu.
Pada saat keenamnya tinggal dan berlatih bersama, dan
kelima petapa melihat sang Bodhisatta berlatih dengan cara
yang luar biasa keras untuk waktu yang lama, pengharapan
timbul dalam pikiran kelima orang tersebut, dan mereka
berpikir, ’Oh, sang Bodhisatta akan segera menjadi seorang
Buddha. Oh, sang Bodhisatta akan menjadi seorang
Buddha hari ini. Oh, sang Bodhisatta akan menjadi seorang
Buddha besok pagi.’ Ini dikarenakan latihan beliau begitu
kerasnya, sehingga mereka mempunyai sudut pandang
seperti itu. Pengharapan yang muncul dari sudut pandang
pada saat itu adalah berbeda dengan apa yang terjadi
kemudian. Lalu, ketika sang Bodhisatta meninggalkan
latihan super keras selama enam tahun itu, apa yang
dilakukan oleh kelima pengikut itu? Mereka meninggalkan
sang Bodhisatta. Ketika sang Bodhisatta meninggalkan
latihan salah ini, lima pengikut itu kemudian pergi
meninggalkan sang Bodhisatta.
Sekarang Anda mengerti? Sudut pandang mereka berbeda.
Sudut pandang sang Bodhisatta dan sudut pandang lima
petapa itu berbeda pada saat itu. Awalnya sang Bodhisatta
berpikir bahwa latihan yang keras adalah cara yang benar,
17
sehingga beliau melakukan latihan keras selama enam
tahun. Pada saat itu lima pertapa juga berpikir bahwa ini
adalah cara yang benar. Mereka mempunyai pengharapan
yang besar bahwa sang Bodhisatta akan menjadi seorang
Buddha dengan cepat. Ketika sang Bodhisatta
meninggalkan latihan yang keras, mereka juga
meninggalkan sang Bodhisatta. Dalam Riwayat Agung Para
Buddha (Mahābuddhavaṃsa), Mahāthera Tipitakadhara
Mingun Sayadaw mencatat bagaimana kelima petapa itu
meninggalkan sang Bodhisatta lima belas hari sebelum
beliau mencapai Pencerahan Sempurna. Apakah Anda
ingat hari ketika sang Boddhisatta menjadi Yang
Tercerahkan? Itu terjadi pada hari bulan purnama Vesākha.
Jadi hari ketika lima petapa itu meninggalkan sang
Bodhisatta adalah lima belas hari sebelum Pencerahan
Sempurna beliau. Ini disebutkan dalam Riwayat Agung
Para Buddha oleh Mahāthera Tipitakadhara dari
Myanmar.
Apakah sudut pandang mereka ketika mereka
meninggalkan sang Bodhisatta? Mereka berpikir, ’Sekarang
sang Bodhisatta memilih cara untuk keduniawian, dan
meninggalkan cara untuk Pencerahan Sempurna. Jika dia
memilih cara untuk keduniawian, bagaimana dia bisa
menjadi seorang yang Tercerahkan Sempurna? Bahkan
dengan berlatih sangat keras selama enam tahun saja, dia
tidak bisa mencapai Kebuddhaan, bagaimana mungkin
dengan memilih cara keduniawian dia bisa menjadi seorang
Buddha? Berpikir seperti itu, mereka meninggalkan sang
Bodhisatta. Sekarang Anda mengerti? Sebelumnya, mereka
mengharapkan bahwa cara yang sang Bodhisatta tempuh
akan mengarahkan beliau pada Pencerahan Sempurna; ini
adalah pengharapan yang berasal dari sudut pandang
mereka. Di masa lampau di Majjhimadesa, atau India
18
Tengah, orang memercayai bahwa seseorang yang ingin
mencapai pencerahan harus melakukan latihan super keras,
dan bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk pencerahan.
Jadi ini adalah sudut pandang mereka. Berdasarkan sudut
pandang mereka, pengharapan mereka muncul. Mereka
kemudian meninggalkan dan mengabaikan sang
Bodhisatta.
Jika kita ingin mengetahui dan melihat Dhamma yang
sejati, jika kita ingin mengetahui apa ajaran sejati dari Sang
Buddha, dan jika kita memutuskan untuk mengikuti kata-
kata Sang Buddha, mungkin ada orang yang tidak bisa
menerima keputusan kita, mungkin ada orang yang akan
mengeluh tentang kita, dan mungkin ada orang yang akan
mencari kesalahan pada kita. Pada saat itu, kita perlu
meniru sang Bodhisatta, dan tetap teguh pada jalan yang
seharusnya kita ikuti.

Latihan di Hutan Sāla


Sekarang saya mau berbagi dengan Anda semua tentang
sudut pandang sang Bodhisatta setelah beliau
meninggalkan latihan keras. Beliau pergi menerima dana
makanan dan makan untuk membuat badan beliau segar
dan kuat. Apa yang kemudian beliau lakukan? Ada lima
belas hari sejak kelima pengikut itu pergi meninggalkan
beliau, hingga beliau menjadi seorang Yang Tercerahkan
Sempurna. Jadi apa yang dilakukan beliau selama jangka
waktu lima belas hari itu? Bagaimana beliau berlatih? Di
dekat Sungai Nerañjara di Hutan Sāla, beliau berlatih
delapan pencapaian dan empat belas cara untuk
mengendalikan pikiran sepenuhnya, dan beliau mencapai
lima macam kekuatan supranatural. Ini dijelaskan dalam
19
Kitab Sub-Penjelas Makna (ṭīkā) Jinālaṅkāra, puisi panjang
yang berhubungan dengan kisah Sang Buddha dan
kehidupan Beliau sebelumnya. Lalu, apa yang dilatih
beliau? Delapan pencapaian. Sebelumnya beliau berpikir
bahwa itu bukan cara untuk Pencerahan Sempurna. Beliau
berpikir bahwa itu bukan cara untuk kehilangan
ketertarikan. Beliau berpikir bahwa itu bukan cara untuk
mengakhiri penderitaan. Ya, ini benar. Hanya mencapai
delapan pencapaian bukanlah cara untuk kehilangan
ketertarikan. Hanya mencapai delapan pencapaian
bukanlah cara untuk mengakhiri penderitaan. Dan ya,
adalah benar bahwa hanya mencapai delapan pencapaian
bukanlah cara untuk menjadi seorang Yang Tercerahkan
Sempurna. Tetapi delapan pencapaian bisa menjadi
landasan bagi latihan dan pencapaian kekuatan
supranatural. Sebelumnya, kamma buruk beliau
menghalangi beliau, sehingga beliau tidak tahu bagaimana
melanjutkan dari delapan pencapaian itu.
Ketika kamma buruk merintangi kita, kita berpikir bahwa
apa yang benar sebagai salah, dan apa yang salah sebagai
benar. Ini sangatlah penting. Ini adalah sesuatu yang Anda
semua perlu renungkan dalam kehidupan Anda dan dalam
pengalaman hidup Anda – bagaimana sudut pandang Anda
berubah, berkembang, dan berbeda dari waktu ke waktu.
Anda mungkin melakukan banyak hal salah sementara
berpikir bahwa semua itu benar. Anda mungkin telah
menolak banyak hal baik sementara berpikir itu salah. Hal-
hal seperti itu bisa terjadi ketika kamma buruk Anda
sedang merintangi Anda.
Sekarang, meskipun sang Bodhisatta sudah memenuhi
pāramī untuk empat periode tak terhitung dan seratus ribu
kappa, dan meskipun ini merupakan kehidupan terakhir

20
beliau sebagai seorang bodhisatta yang sudah dipastikan
menjadi seorang Buddha, beliau masih berpikir apa yang
benar sebagai salah, dan apa yang salah sebagai benar.
Berbagai sudut pandang yang berbeda terjadi di pikiran
beliau, sehingga pengharapan beliau juga berbeda-beda.
Apa yang beliau lakukan di Hutan Sāla? Beliau berlatih
delapan pencapaian, beliau berlatih empat belas cara, dan
kemudian beliau mencapai lima jenis kekuatan
supranatural. Beliau bisa berlatih kekuatan supranatural ini
dengan mudah, bukan karena beliau sudah belajar dari
kedua guru beliau itu, tetapi karena beliau sudah
melatihnya berulang kali dalam kehidupan-kehidupan
lampau beliau sebagai seorang bodhisatta, ketika beliau
sedang menyempurnakan pāramī. Apakah Anda mengerti?
Anda perlu mengerti ini. Ini bukan disebabkan oleh
bimbingan kedua guru itu sehingga beliau bisa berlatih dan
mencapai kekuatan supranatural dengan cepat, tetapi ini
dikarenakan beliau telah berlatih di dalam banyak
kehidupan lampau.
Seperti Anda ketahui, sang Bodhisatta mencapai kekuatan
supranatural dalam banyak keberadaan sebelumnya,
meskipun beliau tidak mempunyai seorang guru pun. Itu
disebabkan pāramī yang telah beliau kumpulkan dalam
banyak keberadaan. Tetapi ketika kamma buruk beliau
merintangi, beliau tidak mempunyai gagasan bagaimana
melanjutkan latihan dari delapan pencapaian. Ketika
rintangan akibat kamma buruk tertekan, beliau tahu
bagaimana melanjutkan dari mana sekarang beliau berada.
Betapa anehnya! Apakah Anda mengerti? Lima pengikut
itu berbeda dalam sudut pandang dengan sang Bodhisatta.
Sudut pandang mereka adalah berbeda. Mereka
mempunyai sudut pandang yang berbeda.

21
Kekuatan Supranatural Pertama
Apa yang dilakukan sang Bodhisatta pada hari bulan
purnama Vesākha? Beliau mendatangi Pohon Bodhi, dan
duduk di bawah Pohon Bodhi, lalu beliau berlatih
kesadaran pada napas (ānāpānasati). Beliau mencapai
konsentrasi terserap jhāna pertama, kedua, ketiga, dan
keempat, dan kemudian beliau berlatih satu dari kekuatan
supranatural dengan landasan delapan pencapaian itu. Jadi
beliau menggunakan ānāpāna untuk mencapai semua
keempat jhāna bermateri di bawah Pohon Bodhi pada hari
bulan purnama Vesākha, dan beliau kemudian melanjutkan
berlatih meditasi. Dengan landasan delapan pencapaian,
beliau melanjutkan berlatih satu dari kekuatan
supranatural, mengingat kehidupan lampau – dalam
bahasa Pāḷi, pubbenivāsa-abhiññāṇa. Dengan kekuatan
supranatural ini, beliau bisa mengingat banyak kehidupan
lampau beliau. Sekarang apakah Anda mengerti? Ketika
rintangan yang disebabkan kamma buruk telah lenyap,
beliau tahu bagaimana melanjutkan meditasi beliau dengan
benar, dikarenakan beliau telah dipastikan menjadi seorang
Buddha. Ketika kamma bajik beliau matang, beliau tahu
bagaimana melanjutkan sendiri, tanpa bantuan dari
makhluk lain atau guru mana pun, dan semata-mata
dengan usaha dan pemahaman beliau sendiri.
Jadi dengan kekuatan supranatural ini, beliau mengetahui
dan melihat kehidupan-kehidupan lampau beliau secara
terperinci. Untuk setiap kehidupan lampau, beliau tahu
nama beliau, beliau tahu suku beliau, beliau tahu di mana
beliau tinggal, beliau tahu keluarga beliau, beliau tahu
umur ketika meninggal – beliau bisa mengingat setiap detil
dari banyak kehidupan lampau. Apakah Anda ingat tentang
kehidupan dimana beliau menerima nubuat pasti dari

22
Buddha Dīpaṅkara? Itu terjadi empat periode tak terhitung
dan seratus ribu kappa yang lalu. Beliau menerima nubuat
pasti ketika sebagai Petapa Sumedha. Beliau bisa
mengingat kehidupan-kehidupan yang tak terhitung
banyaknya, sebelum kehidupan itu. Beliau bisa mengingat
setiap detilnya. Sang Buddha menyatakan bahwa kita
mempunyai kehidupan-kehidupan lampau. Pernyataan ini
bukan merupakan produk imajinasi Beliau; ini adalah apa
yang Beliau ketahui dan lihat dengan menembus langsung
kehidupan-kehidupan lampau Beliau dengan kekuatan
supranatural. Harap diingat bahwa Anda juga mempunyai
kesempatan untuk melatih kekuatan supranatural seperti
itu. Anda juga mempunyai kesempatan yang sama untuk
mengetahui kehidupan lampau Anda secara langsung
dengan setiap detilnya jika Anda bisa mendapatkan
pencapaian-pencapaian seperti itu. Sang Buddha
mengajarkan Dhamma bukan dengan berimajinasi, tetapi
hanya dengan mengetahui secara langsung. Sang Buddha
mengatakan bahwa Dhamma mempunyai kualitas untuk
memahami diri sendiri – ‘Datang dan lihat, datang dan
lihat.’5 Anda bisa melakukannya dalam kehidupan ini,
bahkan di umur ini, jika Anda mempunyai kemauan, dan
jika Anda benar-benar ingin bertindak untuk kebaikan
Anda sendiri. Tetapi sudut pandang Anda harus berubah
jika masih belum merupakan sudut pandang yang benar.
Dengan kekuatan supranatural ini, dengan pubbenivāsa-
abhiññāṇa, beliau bukan hanya mengetahui banyak
kehidupan lampau beliau secara detil, tetapi beliau juga
mengetahui sesuatu yang lebih mendalam. Beliau
merealisasi fenomena batin hakiki dan fenomena materi
_____________
5 Lihat DN.II.5 Janavasabhasuttaṃ (DN 18.27 Ceramah Tentang
Janavasabha), di antaranya: ‘Svākkhāto bhagavatādhammo sandiṭṭhiko
akāliko ehipassiko opanayyiko paccattaṃ veditabboviññūhi.’
23
hakiki dengan kekuatan supranatural ini. Apa yang
diketahui dan dilihat beliau dengan kekuatan supranatural
ini? Beliau mengetahui dan melihat fenomena batin dan
materi hakiki dengan pencapaian ini. Apakah pengetahuan
itu? Ada enam belas tingkatan pengetahuan vipassanā.
Yang pertama dari ini adalah nāmarūpa-paricchedañāṇa,
pengetahuan melihat fenomena batin dan materi hakiki.
Jadi kita bisa mengatakan bahwa di waktu malam jaga
pertama, Sang Buddha mencapai kekuatan supranatural
mengingat kehidupan lampau; atau kita bisa mengatakan
bahwa Beliau mencapai pengetahuan vipassanā pertama,
pengetahuan melihat fenomena batin dan materi hakiki.
Pengetahuan ini adalah dari sudut pandang pengetahuan
vipassanā.
Ada Empat Kebenaran Mulia. Dari sudut pandang Empat
Kebenaran Mulia, apa yang telah direalisasi beliau pada
waktu malam jaga pertama itu? Beliau merealisasi Empat
Kebenaran Mulia Pertama. Ini adalah Kebenaran Mulia
Tentang Penderitaan. Apakah penderitaan? ‘Saṃkhittena
pañcupādānakkhandhā dukkhā’- Secara singkat, lima
agregat kemelekatan adalah penderitaan.6 Apa itu lima
agregat kemelekatan? Secara singkat, fenomena batin hakiki
dan fenomena materi hakiki. Itu adalah Kebenaran Mulia
Pertama. Itulah sebabnya mengapa kita bisa mengatakan
bahwa, pada malam jaga pertama, sang Bodhisatta, belum
sebagai seorang Buddha, mengetahui dan melihat Empat
Kebenaran Mulia Pertama.

______________

6 SN.V.12.2.1 Dhammacakkappavattanasuttaṃ (SN 56.11Ceramah


Pemutaran Roda Dhamma).

24
Kekuatan Supranatural Kedua
Beliau kemudian melanjutkan dengan kekuatan
supranatural lainnya. Beliau mencapai kekuatan
supranatural kedua pada malam jaga kedua. Itu adalah
dibbacakkhuabhiññāṇa, kekuatan supranatural Mata-dewa.
Dengan pencapaian ini, beliau mengetahui dan melihat
makhluk yang meninggal. Beliau mengetahui dan melihat
makhluk yang akan terlahir sesuai dengan kamma baik dan
kamma buruk mereka. Bagian dari kekuatan supranatural
Mata-dewa adalah merealisasi atau mencapai
yathākammūpaga-ñāṇa – pengetahuan merealisasi atau
mengetahui kelahiran kembali sesuai dengan hukum
kamma. Pada malam jaga kedua, dengan pencapaian
kekuatan supranatural Mata-dewa, beliau menyadari bahwa
kebaikan akan mendapat kebaikan dan keburukan akan
mendapat keburukan.7 Beliau mengetahui dan melihat
______________
7 Lihat MN.I.1.4 Bhayabheravasuttaṃ (MN 4 Ceramah tentang
Ketakutan dan Kengerian):
So dibbena cakkhunā visuddhena atikkantamānusakena satte
passāmi cavamāne upapajjamāne hīne paṇīte suvaṇṇe dubbaṇṇe
sugate duggate yathākammūpage satte pajānāmi – ‘ime
vata bhonto sattā kāyaduccaritena samannāgatā vacīduccaritena
samannāgatā manoduccaritena samannāgatā ariyānaṃ
upavādakā micchādiṭṭhikā micchādiṭṭhikammasamādānā;
te kāyassa bhedā paraṃ maraṇā apāyaṃ duggatiṃ
vinipātaṃ nirayaṃ upapannā. ime vā pana bhonto sattā kāyasucaritena
samannāgatā vacīsucaritena samannāgatā manosucaritena samannāgatā
ariyānaṃ anupavādakā sammādiṭṭhikā
sammādiṭṭhikammasamādānā; te kāyassa bhedā
paraṃ maraṇā sugatiṃ saggaṃ lokaṃ upapannā’ti.
Dengan Mata-dewa, yang murni dan melebihi kemampuan manusia,
Aku melihat makhluk lenyap dan muncul kembali, inferior dan
superior, rupawan dan buruk rupa, beruntung dan tak beruntung. Aku
memahami bagaimana makhluk-makhluk berlalu tergantung pada

25
penyebab kelahiran kembali di suatu alam bahagia dan
penyebab kelahiran kembali di suatu alam penderitaan.
Beliau mengetahui dan melihat bahwa tidak ada sesuatu
apa pun yang disebut sesosok makhluk pencipta. Makhluk-
makhluk diciptakan oleh kamma mereka sendiri.
Beliau mengetahui dan melihat hukum kamma, bukan
dengan imajinasi, tetapi dengan penembusan langsung.
Itulah sebabnya Sang Buddha mengatakan.’Taṃ kho
panāhaṃ, bhikkhave, nāññassa samaṇassa vā brāhmaṇassa
vā sutvā vadāmī, api ca yadeva sāmaṃ ñātaṃ sāmaṃ diṭṭhaṃ
sāmaṃ viditaṃ tadevāhaṃ vadām – Bhikkhu, Aku
memberitahu ini bukan sebagai sesuatu yang Aku dengar
dari petapa atau brahmana lainnya. Aku memberitahu
kalian ini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh Aku
ketahui, lihat, dan temukan sendiri.’8

Ini adalah juga apa yang bisa Anda lihat dan ketahui
dalam kehidupan ini, jika Anda mengikuti kata-kata Sang
Buddha, dan jika Anda berlatih sīla, samādhi, dan paññā –
latihan moralitas, latihan konsentrasi, dan latihan vipassanā
secara sistematis, tahap demi tahap. Dalam hal ini,
kita sangatlah beruntung. Dikarenakan kemunculan Sang
______________
.. perbuatan mereka, demikianlah: ‘Makhluk-makhluk ini berperilaku
buruk dengan jasmani, ucapan, dan pikiran, mencaci Orang Suci, salah
dalam pandangan mereka, yang memberi pengaruh pada pandangan
salah dalam tindakan mereka, setelah hancurnya tubuh, setelah
kematian, muncul kembali di alam penderitaan, pada suatu tempat
tujuan yang buruk, dalam keruntuhan, bahkan di neraka; tetapi
makhluk-makhluk yang bertindak bajik dengan jasmani, ucapan, dan
pikiran, tak mencaci Orang Suci, benar dalam pandangan mereka, yang
memberi pengaruh pada Pandangan Benar dalam tindakan mereka,
setelah hancurnya tubuh, muncul kembali di suatu tempat tujuan yang
baik, bahkan di alam surga.
8 MN.III.3.10 Devadūtasuttaṃ (MN 130 Ceramah Tentang Duta
Surgawi).
26
Buddha di dunia ini, dan dikarenakan Sang Buddha
menemukan kebenaran ini dengan penembusan langsung,
kita bisa belajar, kita bisa mempelajari, dan kita bisa
berlatih Dhamma yang sejati.
Jadi dengan kekuatan supranatural ini, sang Bodhisatta
memahami hukum kamma. Dari sudut pandang
pengetahuan vipassanā, apa yang telah dicapai oleh beliau?

Beliau mencapai paccaya-pariggaha-ñāṇa – pengetahuan


melihat sebab dan akibat. Dari sudut pandang Empat
Kebenaran Mulia, kita bisa mengatakan bahwa beliau
mengetahui dan melihat Kebenaran Mulia Kedua,
Kebenaran Mulia Sebab Penderitaan.

Meditasi Vipassanā
Perkenankan saya mengajukan pertanyaan: Apakah objek
meditasi vipassanā? Nāma (fenomena batin) dan rūpa
(fenomena materi), dan juga sebab dan akibatnya. Jadi
objek meditasi vipassanā adalah Kebenaran Mulia Pertama
– fenomena batin dan materi hakiki – dan Kebenaran
Mulia Kedua – sebab dan akibatnya. Tolong ingat ini
dalam pikiran Anda.
Saya tidak tahu apa sudut pandang Anda. Sebelum Anda
mendengarkan Dhamma ini, apa sudut pandang Anda?
Sekarang Anda mengerti? Sang Bodhisatta telah merealisasi
Kebenaran Mulia Pertama – fenomena batin dan materi
hakiki – dan Kebenaran Mulia Kedua – sebab dan
akibatnya – yang merupakan objek vipassanā, meditasi
vipassanā. Hanya setelah itu sang Bodhisatta, yang akan
menjadi Buddha, berlatih meditasi vipassanā di waktu
malam jaga ketiga. Apakah Anda mengetahui ini? Apakah
Anda pernah mendengar ini? Ya, inilah apa yang Anda
27
semua perlu ketahui. Jadi sang Bodhisatta berlatih meditasi
vipassanā tahap demi tahap, dimulai dengan sammasana-
ñāṇa. Sammasana-ñāṇa berarti Pengetahuan Menyeluruh,
pengetahuan perenungan karakteristik umum
ketidakkekalan, penderitaan, tanpa-diri ketika melihat
kemunculan dan kelenyapan fenomena batin dan materi
hakiki, bersama dengan sebab dan akibatnya.
Setelah itu beliau melanjutkan dengan tingkatan berikutnya
dari pengetahuan vipassanā, dimulai dengan udayabbaya-
ñāṇa. Apakah yang dimaksud dengan udayabbaya-ñāṇa?
Udayabbaya-ñāṇa adalah pengetahuan perenungan
kemunculan dan kelenyapan fenomena. Ini dikembangkan
dalam tiga tingkatan: samudaya-dhammānupassī, vaya-
dhammānupassī, dan samudaya-vaya-dhammānupassī.
Samudaya dhammānupassī adalah perenungan sifat alami
kemunculan fenomena. Vaya-dhammānupassī adalah
perenungan sifat alami kelenyapannya. Samudaya-vaya-
dhammānupassī adalah perenungan sifat alami baik
kemunculan maupun kelenyapan fenomena. Setelah itu
sang Bodhisatta melanjutkan dengan pengetahuan
vipassanā berikutnya, bhaṅga-ñāṇa, Pengetahuan
Perenungan-Kelenyapan, yang mana hanya menekankan
kelenyapan dan mengabaikan kemunculan, sehingga sang
Bodhisatta merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan
tanpa-diri dengan hanya mengamati kelenyapan fenomena
batin dan materi hakiki, juga sebab dan akibatnya.

Cakupan Pengetahuan Vipassanā


Sang Bodhisatta
Di sini Anda semua perlu mengerti cakupan dari vipassanā-
ñāṇa, pengetahuan vipassanā sang Bodhisatta. Jika kita
mengatakan cakupannya hanyalah objek-objek vipassanā,
28
ini sangatlah sederhana. Dalam hal ini, cakupannya terdiri
dari Kebenaran Mulia Pertama, yaitu fenomena batin dan
materi hakiki, dan Kebenaran Mulia Kedua, yaitu sebab
dan akibatnya. Tetapi jika kita ingin menjelaskan lebih
terperinci, Anda semua harus mengerti apa yang
membentuk cakupan dari vipassanā-ñāṇa sang Bodhisatta.
Ada tiga jenis lingkup. Kata Pāḷi untuk ‘lingkup” adalah
khetta. Tiga jenis lingkup ini adalah jātikhetta (lingkup
kelahiran), ānā-khetta (lingkup wewenang), dan visaya-
khetta (lingkup jangkauan).
Apakah Anda terbiasa dengan kata ‘jāti’? Setiap hari Anda
melafalkan, ‘Bhavapaccayā jāti, jātipaccayā jarāmaraṇaṃ
sokaparideva-dukkha-domanassupāyāsā’. Jadi apa itu jāti?
Jāti berarti ‘kelahiran’. Jāti-khetta mengacu pada
bagaimana sepuluh ribu sistem dunia berguncang dan
bergetar pada saat sang Bodhisatta dilahirkan. Berapa
banyak sistem dunia yang berguncang dan bergetar pada
saat itu? Ya, sepuluh ribu sistem dunia. Ini adalah jāti-
khetta.

Berikutnya, apa arti ānā-khetta? Ini mengacu pada cakupan


atau jangkauan objek vipassanā yang direnungkan oleh sang
Bodhisatta. Objek vipassanā adalah Kebenaran Mulia
Pertama dan Kebenaran Mulia Kedua, yaitu fenomena
batin dan materi hakiki, sebab dan akibatnya. Dalam
latihan vipassanā beliau, sang Bodhisatta merenungkan
fenomena batin dan materi hakiki yang terjadi pada seratus
ribu crore sistem dunia.9 Ini adalah ānā-khetta, lingkup
wewenang dari sang Bodhisatta.10
_____________
9 Satu crore adalah sebuah bilangan India yang melambangkan sepuluh
juta. Jadi, di sini ānā-khetta (lingkup wewenang) adalah 1 x 1012 sistem
dunia.
10 Disarikan dari Riwayat Agung Para Buddha (Mahābuddhavaṁsa), ..
29
Jadi, ketika sang Bodhisatta merenungkan sifat alami
makhluk-makhluk yang tinggal di setiap alam semesta dan
mencakup tiga periode waktu – masa lalu, masa kini, dan
masa yang akan datang – beliau menjadi memahami
sepenuhnya dengan baik, sehingga tidak peduli sebanyak
apa pun dewa, manusia, dan brahmā di setiap alam
semesta, mereka bisa diringkas menjadi dua belas faktor
paṭicca-samuppāda, Doktrin Sebab Akibat yang
Bergantungan.

Apakah Anda ingat apa itu dua belas faktor Sebab Akibat
yang Bergantungan? Mereka adalah:
 avijjā – ketidaktahuan
 saṅkhārā – bentukan berkehendak
 viññaṇa – kesadaran
 nāma -rūpa – batin-materi
 saḷāyatana – enam landasan indera
 phassa – kontak
_____________

… Hal 324 (Edisi Singapura). Menurut Kitab Sub-Penjelas Makna


dalam Jinālaṅkāra dan Pārājika, ada tiga lingkup(khetta) sehubungan
dengan seorang Buddha. Pertama adalah jāti-khetta, lingkup kelahiran
yang dibatasi oleh sepuluh ribu sistem dunia yang berguncang pada
saat penyambung kelahiran kembali Yang Sempurna (konsepsi) dan
kejadian besar lainnya terjadi. Kedua adalah ānā-khetta, lingkup
wewenang, yang mana batasannya adalah seratus ribu crore sistem
dunia dimana perlindungan (parittā) berikut adalah manjur: Ratana
Sutta, Khandha Parittā, Dhajagga Parittā, Ātānātiya Parittā, dan Mora
Parittā.Ketiga adalah visaya-khetta, lingkup jangkauan, yang mana tak
terbatas dan tak terukur, dan yang mana Buddha-ñāṇa (Pengetahuan
Buddha) bisa menggunakan sabbaññutā-ñāṇa, mengetahui apa pun
dan di mana pun seorang Buddha ingin ketahui.
30
 vedanā – perasaan
 taṇhā – nafsu keinginan
 upādāna – kemelekatan
 bhava – proses menjadi
 jāti – kelahiran
 jarā-marana-soka-parideva-dukkha-
domanassa-upāyāsā - penuaan dan kematian,
kesedihan, ratap tangis, penderitaan fisik,
penderitaan batin, dan keputusasaan.

Jadi, sang Buddha meringkas semua dhamma terkondisi


yang terjadi dalam satu alam semesta menjadi dua belas
faktor Sebab Akibat yang Bergantungan. Kemudian sang
Bodhisatta merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan
tanpa-diri setelah melihat kemunculan dan kelenyapan
semua kedua belas faktor ini di satu alam semesta, dan juga
di semua sistem dunia lainnya.
Apakah Anda ingin menjadi seorang Buddha? Jika Anda
ingin menjadi seorang Buddha, tolong diingat bahwa Anda
perlu merenungkan semua dhamma ini di dalam seratus
ribu crore sistem dunia. Ini harus menjadi lingkup
wewenang dari vipassanā Anda, perlunya ānā-khetta.

Tiga Jenis Bodhisatta


Di sini saya ingin berbagi dengan Anda semua bahwa setiap
orang yang mempunyai aspirasi menjadi seorang Buddha
harus menerima sebuah nubuat pasti dari seorang Buddha
hidup sebelum aspirasi itu menjadi efektif. Nubuat ini
merupakan salah satu faktor penting untuk menjadi
31
seorang Buddha. Hanya setelah itu orang yang mempunyai
aspirasi, baru bisa disebut sebagai seorang bodhisatta.
Setelah itu beliau kemudian masih perlu memenuhi pāramī
paling sedikit selama empat periode tak-terhitung dan
seratus ribu kappa untuk menjadi seorang Buddha.
Ada tiga jenis bodhisatta: seorang viriyādhika, seorang
saddhādhika, dan seorang paññādhika. Rentang waktu yang
diperlukan setiap jenis bodhisatta untuk memenuhi pāramī,
berbeda sesuai dengan kecenderungan mereka. Seorang
viriyādhika, dimana kualitas batin yang menonjol adalah
viriya (usaha), akan menjadi seorang Buddha hanya setelah
memenuhi pāramī selama enam belas periode tak-terhitung
dan seratus ribu kappa. Seorang saddhādhika, dimana
kualitas batin yang menonjol adalah saddha, keyakinan,
akan menjadi seorang Buddha setelah memenuhi pāramī
selama delapan periode tak-terhitung dan seratus ribu
kappa. Bodhisatta kita adalah seorang paññādhika; bagi
jenis ini kualitas batin yang menonjol adalah paññā,
kebijaksanaan. Seorang paññādhika akan menjadi seorang
Buddha setelah memenuhi pāramī selama empat periode
tak-terhitung dan seratus ribu kappa. Anda ingin menjadi
yang mana?
Pengetahuan di atas bukanlah semata-mata hanya sudut
pandang Sang Buddha saja. Sebuah sudut pandang terjadi
di dalam pikiran kita tentang sesuatu yang belum kita
yakini. Tetapi ini adalah visi yang benar dan jelas yang
telah dicapai oleh Sang Buddha. Beliau mempunyai
Pengetahuan Mahatahu setelah Beliau menjadi
Tercerahkan Sempurna. Beliau menyampaikan Dhamma
ini kepada mereka yang ingin menjadi seorang Buddha.
Jika Anda ingin menjadi seorang Buddha, Anda bisa. Anda
bisa mempunyai pilihan menjadi seorang viriyādhika,
32
seorang saddhādhika, atau seorang paññādhika. Dan Sang
Buddha menjelaskan perbedaan dalam jangka waktu yang
diperlukan untuk memenuhi pāramī di antara ketiga jenis
bodhisatta itu. Jadi ini adalah visi dari seorang Buddha
Yang Mahatahu, dan bukan hanya sekedar sebuah sudut
pandang.

Ketika beliau masih seorang bodhisatta, apa yang beliau


pikirkan dan asumsikan hanyalah merupakan sudut
pandang beliau saja. Tetapi ketika beliau menjadi seorang
Buddha, Beliau bukan lagi sekedar memegang suatu sudut
pandang. Beliau telah mencapai visi dan penembusan
langsung – memahami dan melihat langsung. Kita tidak
menyebutnya lagi hanya sebagai sebuah sudut pandang. Ini
adalah pengetahuan langsung yang diperoleh melalui
Pengetahuan Mahatahu Sang Buddha.

Bagaimana menurut Anda? Apakah mungkin menjadi


seorang Buddha hanya dengan mendengarkan Dhamma?
Apakah mungkin seseorang lainnya bisa membuat Anda
menjadi seorang Buddha? Apakah sudut pandang Anda?
Apakah Anda ingin menentang ajaran Sang Buddha? Ini
adalah hal-hal yang perlu Anda pertimbangkan.
Ada dua jenis Buddha. Satu jenis adalah Sammāsambuddha,
seorang Buddha yang Tercerahkan Sempurna atas usaha-
Nya sendiri. Buddha Gotama kita adalah jenis yang ini.
Buddha jenis lainnya adalah seorang Paccekabuddha,
seorang Buddha Diam atau Buddha Tersendiri. Berapa
banyak waktu yang kita perlukan untuk memenuhi pāramī,
jika kita ingin menjadi seorang Paccekabuddha? Seseorang
yang ingin menjadi seorang Paccekabuddha perlu memenuhi
pāramī selama dua periode tak-terhitung dan seratus ribu
kappa.

33
Apakah Anda ingin menjadi seorang murid kepala Sang
Buddha? Tahukah Anda berapa lama yang Anda perlukan
untuk memenuhi pāramī menjadi seorang murid kepala?
Satu periode tak-terhitung dan seratus ribu kappa.
Pada zaman Sang Buddha, ada banyak murid agung. Bagi
yang ingin menjadi murid agung seorang Buddha, mereka
perlu memenuhi pāramī selama seratus ribu kappa.
Anda ingin menjadi yang mana? Apakah Anda hanya ingin
menjadi seorang murid biasa saja? Waktu yang diperlukan
(berapa banyak kehidupan) tidaklah disebutkan. Mungkin
Anda bisa mengakhiri penderitaan dalam dua atau tiga
kehidupan. Namun, jika aspirasi Anda tidak cukup kuat, ini
akan memerlukan waktu yang lebih lama. Jika Anda tidak
mempunyai aspirasi apa pun sama sekali untuk mengakhiri
penderitaan suatu hari di masa yang akan datang, maka
Anda mungkin masih belum bisa mengakhiri penderitaan
bahkan setelah periode waktu yang lama yang diperlukan
seorang bodhisatta untuk memenuhi sepenuhnya pāramī
yang dibutuhkan untuk menjadi seorang Buddha.
Mengapa? Karena Anda belum membuat aspirasi apa pun
untuk menjadi seorang murid biasa yang bisa mengakhiri
penderitaan sebagai seorang Arahat.
Apakah Anda ingin menjadi seorang murid biasa? Menjadi
seorang murid biasa berarti menjadi seorang Arahat. Apa
yang Anda perlukan untuk menjadi seorang Arahat? Anda
perlu bermeditasi. Anda perlu mengembangkan
konsentrasi. Sang Buddha mengatakan bahwa bagi mereka
yang ingin mengetahui dan melihat Dhamma sebagaimana
adanya, atau mereka yang ingin mengetahui dan melihat
Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya, perlu untuk
mengembangkan konsentrasi. Sang Buddha mengatakan
bahwa inilah cara untuk mengakhiri penderitaan.
34
Anda semua bisa mengakhiri penderitaan dalam
kehidupan ini juga. Jika Anda mengembangkan konsentrasi
hingga jhāna keempat, konsentrasi ini, pencapaian ini, akan
membuat Anda mengetahui dan melihat fenomena batin
dan materi hakiki, yang mana adalah Kebenaran Mulia
Pertama; sebab dan akibatnya yang mana adalah
Kebenaran Mulia Kedua; Nibbāna, yang mana adalah
Kebenaran Mulia Ketiga; dan Kebenaran Mulia Keempat
yang mana adalah jalan menuju berakhirnya penderitaan.
Semua ini bisa direalisasi. Ini berarti bahwa jika Anda
mengembangkan konsentrasi di kehidupan ini, dan jika
Anda berlatih dengan rajin, menghabiskan cukup banyak
waktu, berlatih di bawah bimbingan seorang guru yang
berkualitas, Anda bisa mencapai Pengetahuan akan Jalan
dan Buah Pertama dalam kehidupan ini. Betapa agungnya
ini!
Sekarang, saya bertemu dengan banyak di antara Anda
yang lahir dalam kehidupan ini dengan pāramī yang baik,
dan bisa berlatih dengan baik dalam waktu yang singkat.
Jadi Anda harus memanfaatkan waktu berharga yang Anda
miliki di kehidupan ini, ketika ajaran sejati Sang Buddha
masih ada bersama kita, dan masih tumbuh subur di dunia.
Kembali ke cakupan vipassanā Sang Buddha, seperti yang
sudah saya jelaskan, adalah seratus ribu crore sistem dunia
yang dikenal dengan ānā-khetta, lingkup wewenang dari
sang Bodhisatta. Ketika sang Bodhisatta merenungkan sifat
alami sesungguhnya dari makhluk hidup di setiap alam
semesta dan mencakup tiga periode waktu – masa lalu,
masa kini, dan masa yang akan datang – beliau menjadi
memahami sepenuhnya bahwa tidak peduli betapa
banyaknya manusia, dewa, dan brahmā di setiap alam
semesta, mereka bisa diringkas menjadi dua belas faktor

35
paṭicca-samuppāda, Sebab Akibat yang Bergantungan.
Dengan cara yang sama, ketika beliau merenungkan sifat
alami sesungguhnya dari dewa, manusia, dan brahmā yang
tinggal di sistem dunia lainnya, dan mencakup tiga
periode waktu – masa lalu, masa kini, masa yang akan
datang, sama dengan makhluk di alam semesta ini, dua
belas faktor paṭicca-samuppāda yang sama membentuk
objek dari meditasi vipassanā.
Jadi, ini adalah cakupan sang Bodhisatta untuk
perealisasian Dhamma dan pencapaian Pencerahan
Sempurna. Sang Bodhisatta telah merenungkan hingga ke
jangkauan yang luas seperti itu.
Dengan melakukan ini, pengetahuan vipassanā beliau
menjadi semakin matang tahap demi tahap. Apakah Anda
tahu apa objek terakhir beliau, sehingga bisa membuat
beliau mencapai tujuan beliau? Apakah ada yang tahu itu
apa? Apakah objek terakhir yang dipergunakan untuk
merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri
untuk pencerahan beliau?
Anda mungkin mempunyai sudut pandang yang berbeda.
Jika Anda kekurangan pandangan benar tentang ini, Anda
mungkin tidak bisa mengetahui jalan yang menuju pada
Nibbāna. Anda mungkin juga tidak bisa memilih
pandangan yang benar. Anda mungkin dengan keliru akan
mengingat kata-kata yang salah dari guru-guru generasi
yang akan datang.

36
Objek Terakhir Meditasi Vipassanā sebelum
Pencerahan Sempurna
Sekarang, saya akan berbagi dengan Anda semua tentang
objek terakhir apa yang mendahului langsung Pencerahan
sang Bodhisatta. Kitab Penjelas Makna Upakkilesa Sutta
menjelaskan sebagai berikut:11 Ketika pengetahuan
vipassanā beliau matang, sang Bodhisatta memasuki jhāna
pertama. Ini tidaklah disebutkan dengan spesifik apakah
jhāna-nya berlandaskan meditasi ānāpāna atau
berlandaskan meditasi kasina. Itu tidak disebutkan di sana.
Tetapi banyak Mahathera berpendapat bahwa ini
berlandaskan meditasi ānāpāna. Jadi mari kita asumsikan
ini berlandaskan meditasi ānāpāna. Sang Bodhisatta
memasuki jhāna pertama dan setelah keluar dari jhāna
pertama, beliau memperhatikan kelenyapan jhāna-dhamma
pertama, tiga puluh empat bentukan mental dari jhāna
pertama. Mengamati kelenyapan jhāna-dhamma pertama,
beliau merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan
tanpa-diri berkali-kali, hingga pengetahuan vipassanā beliau
matang. Lalu Pengetahuan akan Jalan Pertama muncul,
diikuti oleh Pengetahuan akan Buah Pertama.
Sekarang Anda sudah tahu objek yang beliau renungkan
untuk pencapaian Jalan Pertama. Apakah itu? Jhāna-
dhamma pertama. Kemudian beliau melanjutkan pada
pencapaian kedua. Beliau memasuki jhāna kedua. Keluar
dari jhāna kedua, dan mengamati kelenyapan jhāna-
dhamma kedua, beliau merenungkan ketidakkekalan,
penderitaan, dan tanpa-diri. Lalu ketika pengetahuan
______________

11Lihat Kitab Penjelas Makna pada MN.III.3.8 Upakkilesasuttaṃ


(MN 128 Ceramah Tentang Ketidaksempurnaan).

37
vipassanā beliau matang, beliau mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Buah Kedua.
Apa yang dihancurkan oleh Pengetahuan akan Jalan
Pertama? Pengetahuan akan Jalan Pertama menghancurkan
pandangan salah akan diri, keragu-raguan, dan
kemelekatan pada praktik-praktik salah.12 Sang Bodhisatta
menghancurkan ketiga ketidakmurnian ini dengan tuntas
tanpa sisa. Apa yang dihancurkan oleh Jalan akan
Pengetahuan Kedua? Jalan akan Pengetahuan Kedua tidak
menghancurkan kekotoran batin apa pun. Namun,
kekotoran batin yang masih kuat pada Pemasuk Arus
dilemahkan oleh Jalan akan Pengetahuan Kedua. Ia
mengurangi kemampuan dan kekuatan dari
ketidakmurnian pikiran.
Lalu sang Bodhisatta melanjutkan dan memasuki jhāna
ketiga. Keluar dari jhāna ketiga, beliau merenungkan
ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri, mengamati
kelenyapan jhāna-dhamma ketiga. Ketika pengetahuan
________________
12 Sīlabbata-parāmāsa dalam bahasa Pāḷi. Ini adalah kemelekatan yang
didorong oleh pandangan salah bahwa latihan-latihan tertentu adalah
perlu dan cukup untuk pencapaian kesucian. Di masa lampau, ada
banyak petapa dan penganut aliran lain yang melakukan cara latihan
meniru kebiasaan perilaku anjing dan sapi, yang diarahkan dengan
salah oleh pandangan salah bahwa latihan-latihan ini akan mengarah
pada kesucian. Dewasa ini, ada banyak yang tampak seperti latihan
Buddhis, tetapi tidak sesuai dengan ajaran asli Sang Buddha, yang
menyatakan bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan secara keseluruhan
adalah satu-satunya praktik yang mengarah pada kesucian. Praktik
tiruan Buddhis ini bisa dianggap sebagai praktik salah (sīlabbata).
Dengan perealisasian Pengetahuan akan Jalan Pertama, Pemasuk Arus
mengetahui dengan keyakinan mutlak bahwa tidak ada latihan lain
selain Jalan Mulia Berunsur Delapan yang mengarah pada kesucian.
Demikianlah dia telah menghancurkan secara permanen dan tanpa sisa
kemelekatan apa pun akan latihan-latihan salah.
38
vipassanā beliau matang, beliau mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Buah Ketiga. Bisakah Anda memberitahu
saya apa yang dihancurkan Pengetahuan akan Jalan Ketiga?
Kesenangan nafsu indera dan kemarahan dihancurkan
dengan tuntas, tanpa sisa. Apakah Anda bisa
membayangkan betapa murni pikiran sang Bodhisatta pada
saat itu? Namun beliau masih belum mencapai Pencerahan
Sempurna.
Lalu beliau melanjutkan ke Pengetahuan akan Jalan dan
Buah Keempat dengan pertama-tama memasuki jhāna
keempat. Keluar dari jhāna keempat, beliau berlatih
dengan mengamati kelenyapan jhāna-dhamma keempat,
dan merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-
diri berulang-ulang. Ketika pengetahuan vipassanā beliau
matang, beliau mencapai Pengetahuan akan Jalan dan
Buah Keempat yang bersekutu dengan Pengetahuan
Mahatahu. Beliau menjadi seorang yang Tercerahkan
Sempurna.

Sekarang apakah Anda sudah mengerti? Betapa


bermanfaatnya pencapaian konsentrasi jhāna! Jhāna-jhāna
sangatlah bermanfaat untuk pencapaian pencerahan
seorang Buddha. Saat ini banyak orang berpikir bahwa
konsentrasi jhāna tidaklah perlu. Hampir semua Buddhis
dewasa ini mempunyai sudut pandang bahwa pencerahan
adalah mungkin tanpa konsentrasi terserap jhāna, dan
bahkan tanpa mengembangkan konsentrasi apa pun. Saya
berharap Anda semua tidak mempunyai sudut pandang
seperti itu.
Kita memerlukan kekuatan konsentrasi jhāna. Tanpa
kekuatan seperti itu sangatlah sulit mengalahkan kekotoran
batin dalam pertarungan vipassanā, karena mereka sudah

39
berakar dalam keberlangsungan arus batin kita, sejak awal
saṃsāra yang tak diketahui dan tidak bisa diketahui.

Kekotoran Batin yang Dihancurkan oleh


Pengetahuan Akan Jalan Pertama
Dikarenakan kita membicarakan penghancuran kekotoran
batin, apa saja yang dihancurkan oleh Pengetahuan akan
Jalan Pertama, kita sebaiknya mengerti lebih jauh.
Saya akan memberikan Anda kata Pāḷi untuk ketiga jenis
kekotoran batin: anusaya kilesa, pariyuṭṭhāna kilesa, dan
vītikkama kilesa.13 Apakah Anda pernah mendengar ini
sebelumnya?

Apakah jenis kekotoran batin yang disebut dengan anusaya


kilesa? Anusaya kilesa adalah kekotoran batin laten.
Kekotoran batin yang berakar dalam keberlangsungan arus
batin kita sebagai kecenderungan laten, disebut dengan
anusaya kilesa. Untuk membuat Anda mengerti, saya akan
menjelaskan sedikit lebih banyak.

Perkenankan saya melanjutkan dengan mengajukan satu


pertanyaan. Apakah Anda marah pada seseorang saat ini?
Apakah Anda merasa marah sekarang? Apakah Anda
merasa bangga pada diri sendiri sekarang? Jadi saat ini
Anda tidak merasa marah; tetapi apakah Anda mempunyai
kemarahan, apakah Anda mempunyai kebencian? Di
manakah ini sekarang? Bisakah Anda menunjukkan kema-

________________

13 Anusaya kilesa adalah kekotoran batin dorman sebagai


kecenderungan laten dalam keberlangsungan arus batin, pariyuṭṭhāna
kilesa adalah kekotoran batin yang mengganggu pikiran, dan vītikkama
kilesa adalah kekotoran batin yang menyebabkan pelanggaran seketika.
40
rahan Anda pada saya? Apakah Anda bisa menyentuhnya?
Apakah Anda bisa menunjukkannya pada saya? Di
manakah kemarahan ini berada? Apakah ini milik Anda?
Bukan, ini bukan milik Anda.
Pengetahuan akan Jalan menghancurkan kecenderungan-
kecenderungan laten ini, kekotoran batin laten ini. Hal
yang tempatnya tidak Anda ketahui, hal yang tidak bisa
Anda tunjukkan, hal yang tidak bisa Anda sentuh akan
dihancurkan oleh Pengetahuan akan Jalan.
Api bisa menghancurkan dunia ini. Angin bisa
menghancurkan dunia ini. Air juga bisa menghancurkan
dunia ini. Tetapi api yang begitu kuat itu tidak bisa
menghancurkan kekotoran batin laten. Angin yang begitu
kuat itu tidak bisa melenyapkan kekotoran batin laten
Anda. Air yang begitu kuat itu tidak bisa memusnahkan
kekotoran batin laten Anda. Hanya Pengetahuan akan
Jalan, yang muncul bila pengetahuan vipassanā Anda
matang, tahap demi tahap, yang bisa menghancurkan
kekotoran batin laten ini dari akar mereka, tanpa sisa.

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, ketika Anda


mencapai Pengetahuan akan Jalan Pertama, tiga
ketidakmurnian dihancurkan tanpa sisa. Saya akan
menerangkan lebih lanjut. Ketidakmurnian mana yang
dimusnahkan? Sakkāya-diṭṭhi, vicikicchā, dan
sīlabbataparāmāsa – pandangan salah akan diri, keragu-
raguan, dan kemelekatan pada praktik salah.

Ketidakmurnian ini telah disingkirkan dari


keberlangsungan arus batin tanpa sisa. Mereka tidak akan
pernah muncul lagi. Keberlangsungan arus batin Anda
bebas sepenuhnya dari ketiga ketidakmurnian ini.

41
Sakkāya-diṭṭhi
Ketika Anda masih sebagai seorang manusia biasa, Anda
mungkin masih mempunyai pandangan salah: Anda
memegang kemarahan sebagai milik Anda, keserakahan
sebagai milik Anda, kebanggaan sebagai milik Anda, delusi
sebagai milik Anda, iri hati sebagai milik Anda, dan
kekikiran sebagai milik Anda. Anda melakukan ini semua
karena sakkāya-diṭṭhi, pandangan salah akan diri.
Ketika Anda mencapai Pengetahuan akan Jalan Pertama,
pandangan salah akan diri dihancurkan sepenuhnya. Untuk
mencapai Pengetahuan akan Jalan Pertama, Anda harus
menghancurkan sepenuhnya pandangan salah ini dan juga
membebaskan diri Anda dari semua tingkatan kekotoran
batin (kilesa) yang bisa mengantar Anda pada kelahiran
kembali di alam-alam penderitaan. Anda tidak lagi
menganggap kemarahan sebagai milik Anda, keserakahan
sebagai milik Anda, kebanggaan sebagai milik Anda, delusi
sebagai milik Anda, iri hati sebagai milik Anda, atau
kekikiran sebagai milik Anda. Tidak lagi. Dengan
menghancurkan pandangan salah ini, Anda mencapai
pandangan benar dalam hal ini.
Sebagai manusia biasa, jika mereka mendengar seseorang
mengeluh tentang mereka, apa yang biasanya terjadi?
Mereka merasa marah. Jadi sebagai manusia biasa dalam
situasi itu, Anda merasa sangat marah, karena Anda
berpikir kemarahan adalah kemarahan Anda. Betul?
Kemudian Anda ingin menanggapi dengan cara yang sama,
karena Anda berpikir, ’Aku marah!’ Pandangan akan “aku”
ini, pandangan akan ‘milikku’ ini cukup kuat untuk
menjadi penyebab jatuh di empat alam penderitaan.

42
Ketika seseorang memandang rendah Anda, atau jika Anda
dalam posisi yang sangat tinggi, Anda merasa bangga pada
diri sendiri. Anda berpikir, ’Aku adalah! Aku adalah! dan
dalam hati mengatakan pada yang lain ‘Apakah kamu tahu
siapakah aku?’ Pandangan salah ini – Aku, aku, milikku,
milikku – cukup kuat untuk menyebabkan Anda jatuh di
empat alam penderitaan.
Mereka yang Sotāpanna, Pemasuk Arus, tidak mempunyai
pandangan salah ini lagi. Mereka masih mempunyai
kemarahan, karena masih belum menghancurkan
kemarahan. Mereka mempunyai keserakahan, karena
mereka masih belum memusnahkan keserakahan. Jika
seseorang mengeluh tentang mereka, mereka mungkin
merasa marah. Tetapi mereka tidak menganggap
kemarahan sebagai milik mereka. Apakah ini baik atau
buruk? Betapa baiknya ini! Mereka tidak terlibat dalam
pandangan salah itu. Mereka melihat kemarahan menyiksa
mereka. Sudut pandang mereka telah berubah. Betapa
indahnya ini! Apakah Anda tidak menginginkan seperti itu?
Jadi, di sini Anda semua perlu mengerti bahwa kemarahan,
keserakahan, delusi, kebanggaan, iri hati, kekikiran, dan
keragu-raguan, ini semua dengan diperkuat oleh sakkāya-
diṭṭhi - pandangan salah akan diri, akan menyebabkan Anda
menderita di empat alam penderitaan. Dikarenakan Anda
menganggap kekotoran batin sebagai milik Anda, Anda
ingin bertindak sesuai dengan pandangan salah itu. Anda
ingin membalas dendam. Anda ingin menanggapi
kemarahan, kebanggaan, dan juga keirihatian, kekikiran itu.
Seseorang yang menjadi seorang Sotāpanna sudah
sepenuhnya tidak mempunyai pandangan salah seperti itu.
Pemasuk Arus tidak akan menanggapi dengan menganggap
kemarahan sebagai kemarahan mereka. Sotāpanna melihat
43
apa yang terjadi, dan berpikir, ’Oh, kemarahan datang di
permukaan pikiran. Kemarahan menyiksa saya.’ Dia tidak
menggenggam, dia tidak melibatkan diri dengan kemarahan
itu. Jadi dia tidak akan melakukan perbuatan buruk, baik
dengan jasmani maupun ucapan.
Mungkin masih ada perbuatan buruk dengan mental yang
sangat halus. Tetapi kamma-nya tidak akan pernah
menyebabkan dia jatuh di empat alam penderitaan. Ini
dikarenakan Pemasuk Arus tidak lagi mempunyai sakkāya-
diṭṭhi. Ini adalah sangat penting bagi Anda semua untuk
mengetahui ini, jika Anda ingin terbebas dari penderitaaan
di empat alam penderitaan.
Apakah Anda tidak ingin memusnahkan sakkāya-diṭṭhi?
Adalah sangat berbahaya mempunyai sakkāya-diṭṭhi.
Kecuali Anda memusnahkannya, tidak ada seorang pun
yang bisa menjamin bahwa Anda tidak akan jatuh di empat
alam penderitaan setelah kehidupan ini, ataupun seseorang
yang bisa menjamin bahwa Anda akan terlahir di suatu
alam bahagia. Tidak ada seorang pun yang bisa
memberikan jaminan seperti itu.
Kekotoran batin berikutnya yang perlu diperhatikan adalah
keragu-raguan (vicikicchā). Seseorang yang mencapai
Pengetahuan akan Jalan Pertama menghancurkan
ketidakmurnian lainnya, yang disebut keragu-raguan.
Apakah seseorang ragu-ragu tentang Pengetahuan
Mahatahu Sang Buddha, atau ragu-ragu tentang Dhamma,
atau ragu-ragu tentang Persamuan Saṅgha Mulia, atau
ragu-ragu tentang tiga latihan, ragu-ragu tentang
kehidupan lampau, ragu-ragu tentang kehidupan yang akan
datang, ragu-ragu tentang kehidupan lampau dan akan
datang, atau ragu-ragu tentang hukum kamma – semua
keragu-raguan ini telah dihancurkan sepenuhnya tanpa sisa
44
dengan pencapaian Jalan Pertama, dengan pencapaian
Pengetahuan akan Jalan Pertama. Anda tidak akan
mempunyai keragu-raguan seperti itu lagi.
Pengetahuan akan Jalan Pertama juga menghancurkan
sīlabbataparāmāsa, kemelekatan pada latihan salah.
Pengetahuan akan Jalan Pertama telah membuat Anda
mengerti dengan keyakinan mutlak bahwa tidaklah
mungkin merealisasi Dhamma melalui latihan lain di luar
Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Ketiga ketidakmurnian ini dihancurnya sepenuhnya tanpa
sisa sampai keakar-akarnya dengan Pengetahuan akan Jalan
Pertama.
Saya akan menerangkan dengan menggunakan sebuah
contoh. Seandainya ada sebuah tong sampah yang penuh
dengan sampah, sangat berat dan sangat bau. Anda
membuka tutupnya dan mengambil sebagian sampah
keluar. Jadi sekarang tong itu tidak seberat atau sebau
sebelumnya.
Dengan cara yang sama, batin ketika Anda lahir sangatlah
berat dan bau. Apakah Anda tahu seberat dan sebau apa
itu? Sangatlah bau, kekotoran batin sangat bau dan sangat
berat. Kekotoran batin membuat Anda merasa berat setiap
hari. Anda membawa tong sampah ke mana-mana dari pagi
hingga malam hari.
Ketika Anda mencapai Pengetahuan akan Jalan Pertama,
ketiga ketidakmurnian itu dihancurkan. Ini mirip dengan
sebagian sampah yang dikeluarkan dari tong sampah itu.
Pada saat itu, batin Anda tidak sebau sebelumnya, dan tak
seberat sebelumnya. Ia menjadi lebih ringan. Betapa
indahnya ini! Anda dilahirkan kembali dengan batin yang
baru di dalam badan tua Anda.
45
Apakah ini baik? Sangatlah baik! Tidakkah Anda ingin
menghancurkan kekotoran batin ini? Ini adalah tujuan
pertama kita dalam berlatih meditasi. Jika Anda sudah
mencapai konsentrasi terserap jhāna, Anda bisa
mengharapkan untuk memperoleh pencapaian yang dalam
seperti itu, dan memusnahkan ketidakmurnian seperti itu
dari akarnya tanpa sisa dalam kehidupan ini.
Sekarang mari kita kembali membicarakan tentang
perbedaan dalam pengharapan yang berasal dari perbedaan
dalam sudut pandang.

Bukti Kekuatan Supranatural


Seperti yang sudah saya sampaikan pada Anda semua
bahwa dikarenakan kita masing-masing berbeda dalam
pengetahuan yang kita dapatkan melalui pembelajaran,
maka sudut pandang dan pendapat kita juga akan berbeda.
Jika sudut pandang kita berbeda, pengharapan yang
berasal dari sudut pandang kita juga akan berbeda. Saya
sudah menjelaskan pada Anda semua bagaimana sang
Bodhisatta berlatih di dekat Sungai Nerañjara, di Hutan
Sāla, setelah beliau meninggalkan latihan keras selama
enam tahun. Apakah Anda masih ingat apa yang dilatih
beliau di Hutan Sāla? Beliau berlatih delapan pencapaian
dan lima jenis kekuatan supranatural. Dengan landasan
delapan pencapaian itu, beliau berlatih dalam empat belas
cara untuk melatih pikiran, untuk membuat pikiran lentur,
dan untuk melanjutkan pada kekuatan supranatural.
Apakah Anda bisa menerima bahwa sang Bodhisatta
berlatih delapan pencapaian? Apakah Anda menerima
bahwa beliau bisa mencapai kekuatan supranatural dalam
waktu lima belas hari sejak meninggalkan latihan keras
46
selama enam tahun? Apakah Anda menerima penjelasan
dari Kitab Sub-Penjelas Makna Jinālaṅkāra? Apakah Anda
mempunyai keragu-raguan tentang ini semua?
Ya, mungkin ada yang merasa ragu-ragu tentang hal-hal
ini. Mungkin juga ada yang sudut pandangnya tidak setuju
dengan itu. Saya ingin menjelaskan pada Anda semua
apakah benar sang Bodhisatta sudah berhasil melatih
kekuatan supranatural sebelum beliau mendatangi Pohon
Bodhi untuk Pencerahan Sempurna beliau. Ini adalah
sesuatu yang perlu Anda pikirkan. Ketika sang Bodhisatta
duduk di bawah Pohon Bodhi, Māra dan pasukannya
datang dan mengganggu sang Bodhisatta. Apakah Anda
ingat?
Apa yang dikatakan sang Bodhisatta pada Māra pada
waktu itu? Beliau mengatakan, ’Jika Aku mau, Aku bisa
berjalan bolak balik di dalam sebuah benih sawi.14 Apakah
Anda tahu benih sawi? Sebuah benih sawi sangatlah kecil.
Jika beliau belum mencapai kekuatan supranatural, apakah
beliau bisa berbicara seperti itu? Ini adalah satu alasan
untuk mengurangi keragu-raguan Anda. Kemudian sang
Bodhisatta melanjutkan, ’Jika Aku mau, Aku bisa
menutupi seluruh alam semesta dengan badan-Ku.’ Jika
beliau belum mencapai kekuatan supranatural, bisakah
beliau membuat pernyataan seperti itu? Ini adalah alasan
kedua untuk mengurangi keragu-raguan Anda. Lalu beliau
mengatakan, ’Māra dengan pasukanmu: Jika Aku mau,
Aku bisa menghancurkan kalian semua hanya dengan
menjentikkan jari-Ku. Tetapi Aku tidak mempunyai secuil
pun kecenderungan untuk membunuh siapa pun.15 Itulah
sebabnya mengapa Aku tidak akan menghancurkan kalian
________________

14 Lihat Riwayat Agung Para Buddha(Mahābuddhavaṁsa), hal 311


(Edisi Singapura).
15 Sama seperti sebelumnya, hal 312.

47
semua dengan cara ini.’ Tanpa mencapai kekuatan
supranatural, bisakah beliau berbicara seperti itu? Ini
adalah alasan ketiga.

Alasan lainnya adalah ketika Māra mengatakan pada sang


Bodhisatta. ’Ini adalah tahta saya yang tak terlihat. Silakan
tinggalkan tempat ini’, sang Bodhisatta menjawab,
’Siapakah saksimu, sehingga kamu mengatakan ini adalah
tahtamu? Māra kemudian berkata, ’Tidaklah perlu jauh-
jauh mencari saksi. Semua tentara saya, mereka adalah
saksi saya. ’Dan semua pasukan Māra, semua tentara
berteriak, ’Ya, kami adalah saksinya, kami adalah saksinya.’
Lalu, sang Bodhisatta berkata, ’Māra, Aku sudah
memenuhi pāramī selama empat periode tak terhitung dan
seratus ribu kappa. Sepanjang jangka waktu yang sangat
lama itu, tidak ada dana apa pun yang belum Aku lakukan,
tidak ada latihan moralitas apa pun yang belum Aku latih.
Tidak ada latihan keras apa pun yang belum Aku lakukan,
selama keseluruhan waktu yang sangat lama itu - selama
empat periode tak terhitung dan seratus ribu kappa.
Jangankan empat periode tak terhitung dan seratus ribu
kappa – bahkan hanya dalam satu kehidupan lampau
sebagai Raja Vessantara, ketika Aku melakukan dana agung
sebanyak tujuh kali, dengan puncaknya merelakan Ratu
Maddi, bumi yang tak bernyawa bergetar tujuh kali.
Mengapa sekarang bumi ini tetap diam? Aku akan
mengambil bumi ini sebagai saksi-Ku.’ Lalu Beliau
menunjuk pada bumi. Bumi bergetar begitu kerasnya,
sehingga Māra dan pasukannya kabur dengan sangat
takutnya.16

____________________

16 Sama seperti sebelumnya.

48
Jadi berapa banyak alasan yang Anda lihat? Empat alasan.
Anda mendengar bagaimana sang Bodhisatta berbicara
tentang kehidupan beliau sebagai Raja Vessantara. Jika
beliau belum mencapai kekuatan supranatural, bisakah
beliau berbicara tentang kehidupan lampau beliau? Untuk
alasan ini, penjelasan yang ada di Kitab Sub-Penjelas
Makna Jinālaṅkāra adalah masuk akal. Demikianlah, sudut
pandang sang Bodhisatta sendiri tidaklah sama dari waktu
ke waktu. Seperti yang pernah saya sampaikan pada Anda
semua, ketika kamma buruk menghalangi, beliau berpikir
bahwa delapan pencapaian bukanlah cara untuk
Pencerahan Sempurna, bukanlah cara untuk mengakhiri
penderitaan. Ya, seperti yang sudah saya jelaskan pada
Anda semua, hanya mencapai delapan pencapaian tidaklah
cukup untuk mengakhiri penderitaan.

Hanya dengan merenungkan dan melihat kemunculan dan


kelenyapan jhāna-dhamma dari delapan pencapaian itu,
barulah memungkinkan untuk mengakhiri penderitaan.
Itulah sebabnya mengapa sudut pandang sang Bodhisatta,
ketika beliau sebagai manusia biasa, adalah berbeda dengan
sudut pandang Sang Buddha setelah beliau menjadi
seorang Buddha. ‘Manusia biasa’ di sini berarti beliau
masih sebagai makhluk agung, tetapi masih belum sebagai
Makhluk Suci. Jadi itu adalah satu sudut pandang yang
dipegang oleh sang Bodhisatta, dimana sudut pandang itu
berubah ketika waktunya matang.

Jhāna sebagai Pendukung


Pencerahan Sempurna
Saya ingin berbagi dengan Anda semua kata-kata Sang
Buddha dalam Aṅguttara Nikāya. Di sana, dalam Bab

49
Sembilan, Anda bisa menemukan Jhāna Sutta.17 Apa yang
dikatakan Sang Buddha dalam Sutta itu?
Paṭhamampāhaṃ, bhikkhave, jhānaṃ nissāya āsavānaṃ
khayaṃ vadāmi;
dutiyampāhaṃ, bhikkhave, jhānaṃ nissāya āsavānaṃ
khayaṃ vadāmi;
tatiyampāhaṃ, bhikkhave, jhānaṃ nissāya āsavānaṃ
khayaṃ vadāmi;
catutthampāhaṃ, bhikkhave, jhānaṃ nissāya āsavānaṃ
khayaṃ vadāmi;
ākāsānañcāyatanampāhaṃ, bhikkhave, nissāya
āsavānaṃ khayaṃ vadāmi;
viññāṇañcāyatanampāhaṃ, bhikkhave, nissāya
āsavānaṃ khayaṃ vadāmi;
ākiñcaññāyatanampāhaṃ, bhikkhave, nissāya
āsavānaṃ khayaṃ vadāmi;
nevasaññānāsaññāyatanampāhaṃ, bhikkhave, nissāya
āsavānaṃ khayaṃ vadāmi.

Bhikkhu, Aku mengatakan bahwa penghancuran noda


(āsava) terjadi bergantung pada jhāna pertama. Aku
mengatakan bahwa penghancuran noda juga terjadi
bergantung pada jhāna kedua. Aku mengatakan
bahwa penghancuran noda juga terjadi bergantung
pada jhāna ketiga. Aku mengatakan bahwa
penghancuran noda juga terjadi bergantung pada
jhāna keempat. Aku mengatakan bahwa
penghancuran noda juga terjadi bergantung pada
landasan ruang tak-terbatas.
Konsentrasi jhāna dengan landasan ruang tak-terbatas
sebagai objeknya adalah pencapaian kelima. Ini adalah
___________________________

17 AN.IX.1.4.5 Jhānasuttaṃ (AN 9.36 Ceramah Tentang Jhāna).

50
jhāna tak-bermateri (arūpa jhāna) yang dipelajari sang
Bodhisatta di bawah bimbingan Āḷāra Kālāma. Apa yang
dikatakan oleh sang Bodhisatta setelah beliau menguasai
jhāna tak-bermateri dengan landasan ruang tak-terbatas?
Beliau mengatakan, ’Ini bukan untuk penghancuran noda-
noda; ini bukan cara untuk mengakhiri penderitaan.’ Itu
adalah sudut pandang beliau pada saat itu. Tetapi setelah
Pencerahan-Nya, sebagai seorang Buddha, apa yang
dikatakan Beliau? Beliau mengatakan:

Aku mengatakan bahwa penghancuran noda-noda


juga terjadi bergantung pada landasan ruang tak-
terbatas.
Dan Beliau melanjutkan:
Aku mengatakan bahwa penghancuran noda-noda
juga terjadi bergantung pada landasan kesadaran tak-
terbatas.
Ini adalah pencapaian keenam. Beliau melanjutkan:
Aku mengatakan bahwa penghancuran noda-noda
juga terjadi bergantung pada landasan kekosongan.
Ini adalah pencapaian ketujuh. Dan akhirnya Beliau
mengatakan:
Aku mengatakan bahwa penghancuran noda-noda
juga terjadi bergantung pada landasan bukan persepsi,
maupun bukan-tanpa-persepsi.
Ini adalah pencapaian kedelapan. Jhāna tak-bermateri
kedelapan ini adalah apa yang telah dipelajari Beliau di
bawah bimbingan Udaka Rāmaputta. Apakah Anda ingat?

51
Jadi, kemudian, apakah sudut pandang sang Bodhisatta
dan sudut pandang Sang Buddha sama? Tidak. Oleh
karena itu, jika kita tidak mempunyai pengertian benar,
sudut pandang kita akan berbeda dengan sudut pandang
ketika kita nantinya sudah mencapai pengertian benar.
Sebagai seorang bodhisatta, beliau dipastikan menjadi
Buddha Yang Tercerahkan atas usaha-Nya sendiri. Beliau
sudah pasti akan mencapai pencerahan. Beliau mempunyai
kemampuan mencapai pencerahan sendiri, tanpa bantuan
dan tanpa bimbingan siapa pun. Tetapi, karena kamma
buruk lampau beliau berbuah, kemampuan untuk
pencerahan dengan usaha sendiri ini terhalangi. Beliau
tidak tahu bagaimana menggunakan delapan pencapaian
itu sebagai objek meditasi vipassanā ketika beliau berlatih
di bawah kedua guru itu.
Saya sebelumnya telah menyampaikan pada Anda semua
tentang objek meditasi terakhir sang Bodhisatta. Apakah
itu? Jhāna-dhamma pertama untuk Jalan dan Buah
Pertama, jhāna-dhamma kedua untuk Jalan dan Buah
Kedua, jhāna-dhamma ketiga untuk Jalan dan Buah Ketiga,
dan jhāna-dhamma keempat untuk Jalan dan Buah
Keempat. Bagaimana beliau berlatih ini?
Beliau memasuki jhāna pertama, dan setelah keluar dari
jhāna, beliau merenungkan, mengamati kelenyapan jhāna-
dhamma pertama. Jika Anda tahu bagaimana merenungkan
semua jhāna-dhamma pertama, ini bisa untuk
penghancuran noda-noda (batin). Dengan cara yang sama,
jika Anda memasuki jhāna tak-bermateri pertama – dengan
kata lain, jika Anda memasuki pencapaian kelima – dan
setelah keluar dari sana, jika Anda mengamati kelenyapan
jhāna-dhamma kelima, merenungkan ketidakkekalan,
penderitaan, dan tanpa-diri, ini bisa untuk penghancuran

52
noda-noda batin. Tetapi sang Bodhisatta tidak mengetahui
bagaimana menggunakan jhāna-dhamma sebagai objek
vipassanā. Itulah sebabnya pada saat itu beliau mempunyai
sudut pandang bahwa ini bukanlah untuk penghancuran
noda batin, ini bukanlah cara untuk mengakhiri
penderitaan, ini bukanlah cara untuk menjadi seorang
Buddha.
Namun, ketika waktunya matang bagi sang Bodhisatta
untuk mengambil objek meditasi terakhir beliau, yang bisa
membuat beliau mencapai Pengetahuan akan Jalan dan
Pengetahuan akan Buah dan Kebuddhaan, beliau berlatih
vipassanā dengan mengambil jhāna-dhamma sebagai
objeknya. Mengamati kelenyapan jhāna-dhamma, dan
merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri,
beliau mencapai secara berurutan Pengetahuan akan Jalan
dan Pengetahuan akan Buah tahap demi tahap. Sebelum
fajar, beliau mencapai Pencerahan Sempurna di bawah
Pohon Bodhi.

Pergi Menemui Lima Petapa


Setelah sang Bodhisatta telah mencapai Pencerahan
Sempurna dan menjadi seorang Buddha, Beliau
menghabiskan masing-masing tujuh hari di tujuh tempat
berbeda – empat puluh sembilan hari semuanya. Setelah
itu, Beliau melanjutkan perjalanan-Nya ke Isipatana, Hutan
Migadāya di Bārāṇasi.
Mengapa Sang Buddha pergi ke sana? Untuk mengajarkan
Dhamma kepada lima petapa yang pernah menjadi
pengikut-Nya, ketika Beliau melakukan latihan keras
selama enam tahun.

53
Apa yang dilakukan kelima petapa itu ketika mereka
melihat dari kejauhan, Sang Buddha yang datang
mendekati? Mereka membuat kesepakatan, akan
mengatakan, ’Sahabat, Petapa Gotama’ – Anda lihat,
mereka merujuk pada Beliau bukan sebagai ‘Sang Buddha’,
tetapi sebagai ‘Petapa Gotama’ – ‘Petapa Gotama sedang
mendekati. Petapa Gotama telah meninggalkan latihan
keras. Dia telah berubah dengan mengejar empat
kebutuhan pokok. Dia telah berbalik kembali pada
perolehan empat kebutuhan pokok. Kita jangan memberi
penghormatan pada Petapa Gotama. Kita jangan
menyambutnya. Kita jangan mengambil mangkok-dana
dari tangannya. Bagaimanapun, kita akan menyediakan
sebuah tempat duduk untuknya, jika dia
menginginkannya.’
Mengetahui keadaan pikiran kelima petapa itu, Sang
Buddha memancarkan cinta kasih yang terutama ditujukan
secara langsung pada mereka (odissaka mettā). Semakin
dekat Sang Buddha mendatangi, mereka tersentuh oleh
kemuliaan dan kekuatan Sang Buddha (buddhatejo
ānubhāva), dan mendapati mereka tidak sanggup untuk
melaksanakan kesepakatan yang telah mereka buat
sebelumnya, sehingga kelima petapa itu pergi menyambut
Sang Buddha. Satu orang mengambil mangkok dari
tangan-Nya, satu lainnya menyediakan tempat duduk
untuk Beliau, satu lainnya menyediakan air, satu lainnya
menempatkan sebuah papan, dan satu lainnya membawa
satu pot air untuk mencuci kaki Beliau.

Apakah Anda ingat sudut pandang kelima petapa ini ketika


sang Bodhisatta meninggalkan latihan keras? Apa sudut
pandang mereka? Mereka mempunyai sudut pandang ini:
’Petapa Gotama telah meninggalkan latihan meditasi. Dia
sudah kembali mengejar perolehan empat kebutuhan
pokok. Dia telah berlatih dengan keras selama enam tahun;
meskipun dia telah berlatih begitu keras selama enam
54
tahun, dia tidak bisa menjadi seorang Buddha. Sekarang
dia mengejar perolehan empat kebutuhan pokok,
bagaimana mungkin dia bisa menjadi seorang Buddha?
Ketika sang Bodhisatta menyadari bahwa latihan keras
bukanlah cara untuk Pencerahan Sempurna, beliau
meninggalkan latihan yang salah itu. Pada saat itu, kelima
petapa mengambil sudut pandang ini: ’Dia tidak akan
menjadi seorang Buddha, karena dia telah meninggalkan
latihan keras itu.’ Memegang sudut pandang ini, mereka
meninggalkan sang Bodhisatta.
Demikianlah, pengharapan seseorang terhadap masyarakat
tertentu, terhadap kelompok tertentu, dan terhadap orang
lain akan berbeda tergantung pada sudut pandang orang
itu. Bagaimana orang dididik sejak mereka muda, dan hal-
hal yang telah ditanamkan dengan pengetahuan yang
diteruskan dari generasi ke generasi, semua membentuk
perbedaan persepsi yang mencolok dalam pikiran mereka
dan berpengaruh kuat dengan berbagai cara. Bila persepsi
berbeda, maka sudut pandang akan berbeda.
Dengan cara yang sama, kelima petapa telah tumbuh di
tempat di mana hampir semua orang yang melepaskan
kehidupan duniawi berpendapat bahwa latihan keras yang
berat adalah hal yang tak bisa dihindari untuk perealisasian
Dhamma dan untuk pembebasan. Mereka memegang kuat
sudut pandang bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk
pembebasan. Ini sebagai akibat dari pengaruh lingkungan
dan pendidikan mereka. Itulah sebabnya mengapa kelima
petapa itu memegang sudut pandang yang sama pada saat
itu.

55
Persepsi
Apakah persepsi Anda? Persepsi apa yang Anda pegang? Ini
adalah suatu hal yang kita semua perlu pikirkan dalam-
dalam. Di sini saya ingin bertanya pada Anda sebuah
pertanyaan: Manakah yang lebih banyak di dunia ini,
jumlah orang yang memegang persepsi salah, atau jumlah
orang yang memegang persepsi benar? Kelompok mana
yang lebih banyak – mereka yang memegang persepsi
buruk, atau mereka yang memegang persepsi baik?
Dalam hal ini Sang Buddha mengatakan, ’Persepsi adalah
penderitaan.’18 Semakin buruk persepsi yang kita miliki,
semakin kita menderita. Dalam era modern ini, orang
mempunyai banyak persepsi buruk, karena pengembangan
kesenangan indera di dunia ini.
Ketika Anda berlatih meditasi, Anda menjadi sangat tahu
bagaimana persepsi menyiksa Anda. Alih-alih bermeditasi,
Anda ingat ini, Anda ingat itu. Apakah penyebabnya?
Penyebabnya adalah persepsi Anda. Kadang-kadang Anda
teringat pada seseorang yang melakukan kesalahan pada
Anda, sehingga Anda menjadi marah, sehingga Anda
menderita. Semakin buruk persepsi yang Anda punyai,
semakin banyak Anda menderita. Oleh karena itu, mulai
hari ini, kita harus mempelajari ajaran Sang Buddha agar
mempunyai persepsi benar, pengertian benar, dan
pengetahuan benar untuk perealisasian Dhamma.

_________________

18SN.III.1.1.10 Kālattayadukkhasuttaṃ (SN 22.10 Ceramah Tentang


Penderitaan di Tiga Masa).
56
Lima Petapa Mendengar Dhamma
Sekarang, ketika lima petapa bertemu dengan Sang
Buddha, mereka tidak tahu bahwa sang Bodhisatta telah
mencapai Kebuddhaan. Mereka masih memegang sudut
pandang yang salah terhadap Sang Buddha. Apa yang
mereka lakukan? Ketika mereka bertemu dengan Sang
Buddha, mereka berbicara pada Beliau seperti sederajat,
menyapa Beliau dengan nama sebagai ‘Gotama” dan
memanggil Beliau ‘āvuso’ (sahabat).
Kemudian Sang Buddha mengatakan pada kelima petapa,
”Oh, kalian lima petapa! Jangan panggil Aku dengan nama
sebagai ‘Gotama’ atau dengan istilah ‘sahabat’ seakan-akan
Aku sederajat dengan kalian. Aku telah menjadi seorang
yang benar-benar Tercerahkan yang mengetahui segala
sesuatu. Aku telah merealisasi Nibbāna Tanpa-kematian
(Amata Nibbāna). Aku akan memberikan instruksi pada
kalian. Aku akan mengajarkan kalian Dhamma. Jika kalian
mengikuti dan berlatih sesuai dengan petunjuk yang Aku
berikan, kalian akan segera merealisasi Dhamma, bahkan
dalam kehidupan ini.’

Tetapi kelompok lima petapa itu menjawab, ’Sahabat


Gotama! Meskipun ketika berlatih keras selama enam
tahun, Anda sudah berlatih dan mencapai sesuatu yang
sulit bagi orang biasa untuk mencapainya, tetapi Anda
masih belum bisa merealisasi Pengetahuan Mahatahu
(sabbaññutā-ñāṇa). Setelah meninggalkan latihan keras,
Anda sekarang mengejar perolehan empat kebutuhan
pokok. Bagaimana Anda bisa mencapai Kemahatahuan
sambil mengejar empat kebutuhan pokok? Bagaimana
Anda bisa mencapai Jalan dan Buah Kearahatan?
57
Bagaimana Anda mencapai Pencerahan Sempurna?
Kemudian Sang Buddha berkata pada mereka, ’Oh kalian
lima petapa, sebelumnya, ketika Aku berlatih sangat keras
selama enam tahun di Hutan Uruvelā, apakah kalian
pernah mendengar apa yang sekarang Aku katakan pada
kalian semua, dengan tujuan mendorong kalian, membuat
kalian tidak patah semangat, dan membuat kalian
mempunyai suatu opini tinggi tentang Aku, dengan
menyatakan bahwa Aku telah mencapai Pencerahan
Sempurna?’
Hanya setelah itu kelima petapa mengingat kembali masa
itu, dan berpikir, ’Oh, ketika beliau berlatih sangat keras
selama enam tahun, seandainya beliau pernah mengatakan
pada kami, ’Aku telah menjadi seorang Buddha’, kami pasti
akan segera percaya pada-Nya. Anda lihat, sudut pandang
mereka pada saat itu sangatlah berbahaya. Dikarenakan
persepsi salah mereka, mereka memegang sudut pandang
yang salah. Tetapi setelah Sang Buddha berbicara dengan
mereka, mereka berpikir, ’Pada saat itu Petapa Gotama ini
tidak menipu kita. Begitu pula sekarang, beliau hanya
mengatakan suatu kualitas yang benar-benar beliau miliki.’
Jadi hanya setelah itu mereka siap mendengarkan Sang
Buddha. Lalu Sang Buddha membabarkan ceramah
pertama, Dhammacakkappavattana Sutta.
Jadi sekarang Anda semua sudah mengetahui sudut
pandang sang Bodhisatta dan sudut pandang kelima petapa
itu. Sudut pandang sang Bodhisatta dan kelima petapa itu
adalah berbeda. Lima petapa itu mengubah sudut pandang
mereka hanya setelah menyadari bahwa sudut pandang
awal mereka adalah salah.

58
Apakah ada sudut pandang yang telah berubah di
kehidupan Anda? Apakah ada sudut pandang yang
sebelumnya Anda pikir benar, tetapi sekarang Anda
menganggapnya salah? Apakah Anda masih memegang di
pikiran Anda suatu sudut pandang yang menganggap apa
yang salah sebagai benar? Apakah Anda masih memegang
di pikiran Anda, suatu sudut pandang yang menganggap
apa yang benar sebagai salah?
Dalam hidup, kita masing-masing memegang suatu sudut
pandang, dan kita menggunakan sudut pandang itu. Kita
tidak bisa dengan mudah melepasnya. Beberapa dari kita
mempertahankannya hingga kita mati, tidak tahu bahwa
kita sebenarnya memegang sesuatu yang salah tetapi
berpikir itu benar. Yang paling utama, yang paling penting
dalam hidup adalah mengetahui cara yang benar untuk
mengakhiri penderitaan. Dewasa ini, di seluruh dunia,
mereka yang tertarik dengan pelatihan meditasi berlatih
dengan berbagai metode, dan mereka yang mengajarkan
meditasi mengajar dengan metode yang berbeda-beda.

Membedakan Ajaran Benar


dari Ajaran Salah
Sebelum Sang Buddha merealisasi Parinibbāna akhir,
Beliau menjelaskan kriteria untuk membedakan ajaran
benar dari ajaran salah. Kriteria ini muncul dalam
Mahāparinibbāna Sutta.19 Di dalam Sutta ini Sang Buddha
___________________
19 DN.II.3 Mahāparinibbānasuttaṃ (DN 16 Ceramah Tentang
Parinibbāna Agung).
59
memberikan nasihat pada para bhikkhu apa yang harus
mereka lakukan jika seorang bhikkhu datang pada mereka
dan menyampaikan ajaran yang dia nyatakan sebagai
Dhamma dan Vinaya sejati dan sesuai dengan Buddha
Sasana, dengan alasan bahwa bhikkhu itu mendengar
sendiri ajaran itu dari bhikkhu yang dihormati, terpelajar,
ahli, dan para sesepuh (thera) atau bahkan dari Sang
Buddha sendiri. Sang Buddha menasihati para bhikkhu
untuk tidak menerima atau menolak kata-kata bhikkhu itu
seketika, tetapi lebih baik mempertimbangkan apakah yang
dikatakan sesuai dengan Dhamma dan Disiplin – Sutta-
sutta, Abhidhamma, dan Vinaya. Jika kata-katanya sesuai
dengan ajaran yang tercatat di kitab-kitab itu, maka para
bhikkhu seharusnya menerima apa yang dikatakan itu
sebagai benar. Jika kata-katanya tidak sesuai dengan Sutta-
sutta, Abhidhamma, dan Vinaya, maka kata-kata bhikkhu
itu dalam hal ini seharusnya ditolak sebagai asing dalam
Buddha Sasana. Sang Buddha menasihati para bhikkhu
untuk bertindak dengan cara ini, bahkan jika bhikkhu
tersebut mengaku mengajarkan sesuatu hal yang telah dia
dengar sendiri dari Sang Buddha.
Jadi tolong dicatat baik-baik bahwa dalam menasihati para
bhikkhu di sini, Sang Buddha memberikan contoh seorang
bhikkhu yang mengatakan, ’Apa yang sedang saya jelaskan
pada Anda semua adalah apa yang saya dengar dan apa
yang saya terima langsung dari Sang Buddha.’ Dengan kata
lain, Sang Buddha menyebutkan seorang bhikkhu yang
benar-benar menerima ajaran langsung dari Sang Buddha
sendiri. Namun, Sang Buddha menyatakan dengan jelas
bahwa bahkan ajaran dari bhikkhu seperti itu harus
dibandingkan dengan ajaran Sang Buddha yang telah
diterima. Nasihat yang ingin saya bagikan pada Anda
semua adalah jangan terburu-buru menerima apa yang
60
saya sendiri sedang sampaikan pada Anda. Jangan percaya
begitu saja pada Y.M. Revata. Tolong bandingkan apa
yang saya ajarkan dengan ajaran Sang Buddha. Tolong
terima kata-kata saya hanya jika Anda melihat bahwa apa
yang saya ajarkan sejalan dengan ajaran Sang Buddha.
Tolong jangan bergantung pada siapa pun, apa pun.
Tolong hanya bergantung pada Dhamma.
Bagaimana pendapat Anda? Pada umumnya, orang
bergantung pada apa? Pada Dhamma, atau pada orangnya?
Orang kebanyakan bergantung pada orangnya.
Ini bukanlah cara yang benar, saya ingin Anda semua
bergantung hanya pada Dhamma, bukan pada orangnya.
Dalam bahasa Pāḷi, kata untuk ‘orang’ adalah ‘puggala’.
Puggala bisa berubah. Orang bisa berubah. Kadang-kadang
mereka mengatakan sesuatu yang benar, kadang-kadang
mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Kadang-
kadang mereka berbicara menurut perasaan dan emosi
mereka. Pada satu saat ketika pikiran mereka tenang, dan
pikiran mereka tidak didorong oleh ego, mereka
mengatakan sesuatu yang benar. Namun, kadang-kadang
orang berbicara salah dikarenakan rasa tidak suka. Kadang-
kadang mereka mengatakan sesuatu yang salah karena
mereka digerakkan oleh preferensi, keserakahan, dan nafsu
keinginan. Orang, puggala, ditentukan dengan kuat oleh
rasa suka dan tidak suka. Sebaliknya, Dhamma adalah tak
berubah; benar di setiap waktu, dan tidak pernah meracuni
Anda.
Seseorang, bagaimanapun, bisa meracuni Anda. Jika saya
tidak mengatakan yang benar, jika apa yang saya katakan
bukanlah Dhamma, ini bisa meracuni Anda. Sepanjang
hidup saya, sejak usia muda, saya tidak pernah
berkeinginan untuk bergantung pada orang lain. Mengapa?
61
Inilah cara saya berpikir: manusia bisa berubah; mereka
berubah menurut rasa suka dan tidak suka mereka,
menurut kekotoran batin mereka. Oleh karena itu, saya
terutama fokus pada apa yang layak dipercaya, seperti
kebenaran, seperti Dhamma.
Saya ingin memberi nasihat ini dengan Anda semua:
Tolong jangan bergantung pada Y.M. Revata. Namun, bila
dia berbicara sesuai dengan Dhamma, tolong bergantung
pada Dhamma itu. Mengapa? Karena Dhamma tidak
pernah berubah, Dhamma tidak pernah meracuni, tidak
pernah merugikan, tidak pernah mengganggu, tidak pernah
menghancurkan Anda, tetapi selalu bermanfaat untuk
Anda. Itulah sebabnya saya selalu berbicara Dhamma. Saya
mencintai Dhamma. Saya senang berbagi Dhamma dengan
Anda semua.
Anda sudah bisa melihat sekarang bahwa sudut pandang
sang Bodhisatta dan sudut pandang Sang Buddha tidaklah
sama.

Pencapaian Sukha dengan Sukha


Hal lain yang saya ingin berbagi dengan Anda semua:
Dewasa ini guru-guru di banyak negara, di banyak pusat
meditasi mengajarkan Dhamma, memberikan instruksi
pada meditator untuk mengamati rasa sakit yang muncul
di badan dan mengamatinya, memberi label sebagai
‘sakit… sakit… sakit…’ Saya yakin Anda semua pernah
berlatih dengan cara ini di masa lalu. Saya juga pernah
berlatih dengan cara ini. Saya mencoba hingga saya bisa
mengatasi rasa sakit itu.

62
Suatu saat, Pangeran Bodhirājakumāra mendatangi Sang
Buddha. Pangeran itu menjelaskan pandangannya tentang
sukha (kebahagiaan) kepada Sang Buddha. Apakah Anda
ingin mendengarkan kata-kata dia dalam bahasa Pāḷi?
‘Mayhaṃ kho, bhante, evaṃ hoti: Na khosukhena sukhaṃ
adhigantabbaṃ, dukkhena kho sukhaṃ adhigantabbaṃ’.
Tuan, saya mempunyai sudut pandang ini: Kita tidak bisa
mencapai sukha (kebahagiaan) dengan cara sukha. Kita bisa
mencapai sukha hanya dengan cara dukkha.20 Ini adalah
sudut pandang Pangeran Bodhirājakumāra.

Apakah Anda menyetujui kata-katanya? Apakah sudut


pandang Anda? Saya rasa Anda berpikir bahwa itu adalah
sebuah pembicaraan yang aneh. Ya, saya ingin mengambil
sesuatu yang aneh dan membuatnya ‘tak-aneh’. Saya ingin
membuat apa yang tampak aneh menjadi sederhana dan
akrab pada Anda. Saya ingin suatu sudut pandang aneh
yang Anda pegang di pikiran Anda diperbaiki dengan
mendengarkan Dhamma ini.
Untuk waktu yang lama, mungkin sepanjang keseluruhan
hidup kita, cara kita berlatih meditasi telah memupuk
dukkha bukannya sukha pada kita. Sekarang, kita kembali
ke sudut pandang Bodhirājakumāra. Ketika dia
menyampaikan sudut pandangnya pada Sang Buddha, apa
yang Sang Buddha katakan? Beliau mengatakan,
‘Mayhampi kho, Rājakumāra, pubbeva sambodhā
anabhisambuddhassa bodhisattasseva sato etadahosi – na kho
sukhena sukhaṃ adhigantabbaṃ, dukkhena kho sukhaṃ
adhigantabban.’ Apa artinya ini? Ini berarti, ’Ketika Aku
masih seorang bodhisatta, Aku mempunyai sudut pandang
yang sama dengan yang kamu miliki – bahwa kita bisa men-
________________
20 MN.II.4.5 Bodhirājakumārasuttaṃ (MN 85 Ceramah Tentang
Pangeran Bodhi).
63
capai sukha hanya dengan cara dukkha, dan kita tidak bisa
mencapai sukha dengan cara sukha.’ Ini adalah sudut
pandang sang Bodhisatta yang belum tercerahkan, yang
mana sama dengan sudut pandang Bodhirājakumāra.

Tetapi Sang Buddha melanjutkan menjelaskan pengertian


yang Beliau peroleh melalui pencapaian Kebuddhaan.
Sebagai seorang bodhisatta yang belum tercerahkan, beliau
berpikir bahwa beliau tidak bisa mencapai sukha dengan
cara sukha. Beliau berpikir hanya bisa mencapai sukha
dengan cara dukkha. Itulah sebabnya mengapa beliau
melakukan latihan keras selama enam tahun. Beliau
berpikir hanya bisa mencapai sukha dengan cara dukkha.
Pandangan Bodhirājakumāra adalah kita tidak bisa
mencapai sukha dengan sukha. Apa yang dia maksudkan?
Apakah arti sudut pandangnya dengan mengatakan, ’Kita
tidak bisa mencapai sukha dengan cara sukha? ‘Sukha’ di
sini dia mengacu pada kama sukha, kebahagiaan
kesenangan indera. Bodhirājakumāra bermaksud
mengatakan bahwa kebahagiaan kesenangan indera
tidaklah bisa sebagai cara untuk mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Buah adi-duniawi, yang merupakan
kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sang Bodhisatta memegang pandangan yang sama. Tetapi
setelah menjadi seorang Buddha yang Tercerahkan
Sempurna, pengertian Beliau berubah. Sudut pandang
seorang yang Tercerahkan Sempurna, pertama, adalah
sesungguhnya benar bahwa kesenangan indera tidak bisa
sebagai cara untuk mencapai Magga Sukha dan Phala
Sukha, kebahagiaan Jalan dan Buah. Kedua; begitu pula

64
benar bahwa latihan keras yang berat bukanlah cara untuk
mencapai sukha yang adi-duniawi itu. Ketiga, namun,
dengan cara jhāna sukha, kegembiraan dan kebahagiaan
konsentrasi terserap, seseorang bisa benar-benar mencapai
Magga Sukha dan Phala Sukha. Itu adalah visi dari Buddha
Yang Tercerahkan Sempurna. Demikianlah sudut pandang
sang Bodhisatta dan visi Sang Buddha berbeda total.
Dewasa ini, saya dan juga Anda semua sudah berlatih
banyak metode meditasi yang berbeda-beda. Kadang-
kadang, atau bahkan sering kali, kita sudah menghabiskan
waktu duduk dengan perhatian penuh, mengerahkan
perhatian pada rasa sakit fisik yang luar biasa. Benarkah?
Ini adalah latihan dengan dukkha. Apakah Anda pikir bisa
mencapai sukha dengan cara itu? Ini adalah sesuatu yang
perlu kita hindari.
Sang Buddha mengajarkan Jalan Tengah, Majjhima
Paṭipadā. Ini menghindari ekstrim kāmasukhallikānuyoga
(tenggelam dalam kesenangan indera) di satu sisi dan
ekstrim attakilamathānuyoga penyiksaan diri di sisi lain. Ini
adalah dua ektrim yang tak diinginkan dan tak bermanfaat.
Kita perlu menghindari keduanya.

Sekarang Anda bisa melihat bahwa sudut pandang sang


Bodhisatta berbeda total dengan sudut pandang Sang
Buddha. Seseorang yang Tercerahkan Sempurna dan
seseorang yang belum tercerahkan, bagaimana mungkin
mereka mempunyai sudut pandang yang sama?
Sudut pandang Anda sekarang sebagai manusia biasa
adalah satu hal, tetapi sudut pandang Anda ketika Anda
menjadi seorang yang suci akan menjadi lain. Apakah Anda
tidak ingin melihat perubahan ini? Ini sangatlah penting!

65
Sudut pandang Anda sebagai manusia biasa adalah satu
hal, tetapi sudut pandang Anda sebagai orang suci adalah
hal lain. Dhamma merubah Anda. Dhamma meningkatkan
Anda. Dhamma mengubah Anda menjadi orang yang
berbeda. Anda terlahir dengan batin yang tua. Ketika Anda
menjadi seorang suci, batin Anda menjadi sebaliknya. Anda
akan menjadi seorang yang dilahirkan baru dengan badan
yang lama, tetapi dengan batin yang baru. Apakah ini
bagus? Sangat bagus!
Sudut pandang Anda akan berubah pada saat itu. Dhamma
adalah kekuatan yang bisa mengubah Anda. Dhamma
begitu kuat! Tetapi Anda harus mengetahui Dhamma
sejati, bukan Dhamma tiruan. Apa yang dikatakan Sang
Buddha? ‘Selama emas tiruan tidak muncul di dunia, emas
sejati akan tetap ada di dunia ini. Ketika emas tiruan
muncul di dunia, maka emas sejati akan lenyap di dunia
ini. Dengan cara yang sama, Dhamma sejati tidak akan
lenyap selama tiruan dari Dhamma sejati belum muncul di
dunia ini. Tetapi ketika Dhamma tiruan muncul di dunia,
Dhamma sejati akan lenyap.’21
Suatu hari bumi ini akan hancur. Kehancuran dunia terjadi
kadang-kadang disebabkan oleh air, kadang-kadang oleh
api, kadang-kadang oleh angin. Air, api, dan angin
sangatlah kuat, sehingga mereka bisa menghancurkan
seluruh bumi ini. Tetapi meskipun air, api, dan angin
begitu kuat hingga bisa menghancurkan bumi, mereka
tidak bisa menghancurkan ajaran Sang Buddha. Menurut
Sang Buddha, hanya seorang ‘manusia tak berguna’ –
dalam bahasa Pāḷi, moghapurisa – bisa memengaruhi kehan-
____________
21 SN.II.5.13 Saddhammapatirūpakasuttaṃ (SN 16.13 Ceramah
tentang Tiruan dari Dhamma Sejati).
66
curan ajaran Sang Buddha.22 Dengan istilah ‘manusia tak
berguna’, atau moghapurisa, Sang Buddha tidak bermaksud
merujuk pada umat awam. Yang dimaksud dengan
‘moghapurisa’ oleh Sang Buddha adalah para bhikkhu yang
tidak mengatakan tentang kebenaran, dan mengajarkan
Dhamma tiruan. Adalah bhikkhu jenis ini yang akan
menghancurkan ajaran Sang Buddha. Tidak ada seorang
pun yang bisa menghancurkan Dhamma, kecuali orang
yang ditahbiskan, karena merekalah yang bertanggung
jawab membabarkan Dhamma. Jika mereka gagal
membabarkan Dhamma sejati, mereka akan berakhir
dengan menghancurkan ajaran Sang Buddha.

Dengan cara yang sama, jika Anda tidak mengetahui


Dhamma sejati, Anda akan menyebarkan ajaran apa pun
yang Anda ketahui dan apa pun yang Anda anggap benar.
Anda sendiri akan terlibat dalam penyebaran ajaran tak
benar, dan dengan begitu Anda juga terlibat dalam
penghancuran ajaran Sang Buddha. Inilah sebabnya Anda
semua perlu mengetahui Dhamma sejati, bukan Dhamma
tiruan.
Sekarang saya akan berbagi Dhamma sejati dengan Anda
semua, tetapi seperti yang sudah saya katakan, saya harus
cukup berani mengajak Anda untuk memeriksa apa yang
telah saya bagikan dan membandingkannya dengan ajaran
Sang Buddha. Tolong terima ini hanya apabila Anda
melihat bahwa ini sesuai dengan ajaran Sang Buddha.

____________
22 Sama seperti sebelumnya.
67
Dua Jenis Praktisi Vipassanā
Guru meditasi di banyak negara dewasa ini mengajarkan
adalah memungkinkan untuk mengakhiri penderitaan
tanpa mengembangkan konsentrasi. Apakah Anda setuju
dengan pendapat ini? Bahkan di Myanmar, di mana
Dhamma seakan-akan tumbuh subur, masih banyak yang
memegang sudut pandang seperti ini dan yang
mengajarkan bahwa tidaklah perlu mengembangkan
konsentrasi.
Apa yang diajarkan Sang Buddha setelah Pencerahan
Sempurna-Nya? ‘Samādhiṃ, bhikkhave, bhāvetha.
Samāhito, bhikkhave, bhikkhu yathābhūtaṃ pajānāti’ –
‘Bhikkhu, kembangkanlah konsentrasi. Seseorang yang
terkonsentrasi mengetahui dan melihat hal-hal sebagaimana
adanya.’23 Siapa yang mengatakan ini? Sang Buddha. Apa
yang dikatakan oleh Sang Buddha? Beliau mengatakan
bahwa seseorang yang terkonsentrasi mengetahui dan
melihat Dhamma, Kebenaran, sebagaimana adanya. Dan
Sang Buddha melanjutkan: ‘Kiñca yathābhūtaṃ pajānāti?
Idaṃ dukkhan’ti yathābhūtaṃ pajānāti’ - ‘Apa yang dia
ketahui dan lihat sebagaimana adanya? Dia mengetahui dan
melihat sebagaimana adanya, ’Ini adalah penderitaan.’

Dengan kata lain, Sang Buddha mengatakan bahwa


seseorang yang terkonsentrasi akan mengetahui dan melihat
Kebenaran Mulia Pertama. Dan Sang Buddha melanjutkan
dengan mengatakan bahwa seseeorang yang terkonsentrasi
akan mengetahui dan melihat Kebenaran Mulia Kedua,
Kebenaran Mulia Ketiga, dan Kebenaran Mulia Keempat.
_______________

23 SN.V.12.1.1 Samādhisuttaṃ (SN 56.1 Ceramah Tentang


Konsentrasi).
68
Jika Anda mempunyai sebuah sudut pandang yang
berbeda, tolong diubah sehingga ini akan sesuai dengan
ajaran Sang Buddha. Tolong simpan di pikiran Anda
bahwa tanpa mengembangkan konsentrasi, tidak ada
seorang pun yang bisa menembus Dhamma, kebenaran
akan hal-hal sebagaimana adanya.

Jika benar bahwa konsentrasi tidak bisa diabaikan,


pemikiran berikut mungkin ada pada Anda: Bukankah
benar bahwa pada zaman Sang Buddha ada beberapa orang
yang berlatih meditasi vipassanā tanpa mengembangkan
konsentrasi dulu? Apakah Anda mempunyai pemikiran
seperti itu? Saya yakin Anda mempunyainya.
Ya, ada dua jenis praktisi sejak zaman Sang Buddha.
Mereka disebut samathayānika dan suddhavipassanāyānika
dalam bahasa Pāḷi. ‘Samathayānika’ berarti seseorang yang
berlatih meditasi vipassanā setelah mengembangkan
konsentrasi jhāna. ‘Suddhavipassanāyānika’ berarti
seseorang yang berlatih vipassanā murni. Apakah Anda
pernah mendengar ini? Seseorang yang berlatih meditasi
vipassanā setelah mengembangkan konsentrasi adalah
seorang samathayānika, dan seseorang yang langsung
berlatih meditasi vipassanā disebut seorang meditator
vipassanā murni. Yang manakah yang Anda inginkan?
Yang manakah Anda? Apakah Anda seseorang yang
berlatih meditasi vipassanā setelah mengembangkan
konsentrasi? Apakah Anda seseorang yang ingin menjadi
seseorang praktisi vipassanā murni? Saya ingin berbagi
sesuatu dengan Anda semua yang bisa membuat Anda
memutuskan jenis praktisi mana yang Anda inginkan.
Apakah perbandingan antara seorang yang berlatih
meditasi vipassanā setelah mengembangkan konsentrasi
dengan seorang meditator vipassanā murni? Apakah
69
perbedaannya? Anda perlu tahu persamaan dan perbedaan
keduanya. Jadi saya akan menjelaskan orang jenis pertama,
yang berlatih meditasi vipassanā setelah mengembangkan
konsentrasi. Bagaimana seorang meditator jenis ini
berlatih?
Pertama-tama, apakah jalan yang menuju pada Nibbāna?
Jalan yang menuju Nibbāna adalah Jalan Mulia Berunsur
Delapan. Jika kita meringkas Jalan Mulia Berunsur
Delapan, ia hanya akan menjadi tiga latihan – latihan
moralitas, latihan konsentrasi, dan latihan vipassanā.
Dikarenakan saya akan menjelaskan kedua jenis praktisi ini,
saya perlu menjelaskan ketiga latihan ini.
Anda semua sudah mengetahui tentang latihan pertama,
latihan moralitas. Saya tidak akan banyak membahas hal
ini. Latihan kedua adalah latihan konsentrasi. Ketika Sang
Buddha mengajarkan latihan kedua, latihan konsentrasi,
berapa objek meditasi yang diajarkan Beliau? Beliau
mengajarkan empat puluh objek meditasi samatha yang
berbeda. Dari keempat puluh objek ini, ada tiga puluh yang
bisa membawa meditator pada pencapaian konsentrasi
terserap jhāna, sedangkan sisanya yang sepuluh hanya bisa
mengarahkan pada pencapaian konsentrasi jelang.
Konsentrasi jelang adalah sangat dekat dengan konsentrasi
terserap jhāna.
Jadi kita bisa mengelompokkan keempat puluh objek
meditasi ini menjadi dua, menurut tingkat konsentrasi yang
bisa dicapai apakah sampai pada konsentrasi terserap atau
hanya konsentrasi jelang. Bagi mereka yang ingin menjadi
samathayānika – praktisi samatha dan vipassanā, yang
berlatih meditasi vipassanā setelah mengembangkan
konsentrasi – harus mengembangkan konsentrasi terserap
jhāna, dengan berlatih salah satu dari tiga puluh objek itu
70
yang mana bisa membawa meditator pada konsentrasi
terserap jhāna.
Setelah mencapai konsentrasi terserap jhāna, meditator
melanjutkan dengan berlatih meditasi vipassanā. Ini adalah
cara latihan samatha dan vipassanā. Jika Anda ingin
menjadi seorang praktisi vipassanā murni, Anda tidak perlu
mengembangkan konsentrasi terserap jhāna apa pun. Anda
bisa langsung mulai melakukan meditasi vipassanā.
Jadi, ketika Sang Buddha mengajarkan meditasi samatha,
Beliau mengajarkan empat puluh objek meditasi samatha.
Dikarenakan begitu, perkenankan saya mengajukan satu
pertanyaan pada Anda: Ketika Sang Buddha mengajarkan
vipassanā – meditasi vipassanā – berapa banyak objek
meditasi yang diajarkan Beliau? Anda mungkin sedang
berpikir, ’Kami datang untuk belajar Dhamma, Bhante,
mengapa Anda menanyakan banyak pertanyaan pada kami?
Dikarenakan Anda sudah banyak mengajukan pertanyaan
saat Anda bersekolah, sekarang perkenankan saya yang
mengajukan banyak pertanyaan pada Anda. Ketika Sang
Buddha mengajarkan latihan ketiga, latihan vipassanā,
berapa banyak objek meditasi yang diajarkan Beliau?
Beliau mengajarkan dua. Apakah itu? Meditasi rūpa dan
nāma, meditasi fenomena materi dan batin. Ketika Sang
Buddha mengajarkan vipassanā, Beliau hanya mengajarkan
dua objek meditasi ini. Jika Anda ingin menjadi seorang
meditator vipassanā murni, maka tidak ada pilihan lain:
Anda harus mengambil meditasi rūpa sebagai titik
awalnya.
Jika Anda ingin menjadi praktisi vipassanā murni, Anda
tidak bisa langsung memulai dengan meditasi nāma.
Apakah alasannya? Alasannya Anda belum mengetahui
atau melihat faktor-faktor jhāna, karena Anda belum
71
mencapai konsentrasi terserap jhāna. Oleh karena itu, Anda
tidak bisa melihat fenomena batin secara langsung apabila
Anda ingin berlatih vipassanā murni. Itulah sebabnya
mengapa Anda tidak mempunyai pilihan lain apa pun,
Anda harus memulai dengan meditasi rūpa. Ini adalah titik
awal bagi seorang praktisi vipassanā murni.
Pertanyaan lain mungkin muncul pada Anda di sini,
katakanlah: Bagaimana seseorang memulai meditasi rūpa?
Saya akan menjawab ini dengan melafalkan penjelasan di
Mahāsatipaṭṭhāna Sutta, Ceramah Agung tentang
Landasan Perhatian Jernih. Di Kitab Penjelas Makna
bagian vedanānupassanā (di bagian kontemplasi perasaan)
dari Sutta ini, penjelasan berikut muncul:
‘Duvidhañhi kammaṭṭhānaṃ rūpakammaṭṭhānañca
arūpakammaṭṭhānañca. Rūpapariggaho arūpapariggahotipi
etadeva vuccati. tattha bhagavā rūpakammaṭ-ṭhānaṃ kathento
saṅkhepamanasikāravasena vā vitthāramanasikāravasena vā
catudhātuvavatthānaṃ kathesi.’’24

Ketika Sang Buddha mengajarkan vipassanā, Beliau


mengajarkan dua jenis meditasi: meditasi fenomena materi
(rūpakammaṭṭhānaṃ) dan meditasi fenomena batin
(nāmakammaṭṭhānaṃ), yang mana merupakan istilah lain
dari arūpakammaṭṭhānaṃ. Ketika Sang Buddha
mengajarkan meditasi rūpa, Beliau mengajarkan meditasi
empat unsur, dengan metode singkat maupun metode
terperinci. Di antara empat puluh jenis meditasi samatha,
salah satu jenisnya adalah meditasi empat unsur. Meditasi
empat unsur memenuhi persyaratan sebagai samatha
maupun vipassanā. Jadi ketika Sang Buddha mengajarkan
vipassanā, Beliau mengajarkan meditasi empat unsur
dengan metode singkat maupun metode terperinci sebagai
titik awal meditasi rūpa.
_________________
24 Lihat Kitab Penjelas Makna pada MN.I.1.10 Mahāsatipaṭṭhāna-
suttaṃ (MN 10 Ceramah Agung Tentang Landasan Kesadaran).
72
Jadi jika Anda ingin menjadi seorang praktisi vipassanā
murni, Anda harus mengambil meditasi empat unsur. Anda
mungkin adalah seorang meditator vipassanā murni untuk
beberapa waktu dalam hidup Anda. Ketika Anda berpikir
bahwa Anda adalah seorang meditator vipassanā murni,
apakah Anda berlatih meditasi empat unsur? Saya yakin
Anda berpikir bahwa Anda adalah seorang meditator
vipassanā murni dalam hidup ini. Dan ya, saya sendiri dulu
juga berpikir seperti itu. Saya berpikir bahwa saya adalah
seorang praktisi vipassanā murni sebelumnya.
Kita belum pernah belajar meditasi empat unsur seperti
apa yang ada di Kitab Penjelas Makna. Itulah sebabnya
mengapa sudut pandang kita pada saat itu berbeda dengan
yang sekarang. Pada saat itu kita berpikir, ’Ini adalah
benar.’ Kita menganggap apa yang salah sebagai benar.

Sekarang kita mengerti penjelasan di Kitab Penjelas


Makna, dimana dikatakan bahwa jika kita akan berlatih
vipassanā langsung sebagai seorang meditator vipassanā
murni, kita perlu melihat empat unsur.

Ketika Sang Buddha mengajarkan meditasi empat unsur,


Beliau mengajarkan unsur tanah, air, api, dan angin.
Dalam unsur tanah, ada enam karakteristik – keras, kasar,
berat, lunak, halus, dan ringan. Dalam unsur air, ada dua
karakteristik – mengalir dan merekat. Dalam unsur api,
karakteristiknya adalah panas dan dingin. Dalam unsur
angin karakteristiknya adalah menekan dan menopang. Ada
dua belas karakterisik semuanya. Anda perlu melihat semua
itu secara sistematis.
Sekarang Anda tahu bagaimana memulai meditasi
vipassanā secara langsung sebagai seorang praktisi

73
vipassanā murni. Jadi jika Anda ingin berlatih meditasi
vipassanā setelah mengembangkan konsentrasi, Anda
pertama-tama perlu mengembangkan konsentrasi terserap
jhāna. Setelah mengembangkan konsentrasi terserap jhāna,
Anda melanjutkan dengan berlatih meditasi empat unsur,
sebagai meditasi rūpa. Jadi apa kesamaan dan apa
perbedaan di antara kedua jenis praktisi ini?
Perbedaannya adalah praktisi vipassanā murni tidak
mempunyai konsentrasi terserap jhāna, sedangkan praktisi
jenis lainnya berlatih meditasi vipassanā setelah
mengembangkan konsentrasi terserap jhāna terlebih
dahulu. Tetapi ketika mereka memulai vipassanā, apakah
mereka sama atau berbeda? Mereka adalah sama.
Perbedaannya adalah hanya dalam hal konsentrasi terserap
jhāna – yang satu mencapainya terlebih dahulu dan yang
lainnya tidak. Tetapi ketika mereka melakukan meditasi
vipassanā, keduanya perlu memulai dengan meditasi
empat unsur.
Saya ingin menjelaskan lebih lanjut. Mereka yang sudah
mengembangkan konsentrasi terserap mempunyai pilihan
lain untuk memulai meditasi vipassanā. Jika mereka ingin
mulai dengan meditasi nāma daripada meditasi rūpa,
mereka mempunyai kemampuan untuk melakukannya.
Mengapa? Mereka telah mencapai konsentrasi terserap
jhāna, jadi mereka tahu bagaimana melihat faktor-faktor
jhāna; oleh karena itu mereka bisa melihat jhāna-dhamma
sebagai meditasi nāma. Dalam jhāna pertama, ada tiga
puluh empat bentukan mental. Jadi mereka bisa melihat
itu, dan bisa mengambil nāma sebagai titik awal vipassanā
mereka. Atau mereka bisa memulai dengan meditasi rūpa.
Itulah sebabnya mengapa mereka mempunyai dua pilihan.
Bagaimanapun, bagi makhluk yang berada di alam lima

74
agregat, fenomena batin muncul bergantung pada
fenomena materi. Menurut Visuddhimagga, mereka yang
ingin melihat fenomena batin harus lebih dulu melihat
fenomena materi hakiki secara menyeluruh. Untuk alasan
ini, meskipun samathayānika mempunyai dua pilihan,
memulai dengan meditasi empat unsur adalah pilihan yang
lebih baik ketika mereka berlatih meditasi vipassanā.
Suddhavipassanāyānika tidak mempunyai pilihan lain,
tetapi memulai dengan meditasi empat unsur. Jadi mereka
keduanya sama, ketika mereka memulai meditasi vipassanā.
Titik awal vipassanā adalah sama bagi keduanya, yaitu
meditasi empat unsur.
Perkenankan saya mengajukan pertanyaan lain. Seandainya
Anda ingin menyeberangi sebuah sungai atau laut. Anda
bisa menyeberangi sebuah sungai atau laut dengan sebuah
kapal – ini adalah satu pilihan. Pilihan lain adalah
menyeberang dengan berenang. Yang mana Anda lebih
suka? Menyeberang dengan sebuah kapal, sudah tentu!
Betapa lelah jadinya dan betapa beratnya menyeberang
dengan berenang! Jadi berlatih meditasi vipassanā murni
adalah sangat mirip dengan menyeberangi lautan dengan
berenang, sedangkan berlatih meditasi vipassanā setelah
mengembangkan konsentrasi ibarat seperti menyeberangi
lautan saṃsāra dengan sebuah kapal. Sangatlah damai!
Sesungguhnya, saya telah mengajar orang lokal dan orang
asing lebih dari tiga belas tahun. Saya telah menjadi saksi
mata perbedaan di antara kedua jenis praktisi ini. Secara
umum, mereka yang berlatih meditasi vipassanā setelah
mengembangkan konsentrasi merasa sangat nyaman.
Mereka merasa lancar, mereka merasakan suka. Mereka
yang langsung berlatih meditasi vipassanā tanpa
konsentrasi terserap harus memulai langsung dengan

75
meditasi empat unsur. Secara umum, kebanyakan dari
mereka mengalami kesulitan. Seperti yang sudah saya
sampaikan pada Anda semua, ini adalah pengamatan
secara umum. Namun ini berbeda bagi mereka yang sudah
pernah berlatih meditasi empat unsur dengan sukses di
kehidupan lampau. Mereka bisa berlatih meditasi empat
unsur dengan sukses dalam waktu singkat. Jadi, secara
umum, praktisi vipassanā murni mengalami kesulitan
dalam latihan mereka, tetapi bagi yang sudah
mengembangkan konsentrasi terserap bisa berlatih meditasi
empat unsur dengan lancar, tanpa kesulitan apa pun,
dalam waktu singkat, dan dengan sukses.
Tetapi jika Anda ingin menjadi seorang praktisi vipassanā
murni, saya tidak akan mencari kesalahan dengan Anda.
Saya akan mengajar Anda. Jika Anda telah mengumpulkan
pāramī dengan berlatih meditasi empat unsur di waktu
lampau, saya akan mengajar Anda, karena akan mudah
bagi Anda. Tetapi Anda hanya akan mengetahui apa objek
meditasi Anda di masa lampau, pada saat saya mengajar
Anda, dan hanya ketika Anda berlatih dengan sungguh-
sungguh. Hanya pada saat itu saya baru bisa
mengetahuinya, dan begitu juga Anda. Jika Anda berhasil
dengan meditasi ānāpāna dalam waktu singkat, kita bisa
mengatakan bahwa Anda sudah berlatih dengan sukses di
kehidupan lampau. Jika Anda bisa berlatih meditasi empat
unsur dengan sukses dalam waktu yang singkat, sudah
tentu Anda juga sudah pernah berlatih meditasi empat
unsur di kehidupan lampau.
Oleh karena itu, ketika kita sedang bermeditasi, kita
seharusnya mempunyai pemikiran seperti ini: ”Jika kita
lahir di kehidupan ini dengan pāramī yang cukup, kita akan
mencapai pencapaian tertinggi setelah mengikuti ajaran

76
sejati Sang Buddha.’ Jika Anda tidak mengikuti ajaran sejati
Sang Buddha, apa yang telah Anda pupuk di kehidupan
lampau tidak akan berfungsi, dan tidak akan membuahkan
hasil.
Kenapa tidak? Jalan menuju ke Nibbāna hanya bisa
diketahui ketika Sang Buddha muncul di dunia. Jika Anda
tidak mengikuti jalan yang diajarkan Sang Buddha,
bagaimana Anda bisa merealisasi Dhamma sebagaimana
adanya? Meskipun Anda mungkin sudah berlatih di
kehidupan lampau, Anda masih harus mengikuti apa yang
diajarkan Sang Buddha di kehidupan ini. Seandainya Anda
lahir di kehidupan ini tidak dengan pāramī yang cukup;
tetapi Anda mempunyai kesempatan berlatih ajaran sejati
Sang Buddha dalam kehidupan ini, Anda sedang memupuk
pāramī untuk perealisasian Anda di kehidupan yang akan
datang. Oleh karena itu, hal yang paling penting adalah
berlatih ajaran sejati Sang Buddha, bukan Dhamma tiruan.

Pertarungan Vipassanā
Kita sedang membahas nasihat Sang Buddha bahwa sukha
tidak bisa dicapai dengan dukkha; sukha hanya bisa dicapai
dengan sukha. Bagaimana sudut pandang Anda dalam hal
ini?
Dalam pengertian praktis, saat berjuang sepanjang jalan
mencari Dhamma dengan berlatih meditasi, kita telah
mengamati duka sebagai suatu objek meditasi dengan
harapan bahwa kita bisa merealisasi Dhamma hanya
dengan mengamati duka, rasa sakit dan ketidaknyamanan
yang muncul di badan. Ini adalah apa yang telah kita
lakukan di waktu yang lalu. Apakah Anda setuju dengan
ini? Jika Anda melanjutkan dengan cara seperti ini untuk
77
waktu yang lama, pada akhirnya Anda akan mendapati
tidak ada kebahagiaan dalam latihan meditasi Anda. Anda
hanya akan mengalami duka, jadi apa yang akhirnya akan
Anda lakukan? Anda akan semakin takut berlatih meditasi;
Anda ingin meninggalkan meditasi. Anda tidak akan bisa
melanjutkan, karena meditasi hanya memberi Anda begitu
banyak duka dan bukannya suka. Jadi ketika Sang Buddha
mengatakan, ’Sukha tidak bisa dicapai dengan dukkha;
sukha hanya bisa dicapai dengan sukha’, apa sesungguhnya
yang dimaksud oleh Beliau?
Bagi seorang samathayānika, yang berlatih meditasi
vipassanā setelah mencapai konsentrasi terserap jhāna,
mereka bisa memasuki konsentrasi terserap dan tinggal di
sana tanpa kesakitan atau ketidaknyamanan di tubuh
mereka untuk waktu satu jam, dua jam, atau bahkan tiga
jam. Mengapa? Karena, dalam keadaan konsentrasi
terserap, mereka merasakan suka selama waktu duduk
tergantung pada penguasaan yang telah mereka latih.
Dengan landasan konsentrasi terserap, mereka melanjutkan
pada latihan meditasi vipassanā. Jadi saya akan menjelaskan
ini secara singkat pada Anda semua. Setelah
mengembangkan konsentrasi, seperti yang dikatakan oleh
Sang Buddha, seseorang yang terkonsentrasi mengetahui
dan melihat Kebenaran sebagaimana adanya.
Meditator seperti itu akan mengetahui dan melihat
Kebenaran Mulia Pertama, yang mana adalah fenomena
batin hakiki dan fenomena materi hakiki, dan Kebenaran
Mulia Kedua, yaitu sebab dan akibatnya. Setelah
merealisasi dua Kebenaran Mulia ini, seseorang bisa
memulai meditasi vipassanā. Ketika Anda akan mulai
berlatih meditasi vipassanā, Anda perlu melakukannya
tahap demi tahap.

78
Pertama Anda perlu memperhatikan kemunculan dan
kelenyapan fenomena dari Kebenaran Mulia Pertama dan
Kebenaran Mulia Kedua. Lalu Anda harus
merenungkannya sebagai tidak kekal, penderitaan, dan
tanpa-diri. Ketika pengetahuan vipassanā Anda matang,
Anda harus melanjutkan pada udayabbaya-ñāṇa,
pengetahuan vipassanā yang memusatkan perhatian pada
kemunculan dan kelenyapan fenomena. Dengan melakukan
ini pengetahuan vipassanā Anda akan menjadi matang.
Lalu Anda harus melanjutkan pada bhaṅga-ñāṇa – yang
menekankan pada kelenyapan, dengan mengabaikan
kemunculannya – dan Anda akan melihat kelenyapan
fenomena yang sangat cepat sepanjang waktu. Apakah
Anda sedang melakukan meditasi jalan atau meditasi
duduk atau meditasi berdiri atau meditasi sambil berbaring,
Anda lanjutkan dengan mengamati kelenyapan yang
berlangsung terus menerus dan sangat cepat itu. Sementara
pengetahuan vipassanā Anda belum matang dan belum
cukup kuat untuk merealisasi Nibbāna, Anda akan merasa
lelah, bukan secara fisik tetapi secara mental, karena Anda
melihat fenomena kelenyapan terus menerus.
Apa nasihat yang diberikan Sang Buddha pada murid
Beliau, ketika mereka mengalami ini? Beliau memberi
nasihat pada mereka untuk memasuki konsentrasi terserap.
Menurut nasihat Sang Buddha, jika pengetahuan vipassanā
Anda belum matang, Anda akan merasakan kelelahan
secara mental karena Anda secara terus menerus melihat
fenomena yang lenyap dengan cepat sepanjang waktu.
Anda seperti seorang tentara yang bertempur melawan
musuh. Dikarenakan dia bertempur dengan musuhnya
untuk waktu yang lama, dia akan merasa lelah dan lapar,
sehingga tidak mempunyai cukup energi di badannya untuk
melanjutkan; jadi dia harus menarik diri dan beristirahat,
dia harus makan dan membuat badannya segar kembali
79
dan kuat lagi. Ketika dia merasa segar dan kuat, dia akan
keluar dari benteng pertahanannya dan bertempur lagi
dengan musuhnya.25
Dengan cara yang sama, ketika Anda berlatih meditasi
vipassanā menurut ajaran Sang Buddha, Anda akan sampai
pada melihat kelenyapan dhamma terkondisi yang cepat
dan terus menerus secara ekstrim sepanjang waktu. Ini
seakan-akan Anda berada dalam pertempuran vipassanā;
pada suatu titik Anda akan merasa lelah dan perlu untuk
memulihkan tenaga Anda. Sang Buddha menasihati Anda
untuk memasuki benteng pertahanan Anda pada saat itu.
Silakan memasuki konsentrasi terserap dan beristirahat di
sana, dan membuat diri Anda merasa segar dan kuat lagi.
Ketika Anda secara mental merasa segar dan kuat lagi,
Anda harus bertempur lagi dengan musuh Anda. Anda
harus keluar dari benteng pertahanan jhāna Anda. Anda
harus melanjutkan pertempuran vipassanā Anda.
Jadi dengan cara ini tidak akan ada duka secara fisik
maupun mental apa pun. Ini hanyalah kelelahan mental
yang perlu diseimbangkan kembali, karena pengetahuan
vipassanā yang masih belum cukup kuat. Dan dikarenakan
pengetahuan vipassanā yang belum cukup kuat, maka
masih belum memungkinkan melakukan terobosan untuk
merealisasi Nibbāna.
Bagaimanapun, berlatih dengan cara ini, yang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi, tidak akan menimbulkan
dukkha. Hanya ada sukha. Dengan cara ini, praktisi harus
menghabiskan waktu yang panjang berusaha dengan keras
mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Pengetahuan akan
__________________________

Kitab Penjelas Makna pada MN.I.2.9 Dvedhāvitakkasuttaṃ (MN 19


25
Ceramah Tentang Dua Jenis Pemikiran).
80
Buah. Tanpa konsentrasi, bagaimana Anda akan bisa
menghabiskan banyak waktu dengan ini - cara yang
sebenarnya Anda perlukan? Tanpa konsentrasi, Anda tidak
akan mencapai sesuatu, tetapi hanya dukkha yang banyak,
dan kemudian Anda mungkin memutuskan bahwa lebih
baik pulang ke rumah saja.
Itulah sebabnya mengapa Anda tidak bisa mencapai sukha
dengan cara dukkha, dan bisa mencapai sukha hanya
dengan cara sukha. Ini adalah sudut pandang yang
seharusnya Anda punyai; jika Anda tidak mempunyai
sudut pandang ini di hidup Anda, maka dari hari ini dan
selanjutnya, tolong ambil dan pegang sudut pandang ini
dan dengarkan kata-kata dari Sang Buddha, dan berlatih
dengan sesuai. Hanya dengan itu Anda bisa berharap
untuk merealisasi Nibbāna dengan mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Pengetahuan akan Buah. Ini adalah salah
satu sudut pandang yang ingin saya perjelas pada Anda
semua.

Empat Jenis Manusia


Ada juga beberapa guru yang mempertahankan bahwa
memungkinkan merealisasi Nibbāna hanya dengan
mendengar Dhamma. Mereka bersikeras tidaklah perlu
berlatih meditasi. Mereka menyatakan bahwa pada masa
Sang Buddha, ada beberapa orang yang menjadi Arahat
hanya dengan mendengar Dhamma. Apakah benar bahwa
ada beberapa yang bisa merealisasi Dhamma hanya dengan
mendengar-Nya? Ya, ini adalah benar.

81
Sang Buddha mengajarkan bahwa ada empat jenis
manusia.26 Jenis pertama, ugghaṭitaññū, bisa mencapai
Pengetahuan akan Jalan dan Pengetahuan akan Buah hanya
dengan mendengar sebuah syair yang sangat pendek.
Apakah Anda ingat dua Murid Kepala yang menjadi
Sotāpanna setelah mendengar sebuah syair yang sangat
pendek dari Y.M. Assaji? Apakah Anda ingin menguji
apakah Anda bisa mencapai Pengetahuan akan Jalan dan
Pengetahuan akan Buah? Maka dengarkanlah:
_________________
26 Empat jenis manusia tercatat di AN.IV.4.3 Ugghaṭitaññū-suttaṃ
(AN 4.133 Ceramah tentang Seseorang yang Cepat Paham).
Penjelasan di sini diambil dari Puggalapaññatti dan Kitab Penjelas
Maknanya (disarikan dan diterjemahkan oleh Bhikkhu Bodhi):
(a) Ugghaṭitaññū – Orang yang cepat paham adalah orang yang
mana penembusan Dhamma-nya (dhammābhisamaya) terjadi
bersamaan dengan sebuah ungkapan. Ugghaṭita berarti
terbukanya pengetahuan(ñāṇugghāṭana); artinya seseorang
paham begitu pengetahuannya terbuka, bersamaan dengan
sebuah ungkapan, atau segera setelah (sebuah pernyataan
Dhamma) diungkapkan. Penembusan terjadi bersamaan dengan
pengetahuan akan Dhamma tentang Empat Kebenaran.
(b) Vipañcitaññū – Orang yang memahami melalui penjelasan
rinci adalah seseorang yang penembusan Dhamma-nya terjadi
pada saat makna dari apa yang dinyatakan dengan singkat
sedang dianalisis dengan detil. Ini adalah orang yang bisa
mencapai Kearahatan setelah suatu ungkapan singkat diberikan,
dan maknanya dianalisis dengan detil.
(c) Neyya – Orang yang dibimbing adalah orang yang
menembus Dhamma secara bertahap, setelah melalui instruksi,
perhatian yang saksama, dan bergantung pada teman-teman
baik.
(d) Padaparama – Orang yang mana kata-kata adalah batas
maksimalnya, adalah orang yang – meskipun banyak mendengar,
banyak melafalkan, banyak menghafal, dan banyak mengajar –
tidak bisa mencapai penembusan Dhamma dalam kehidupan itu.

82
Ye dhammā hetuppabhavā,
Tesam hetuṃ tathāgato āha. 27
Apakah ada orang yang mencapai Pengetahuan akan Jalan
dan Pengetahuan akan Buah? Tidak ada seorang pun?
Anda bisa mengatakan, ‘Bhante, tolong kesampingkan dulu
tentang pencapaian Pengetahuan akan Jalan dan
Pengetahuan akan Buah; kami bahkan tidak mengerti apa
artinya itu!’ Sementara bagi dua Murid Kepala itu, mereka
berdua menjadi Sotāpanna sebelum syair yang dilafalkan
sampai pada kata ‘āha’.

Mengapa? Karena mereka telah memenuhi pāramī selama


satu periode tak terhitung dan seratus ribu kappa di dalam
lingkaran kelahiran kembali. Mereka telah mengembangkan
konsentrasi yang dalam di banyak keberadaan mereka.
Dengan landasan konsentrasi yang dalam dan kekuatan
supranatural, mereka sudah berlatih vipassanā dan
merenungkan ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri
berkali-kali dalam banyak keberadaan, dan sudah mencapai
tahap Pengetahuan Ketenangseimbangan Terhadap
Bentukan (saṅkhārupekkhā-ñāṇa). Namun, dikarenakan
aspirasi agung mereka menjadi murid kepala, mereka tidak
bisa berlanjut lebih dari saṅkhārupekkhā-ñāṇa.Hanya ketika
_______________
27 Syair lengkap dari Therāpadānapāḷi, Ap.1.I.3-1 (Apadāna)Syair 286:
Ye dhammā hetuppabhavā,
Tesaṃ hetuṃ tathāgato āha,
Tesañca yo nirodho,
Evaṃvādī mahāsamaṇo.
Terjemahan dalam Bahasa Inggris oleh Nyanaponika Thera:
Di antara hal-hal yang muncul dari suatu sebab,
Sang Tathāgata telah menyatakan penyebabnya,
Dan juga kepadamannya,
Ini adalah doktrin Petapa Agung.
83
waktunya matang dan mereka sudah bertemu dengan Sang
Buddha barulah mereka bisa menjadi murid kepala.
Mereka bisa melampaui saṅkhārupekkhā-ñāṇa hanya
setelah merealisasi aspirasi mereka menjadi murid kepala.
Mereka adalah jenis manusia yang mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Pengetahuan akan Buah hanya dengan
mendengar syair yang pendek.
Itulah sebabnya mengapa di Myanmar, kami mengatakan,
‘Me-du-yin, me-duneh.’

Saya sangat suka frasa ini. Ini berarti,’Kita masing-masing


mempunyai kemampuan, tidak perlu membandingkan
dengan yang lain.’ Kita sendiri tidak mempunyai
kemampuan seperti itu, jadi tidaklah mungkin bagi kita
untuk mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Pengetahuan
akan Buah hanya dengan mendengar syair yang sangat
pendek.

Apa definisi dari manusia jenis kedua, vipañcitaññū?


Mereka adalah individu yang bisa mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Pengetahuan akan Buah setelah mendengar
penjelasan panjang Dhamma. Apakah Anda ingat ceramah
pertama yang diberikan oleh Sang Buddha? Itu adalah
Dhammacakkappavattana Sutta. Apakah Anda ingat siapa
pendengarnya? Mereka masih belum bhikkhu. Mereka
hanyalah lima petapa. Mereka akan menjadi bhikkhu
nantinya. Ketika Sang Buddha membabarkan ceramah
pertama, Dhammacakkappavattana Sutta, berapa banyak
yang menjadi Sotāpanna? Petapa yang nantinya akan
menjadi Y.M. Koṇḍañña adalah satu-satunya orang di
alam manusia pada saat itu yang mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Pengetahuan akan Buah Pertama.

84
Saya pikir ada banyak di antara Anda yang sudah
mendengar atau membaca Dhammacakkappavattana Sutta.
Anda harus bertanya pada diri Anda sendiri, ’Apakah saya
sudah mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Pengetahuan
akan Buah?’ Bagi Anda yang belum pernah mendengar
atau membaca sutta ini, ketika nanti Anda pulang ke
rumah, tolong cari sutta itu, lalu baca dan cobalah.
Tanyakan pada diri sendiri, ’Bisakah saya menjadi seorang
Sotāpanna setelah mendengar atau mendengarkan
penjelasan terperincinya? Jika setelah membaca seluruhnya
sekali Anda belum menjadi seorang Sotāpanna, tolong baca
seratus kali, atau bahkan seribu kali. Tetapi sudah pasti
Anda tidak akan mencapai Pengetahuan akan Jalan dan
Buah Pertama.
‘Me-du-yin, me-du-neh.’

Manusia jenis ketiga, neyya puggala, adalah seorang


individu yang tidak bisa menjadi seorang suci dengan
mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Pengetahuan akan
Buah hanya dengan mendengar ujaran singkat ataupun
penjelasan terperinci. Mereka perlu berlatih tahap demi
tahap secara sistematis sesuai dengan apa yang dijelaskan
dalam ajaran Sang Buddha.
Mereka perlu berlatih tiga latihan secara sistematis. Dengan
menjalankan moralitas, mereka perlu melanjutkan pada
latihan kedua, latihan konsentrasi. Seperti yang dikatakan
Sang Buddha,’Seseorang yang terkonsentrasi mengetahui
dan melihat Kebenaran sebagaimana adanya.’ Setelah
mengembangkan konsentrasi, mereka bisa melanjutkan
pada latihan ketiga, latihan vipassanā. Jika mereka berlatih
dengan rajin tahap demi tahap, dan jika kamma yang
dipupuk di masa lampau dan usaha saat ini bertemu dan

85
menyatu, mereka akan mencapai Jalan dan Buah di
kehidupan ini. Ini adalah manusia jenis ketiga.
Dewasa ini, banyak yang masuk kelompok manusia jenis
ketiga ini. Bahkan di antara Anda semua, banyak yang akan
membuktikan sebagai neyya puggala, tetapi Anda masih
perlu melatih tiga latihan ini secara sistematis tahap demi
tahap untuk perealisasian Dhamma dan pencapaian
Pengetahuan akan Jalan dan Pengetahuan akan Buah
dalam kehidupan ini.
Yang terakhir, manusia jenis keempat, adalah padaparama.
Tidak peduli sekeras apa pun dia mencoba dan tidak peduli
berapa banyak waktu yang dia habiskan bermeditasi dalam
kehidupan ini, dia tidak akan bisa mencapai konsentrasi
terserap jhāna, ataupun bisa mencapai Pengetahuan akan
Jalan dan Pengetahuan akan Buah dalam kehidupan ini.
Latihan yang dia lakukan hanyalah untuk memupuk pāramī
dan untuk perealisasian Dhamma di masa yang akan
datang. Ini adalah manusia jenis keempat.
Tidak menjadi persoalan apakah kita adalah manusia jenis
ketiga atau jenis keempat, kita harus berlatih dengan rajin
dan sistematis tahap demi tahap, sesuai dengan ajaran Sang
Buddha dalam kehidupan ini. Jika kita adalah manusia jenis
ketiga, kita mungkin merealisasi Dhamma dalam
kehidupan ini. Namun jika kita adalah manusia jenis
keempat, latihan kita bisa membuat kita merealisasi
Dhamma di waktu yang akan datang.

Fenomena Batin dan Materi Hakiki


Hal lain yang diajarkan guru meditasi vipassanā saat ini
adalah fenomena batin hakiki dan fenomena materi hakiki
86
sangatlah dalam dan halus, hanya bisa direalisasi oleh
seorang Buddha. Mereka mengatakan tidaklah mungkin
bagi kita untuk merealisasi fenomena batin dan materi yang
begitu dalam, dimana dalam satu jentikan jari muncul dan
lenyap berjuta-juta kali.
Mereka mempertanyakan, ”Bagaimana mungkin seseorang
bisa melihat hal seperti itu?’ Jadi mereka menggantinya
dengan sebuah ‘rūpa’ baru dan sebuah ‘nāma’ baru sebagai
objek, di tempat seperti apa yang diajarkan Sang Buddha.
Apakah Anda tahu tentang ini? Saya pikir banyak dari
Anda mengetahui ini. Apa yang diajarkan guru seperti itu?
Mereka mengajarkan sebagai berikut: Ketika Anda
berjalan, badan fisik Anda bergerak. Badan yang sedang
melakukan sesuatu adalah rūpa. Pikiran yang mengetahui
perbuatan dengan jasmani adalah nāma. Dengan cara ini
mereka mengganti nāma dan rūpa yang diajarkan oleh Sang
Buddha. Guru-guru ini bersikeras bahwa hanya dengan
mengetahui perbuatan dengan jasmani di satu sisi, dan
pikiran yang mengetahui itu di sisi lain, sebagai rūpa dan
nāma secara berurutan, kita bisa merealisasi Dhamma.
Bagaimana menurut Anda? Jika ini benar, maka apakah
perlu bagi sang Bodhisatta memenuhi pāramī selama empat
periode tak terhitung dan seratus ribu kappa? Hal ini
tidaklah perlu jika benar seperti itu, dan tidaklah perlu bagi
seorang Buddha untuk muncul di dunia.
Sebenarnya Sang Buddha mengajarkan fenomena batin
hakiki dan fenomena materi hakiki, yang mana adalah
Kebenaran Mulia Pertama, Kebenaran Mulia tentang
Penderitaan. Apakah fenomena batin dan materi hakiki?
Bagaimana mereka muncul? Dalam bentuk apa? Ini adalah
sesuatu yang Anda semua perlu mengerti. Saya sudah
menjelaskan ini pada Anda semua. Berapa banyak objek

87
meditasi yang telah diajarkan Sang Buddha ketika Beliau
mengajarkan meditasi vipassanā? Beliau mengajarkan dua
objek. Apakah kedua objek itu? Mereka adalah nāma dan
rūpa.
Ketika Sang Buddha mengajarkan meditasi rūpa, apa yang
diajarkan Sang Buddha secara rinci? Beliau mengajarkan
meditasi empat unsur. Perkenanlah saya mengutip dari
Kitab Sub Penjelas Makna lagi:‘Duvidhañhi kammaṭṭhānaṃ
rūpakammaṭṭhānaṃ arūpakammaṭṭhānañca’ – ketika Sang
Buddha mengajarkan vipassanā, Beliau mengajarkan
meditasi rūpa dan meditasi nāma. ‘Tattha bhagavā
rūpakammaṭṭhānaṃ kathento saṅkhepamanasikāravasena vā
vitthāramanasikāravasena vā catudhātuvavatthānaṃ kathesi’
– ketika Sang Buddha mengajarkan meditasi rūpa, Beliau
mengajarkan meditasi empat unsur baik dengan metode
singkat maupun terperinci.

Oleh karena itu, jika Anda ingin merealisasi fenomena


materi hakiki, Anda harus berlatih meditasi rūpa. Meditasi
rūpa harus dimulai dengan meditasi empat unsur. Seperti
yang sudah saya sampaikan, jika Anda melihat kedua belas
karakteristik dari empat unsur secara sistematis di seluruh
badan Anda, ketika konsentrasi sudah berkembang Anda
hanya akan melihat sebuah balok empat unsur. Badan
Anda lenyap, dan persepsi tentang makhluk lenyap. Pada
saat itu Anda hanya melihat badan sebagai sebuah balok
empat unsur. Jika Anda melanjutkan melihat empat unsur
di balok empat unsur itu, Anda akan mendapati bahwa
badan Anda memancarkan sinar, yang berubah secara
bertahap dari abu-abu ke putih hingga akhirnya ia menjadi
sebuah balok sinar terang. Anda tidak melihat badan Anda
lagi; Anda hanya melihat sebuah balok sinar yang sangat
terang. Kemudian, jika Anda melihat empat unsur di sinar
balok itu, dan jika Anda bisa terus melihatnya di balok

88
sinar itu selama satu jam, Anda bisa mencapai konsentrasi
jelang.
Jika Anda melanjutkan melihat empat unsur di balok sinar
itu, ia akan pecah menjadi partikel yang sangat kecil yang
disebut rūpa kalāpa. Ini adalah sangat, sangat kecil. Apakah
Anda pernah melihat rūpa kalāpa? Apakah Anda ingin
melihatnya? Jika begitu, Anda harus mengikuti cara yang
diajarkan Sang Buddha dan harus berlatih seperti yang
diajarkan Beliau. Apakah yang harus Anda latih? Anda
harus berlatih meditasi empat unsur. Jika Anda sudah
mengembangkan konsentrasi melalui latihan meditasi
empat unsur, Anda akan melihat partikel yang sangat kecil
ini. Meskipun kebanyakan dari Anda belum melihatnya,
saya ingin Anda semua paling tidak mengerti sebagian. Jadi
saya akan memberi Anda sebuah contoh. Tetapi saya tidak
yakin apakah Anda bisa mengerti contoh saya ini atau
tidak.
Apakah Anda menonton televisi di rumah Anda? Saya tidak
tahu jenis telivisi apa yang Anda miliki; itulah sebabnya
mengapa saya mengatakan pada Anda saya tidak yakin
apakah Anda bisa mengerti atau tidak. Ketika Anda
menyalakan sebuah televisi kuno, apakah yang Anda lihat
di layarnya sebelum acara dimulai? Titik-titik yang sangat
kecil, bukan? Apakah mereka besar atau kecil? Mereka
kecil. Ya, kita bisa mengatakan mereka adalah kecil, tetapi
Anda masih bisa melihat mereka dengan mata telanjang.
Ini adalah kecil, tetapi Anda masih bisa melihat mereka
dengan mata yang tanpa bantuan. Jika Anda membagi satu
dari titik kecil pada layar itu sebanyak seratus kali, seribu
kali, ia akan mirip dengan partikel yang sangat kecil itu.
Apakah Anda tahu tentang atom? Apakah Anda pernah
melihat sebuah atom? Sebelum abad kedua puluh, ilmuwan
menganggap atom adalah unit terkecil dari materi. Ini
89
adalah pemikiran mereka di masa lalu. Kemudian di akhir
abad ke sembilan belas dan awal abad kedua puluh,
ilmuwan mendapati bahwa mereka masih bisa memecah
atom menjadi proton, elektron, dan neutron. Kapan
mereka akhirnya bisa memecah atom menjadi proton,
elektron, dan neutron? Akhir abad ke sembilan belas dan
awal abad kedua puluh. Jadi proton, elektron, dan neutron
ini disebut partikel sub-atomik. Partikel yang sangat kecil
yang diajarkan Sang Buddha, dan yang ditembus oleh Sang
Buddha, dan yang perlu Anda semua tembus disebut rūpa
kalāpa, dan sangat mirip dengan partikel sub-atomik itu.
Kapan Sang Buddha menembusnya? Dua ribu enam ratus
tahun yang lalu, dan tanpa menggunakan alat apa pun.
Beliau merealisasi rūpa kalāpa tanpa bantuan alat apa pun,
dan tanpa memerlukan sebuah laboratorium, tetapi hanya
dengan pertolongan konsentrasi.
Pada hari bulan purnama Vesākha, sang Bodhisatta
mendatangi Pohon Bodhi dan berlatih ānāpāna hingga
jhāna keempat, dan beliau kemudian melanjutkan dengan
meditasi kasina, delapan pencapaian, dan empat belas cara,
hingga pencapaian kekuatan supranatural. Beliau mencapai
pubbenivāsa-abhiññāṇa, kemampuan mengingat kembali
banyak kehidupan lampau beliau. Ini adalah apa yang
dicapai beliau di waktu malam jaga pertama. Dengan
kekuatan supranatural itu beliau mencapai perealisasian
batin paling hakiki dan materi paling hakiki. Jadi sang
Bodhisatta menembus partikel-partikel kecil ini 2.600
tahun yang lalu di bawah Pohon Bodhi, tidak seperti
partikel sub-atomik, tanpa menggunakan mikroskop apa
pun atau alat lainnya atau laboratorium apa pun.

90
Selama bertahun-tahun, mengajar di Pa-Auk, saya telah
mengajar banyak praktisi luar negeri dan lokal. Saya
menginstruksikan mereka pertama-tama untuk
mengembangkan konsentrasi dan kemudian melihat
partikel-partikel kecil ini. Tidakkah Anda ingin melihatnya?
Apakah saya mempunyai kesempatan untuk mengajarkan
Anda Dhamma yang dalam ini? Saya berharap mempunyai
kesempatan untuk mengajarkan ini pada Anda semua.
Anda semua sangatlah beruntung mendengar Dhamma
seperti ini. Sangatlah langka kemunculan seorang Buddha
di dunia ini. Sangatlah langka bisa mendengar Dhamma.
Sangatlah langka terlahir sebagai seorang manusia.
Sangatlah langka sebagai manusia yang mempunyai
keyakinan terhadap Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.
Sangatlah langka kesempatan berlatih meditasi. Sangatlah
langka merealisasi Dhamma sebagaimana adanya. Sekarang
Anda menemui banyak kesempatan seperti ini. Apakah
yang sedang Anda lakukan? Apakah yang paling penting
bagi Anda? Untuk merealisasi Dhamma. Jika begitu, apa
yang perlu Anda lakukan? Anda harus mengembangkan
konsentrasi, dengan hanya fokus pada objek utama latihan
Anda. Tidak ada yang lainnya.
Sang Buddha mengatakan, ‘Tumhehi kiccamātappaṃ,
akkhātāro tathāgatā’– ‘Akulah yang menunjukkan jalan,
kalian harus menjalaninya sendiri.’ 28 Sang Buddha tidak

_________________

28 Dhp. 276:
Tumhehi kiccaṃ ātappaṃ, akkhātāro Tathāgatā.
Paṭipannā pamokkhanti, jhāyino mārabandhanā.
Kalian sendirilah yang harus berjuang dengan sungguh sungguh;
para Tathāgata hanya menunjukkan jalan. Para meditator yang
melangkah pada sang Jalan terbebas dari jeratan Māra.
91
bisa membuat Anda merealisasi pencapaian apa pun. Sang
Buddha menunjukkan pada Anda bagaimana caranya
berlatih agar memperoleh pencapaian itu. Sang Buddha
melakukan bagian-Nya dengan menunjukkan jalan.
Sekarang Anda perlu melakukan bagian Anda.

Jadi, ilmuwan bisa memecah sebuah atom menjadi proton,


elektron, dan neutron, tetapi hanya dengan menggunakan
alat. Anda mungkin tahu bahwa kita sepanjang waktu
dikelilingi oleh banyak bakteri kecil. Apakah Anda bisa
melihatnya dengan mata telanjang? Hanya setelah ilmuwan
menemukan mikroskop, yang bisa memperbesar benda
beberapa kali, barulah mereka benar-benar bisa melihat
semua bakteri yang sangat kecil di sekeliling kita itu.
Dengan bantuan sebuah mikroskop Anda bisa melihat apa
yang tidak bisa Anda lihat dengan mata telanjang.
Dhamma ditembus oleh Sang Buddha, Dhamma diajarkan
oleh Sang Buddha, Dhamma yang Anda semua perlu
tembus adalah di luar mata telanjang. Anda memerlukan
sebuah alat untuk menembus Dhamma, bukan suatu alat
eksternal tetapi hanya konsentrasi Anda, yang mana
berfungsi seperti sebuah mikroskop. Tetapi sebuah
mikroskop masih tidak sekuat konsentrasi. Apakah Anda
memercayai ini? Mikroskop tidak bisa membuat Anda
melihat kebenaran. Hanya konsentrasi yang bisa membuat
Anda melihat kebenaran. Itulah sebabnya mengapa Anda
tidak ingin bergantung pada sebuah mikroskop, yang tidak
bisa membantu Anda melihat kebenaran. Jadilah seseorang
yang memutuskan untuk bergantung pada konsentrasi yang
bisa membuat Anda melihat kebenaran sebagaimana
adanya.

92
Rūpa kalāpa ini adalah partikel-partikel yang diajarkan oleh
Sang Buddha dan ditembus oleh Sang Buddha. Menurut
ajaran Sang Buddha, tidak ada pria, tidak ada wanita, tidak
ada pohon, tidak ada gunung, tidak ada gedung; yang ada
hanyalah partikel-partikel kecil yang muncul dan lenyap
dengan sangat cepat sepanjang waktu.
Sekarang Anda mungkin masih mempunyai keragu-raguan.
Jika begitu, yakinlah bahwa tidak ada yang salah dengan
Anda. Mengapa seperti itu? Karena Anda masih belum
mengembangkan konsentrasi. Anda masih belum
mengarahkan diri Anda untuk berlatih dengan tujuan
melihat partikel-partikel kecil ini. Seandainya ada meditator
yang bisa melihat partikel-partikel kecil ini sekarang; jika
meditator seperti itu menutup mata dan mengamati empat
unsur dari orang di sekitar mereka di sini, mereka hanya
akan melihat partikel-partikel kecil di mana-mana. Jika
mereka mengamati empat unsur di gedung ini, mereka
hanya melihat partikel-partikel kecil. Jika mereka
memperhatikan empat unsur di sekitar ruangan, mereka
hanya melihat partikel-partikel kecil. Mereka tidak melihat
pria, wanita, gedung, gunung, pohon – hanya partikel-
partikel kecil. Semuanya menjadi sama. Pada saat seperti
itu Anda tidak akan tidak setuju dengan Sang Buddha.
Anda akan setuju dengan Sang Buddha.
Apa yang dikatakan oleh Sang Buddha? Beliau
mengatakan, “Aku tidak mau berdebat dengan siapa pun di
dunia ini. Adalah mereka yang ingin berdebat dengan-
Ku.’29 Mengapa? Orang di dunia ini tidak mempunyai
_________________

29 SN.III.1.10.2 Pupphasuttaṃ (SN 22.94 Ceramah Tentang Bunga):


Nāhaṃ, bhikkhave, lokena vivadāmi, lokova mayā vivadati. na,
bhikkhave, dhammavādī kenaci lokasmiṃ vivadati’ – ..
93
mata, tidak mempunyai kebijaksanaan; mereka buta.
Apakah Anda buta atau apakah Anda tidak buta? Apakah
Anda tahu siapakah Anda? Anda tidaklah buta dalam
pengertian fisik, tetapi Anda buta tentang kebenaran
mutlak. Itulah sebabnya mengapa Sang Buddha
mengatakan, ’Dunia ini buta.’30 Saya tidak ingin Anda
melanjutkan hidup dengan buta dalam dunia yang gelap.
Saya ingin Anda berubah supaya tidak buta.
Jadi partikel yang sangat kecil ini haruslah ditembus. Tetapi
saya ingin mengingatkan Anda semua bahwa partikel-
partikel kecil ini bukanlah fenomena materi hakiki; mereka
hanyalah unit terkecil dari fenomena materi yang dilihat
dalam kebenaran konvensional. Di dalam tiap partikel, ada
unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur angin, warna, bau,
rasa, nutrisi, dan kemungkinan daya hidup dan sensitivitas,
di antaranya. Ada paling tidak delapan, sembilan, atau
sepuluh fenomena materi hakiki dalam tiap kalapa. Anda
perlu menganalisis ini dengan menggunakan ‘alat’ Anda.
Apakah alat itu? Konsentrasi. Anda perlu menggunakan
sinar kebijaksanaan yang menyinari mereka, sehingga Anda
bisa melihat mereka sebagaimana adanya. Ini adalah hal
yang tidak bisa dilakukan oleh ilmuwan. Dengan sinar
kebijaksanaan hasil konsentrasi, semua yang internal dan
_________________

.. Bhikkhu, Aku tidak bertikai dengan dunia; tetapi, dunialah yang


bertikai dengan-Ku. Seorang pembicara Dhamma tidak akan bertikai
dengan siapa pun di dunia ini.
30 Dhp. 174
Andhabhūto ayaṃ loko, tanukettha vipassati
Sakuṇo jālamuttova, appo saggāya gacchati.
Dunia ini buta; hanya sedikit yang memiliki penglihatan.
Seperti burung-burung yang lolos dari jaring, hanya sedikit yang
pergi ke alam bahagia.
94
eksternal menjadi sama. Masa lalu, masa kini, masa yang
akan datang semua menjadi sama. Muncul dan lenyap;
sama. Tidak ada pria, tidak ada wanita – Anda akan setuju
dengan Sang Buddha pada saat itu. Keyakinan Anda pada
Sang Buddha akan menjadi sangat kuat.

Lalu Anda harus melanjutkan dengan fenomena batin


hakiki. Hanya mengetahui apa yang sedang Anda lakukan
bukanlah nāmakammaṭṭhāna seperti yang diajarkan oleh
Sang Buddha. Hanya mengetahui pikiran yang mengetahui
perbuatan dengan jasmani sebagai nāma, seperti yang
diajarkan banyak guru belakangan ini, adalah tidak
kondusif untuk perealisasian Nibbāna. Ini hanyalah suatu
cara mengerti yang dangkal. Anda perlu melakukan di atas
ini. Menurut ajaran Sang Buddha, nāma muncul dalam
bentuk proses kognitif mental, dengan banyak momen
kesadaran, yang juga diikuti oleh momen-momen
kesadaran di-luar-proses. Proses kognitif dan juga
kesadaran di-luar-proses (vīthi dan vīthi mutta) diajarkan
oleh Sang Buddha sebagai nāma. Perkenankan saya
memperjelas. Sekarang Anda sedang mendengar suara
saya. Begitu Anda mendengar suara saya, suara kontak
dengan unsur translusen telinga Anda dan pada saat yang
bersamaan juga kontak dengan pintu-pikiran Anda. Apakah
Anda setuju? Ini juga kontak dengan pintu-pikiran Anda.

Untuk membuat Anda lebih mengerti, saya akan


menjelaskan lebih banyak. Ketika Anda masih muda,
diliputi oleh pandangan salah, Anda mendengarkan musik;
Anda terbiasa membuat bass-nya kuat sehingga suaranya
menjadi keras dan menghentak dengan keras – boom…
boom… boom. Apa yang terjadi pada saat itu? Di sini di
jantung Anda merasakan boom… boom… boom.., bukan?
Ya. Begitulah suatu objek tertentu, apakah dicerap oleh
mata, telinga, hidung, lidah, atau badan, ketika ia kontak
95
dengan pintu-indera yang sesuai, pada saat yang bersamaan
objek itu juga kontak dengan pintu-pikiran. Satu objek
kontak dengan dua pintu pada saat yang bersamaan.
Suatu objek visual kontak dengan unsur translusen mata
dan pintu pikiran pada saat yang bersamaan. Suatu objek
yang bisa didengar kontak dengan unsur translusen telinga
maupun pintu-pikiran. Pintu-pikiran disebut bhavaṅga
dalam bahasa Pāḷi. Sang Buddha mengatakan bagi orang
yang tidak tuli, ketika mereka mendengar suatu suara,
suara itu kontak dengan unsur translusen telinga dan pintu-
pikiran, dan pada saat itu proses kognitif pintu-telinga akan
muncul diikuti oleh proses kognitif pintu-pikiran.
Mereka muncul dan lenyap dengan sangat cepat berkali-
kali. Mereka sangatlah cepat. Apakah Anda ingin
mengetahui bagaimana mereka muncul? Saya sudah
memberi sebuah contoh untuk fenomena materi hakiki,
tetapi saya tidak tahu bagaimana memberi Anda sebuah
contoh sehingga Anda bisa mengerti fenomena batin
hakiki. Saya akan mencobanya. Ini adalah pengalaman
meditator yang dilaporkan pada saya: Ketika mereka
melihat proses mental, ketika suatu suara kontak dengan
pintu-telinga dan pintu-pikiran mereka, mereka
melaporkan, ‘Fenomena batin muncul dengan cara ini,
Bhante’ – dan mereka kemudian menirukan kesan mereka.
Apakah Anda ingin mendengar bagaimana mereka
melapor? ‘Di-di-di-di-di-di-di…’ Saya tidak bisa mengeja
silabelnya dengan cukup cepat untuk menirukan
bagaimana mereka muncul. Tidakkah Anda ingin
mengalami ini? Tolong diingat, Anda semua mengagumi
ilmu pengetahuan; tetapi ilmuwan tidak akan pernah bisa
menembus atau menemukan fenomena batin dengan cara
ini bahkan hingga dunia ini hancur.

96
Sang Buddha menemukan cara yang dalam dan luar biasa
ini, Dhamma, 2600 tahun yang lalu tanpa laboratorium apa
pun dan tanpa alat apa pun. Beliau merealisasi Dhamma
ini hanya melalui latihan Beliau, dan dengan bantuan sinar
konsentrasi, dengan bantuan sinar kebijaksanaan. Anda
semua perlu mempunyai sudut pandang ini agar bisa
merealisasi Dhamma. Jadi seandainya Anda sudah
merealisasi fenomena batin dan materi hakiki, itu berarti
Anda sudah menembus Kebenaran Mulia Pertama. Tolong
diingat, jika Anda belum menembus fenomena batin dan
materi hakiki dengan cara ini, Anda belum menembus
Dhamma seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha. Jika
Anda belum menembus hal-hal ini, Anda mungkin masih
tidak setuju dengan Sang Buddha. Hanya ketika Anda
melihat dengan cara seperti yang dilihat Sang Buddha,
barulah Anda tidak akan mempermasalahkannya lagi
dengan Sang Buddha. Tetapi cakupan kebijaksanaan Anda
tidak akan sama dengan kepunyaan Beliau. Sang Buddha
melihat secara lengkap; Anda tidak akan melihat secara
lengkap, tapi hanya sebagian saja. Sang Buddha
mengatakan bahwa orang biasa akan melihat secara parsial,
suatu penglihatan yang tidak akan setara dengan
penglihatan seorang Buddha. Tetapi dengan penglihatan
parsial ini sudah cukup untuk membuat seseorang menjadi
suci.31 Tanpa perealisasian seperti itu, Anda tidak akan
pernah merealisasi Kebenaran Mulia Pertama. Untuk saat
ini, saya tidak akan menerangkan lebih lanjut tentang
fenomena batin hakiki. Saya akan menjelaskan lebih banyak
hanya ketika saya mempunyai kesempatan mengajarkan
Anda bagaimana menembus fenomena batin hakiki.
_______________

31 Kitab Penjelas Makna pada MN.I.1.1 Mūlapariyāyasuttaṃ (MN 1


Ceramah Tentang Akar Semua Hal).
97
Sebab Akibat Yang Bergantungan
Sekarang, apakah itu Kebenaran Mulia Kedua? Ini adalah
Kebenaran Tentang Sebab Penderitaan. Agar bisa
menguraikan Kebenaran ini, saya akan menyampaikan
pengalaman salah seorang murid saya yang sudah berlatih
Sebab Akibat yang Bergantungan (paṭicca-samuppāda).
Saya mengajarkan dia untuk melihat lima kehidupan
lampaunya.
Sang Buddha mengatakan bahwa, karena kita belum
mengetahui dan belum melihat Sebab Akibat yang
Bergantungan, Anda dan saya telah mengembara dalam
lingkaran kelahiran kembali, tidak tahu bagaimana
mengakhiri penderitaan.32
Jadi jika kita tidak mengetahui dan tidak melihat Sebab
Akibat yang Bergantungan, maka tidak ada jalan untuk
mengakhiri penderitaan. Oleh karena itu, kami
mengajarkan meditator untuk mengetahui dan melihat
kehidupan lampau mereka, paling sedikit lima kehidupan
lampau atau kadang-kadang bahkan lebih, agar mengetahui
dan melihat sebab dan akibat.
______________

32 Lihat DN.II.2 Mahānidānasuttaṃ; DN 15 Ceramah Besar Tentang


Sebab:
‘Gambhīro cāyaṃ, ānanda, paṭiccasamuppādogambhīrāvabhāso ca. etassa,
ānanda, dhammassa ananubodhā appaṭivedhāevamayaṃ pajā
tantākulakajātā kulagaṇṭhikajātā muñjapabbajabhūtāapāyaṃ duggatiṃ
vinipātaṃ saṃsāraṃ nātivattati’ –
‘Ananda, Sebab yang Bergantungan ini adalah mendalam dan tampak
mendalam. Dikarenakan tidak memahami, tidak menembus doktrin ini
sehingga dunia menjadi seperti sebuah bola benang kusut, seperti
sebuah sarang burung, kusut seperti alang-alang, tidak bisa melampaui
alam penderitaan, tempat tujuan yang penuh penderitaan, kehancuran,
dan lingkaran kelahiran kembali.
98
Jadi Kebenaran Mulia Kedua adalah Kebenaran Mulia
Tentang Sebab Penderitaan. Untuk mempermudah,
Kebenaran Mulia Pertama menunjukkan bahwa ada
penderitaan dan memberitahu kita apa itu penderitaan,
sedangkan Kebenaran Mulia Kedua memberi tahu kita apa
penyebab penderitaan itu. Ajaran Sang Buddha terutama
mengacu pada hukum kamma. Apakah yang membuat
seseorang menjadi Buddhis? Apakah Anda tahu? Apakah
Anda seorang Buddhis? Siapa yang mempunyai kualifikasi
sebagai seorang Buddhis? Seorang Buddhis adalah
seseorang yang mempunyai keyakinan pada hukum
kamma. Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha, ’Tidak
ada yang terjadi tanpa sebab-sebab; apa pun yang terjadi
selalu ada sebabnya.’ 33
Sekarang, di sini di tempat ini beberapa orang tinggi,
beberapa pendek, beberapa rupawan, dan saya melihat tak
seorang pun yang jelek, tetapi kita semua mempunyai
penampakan yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh
berbagai sebab. Ini hanyalah disebabkan oleh kamma. Ini
adalah apa yang direalisasi sang Bodhisatta pada hari bulan
purnama Vesākha. Di bawah Pohon Bodhi, pada saat
malam jaga kedua, beliau menempus sebab-akibat secara
langsung, dan kemudian sebagai Sang Buddha Beliau
mengajarkan murid-murid-Nya bagaimana menembus
sebab-sebab dan akibat-akibatnya, sehingga bisa
mengetahui Kebenaran Mulia Kedua. Jadi untuk
mengetahui Kebenaran Mulia Kedua, Anda harus terlebih
dahulu menembus Kebenaran Mulia Pertama. Tanpa me-
__________________
33 Lihat MN.I.4.8. Mahātaṇhāsaṅkhayasuttaṃ (MN 38.1 Ceramah
Besar Tentang Kehancuran Nafsu Keinginan)
‘Imasmiṃ sati idaṃ hoti, imassuppādā idaṃ uppajjati’ –
‘Ketika ini ada, itu ada; ketika ini muncul, itu muncul.’
99
nembus Kebenaran Mulia Pertama, tidaklah mungkin
mengerti Kebenaran Mulia Kedua. Jadi, tidaklah mungkin
menembus Kebenaran Mulia Kedua tanpa menembus
Kebenaran Mulia Pertama dulu.
Jadi bagi meditator yang saya sebutkan tadi: Setelah dia
merealisasi Kebenaran Mulia Pertama, yang mana adalah
fenomena batin dan materi hakiki, saya menginstruksikan
dia untuk melihat nāma dan rūpa pada malam itu, lalu
nāma dan rūpa kemarinnya, lalu nāma dan rūpa kemarin
dulunya, lalu tiga hari sebelumnya, satu minggu
sebelumnya, satu bulan sebelumnya, satu tahun
sebelumnya, dua tahun sebelumnya, lima tahun
sebelumnya, sepuluh tahun sebelumnya, dan dua puluh
tahun sebelumnya; dan begitu mendekati tiga puluh tahun,
saya memberitahu dia untuk melihat nāma dan rūpa dua
puluh sembilan tahun yang lalu, ketika dia berada di dalam
rahim ibunya.
Dia lalu melanjutkan mengamati nāma dan rūpa hingga
mencapai tahap awal di rahim ibunya. Jadi dia mencapai
tahap paling awal, pada saat kesadaran penyambung
kelahiran kembali. Dia melihat fenomena batin dan materi
hakiki pada saat itu, tahap paling awal dari kehidupan ini.
Dengan keinginan mengetahui sebab dari fenomena batin
dan materi hakiki ini, dia melihat lebih jauh lagi saat
terakhir di kehidupan lampau sebelum kehidupan ini. Dan
kemudian dia melihat beberapa kehidupan lampau
sebelum keberadaan itu. Saya mengajarkan dia untuk
melihat lima kehidupan lampau seluruhnya. Jadi termasuk
kehidupan saat ini, jumlah total kehidupan yang dia lihat
semuanya adalah enam. Saya akan memulai dengan
menjelaskan dari yang paling awal hingga ke saat ini.

100
Dalam kehidupan lampau kelima, kembali ke masa
lampaunya, dia adalah sesosok brahmā. Bagaimana
seseorang bisa terlahir di alam brahmā? Ini hanya
mungkin setelah mencapai konsentrasi jhāna. Anda bisa
terlahir kembali di alam brahmā, hanya apabila Anda bisa
mempertahankan penguasaan jhāna hingga saat terakhir
sebelum Anda meninggal. Jika Anda bisa mempertahankan
konsentrasi terserap jhāna kedua pada saat menjelang ajal
dalam kehidupan ini, Anda akan terlahir di alam brahmā
kedua. Anda tidak perlu mengambil konsepsi dalam sebuah
rahim. Sesosok brahmā akan langsung muncul, dengan
bentuk badan yang lengkap. Sesaat setelah kesadaran
kematian muncul, brahmā itu muncul di sana dengan
badan yang lengkap. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa
Anda lihat dengan mata telanjang. Dan juga tidak ada guru
religius lainnya yang bisa mengajarkan hal ini selain Sang
Buddha. Jika Anda secara sistematis berlatih dengan cara
yang diajarkan Sang Buddha, Anda bisa menembus bahwa
ada alam brahmā, ada alam dewa, ada alam neraka dan
seterusnya. Jadi yogi itu bisa melihat kehidupan lampau
kelimanya sebagai sesosok brahmā .
Brahmā tidak mempunyai unsur translusen hidung,
mereka tidak mempunyai unsur translusen lidah, dan
mereka tidak mempunyai unsur translusen tubuh. Mereka
hanya mempunyai unsur translusen mata dan unsur
translusen telinga. Mereka ingin mempunyai unsur
translusen mata karena mereka ingin melihat Sang Buddha.
Mereka ingin mempunyai unsur translusen telinga karena
mereka ingin mendengar Dhamma.
Berapa banyak duka yang harus kita alami dengan
mempunyai unsur translusen hidung? Berapa banyak duka
yang kita alami dengan memiliki unsur translusen lidah?

101
Betapa sibuknya Anda sebagai seorang manusia karena
unsur translusen lidah ini! Berapa banyak duka yang Anda
alami karena unsur translusen tubuh ini! Betapa baiknya
jika Anda tidak mempunyai unsur-unsur translusen
tersebut! Apakah Anda setuju? Apakah Anda melihat duka
di dalamnya? Jika Anda tidak melihat duka tersebut, Anda
tidak bisa terlahir kembali di alam brahmā, karena Anda
tidak akan berlatih dengan baik.
Brahmā tidak mengkonsumsi makanan apa pun. Makanan
mereka adalah kebahagiaan yang muncul dengan memasuki
jhāna. Apakah ini bagus? Mereka tidak perlu memasak,
tidak perlu mencari uang – betapa bagusnya ini! Sangat
bagus! Jadi dalam kehidupan lampau itu, yogi itu berlatih
konsentrasi terserap jhāna sebagai sesosok brahmā.
Sayangnya, dia tidak bisa mempertahankan konsentrasi
terserap jhāna-nya saat menjelang ajalnya. Sebaliknya,
objek terakhir yang muncul di pikirannya adalah gambaran
Sang Buddha. Apakah ini baik? Apakah ini baik atau
buruk? Ya, ini adalah objek yang sangat, sangat superior.
Ini bukan hanya gambaran Sang Buddha; ini adalah
penampakan Sang Buddha sesungguhnya yang dia lihat.
Mengambil gambaran itu sebagai objek saat menjelang ajal,
dia sangatlah berbahagia.
Dalam kehidupan selanjutnya, kehidupan lampau
keempatnya, dia terlahir sebagai seorang laki-laki dan
menjadi seorang raja di keberadaan itu. Apakah Anda
ingin menjadi seorang raja? Mungkin ada seseorang di sini
yang ingin menjadi seorang raja. Jadi sebagai seorang raja,
dia mengumpulkan kamma baik maupun kamma buruk;
namun, dikarenakan dia terlahir di alam manusia sebagai
seorang laki-laki dan seorang raja setelah dia meninggal di
alam brahmā, saya percaya dia mempunyai tabiat yang

102
sangat baik. Oleh karena itu dia memupuk banyak kamma
yang sangat baik di kehidupannya itu sebagai seorang raja.
Pada saat itu, ada seekor sapi rupawan yang dipelihara di
kerajaan sang Raja. Sapi itu sangat rupawan. Ketika sang
Raja pergi ke sana untuk melihat sapi itu, dia merasakan
suatu kasih sayang yang kuat terhadapnya. Dia menjadi
melekat pada sapi itu. Ketika Raja itu hampir meninggal,
objek terakhir yang muncul di pintu pikirannya bukanlah
suatu kamma bajik, tetapi sayangnya, sapi yang rupawan
itu. Dia meninggal dengan kemelekatan pada sapi itu. Lalu,
dia terlahir sebagai seekor sapi jantan di kehidupan
selanjutnya, kehidupan lampau ketiganya. Tetapi meskipun
dia terlahir sebagai seekor sapi jantan, dia memupuk
banyak kamma baik, karena karakter baik dan tabiat baik
memengaruhi sapi jantan itu.
Suatu hari pemilik sapi jantan itu berniat melakukan
perbuatan bajik. Jadi si sapi jantan menarik pedati yang
penuh dengan banyak barang. Dalam pengalaman Anda,
bahkan sebagai manusia yang mempunyai kecerdasan
seperti kita sendiri, ketika kita harus membawa barang
berat, apakah kita berbahagia? Kita tidak akan berbahagia.
Tetapi meskipun sapi jantan ini terlahir sebagai seekor
binatang bodoh dikarenakan kamma yang tak beruntung
yang muncul pada saat menjelang ajal di kehidupan
sebelumnya, ia tetap terlahir dengan tabiat baik sehingga
memengaruhi sapi itu dengan kuat. Dia sangat bahagia
ketika dia menarik pedati itu, yang penuh dengan banyak
barang untuk persembahan. Keadaan pikiran baik muncul
pada sapi jantan itu. Sungguh beruntung bagi sapi itu, ini
menjadi kamma yang muncul pada saat menjelang ajalnya.
Apa yang terjadi pada keberadaan selanjutnya? Dalam

103
kehidupan lampau keduanya, dia terlahir sebagai seorang
laki-laki dan menjadi seorang tukang kayu.
Suatu hari, sebagai seorang tukang kayu dengan tabiat baik,
dia membangun sebuah jembatan kecil sehingga orang dan
pedati sapi bisa lewat. Ini juga adalah suatu perbuatan
bajik. Itu menjadi kamma yang muncul pada saat
menjelang ajal di kehidupan itu. Dalam keberadaan
selanjutnya, yang mana adalah kehidupan lampau sebelum
saat ini, dia terlahir sebagai seorang laki-laki lagi, dan dia
sangatlah kaya. Dikarenakan manusia tidaklah abadi, suatu
hari dia mendekati saat meninggal. Untunglah pada saat
menjelang ajal orang kaya itu, objek terakhir yang muncul
adalah mempersembahkan makanan pada tiga bhikkhu.
Apakah itu kamma baik atau kamma buruk? Ini adalah
kamma baik. Pada saat itu dia membuat aspirasi berikut:
’Semoga dengan perbuatan bajik ini, saya bisa menembus
Dhamma seperti yang telah ditembus oleh Bhante-bhante
ini.’ Apakah ini baik? Dikarenakan kamma seperti itu, di
dalam kehidupan saat ini dia bisa bermeditasi dengan
sangat baik, dan dengan dukungan latihan sebelumnya
sebagai sesosok brahmā, sehingga dia bisa mencapai
konsentrasi terserap jhāna. Dan dikarenakan aspirasinya
untuk menembus Dhamma, dia bisa menembus Dhamma
dengan sangat dalam di kehidupan ini.
Saya menghubungkan semua ini untuk membantu Anda
mengerti Kebenaran Mulia Kedua. Jika Anda ingin
merealisasi Dhamma, jika Anda ingin mencapai
Pengetahuan akan Jalan, dan Pengetahuan akan Buah
dalam kehidupan ini, inilah apa yang perlu Anda semua
mengerti, karena jika Anda tidak merealisasi Kebenaran
Mulia Pertama dan Kebenaran Mulia Kedua, Anda tidak
bisa berlatih vipassanā sejati. Jadi setelah merealisasi
104
Kebenaran Mulia Pertama dan Kedua, Anda bisa memulai
meditasi vipassanā.
Sang Bodhisatta berlatih meditasi vipassanā di bawah
Pohon Bodhi setelah merealisasi Kebenaran Mulia Pertama
di malam jaga pertama dan Kebenaran Mulia Kedua di
malam jaga kedua melalui dua kekuatan supranatural, lalu
setelah berlatih meditasi vipassanā di malam jaga ketiga,
sebelum fajar, beliau mencapai pencapaian akhir yang
bersekutu dengan Kemahatahuan. Ini adalah jalan menuju
Nibbāna. Inilah sudut pandang yang Anda semua harus
pegang. Tujuan Anda haruslah mengetahui dan melihat
Dhamma sebagaimana adanya. Jika sudut pandang Anda
tidak sesuai dengan ini, maka tidak peduli berapa banyak
Anda mencoba, berapa banyak waktu yang Anda habiskan,
atau berapa keras Anda mengerahkan diri Anda, Anda
tidak akan pernah merealisasi Nibbāna .
Jadi, peganglah Pandangan Benar, ketahuilah ajaran sejati
Sang Buddha….
Semoga Anda semua berlatih meditasi dalam kehidupan
ini!
Semoga Anda semua merealisasi Dhamma sebagaimana
adanya dalam kehidupan ini!
Dan semoga Anda semua bisa melihat Nibbāna dan
mengakhiri penderitaan dalam kehidupan ini!
Ārambhatha nikkamatha,
Yuñjatha buddhasāsane.
Dhunātha maccuno senaṃ,
Naḷāgāraṃva kuñjaro.

Munculkan energi dalam latihan,

105
Bekerja keraslah untuk pencapaian pembebasan,
Kerahkan diri Anda ketika Ajaran sejati Sang Buddha
masih tumbuh subur!
Singkirkan tentara Kematian,
Bagaikan seekor gajah menghancurkan pondok alang-
alang.34
Sadhu! Sadhu! Sadhu!

_________________

34 SN.I.6.2.4 Aruṇavatīsuttaṃ (SN 6.14 Ceramah Tentang


Aruṇavatī).
106
Pertanyaan dan Jawaban Terpilih

Puñña dan Pāramī


Pertanyaan: Apakah perbedaan antara kesempurnaan
(pāramī) dan perbuatan bajik (puñña)? Praktisi agama lain
juga melakukan perbuatan bajik; apakah mereka juga
memupuk pāramī?
Jawaban: Istilah lain untuk puñña adalah kusala kamma,
kamma bajik. Kusala kamma dan pāramī tidaklah sama.
Buddhis dan juga non-Buddhis melakukan kamma bajik
dalam hidup mereka.
Dalam masa hidup Beliau, Sang Buddha kadang-kadang
mengunjungi alam dewa. Di sana Beliau bertemu dengan
mereka yang terlahir di alam dewa dikarenakan kamma
bajik lampau mereka. Beberapa adalah Buddhis, yang lain
bukan. Jadi bukan hanya Buddhis yang melakukan kamma
bajik. Ini adalah apa yang ingin saya sampaikan pada
Anda.
Buddhis adalah orang yang percaya pada hukum kamma.
Ketika mereka memupuk kamma bajik, mereka
melakukannya dengan keyakinan pada hukum kamma.
Demikianlah mereka mengumpulkan kamma bajik yang
bersekutu dengan kebijaksanaan.
Non-Buddhis juga mengumpulkan kamma bajik, meskipun
mereka mempunyai pandangan salah. Jika kamma bajik ini
membuahkan hasilnya pada saat menjelang ajal, mereka
mungkin terlahir di alam dewa juga. Namun, dikarenakan
mereka melakukan kamma bajik tanpa keyakinan pada
hukum kamma, istana surgawi mereka dan tingkat
107
kemakmuran mereka akan lebih inferior dibandingkan
dengan yang Buddhis.
Di sini saya akan bertanya pada Anda untuk menyadari
poin berikut: Meskipun mereka tidak mempunyai
keyakinan pada hukum kamma, mereka tetap saja
bertanggung jawab terhadap kamma mereka dan hasil
kamma yang mereka alami. Hanya Anda, dan bukan orang
lain, yang bertanggung jawab terhadap kamma Anda.
Kamma Anda pada gilirannya merupakan alasan bagi
kebahagiaan dan ketidakbahagiaan Anda.
Sang Buddha juga kadang-kadang mengunjungi alam
neraka, dan Beliau akan melihat mereka yang terlahir di
sana dikarenakan mereka telah mengumpulkan kamma
buruk. Mereka terlahir di sana bukan disebabkan oleh
orang lain tetapi semata-mata lantaran kamma buruk
mereka sendiri, seperti membunuh, mencuri, melakukan
seks yang salah, berbohong, dan mengkonsumsi yang
memabukkan. Semua perbuatan buruk ini bisa
mengakibatkan kelahiran kembali di empat alam
penderitaan. Itulah sebabnya mengapa Anda harus
bertanggung jawab pada diri Anda sendiri. Jangan
membiarkan siapa pun bertanggung jawab untuk Anda,
karena tidak ada seorang pun yang benar-benar bisa
mengambil tanggung jawab Anda.
Sekarang, apa perbedaan antara kamma bajik dan pāramī?
Ketika Anda akan melakukan kamma bajik, Anda mungkin
melakukan itu dengan niat untuk terlahir di alam bahagia,
atau menjadi seorang yang kaya dan makmur dengan
kedudukan sosial dan kelahiran tinggi, dan lain sebagainya.
Jika itu adalah niat yang melandasi perbuatan baik Anda,
Anda hanya melakukan kamma bajik. Ini bukanlah cara
memenuhi pāramī.
108
Di sisi lain, Anda bisa memberi dana atau menjalankan
moralitas atau duduk bermeditasi dengan niat mengakhiri
penderitaan, atau untuk meninggalkan sebab penderitaan.
Ini adalah cara untuk memupuk pāramī.
Niat terlahir di suatu alam bahagia, atau terlahir sebagai
seorang kaya, atau mempunyai kelahiran tinggi dan
kedudukan baik, dan sebagainya – itu adalah mengambil,
bukan melepas. Ini adalah ‘Saya ingin! Saya ingin!
Melakukan hal itu hanyalah memupuk lebih banyak
kamma.
Kita harus melakukan kebaikan dengan niat untuk
pelepasan dan berpikir, ’Saya ingin meninggalkan sebab
penderitaan, seperti kekotoran batin. Saya ingin mengakhiri
penderitaan.’ Cara berdana dan melakukan perbuatan baik
seperti ini tidaklah mengambil, tetapi melepas –
melepaskan sebab kemelekatan pada makhluk hidup dan
benda mati. Ini adalah pelepasan kekotoran batin.
Yang mana lebih baik, mengambil atau memberi? Sudah
pasti, memberi adalah lebih baik.
Oleh karena itu, mulai saat ini, apa pun yang akan Anda
lakukan, agar itu menjadi cara untuk memenuhi pāramī,
Anda seharusnya membuat suatu aspirasi seperti berikut
ini: ’Dengan melakukan ini, semoga saya bisa
meninggalkan sebab dari penderitaan.’ Perbuatan Anda
lalu akan menjadi cara memenuhi pāramī untuk
perealisasian Nibbāna, mengakhiri penderitaan, dan
mencapai pembebasan.

109
Dana Tepat-waktu
Pertanyaan: Bhante menjelaskan bahwa ketika kita
melakukan dāna, sīla, dan bhāvanā (kedermawanan,
moralitas, dan meditasi), kita sedang memenuhi pāramī.
Jadi dalam hal dāna, bisa tolong Bhante jelaskan, dengan
memberikan sebuah contoh, kepada siapa kita harus
memberikan dana dan jenis dana apa yang harus kita
berikan, sehingga itu menjadi pāramī dan bukan hanya
sekedar kamma bajik?
Jawaban: Seperti yang sudah saya sampaikan pada Anda,
perbuatan baik apa pun yang Anda lakukan, apakah
memberikan dana atau melatih moralitas atau bermeditasi,
jika Anda melakukan ini dengan niat untuk mengakhiri
penderitaan, itu akan menjadi pemupukan pāramī.
Mengikuti nasihat ini, silakan lakukan jenis dana apa pun
yang ingin Anda lakukan.
Tetapi Anda semua mengetahui syair ini: ‘Sabbadānaṃ
dhammadānaṃ jināti’ – ‘Pemberian Dhamma melampaui
semua pemberian lainnya.’35 Oleh karena itu, jika Anda
mempunyai kemampuan untuk melakukan pemberian
Dhamma, Anda seharusnya mencoba melakukan itu.
Meskipun jika Anda tidak bisa memberikan Dhamma
dengan sebuah ceramah seperti orang yang ditahbiskan,
Anda masih bisa memberikan buku atau rekaman audio
Dhamma pada mereka yang belum mengerti Dhamma dan
mereka yang mencintai Dhamma. Ini juga adalah suatu
cara memberi yang melebihi semua pemberian lainnya.

Ada tiga jenis pemberian – pemberian materi, pemberian


ketidaktakutan – dan pemberian Dhamma. Dari ketiga ini,
________________

35 Dhp. 354.
110
pemberian Dhamma adalah bentuk pemberian yang
tertinggi.

Sang Buddha juga mengajarkan tentang dāna dengan cara


lain – Beliau mengajarkan tentang dana tepat-waktu, kāla-
dāna. Saya ingin Anda semua memikirkan dalam-dalam
apa yang dimaksud dengan memberi suatu pemberian
tepat-waktu. Pemberian tepat-waktu adalah sangat baik
untuk keduanya, pemberi maupun penerima.
Seperti yang dikatakan Sang Buddha, ‘Ijjhati, bhikkhave,
sīlavato cetopaṇidhi visuddhattā’ - Tercapailah para bhikkhu,
tekad bagi seseorang yang memiliki moralitas murni. Untuk
orang yang bermoral murni36, tak ada harapan apa pun
yang tak memungkinkan. Jadi ketika Anda akan melakukan
suatu pemberian, Anda harus menjadi bajik. Anda
seharusnya menjalankan moralitas. Anda harus memahami
sebab dan akibat. Dan Anda seharusnya melakukan
pemberian dengan pikiran bahagia, dengan pilihan benda
yang didapatkan dengan cara yang benar. Ini adalah empat
kondisi yang diperlukan bagi pendana. Lebih lanjut, Sang
Buddha mengatakan jika kamu bisa memberikan dana pada
orang yang bermoral, ini akan membuahkan hasil yang
besar.

Jika Anda melakukan pemberian pada seseorang yang


bukan hanya menjalankan moralitas tetapi juga bisa
berlatih samadhi dengan sangat baik, manfaat yang akan
diperoleh bahkan lebih besar daripada jenis pemberian
pertama. Manfaat suatu pemberian yang dipersembahkan
pada seseorang yang berlatih meditasi vipassanā adalah
lebih unggul daripada dua jenis pemberian pertama.
__________________
36 AN.VIII.1.4.5 Dānūpapattisuttaṃ (AN 8.35 Ceramah tentang
Kelahiran Kembali Sehubungan dengan Pemberian)
111
Manfaat mempersembahkan pemberian pada orang suci
melampaui, tak tertandingi oleh semua jenis pemberian
lainnya. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan
betapa kuatnya hasil dari pemberian seperti itu.
Sang Bodhisatta, bagaimanapun, tidak pernah
membedakan penerima dari pemberian beliau. Sebaliknya,
beliau melakukan pemberian pada siapa saja yang
membutuhkan. Jika kita bisa meniru sang Bodhisatta
dengan cara seperti itu, ini sangatlah baik.
Pikiran dari kebanyakan umat awam Buddhis cenderung
kuat melakukan pemberian pada orang yang ditahbiskan,
pada yang bermoral, atau pada mereka yang berlatih
meditasi. Tetapi saya ingin Anda semua untuk memberi
pada mereka yang benar-benar membutuhkan. Anda
seharusnya memberi bukan hanya pada orang yang
ditahbiskan, tetapi juga pada mereka yang benar-benar
membutuhkan. Inilah apa yang membuat suatu pemberian
tepat-waktu.37

____________________

37 Lihat AN.V.1.4.6 Kāladānasuttaṃ (AN 5.36 Ceramah Tentang


Pemberian Tepat-Waktu)
‘ Bhikkhu, ada lima pemberian tepat-waktu ini. Apakah yang lima itu?
1) Seseorang memberi pemberian pada seorang tamu.
2) Seseorang memberi pemberian pada seseorang yang dalam
sebuah perjalanan.
3) Seseorang memberi pemberian pada seseorang yang sedang sakit.
4) Seseorang memberi pemberian pada saat bencana kelaparan.
5) Seseorang yang pertama-tama mempersembahkan hasil panen
baru dan buah-buahan pada orang bermoral.
‘Ini adalah lima pemberian tepat-waktu’
112
Mettā dan Berbagi Dhamma
dengan Keluarga
Pertanyaan: Dhamma begitu menakjubkan! Khususnya
sekarang dimana kita mempunyai kesempatan belajar dan
berdekatan dengan ajaran Sang Buddha yang asli dan
murni. Kami semua adalah anak-anak Dhamma yang baik.
Karena kami bisa bertemu dengan Dhamma yang benar,
kami mengambil Dhamma sebagai perlindungan kami dan
mendapatkan banyak kegembiraan dari ini. Kami mencoba
berbagi ini dengan keluarga dan famili dekat, tetapi ini
seolah-olah seperti mereka hanya berhenti di depan pintu
tetapi tidak bisa masuk ke dalam. Adakah sesuatu yang
masih belum cukup kami lakukan? Bagaimana kami bisa
membimbing mereka, sehingga mereka juga bisa
mempelajari dan mengalami Dhamma yang benar?
Jawaban: Pertanyaan Anda berakar dalam mettā Anda.
Mettā adalah tindakan untuk kebaikan diri sendiri dan
yang lain. Namun, kita harus terampil menerapkan mettā
kita terhadap diri sendiri dan yang lainnya.
Kita ingin teman-teman dan keluarga mendengar
Dhamma, yang mana indah di awal, indah di pertengahan,
dan indah di akhir. Namun, kita perlu mengetahui batasan
kita, dan kita juga perlu mengetahui batasan mereka.
Meskipun kita mempunyai pengharapan yang tinggi bagi
mereka, jika mereka belum siap, harapan kita tidak bisa
direalisasi. Untuk alasan itu, saat berusaha untuk kebaikan
orang lain, kita seharusnya puas dengan apa yang menjadi
kemampuan mereka pada satu titik, di satu momen
tertentu. Kita harus meningkatkan pertolongan kita sedikit
demi sedikit, hari ke hari, tahun ke tahun, sesuai dengan
kesiapan mereka.
113
Apa yang kita inginkan pada mereka adalah satu hal; apa
yang mereka mampu adalah hal lain. Pertimbangan kita,
lalu, seharusnya bukan pada apa yang kita inginkan
terhadap mereka; kita perlu untuk mempertimbangkan
sampai mana kemampuan mereka.
Jika kita mempunyai pengharapan yang tinggi ketika kita
akan berbuat sesuatu untuk kebaikan orang lain, kita akan
sangat menderita. Oleh karena itu, kita perlu menentukan
tindakan kita sesuai dengan kemampuan mereka, dan
bukan sesuai dengan apa yang kita sendiri inginkan.
Ketika kita akan berbuat sesuatu untuk orang lain, apakah
mereka berjumlah sedikit atau banyak, kita perlu meniru
Sang Buddha. Bila tidak, kita akan menderita sepanjang
jalan kita mencoba melakukan kebaikan untuk orang lain
itu.
Setiap pagi sebelum fajar, Sang Buddha akan memasuki
Pencapaian Welas-asih Agung (Mahā-Karuṇā Samāpatti)
dan menyelidiki dunia dengan Mata-Buddha Beliau.
Seseorang akan muncul pada pandangan pencerahan
Beliau, dan Beliau akan mempertimbangkan kondisi-
kondisi tertentu dan merenungkan apa yang bisa dicapai
orang itu.

Kadang-kadang Sang Buddha akan melihat seseorang dan


tahu bahwa orang itu akan mengambil perlindungan pada
Sang Tiratana hanya jika dia bisa mendengar suatu
penjelasan Dhamma. Tidak peduli betapa jauhnya atau
berapa mil jauhnya orang itu berada, Sang Buddha akan
pergi ke sana hanya untuk keperluan itu – untuk
menjelaskan Dhamma pada orang itu, Dhamma yang benar
untuk dia, suatu ajaran yang cocok untuk dia dan yang
akan membuat dia mengambil perlindungan pada Sang

114
Tiratana. Hanya sampai titik itu yang akan dilakukan oleh
Sang Buddha, tidak akan melebihi itu; usaha Beliau hanya
untuk itu saja. Mettā adalah melakukan sesuatu yang
bermanfaat sesuai dengan kemampuan seseorang, dan
bukan apa yang kita inginkan.
Kadang-kadang Sang Buddha akan melihat seseorang yang
siap untuk mengambil lima moralitas. Tanpa
mempertimbangkan berapa mil jauhnya orang itu berada,
Sang Buddha akan pergi ke sana dan menjelaskan
Dhamma, tidak untuk alasan lainnya, untuk memberikan
kesempatan orang itu mengambil lima moralitas.
Kadang-kadang Sang Buddha akan melihat seseorang yang
bisa menjadi Sotāpanna hanya jika dia mendengar
Dhamma. Jadi dengan welas asih agung dan cinta kasih
besar, Sang Buddha akan pergi ke sana untuk kebaikan
orang itu. Beliau akan mengajarkan Dhamma yang cocok
dan sesuai untuk orang itu dan menjelaskannya. Kemudian
orang itu akan mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Buah
Pertama setelah mendengar Dhamma. Sang Buddha
bertindak sesuai dengan apa yang bisa dilakukan orang itu.
Itulah sebabnya mengapa mettā bukanlah melakukan apa
yang ingin kita lakukan; mettā adalah melakukan kebaikan
sesuai dengan kemampuan orang lain.
Oleh karena itu, Anda semua perlu mengerti bagaimana
menerapkan mettā yang sesungguhnya pada Anda sendiri.
Konflik antara teman, antara orang tua dan anak terjadi
karena tidak mengetahui bagaimana menerapkan mettā
dengan cara yang benar. Hampir semua orang tua ingin
anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan; yang
lebih tua ingin junior mereka melakukan apa yang mereka
inginkan. Sebaliknya, kita harus selalu mempertimbangkan
kemampuan mereka yang menjadi objek dari mettā kita.
115
Jika Anda benar-benar ingin menerapkan mettā Anda
dengan cara yang benar, saya ingin mengingatkan Anda
semua tentang apa yang sudah saya sampaikan pada Anda
tentang seni menerima – Anda harus menerima situasi
sebenarnya dari tiap individu. Berdasarkan itu, Anda
seharusnya baru bertindak untuk kebaikan mereka. Anda
perlu menerima mereka sebagaimana adanya. Maka Anda
baru bisa bertindak sesuai dengan apa yang bisa mereka
lakukan. Hanya dengan demikian kedua pihak, mereka dan
Anda akan mendapatkan kebahagiaan. Jika kita tidak
menerapkan mettā dengan cara yang masuk akal dan benar,
kita akan menderita untuk usaha-usaha kita. Kita akan
bertindak dengan pengharapan, dan pengharapan adalah
sumber utama dari depresi.

Empat Brahmavihārā
Pertanyaan: Bagaimana kita mengembangkan mettā,
karuṇā, muditā, dan upekkhā (cinta kasih, welas asih,
kegembiraan simpati, dan ketenangseimbangan) dalam
kehidupan sehari-hari agar mempunyai banyak cinta kasih
dan welas asih dan bisa diterima oleh setiap orang?
Jawaban: Adalah sangat penting untuk berlatih empat
kediaman luhur ini (brahmavihārā) dalam hidup kita,
sehingga bisa meningkatkan kepribadian setiap individu
dengan cara yang dipuji oleh para bijak. Kita perlu berlatih
empat kediaman luhur untuk menghindari tersesat ke
dalam ektrim-ekstrim; kita memerlukan kualitas empat
kediaman luhur ini untuk hidup dengan pikiran seimbang.
Mereka yang tahu bagaimana melatih empat kediaman
luhur ini adalah benar-benar bisa melakukan kebaikan
untuk mereka sendiri dan kebaikan yang lainnya. Ada
116
beberapa orang yang tahu bagaimana memberi manfaat
untuk mereka sendiri maupun orang lain, karena mereka
tahu bagaimana menerapkan empat kediaman luhur ini
dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Kediaman luhur pertama, mettā, sudah dijelaskan dalam
pertanyaan sebelumnya. Apakah Anda masih ingat? Saya
akan mengulanginya seandainya Anda tidak ingat.
Jadi apakah mettā? Mettā adalah tindakan untuk kebaikan
seseorang dan orang lain. Berbuat untuk kebaikan yang
lainnya adalah mettā. Tetapi ‘berbuat untuk kebaikan orang
lain menurut apa yang saya inginkan’ adalah bukan mettā
yang sesungguhnya, ataupun bukanlah mettā yang
sesungguhnya dengan mengatakan, ’Saya akan berbuat
untuk kebaikan orang lain dengan memberi apa yang ingin
saya berikan.’ Mettā adalah berbuat untuk kebaikan orang
lain, setelah mengamati dengan saksama apa yang bisa
dilakukan dan dibutuhkan orang itu, apa kelemahan dan
kekuatan orang itu. Semua ini perlu dipertimbangkan, dan
setelah itu baru kita membantu orang itu sesuai dengan
kebutuhannya.
Jika kita menaruh terlalu banyak penekanan pada apa yang
kita ingin mereka lakukan dan apa yang kita ingin mereka
capai, maka akan muncul konflik antara kita dan mereka.
Orang tua mempunyai mettā terhadap anak mereka. Tetapi
kebanyakan orang tua di dunia ingin anak laki-laki dan
perempuan mereka menjadi seperti ini atau seperti itu. Ya,
ini adalah harapan baik orang tua untuk anak-anaknya.
Meskipun mereka menginginkan anak laki-laki dan anak
perempuan mereka menjadi seperti ini dan seperti itu,
mereka perlu mengamati dengan penuh perhatian. Jika
mereka menginginkan anak mereka menjadi sesuatu, dan

117
setelah mengamati mereka mengetahui anak mereka
mempunyai potensi menjadi apa yang diharapkan orang tua
mereka, itu adalah sangat bagus. Mereka seharusnya
mendukung anak mereka dengan cara seperti itu. Jika apa
yang diharapkan orang tua terhadap anak mereka kebetulan
sama dengan apa yang bisa dicapai anaknya, orang tua
boleh menekankan pada apa yang mereka harapkan
terhadap anak mereka. Dalam situasi seperti ini, semuanya
akan baik-baik saja.
Namun, kadang-kadang, apa yang diharapkan orang tua
untuk dicapai anak mereka, tidak sama dengan apa yang
bisa dilakukan oleh anak mereka. Dalam hal seperti itu,
orang tua seharusnya menekankan pada apa yang bisa
dilakukan anak mereka. Tinggalkan harapan dan apa yang
mereka inginkan terhadap anak mereka, orang tua
seharusnya mendukung anak mereka sesuai dengan
kemampuan anak mereka. Inilah cara yang benar
menerapkan mettā dalam kehidupan sehari-hari, dalam
kaitannya dengan anak muda kita, murid kita, anak laki-laki
dan perempuan kita.
Saya akan melanjutkan dengan poin lain. Seringkali orang
di dunia memilih tidak melakukan sesuatu yang benar-
benar bermanfaat bagi yang lainnya, karena mereka takut
bahwa orang lain salah paham atau tidak suka dengan
tindakannya.
Kadang-kadang ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk
kebaikan orang lain. Ini bisa berupa sesuatu yang kita
ucapkan pada mereka; tetapi bila kita menyampaikannya
secara langsung, ini mungkin akan membangkitkan
ketidaksenangan mereka. Mereka mungkin menjadi sangat
marah pada saat itu. Namun, dalam situasi semacam ini,
kita perlu bertindak, menerima semua kemungkinan reaksi
118
mereka, karena kita tahu mereka akan sangat bahagia
dengan tindakan kita di waktu yang akan datang. Setelah
menimbang manfaat yang akan mereka terima di waktu
yang akan datang, kita perlu segera bertindak, meskipun
mereka mungkin tidak suka dengan tindakan kita saat ini.
Ini adalah cara orang bijak yang telah bertindak, sedang
bertindak sekarang, dan akan bertindak di waktu yang akan
datang. Anda sendiri perlu menyesuaikan tindakan Anda
dengan situasi yang ada dengan cara seperti ini.
Kemampuan Anda melakukan dengan cara demikian akan
bergantung pada pengalaman hidup dan tingkat pengertian
Anda.
Namun, jika tidak benar-benar perlu mengambil tindakan
langsung yang mungkin akan mengundang ketidaksukaan,
kita seharusnya lebih memilih suatu rangkaian tindakan
yang bisa diterima. Jadi kita bisa memenuhi kehendak kita
dengan suatu cara yang lebih bisa diterima. Ketika kita
tahu bahwa kita tidak mempunyai pilihan lain selain
bertindak dengan cara yang khusus itu, kita seharusnya
berani melakukannya dengan berpikir untuk kebaikan
orang lain. Dengan mettā, dan bukan dengan kebencian
ataupun kebanggaan, kita seharusnya mengatakan atau
melakukan apa yang diperlukan secara langsung. Ini adalah
juga cara bertindak untuk kebaikan orang lain. Meskipun
bagi banyak orang, sangatlah sulit melihat waktu yang tepat
dan situasi yang tepat untuk melakukannya.
Itu juga cara yang diterapkan Sang Buddha ketika dirasa
perlu. Kendatipun perlu bertindak langsung, akan sangat
bermanfaat apabila kita bisa memilih kata-kata yang tepat.
Kita tidak seharusnya menggunakan kata-kata kasar, tetapi
sebaliknya kita seharusnya mengucapkan kata-kata yang
lembut di telinga pendengarnya. Ini adalah penting.

119
Bagaimana dengan karuṇā? Karuṇā adalah welas asih
terhadap makhluk menderita. Penampakan orang yang
sedang menderita kesakitan fisik atau mental akan
menggoncangkan pikiran para bijak. Ini adalah sifat alami
pikiran para bijak. Para bijak tidak bisa tahan melihat
penderitaan yang lainnya. Jadi mereka ingin melakukan
sesuatu dan mereka ingin membantu dengan cara apa pun
yang bisa mereka lakukan. Ketika mereka melihat makhluk
menderita, paling tidak secara mental mereka
mengharapkan makhluk itu baik adanya, jika mereka tidak
mampu meringankan penderitaan mereka melalui tindakan
dengan jasmani dan ucapan.
Pada umumnya, ketika orang melihat seseorang melakukan
sesuatu yang salah, mereka membenci atau tidak menyukai
orang itu. Sebenarnya, jika seseorang melakukan sesuatu
yang salah, orang itu akan menderita atas perbuatan salah
nya. Alih-alih merasa tidak suka atau marah terhadap dia,
kita seharusnya mengembangkan welas asih terhadapnya.
Kita tidak perlu menghukum dia. Dia akan dihukum oleh
perbuatan salahnya. Dia akan menderita di waktu yang
akan datang. Jika memungkinkan, kita seharusnya
menasihati dia untuk tidak bertindak dengan cara itu. Kita
seharusnya mengembangkan sebanyak mungkin welas asih
terhadap mereka yang berbuat salah, apakah terhadap kita
atau orang lain. Hanya dengan demikian kita akan
menemukan jalan untuk membantu mereka.
Untuk bisa menerapkan mettā terhadap yang lainnya
dengan efektif dalam hidup kita, kita perlu
mengembangkan welas asih dan menunggu waktu yang
tepat untuk bertindak demi kebaikan mereka. Kadang-
kadang terjadi bahwa meskipun kita benar-benar ingin
berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang yang kita

120
jumpai, waktunya masih belum tepat. Kita perlu menunggu
satu tahun, dua tahun, atau bahkan tiga tahun.
Kadang-kadang kita ingin mengatakan sesuatu, tetapi
waktunya masih belum tepat. Mereka masih belum siap,
jadi kita perlu bersabar. Kita perlu menunggu dengan sabar
hingga waktunya tepat untuk mengatakan sesuatu. Ini bisa
memerlukan waktu yang lama agar kesempatan yang tepat
itu muncul. Kita perlu berlatih kesabaran jika kita ingin
bertindak untuk kebaikan yang lainnya.
Jika kita terlalu menekankan pada apa yang kita ingin
mereka lakukan, kita tidak akan bertindak dengan mettā.
Kita akan bertindak dengan lobha (keserakahan). Cara
memperlakukan orang lain seperti ini juga kosong dari
welas asih. Karena kita tidak mengamati dengan saksama,
kita tidak benar-benar mengerti apa yang mungkin bisa
dilakukan orang lain itu. Kita tidak mengetahui
kemampuan maupun potensinya. Lalu tindakan kita malah
mungkin menyebabkan penderitaan padanya. Tanpa welas
asih, kita tidak bisa benar-benar berbuat untuk kebaikan
orang lain. Welas asih dan mettā harus bekerja saling
berdampingan.
Selanjutnya adalah muditā, kegembiraan simpati atau
mengembangkan penghargaan dan kebahagiaan melihat
kesuksesan orang lain. Ketika kebanyakan orang di dunia
ini mendengar bahwa seseorang sukses atau mendengar
keuntungan atau kemahsyuran orang lain, alih-alih merasa
bahagia, mereka merasa iri. Cara bertindak seperti ini
adalah lawan dari muditā, kegembiraan simpati.
Ketika Anda mendengar tentang kesuksesan teman Anda,
bagaimana perasaan Anda? Apakah Anda mengatakan,
‘Sādhu! Sādhu! Sādhu’? Jika Anda bisa mengatakan

121
‘Sādhu! Sādhu! Sādhu!’ itu sangatlah bagus; Anda melatih
muditā. Namun, jika sebaliknya Anda merasa iri hati, ini
akan menyulitkan Anda.
Menurut ajaran Sang Buddha, tidak ada sesuatu pun
terjadi tanpa sebab-sebab. Bahkan jika kita ingin menjadi
makmur, kita tidak akan bisa menjadi makmur, tidak
peduli betapa keras atau berapa lama kita mencoba, jika
belum memupuk pāramī di masa lampau yang menjadi
sebab, prasyarat bagi kita menjadi makmur. Tidak ada
sesuatu yang terjadi tanpa sebab-sebab. Oleh karena itu,
jika Anda melihat seseorang berhasil, kesampingkan dulu
kebiasaan lama merasa iri hati, dan tolong ubah pikiran
Anda segera. Kembangkanlah kebahagiaan terhadap
kesuksesannya. Pertimbangkanlah, mengertilah,
renungkanlah hukum kamma, dan ingat bahwa tidak ada
yang terjadi tanpa sebab-sebab. Ada sebab-sebab untuk
kesuksesannya. Berbahagialah dengan kesuksesan itu.
Hanya dengan cara ini Anda melatih muditā. Apa pun
situasi yang ada pada Anda, tolong ubah dan tingkatkan
cara berpikir Anda. Hanya dengan demikian Anda akan
maju dari hari ke hari.
Jika kita tidak mengembangkan kegembiraan simpati ketika
kita menyaksikan kesuksesan orang lain, dan jika kita
sebaliknya menjadi iri hati, kita memupuk kamma buruk
yang akan membuahkan hasilnya di waktu yang akan
datang. Ketika kamma seperti ini berbuah, kita tidak akan
mempunyai banyak teman. Tetapi jika kita berbahagia dan
mengembangkan kegembiraan simpati ketika melihat
kesuksesan orang lain, ini akan memberikan kebahagiaan
saat ini dan mendorong kematangan keadaan pikiran Anda,
dan ini juga akan membawa kebahagiaan di waktu yang
akan datang. Oleh karena itu, kita semua perlu

122
mengembangkan kegembiraan simpati dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Latihan mettā, karuṇā, dan muditā saja, tanpa dukungan
upekkhā, ketenangseimbangan, tidaklah efektif. Meskipun
Anda ingin berbuat baik untuk orang lain, dan meskipun
Anda ingin mengurangi penderitaan seseorang, dan
meskipun Anda ingin orang lain sukses, tidak semua bisa
terjadi sesuai dengan harapan mettā Anda, tidak semua
bisa sesuai dengan harapan karuṇā Anda, tidak semua bisa
sesuai dengan harapan muditā Anda. Hal-hal hanya terjadi
sesuai dengan kamma orang lain itu. Mengerti bekerjanya
hukum kamma seperti ini adalah cara kita mengembangkan
ketenangseimbangan pada diri sendiri dan orang lain. Kita
tidak bisa benar-benar berbuat untuk manfaat orang lain,
tanpa dukungan latihan ketenangseimbangan terhadap diri
sendiri dan orang lain. Tanpa ketenangseimbangan pada
diri sendiri dan orang lain, kita tidak bisa memberi manfaat
untuk orang lain dalam jangka waktu panjang. Kita akan
menderita lantaran kurangnya ketenangseimbangan
terhadap diri sendiri dan orang lain, dan kurangnya
ketenangseimbangan terhadap hasil yang diinginkan dan
tak diinginkan yang mungkin terjadi sepanjang jalan kita
berbuat kebaikan untuk orang lain.

Menjadi Satu-satunya Buddhis dalam


Sebuah Keluarga dan Pengubahan
Pertanyaan: Pertama-tama, saya berterima kasih pada
Bhante yang telah berbagi Dhamma; saya sangat bersyukur
untuk itu. Saya satu-satunya Buddhis dalam keluarga saya.
Saya ingin mengubah keyakinan saya sejak saya berumur
lima belas tahun, delapan tahun yang lalu, tetapi saya tidak
123
pernah diberi kesempatan untuk berpikir sendiri, bertindak
yang sesuai, dan mengambil tanggung jawab sendiri. Jadi
baru satu atau dua tahun belakangan ini saya mulai belajar
tentang Buddhisme, karena saya sudah tidak tinggal
dengan keluarga saya lagi. Hanya dua tahun terakhir ini
saya bisa memilih agama saya sendiri. Pertanyaan saya
adalah: Bagaimana saya bisa menghormati orang tua saya
setelah mereka sesungguhnya menghalangi saya di jalan
menuju pembebasan? Bagaimana mungkin saya bisa hidup
dengan damai, menghormati mereka sebagaimana
layaknya, dimana mereka menolak saya dengan kuat karena
saya pindah ke agama lain? (Dalam keluarga saya, ini
adalah sesuatu yang tak terpikirkan dan amat buruk). Saya
mengalami banyak perasaan berat dalam latihan saya
karena semua ini. Jadi sikap seperti apa yang seharusnya
saya ambil dalam situasi seperti ini?
Jawaban: Apa yang ingin saya sarankan pada Anda adalah
tolong Anda tidak tergesa-gesa. Jangan terburu-buru
membuat sebuah keputusan.
Saya berada di Korea Selatan pada tahun 2008. Itu adalah
kunjungan pertama saya ke Korea Selatan. Mereka
mengundang saya untuk mengadakan retret meditasi
selama dua bulan. Di sana, umat Kristen juga datang
berlatih meditasi. Di retret itu, mereka tidak memberikan
penghormatan pada saya. Namun, mereka mengajukan
banyak pertanyaan, dan saya menjelaskan hal-hal pada
mereka dengan sebaik mungkin.
Suatu hari mereka bertanya pada saya, ’Bhante, apakah
kami perlu mengubah ke Buddhisme?’ Bagaimana menurut
Anda jawaban saya pada mereka? Saya tidak meminta
mereka untuk mengubah ke Buddhisme. ‘Jangan tergesa-
gesa’ kata saya. ‘Pelajari Dhamma lebih banyak. Anda
124
jangan terburu-buru. Saya datang kemari tidak untuk
mengubah siapa pun ke Buddhisme. Saya datang ke Korea
Selatan untuk berbagi Dhamma sejati.’
Kita semua mencari kebenaran; semua dari kita benar-
benar ingin mengetahui kebenaran. Namun, karena kita
belum bertemu dengan kesempatan mendengar Dhamma,
yang mana adalah Kebenaran, kita mempunyai banyak
kebingungan dan keragu-raguan. Jadi ini adalah
penderitaan. Tidak mendengar dan tidak mengetahui
kebenaran adalah penderitaan. Kita tidak mengerti apa itu
hidup. Kita tidak mengetahui bekerjanya kamma. Kita
tidak mengetahui apa yang memengaruhi hidup kita. Apa
yang menciptakan kita? Siapa Pencipta sesungguhnya? Kita
tidak yakin apakah itu adalah Tuhan atau kamma kita, yang
berakar dalam kehendak buruk dan baik. Kita sendirilah
yang bertanggung jawab atas kebahagiaan kita. Tidak ada
seorang lain pun yang bertanggung jawab terhadap
ketidakbahagiaan kita. Kita sendirilah yang
bertanggungjawab atas kebahagiaan kita.
Orang Kristen pada retret itu ingin mengubah ke
Buddhisme, tetapi saya tidak meminta mereka untuk
mengubahnya. Saya memberitahu mereka untuk tidak
tergesa-gesa, karena jika seseorang sudah mengerti
kebenaran dari sudut pandang intelektual atau melalui
penembusan langsung, apakah perlu bagi mereka menjadi
Buddhis?
Buddhisme bukanlah sebuah agama. Buddhisme adalah
suatu latihan bagi mereka yang ingin mengetahui dan
melihat Dhamma, Kebenaran. Di bawah kategori agama,
orang mengatakan bahwa mereka adalah Buddhis. Mereka
banyak yang bukan benar-benar Buddhis, namun mereka
menyebut diri mereka sendiri Buddhis.
125
Jika seseorang telah merealisasi Dhamma, Kebenaran
sebagaimana kenyataannya, saya tidak perlu mengubah
mereka. Mereka sudah mencintai Dhamma.
Apakah itu agama? Agama adalah suatu sistem
kepercayaan, sistem penyembahan, sistem berdoa.
Buddhisme adalah suatu jalan merealisasi kebenaran.
Sang Buddha muncul di dunia ini setelah merealisasi
kebenaran. Jika kita mencintai kebenaran, kita harus
mengikuti jalan itu, bukan bergantung pada Sang Buddha,
tetapi dengan bergantung pada Dhamma yang diajarkan
Beliau. Dengan bergantung pada usaha kita, kesadaran
kita, dan konsentrasi kita, kita perlu menemukan jalan
untuk melihat kebenaran.
Ketika Anda mengetahui Kebenaran, Anda adalah
seseorang yang mengetahui kebenaran. Apakah Anda
menyebut diri Anda seorang Buddhis? Ya, jika Anda ingin
menyebut diri Anda seorang Buddhis, Anda boleh
melakukannya. Tetapi hal yang penting bagi Anda adalah
untuk merealisasi kebenaran. Pada saat itu, Anda menjadi
seseorang yang merealisasi Kebenaran mutlak. Itu sudah
cukup.
Tidak perlu lagi bagi Anda untuk berdebat dengan siapa
pun. Jika mereka ingin tahu, berbagilah dengan mereka.
Jika mereka tidak ingin tahu, tolong hormati mereka. Saling
menghormati adalah penting. Kita perlu mengembangkan
sikap saling menghormati. Jika mereka belum siap
mendengar, jika mereka belum siap mendengarkan
Dhamma, tolong tunggu hingga saat yang tepat.
Kita perlu mengembangkan mettā terhadap diri sendiri dan
orang lain. Mettā adalah tindakan untuk kebaikan
seseorang dan orang lain – bukan merugikan diri
126
seseorang, bukan merugikan orang lain. Jika mereka belum
siap, dan jika mereka keberatan, kita merugikan mereka
dan kita merugikan diri sendiri. Kita menderita, karena
mereka belum siap untuk mendengarkan. Kita berdebat
dengan mereka.
Oleh karena itu, tanpa argumen apa pun, kita akan
menolong orang. Kita akan menunggu hingga saat yang
tepat, tempat yang tepat, orang yang tepat. Mungkin ini
akan memakan waktu lima tahun, atau sepuluh tahun,
atau mungkin kita harus menunggu hingga kita meninggal.
Jadi Anda tidak perlu membicarakan agama dengan orang
tua Anda atau keluarga Anda. Cukup cari Dhamma hingga
Anda mengetahui dan melihat Dhamma untuk Anda
sendiri. Ini adalah hal yang terpenting.
Pada zaman Sang Buddha, ada banyak orang yang
memegang pandangan salah. Dengan niat mengeluh dan
mencari kesalahan Sang Buddha, mereka mendatangi
Beliau. Mereka akan mencari masalah dengan Sang
Buddha. Mereka akan berdebat dengan Sang Buddha.
Namun, Sang Buddha bisa mengetahui keadaan pikiran
setiap individu dan pemikiran paling dalam mereka.
Dengan mengetahui keadaan pikiran mereka dan alasan
mereka datang, Sang Buddha menjelaskan Dhamma pada
mereka sebelum mereka bisa mengajukan pertanyaan apa
pun. Mereka kemudian merealisasi Dhamma, yang
sebenarnya adalah apa yang ingin mereka ketahui sebelum
mereka bisa banyak bertanya. Mereka menjadi sangat
takut. ‘Bagaimana Sang Buddha mengetahui niat kami?’
mereka bertanya-tanya.

Sang Buddha tidak pernah meminta mereka untuk percaya


pada Beliau atau memberi penghormatan pada Beliau.

127
Kemudian mereka menyadari bahwa rencana yang ingin
mereka lakukan adalah suatu hal yang sangat buruk. Sang
Buddha mempunyai welas asih agung; Beliau ingin
mencegah mereka melakukan kamma buruk dan membuat
mereka tidak jadi melakukan perbuatan buruk yang akan
berakibat sangat buruk pada mereka, sehingga Sang
Buddha menolong mereka dengan menjelaskan Dhamma,
yang merupakan apa yang ingin mereka ketahui sebelum
mereka bisa mengajukan pertanyaan. Tersentuh dan
terinspirasi, mereka mengangkat kedua telapak tangan yang
dikatupkan sebagai penghormatan dan mengambil
perlindungan, dengan mengatakan, ‘Buddhaṃ saraṇaṃ
gacchāmi. Dhammaṃ saraṇaṃ gacchāmi. Saṅghaṃ saraṇaṃ
gacchāmi.’ Apakah ada seseorang yang memaksa mereka
mengambil perlindungan pada Sang Tisarana? Sang
Buddha tidak pernah memaksa mereka untuk melakukan
itu, bukan?

Di tahun 2008, saya pergi ke Korea Selatan dua kali,


pertama kali di bulan Mei dan Juni. Di bulan Nopember
saya pergi ke Korea Selatan lagi, menemani Pa-Auk
Sayadaw. Pengikut di sana mengumumkan bahwa kami
akan pergi ke sana untuk mengajar Dhamma. Pada saat itu,
dua orang perempuan itu, yang dulunya Kristen dan yang
sebelumnya bertanya pada saya apakah mereka perlu
mengubah ke Buddhisme, datang untuk memberikan
penghormatan pada saya. Mereka telah berubah ke
Buddhisme. Saya tidak pernah memaksa mereka untuk
mengubah.

128
Pencipta Dunia?
Pertanyaan: Siapa pencipta dunia dan makhluk yang
tinggal di dalamnya?
Jawaban: Bagaimana pendapat Anda? Siapa pencipta dunia
ini? Apakah Anda mempunyai sudut pandang bahwa
Tuhan-lah pencipta dunia? Jika Anda mempunyai sudut
pandang ini, maka Tuhan akan menjadi penyebab
penderitaan bagi Anda.
Tuhan bukanlah pencipta. Tuhan tidak menciptakan dunia
ataupun Tuhan tidak menciptakan kita manusia atau
makhluk hidup di dunia. Adalah kita manusia yang
menciptakan Tuhan. Tidak ada seorang pun yang
menciptakan makhluk hidup.
Kesalahan kebanyakan orang di dunia ini terletak pada
ketidaktahuan akan kebenaran. Tidak mengetahui
kebenaran adalah penyebab semua penderitaan kita,
penyebab semua masalah kita. Karena ketidaktahuan, kita
melakukan perbuatan bajik maupun tak bajik. Karena
kamma bajik dan tak bajik, kita mengembara di lingkaran
kelahiran kembali.
Dikarenakan tidak mengetahui kebenaran, yaitu
ketidaktahuan, dan karena kekotoran batin, orang
melakukan banyak perbuatan tak bajik, sehingga mereka
saling merugikan satu sama lain.
Ketika kekotoran batin makhluk di dunia menjadi
berlebihan dan sangat serius, rentang usia mereka menjadi
semakin pendek. Berbagai kriminalitas dilakukan oleh
orang yang pikirannya diliputi oleh ketidaktahuan dan
kekotoran batin mereka sangatlah kuat.

129
Kelahiran di alam manusia dan alam dewa adalah
disebabkan oleh kamma bajik yang berakar pada
ketidaktahuan (tidak mengetahui kebenaran). Kelahiran di
alam setan kelaparan, alam binatang, dan alam neraka
adalah disebabkan oleh kamma tak bajik dan
ketidaktahuan. Kelahiran di alam brahmā adalah juga
disebabkan oleh ketidaktahuan, kemelekatan, dan
perbuatan bajik.
Kecuali kita menghancurkan ketidaktahuan dengan
sepenuhnya dan tanpa sisa, dunia ini dan makhluk di
dalamnya akan terus ada.
Dengan kemelekatan pada kehidupan manusia, orang
bepergian memupuk kamma bajik. Untuk alasan ini,
mereka terlahir di alam manusia lagi. Ini juga sama halnya
dengan kelahiran di alam dewa, alam binatang, dan alam
lainnya juga.
Oleh karena itu, penyebab dari penciptaan dan keberadaan
terus menerus di dunia ini adalah ketidaktahuan (tidak
mengetahui kebenaran) dan kekotoran batin yang masih
belum kita hancurkan.

Kelahiran Kembali di Alam Dewa atau di


Alam Manusia – Manakah yang Lebih Baik?
Pertanyaan: Bhante menyebutkan sebelumnya bahwa
murid biasa mungkin hanya perlu dua atau tiga kehidupan
agar bisa menjadi orang suci. Jika kita tidak bisa menjadi
orang suci di kehidupan ini, dan jika kita ingin membuat
aspirasi untuk bisa bertemu dengan Dhamma di kehidupan
yang akan datang, manakah yang lebih baik – terlahir
kembali di alam manusia dan bertemu dengan Dhamma,
130
atau terlahir kembali di alam dewa dan bertemu dengan
Dhamma?
Jawaban: Di bagian pertama, apa yang saya maksudkan
sebelumnya adalah jika semua kondisi yang tepat bertemu,
maka memungkinkan bagi seseorang untuk mengakhiri
penderitaan dalam dua atau tiga kehidupan. Tetapi adalah
juga mungkin bahwa seratus kehidupan atau bahkan seribu
kehidupan atau lebih diperlukan bagi yang lainnya untuk
memenuhi pāramī mereka. Untuk alasan ini, berapa lama
yang dibutuhkan untuk mengakhiri penderitaan adalah
sesuatu yang tidak bisa kita katakan dengan pasti. Ini
semua tergantung pada berapa kuat desakan spiritual Anda,
dan berapa kuat hasrat Anda untuk pembebasan.
Setelah mengembangkan konsentrasi, Anda bisa
mengetahui dan melihat Dhamma, Kebenaran,
sebagaimana adanya, dan kemudian Anda bisa mengakhiri
penderitaan lebih cepat daripada mereka yang tidak
mempunyai konsentrasi. Jadi Anda tahu itu, agar
merealisasi Dhamma, Anda perlu mengembangkan
konsentrasi. Namun, jika Anda tidak mengembangkan
konsentrasi, jika Anda malas dan mencari alasan untuk
tidak berlatih, dan jika Anda melekat pada rumah Anda
dan tidak ingin meninggalkannya, lalu bagaimana Anda
bisa merealisasi Dhamma? Jadi ini bergantung pada berapa
banyak usaha yang Anda lakukan dalam latihan Anda. Oleh
karena itu, mungkin seratus kehidupan, mungkin seribu
kehidupan, mungkin lebih, atau mungkin hanya tiga atau
empat kehidupan – semua skenario ini adalah
memungkinkan. Ini semua tergantung pada Anda.
Setelah kehidupan ini, beberapa mungkin terlahir kembali
di alam dewa, atau beberapa mungkin terlahir kembali di
alam manusia lagi, atau beberapa mungkin jatuh di empat
131
alam penderitaan. Sekarang saya tidak akan berbicara
tentang mereka yang akan jatuh ke empat alam
penderitaan; saya akan berbicara tentang mereka yang akan
terlahir kembali di alam bahagia, seperti alam dewa atau
alam manusia.
Ada orang yang terlahir kembali di alam dewa dan di alam
manusia karena kamma bajik, seperti dāna dan sīla. Mereka
mendapatkan kesempatan terlahir kembali di alam dewa
dan di alam manusia dengan dukungan kamma baik dari
dāna dan sīla. Ini adalah satu cara yang bisa membuat
mereka terlahir kembali di alam dewa dan di alam manusia.
Jenis manusia lain adalah terlahir kembali di alam dewa
atau di alam manusia karena dukungan latihan meditasi.
Mereka berlatih meditasi di kehidupan ini. Setelah
mengembangkan konsentrasi, mereka melanjutkan ke
meditasi vipassanā. Melihat kemunculan dan kelenyapan
dhamma terkondisi, mereka bisa merenungkan
ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri. Jika mereka
bisa mempertahankan latihan ini pada saat menjelang ajal
di kehidupan ini, mereka tidak perlu khawatir, tidak peduli
apakah mereka terlahir kembali di alam dewa atau di alam
manusia lagi, karena mereka memperoleh pengaruh dari
latihan Dhamma mereka hingga saat menjelang ajal. Di
alam dewa mereka akan bertemu lagi dengan banyak teman
se-Dhamma, dan mereka akan diingatkan bagaimana
melanjutkan dan terus berlatih meditasi. Di alam manusia,
latihan Dhamma mereka juga akan menyebabkan mereka
bertemu dengan ajaran sejati dari Sang Buddha.
Namun, jika Anda pergi ke alam dewa hanya dengan dāna
dan sīla saja, ini berisiko, karena ada banyak sekali
kesenangan indera di alam dewa. Kenikmatan kesenangan
indera di alam dewa begitu kuat, sehingga Anda akan lupa
132
dengan latihan Anda. Oleh karena itu, pergilah ke sana
bukan hanya dengan dāna dan sīla; pergilah ke sana dengan
dāna dan sīla, serta dengan dukungan latihan meditasi. Ini
akan sangat bagus.
Paling tidak ketika ajaran sejati Sang Budda masih tumbuh
subur, setelah mengembangkan konsentrasi, jika Anda
berlatih untuk mengetahui dan melihat Kebenaran Mulia
Pertama (yaitu fenomena batin dan materi hakiki) dan
Kebenaran Mulia Kedua (yaitu sebab dan akibatnya)
Anda tidak akan terpisahkan dengan ajaran sejati Sang
Buddha di masa yang akan datang. Anda perlu merealisasi
paling tidak hingga tahap ini. Lebih lanjut, jika Anda
melanjutkan dan mencapai Pengetahuan akan Jalan dan
Buah Pertama, Anda akan bisa mengakhiri penderitaan
paling banyak dalam tujuh kehidupan.

Alam Mana yang Terbaik di Saṃsāra?


Pertanyaan: Sepanjang lingkaran saṃsāra, alam mana yang
terbaik untuk dilahirkan? Yang mana paling kondusif
untuk berlatih? Saya membaca bahwa beberapa dewa
masih bertarung. Di sisi lain, saat Sang Buddha
membabarkan ceramah pertama Beliau,
Dhammacakkappavattana Sutta, hanya satu manusia,
Petapa Koṇḍañña, yang menembus Dhamma, tetapi
seratus delapan puluh juta dewa dan brahmā menembus
Dhamma. Ini seolah-olah mereka lebih superior kekuatan
intelektualnya dibandingkan dengan manusia. Apakah
seperti itu?
Jawaban: Ada banyak yang terlahir di alam dewa
disebabkan perbuatan berdana atau dikarenakan latihan
moralitas. Mereka terlahir di sana tanpa dukungan latihan
133
meditasi. Mereka mempunyai hasrat terlahir di alam dewa
untuk menikmati kesenangan indera surgawi. Kesenangan
indera surgawi adalah jauh lebih superior daripada apa
yang dialami manusia. Untuk alasan itu, banyak makhluk
lalai ketika tinggal di alam dewa. Kelahiran di alam dewa
maupun alam brahmā adalah baik hanya bagi mereka yang
telah berhasil dalam latihan meditasi ketika mereka sebagai
manusia. Rentang usia makhluk seperti itu adalah sangat,
sangat panjang sehingga mereka mungkin bertemu dengan
seorang Buddha masa yang akan datang. Juga, mereka
menemukan banyak teman se-Dhamma di alam dewa –
‘burung yang berbulu sama, berkumpul bersama’. Jadi
mereka akan bertemu di sana dan mengingatkan satu sama
lain untuk tidak lalai dan berlatih meditasi.
Ketika Buddha Gotama kita membabarkan ceramah
Dhamma pertama Beliau, Dhammacakkappavattana Sutta,
dewa dan brahmā yang menembus Dhamma itu telah
berlatih meditasi di masa lampau. Itulah sebabnya
mengapa mereka mempunyai kesadaran. Mereka turun dan
bertemu dengan Sang Buddha agar bisa mendengarkan
Dhamma. Dan kemudian mereka merealisasi Dhamma
sesuai dengan latihan mereka dan kumpulan pāramī
lampau.
Ini adalah hampir sama dengan mereka yang telah berhasil
berlatih samatha dan vipassanā tetapi belum mencapai
Pengetahuan akan Jalan dan Buah. Dikarenakan mereka
telah merealisai Dhamma yang dalam sebagaimana adanya
sampai tingkatan tertentu, Dhamma itu akan mengingatkan
mereka untuk tidak melupakan latihan dan pencapaian
mereka di mana pun mereka dilahirkan kembali.

134
Kesenangan Indera di Alam Dewa:
Di mana Dilahirkan Kembali?
Pertanyaan: Di buku Bhante, Bhante menulis bahwa setiap
dewa mempunyai lima ratus bidadari. Setiap dewa
ditemani oleh lima ratus dewi. Tetapi untuk dilahirkan di
alam dewa, seseorang harus memegang delapan sīla.
Dengan memegang delapan sīla agar terlahir di alam dewa
seolah-olah menyiratkan penghindaran dari kesenangan
indera untuk mendapatkan kesenangan indera yang lebih
besar. Ini adalah sulit untuk dimengerti. Sebagai tambahan,
untuk orang suci tingkat pertama, Sotāpanna, nafsu antara
pria dan wanita masih terjadi. Sebagai contoh, Sakka, Raja
Dewa, mempunya dua juta setengah bidadari yang
mengelilingi dia. Sakka sudah menjadi Sotāpanna. Ini
adalah benar-benar sulit dimengerti.
Jawaban: Tidak semua dewa mempunyai lima ratus
bidadari.
Penghindaran diri dari kesenangan indera bukanlah sebab
untuk mendapatkan kesenangan indera yang jauh lebih
besar. Dewa dilahirkan di alam itu sebagai buah dari
kamma bajik yang muncul pada saat menjelang ajal di
kehidupan sebelumnya.
Alam manusia adalah di mana kita mengalami dukkha
(penderitaan) maupun sukha (kebahagiaan). Kelahiran
sebagai manusia adalah buah suatu sebab yang bajik.
Tetapi setelah dilahirkan sebagai manusia dan menjalani
kehidupan manusia, kita mengalami yang baik dan buruk.
Sebaliknya, makhluk neraka sangatlah menderita.
Kelahiran kembali mereka sebagai buah dari suatu sebab
yang tak bajik. Mereka tidak mengalami sukha apa pun
sama sekali, tetapi hanya mengalami dukkha – penderitaan
135
sepenuhnya. Bagi manusia, ada penderitaan dan ada
kebahagiaan, dimana makhluk surgawi hanya mengalami
kebahagiaan saja. Alam mereka adalah alam di mana
makhluk mengalami kebahagiaan menurut kamma baik
mereka. Alam manusia adalah alam di mana kita
mengalami dukkha maupun sukha. Makhluk neraka hanya
mengalami penderitaan saja. Di mana Anda ingin berada?
Dikarenakan alam manusia juga merupakan suatu alam
nafsu indera, mereka yang sudah merealisasi Dhamma
sebagaimana adanya mengetahui dan melihat dukkha yang
mencirikan alam manusia. Tetapi kesenangan indera alam
manusia adalah lebih inferior dibandingkan dengan alam
dewa. Untuk alasan itu, manusia yang melihat cacat dan
bahaya kesenangan indera tidak ingin terlahir di alam
manusia maupun alam dewa. Namun, manusia dengan
kemelekatan kuat pada kesenangan indera ingin dilahirkan
kembali di alam-alam dewa, dimana kesenangan inderanya
jauh melampaui kesenangan di alam manusia.
Beberapa dari murid saya sudah merealisasi Dhamma
sebagaimana adanya. Saya pernah bertanya pada mereka,
’Jika Anda masih belum bisa mengakhiri penderitaan di
kehidupan ini, di mana Anda ingin dilahirkan?’ Mereka
menjawab: ’Saya tidak ingin terlahir sebagai manusia lagi;
manusia mengalami banyak penderitaan. Di sana sini ada
dukkha maupun sukha. Ada banyak kompetisi di dunia ini.
Saya juga tidak ingin terlahir kembali di alam dewa.
Kesenangan indera yang tak tertandingi di sana terlalu
berlebihan. Saya ingin terlahir kembali di alam brahmā.”
Ini adalah pilihan mereka. Mengapa? Karena mereka
mempunyai kemampuan untuk memilih. Mereka bisa
masuk dalam konsentrasi terserap jhāna dan berlatih
penguasaan jhāna, sehingga mereka juga bisa memasuki
136
konsentrasi terserap jhāna dan tinggal di sana hingga saat
menjelang ajal mereka.
Oleh karena itu, ini tergantung pada pilihan Anda.
Sebaliknya, pilihan Anda juga tergantung pada kemampuan
Anda. Jika Anda tidak mempunyai kemampuan seperti itu,
bagaimana Anda bisa terlahir di alam brahmā? Dalam hal
itu Anda hanya mempunyai tiga pilihan: alam-alam dewa,
alam manusia, atau empat alam penderitaan. Di mana
Anda ingin pergi?

Lahir di Kehidupan ini


dengan Pāramī dan Latihan
Pertanyaan: Bhante sebelumnya menyebutkan bahwa kita
semua lahir di kehidupan ini dengan telah memupuk
pāramī dari masa lampau. Masalahnya apakah kita sudah
mengumpulkan banyak pāramī atau sedikit pāramī,
meskipun kita semua lahir di kehidupan ini dengan telah
mengumpulkan pāramī. Namun, jika kita tidak bertemu
dengan ajaran sejati Sang Buddha, maka kumpulan pāramī
ini akan jatuh. Saya sangat bahagia bahwa hari ini saya
bertemu dengan ajaran sejati Sang Buddha, tetapi saya
harus melalui jalan panjang untuk bisa mencapai tahap ini.
Lebih lanjut, kesempatan bertemu dengan Dhamma sejati
ini saya dapatkan dengan beberapa penderitaan yang harus
dijalani oleh anggota keluarga saya, tetapi sekarang saya
menerima keamanan dan kestabilan dari ajaran sejati Sang
Buddha.
Ini adalah pertama kali saya mengikuti sebuah retret. Saya
telah menerima bimbingan meditasi sebelumnya, tetapi
saya masih belum jelas. Sekarang saya belajar lebih banyak

137
– belum terlalu banyak sih, tetapi saya sedang belajar.
Bhante barusan menyebutkan, dalam hidup kita, kita harus
tetap penuh kesadaran dan menunggu saat yang tepat tiba,
sampai waktunya matang. Saya sangat tersentuh
mendengar ini. Baru saja tadi sore ini, saya bertanya pada
diri sendiri mengapa kita perlu bermeditasi. Sepertinya kita
perlu bermeditasi agar bisa tetap penuh kesadaran dan
terus melanjutkan memupuk pāramī, sambil menunggu
waktu yang tepat matang. Oleh karena itu, kita seharusnya
mempertahankan kesadaran, melakukan perbuatan bajik,
dan menghindari kejahatan. Saya ingin meyakinkan apakah
pengertian saya ini benar.
Jawaban: Apa yang saya maksud sebelumnya adalah tidak
setiap orang yang lahir di kehidupan ini sudah
mengumpulkan pāramī baik. Baru-baru ini saya sudah
menyampaikan pada Anda semua bahwa di retret ini saya
telah bertemu dengan beberapa orang yang bisa melihat
sinar dan bisa fokus pada sinar itu. Praktisi seperti itu lahir
di kehidupan ini dengan pāramī yang baik. Namun, tidak
setiap orang yang lahir di kehidupan ini, telah
mengumpulkan pāramī baik. Semua manusia terlahir
sebagai manusia karena kamma baik yang membuahkan
hasilnya pada saat menjelang ajal di kehidupan lampaunya.
Ini adalah cara yang seharusnya Anda mengerti
perbedaannya. Dikarenakan retret ini singkat, mereka yang
tidak bisa melihat sinar atau tidak mendapatkan hasil yang
baik seharusnya tidak berpikir bahwa mereka kekurangan
pāramī baik. Ini hanyalah sebuah retret pendek. Mereka
perlu melanjutkan latihan meditasi mereka.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan bahwa tujuan berlatih
meditasi adalah untuk mengetahui kebenaran. Dikarenakan
tidak mengetahui kebenaran dan tidak melihat kebenaran,

138
manusia di dunia ini mempunyai banyak kebingungan dan
banyak keragu-raguan, dan visi mereka tidaklah jelas.
Untuk alasan ini, agar mengetahui dan melihat kebenaran,
kita semua perlu berlatih meditasi. Inilah tujuan
sebenarnya berlatih meditasi.
Mereka yang tidak bisa berlatih meditasi, perlu belajar
Dhamma. Mereka seharusnya mendengarkan Dhamma,
mereka seharusnya membaca Dhamma, dan mereka
seharusnya hidup dalam Dhamma. Mereka seharusnya
penuh kesadaran, dan mereka seharusnya mengatur waktu
untuk berlatih meditasi setiap hari, menunggu waktu
sampai mereka bisa berlatih meditasi sepenuhnya. Jika kita
tetap penuh kesadaran melakukan perbuatan baik dalam
kehidupan sehari-hari, waktunya akan matang sehingga kita
bisa berlatih meditasi untuk perealisasian Nibbana dalam
kehidupan ini.
Namun, seperti yang Anda semua ketahui, berbuat baik
bukanlah sesuatu yang akan terjadi secara otomatis. Anda
perlu mempunyai tekad melakukan kebaikan. Jika Anda
tidak mencoba melakukan perbuatan baik, dan jika Anda
tidak bertekad untuk berlatih meditasi, Anda sebaliknya
akan menghabiskan banyak waktu melakukan hal-hal lain –
hal-hal yang tak bajik. Dengan cara seperti ini, waktunya
tidak akan matang, jika Anda hanya memilih cara yang
umum saja. Namun, waktunya akan matang, jika Anda
memilih cara tak-umum dan mempunyai tekad.

139
Mempertahankan Pikiran Bajik
dalam Kehidupan Sehari-hari
Pertanyaan: Menurut Abhidhamma, di antara semua jenis
pikiran, pikiran yang paling indah adalah yang diikuti
dengan kegembiraan, bersekutu dengan kebijaksanaan, dan
spontan. Pertanyaan saya adalah: Dalam kehidupan sehari-
hari, bagaimana kita bisa membuat pikiran indah ini
muncul terus menerus? Dan bagaimanakah
menghubungkan latihan konsentrasi kita saat ini dengan
pikiran yang paling indah itu?
Jawaban: ‘Pāpasmiṃ ramatī mano’ – ‘Pikiran menyenangi
yang jahat.’ 38 Pikiran kita cenderung pada yang tak bajik,
bilamana kita tidak sedang melakukan perbuatan yang
bajik. Apakah Anda setuju? Lalu bagaimana seharusnya
kita berperilaku dalam kehidupan sehari-hari?
Ketika kita memupuk kamma bajik, kesadaran adalah
faktor pemimpinnya. Untuk bisa melakukan perbuatan
bajik setiap saat, kita perlu mempunyai kesadaran setiap
saat. Berkesadaran artinya kita melakukan perbuatan bajik.
Jika kita sedang tidak melakukan perbuatan bajik, kita akan
melakukan yang tak bajik.
Hanya ada dua hal yang bisa kita lakukan dalam hidup –
apa yang seharusnya kita lakukan dan apa yang seharusnya

_______________
38 Dhp. 116:
Abhittharetha kalyāṇe, pāpā cittaṃ nivāraye.
Dandhañhi karoto puññaṃ, pāpasmiṃ ramatī mano.
Bergegaslah melakukan perbuatan bajik; kendalikan pikiranmu
dari hal jahat.
Dia yang lambat dalam melakukan perbuatan baik, pikirannya
menyenangi kejahatan.
140
tidak kita lakukan. Tidak ada yang lain. Jika kita sedang
melakukan apa yang seharusnya, kita tidak sedang
melakukan apa yang seharusnya tidak. Jika kita sedang
melakukan apa yang seharusnya tidak, kita sedang tidak
melakukan apa yang seharusnya. Oleh karena itu, untuk
bisa melakukan apa yang bajik, atau apa yang seharusnya
kita lakukan, kita harus mempunyai kesadaran. Jika Anda
fokus pada nafas masuk dan nafas keluar, Anda sedang
mempunyai kesadaran. Tanpa mempunyai kesadaran,
Anda tidak bisa melakukannya. Tanpa mempunyai
kesadaran, Anda tidak bisa melakukan dana. Untuk bisa
melakukannya, Anda harus mempuyai kesadaran. Untuk
bisa menjalankan moralitas, Anda perlu mempunyai
kesadaran. Jika Anda tak mempunyai kesadaran, Anda akan
melanggar moralitas. Oleh karena itu, kita perlu
mempunyai kesadaran, agar bisa membuat keadaan pikiran
bajik muncul terus menerus, sesering mungkin.
Beberapa murid saya sudah berhasil berlatih meditasi
dengan baik, dan bisa mengetahui dan melihat fenomena
batin dan materi hakiki. Mereka kemudian diajarkan untuk
melihat kebenaran mutlak internal maupun ekternal. Lalu
mereka melapor pada saya dengan mengatakan, ’Bhante,
pikiran kita sebagai manusia hampir selalu tak bajik.’ Ini
memang seperti itu, jika kita tidak mempunyai perhatian
bijaksana. Perhatian bijaksana bisa benar-benar
dikembangkan, hanya jika Anda mengetahui dan melihat
kebenaran mutlak. Jika Anda tidak mengetahui dan melihat
kebenaran mutlak, Anda kebanyakan akan mempunyai
perhatian tak-bijaksana, sehingga Anda memupuk banyak
sekali kamma tak bajik. Pikiran Anda dengan demikian
bukanlah pikiran indah, melainkan pikiran buruk.

141
Bagaimana Mengganti
Pola Lama dengan Yang Baru
Pertanyaan: Saya baru saja mulai melihat kebenaran yang
benar-benar bisa saya ikuti, tetapi hanya baru-baru ini saja,
kurang lebih dua tahun yang lalu. Sekarang saya berumur
dua puluh tiga. Selama sembilan belas tahun orang selalu
memberitahu saya apa yang harus dilakukan dan
bagaimana berpikir. Setelah mengalami naik turun dalam
hidup, ada sesuatu yang saya mengerti secara intelektual
tentang kebenaran. Bagaimanapun, kadang-kadang, ada
hal-hal kecil yang masih tertinggal dari pola kebiasaan lama
selama sembilan belas tahun hidup saya; mereka masih ada
di sana. Meskipun hal-hal kecil itu tidak benar-benar ada di
sana, saya tidak bisa mencegah adanya perasaan waswas.
Polanya masih ada di sana, menciptakan pemikiran yang
tak perlu dan rumit di dalam; padahal seandainya tidak ada
maka pikiran saya akan jernih. Jadi pertanyaan saya adalah:
Bagaimana saya bisa membentuk pola pikiran baru dan
secara sepenuhnya bisa menghancurkan pola lama yang
datang dari masa lalu, yang tidak saya setujui, dan yang
ingin saya hindari?
Jawaban: Pendidikan yang kita peroleh sejak kita muda
sangat memengaruhi pikiran kita, pemikiran kita, dan cara
kita berpikir. Ini adalah wajar. Namun, Anda hanya perlu
menggunakan pikiran masuk akal; dengan itu, Anda
sekarang bisa memulai suatu perjalanan untuk mengetahui
apa yang seharusnya Anda lakukan dengan cara
membandingkan apa yang sudah Anda pelajari dengan apa
yang sekarang sedang Anda pelajari. Bergantung pada
kebijaksanaan dan akal sehat Anda, Anda melakukan suatu
perjalanan baru. Anda masih belum mempunyai akar yang
kokoh dalam pengetahuan seperti yang seharusnya, jadi
142
kadang-kadang pengetahuan dan pendidikan yang Anda
terima di masa lalu akan memengaruhi Anda. Tolong
terima itu. Anda perlu membedakan dan mencirikan mana
yang masuk pola baru dan mana yang pola lama. Jika Anda
bisa membedakan dan mencirikan antara keduanya ini, itu
sudah cukup. Nanti, jika Anda sudah mengetahui apa yang
perlu dan tidak perlu Anda praktikkan, Anda perlu
bertindak dengan landasan pengetahuan Anda dan
melakukan apa yang perlu Anda praktikkan. Ini akan
menjadi kebiasaan baru Anda. Latihan membuat
sempurna.
Anda sudah menghabiskan waktu yang sangat lama,
sembilan belas tahun, dengan pola yang lama itu, ia akan
bersama Anda seperti kekotoran batin laten yang
tersembunyi. Ia kadang-kadang akan keluar dan muncul ke
permukaan pikiran. Jika Anda bisa membedakan jenis
polanya, saya pikir itu sudah cukup bagi Anda saat ini.
Namun, untuk bisa membuat perubahan yang sempurna,
Anda perlu menembus langsung. Penembusan langsung
adalah satu kekuatan paling penting bagi Anda untuk bisa
mengerti apa itu kebenaran. Penembusan langsung bisa
membuat Anda berubah. Anda tidak bisa diubah oleh siapa
pun atau sesuatu yang eksternal; Anda bisa berubah hanya
dengan bantuan pengetahuan vipassanā Anda,
pengetahuan penembusan langsung Anda. Inilah cara yang
seharusnya Anda lakukan untuk langkah ke depannya. Ini
akan menjadi langkah maju kemuka bagi Anda.

143
Merubah sebuah Pola Lama ke dalam
Pola Baru
Pertanyaan: Saya ingin bertanya tentang mengubah suatu
pola lama ke dalam pola baru. Bhante menyebutkan bahwa
dengan melakukan berulang-ulang, kita bisa mengubah
pola lama dengan pola baru. Apakah pengubahan pola
lama ini berhubungan dengan kecenderungan kebiasaan?
Jawaban: Apa yang saya jelaskan pada Anda semua adalah
kita seharusnya maju sebanyak mungkin yang kita mampu,
dan melakukannya dengan cara yang seharusnya. Kita
mungkin mempunyai banyak pola lama yang masih
tersembunyi. Jika kita tidak mempunyai kesadaran, pola
lama itu akan muncul ke permukaan pikiran; tetapi bila kita
mempunyai kesadaran, kita akan bisa menerapkan pola
baru. Pola lama disebabkan oleh kebiasaan lama, kamma
lampau kita, watak kita, dan kadang-kadang
kecenderungan kita. Semua ini memengaruhi kita dengan
kuat, tetapi jika kita tidak memperbaiki diri saat ini,
tidaklah mungkin bisa berubah sendiri. Kita perlu mencari
jalan untuk memperbaiki diri. Pola lama akan mengganggu
dan memengaruhi Anda, jadi Anda harus mempunyai
kesadaran, dan Anda seharusnya mengabaikan mereka.
Lakukan dan kembangkan pola yang baru. Ini adalah hal
yang perlu kita lakukan. Jika kita tidak melatih diri, kita
tidak akan banyak berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, kita semua perlu menjadi bertambah baik.
Kita semua sudah terlahir berulang kali sebagai binatang di
alam binatang. Itulah sebabnya mengapa kita semua
mempunyai sifat alami binatang. Jika kita tidak melatih diri
dan sebaliknya melakukan apa saja dengan bebas, kita akan
melanjutkan berperilaku seperti binatang.

144
Syarat sebagai Seorang Guru Berkualitas
Pertanyaan: Jika kita ingin mencapai Kearahatan, mencapai
keempat Pengetahuan akan Jalan dan Buah, kita perlu
berlatih di bawah bimbingan seorang guru yang berkualitas.
Apakah persyaratan bagi guru seperti itu? Apakah kita
semua harus pergi ke Vihara Hutan Pa-Auk? Atau apakah
masih memungkinkan menjadi seorang Arahat di tempat
lain?
Jawaban: Sang Buddha adalah guru yang terbaik. Jika Anda
bertemu dengan Sang Buddha, itu adalah yang terbaik. Jika
Anda tidak bisa bertemu dengan Sang Buddha, pilihan
terbaik kedua adalah belajar dari seorang Arahat. Jika Anda
tidak bisa bertemu dengan seorang Arahat, maka seorang
Anāgāmi orang suci ketiga, adalah orang terbaik ketiga yang
bisa menjadi guru Anda. Jika Anda tidak bisa bertemu
dengan seorang Anāgāmi, maka seorang Sakadāgāmi, orang
suci kedua, akan sangat baik. Jika Anda tidak bisa bertemu
dengan seorang Sakadāgāmi, maka seorang Sotāpanna,
orang suci pertama, adalah seorang guru yang sangat baik
untuk Anda. Jika Anda tidak bisa bertemu dengan seorang
Sotāpanna, seseorang yang mengetahui tiga pitaka,
seseorang yang mengetahui dua pitaka, seseorang yang
mengetahui satu pitaka, seseorang yang mengetahui lima
nikāya, seseorang yang mengetahui empat nikāya, tiga
nikāya, dua nikāya, satu nikāya, dengan urutan seperti itu,
akan menjadi seorang guru yang baik untuk Anda.
Di sini, bagaimanapun, kita memerlukan pengetahuan
dalam pengertian praktis, sesuai dengan ajaran Sang
Buddha. Sang Buddha mengatakan di dalam Kūṭāgāra
Sutta:

145
Jika seseorang mengatakan, ’Tanpa membangun
fondasi sebagai dasar, saya akan mendirikan bagian
atas gedung,’ ini adalah tidak mungkin. Jika orang
lainnya mengatakan, ’Setelah membangun fondasi
sebagai dasar, saya akan mendirikan lantai bagian atas
dari sebuah bangunan bertingkat,’ ini adalah
memungkinkan. Dengan cara yang sama, jika
seseorang mengatakan, ’Tanpa mencapai
penembusan pada Empat Kebenaran Mulia, saya
akan mengakhiri penderitaan,’ ini adalah tidak
mungkin. Dan dengan cara yang sama, jika seseorang
mengatakan, ’Setelah menembus Empat Kebenaran
Mulia, saya akan mengakhiri penderitaan,’ ini adalah
memungkinkan.39
Itu adalah penjelasan Sang Buddha pada murid-murid
Beliau. Jika demikian, perkenankan saya bertanya pada
Anda satu pertanyaan: Siapakah yang akan mengetahui,
siapakah yang akan melihat Empat Kebenaran Mulia? Ya,
seseorang yang memiliki konsentrasi akan mengetahui dan
melihat Empat Kebenaran Mulia. ‘Samādhiṃ, bhikkhave,
bhāvetha. Samāhito, bhikkhave, bhikkhu yathābhūtaṃ
pajānāti’ – Bhikkhu, kembangkanlah konsentrasi. Seseorang
yang terkonsentrasi mengetahui dan melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya.’40 Dengan kata lain, seseorang yang
terkonsentrasi mengetahui dan melihat Empat Kebenaran
Mulia sebagaimana adanya.

Jika Anda masih belum menjadi seorang Arahat, dan ingin


paling sedikit menjadi seorang Sotāpanna, Anda perlu

________________

39 SN.V.12.5.4 Kūṭāgārasuttaṃ (SN 56.44 Ceramah Tentang Rumah


Bertingkat)
40 SN.V.12.1.1 Samādhisuttaṃ (SN 56.1 Ceramah tentang
Konsentrasi).
146
mengembangkan konsentrasi. Jika Anda ingin
mendapatkan pembelajaran dan pengetahuan untuk
perealisasian Dhamma sebagaimana adanya, dan
perealisasian Empat Kebenaran Mulia sebagaimana
adanya, Anda perlu menemukan seorang guru yang bisa
membimbing Anda dalam mengembangkan konsentrasi.

Anda perlu paling tidak mencapai konsentrasi jelang, tetapi


konsentrasi terserap adalah jauh lebih baik.
Seperti yang sudah saya sampaikan pada Anda semua di
ceramah Dhamma saya, mereka yang ingin menjadi praktisi
vipassanā murni perlu memulai dengan meditasi empat
unsur. Jangan lupa ini. Meditasi empat unsur adalah awal
dari vipassanā, untuk mengetahui dan melihat fenomena
materi hakiki. Jika Anda berlatih meditasi empat unsur,
Anda bisa mencapai konsentrasi jelang. Demikianlah,
tidaklah benar bahwa mereka yang ingin menjadi praktisi
vipassanā murni tidak memerlukan konsentrasi; benar,
mereka tidak akan mencapai konsentrasi terserap, tetapi
mereka bisa mencapai konsentrasi jelang dengan berlatih
meditasi empat unsur. Hanya dengan demikian mereka
bisa melanjutkan memecah badan mereka menjadi partikel-
partikel kecil. Jika seseorang bisa mengajarkan Anda ini,
Anda bisa belajar dari guru itu. Guru seperti itu bisa
dianggap sebagai seorang guru yang berkualitas dari sudut
latihan yang nyata.
Seseorang yang terkonsentrasi akan mengetahui dan
melihat Empat Kebenaran Mulia. Anda bisa belajar dari
guru mana pun yang bisa mengajarkan Anda mengetahui
dan melihat Empat Kebenaran Mulia. Jika ada guru yang
bisa mengajarkan Anda bagaimana mengetahui dan melihat
Empat Kebenaran Mulia, tidak peduli di mana mereka
berada, Anda bisa belajar dari mereka dan mencapai Jalan
147
dan Buah di mana pun guru seperti itu ditemukan. Jika
mereka tinggal dan mengajar di Amerika, orang yang
tinggal di Amerika akan mendapat manfaat dari mereka.
Jika guru seperti itu ditemukan di Tiongkok, ini akan
bermanfaat bagi orang di Tiongkok. Jika tidak ada guru
seperti itu di Taiwan, di Amerika, di Tiongkok, atau di
Vietnam, dan jika mereka hanya ada di Pa-Auk, maka Anda
seharusnya pergi ke Pa-Auk.

Penolakan Terhadap Abhiddhama


Pertanyaan: Bhante mengatakan bahwa untuk memeriksa
apakah suatu ajaran adalah Dhamma sejati atau tidak, kita
perlu membandingkannya dengan Tipitaka – Suttanta,
Vinaya, dan Abhidhamma. Tetapi saya baru-baru ini
mendengar dari seorang yang ditahbiskan bahwa beliau
menolak belajar Abhidhamma, karena Abhidhamma
bukanlah ajaran Sang Buddha. Beliau mengatakan sebelum
Sang Buddha parinibbāna, Sang Buddha mengatakan
bahwa hanya Dhamma dan Vinaya yang akan menjadi guru
kita. Jadi jika seorang yang ditahbiskan saja mempunyai
pandangan salah seperti itu, umat awam seperti kami
mungkin saja mengikuti cara yang salah.
Jawaban: Apakah pengetahuan vipassanā pertama?
Pengetahuan vipassanā pertama adalah pengetahuan
melihat fenomena batin dan materi hakiki – dalam bahasa
Pāli, nāmarūpaparicchedañāṇa. Vinaya, Abhidhamma, dan
Suttanta adalah tiga Keranjang; Tipitaka, ajaran Sang
Buddha. Di dalam Suttanta, ceramah-ceramah, Sang
Buddha menjelaskan Dhamma sesuai dengan
kecenderungan pendengarnya. Sang Buddha mempunyai
kemampuan luar biasa dalam mengajarkan Dhamma.
148
Beliau akan memilih kata-kata yang tepat untuk
disampaikan pada orang-orang yang tepat. Sang Buddha
mengerti dengan mendalam bagaimana mengajar, kapan
mengajar, dan pada siapa mengajar. Memahami
kemampuan, kecenderungan, dan pāramī dari setiap
individu, Sang Buddha akan membabarkan Dhamma
dengan cara yang bisa dimengerti oleh setiap orang.
Pemaparan Dhamma seperti itu adalah apa yang tercatat di
dalam Suttanta.
Tetapi di dalam Abhidhamma, tidak ada fokus seperti itu
yang ditujukan pada orang khusus tertentu. Abhidhamma
menyampaikan kebenaran yang mana adalah kebenaran
universal. Hanya Abhidhamma-lah yang berhubungan
dengan kebenaran yang komprehensif, menganalisis semua
kemungkinan dan ketidakmungkinan fenomena batin dan
materi yang bisa dimiliki berbagai makhluk. Sang Buddha
menganalisis semua fenomena batin dan materi yang
mungkin muncul pada mahkluk tertentu, sesuai dengan
alam dan makhluk itu sendiri.

Pada manusia, jumlah fenomena materinya ada dua puluh


delapan jenis rūpa, tetapi karena pria dan wanita masing-
masing hanya mempunyai kalapa-deka penentu jenis
kelamin pria atau kalapa-deka penentu jenis kelamin
wanita, maka setiap manusia mempunyai dua puluh tujuh
jenis rūpa. Untuk mencapai rūpapariggaha-ñāṇa,
pengetahuan melihat fenomena materi hakiki, kita perlu
melihat semua kedua puluh tujuh jenis rūpa ini, baik
internal maupun eksternal. Jika kita gagal melihatnya, maka
kita gagal melihat fenomena materi hakiki, yang berjumlah
dua puluh tujuh jenis semuanya. Ketidakmampuan melihat
dengan cara seperti itu, bisakah kita dikatakan sudah
mencapai pengetahuan melihat fenomena materi hakiki?

149
Bagaimana dengan fenomena batin? Sang Buddha
mengajarkan delapan puluh sembilan jenis citta dan lima
puluh dua jenis cetasika. Beliau juga mengajarkan rūpa
jhāna-dhamma dan arūpa jhānadhamma. Semua akusala
citta (kesadaran tak bajik) dan kāmāvacara kusala citta
(kesadaran alam nafsu indera bajik) akan muncul pada kita
semua. Demikianlah, jika Anda merasa serakah dan
menginginkan sesuatu atau melekat pada sesuatu,
fenomena batin yang muncul akan berjumlah dua puluh
semuanya jika ia bersekutu dengan perasaan gembira.
Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, Anda
merasa bahagia, bukan? Siapa yang mengajarkan ini? Di
mana Anda bisa menemukan ajaran ini? Hanya di
Abhidhamma. Sang Buddha sudah menghitung jumlah
fenomena batin yang mungkin muncul di pikiran kita. Jika
keadaan pikiran bersekutu dengan pīti, ia akan menjadi dua
puluh. Kadang-kadang Anda memperoleh apa yang Anda
inginkan, tetapi Anda tidak merasa bahagia. Sang Buddha
mengatakan kadang-kadang keserakahan muncul tanpa pīti,
dimana jumlah fenomena batin yang ada di pikiran adalah
sembilan belas. Siapa yang bisa mengajarkan ini? Hanya
Sang Buddha, dan hanya di Abhidhamma.
Sang Buddha mengatakan di dalam Abhidhamma bahwa
seluruh dunia ini terbentuk dari partikel-partikel yang
sangat kecil. Di mana Sang Buddha mengatakan ini? Di
dalam Abhidhamma. Ketika Anda sedang mempraktikkan
meditasi empat unsur, pada suatu saat Anda akan
memecah badan Anda menjadi partikel-partikel yang
sangat kecil. Jika Anda mengarahkan perhatian dengan
meditasi empat unsur pada mahkluk hidup dan benda mati,
baik internal maupun eksternal, Anda akan melihat bahwa
apa pun di sekeliling Anda hanyalah partikel-partikel yang
sangat kecil. Sang Buddha mengatakan tidak ada pria, tidak
150
ada wanita. Tidak ada makhluk hidup ataupun benda mati.
Yang ada hanyalah partikel-partikel yang sangat kecil. Sang
Buddha mengatakan itu, dan untuk bisa melihat mereka
Anda perlu berlatih meditasi empat unsur. Ketika Anda
berlatih meditasi empat unsur, Anda akan mengembangkan
konsentrasi. Ketika Anda sudah mengembangkan
konsentrasi, tubuh Anda akan bersinar. Jika Anda
meneruskan melihat empat unsur di seluruh tubuh Anda, ia
akan menjadi sebuah balok bersinar terang. Jika Anda
melanjutkan melihat empat unsur di balok bersinar terang
itu, Anda akan memecahnya menjadi komponen-
komponen. Anda akan memecah balok bersinar terang itu
menjadi partikel-partikel yang sangat kecil. Pada saat itu,
Anda akan setuju dengan Sang Buddha. Anda tidak akan
berdebat dengan Sang Buddha.
Sang Buddha mengatakan bahwa partikel-partikel yang
sangat kecil itu masih belum merupakan fenomena materi
hakiki. Mereka hanyalah konsep terkecil. Anda perlu
menganalisis fenomena materi hakiki di setiap partikel,
seperti unsur tanah, air, api, angin, warna, bau, rasa,
nutrisi, daya hidup, dan sensitivitas. Menurut Buddha
Abhidhamma, di pintu mata ada kalapa-deka sensitivitas
mata, kalapa-deka sensitivitas tubuh, kalapa-deka penentu
jenis kelamin pria atau jenis kelamin wanita, dan juga
materi hasil-kesadaran, materi hasil-nutrisi, materi hasil-
temperatur, dan kalapa-sembilan daya hidup. Ada tujuh
jenis rūpa di pintu mata.
Sekarang saya akan membiarkan Anda merenungkan dan
mengerti apakah yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah
sungguh-sungguh benar atau tidak. Ketika Anda
memandang pada sesuatu dan melihatnya, mengapa Anda
bisa melihatnya? Ini disebabkan Anda mempunyai unsur

151
translusen mata. Objek visual kontak dengan unsur
translusen mata. Hanya pada saat itu kesadaran melihat,
atau kesadaran mata muncul. Silakan sentuh mata Anda.
Apakah Anda merasakan sentuhannya? Mengapa? Karena
ada unsur translusen tubuh. Apakah Anda mengetahui
perbedaan antara mata seorang wanita dan mata seorang
pria? Mereka berbeda! Mungkin Anda tidak menyadari
perbedaan ini sebelumnya, tetapi mereka berbeda! Ini
disebabkan bhāva rūpa (fenomena materi penentu jenis
kelamin) wanita atau bhāva rūpa pria di mata mereka.
Ketika seorang pria melihat pada seorang pria, ketika
seorang wanita melihat pada seorang pria, ketika seorang
pria melihat pada seorang wanita, ketika seorang wanita
melihat pada seorang wanita, Anda akan mengerti
perbedaannya. Mengapa ada perbedaan? Karena bhāva
rūpa. Cara seorang pria bergerak, cara pria berperilaku, dan
cara wanita bergerak dan berperilaku – apakah mereka
sama? Sang Buddha mengatakan bahwa bhāva rūpa wanita
menyebar ke seluruh tubuh wanita itu. Bhāva rūpa pria ada
di seluruh tubuh pria itu. Jadi ini berbeda. Bhāva rūpa
membedakan penampakan dan perilaku seorang pria dari
seorang wanita. Perbedaan perilaku ini disebabkan oleh
bhāva rūpa. Bhāva rūpa ada di setiap pintu. Di mana Anda
bisa menemukan ajaran ini? Hanya di Abhidhamma.
Hingga kurang dari dua ratus tahun yang lalu, ilmuwan
menganggap atom sebagai unit terkecil dari materi. Di
akhir abad kesembilan belas dan awal abad ke dua puluh,
ilmuwan mendapatkan kemampuan untuk memecah atom
menjadi neutron, proton dan elektron. Neutron, proton,
dan elektron disebut partikel sub-atomik. Ilmuwan bisa
memecah atom menjadi proton, neutron, dan elektron
hanya di akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke
dua puluh. Jauh sebelum itu, Sang Buddha sudah melihat
152
bahwa seluruh dunia terbentuk dari partikel-partikel yang
sangat kecil. Beliau telah menembus itu tanpa alat apa pun,
tanpa sebuah laboratorium, dan hanya dengan konsentrasi
Beliau. Berapa tahun yang lalu? Dua ribu enam ratus tahun
yang lalu.
Apa rumus molekul dari air minum? H2O. Dua atom
hidrogen dan satu atom oksigen. Ini adalah apa yang
dikatakan oleh ilmuwan. Sang Buddha mengatakan bahwa
air terbentuk dari delapan fenomena materi. Analisis Sang
Buddha lebih banyak dan lebih mendalam daripada
ilmuwan, bahkan tanpa memakai alat apa pun. Ilmuwan
tidak bisa menganalisis fenomena materi hakiki. Mereka
hanya mengetahui fenomena materi dengan cara yang
dangkal. Semua ajaran kenyataan mutlak ini hanya ada di
Abhidhamma.
Di Thailand, ada kelompok yang menolak Abhidhamma
dan penjelas maknanya. Di antara orang yang ditahbiskan,
satu kelompok tidak menerima Abhidhamma dan penjelas
maknanya. Kelompok lain menerima Abhidhamma dan
penjelas maknanya. Untuk alasan ini, konflik muncul.
Kitab Penjelas Makna menjelaskan bagaimana cara berlatih
meditasi, dan bagaimana mengetahui dan melihat Dhamma
dengan mendalam sebagaimana adanya. Sebelum Anda
mempelajari Abhidhamma, tolong baca ajaran Sang
Buddha di Suttanta. Lalu pelajari Abhidhamma secara
menyeluruh. Setelah itu, baca sutta lagi, dan Anda akan
mendapati bahwa pengertian Anda berubah total.
Dikarenakan Abhidhamma, Sang Buddha disebut Yang
Mahatahu. Jika Anda mengabaikan ajaran Abhidhamma
dan hanya membaca Suttanta, Anda tidak akan melihat
betapa istimewanya pengetahuan Sang Buddha. Hanya
Suttanta saja tidak menyatakan pengertian yang mendalam
153
itu. Tetapi di dalam Abhidhamma, pengetahuannya
sangatlah dalam dan luar biasa. Tidak ada manusia biasa
yang bisa merumuskan ini. Hanya seorang Buddha Yang
Mahatahu yang bisa melakukan itu. Jika Anda mempelajari
Abhidhamma secara menyeluruh, Anda akan menyadari
betapa mendalam dan betapa luar biasa pengetahuan Sang
Buddha.
Apakah Anda tahu Maṅgala Sutta? Ada kalimat di sana
yang berbunyi, ‘Asevanā ca bālānaṃ, paṇḍitānañca sevanā’ –
‘Jangan bergaul dengan yang bodoh; bergaullah dengan
yang bijaksana.’41 Bhikkhu yang ditahbiskan yang menolak
Abhidhamma itu sungguh sangat tak beruntung. Masalah
ini terjadi karena guru mereka, karena bhikkhu itu bergaul
dengan guru-guru yang tidak benar-benar mengerti ajaran
Sang Buddha. Di bawah pengaruh guru mereka, mereka
melanjutkan cara guru mereka, tidak mengetahui bahwa
apa yang diajarkan guru mereka adalah tidak sesuai dengan
ajaran Sang Buddha. Dengan cara ini, tanpa niat buruk,
mereka tanpa sengaja bergaul dengan yang bodoh.
Sehubungan dengan hal ini, ketika sang Bodhisatta sedang
memenuhi pāramī, beliau membuat sebuah aspirasi dan
mengatakan, ’Semoga saya tidak bertemu dengan orang
yang bodoh. Semoga saya tidak mendengar dari orang yang
bodoh. Semoga saya tidak bergaul dengan orang yang
bodoh. Jika saya memerlukan bercakap-cakap dengan
seorang yang bodoh, semoga saya tidak berbahagia dengan
ucapannya, dan semoga saya tidak mengikuti dan bertindak
menuruti ucapannya.’42 Ini sangatlah penting! Kita semua
seharusnya membuat aspirasi ini. Dan sang Bodhisatta me-
____________________

41 Khuddakapāṭhapāḷi Khp. 5 Maṅgalasuttaṃ (KhuddakapāṭhaSutta 5


Ceramah Tentang Berkah-berkah).
42 Jātakapāḷi Jā.XIII.480 Akittijātakaṃ (Jātaka 480 Cerita Kelahiran
Akitti): ‘Bālaṃna passe na suṇe, na ca bālena saṃvase.
Bālenallāpasallāpaṃ, na kare na ca rocaye.’
154
lanjutkan aspirasi beliau sebagai berikut: ’Semoga saya
bertemu dengan yang bijaksana. Semoga saya mendengar
dari yang bijaksana. Semoga saya bergaul dengan yang
bijaksana. Semoga saya bercakap-cakap dengan yang
bijaksana dan berbahagia dengan ucapannya, dan semoga
saya mengikuti dan bertindak sesuai dengan instruksi yang
bijaksana.’43 Ini juga sangat bagus dan sangat penting.

Kadang-kadang kita belum siap mendengarkan para


bijaksana. Ini adalah sesuatu yang terjadi dalam hidup kita
semua. Kita sering bertemu dengan yang bodoh, kita
berbicara dengan mereka, dan kita menikmati berbicara
dengan mereka. Kadang-kadang kita bertemu dengan yang
bijaksana, tetapi kita merasa ragu-ragu. Kita melihat pada
orang bijaksana itu dengan pandangan yang aneh. Kita
berpikir, ’Sudut pandang saya dan sudut pandangnya
tidaklah sama. Apa yang dikatakannya?’ Berakar dari ego
Anda, Anda ingin menyangkal, Anda ingin tidak setuju,
Anda ingin menolak, Anda ingin menentang. Demikianlah
kita semua perlu berhati-hati. Kita semua perlu bijaksana.
Kita semua perlu membuat sebuah aspirasi seperti yang
dibuat sang Bodhisatta di salah satu keberadaan Beliau itu.
Di dalam Theragāthāpāḷi di sana ada sebuah syair yang
berbunyi, ’Siapa yang tahu, mengetahui siapa yang tahu.
Siapa yang tahu mengetahui siapa yang tidak tahu. Siapa
yang tidak tahu, tidak mengetahui siapa yang tidak tahu.
Siapa yang tidak tahu, tidak mengetahui siapa yang tahu.’44
____________________

43 Sama seperti sebelumnya: ‘Dhīraṃ passe suṇe dhīraṃ, dhīrena


sahasaṃvase. Dhīrenallāpasallāpaṃ, taṃ kare tañca rocaye.’
44 Theragāthāpāḷi Th.I.7.1 Vappattheragātha (Theragāthā Syair 61 -
Syair Vappa Thera):
Passati passo passantaṃ, apassantañca passati.
Apassanto apassantaṃ, passantañca na passati.
155
Yang manakah Anda – orang yang tahu, atau orang yang
tidak tahu? Ingat, kemudian: Siapa yang tidak tahu, tidak
mengetahui siapa yang tidak tahu. Siapa yang tidak tahu,
tidak mengetahui siapa yang tahu.

Menjadikan Masuk Akal Kālāma Sutta

Pertanyaan: Sehubungan dengan ‘siapa yang tahu,


mengetahui siapa yang tahu’ dan seterusnya, ada diskusi
yang terkenal di Kālāma Sutta antara Sang Buddha dan
penduduk Kālāma. Mereka bertanya bagaimana mereka
bisa tahu dengan yakin apa yang benar. Sang Buddha
mengatakan kalian seharusnya tidak memercayai begitu saja
karena ini adalah tradisi, atau karena seorang guru
mengatakan ini, dan seterusnya. Dari nasihat ini, banyak
kesimpulan popular berasal dari pernyataan Sang Buddha
yang mengajarkan bahwa Anda seharusnya hanya
menerima apa yang masuk akal pada Anda. Pada poin ini,
saya teringat dengan murid Jerman Anda yang mengatakan,
’Ini adalah bajik karena saya menyukainya.’ Sama halnya,
bagi kebanyakan orang, hanya apa yang mereka sukai, atau
apa yang menarik emosi mereka, akan masuk akal bagi
mereka, bukannya apa yang menarik penalaran mereka.
Jadi siapa yang sebenarnya dalam posisi mengetahui apa
yang masuk akal? Jika saya mengatakan bahwa ini masuk
akal karena saya menyukainya, maka ini tidak masuk akal.

Jawaban: Kālāma Sutta45 diajarkan untuk banyak alasan.


Banyak guru spiritual pergi ke desa itu, dan setiap guru itu

_______________
45 AN.III.2.(7)2.5 Kesamuttisuttaṃ, atau Kālāmasuttaṃ (AN3.65
Ceramah Tentang Kesaputtiyā, atau Ceramah Tentang Kālāma, juga
dikenal sebagai Kālāma Sutta).
156
akan mengatakan, ’Apa yang saya ajarkan adalah benar;
semua ajaran lain adalah salah.’ Semua guru yang pergi ke
sana mengeluh tentang guru yang lain. Masing-masing dari
mereka merendahkan yang lainnya dan mencari kesalahan
mereka. Masing-masing memaksakan bahwa hanya
ajarannya yang benar. Oleh karena itu, ketika Sang Buddha
pergi ke sana Beliau mencerahkan mereka, dengan
mengatakan, ’Kalian seharusnya merasa ragu-ragu tentang
sesuatu yang meragukan. Apabila kalian mengetahui sendiri
apa yang bajik dan apa yang tak bajik, silakan kejar apa
yang bajik dan bertindaklah sesuai dengan itu. ‘Sang
Buddha mengatakan, ’Jangan terima sesuatu karena tradisi,
atau karena diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya, atau karena ini ada di kitab, atau karena
seseorang yang memberi tahu kalian hal itu adalah
seseorang yang kalian hormati.’ Ini adalah kata-kata Sang
Buddha yang diberikan pada mereka, karena kondisi yang
dialami mereka.

Ajaran Sang Buddha adalah masuk akal. Jadi ketika kita


mendengar ajaran Sang Buddha, kita melihat bahwa Beliau
tidak pernah memaksa seorang pun untuk memercayai
Beliau. Beliau hanya menjelaskan Dhamma, yang
menerangkan sebab dan akibat, yang mana adalah masuk
akal.
Beliau semata-mata menjelaskan apa yang benar, apa yang
tak benar, apa yang bajik, apa yang tak bajik, apa yang
seharusnya dilakukan, dan apa yang seharusnya tidak
dilakukan.
Kita mencintai Dhamma. Mengapa? Bukan karena Sang
Buddha membabarkan-Nya, tetapi karena dalam kaitan
dengan Dhamma, kita bisa berpikir sesuai dengan
kebijaksanaan kita, sesuai dengan pengetahuaan kita, dan
157
sesuai dengan pengertian kita. Seperti yang dikatakan Sang
Buddha, ’Tidak ada yang terjadi tanpa sebab-sebab.’ Kita
mempunyai kesempatan mendengar Dhamma karena
sebab-sebab. Ini berarti bahwa kita telah mengumpulkan
kamma bajik yang berhubungan dengan ajaran Sang
Buddha di masa lampau. Oleh karena itu, ketika kita
mendengar Dhamma, kita merasa tidak sulit dan bisa
menerima ajaran Sang Buddha. Untuk alasan ini, di antara
mereka yang memperoleh kesempatan mendengar
Dhamma, mungkin ada beberapa yang sangat mencintai
ajaran Sang Buddha, dan mungkin ada beberapa yang
masih menyelidiki, masih mempertimbangkan, masih
merenungkan, dan masih berpikir apakah yang sudah
mereka dengar sungguh-sungguh benar atau tidak. Karena
perbedaan kumpulan kamma lampau, pengalaman
menyelidiki Dhamma di kehidupan ini akan berbeda bagi
setiap orang. Kita tidak perlu mencari kesalahan dengan
siapa pun. Mengapa? Karena ini memang akan berbeda,
sesuai dengan kondisi masing-masing orang.
Lalu siapa yang bertanggung jawab memutuskan apa yang
baik dan apa yang buruk? Tidak ada seorang pun yang
bertanggung jawab. Perbedaan dalam cara tumbuh dan
pendidikan yang kita terima sejak muda berperan dalam
perbedaan sudut pandang kita, sikap kita, dan cara berpikir
kita. Sama halnya, ketika kita mendengar ajaran sejati Sang
Buddha, yang mana masuk akal, bisa kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari, dan bisa kita gunakan untuk
kebahagiaan kita, di sana akan terjadi sesuatu seperti
halnya pertanyaan tentang konflik antara pola kebiasaan
lama dan pola kebiasaan baru. Keduanya ini mungkin
bertentangan di awalnya, tetapi ketika Anda semakin
memahami Dhamma, Anda akan bisa membedakan antara
pola lama dan pola baru.
158
Jadi, jika Anda ingin membuat pola baru Anda kuat, Anda
perlu melatihnya berulang-ulang. Hanya dengan demikian
pola yang baru akan menggantikan pola yang lama.
Namun, setiap pola baru seharusnya dianalisis untuk
melihat apakah ini yang seharusnya Anda ikuti dan
praktikkan atau tidak. Anda perlu menganalisisnya tanpa
bergantung pada suka atau tidak suka. Bergantung pada
suka dan tidak suka, Anda tidak akan melakukan apa-apa,
tetapi malahan memperkuat kekotoran batin.
Ketika sedang mencari Dhamma, Anda seharusnya
merenungkan sebagai berikut: ’Apakah saya mengikuti rasa
suka dan tidak suka dan mendasarkan tindakan saya
dengan itu? Apakah saya bertindak sesuai dengan
kekotoran batin saya?’ Anda seharusnya tidak bertindak
sesuai dengan kekotoran batin Anda. Ini memanjakan
pikiran. Sebaliknya, Anda seharusnya menggunakan akal;
Anda seharusnya merenungkan apa kecenderungan Anda
dan apa yang menyebabkan Anda bertindak menuruti rasa
suka dan tidak suka. Anda seharusnya mempertimbangkan
apakah ini benar-benar baik atau tidak. Kita seharusnya
menguji semua ini terus menerus.

Chanda Versus Taṇhā


Pertanyaan: Apakah perbedaan antara chanda dan taṇhā?
Jika seseorang mempunyai suatu hasrat meletakkan beban
dengan cepat-cepat, apakah ini chanda atau taṇhā?
Intrepretasi di beberapa buku sangatlah mirip.
Jawaban: Chanda adalah semata-mata pengharapan untuk
suatu hal terjadi. Taṇhā adalah nafsu keinginan dan
kemelekatan. Jika Anda berlatih meditasi dengan keinginan
untuk maju – atau dengan kata lain, jika Anda berlatih
159
dengan harapan-harapan – pikiran Anda tidak bisa tenang.
Pikiran yang menginginkan tidaklah tenang, begitupun
pikiran yang mengharapkan.
Kita memerlukan keinginan dan harapan untuk hidup. Kita
mendapatkan penghidupan dimotivasi oleh keserakahan
dan harapan. Dalam berlatih meditasi, kita perlu untuk
tidak mempunyai keinginan dan harapan, karena objek
meditasi tidak bersekutu dengan keinginan maupun
harapan. Objek meditasi bersekutu dengan kebijaksanaan
dan kesadaran. Kesadaran hanya bisa dikembangkan ketika
pikiran tenang. Kebijaksanaan hanya tumbuh ketika pikiran
tenang. Ketika pikiran tenang, kita memerlukan chanda
yang kuat, harapan murni. Seandainya Anda berlatih
meditasi ānāpānasati, Anda memerlukan chanda yang kuat
untuk bersama dengan nafas masuk dan nafas keluar.
Chanda adalah semata-mata harapan. Keinginan adalah
lawannya. Keinginan merupakan suatu rintangan dalam
latihan Anda. Ini membuat pikiran Anda tidak tenang dan
tak murni, dan mengganggu meditasi Anda. Jika seorang
praktisi mempunyai keinginan untuk terus maju, kita bisa
memeriksa apakah usaha mereka didasari keinginan, atau
didasari oleh harapan murni. Jika mereka menaruh terlalu
banyak usaha, ini akan berdasarkan pengharapan dan
keinginan.
Seperti yang sudah saya sampaikan pada Anda semua,
keinginan dan pengharapan membuat pikiran Anda tidak
tenang. Pikiran Anda menjadi aktif, karena keinginan Anda
terlalu kuat. Keinginan yang besar dan pikiran yang aktif
menyebabkan Anda melakukan usaha yang besar, yang
sebenarnya tidaklah perlu. Ini disebabkan oleh keinginan
dan pengharapan yang berakar dengan keserakahan.

160
Di sini, chanda yang kita perlukan dalam meditasi tidak
berhubungan dengan keinginan atau pengharapan yang
berakar dengan kemelekatan. Ini hanyalah semata-mata
harapan untuk objek yang bajik.
Chanda di sini mengacu pada faktor batin yang muncul
dalam keadaan pikiran bajik, ketika kita berlatih meditasi
dan melakukan perbuatan bajik. Ia mungkin bersekutu atau
mungkin tidak bersekutu dengan kebijaksanaan, tapi ia
selalu bersekutu dengan keadaan pikiran bajik, yang bebas
dari keinginan yang berakar dalam keserakahan, dan
pengharapan yang berakar dalam keserakahan. Faktor batin
chanda juga mungkin muncul pada keadaan pikiran tak
bajik yang berakar dalam keserakahan atau kemarahan. Di
sini, chanda adalah keinginan untuk objek tak bajik dan
bukanlah apa yang kita perlukan. Jenis chanda yang kita
perlukan ketika kita melakukan kusala kamma dan latihan
meditasi adalah chanda yang muncul dalam keadaan
pikiran bajik. Keserakahan, keinginan, dan pengharapan
adalah keadaan pikiran dimana keinginan tak bajik muncul
pada Anda semua. Dengan cara ini, dua keadaan ini
tidaklah sama.

Pelepasan dan Keseimbangan Antara Tugas


dan Harapan untuk Melepas
Pertanyaan: Ketika sang Bodhisatta melepaskan kehidupan
duniawi, anak beliau baru saja dilahirkan. Sang Bodhisatta
adalah juga pewaris tahta. Seandainya, setelah beliau pergi,
negara menjadi kacau dan hancur karena ketidakadaan
beliau, dan juga seandainya anak beliau gagal mendapatkan
pengasuhan yang baik; bagaimana kemudian beliau bisa
kembali menghadapi semua akibat ini? Saya mengajukan
161
pertanyaan ini, karena dewasa ini banyak umat awam
mempunyai kehendak untuk melepas kehidupan duniawi,
padahal mereka mempunyai keluarga, orang tua, pasangan,
dan anak-anak. Jadi bagaimana mereka menyeimbangkan
harapan melepas ini dengan tugas dan tanggung jawab
terhadap keluarga mereka.
Jawaban: Pertanyaan bagus! Saya pikir Anda khawatir
seseorang di antara orang yang Anda cintai akan
melepaskan kehidupan duniawi.
Ya, banyak orang memikirkan hal ini. Bagaimana sang
Bodhisatta bisa melakukan ini? Beliau dipastikan menjadi
seorang Buddha. Ketika waktunya matang, tidak ada
seorang pun yang bisa mencegah pelepasan beliau. Alih-
alih merintangi beliau, semua hal yang terjadi di sekeliling
beliau bertindak sebagai kekuatan pendorong bagi
pelepasan beliau, dan akhirnya Pencerahan.
Pada saat berumur dua puluh sembilan tahun, sang
Bodhisatta mempunyai istri, anak, dan kerajaan beliau.
Ayah beliau, Raja Suddhodāna, mengalami kesulitan ketika
sang Bodhisatta melepaskan kehidupan duniawi. Sang Raja
sangat menderita kehilangan anak tercintanya. Anaknya
juga digariskan menjadi seorang raja dunia. Jika sang
Bodhisatta tidak memilih jalan menuju pencerahan, beliau
sebaliknya digariskan menjadi seorang raja dunia. Begitulah
Raja Suddhodāna bukan hanya kehilangan seorang anak
laki-laki, tetapi juga seorang raja dunia dan pewaris yang
bisa mengambil alih tahtanya. Demikianlah, ketika sang
Bodhisatta meninggalkan kehidupan duniawi, ayah beliau
sangat menderita. Namun Raja Suddhodāna menganggap
penderitaan itu tidak ada artinya sama sekali, setelah dia
mencapai pencerahan melalui ajaran anaknya, Sang
Buddha.
162
Lebih lanjut, anak sang Bodhisatta, Rāhula, menjadi
seorang bhikkhu dan juga kemudian menjadi seorang suci.
Banyak sanak keluarga sang Bodhisatta, bahkan kakak
perempuan dan laki-lakinya nantinya ditahbiskan dan
mengikuti Sang Buddha, merealisasi Dhamma
sebagaimana adanya. Mereka sudah berhasil menyeberangi
pantai seberang, dimana ada kedamaian sejati dan tidak
ada dukkha.
Semua ini memungkinkan karena sang Bodhisatta memilih
jalan yang harus beliau pilih; dan beliau harus menempuh
jalan itu, karena beliau dipastikan menjadi seorang Buddha
dan beliau dipastikan mengajar banyak makhluk hidup
yang lahir dengan pāramī yang baik.
Jika sang Bodhisatta tidak melepaskan kehidupan duniawi,
bagaimana kita bisa mendengar Dhamma yang begitu
indah, dalam, dan berharga ini? Bagaimana kita bisa
berlatih untuk pembebasan kita. Pelepasan Beliau adalah
benar-benar sangat agung!
Jika saya tidak melepaskan kehidupan duniawi, bagaimana
saya bisa bertemu dengan Anda semua sekarang?
Bagaimana saya bisa mengajarkan Anda Dhamma?
Siapa pun yang siap melepaskan kehidupan duniawi,
biarlah mereka melepas. Siapa pun yang belum siap, tidak
ada seorang pun yang bisa memaksa mereka. Bahkan jika
saya menginginkan Anda untuk ditahbiskan sekarang,
apakah Anda siap? Tidak ada seorang pun yang bisa
memaksa Anda.
Sehubungan dengan pertanyaan bagaimana
menyeimbangkan antara memenuhi tugas dan memilih
jalan untuk pembebasan, syarat-syarat dari pertanyaan ini
dan pertanyaan ini sendiri adalah sebagai hasil dari suatu
163
sudut pandang tertentu. Jika kita mempunyai anak laki-laki
dan anak perempuan, adalah masuk akal bila hal itu
memaksa kita untuk bertanggung jawab terhadap mereka.
Ini merupakan hasil pemikiran kita sendiri – kita
seharusnya, Anda seharusnya. Alasan adalah apa yang kita
pikirkan dihubungkan dengan kondisi-kondisi.
Tetapi bila desakan spiritual muncul di batin Anda, ia
sangatlah kuat – begitu kuat sehingga tidak ada seorang
pun yang bisa menghentikan Anda. Ketika desakan
spiritual muncul, tolong jangan berhenti. Ini untuk
kebaikan banyak orang. Ini mungkin bukan untuk kebaikan
anggota keluarga dekat Anda pada saat itu, tetapi dalam
jangka panjang, ini tidak hanya untuk kebaikan anggota
keluarga dekat Anda saja, tetapi juga untuk kebaikan
banyak orang di dunia.
Jika Sang Buddha tidak muncul di dunia, dunia ini akan
benar-benar gelap. Apakah Anda mengetahui ini? Sekarang
semua orang di dunia ini menjalani hidup dan
menghabiskan waktu mereka dalam kegelapan. Mereka
tertidur dengan lelap dalam kegelapan. Meskipun ada sinar
matahari di siang hari dan sinar lampu di malam hari, tidak
ada sinar yang sesungguhnya, tidak ada sinar yang nyata,
karena kegelapan dalam batin tidak bisa diusir dengan sinar
matahari ataupun sinar lampu. Hanya sinar Dhamma-lah
yang bisa mengusir kegelapan yang terjadi jauh dalam batin
setiap individu. Demikianlah, agar Dhamma muncul, sang
Bodhisatta harus melepaskan kehidupan duniawi. Dengan
cara yang sama, bukan hanya para bijaksana yang melepas
kehidupan duniawi di masa lampau, di zaman Sang
Buddha, tetapi mereka juga melepas kehidupan duniawi di
masa kini. Oleh karena itu, mereka yang digariskan untuk

164
berbuat demi kebaikan orang banyak, biarkanlah mereka
melepas. Jangan hentikan mereka.

Mengapa Sang Buddha Tidak Mendorong


Pencapaian Kebuddhaan?
Pertanyaan: Bhante menyebutkan bahwa pada zaman Sang
Buddha, banyak murid agung Beliau dan banyak murid
lainnya mencapai Jalan dan Buah dengan sangat cepat.
Namun, pencapaian Kebuddhaan sangatlah baik. Mengapa
Sang Buddha tidak sebaliknya mendorong mereka
mencapai Kebuddhaan?
Jawaban: Sang Bodhisatta menerima sebuah nubuat pasti
dari Buddha Dīpaṅkāra empat periode tak terhitung dan
seratus ribu kappa yang lalu. Pada saat itu, beliau adalah
Petapa Sumedha. Setelah menerima nubuat pasti, sang
Bodhisatta mengetahui sendiri bahwa beliau adalah seorang
bodhisatta. Ini adalah sifat alami bodhisatta; mereka tidak
memerlukan siapa pun untuk membimbing mereka
bagaimana memenuhi pāramī. Mereka mengetahui sendiri.
Setelah menerima nubuat pasti, sang Bodhisatta
merenungkan urutan yang benar untuk pemenuhan pāramī.
Pemikiran yang terjadi di pikiran beliau adalah beliau
seharusnya memulai memenuhi pāramī dimulai dari dāna
pāramī, sīla pāramī, nekkhamma pāramī, dan seterusnya. Ini
adalah urutan pemenuhan pāramī yang ada di pikiran sang
Bodhisatta setelah menerima nubuat pasti, dan pengertian
pemenuhan pāramī dengan urutan benar ini muncul
dengan sendirinya.
Saya tidak akan menjelaskan sekarang semua detil
pemenuhan pāramī ini. Seperti yang sudah saya jelaskan

165
pada Anda semua, sang Bodhisatta melepaskan kehidupan
duniawi dalam kehidupan terakhirnya, sebagai Pangeran
Siddhattha, ketika desakan spiritual muncul di batin
beliau. Lalu beliau berlatih meditasi. Saya sudah
menjelaskan pada Anda semua cara sang Bodhisatta
berlatih sehingga mencapai Pencerahan Sempurna. Setelah
beliau menjadi seorang Buddha, pada vassa ke tujuh,
Beliau naik ke alam dewa Tāvaṭimsa untuk mengajarkan
Abhidhamma. Apakah Anda ingat?
Mengapa Sang Buddha naik ke alam dewa mengajarkan
Abhidhamma. Beliau pergi ke sana untuk mengajar ibu
Beliau. Sebagai rasa terima kasih terhadap ibu Beliau, Sang
Buddha naik ke alam Tāvaṭimsa untuk mengajarkannya
Abhidhamma sebagai balasan apa yang sudah dia lakukan
untuk Beliau. Dikarenakan Abhidhamma sangat luas
cakupannya, sangat panjang, dan sangat dalam, tidaklah
mungkin menyampaikan semua ajaran Abhidhamma terus
menerus dalam satu kali duduk di alam manusia. Rentang
hidup dewa dan rentang hidup manusia sangatlah berbeda;
seratus tahun umur manusia sama dengan satu hari di alam
dewa Tāvaṭimsa. Bisakah kita mendengarkan Dhamma
terus menerus selama seratus tahun? Ini tidaklah mungkin.
Oleh karena itu, Sang Buddha memilih alam dewa
Tāvaṭimsa untuk mengajarkan Abhidhamma selama retret-
hujan itu. Karena Sang Buddha adalah seorang manusia,
Beliau perlu makan setiap hari, jadi Sang Buddha turun ke
alam manusia setiap hari untuk mendapatkan makanan
Beliau. Setelah menggunakan kekuatan psikis menciptakan
badan Beliau di alam Tāvaṭimsa, dan membuat badan
ciptaan itu membabarkan Dhamma terus menerus, Beliau
lalu turun ke alam manusia.

166
Di sini saya ingin memotong cerita ini menjadi singkat.
Setelah tiga bulan, pengajaran itu selesai. Di akhir masa
retret-hujan, Sang Buddha memutuskan untuk kembali ke
alam manusia. Sang Buddha menyampaikan kepergian
Beliau pada Sakka, Raja para dewa. Beliau berpamitan
secara formal pada Raja dewa itu dengan membiarkan dia
mengetahui bahwa Beliau akan kembali ke alam manusia.
Ini terjadi di hari bulan purnama pada akhir retret-hujan.
Raja dewa itu menciptakan satu set tangga - yang terdiri
dari tiga tangga. Yang satu terbuat dari emas, yang kedua
dari ruby, dan yang ketiga dari perak. Ketiga tangga ini
ditempatkan berdampingan. Tangga emas di sisi sebelah
kanan disediakan untuk para dewa, yang perak di sebelah
kiri disediakan untuk para brahmā, dan tangga ruby di
tengah disediakan untuk Sang Buddha. Dengan cara ini,
ketika Sang Buddha turun dari alam Tāvaṭimsa ke alam
manusia, semua manusia, dewa, dan brahmā bisa melihat
satu sama lainnya. Dewa melihat brahmā dan manusia,
brahmā melihat dewa dan manusia, dan mereka semua bisa
melihat semua makhluk neraka. Manusia melihat semua
brahmā, dewa, dan makhluk di alam neraka. Setiap
makhluk bisa melihat satu sama lain. Ini adalah keajaiban
yang dibuat oleh Sang Buddha. Dengan memancarkan
sinar cahaya enam warna, Sang Buddha turun dari alam
Tāvaṭimsa ke alam manusia. Pada saat itu, tidak ada satu
pun di antara kerumunan penonton, tiga puluh enam
yojana keliling, yang tidak bercita-cita mencapai
Kebuddhaan setelah menyaksikan keagungan dan
kemuliaan Sang Buddha.
Saya akan mengulanginya lagi. Tidak ada seorang pun di
antara kerumunan penonton, tiga puluh enam yojana
keliling, yang tidak mempunyai cita-cita mencapai

167
Kebuddhaan ketika mereka menyaksikan keagungan dan
kemuliaan Sang Buddha.
Anda mungkin juga berada di antara kerumunan itu.
Apakah Anda berpikir begitu?
Bagi saya sendiri, saya pikir saya tidak berada di sana.
Seandainya saya berada di kerumunan itu, saya seharusnya
sudah mengakhiri penderitaan. Saya pikir saya tidak akan
ada di sini bertemu dengan Anda sekarang. Apakah Anda
menyadari bahwa mereka yang mempunyai kesempatan
bertemu dengan seorang Buddha hidup telah memenuhi
pāramī yang besar? Di bawah bimbingan langsung dari
seorang Buddha hidup, kebanyakan orang dengan pāramī
seperti itu akan bisa mengakhiri penderitaan. Oleh karena
itu, saya pikir Anda mungkin sedang berada di tempat lain
pada saat itu. Seandainya kita berada di kerumunan itu dan
melihat keagungan dan kemuliaan Sang Buddha, dan
seandainya kita membuat sebuah aspirasi mencapai
Kebuddhaan, bagaimana menurut Anda? Apakah kita
sudah pasti bisa menjadi Buddha?
Anda mungkin menjawab ‘memungkinkan’ setelah
mengumpulkan pāramī empat periode tak terhitung dan
seratus ribu kappa. Tetapi meskipun setelah empat periode
tak terhitung dan seratus ribu kappa, orang yang bercita-
cita menjadi seorang Buddha masih belum memungkinkan
untuk bisa merealisasinya. Ini hanya memungkinkan bagi
mereka yang sudah menerima sebuah nubuat pasti dari
seorang Buddha hidup. Ketika orang melihat keagungan
dan kemuliaan Buddha Gotamma ketika Beliau sedang
turun dari alam Tāvaṭimsa ke alam manusia, tidak ada
seorang pun di antara mereka yang tidak bercita-cita
mencapai Kebuddhaan, karena ini adalah sebuah
kesempatan langka menyaksikan penampakan seorang
168
Buddha hidup. Namun, tidak ada seorang pun yang
memenuhi persyaratan menjadi seorang Buddha. Tidak
seperti orang-orang itu, Petapa Sumedha sudah memiliki
semua persyaratan untuk pencapaian Kebuddhaan, ketika
beliau bertemu dengan Buddha Dīpaṅkāra. Karena Buddha
Dīpaṅkāra menyadari pāramī orang yang bertemu Beliau,
Beliau mengetahui bahwa kecuali satu orang, tak ada
seorang pun yang hadir pada kesempatan itu memenuhi
persyaratan menerima sebuah nubuat pasti menjadi
seorang Buddha di masa yang akan datang. Hanya Petapa
Sumedha yang menerima sebuah nubuat pasti dari Buddha
Dīpaṅkāra .
Apakah Anda tahu siapa yang bisa menerima sebuah
nubuat pasti? Ada delapan faktor yang diperlukan untuk
menerima sebuah nubuat pasti. 46 Mereka adalah:
1. Menjadi seorang manusia.
2. Menjadi seorang laki-laki.
3. Telah memenuhi semua kondisi yang diperlukan
untuk perealisasian Kearahatan.
4. Bertemu dengan seorang Buddha hidup.
5. Menjadi petapa yang percaya pada hukum kamma.
6. Telah mempunyai pencapaian jhāna dan kekuatan
supranatural tinggi.
7. Siap mengorbankan diri demi kesejahteraan seorang
Buddha
8. Mempunyai pengharapan yang kuat dan baik untuk
Kebuddhaan.

__________________

46 Buddhavaṃsapāḷi Bv.II syair 59 (Buddhavaṃsa 2.59):


Manussattaṃ liṅgasampatti, hetu satthāradassanaṃ.
Pabbajjā guṇasampatti, adhikāro ca chandatā.
Aṭṭhadhammasamodhānā, abhinīhāro samijjhati.
169
Sebagai Petapa Sumedha, jika beliau menginginkan, beliau
bisa menjadi seorang Arahat setelah mendengar sebuah bait
yang pendek, yang mana sesuai dengan persyaratan ketiga.
Beliau telah memenuhi pāramī seperti itu, sehingga jika
beliau menginginkan, beliau bisa menjadi seorang Arahat
dalam keberadaan itu. Namun, beliau melepaskan
kesempatan untuk merealisai pencapaian yang sangat
agung itu,
dan sebaliknya membuat aspirasi untuk menjadi seorang
Buddha agar bisa menolong semua makhluk menderita
dengan mengajarkan Dhamma. Tentang persyaratan
ketujuh, jika Buddha Dīpaṅkāra dan keempat ratus ribu
Arahat-Nya berjalan di punggung Petapa Sumedha yang
bertiarap seperti berjalan di atas sebuah jembatan,
Sumedha tidak akan bisa bertahan. Mengetahui ini dengan
baik, Petapa Sumedha tanpa ragu-ragu dan dengan penuh
semangat menyediakan dirinya dengan memberikan
pelayanan ini pada Sang Buddha. Tindakan seperti itu
disebut sebuah perbuatan bajik termulia (adhikārakusala).
Dan untuk persyaratan terakhir, bahkan jika seluruh alam
semesta diisi dengan batubara yang merah membara dan
tombak dengan ujung runcing, beliau tidak akan ragu-ragu
untuk menginjaknya demi pencapaian Kebuddhaan.
Lalu apakah mudah untuk menerima sebuah nubuat pasti?
Kita semua memerlukan kualitas ini jika kita ingin menjadi
seorang Buddha; seandainya kita ingin menjadi seorang
Buddha. Tidak peduli betapa besar keinginan kita, kita
masih belum menjadi seorang bodhisatta jika kita belum
menerima nubuat pasti dari seorang Buddha hidup. Itu
hanyalah sekedar harapan kita menjadi seorang Buddha.
Itu masih belum ada kepastian dan sama sekali belum pasti
apakah kita akan benar-benar menjadi seorang Buddha.

170
Kebuddhaan menjadi pasti hanya bila sudah menerima
sebuah nubuat pasti dari seorang Buddha, yang sebaliknya
hanya akan datang setelah memenuhi kedelapan kondisi
untuk menerima nubuat pasti itu. Mengetahui bahwa
Sumedha memiliki persyaratan yang dibutuhkan, Buddha
Dīpaṅkāra pergi mendatangi beliau dan berdiri di bagian
kepala Sumedha yang sedang tiarap. Buddha Dīpaṅkāra
menggunakan kekuatan supranatural Beliau melihat ke
masa yang akan datang untuk mengetahui apakah aspirasi
Sumedha menjadi seorang Buddha bisa terpenuhi dan
kemudian menyatakan,’Sumedha akan menjadi seorang
Buddha, Gotama namanya, setelah empat periode tak
terhitung dan seratus ribu kappa.’ Apakah Anda ingin
menjadi seorang Buddha? Saya tidak keberatan jika Anda
menginginkannya. Itu adalah pilihan Anda.
Untuk menjawab penanya, saya perlu menjelaskan lebih
lanjut. Tidakkah Sang Buddha mengajarkan jalan untuk
menjadi seorang Buddha? Atau apakah Sang Buddha
hanya mengajarkan jalan untuk Kearahatan? Ini adalah
pertanyaannya. Apakah Anda ingat hari ketika Sang
Buddha pergi ke tempat asal Beliau untuk mengunjungi
ayah-Nya, Raja Suddhodāna? Sanak keluarganya mengatur
agar yang muda memberi penghormatan pada Sang
Buddha. Namun, mereka yang tua atau orang yang lebih
tua, yaitu paman-paman, saudara laki-laki yang lebih tua,
berpikir demikian, ‘Ia adalah adik laki-lakiku.’ ‘Ia adalah
keponakan laki-lakiku.’ Mereka bisa saja tidak memberi
penghormatan pada Sang Buddha, yang lebih muda dari
mereka. Apa yang lalu dilakukan oleh Sang Buddha? Beliau
berpikir, ’Sanak keluarga-Ku tidak mengetahui siapakah
Sang Buddha. Mereka tidak tahu keagungan Sang
Buddha.’ Lalu Sang Buddha menggunakan kekuatan
supranatural Beliau untuk melakukan keajaiban. Hanya
171
setelah itu setiap orang membungkuk pada Sang Buddha
dengan menangkupkan telapak tangan.
Melihat ini, Y.M. Sāriputta bertanya pada Sang
Buddha,’Oh Buddha Yang Tercerahkan Sempurna, tak
tertandingi dan dihormati oleh semua makhluk di dunia,
bagaimana Anda memenuhi pāramī sehingga menjadi
seorang Buddha? Bagaimana bagi mereka yang ingin
menjadi seorang Buddha memenuhi pāramī sepenuhnya?
Sang Buddha kemudian mengajarkan cara latihan agar bisa
menjadi seorang Buddha. Dari sini kita bisa melihat bahwa
Sang Buddha sesungguhnya telah mengajarkan cara
menjadi seorang Buddha bagi mereka yang mempunyai
aspirasi seperti itu. Kita perlu mengerti bagaimana
memenuhi pāramī menjadi seorang Buddha. Jika Anda
mengikuti jalan yang diajarkan Sang Buddha, Anda
mungkin bisa menjadi seorang Buddha suatu hari. Namun,
setelah memenuhi pāramī menjadi seorang Yang
Tercerahkan Sempurna dan kemudian menjadi seorang
Buddha, tujuan utama Sang Buddha adalah mengajarkan
jalan mengakhiri penderitaan bagi makhluk hidup yang
datang di kehidupan ini dengan pāramī yang baik.
Mengakhiri penderitaan adalah sebagian besar apa yang
diajarkan Sang Buddha pada murid-murid Beliau, tetapi
Sang Buddha juga mengajarkan jalan menjadi seorang
Buddha.
Sangatlah langka menjadi seorang Buddha. Juga sangatlah
langka menjadi seorang bodhisatta sejati. Oleh karena itu,
jika Anda ingin menjadi seorang Buddha, Anda harus
pertama-tama menjadi seorang bodhisatta sejati. Setelah
itu, tolong penuhi pāramī paling sedikit empat periode tak
terhitung dan seratus ribu kappa.

172
Mengakhiri Pencarian yang Tanpa Akhir
Pertanyaan: Jika saya adalah jenis ketiga dari empat jenis
manusia,47 dan karena saya seorang umat awam, apa yang
seharusnya saya hindari dan apa yang seharusnya saya
tingkatkan agar bisa menjadi seorang Sotāpanna?
Jawaban: Apakah Anda ingin merealisasi Pengetahuan akan
Jalan dan Buah Pertama? Jika begitu, Anda perlu
meninggalkan rumah, jika tidak untuk seumur hidup
Anda, paling tidak untuk suatu jangka waktu tertentu. Jika
Anda tidak bisa melepas kehidupan duniawi secara
permanen untuk seluruh hidup Anda, untuk menjadi
seorang Sotāpanna masih memungkinkan, tetapi Anda
perlu berlatih sebagai seorang umat awam dengan
menghabiskan cukup banyak waktu tinggal di sebuah pusat
meditasi. Jika Anda tidak bisa melakukan ini, Anda perlu
mempunyai kesadaran dalam kehidupan sehari-hari Anda.
Anda perlu berlatih meditasi setiap hari di mana pun Anda
berada. Pelajarilah Dhamma, bacalah Dhamma,
dengarkanlah Dhamma lebih banyak. Hiduplah dengan
Dhamma. Kemudian ketika waktunya matang, Anda
mungkin bisa membuat keputusan untuk berlatih meditasi.
Namun, hidup tidaklah pasti. Kematian adalah pasti. Siapa
tahu kapan kita akan meninggal? Oleh karena itu, jika
pikiran Anda cenderung untuk berlatih meditasi, Anda
seharusnya memutuskan membuat persiapan untuk
melakukan itu.
Dalam lingkaran kelahiran kembali, tidak ada bentuk
kehidupan apa pun yang kita belum pernah terlahir. Kita
sudah terlahir sebagai manusia di banyak keberadaan.
___________________

47 Lihat hal 76 untuk penjelasan tentang empat jenis manusia.


173
Sebagai manusia, kita pernah sebagai raja, kita pernah kaya
sekali, dan kita pernah miskin sekali. Demikian juga, tidak
ada seorang pun yang belum pernah terlahir di alam-alam
dewa. Kita sudah pernah mengalami setiap jenis
kebahagiaan dari kesenangan indera, untung, terkenal,
sepanjang rangkaian banyak keberadaan. Selama banyak
keberadaan itu, Anda sudah mendapatkan dan mencapai
semua hal yang sekarang Anda kejar dengan bekerja keras
dalam kehidupan ini.
Anda sudah mencicipi setiap kemungkinan kesenangan
indera, tetapi satu rasa yang pasti belum pernah Anda cicipi
sampai saat ini yaitu rasa Dhamma. Ketidaktahuan, tidak
mengetahui kebenaran, menutupi kita sepenuhnya,
sehingga kita tidak melihat bahwa kita sudah mengalami
rasa dari setiap kesenangan indera. Kita menginginkan lagi
kesenangan-kesenangan itu dalam hidup ini, dan kita
mengejar dan merindukan mereka tak habis-habisnya.
Hidup Anda akan mencapai suatu akhir sebelum
pengejaran-pengejaran ini berakhir. Sebelum Anda berakhir
dengan pengejaran yang tak berujung ini, Anda akan
berakhir dulu. Jadi Anda seharusnya mengakhirinya secepat
mungkin. Apakah Anda mengerti apa yang saya
maksudkan? Anda seharusnya mengakhiri perjalanan yang
tanpa akhir. Sebagai gantinya, Anda seharusnya memulai
sebuah perjalanan yang mempunyai suatu akhir.

Sakkāya-Diṭṭhi dan Sotāpanna


Pertanyaan: Bhante mengatakan bahwa ketika sakkāyadiṭṭhi
dihancurkan, seseorang menjadi seorang Sotāpanna dan
tidak akan jatuh ke alam-alam penderitaan. Pertanyaan
saya adalah bagaimana tentang kamma buruk berat yang
174
telah dilakukan di kehidupan lampau atau di kehidupan ini,
sebelum dia menjadi seorang Sotāpanna? Mengapa kamma
itu tidak bisa efektif untuk kelahiran kembali, tetapi,
sebagai contoh, masih bisa berfungsi sebagai kamma
pendukung atau kamma penghancur?
Jawaban: Seorang yogi telah memupuk banyak kebaikan,
kamma bajik sebelum menjadi seorang Sotāpanna. Seorang
yogi juga telah melakukan banyak kamma tak bajik sebelum
menjadi seorang Sotāpanna. Seperti yang sudah saya
sampaikan pada Anda semua, orang biasa mempunyai
semua kekotoran batin; semua orang biasa mempunyai
kemarahan, delusi, nafsu, keserakahan, kesombongan, iri
hati, kikir, dan seterusnya. Jika kamma tak bajik muncul
pada saat menjelang ajal pada orang biasa ini, mereka
sudah pasti akan jatuh ke empat alam penderitaan. Semua
kamma mereka telah dilakukan dengan landasan
pandangan salah, khususnya sakkāyadiṭṭhi, pandangan
salah akan diri. Mereka masih belum menghancurkan
pandangan salah akan diri. Pengaruh sakkāyadiṭṭhi meliputi
segala sesuatu yang mereka kerjakan, segala sesuatu yang
sedang mereka kerjakan saat ini, dan segala sesuatu yang
akan mereka kerjakan. Oleh karena itu, kamma mereka
cukup kuat untuk membuahkan hasil di empat alam
penderitaan.
Tetapi bagi seorang yang telah mencapai Pengetahuan akan
Jalan dan Buah Pertama, Pengetahuan akan Jalan-nya
menghancurkan tiga ketidakmurnian. Pertama adalah
pandangan salah akan diri. Pada saat menjadi seorang
Sotāpanna Pengetahuan akan Jalan-nya menghancurkan
sakkāyadiṭṭhi dengan sepenuhnya. Sebelum itu, dia masih
memegang pandangan salah ini dan akan menganggap
badan ini adalah miliknya, dan lima agregat ini sebagai

175
miliknya. Dia masih memegang persepsi salah seperti itu
karena pandangan salahnya. Lebih lanjut, sebelum
mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Buah, dia masih
menganggap kekotoran batin yang muncul di pikirannya
sebagai kekotoran batinnya – sebagai kemarahannya,
delusinya, keserakahannya, kesombongannya,
keirihatiannya, kekikirannya, dan seterusnya. Dengan cara
ini kammanya diperkuat dengan dukungan sakkāyadiṭṭhi
yang sangat memengaruhinya.
Setelah mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Buah, dia
tidak lagi melihat badan sebagai miliknya. Dia tidak
menganggap lima agregat sebagai miliknya. Dia tidak
menganggap semua kekotoran batin sebagai miliknya. Dia
tidak memegang semua kamma yang dia lakukan sebagai
miliknya. Dia sekarang melihat bahwa semua hanyalah
karena sebab dan akibat saja. Jika ada sebab seperti ini dan
itu, akan ada akibat seperti ini dan itu. Tanpa dukungan
pandangan salah sakkaya ditthi, dan tanpa pengaruh
pandangan salah sakkāyadiṭṭhi, kamma buruk tidaklah
sekuat sebelumnya. Mereka menjadi tidak cukup kuat
untuk membuahkan kelahiran kembali di empat alam
penderitaan.
Lebih lanjut, mereka yang telah mencapai Pengetahuan
akan Jalan dan Buah Pertama telah menjadi murni dalam
moralitas. Mereka tidak akan pernah melanggar lima
moralitas. Orang biasa juga menjalankan lima moralitas,
tetapi mereka perlu membuat suatu usaha yang besar
menjalaninya dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk
itu. Ada dua kata bahasa Pāli yang ingin saya perkenalkan
pada Anda, puggalabyāpāra dan Dhamma-byāpāra.
Puggalabyāpāra berarti perbuatan seseorang menahan diri,
atau usaha untuk menahan diri. Ini mengacu pada

176
perbuatan yang dilakukan dengan usaha oleh manusia.
Sedangkan kata lainnya, Dhamma-byāpāra berarti
pengendalian diri secara otomatis yang dipengaruhi oleh
kebajikan Dhamma. Ini mengacu pada perbuatan yang
disebabkan oleh kualitas Dhamma. Keduanya ini sangatlah
berbeda. Orang biasa mencoba menghindari perbuatan
salah dengan pertolongan usaha mereka – dengan kata lain,
dengan bantuan puggalabyāpāra. Sebaliknya, Dhamma-
byāpāra sudah ditanamkan dengan kokoh pada mereka
yang mencapai Jalan dan Buah. Disebabkan oleh kekuatan
Dhamma, orang suci tidak akan melanggar lima moralitas.
Pencapaian mereka tidak akan pernah membiarkan mereka
melanggar satu pun lima moralitas ini. Ini adalah Dhamma-
byāpāra.
Lebih lanjut, objek saat menjelang ajal akan selalu baik
pada orang suci, termasuk yang baru tingkat pertama,
seorang Sotāpanna, karena pencapaian mereka. Karena
mereka telah menghancurkan sakkāyadiṭṭhi, semua kamma
buruk mereka tidak lagi didukung oleh sakkāyadiṭṭhi,
sehingga tidak mempunyai kekuatan untuk membuahkan
hasil pada saat menjelang ajal. Sementara kamma buruk
yang dikumpulkan tidak akan membuahkan hasil dalam
bentuk kesadaran penyambung-kelahiran kembali, tetapi
mereka mungkin membuahkan hasil setelah kelahiran
kembali. Dengan cara ini, Sang Buddha dan beberapa
murid-Nya masih harus mengalami penderitaan-
penderitaan tertentu di hidup mereka sebagai akibat dari
kamma buruk yang telah mereka lakukan di masa lampau.
Yang mana lebih kuat? Perbuatan yang disebabkan oleh
usaha manusia (puggalabyāpāra) atau perbuatan yang
disebabkan oleh kualitas Dhamma (Dhamma-byapara)?
Tanpa ragu-ragu, Dhamma-byapara adalah jauh lebih kuat.

177
Semoga Anda semua bisa mempunyai Dhamma-byapara
dalam kehidupan ini.

Objek Vipassanā Untuk Jalan dan Buah


Pertanyaan: Apakah kita bisa mencapai Pengetahuan akan
Jalan dan Buah dengan mengamati kemunculan dan
kelenyapan lima agregat, nāma dan rūpa, dan melihat
ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri? Atau apakah
kita perlu melihat ketidakkekalan, penderitaan dan tanpa-
diri dalam jhāna-dhamma pertama hingga jhāna-dhamma
keempat, sebelum kita bisa mencapai Pengetahuan akan
Jalan dan Buah?
Jawaban: Untuk membuat matang pengetahuan vipassanā,
Sang Buddha mengajarkan kita untuk merenungkan
ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri ketika melihat
kemunculan dan kelenyapan fenomena terkondisi dengan
kategori internal, eksternal, lampau, kini, yang akan datang,
dekat, jauh, superior, inferior, kasar, dan halus – semua
sebelas kategori Dhamma. Kita perlu merenungkan rūpa
dalam sebelas kategori ini, nāma dalam sebelas kategori
ini, nāma dan rūpa dalam sebelas kategori ini, lima agregat
dalam sebelas kategori ini, dan dhamma bajik maupun tak
bajik. Inilah apa yang kita semua perlu lakukan untuk
mematangkan pengetahuan vipassanā kita.
Ketika pengetahuan vipassanā Anda matang, sang guru
akan mengajarkan Anda bhaṅga-ñāṇa, yang hanya
menekankan pada kelenyapan dhamma terkondisi yang
disebutkan di atas. Jika Anda rajin dalam latihan Anda,
dimana Anda dengan rajin terlibat dalam latihan meditasi
vipassanā Anda sepanjang waktu dengan pengecualian
ketika Anda tidur, maka pengetahuan vipassanā Anda akan
178
semakin matang. Akhirnya Anda akan mencapai
Pengetahuan Ketenang-seimbangan Terhadap Bentukan
(saṅkhāruppekkhā-ñāṇa). Pada saat itu, sang guru akan
memberikan usulan pada Anda menurut pengalaman nyata
vipassanā Anda. Ketika Anda merenungkan
ketidakkekalan, penderitaan, atau tanpa-diri, ketika melihat
kelenyapan rūpa, jika suatu karakteristik suatu rūpa jelas
sekali, tolong habiskan lebih banyak waktu merenungkan
ketidakkekalan, atau penderitaan, atau tanpa-diri dengan
landasan karakteristik khusus rūpa itu. Jika Anda melihat
bahwa perenungan fenomena materi internal sangat jelas
dan sangat baik untuk Anda, dan jika Anda kemudian
melanjutkan berlatih vipassanā dengan merenungkan
ketidakkekalan, atau penderitaan, atau tanpa-diri, Anda
mungkin bisa mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Buah.
Jika Anda hanya merenungkan rūpa ekternal, Anda kadang-
kadang mungkin bisa merealisasi Jalan dan Buah ketika
melihat kelenyapan rūpa eksternal yang Anda renungkan
itu. Praktisi mencapai Pengetahuan akan Jalan dan Buah
kadang-kadang saat merenungkan ketidakkekalan, atau
kadang-kadang saat merenungkan penderitaan, atau
kadang-kadang saat merenungkan tanpa-diri. Kadang-
kadang Anda mungkin melapor pada sang guru dengan
mengatakan,’Bhante, ketika saya merenungkan jhāna-
dhamma pertama, saya merasa sangat baik.’ Dalam hal
seperti itu, tolong habiskan lebih banyak waktu
merenungkan jhāna-dhamma pertama dan melihat
kelenyapannya. Anda juga mungkin bisa mencapai
Pengetahuan akan Jalan dan Buah dengan cara itu.
Jadi salah satu dari objek-objek ini bisa menjadi objek
terakhir bagi pencapaian Pengetahuan akan Jalan dan Buah
Anda. Objek terakhir adalah hanya satu objek, bukan dua

179
atau lebih. Serupa dengan itu, perenungan pada objek
terakhir untuk pencapaian Pengetahuan akan Jalan dan
Buah adalah juga hanya satu dari tiga karakteristik dari
ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri.

Apakah Nibbāna? Apakah Ini Sebuah Alam?


Pertanyaan: Bisakah Bhante tolong jelaskan apa sebenarnya
Nibbāna? Ada beberapa orang yang mempunyai sudut
pandang bahwa Nibbāna adalah sebuah alam – sebuah
alam kekosongan atau sebuah alam dimana nafsu keinginan
lenyap. Dalam Buddhisme ada enam alam; apakah
Nibbāna bisa menjadi alam ketujuh?
Jawaban: Nibbāna adalah di luar dari tiga puluh satu alam
kehidupan. Ia di luar alam kehidupan. Ia bukanlah sebuah
alam.
Ada tiga jenis loka – okāsa-loka, satta-loka, dan saṅkhāra-
loka. Okāsa-loka mengacu pada alam-alam di mana
makhluk tinggal. Satta-loka mengacu pada semua makhluk
yang tinggal di berbagai alam. Dari sudut pandang mutlak,
okāsa-loka maupun satta-loka hanyalah muncul dan lenyap.
Mereka hanyalah fenomena batin dan materi yang muncul
dan lenyap. Oleh karena itu mereka disebut saṅkhāra-loka.
Jika Anda melihat dengan pengetahuan vipassanā pada
alam-alam di mana berbagai makhluk tinggal, atau pada
makhluk-makhluk yang tinggal di berbagai alam, baik
makhluk-makhluk maupun alam-alam hanyalah muncul
dan lenyap. Mereka hanyalah sekedar fenomena batin dan
materi yang muncul dan lenyap. Oleh karena itu mereka
disebut saṇkhāradhamma, atau saṅkhāra-loka. Lebih lanjut,
baik okāsa-loka maupun satta-loka adalah hanya konsep-
konsep (paññatti). Jika kita memecah konsep-konsep ini
180
menjadi kenyataan mutlak, mereka hanyalah fenomena
batin dan materi hakiki. Inilah hubungan antara ketiga loka
ini, tiga dunia ini.
Nibbāna adalah tak terkondisi (asaṅkhata). Untuk
mencapai Nibbāna, yang mana adalah Dhamma Tak-
terkondisi (asaṅkhata dhamma), Anda perlu mengetahui
dan melihat dhamma terkondisi, yaitu saṇkhāradhamma.
Ketika meditator merenungkan ketidakkekalan,
penderitaan, dan tanpa-diri mereka melihat kelenyapan
ketiga dhamma terkondisi ini (saṇkhāradhamma), sehingga
mereka ingin terbebas dari dhamma terkondisi yang terus
menerus muncul dan lenyap ini. Sebaliknya, jika mereka
ingin mencapai penghentian total kemunculan dan
kelenyapan – itu adalah Dhamma Tak-terkondisi, Nibbāna.
Nibbāna bukanlah sebuah alam. Nibbāna adalah sesuatu
yang direalisasi oleh pencapaian Jalan dan Buah. Nibbāna
adalah akaṭa – ia tidak dibentuk oleh siapa pun, atau
disebabkan oleh apa pun. Nibbāna adalah amata – ini
adalah tiada-kematian. Nibbāna adalah santisukha –
kebahagiaan sesungguhnya. Nibbāna adalah appaccaya –
tanpa sebab. Bukan Pengetahuan akan Jalan yang membuat
Nibbāna muncul; sebaliknya, pencapaian Pengetahuan
akan Jalan-lah yang merealisasi Nibbāna. Nibbāna selalu
ada setiap waktu. Jika ini disebabkan oleh Pengetahuan
akan Jalan, ia akan menjadi dhamma terkondisi. Ia
bukanlah dhamma terkondisi, ia adalah Dhamma Tak-
terkondisi. Apakah Sang Buddha muncul di dunia atau
tidak, Nibbāna selalu ada. Namun, hanya ketika Sang
Buddha muncul di dunia, maka jalan untuk mencapai dan
merealisasi Nibbāna ditemukan, dan begitulah Nibbāna
ditemukan oleh Sang Buddha.

181
Nibbāna bukanlah semacam alam di mana semua Buddha
Yang Tercerahkan Sempurna dan semua Arahat masuk.
Nibbāna sama sekali bukanlah sebuah alam. Hanya ketika
orang suci masih hidup dengan badan fisik barulah mereka
bisa mencapai atau mengalami Nibbāna setiap saat dengan
memasuki pencapaian Buah. Ini adalah sebuah pencapaian
yang bisa mereka alami secara praktis di dalam kehidupan
ini, dan bukan sebuah alam yang mereka masuki setelah
mereka wafat.

Apakah Nibbāna Satu-satunya Tujuan?


Pertanyaan: Apakah Nibbāna satu-satunya tujuan bagi
semua Buddhis?
Jawaban: Jika Anda suka, Anda bisa memilih untuk terlahir
kembali di alam brahmā. Anda juga bisa memilih terlahir
kembali di alam manusia lagi. Namun, tujuan terpenting
bagi mereka yang ingin mengakhiri penderitaan adalah
Nibbāna. Tujuan Anda mungkin berbeda tergantung pada
kecenderungan Anda, pengertian Anda, sudut pandang
Anda, desakan spiritual Anda, dan tingkat kemelekatan
pada hidup.

Apakah Pikiran Berhenti Ketika


Pencapaian Buah?
Pertanyaan: Apakah pikiran berhenti ketika seorang suci
memasuki Pencapaian Buah (phalasamāpatti) dengan
mengambil Nibbāna sebagai objeknya?

182
Jawaban: Pikiran tidak berhenti ketika seorang suci
memasuki Pencapaian Buah (phalasamāpatti) dengan
mengambil Nibbāna sebagai objeknya.
Ini dijelaskan oleh Sang Buddha pada Y.M. Ānanda di
Samadhi Sutta dari Aṅguttara Nikaya di dalam Bab
Sepuluh.48 Y.M. Ānanda bertanya pada Sang Buddha:
‘Bhante, apakah bisa seorang bhikkhu mencapai suatu
keadaan konsentrasi dimana ia tidak memiliki persepsi
akan (1) tanah sehubungan dengan tanah, (2) air
sehubungan dengan air (3) api sehubungan dengan
api (4) udara sehubungan dengan udara (5) landasan
ruang tak-terbatas sehubungan dengan landasan
ruang tak-terbatas (6) landasan kesadaran tak-terbatas
sehubungan dengan landasan kesadaran tak-
terbatas,(7) landasan kekosongan sehubungan dengan
landasan kekosongan, (8) landasan bukan persepsi,
maupun bukan-tanpa-persepsi sehubungan dengan
landasan bukan persepsi, maupun bukan-tanpa-
persepsi, (9) dunia ini sehubungan dengan dunia ini,
atau (10) dunia lain sehubungan dengan dunia lain,
tetapi dia masih mempunyai persepsi?’
‘Dia bisa, Ānanda.’
‘Tetapi bagaimana, Bhante, dia bisa mendapatkan
keadaan konsentrasi seperti itu?’
‘Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu memiliki persepsi
demikian: ”Ini adalah damai, ini adalah luhur, yaitu,

__________________

48 AN.X.1.1.6 Samādhisuttaṃ (AN 10.6 Ceramah Tentang


Konsentrasi, juga dikenal sebagai Samādhi Sutta).

183
penenangan semua aktivitas, pelepasan semua
kepemilikan, penghancuran nafsu keinginan, tanpa
nafsu, kepadaman, Nibbāna.” Adalah dengan cara ini,
Ānanda, seorang bhikkhu bisa mencapai suatu
keadaan konsentrasi seperti itu dimana dia tidak
mempunyai persepsi akan (1) tanah sehubungan
dengan tanah, (2) air sehubungan dengan air (3) api
sehubungan dengan api (4) udara sehubungan dengan
udara (5) landasan ruang tak-terbatas sehubungan
dengan landasan ruang tak-terbatas (6) landasan
kesadaran tak-terbatas sehubungan dengan landasan
kesadaran tak-terbatas,(7) landasan kekosongan
sehubungan dengan landasan kekosongan, (8)
landasan bukan persepsi, maupun bukan-tanpa-
persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi,
maupun bukan-tanpa-persepsi, (9) dunia ini
sehubungan dengan dunia ini, atau (10) dunia lain
sehubungan dengan dunia lain; tetapi dia masih
mempunyai persepsi.
Dalam sutta berikutnya, Y.M. Ānanda menanyakan
pertanyaan yang sama pada Y.M Sāriputta. Y.M.
Sāriputta menceritakan pengalaman beliau sendiri, yang
mana mirip dengan apa yang sudah digambarkan oleh Sang
Buddha.
Y.M. Ānanda kemudian bertanya untuk klarifikasi lebih
lanjut:
‘Tetapi, persepsi akan apa yang dimiliki oleh
Y.M.Sāriputta?’
Y.M. Sāriputta menjawab dengan memberikan sebuah
perumpamaan:

184
‘Satu persepsi muncul dan persepsi lainnya padam
pada saya: ”Penghentian dari keberadaan adalah
Nibbāna, penghentian dari keberadaan adalah
Nibbāna.’ Sama seperti api ranting pohon yang
terbakar, satu nyala api muncul dan nyala api
lainnya padam, begitulah satu persepsi muncul dan
persepsi lainnya padam pada saya: ”Penghentian
dari keberadaan adalah Nibbāna, penghentian dari
keberadaan adalah Nibbāna.” Pada saat itu, Sobat,
saya memiliki persepsi: ”Penghentian dari
keberadaan adalah Nibbāna.”49
Bagaimana kita bisa mengerti ini? Dengan niat untuk
memasuki Pencapaian Buah, seorang suci memasuki jhāna
pertama kasina tanah. Keluar dari sana, dia merenungkan
ketidakkekalan atau penderitaan, atau tanpa-diri dengan
melihat kelenyapan jhāna-dhamma pertama dari kasina
tanah. Lalu dia mencondongkan pikirannya untuk
memasuki Pencapaian Buah. Dan dia memasukinya
(phalasamāpatti) dengan mengambil Nibbāna sebagai
objeknya.
Pada saat itu, dalam pikirannya tidak ada persepsi akan
tanah sehubungan dengan tanah, tetapi terdapat persepsi
akan Nibbāna. Satu persepsi muncul dan persepsi lainnya
padam pada saat itu. Pencapaian Buah adalah bukan
‘kepadaman persepsi dan perasaan.’ Dengan cara yang

________________
49 AN.X.1.1.7 Sāriputtasuttaṃ (AN 10.7 Ceramah Tentang
Sāriputta): ‘Bhavanirodho nibbānaṃ bhavanirodhaṃnibbānaṃ’ –
‘Penghentian dari keberadaan adalah Nibbāna, penghentian dari
keberadaan adalah Nibbāna’. Kitab Penjelas Makna dari sutta ini
menafsirkannya demikian: ‘Pada saat itu, Sobat, saya memiliki persepsi
yaitu persepsi akan pencapaian Buah.’ Dengan kata lain, apakah
pikiran berhenti saat pencapaian Buah?
185
sama, seorang suci bisa memasuki pencapaian Buah,
mengambil Nibbāna sebagai objeknya, dengan
merenungkan ketidakkekalan, atau penderitaan, atau
tanpa-diri dengan melihat kelenyapan dari dhamma
terkondisi apa pun seperti fenomena materi atau batin
hakiki, atau jhāna dhamma apa pun, internal maupun
eksternal, dan di periode waktu – lampau, kini, atau akan
datang. Ada dhamma terkondisi dan ada Dhamma Tak-
terkondisi. Dhamma terkondisi muncul dan lenyap sangat
cepat sepanjang waktu. Dalam Dhamma Tak-berkondisi,
Nibbāna, fenomena batin dan materi padam secara total.
Jadi pikiran tidak berhenti ketika seorang suci memasuki
Pencapaian Buah. Terdapat persepsi akan Nibbāna.
Beberapa praktisi menyatakan bahwa mereka tidak
mengetahui apa-apa ketika mereka berada di Pencapaian
Buah, dan hanya ketika mereka keluar dari sana mereka
mengetahui bahwa mereka sudah memasuki Pencapaian
Buah. Jika ini demikian, maka mereka tidak mempunyai
persepsi akan Nibbāna pada saat itu. Sesungguhnya,
mereka sudah terjatuh ke dalam keadaan pikiran bhavaṅga,
sehingga mereka tidak mengetahui apa-apa dan tertidur
pulas. Apa yang mereka capai adalah ‘nibbāna tertidur’,
bukan Nibbāna seperti yang dinyatakan dan diajarkan oleh
Sang Buddha.

Pelimpahan Jasa dan Manfaatnya


Pertanyaan: Di dalam pikiran saya masih ada keragu-
raguan ini. Di setiap akhir ceramah Dhamma, kita selalu
melimpahkan jasa. Dua kalimat terakhir, kita melafalkan:
‘Mama puññabhāgaṃ sabbasattānaṃ bhājemi. Te sabbe me
samaṃ puññabhāgaṃ labhantu.’ Artinya adalah sangat
186
sederhana, yaitu, kita mengatakan bahwa kita melimpahkan
jasa perbuatan bajik kita dengan setara kepada semua
makhluk. Jadi pertanyaan saya adalah: Apakah kata “semua
makhluk” di sini berarti bahwa kita melimpahkan jasa
perbuatan bajik kita juga pada makhluk tak-hidup? Apakah
pelimpahan jasa perbuatan bajik kita menjangkau mereka
yang sedang menderita di alam penderitaan? Apakah ini
termasuk keluarga kita? Apakah mereka semua juga bisa
menerima pelimpahan jasa perbuatan bajik kita?

Jawaban: Sang Buddha mengajarkan murid-murid-Nya


untuk melimpahkan jasa pada yang sudah meninggal. Juga,
salah satu dari sepuluh kusala sucarita kamma (kamma bajik
berperilaku baik) adalah melimpahkan jasa, dan yang
lainnya adalah turut bergembira melihat pelimpahan jasa
yang dilakukan orang lain. Ini adalah dua jenis perbuatan
baik yang membentuk sepuluh perbuatan bajik - sucarita
kamma. Ini adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh
mereka yang mengerti bagaimana bertindak untuk kebaikan
mereka sendiri dan kebaikan yang lainnya. Setelah kita
melakukan perbuatan baik, kita seharusnya melimpahkan
jasa perbuatan bajik kita. Dengan niat ini, kita kemudian
melimpahkan kumpulan jasa perbuatan bajik kita pada
orang yang sudah meninggal. Kadang-kadang kita tidak
mempunyai intensi khusus pada orang meninggal tertentu,
dan kita hanya semata-mata melimpahkan jasa perbuatan
bajik pada siapa saja yang mendengar pelimpahan jasa kita.

Jika kita bergembira ketika orang lain melimpahkan jasa


perbuatan bajik mereka, kita juga mengumpulkan kamma
bajik. Jenis kamma bajik apa yang kita kumpulkan? Jika kita
bergembira ketika orang lain melimpahkan jasa perbuatan
bajik mereka, keadaan baik muncul di pikiran Anda. Inilah
inti dari pelimpahan jasa. Dengan cara ini, meskipun kita
187
mengatakan ‘semua makhluk” dalam ungkapan kita, ini
secara khusus merujuk pada mereka yang mendengar,
mereka yang tahu bagaimana turut bergembira, dan mereka
yang terlahir di salah satu alam setan kelaparan. Nama dari
jenis setan ini adalah ‘paradattūpajīvi peta’ – mereka hanya
bisa meningkatkan kehidupan mereka dengan turut
bergembira atas pelimpahan jasa yang dilakukan oleh sanak
keluarga mereka. Untuk alasan ini, kita melimpahkan jasa
perbuatan bajik kita.
Pelimpahan jasa adalah seperti menyalakan lilin. Anda
mempunyai lilin yang menyala, dan ada banyak di
sekeliling Anda yang memegang sebuah lilin di tangan
mereka. Anda lalu menyalakan lilin mereka. Kumpulan
sinar itu semakin besar, semakin terang, dan semakin kuat.
Inilah bagaimana pelimpahan jasa kumpulan kamma bajik
seseorang, bisa mengakibatkan jasa perbuatan bajik orang
itu bahkan menjadi lebih besar.
Ini mirip dengan mereka yang tahu bagaimana turut
bergembira dalam pelimpahan jasa yang dilakukan oleh
orang lain: Bukan hanya mereka bisa mengumpulkan
kamma bajik bagi mereka sendiri, tetapi mereka juga
mempunyai suatu kesempatan untuk mengumpulkan
kamma bajik, jika mereka tahu bagaimana turut bergembira
akan pelimpahan jasa orang lain. Meskipun mereka tidak
bisa membuat pelimpahan jasa sendiri, dengan turut
bergembira mereka memumpuk kamma bajik dan
memunculkan keadaan pikiran baik pada mereka. Jika
keadaan pikiran baik ini muncul pada saat menjelang ajal,
mereka akan terlahir di suatu alam bahagia.
Ini ditujukan bagi mereka yang mengerti bagaimana turut
bergembira dalam pelimpahan jasa yang dilakukan oleh
orang lain, dan bagi mereka yang mengerti betapa
188
pentingnya melimpahkan jasa bagi mereka yang sudah
meninggal maupun bagi mereka yang tahu bagaimana ikut
bergembira. Oleh karena itu, ini adalah hal yang kita semua
perlu lakukan, agar bermanfaat untuk kita sendiri dan juga
untuk yang lainnya.

Aspirasi dan Pelimpahan Jasa


Kita telah mengumpulkan banyak kamma bajik - melalui
dāna, sīla, dan bhāvanā. Tidak ada buah yang bisa
dibandingkan dengan perealisasian Nibbāna. Oleh karena
itu, semua perbuatan bajik yang sudah Anda kumpulkan
dalam retret ini seharusnya untuk perealisasian Nibbāna.
Pencapaian dan prestasi lainnya tidaklah begitu penting.
Anda mungkin masih belum bisa mengakhiri penderitaan
dalam jalan pencarian Dhamma Anda ini, karena
kumpulan pāramī Anda masih belum mencukupi; tetapi
Anda akan terlahir di sebuah alam bahagia apabila Anda
mempunyai aspirasi untuk merealisasi Nibbāna. Jadinya
Anda akan mempunyai kehendak untuk mengakhiri
penderitaan di setiap keberadaan, sehingga Anda akan
berusaha dengan penuh perhatian dari satu keberadaan ke
keberadaan selanjutnya.

Oleh karena itu, membuat sebuah aspirasi untuk


mengakhiri penderitaan adalah aspirasi yang tertinggi
dalam hidup kita. Jadi, marilah sekarang kita membuat
aspirasi dan melimpahkan jasa:

Idaṃ me puññaṃāsavakkhayāvahaṃhotu.
Idaṃ me puññaṃnibbānassapaccayohotu.
Mama puññabhāgaṃsabbasattānaṃbhājemi;
Te sabbe me samaṃpuññabhāgaṃlabhantu.

189
Semoga jasa kebajikan saya ini
mengarah pada penghancuran noda-noda.

Semoga jasa kebajikan saya menjadi kondisi


untuk perealisasian Nibbāna.

Saya melimpahkan jasa kebajikan saya ini kepada semua


makhluk.
Semoga semua makhluk menerima dengan setara jasa
kebajikan saya.

Sādhu! Sādhu! Sādhu!

190
Singkatan-Singkatan
Tentang kutipan Catatan kaki

Catatan kaki dikutip pertama-tama dari sumber Pāḷi,


Chaṭṭha Saṅgāyana Tipiṭaka, diikuti dengan format kutipan
paling umum di dalam terjemahan bahasa Inggris.

Singkatan-singkatan untuk Sumber Kutipan

AN Aṅguttara Nikāya

Dhp Dhammapada

DN Dīgha Nikāya

MN Majjhima Nikāya

SN Saṃyutta Nikāya

191
Buddhavandanā

Memberikan Penghormatan
pada Sang Buddha
Buddho Bodhāya deseti, danto yo damathāya ca;
Samathāya santo dhammaṃ, tiṇṇo’va taraṇaya ca;
Nibbuto nibbānatthāya, taṃ lokasaraṇaṃ name

Sang Buddha, Sang Tercerahkan, Sang Pelindung tiga alam,


Sang Arahat (Naga), setelah menembus Empat Kebenaran
Mulia dengan usaha-Nya sendiri dan berharap mencerahkan
yang lainnya, yang layak untuk tercerahkan seperti diri-Nya
sendiri; setelah menaklukkan diri-nya sehubungan dengan
enam indera, dan berharap untuk menaklukkan yang lainnya,
yang cocok untuk ditaklukkan seperti diri-Nya; setelah
mencapai kedamaian dalam diri-Nya, dan berharap yang
lainnya, yang layak untuk mencapai kedamaian seperti diri-
Nya; setelah menyeberangi pantai seberang lautan samsāra,
dan berharap yang lainnya, yang layak bisa menyeberangi
pantai seberang seperti diri-Nya; setelah memadamkan api
kekotoran batin pada empat tingkatan, dan berharap yang
lainnya, yang layak bisa memadamkan api kekotoran batin
seperti diri-Nya; tergerak oleh welas asih, Beliau membabarkan
Dhamma mulia pada dewa dan manusia selama empat puluh
lima tahun. Pada Beliau, Sang Buddha, Sang Naga, Sang
Pelindung tiga alam, saya memberikan penghormatan dengan
tubuh, ucapan, dan pikiran dengan segala kerendahan hati
sambil ber-anjali.

Semoga harapan mulia semua makhluk terpenuhi.


Semoga semua baik adanya dan berbahagia.

192
Hitvā kāme pabbajjiṃsu
Santo gambhiracintakā
Te tumepya anusikkhāvo
Pabbajitā supesalā

Orang bijak di masa lampau, di siklus dunia kini maupun


lampau, yang dipastikan menjadi Buddha Mahatahu, Buddha
Tersendiri, Orang Suci, telah merenungkan dengan mendalam
akan sifat alami sebenarnya dari kehidupan dan tanpa ragu-
ragu melepaskan semua kepemilikan makhluk hidup dan benda
mati, yang mana merupakan objek nafsu keinginan indera
hampir semua manusia dan yang rentan terhadap berbagai
kerugian dan bahaya. Melihat cacat yang melekat pada
kepemilikan itu, mereka memilih melepaskan kehidupan
duniawi dan hidup selibat di tempat terpencil agar bisa
melakukan latihan moralitas, meditasi konsentrasi, meditasi
vipassanā dengan rajin dan sungguh-sungguh.

Semoga manusia bijak saat kini, yang datang di kehidupan ini


dan dikarunia dengan kesempurnaan pelepasan, meniru
manusia agung di masa lampau dan tanpa ragu-ragu melepas
kehidupan duniawi dengan batin yang didasari kemurnian
moral. Semoga manusia bijak ini bisa hidup selibat di tempat
terpencil, dan bisa melakukan latihan dan praktik moralitas,
meditasi konsentrasi, meditasi vipassanā, dengan rajin dan
sungguh-sungguh.

Semoga semua mengetahui dan melihat Dhamma dalam


kehidupan ini.
Semoga semua bebas dari penderitaan.

193
Tentang Bhikkhu Revata
Bhikkhu Revata dilahirkan pada tahun 1971 di
Mawlamyine, Myanmar. Beliau mendapatkan gelar sarjana
dari Universitas Yangon tahun 1994, dan mengajar sendiri
teknologi komputer selama lima tahun. Beliau ditahbiskan
sebagai seorang bhikkhu Theravāda di Pa-Auk Tawya
tahun 1999, dengan Y.M. Pa-Auk Sayadaw U Āciṇṇa,
sebagai pembimbingnya. Beliau telah mempelajari literatur
dan Kitab Penjelas Makna Pāḷi, serta fasih berbicara dalam
bahasa Myanmar, Inggris, dan Thailand.
Setelah berlatih meditasi di bawah bimbingan Y.M. Pa-
Auk Sayadaw, Sayadaw U Cittara, dan Sayadaw U Sīla,
pada tahun 2002 beliau mulai mengajar meditasi pada yogi
lokal dan asing, yang ditahbiskan maupun umat awam, dan
saat ini sebagai seorang asisten guru dari Pa-Auk Sayadaw.
Beliau bertanggung jawab dalam pengajaran yogi lokal dan
asing, dan pelatihan praktisi yang berhasil agar bisa
mengajarkan meditasi sendiri.
Seorang meditator dan guru yang dihormati, beliau telah
mengajar dengan intensif di Myanmar maupun di luar
negeri. Beliau telah membimbing retret meditasi di
Tiongkok, Indonesia, Korea Selatan, Latvia, Malaysia,
Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Beliau telah menulis empat buku dalam bahasa ibunya, tiga
di antaranya bekerja sama dengan Y.M. Pa-Auk Sayadaw.
Sama seperti buku ini, kumpulan lain ajaran dan ceramah
Dhamma beliau telah dicetak dalam bahasa Inggris dengan
judul Awaken, O World! (2006), The Disciple Within (2008),
dan Bearers of the Burden (2011). Ceramah beliau telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, Indonesia,
Thailand, Vietnam, dan Tionghoa.

194
Ajaran-ajaran lain dari Bhikkhu Revata di e-book, audio,
dan dengan format video bisa didapatkan di internet
@www.revata-bhikkhu.org.

195
196

Anda mungkin juga menyukai