Anda di halaman 1dari 2

TIME TOKEN ARENDS 1998, OPTIMALKAN PRESTASI BELAJAR IPS

Oleh: Suyono,S.Pd.SD
Guru SD N 1 Ambal
Karangkobar- Banjarnegara

Banyak faktor yang menyebabkan materi pelajaran IPS sulit dipahami siswa,
diantaranya adalah faktor skenario pembelajaran dari guru dan perlakuan pembelajaran yang
sama untuk semua siswa tanpa memandang karakteristik individual siswa. Guru sering lupa
menyampaikan pembelajaran yang bervariasi, sehingga mereka cenderung menerapkan kegiatan
belajar mengajar yang sama untuk semua materi dan mata pelajaran. Hal ini tentu bisa
menyebabkan kesulitan sebagian siswa dalam menerima materi pelajaran bahkan bisa membuat
siswa jenuh dalam mengikuti pelajaran karena kegiatan pembelajaran yang monoton.
Berdasarkan hasi ulangan harian pada kelas V SD Negeri 1 Ambal yang mencapai
ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 70 sesuai Kecamatan Karangkobar menunjukkan hasil
yang memprihatinkan. Diperoleh data hasil nilai ulangan harian siswa dari 20 siswa hanya 8
siswa (40%) yang mencapai ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata 70 sesuai KKM yang
ditetapkan. Hal tersebut disebabkan oleh : guru belum maksimal menerapkan model
pembelajaran, rendahnya minat siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah, kurangnya
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.Selain hasil belajarnya yang masih rendah,
diketahui bahwa aktivitas belajar siswa juga masih rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut,
maka dilakukan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa, salah satunya dengan
menerapkan model pembelajaran Tito Arends 98 akronim dari Time Token Arends 1998.
Menurut Rusman (2011: 225) pernyataan dari Model Time Token adalah bahwa ada
hubungan kuat antara yang siswa lakukan di kelas atau lebih tepatnya mengeluarkan pendapat
dengan yang siswa pelajari. Berinteraksi di dalam kelas telah memberikan pengaruh besar pada
perkembangan siswa pada sisi social, kognitif, dan akademisnya. Konstruksi dan pemerolehan
pengetahuan, perkembangan bahasa dan kognisi, dan perkembangan keterampilan social
merupakan fungsi dari situasi dimana siswa berinteraksi.
Model Time Token digunakan (Arends, 1998) untuk mengatasi hambatan
pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok dan melatih dan mengembangkan
ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.
Pembelajaran cooperative dengan teknik time token dilaksanakan dengan langkah sebagai
berikut: Guru membagikan kartu untuk seluruh siswa dengan jumlah yang sama. Sebelum
berbicara, siswa menyerahkan kartu terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara satu
kartu. . Bagi siswa yang sudah habis kartunya tidak diperkenankan berbicara lagi sehingga
diharapkan seluruh siswa akan mempunyai keterlibatan atau partisipasi yang berimbang yang
berakibat pada pemahaman yang lebih baik. Contohnya seperti guru memberi sejumlah kartu
berbicara dengan waktu ± 30 detik per kartu pada tiap siswa.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Time token adalah suatu model pegajaran guru dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif. Tekniknya dapat membantu siswanya belajar di setiap mata pelajaran.
Siswa bekerja dalam kelompok kecil, saling membantu belajar satu sama dengan beranggotakan
2-6 siswa dengan memberikan kupon bicara pada siswa. Patokan bicara disini adalah bicara
sesuai dengan materi yang dibahas atau mempresentasikan materi, bukan bicara yang asal-asalan
yang tidak ada hubungannya dengan materi. Kemudian secara acak guru menunjuk salah satu
dari kelompok untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan di depan kelas, dengan
menggunakan kupon bicara tersebut.
Penerapan model pembelajaran Time Token Arends 1998 dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara).Melatih siswa untuk mengungkapkan
pendapatnya. Serta menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi,
memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik, hal ini dapat berimbas pada peningkatan
prestasi belajar IPS pada kelas V SD N 1 Ambal Kecamatan Karangkobar. Hal ini terbukti dari
20 siswa semula baru mencapai 40% (8 siswa) yang mencapai ketuntasan belajar dengan nilai
rata-rata 70 meningkat drastis menjadi 85% (17 siswa) mencapai ketuntasan belajar dengan nilai
rata-rata 85 jauh melebihi KKM yang ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai