Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah


Berdasarkan data UNESCO, mutu pendidikan matematika di Indonesia berada pada
peringkat 34 dari 38 negara yang di amati. Data lain yang menunjukan rendahnya prestasi
matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari hasil survei pusat statistika internasional untuk
pendidikan (National Center for Education statistics, 2003) terhadap 41 negara dalam
pembelajaran matematika di Indonesia mendapatkan peringkat ke 39 di bawah Thailand dan
Uruguay. Bahkan, sampai sekarang mata pelajaran matematika khususnya pada tingkat
sekolah dasar masih memiliki berbagai masalah diantaranya matematika dianggap mata
pelajaran yang tidak menarik dan diasumsikan sulit oleh siswa, serta sistem pengajaran guru
yang bersifat konvensional (Ujianto,2012).
Banyak para ahli yang mengemukakan faktor- faktor penyebab kesulitan belajar
dengan sudut pandang mereka masing- masing. Ada yang meninjau dari sudut intern anak
didik dan ada yang meninjau dari sudut ekstern anak didik (Djamarah, 2002:201). Menurut
Muhibbin Syah factor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-
fisik anak didik, yaitu yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual atau inteligensi anak didik, yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain
seperti labilnya emosi dan sikap. Dan yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain
seperti terganggunya alat- alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
Sedangkan faktor- faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan
sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik, yakni lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Adapun faktor- faktor penyebab kesulitan
belajar yang bersifat khusus, seperti sindrom psikologis berupa Learning Disability
(ketidakmampuan belajar). Sindrom adalah suatu gejala yang timbul sebagai indikator adanya
keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Misalnya: disleksia
yaitu ketidakmampuan dalam belajar membaca, disgrafia yaitu ketidakmampuan menulis,
dan diskalkulia yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
SMPN 10 Kendari memiliki 11 kelas yaitu kelas VII empat kelas, kelas VIII empat
kelas, dan kelas IX ada tiga kelas yang masing-masing kelas terdiri 35 siswa. SMPN 10
Kendari memiliki 4 guru matematika yang semuanya sarjana pendidikan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu guru matematika di Sekolah tersebut diungkapkan bahwa
prestasi siswa kelas IX B masih dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-
rata siswa pada semester gajil yaitu 59,19 yang hal ini ternyata dibawah nilai KKM sekolah
yaitu 60. Hal ini ternyata diakibatkan system pembelajaran yang diterapkan oleh guru
matematika di sekolah tersebut masih bersifat konvensional yang pembelajarannya berpusat
pada guru (Teached Oriented). Siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran karena guru
lebih memberikan materi bersifat ceramah, sedangkan aktivitas siswa hanya mendengar dan
mencatat saja, sangat jarang ditemukan diskusi kelompok atau bentuk tukar pikiran lainnya
baik dilakukan antara siswa terhadap siswa maupun tukar pikiran antara siswa dengan guru.
Menurut keterangan salah seorang guru matematika kelas IX B SMPN 10 Kendari,
bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam pokok bahasan kesebangunan dan
kekongruenan. Sementara itu, pada materi kesebangunan dan kekongruenan guru selalu
menerapkan model pembelajaran ceramah dalam proses pengajarannya sehingga siswa selalu
tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran. Akibatnya, siswa pasif dalam kegiatan
pembelajaran, aktivitas yang dilakukan sebagian besarnya adalah mendengar dan menctat
saja, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan
siswa belum maksimal dalam memahaminya.
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti berpendapat bahwa perlunya perbaikan
pembelajaran pada siswa kelas VIIB SMPN 10 Kendari. Hal ini dilakukan bertujuan untuk
agar siswa dapat ikut aktif dalam mengikuti kegiatan proses belajar mengajar selama
pembelajaran berlangsung. Siswa saling tukar pikiran melalui diskusi kelompok yang
diberikan dalam menyelesaikan soal pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Oleh
karena itu, dipandang perlunya sebuah model pembelajaran untuk mengaktifkan siswa selama
kegiatan belajar berlangsung yaitu model pembelajaran yang mendorong keaktifan, tanggung
jawab dan kemandirian.  Model pempelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan alat peraga
tangram diharapkan dapat mengaktifkan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung
dan mempengaruhi hasil prestasi akademik siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari pada pokok
bahasan kesebangunan dan kekongruenan.
Alat peraga menurut Soeparno (1987:2), pada hakikatnya adalah suatu alat yang
digunakan untuk memvisualkan suatu konsep tertentu saja misalnya seorang guru matematika
mengajarkan balok dengan menggunakan alat peraga berupa kardus bekas, kemasan produk
makanan yang berbentuk balok.Tangram merupakan salah satu alat peraga pendidikan yang
berupa teka teki (Mathematics Puzzle). Teka-teki ini bertujuan untuk membuat bentuk
tertentu menggunakan semua bangun yang tersedia. Beberapa ahli berpendapat bahwa
tangram bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai hal diantaranya (Bohning and
Althouse,1997, Krieger, 1991, National Council of Teacher’s mathematics,2003).
Pemanfaatan alat peraga tangram untuk dijadikan sebagai Mathematics Puzzle atau teka-teki
matematika terhadap keefektifan dalam menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari mata
pelajaran matematika.
Sesuai uraian diatas, maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas
Alat Peraga Tangram Sebagai Mathematics Puzzle Guna Menumbuhkan Minat Matematika
Pada Siswa SMPN 10 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pokok
Bahasan Kesebangunan dan Kekongruenan”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apakah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi
belajar siswa pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.
1.2. Batasan Masalah
Agar pembahasan pada penelitian ini tidak terlalu luas dan terarah, namun dapat
mencapai hasil yang optimal, maka penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu
akan meliputi penggunaan alat peraga tangram sebagai mathematic’s puzzle yang menjadi
solusi alternatif dalam menumbuhkan minat siswa SMPN 10 Kendari melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.

1.3. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1.         Seberapa tinggi efektivitas alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap
tumbuhnya minat siswa SMPN 10 Kendari dalam mempelajari matematika pokok bahasan
kesebangunan dan kekongruenan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2.         Seberapa tinggi efektivitas alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap hasil
prestasi belajar siswa SMPN 10 Kendari pada pokok bahasan kesebagunan dan kekongruenan
melalui pembelajaran tipe STAD?

1.4. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya dapat dirumuskan
seperti berikut ini.
1.      Untuk mengetahui keefektifan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle terhadap
tumbuhnya minat siswa SMPN 10 Kendari dalam mempelajari matematika pada pokok
bahasan kesebagunan dan kekongruenan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2.      Untuk mengetahui keefektifan alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap
hasil prestasi belajar siswa SMPN 10 Kendari pada pokok bahasan kesebagunan dan
kekongruenan melalui pembelajaran tipe STAD.

1.5. Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.      Bagi siswa : melalui alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle dapat 
menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari matematika
2.       Bagi guru    : melalui alat peraga tagram sebagai Mathematic’s Puzzle dapat dengan
perlahan akan memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di kelas
3.      Bagi sekolah : dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu
pendidikan sekolah khususnya dalam meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika.
4.      Bagi peneliti : agar memiliki khazanah keilmuan yang luas tentang model pembelajaran dan
memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran matematika.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Belajar


Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya (Usman, 1995: 5). Belajar
sebagai suatu proses, ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Winkel (1986:
36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif,
konstan dan berbekas.
Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kebiasaan,
kemampuan, keterampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara proses belajar
dengan lingkungannya. Selanjutnya Soejanto (1997: 21) menyatakan bahwa belajar adalah
segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan
perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan yang menyangkut banyak aspek,
baik karena kematangan maupun karena latihan. Perubahan ini memang dapat diamati dan
berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan yang relatif lama tersebut disertai dengan
berbagai usaha, sehingga Hudoyo (1990: 13) mengatakan bahwa belajar itu merupakan suatu
usaha yang berupa kegiatan hingga terjadinya perubahan tingkah laku yang relatif lama atau
tetap.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan berupa kegiatan positif untuk menghasilkan perubahan –
perubahan seperti kemampuan berpikir kritis, pemahaman, daya kreativitas, pengetahuan, dan
aspek positif lainnya yang merupakan hasil dari sebuah interaksi sosial.
Ada beberapa unsur belajar untuk mencapai tujuannya yaitu: (1) Motivasi belajar, (2)
Sumber Belajar, (3) Alat Belajar, (4) suasana belajar, dan (5) kondisi subjek belajar (Oemar
Hamalik, 1995:68). Kelima unsur inilah yag bersifat dinamis, yang sering berubah menguat
dan melemah atau mempengaruhi proses belajar siswa. Proses belajar pada hakikatnya
merupakan perubahan tingkah laku pada diri seseorang pada situasi tertentu yang berulang
ulang sesuai siatuasi dan kondisinya.
2.2.Alat Peraga
Alat peraga pendidikan adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga
dengan tujuan membantu guru agar proses pembelajaran siswa lebih efektif dan efisien
(Sudjana,2009). Wijaya dan Rusyan (1994) brependapat bahwa peran alat peraga yaitu
berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga
siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Alat peraga menurut Soeparno
(1987:2), pada hakikatnya adalah suatu alat yang digunakan untuk memvisualkan suatu
konsep tertentu saja misalnya seorang guru matematika mengajarkan balok dengan
menggunakan alat peraga berupa kardus bekas, kemasan produk makanan yang berbentuk
balok. Dengan menggunakan alat peraga tersebut diharapkan siswa dapat lebih muda
menangkap konsep yang disampaikan.
Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-
ciri dari konsep yang dipelajari (Elly Estiningsih, 1994). Alat peraga matematika adalah
seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja
yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip dalam matematika (Djoko Iswadi, 2003). Denga alat peraga, hal-hal  yang
abstrak dapat disajikan dalam bentuk model-model yang berupa benda konkret yang dapat
dilihat, dipegang, diputarbalikkan sehingga mudah dipahami. Fungsi utamanya adalah untuk
menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai
contoh, benda-benda konkret disekitar siswa seperti buah-buahan, pensil, buku, dan
sebagainya. Dengan benda-benda tersebut siswa mampu membilang banyanknya anggota dari
kumpulan suatu benda sampai menemukan bilangan yag sesuai pada akhir membilang.
Contoh lainnya, model-model bangun datar, bangun ruang dan sebagainya. Dari beberapa
pemaparan diatas, maka menurut hemat penulis bahwa alat peraga matematika adalah alat
atau media yang hendak diperagakan oleh guru atau siswa sehingga menimbulkan sebuah
ketertarikan siswa terhadap materi yang diajarkan yang aka berindikasi pada keefektivan
terhadap suatu pembelajaran.
Berikut akan di perlihatkan beberapa contoh alat peraga matematika yang sering
diperagakan oleh guru terhadap siswanya.

   
 Gbr. 1.1 Papan FPB dan KPK                                     Gbr.1.2 Luas Lingkaran

 Gbr. 1.3 Jaring-Jaring Kubus                           Gbr. 1.4 Teorema Pythagoras

Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan
dan jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam
memilih dan menggunakan alat peraga sesuai dengan tujuan yang akan diacapai dalam
pembelajaran, maka perlu diketahui fungsi alat peraga, yakni sebagai berikut :
1.      Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2.      Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena mrupakan bagian yang
integral dari situasi mengajar.
3.      Penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.
4.      Penggunaannya bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap).
5.      Untuk mempercepat proses pembelajaran (menangkap pengertian)
6.      Untuk memprtinggi mutu pembelajaran.
7.      sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika, memantapkan pemahaman
konsep, dan untuk menunjukan hubungan antara konsep matematika denga dunia sekitar serta
aplikasi konsep dalam dunia nyata.

Selain itu, penggunaan alat peraga, dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai
praktis sebagai berikut :
1.      Alat peraga dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa
dua orang yang hidup di dua lingkungan yang berbeda akan mempunyai pengalaman yang
berbeda pula sehingga satu sama lain dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
2.      Alat peraga memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan.
3.      Alat peraga menghasilkan keseragaman pengamatan.
4.      Alat peraga dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
5.      Alat peraga dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru.
6.      Alat peraga dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa dalam belajar
7.      Alat peraga dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai
kepada yang abstrak.

2.3.                     Tangram sebagai Mathematic’s Puzzle


Tangram disebut juga tujuh keping ajaib. keping-keping tersebut berupa bangun datar
yang disebut tan dan apabila disatukan akan membentuk persegi. Teka-teki ini bertujuan
untuk membuat bentuk tertentu menggunakan semua bangun yang tersedia dan. teka-teki ini
disebut-sebut sebagai pemula test psikologi yang digunakan untuk mengetes kemampuan
kreatifitas seseorang. Buku pertama yang menyebut tangram berjudul The Eighth Book Of
Tan , yang berisi sejarah fiktif tentang Tangram. Buku menceritakan sejarah fiktif tangram
bahwa permainan diciptakan 4.000 tahun sebelumnya oleh seorang dewa bernama Tan. Buku
ini meliputi 700 bentuk, beberapa diantaranya tidak mungkin dipecahkan.
Tangram adalah suatu permainan yang sudah di kenal di seluruh dunia. Menurut
dugaan, tangram ditemukan di Cina lebih lebih dari empat ribu tahun yang lalu. Permainan
ini berupa bujur sangkar yang di potong seperti tampak pada gambar dibawah ini.
                    Gbr. 1.5 Bentuk Tangram

Beberapa ahli berpendapat bahwa tangram bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai
hal diantaranya (Bohning and Althouse, 1997, Krieger, 1991, National Council of Teacher’s
mathematics,2003) yaitu mengembagkan rasa suka terhadap geometri, mampu membedakan
berbagai bentuk, mengembangkan kemampuan rotasi spasial, mengembangkan perasaan
intuitif terhadap bentuk – bentuk dan relasi – relasi geometri , mengembangkan kemampuan
pemakaian kata – kata yang tepat untuk memanipulasi bentuk (misalnya membalik, memutar,
menggeser), dan mempelajari apa artinya kongruen (bentuk yang sama dan sebangun).
Berikut adalah alat-alat dan bahan yang sangat diperlukan untuk membuat alat peraga
tangram adalah:
Tabel 1.1 Alat dan Bahan Tangram
       
No               Alat Bahan

1. Gergaji Triplek Triplek

2. Penggaris Kayu Cat 7 Warna

3. Pensil Lem Kayu


4. Martil Paku Kecil

       
Cara membuat alat peraga tangram adalah sebagai berikut.
a.       Buatlah persegi dengan ukuran cukup besar pada triplek.
b.      Bagilah persegi itu menjadi tujuh bagian
c.       Potonglah ketujuh bagian tersebut denga menyesuaikan ukuran triplek yang telah
disediakan.
d.      Catlah masing-masing potongan dengan warna yang berbeda agar tampak menarik.
e.       Buatlah meja kecil sebagai landasan tangram.
Berikut akan diperlihatkan bentuk-bentuk alat peraga tangram yang telah siap
diperagakan.

              Gbr. 1.6 Papan Tangram                           Gbr 1.7 Potongan Tangram

          Gbr 1.8 Tangram Bentuk Hewan              Gbr. 1.9 Siswa Peragakan tangram

Sedangkan teknik atau cara memperagakan alat peraga tangram adalah seperti berikut
ini.
a.       Model permainan tangram digunakan dengan cara merangkaikan potongan tangram dengan
menempelkan bagian sisi yang sama panjang sehingga terbentuk bangun geometri yang
dikehendaki.
b.      Untuk menerapkannnya dikelas, guru bisa menyuruh masing-masing siswa untuk menjiplak
7 bangun pada gambar di atas dengan kertas yang agak tebal. Kemudian gunting dan gunakan
untuk membuat bangun-bangun geometri.
c.       Setelah itu susunlah kembali bagun geometri tersebut sesuai ketentuannya.
2.4.   Model Pembelajaran Cooperatif Learning
Menurut Slavin (2009) pembelajaran kooperatif adalah metode atau model
pembelajaran dimana siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan
bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar individu dan kelompok. Sedangkan
menurut Suprijono (2010:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh
guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-
bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah
yang dimaksduk. Pembelajaran kooperatif juga didukung oleh teori Vygotski. Dukungan teori
Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses
dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut
Anita Lie dalam Suprijono (2010:56), model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo
homini socius yang hal ini berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa
manusia adalah mahluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua
kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama (zoon
Politicon). Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa model pembelajaran
cooperative learning adalah model pembelajaran yang selalu menekankan kebersamaan atau
jamaah dalam proses pembelajarannya, sehingga hal ini tidak mnjadikan siswa akan kesulitan
dalam menghadapi persoalan.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang
menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan
orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya
(Slavin, 1994). Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning dapat dituliskan dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 1.2 Pembelajaran Cooperatif Learning beserta langkahnya
     Tabel 1
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan
memotivasi siswa. pembelajaran dan
mengkomunikasikan
kompetensi dasar yang akan
dicapai serta memotivasi
siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi
kepada siswa
Langkah 3 Mengorganisasikan siswa Guru menginformasikan
ke dalam kelompok- pengelompokan siswa
kelompok belajar
Langkah 4 Membimbing kelompok Guru memotivasi serta
belajar memfasilitasi kerja siswa
dalam kelompok kelompok
belajar
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi
pembelajaran yang telah 
dilaksanakan
Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan
hasil belajar individual dan
kelompok.
Tabel 1.2

2.5.          Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Model pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD).
Pembelajaran kooperatif tipe STAD di kembangkan oleh Robert E. Slavin, di mana
pembelajaran tersebut mengacu pada belajar kelompok peserta didik. Dalam satu kelas
peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan anggota empat sampai lima orang,
setiap kelompok haruslah heterogen.
Jumlah peserta didik bekerja dalam kelompok harus dibatasi, agar kelompok yang
terbentuk menjadi efektif, karena ukuran kelompok akan berpengaruh pada kemampuan
kelompoknya. Ukuran kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
empat sampai lima orang. Kelebihan kelompok berempat menurut Lie, Anita (2007:47)
antara lain:
1.      Mudah dipecah menjadi berpasangan
2.      Lebih banyak ide muncul
3.      Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan
4.      Guru mudah memonitor
Slavin (Wardani, Sri, 2006:5-7) mengemukakan bahwa secara garis besar tahap-tahap
pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
1.      Tahap Penyajian Materi. Pada tahap ini, guru mulai dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran umum dan khusus serta memotivasi rasa keingintahuan peserta didik mengenai
topik/materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi yang bertujuan
mengingatkan peserta didik terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari agar peserta didik
dapat menghubungkan meteri yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki.
Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan dengan cara klasikal ataupun melalui
diskusi. Mengenai lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung
kepada kekompleksan materi yang akan dibahas.
2.      Tahap kerja Kelompok. Pada tahap ini peserta didik diberikan lembar tugas sebagai bahan
yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok ini, peserta didik saling berbagi tugas dan saling
membantu penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang akan
dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru
bertindak sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
3.      Tahap Tes Individual. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang akan
dicapai diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas, tes individual
biasanya dilakukan setiap selesai pembelajaran setiap kali pertemuan, agar peserta didik
dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok
Skor perolehan individu ini dikumpulkan dan diarsipkan untuk digunakan pada perhitungan
perolehan skor kelompok.
4.      Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu. Skor perkembangan individu
dihitung berdasarkan skor awal. Perhitungan skor perkembangan individu dimaksudkan agar
peserta didik terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.
5.      Tahap Penghargaan Kelompok. Pada tahap ini perhitungan skor kelompok dilakukan
dengan cara menjumlahkan masing-masing skor perkembangan individu kemudian dibagi
sesuai jumlah anggota kelompoknya. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan
perolehan rata-rata, penghargaan dikategorikan kepada kelompok baik, kelompok hebat dan
kelompok super.
Berdasarkan uraian di atas, dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan
pendekatan STAD guru harus melaksanakan langkah-langkah: penyajian materi, kegiatan
kelompok, tes individu, perhitungan skor setiap individu dan penghargaan kelompok. Guru
bisa menyajikan materi baik secara klasikal atau pun melalui diskusi, dan tetap harus
menyusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan mempersiapkan lembar kerja peserta
didik atau panduan belajar peserta didik, pembentukan kelompok belajar dan menjelaskan
pada peserta didik tentang tugas dan perannya dalam kelompok, juga mengenai perencanaan
waktu dan tempat duduk peserta didik. Supaya proses pembelajaran terlaksana dengan baik
segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik pula, agar peran aktif peserta didik dan
demokrasi benar-benar terlaksana.
2.6.                 Teori Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar
mengajar yang dialami siswa (Sudjana, 2005). Sementara menurut Gronlund (1985) hasil
belajar adalah suatu bagian pelajaran misalnya suatu unit, bagian ataupun bab tertentu
mengenai materi tertentu yang telah dikuasai oleh siswa. Sudjana (2005) mengatakan bahwa
hasil belajar itu berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar yang
dialami siswa, sebagaimana dituangkan dalam bagan berikut:

                                                 
                    Gambar 1.10 Hubungan Tujuan, Pengalaman, dan hasil Belajar

Bagan ini menggambarkan unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Hasil
belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar.
Adanya tujuan instruksional merupakan panduan tertulis akan perubahan perilaku yang
diinginkan pada diri siswa (Sudjana, 2005), sementara pengalaman belajar meliputi apa-apa
yang dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, mengobservasi, membaca, meniru,
mencoba sesuatu sendiri, mendengar, mengikuti perintah (Spears, dalam Sardiman, 2000).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada
kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik
berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini
aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya saja.
Djamarah (2003) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar
disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.
Clark (dalam Sabri 2005) mendukung hal tersebut dengan menyatakan bahwa 70% hasil
belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi
lingkungan.

2.7.                 Kerangka Berpikir


Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan
dan menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari matematika  adalah model pembelajaran
kooperatif learning tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif learning merupakan suatu
model pembelajaran dimana siswa dilatih untuk selalu bekerja sama atau berjamaah dalam
menyelesaikan sebuah persoalan yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran ini dituntut
agar siswa mampu menyelesaikan persoalan yang diberikan secara berkelompok, tidak secara
mandiri. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penerapan alat peraga tangram sebagai
Mathematic’s Puzzle dalam pembelajaran matematika. Karena dalam peragaan tangram siswa
dituntut untuk menyusun teka teki  atau puzzle yang diberikan oleh guru secara berkelompok
sehingga membentuk suatu bangun ruang tertentu melalui tujuh potongan tangram. Sehingga
jika alat peraga tangram diterapkan dan diperagakan melalui model pembelajaran kooperatif
tipe STAD maka akan menghasilkan siswa yang tumbuh dan berkembang minatnya dalam
mempelajari matematika. Selain itu, hal ini pula akan berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih mendorong kemandirian,
keaktifan, dan tanggung jawab dalam diri siswa, sehingga peserta didik lebih aktif selama
proses pembelajaran berlangsung. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
berbantua alat peraga tangram diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa kelas IX B
SMPN 10 Kendari dalam mencapai hasil prestasi belajar yang maksimal.

 
                   

                                                       
2.8.      Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah:
1.      Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga tangram dapat
meningkatkan minat siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari dalam belajar pada pokok bahasan
kesebangunan dan kekongruenan.
2.      Penerapan model penmbelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga tangram
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari pokok bahasan
kesebangunan dan kekongruenan.

BAB III.METODOLOGI PENELITIAN

3.1   Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian rencananya akan dilaksanakan di kelas IX B SMP Negeri 10 Kendari pada
semester genap tahun ajaran 2014/2015 yaitu pada bulan februari sampai maret 2014.
3.2     Subjek dan Objek Penelitian
Subyeka penelitian ini adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 10 Kendari yaitu 36
siswa yag terdiri 16 siswa putrid an 20 siswa putra. Sedangkan objek penelitian ini adalah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga tangram.
3.3     Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan
secara partisipatif dan kolaboratif yang bertujuan untuk meningkatkan minat belajar
matematika dan keaktifan siswa melalui pemanfaatan alat peraga tagram dengan model
pembelajaran kooperatif learning tipe STAD. Ada beberapa tahapan dalam penelitian ini
(Rochiati Wiriatmadja, 2005:66), yaitu:
1.      Perencanaan (Plan)
2.      Tindakan (Act)
3.      Pengamatan (Observe)
4.      Refleksi (Reflect)
Pada penelitian ini akan dilakukan dalam tiga siklus. Siklus akan dihentikan bila
kondisi kelas sudah stabil dalam hal ini guru sudah mampu menguasai kereampilan belajar
yang baru dan siswa telah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD serta
data yang ditampilkan dikelassudah jenuh, dalam arti telah terdapat minat dan keaktifan, serta
prestasi belajar siswa. Alur penelitiannya adalah :
 
                 Gambar 1.11 Model spiral dari Kemmis dan Taggart

3.4  Tahapan Penelitian


1.      Tahapan Penelitian Siklus I
a.      Perencanaan
            pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran,
Hand Out, Lembar Kerja Siswa, lembar observasi keaktifan, lembar angket respon siswa,
lembar observasi pelaksanaan pembelajaran STAD dan pedoman wawancara yang kemudian
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.
b.      Tindakan
            Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan dalam tiga kali pertemuan. Tahap
tindakan dilakukan oleh guru dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran matematika kelas IX B SMPN
10 Kendari. Materi yang akan diberikan adalah materi kesebangunan dan kekongruenan.
Adapun tindaka yang dilakukan pada tiap pertemuan yaitu :
1)      Pendahuluan
Guru menyampaikan presentasi kelas dengan mermberikan apersepsi dan motivasi kepada
siswa dalam mempelajari materi kesebangunan dan kekongruenan.
2)      Kegiatan Inti
·         Siswa belajar dalam kelompok
·         Guru memberikan penekanan dari hasil diskusi kelompok
·         Siswa mengerjakan kuis secara individu
·         Peningkatan nilai
·         Pemberian penghargaan kelompok
3)      Penutup
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang telah berhasil mencapai kriteria
keberhasilan.
c.       Observasi
            Dilakukan selama proses pembelajaran dengan menggunaka lembar observasi yang
telah disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam lembar observasi
dengan membuat lembar catatan lapangan. Hal –hal yang diamati selama proses
pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran dan aktivitas guru maupun siswa selama
pelaksanaan pembelajaran.
d.      Refleksi
            Pada tahap ini peneliti bersama guru melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan
dari siklus I yang digunakan sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus
berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan yang
dilaksanakan pada siklus II dan seterusnya.
2.      Tahapan penelitian Siklus II dan III
            Rencana tindakan sikus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap
pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. sedangkan kegiatan pada siklus III dimaksudkan
sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap hasil pembelajaran pada siklus II. Tahapan
tindakan siklus II dan III mengikuti tahapan tindakan siklus I.

3.5     Instrumen penelitian


Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.       Peneliti
Peneliti merupakan instrumen pertama, utama, sekaligus merupakan alat pengumpul data
utama. Selain itu, peneliti juga sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis
data, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian (Lexy J. Moleong, 2007: 168).
2.      Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan instrumen penelitian yang melibatkan peneliti, observer
dan subjek penerima tindakan (siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari) selama pengumpulan
data yang dilakukan secara sistematis. Dalam penelitian ini digunakan dua lembar observasi
yaitu lembar observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan lembar observasi
minat dan keaktifan siswa. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaraan kooperatif tipe
STAD digunakan sebagai pedoman peneliti dalam melakukan observasi pembelajaran
kooperati tipe STAD. Sedangkan lembar minat dan keaktifan siswa digunakan pada setiap
pembelajaran sehingga kegiatan observasi tidak terlepas dari konteks permasalahan dan
tujuan penelitian.
3.      Tes
Tes berupa soal uraian yang dilaksanakan di setiap akhir siklus pembelajaran. Tes
digunakan untuk mengetahui kemampuan pemahaman siswa mengenai materi yang telah
dipelajari di dalam pembelajaran matematika menggunakan menggunakan alat peraga
tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif tipe STAD terhadap
tumbuhnya minat belajar dan keaktifan siswa dalam pokok bahasan kesebangunan dan
kekongruenan.
4.      Angket
Angket merupakan instrumen penelitian yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawabnya.
Angket yang digunakan peneliti adalah angket minat belajar matematika dan angket respon
siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan alat peraga tangram sebagai
Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning tipe STAD. Angket minat belajar
matematika menggunakan pernyataan tertutup. Responden diminta untuk mengisi angket
dengan alternatif jawaban yang sudah ditentukan peneliti. Data yang diminta peneliti dari
responden yaitu hal-hal yang berkaitan dengan minat belajar matematika siswa kelas IX B
SMPN 10 Kendari.
Angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan alat peraga
tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning tipe STAD dengan
menggunakan pertanyaan terbuka. Responden bebas mengisi angket tersebut mengenai
pendapatnya tentang pembelajaran matematika pokok bahasan kesebangunan dan
kekongruenan menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model
kooperatif learning.Selain itu, angket juga digunakan untuk memperkuat data yang telah
diperoleh berdasarkan lembar observasi.
5.      Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan peneliti untuk mengetahui hal-hal yang lebih
mendalam. Wawancara ini ditujukan kepada guru matematika kelas IX B SMPN 10 Kendari
untuk mengetahui pendapat kolaborator mengenai keterlaksanaan kegiatan pembelajaran
matematika menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model
kooperatif learning serta minat belajar matematika siswa.
6.      Dokumentasi
Dokumentasi meliputi perangkat pembelajaran seperti RPP dan LKS, nilai tes siswa,
hasil penilaian presentasi tim serta data hasil observasi, angket dan wawancara. Selain itu,
dokumentasi juga meliputi data pendukung seperti jadwal kegiatan pembelajaran matematika,
daftar presensi siswa.
7.      Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang hasil pengamatan dikelas yang
tidak terdapat di lembar observasi. Dalam penelitian ini catatan lapangan digunakan untuk
mengamati hal-hal yang terjadi selama penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantua alat peraga.

3.6     Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:
1.       Observasi
Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan lembar observasi yang digunakan
untuk mencatat semua gejala-gejala yang muncul ketika pembelajaran berlangsung.
Pengamatan dilakukan di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Dalam
penelitian ini peneliti yang juga sebagai observer dibantu oleh dua orang observer yang lain.
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran matematika
menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif
learning tipe STAD. Observasi ini digunakan untuk mencatat keseluruhahan proses
pelaksanaan tindakan pembelajaran matematika yang berlangsung alat peraga tangram
sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning. Sedangkan untuk lembar
observasi minat belajar matematika digunakan untuk mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan minat belajar matematika siswa yaitu yang termasuk ke dalam indikator
minat belajar matematika.
2.       Tes
Tes dilakukan setiap akhir siklus. Tes ini terdiri dari soal uraian. Tes digunakan
untuk mengetahui kemampuan pemahaman siswa mengenai pokok bahasan yang telah
dipelajari di dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga tangram sebagai
Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning tipe STAD.
3.       Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan kepada siswa setelah
selesai melaksanakan tindakan pada setiap akhir siklus. Data dari angket digunakan untuk
memperkuat data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi. Angket ini terdiri dari
angket minat belajar matematika dan angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika
pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan menggunakan alat peraga tangram sebagai
Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif tipe STAD.
4.       Wawancara
Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
akan ditanyakan kepada responden. Selain itu, peneliti juga menggunakan telepon genggam
(handphone) yang digunakan untuk merekam suara ataupun kamera digital untuk
mendapatkan gambar video dari responden sehingga peneliti tidak merasa kesulitan untuk
mencatat jika jawaban yang diberikan responden terlalu banyak.
3.7        Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data,
penyderhanaan data serta transformasi data kaasar dari catatan hasil lapangan. Penyajian data
berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan diringkas
sehingga mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara bertahap kemudian dilakukan
penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin kemantapan
dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatatn dalam penelitian digunakan triangulasi.
Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2005 : 83).
1.   Analisis Data Observasi Keaktifan Siswa
Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui keaktifan siswa yang berpedoman
pada lembar observasi keaktifan siswa. Penilaian dilihat dari hasil skor pada lembar observasi
yang digunakan. Persentase dipeoleh dari skor pada lembar observasi dikualifikasikan untuk
menentukan seberapa besar kekatifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk
setiap siklus persentase diperoleh dari rata-rata persentase keaktifan siswa pada tiap
pertemuan. Hasil data observasi ini dianalisis denga pedoman kriteria sebagai berikut.
             Tabel 1.3 Kriteria Keaktifan Siswa
Persentase Kriteria
75 % - 100% Sangat Tinggi
50% - 74,99% Tinggi
25% - 49,99 % Sedang
0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam lembar observasi terdapat empat
kriteria penilaian, sehingga terdapat empat kriteria keaktifan. Cara menghitung kriteria
kekatifan siswa berdasarkan lembar observasi tiap pertemuan adalah sebagai berikut:

                        Persentase =  
2.   Analisis Angket Minat Siswa
Angket minat siswa terdiri dari 14 butir pertanyaan dengan rincian 12 butir
pertanyaan positif (+) dan dua butir pertanyaan negative ( - ). Penskoran angket untuk butir
(+) adalah 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk jawaban kadang-kadang,
dan 1 untuk jawaban tidak pernah. Untuk butir penskoran (-) adalah skor 1 untuk jawaban
selalu, 2 untuk jawaban sering, 3 untuk jawban kadang-kadang, dan 4 untuk jawaban tidak
pernah. Data hasil angket dibuat kualifikasi dengan kriteria sebagai berikut.
      Tabel 1.4 Kriteria Minat Siswa
Persentase Kriteria
75 % - 100% Sangat Tinggi
50% - 74,99% Tinggi
25% - 49,99 % Sedang
0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam angket minat terdapat empat
pilihan jawaban sehingga terdapat empat kriteria minat. Cara menghitung persentase angket
minat menurut (Sugiyono,2001:81) adalah sebagai berikut.

Persentase =  

3.   Analisis Hasil Belajar Siswa


Hasil tes siswa dianalisis untuk menentukan peningkatan ketuntasan siswa, nilai
individu, skor kelompok, dan penghargaan kelompok.
a.       Peningkatan ketuntasan mengikuti ketentuan sekolah bahwa “siswa dinyatakan lulus dalam
setiap tes jika nilai yang diperoleh ≥ 60 dengan nilai maksimal 100”. Maka dalam penelitian
ini juga menggunakan ketentun yang ditetapkan sekolah, untuk menentukan persen (%)
ketuntasan siswa dengan menggunakan perhitungan persen (%) ketuntasan yaitu sebagai
berikut.

 
b.      Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil elajar jangka pendeknya yang ditunjukan
dengan kenaikan nilai rata-rata tes pada setiap siklus. Dari data perolehan skor untuk setiap
tes, rata-rata nilai siswa dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.

 dengan X= nilai siswa dan n= jumlah siswa


c.       Peningkatan nilai individu siswa diperoleh dengan membandingkan skor dasar siswa (rata-
rata nilai tes siswa sebelumnya) dengan nilai kuis sekarang. Aturan pemberian skor
pebingkatan individu mengikuti aturan dalam Slavin (1995:80).
d.      Perolehan penghargaan kelompok dengan melihat jumlah rata-rata skor tiap kelompok.
Aturan perolehan penghargaan kelompok mengikuti aturan dalam Mohammad Nur
(2005:36).
3.8           Definisi Operasional Variable
Untuk menghindari perbedaan persepsi terhadap istilah dalam penelitian ini maka
diberikan defenisi operasional sebagai berikut:
1.   Alat peraga tangram adalah alat atau media yang akan diperagakan dalam sebuah
pembelajaran matematika yang berbentuk teka-teki (puzzle).
2.   Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang menuntut siswa
untuk menyelesaikan permasalahan secara berkelompok atau berjamaah, sehingga tidak
terdapat siswa yang kebingungan terhadap semua materi yang diajarkan dengan menuntut
nilai kemandirian keaktifan,dan tanggung jawab dalam diri siswa.

Anda mungkin juga menyukai