Gbr. 1.1 Papan FPB dan KPK Gbr.1.2 Luas Lingkaran
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan
dan jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam
memilih dan menggunakan alat peraga sesuai dengan tujuan yang akan diacapai dalam
pembelajaran, maka perlu diketahui fungsi alat peraga, yakni sebagai berikut :
1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2. Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena mrupakan bagian yang
integral dari situasi mengajar.
3. Penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.
4. Penggunaannya bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap).
5. Untuk mempercepat proses pembelajaran (menangkap pengertian)
6. Untuk memprtinggi mutu pembelajaran.
7. sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika, memantapkan pemahaman
konsep, dan untuk menunjukan hubungan antara konsep matematika denga dunia sekitar serta
aplikasi konsep dalam dunia nyata.
Selain itu, penggunaan alat peraga, dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai
praktis sebagai berikut :
1. Alat peraga dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa
dua orang yang hidup di dua lingkungan yang berbeda akan mempunyai pengalaman yang
berbeda pula sehingga satu sama lain dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
2. Alat peraga memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan.
3. Alat peraga menghasilkan keseragaman pengamatan.
4. Alat peraga dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
5. Alat peraga dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru.
6. Alat peraga dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa dalam belajar
7. Alat peraga dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai
kepada yang abstrak.
Beberapa ahli berpendapat bahwa tangram bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai
hal diantaranya (Bohning and Althouse, 1997, Krieger, 1991, National Council of Teacher’s
mathematics,2003) yaitu mengembagkan rasa suka terhadap geometri, mampu membedakan
berbagai bentuk, mengembangkan kemampuan rotasi spasial, mengembangkan perasaan
intuitif terhadap bentuk – bentuk dan relasi – relasi geometri , mengembangkan kemampuan
pemakaian kata – kata yang tepat untuk memanipulasi bentuk (misalnya membalik, memutar,
menggeser), dan mempelajari apa artinya kongruen (bentuk yang sama dan sebangun).
Berikut adalah alat-alat dan bahan yang sangat diperlukan untuk membuat alat peraga
tangram adalah:
Tabel 1.1 Alat dan Bahan Tangram
No Alat Bahan
Cara membuat alat peraga tangram adalah sebagai berikut.
a. Buatlah persegi dengan ukuran cukup besar pada triplek.
b. Bagilah persegi itu menjadi tujuh bagian
c. Potonglah ketujuh bagian tersebut denga menyesuaikan ukuran triplek yang telah
disediakan.
d. Catlah masing-masing potongan dengan warna yang berbeda agar tampak menarik.
e. Buatlah meja kecil sebagai landasan tangram.
Berikut akan diperlihatkan bentuk-bentuk alat peraga tangram yang telah siap
diperagakan.
Gbr 1.8 Tangram Bentuk Hewan Gbr. 1.9 Siswa Peragakan tangram
Sedangkan teknik atau cara memperagakan alat peraga tangram adalah seperti berikut
ini.
a. Model permainan tangram digunakan dengan cara merangkaikan potongan tangram dengan
menempelkan bagian sisi yang sama panjang sehingga terbentuk bangun geometri yang
dikehendaki.
b. Untuk menerapkannnya dikelas, guru bisa menyuruh masing-masing siswa untuk menjiplak
7 bangun pada gambar di atas dengan kertas yang agak tebal. Kemudian gunting dan gunakan
untuk membuat bangun-bangun geometri.
c. Setelah itu susunlah kembali bagun geometri tersebut sesuai ketentuannya.
2.4. Model Pembelajaran Cooperatif Learning
Menurut Slavin (2009) pembelajaran kooperatif adalah metode atau model
pembelajaran dimana siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan
bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar individu dan kelompok. Sedangkan
menurut Suprijono (2010:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh
guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-
bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah
yang dimaksduk. Pembelajaran kooperatif juga didukung oleh teori Vygotski. Dukungan teori
Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses
dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut
Anita Lie dalam Suprijono (2010:56), model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo
homini socius yang hal ini berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa
manusia adalah mahluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua
kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama (zoon
Politicon). Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa model pembelajaran
cooperative learning adalah model pembelajaran yang selalu menekankan kebersamaan atau
jamaah dalam proses pembelajarannya, sehingga hal ini tidak mnjadikan siswa akan kesulitan
dalam menghadapi persoalan.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang
menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan
orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya
(Slavin, 1994). Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu
sama lain.
Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning dapat dituliskan dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 1.2 Pembelajaran Cooperatif Learning beserta langkahnya
Tabel 1
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan tujuan
memotivasi siswa. pembelajaran dan
mengkomunikasikan
kompetensi dasar yang akan
dicapai serta memotivasi
siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi
kepada siswa
Langkah 3 Mengorganisasikan siswa Guru menginformasikan
ke dalam kelompok- pengelompokan siswa
kelompok belajar
Langkah 4 Membimbing kelompok Guru memotivasi serta
belajar memfasilitasi kerja siswa
dalam kelompok kelompok
belajar
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi
pembelajaran yang telah
dilaksanakan
Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan
hasil belajar individual dan
kelompok.
Tabel 1.2
Gambar 1.10 Hubungan Tujuan, Pengalaman, dan hasil Belajar
Bagan ini menggambarkan unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Hasil
belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar.
Adanya tujuan instruksional merupakan panduan tertulis akan perubahan perilaku yang
diinginkan pada diri siswa (Sudjana, 2005), sementara pengalaman belajar meliputi apa-apa
yang dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, mengobservasi, membaca, meniru,
mencoba sesuatu sendiri, mendengar, mengikuti perintah (Spears, dalam Sardiman, 2000).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada
kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik
berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini
aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya saja.
Djamarah (2003) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar
disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu.
Clark (dalam Sabri 2005) mendukung hal tersebut dengan menyatakan bahwa 70% hasil
belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi
lingkungan.
2.8. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga tangram dapat
meningkatkan minat siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari dalam belajar pada pokok bahasan
kesebangunan dan kekongruenan.
2. Penerapan model penmbelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga tangram
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari pokok bahasan
kesebangunan dan kekongruenan.
Persentase =
2. Analisis Angket Minat Siswa
Angket minat siswa terdiri dari 14 butir pertanyaan dengan rincian 12 butir
pertanyaan positif (+) dan dua butir pertanyaan negative ( - ). Penskoran angket untuk butir
(+) adalah 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk jawaban kadang-kadang,
dan 1 untuk jawaban tidak pernah. Untuk butir penskoran (-) adalah skor 1 untuk jawaban
selalu, 2 untuk jawaban sering, 3 untuk jawban kadang-kadang, dan 4 untuk jawaban tidak
pernah. Data hasil angket dibuat kualifikasi dengan kriteria sebagai berikut.
Tabel 1.4 Kriteria Minat Siswa
Persentase Kriteria
75 % - 100% Sangat Tinggi
50% - 74,99% Tinggi
25% - 49,99 % Sedang
0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam angket minat terdapat empat
pilihan jawaban sehingga terdapat empat kriteria minat. Cara menghitung persentase angket
minat menurut (Sugiyono,2001:81) adalah sebagai berikut.
Persentase =
b. Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil elajar jangka pendeknya yang ditunjukan
dengan kenaikan nilai rata-rata tes pada setiap siklus. Dari data perolehan skor untuk setiap
tes, rata-rata nilai siswa dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.