Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian, setelah penyakit
jantung di Amerika Serikat. Skrining kanker adalah modalitas untuk pencegahan
dan pengenalan dini kanker. Menurut CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit), kasus kanker baru yang diperkirakan pada tahun 2020 akan lebih dari
1,8 juta, dengan 606.520 kematian akibat kanker.
Sangat penting untuk membantu pasien kanker mengelola penyakit mereka
dan meningkatkan kondisi kesehatan dan kualitas hidup mereka. Terkait kanker
promosi kesehatan dan manajemen penyakit tidak sama. Manajemen penyakit
mengacu pada intervensi atau perawatan yang diarahkan dalam mengendalikan
dan mengelola kanker, menekankan klinis aspek dan pengendalian penyakit. Di
sisi lain, promotion bermaksud agar pasien kanker berperan aktif dalam
perawatan kesehatan mereka, menggabungkan beberapa kesehatan yang
diprakarsai sendiri perilaku, dan untuk meningkatkan tanggung jawab dan
komitmen mereka. menuju gaya hidup sehat.
Mengurangi risiko kanker paling efektif melalui penerapan gaya hidup
sehat, menghindari paparan karsinogen dari lingkungan ataupun factor gen,
dikombinasikan dengan skrining rutin.
Sebagai perawat khususnya mahasiswa keperawatan harus bisa memahami
dan mengetahui dengan “ Tren & Issue Tentang Penyebab Kanker dilihat
dari Faktor Gen, Makanan & Lingkungan “
Berdasarkan uraian diatas, maka kelompok dalam makalah ini membahas
tentang
“ Tren & Issue Tentang Penyebab Kanker dilihat dari Faktor Gen,
Makanan & Lingkungan “ berdasarkan jurnal- jurnal penelitian yang terbaru.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami dan mengetahui tentang “Bagaimana Tren & Issue tentang Penyebab
Kanker dilihat dari Faktor Gen, Makanan & Lingkungan ”
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Menjelaskan tentang Bagaimana Tren & Issue tentang Kanker pada saat ini
1.2.2.2 Menjelaskan tentang Gen Penyebab Kanker
1.2.2.3 Menjelaskan tentang Makanan Penyebab Kanker
1.2.2.4 Menjelaskan tentang Lingkungan Penyebab Kanker
1.2.2.5 Menjelaskan Pencegahan Kanker

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, sebagai
berikut:
1.3.1 Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini sebagai bahan kajian ilmu untuk dasar pengetahuan tentang
landasan tentang “Bagaimana Tren & Issue tentang Penyebab Kanker dilihat
dari Faktor Gen, Makanan & Lingkungan ” guna sebagai bahan masukan dan
evaluasi untuk usaha promosi Kesehatan menuju hidup sehat pada pasien
terutama pasien Kanker.
1.3.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan
Makalah ini diharapkan sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa dalam
memahami konsep landasan dari “Bagaimana Tren & Issue tentang Penyebab
Kanker dilihat dari Faktor Gen, Makanan & Lingkungan ”
Bab I

Tinjaun Pustaka

1.1 Tren & Issue Tentang Kanker pada Jurnal


Pencegahan kanker – makalah ulasan
Anna Maria Lewandowska 1,AB,DE , Tomasz Lewandowski 1,AB,E, Marcin Rudzki 2,EF,
Sławomir Rudzki 3,EF , Barbara Laskowska 1,B,D, F
1 Sekolah Tinggi Teknologi dan Ekonomi Negeri, Jarosław, Polandia
2 Ketua dan Departemen Ortopedi Rahang, Universitas Kedokteran,Lublin,Polandia
3 Ketua dan Departemen Bedah Umum dan Transplantasi dan Nutrisi, Universitas
Kedokteran, Lublin, Polandia
A – Konsep dan desain penelitian, B – Pengumpulan dan/atau perakitan data, C – Analisis
dan interpretasi data,
D – Penulisan artikel, E – Revisi kritis artikel, F – Persetujuan akhir artikel
Lewandowska AM, Lewandowski T, Rudzki M, Rudzki S, Laskowska B. Pencegahan kanker
– makalah ulasan. Ann Agric Lingkungan Med. 2021; 28(1):
11–19. doi: 10.26444/aaem/116906

Abstrak
Pengantar. Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat
mayoritas penyakit kanker. Saat ini, penyakit ini merupakan penyebab kematian
kedua di Polandia dan Amerika Serikat. Jumlah kasus neoplasma ganas di Polandia
meningkat lebih dari dua kali lipat selama tiga dekade terakhir. Menurut National
Cancer Registry, di Polandia tentang 95,5 orang per seribu meninggal setiap tahun
akibat neoplasma ganas. Data epidemiologi terkini tentang kanker
mengkhawatirkan karena Organisasi Kesehatan Dunia memprediksi peningkatan
yang signifikan dalam kejadian kanker pada populasi umum.
Masalah yang cukup signifikan dalam skala global ini menuntut dicarinya metode
pencegahan yang lebih efektif sehingga semakin banyak perhatian diberikan pada
pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan dan deteksi dini kanker telah menjadi
prioritas kebijakan kesehatan nasional di banyak negara Eropa. Sejumlah penelitian
di seluruh dunia membuktikan bahwa mengurangi risiko kanker paling efektif
melalui penerapan gaya hidup sehat, menghindari paparan karsinogen,
dikombinasikan dengan skrining rutin.
Objektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau pengetahuan tentang
pencegahan kanker, termasuk hasil penelitian terbaru.
Kesimpulan. Karena peningkatan sistematis dalam kejadian kanker, penekanan
yang kuat harus ditempatkan pada pencegahan. Tindakan preventif membawa
manfaat tidak hanya bagi individu, tetapi merupakan aspek penting dari kebijakan
kesehatan. Pentingnya pencegahan primer dalam kaitannya dengan orang sehat
telah ditunjukkan, termasuk pencegahan sekunder yang ditujukan untuk:
mengendalikan faktor risiko dalam kaitannya dengan orang yang terpapar.
Kombinasi kegiatan ini menjadi penting elemen dalam menjaga kesehatan individu,
serta masyarakat.
Kata kunci, kanker, Faktor Risiko, pencegahan kanker.

Intervensi keperawatan berfokus pada promosi kesehatan


perilaku pada pasien kanker dewasa: tinjauan pelingkupan
Neoplasma; Keperawatan Onkologi; Promosi kesehatan; Pendidikan kesehatan; Tinjauan.
www.scielo.br/reeusp
Rev Esc Enferm USP · 2021;55:e03673
doi: https://doi.org/10.1590/S1980-220X2019039403673
Penulis yang sesuai:
Nuno Miguel dos Santos Martins Peixoto 1
Tiago Andre dos Santos Martins
Peixoto 1 Candida Assunção Santos Pinto 2
Célia Samarina Vilaça de Brito Santos 2
1 Universitas Porto, Institut Abel Salazar
Ilmu Biomedis, Porto, Portugal.
2 Sekolah Perawat Porto, Porto, Portugal.

ABSTRAK
Tujuan: Tinjauan ini bertujuan untuk memetakan dan memberikan gambaran literatur
tentang strategi keperawatan dan program intervensi yang mempromosikan perilaku
sehat dalam pasien kanker. 
Metode: Tinjauan pelingkupan dilakukan dengan menggunakan metodologi kerangka
kerja yang dikembangkan oleh Joanna Briggs Institute dan item pelaporan pilihan untuk
tinjauan sistematis dan ekstensi meta-analisis untuk tinjauan pelingkupan. Dua belas
database ditelusuri (2012-2019). Data yang diambil termasuk eksplorasi analisis
deskriptif karakteristik metodologi dan hasil studi. 
Hasil: Dari 1589 studi, 12 adalah termasuk. Sebagian besar penelitian termasuk pasien
pada periode bertahan hidup (n = 10) dan dipilih strategi intervensi yang berfokus pada
pengetahuan dan kesadaran pasien (n=8). Pendidikan sesi didukung oleh bala bantuan
perubahan perilaku dan insentif motivasi. Hanya dua dari studi yang dipertimbangkan
menganalisis efektivitas biaya intervensi, tetapi tidak ada mengungkapkan biaya terkait
intervensi. 
Kesimpulan: Intervensi keperawatan efektif dalam mempromosikan perilaku kesehatan
ketika termasuk pendidikan kesehatan dan dorongan terhadap mengubah. Survivorship
adalah waktu yang tepat untuk promosi kesehatan. Perawat dapat dipertimbangkan
promotor kesehatan, dengan mendorong pendidikan kesehatan dan meningkatkan
motivasi penyintas.

1.2 Tren & Issue Tentang Penyebab Kanker dilihat dari Faktor Gen, Makanan &
Lingkungan.
Pengertian
Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak
normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya
serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis. Sel
kanker bersifat ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis sel di tubuh
manusia. Proses terjadinya metastasis karsinoma belum dapat ditentukan secara
pasti, namun para ahli membuktikan bahwa ukuran tumor berkaitan dengan kejadian
metastatis, yaitu semakin kecil tumor maka semakin kecil juga kejadian
metastatisnya. (Arafah, 2017).

1.2.1 Gen Penyebab Kanker


 Gen penekan tumor
Gen penekan tumor diperlukan untuk mempertahankan pembelahan sel
tetap terkontrol, gen penekan tumor yang berfungsi normal akan mengontrol
siklus perkembang biakan sel, replikasi DNA, dan pembelahan sel. Bila
tidak berfungsi dengan baik maka perkembang biakan sel tidak dapat
terkendali dan menimbulkan kanker. (Syaifudin, 2012).
Beberapa kanker timbul sebagai akibat hilangnya atau tidak
berfungsinya gen penekan tumor secara sempurna. Kunci dari protein
pengatur gen ada-lah gen ini dikode dari dua pro-tein penekan tumor
yaitu PRB dan P53. Bentuk aktif PRB ber-tindak sebagai penghambat
re-plikasi DNA. Mutasi dari gen pRb menyebabkan setiap protein
yang dihasilkan menjadi tidak aktif dan mengakibatkan pem-belahan
sel tidak terkendali. Gen p16 dan pRb bertindak sebagai pe-ngatur
siklus sel. (Asmuddin: 2004).
 Onkogen
Sel normal tumbuh dalam satu lapisan datar yang berhenti membelah
apabila sel tersebut berhubungan satu sama lain (inhibisi kontak). Sel yang
mengalami transformasi tidak memiliki inhibisi kontak. Sel tersebut menjadi
bulat dan bertumpuk-tumpuk. Gen seperti src yang menyebabkan
transformasi sel, yang menyebabkan sel membuat pola pertumbuhan khas sel
kanker, disebut onkogen.

Gambar 1. Protein yang dihasilkan oleh onkogen.


Pada (Gambar 1.) protein yang dihasilkan onkogen ternyata adalah
varian mutan dari factor pertumbuhan, reseptor di membrane sel, protein
yang dikenal sebagai transducer yang meneruskan sinyal dari reseptor yang
berikatan dengan ligan ke protein intrasel, atau protein pengatur yang
merangsang ekspresi gen di inti sel. (Marks. 2000).
 Proto-onkogen
Proto-onkogen adalah sel normal yang mengkode protein untuk
merangsang pertumbuhan dan pembelahan sel normal. Proto-onkogen dapat
berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi, atau bila ekspresinya
meningkat.

Gambar 2. Perubahan genetic yang dapat mengubah proro-onkogen menjadi


onkogen.
Pada (Gambar 2.) Prto-onkogen yang berakhir pada daerah sambung
dapat berdekatan dengan suatu promoter aktif yang meningkatkan transkripsi
gen, menjadikan gen tersebut onkogen. Peningkatan ekspresi gen dapat juga
terjadi ketika proto-onkogen berada di bawah control promoter yang lebih
aktif melalui transposisi gen atau promoter di dalam kromosom. (Campbell.
2002).
Ada 3 mekanisme yang dapat memproduksi onkogen dari proto-
onkogen yaitu:
 Point mutasi diproto-onko-gen hasil dari pengkodean produk
protein.
 Reduplikasi lokal dari segmen DNA yang didalamnya ada proto-
onkogen.
 Translokasi kromosom yang menyebabkan pengontrol pembelahan
sel menjadi ti-dak terkontrol. (Asmuddin: 2004).
 Karsinogen
Karsinogen (carcinogene) adalah bahan yang dapat memicu
terjadinya kanker atau keganasan. Karsinogen dapat memengaruhi DNA
atau suatu protein yang berperan pada pengaturan siklus pembelahan sel.
Umumnya karsinogen dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan
kimia, radiasi, dan virus. (Sudiana, 2008).
 Bahan Kimia
Bahan kimia dapat memicu terjadinya suatu keganasan karena
dapat menimbulkan mutasi pada DNA. Terjadinya penyakit keganasan
dikelompokkan menjadi dua fase, yaitu initiation phase dan promotion
phase.
Hal ini dapat dijelaskan apabila bahan yang bersifat karsinogenik
masuk ke dalam tubuh, maka di dalam tubuh bahan ini langsung
mengalami proses detoksifikasi untuk kemudian diekskresi. Apabila
proses ini tidak dapat dilakukan oleh tubuh, maka hasil metabolit dari
bahan karsinogenik ini akan mengadakan ikatan dengan rantai DNA,
sehingga DNA menjadi cacat (defect). Sebagai akibat dari adanya
kecacatan DNA, tubuh berusaha untuk melakukan perbaikan DNA
(DNA repair). Bila perbaikan DNA tidak berhasil, sel yang memiliki
DNA abnormal akan dimusnahkan. Apabila proses pemusnahan tidak
dapat dilakukan oleh tubuh, maka sel tersebut memiliki DNA cacat yang
bersifat permanen. Kondisi ini dikenal dengan initiation phase.
Selanjutnya, sel yang memiliki DNA cacat akan mengalami proliferasi
dan diferensiasi, serta berkembang menjadi malignant (ganas). Kondisi
ini dikenal dengan promotion phase. (Sudiana, 2008).
 Radiasi
Terdapat 2 macam radiasi yaitu radiasi ionisasi (misalnya sinar
X) dan non-ionisasi (sinar ultraviolet). Keduanya adalah bagian dari
spektrum gelombang elektromagnetik. Sinar X berasal dari tambang
uranium, kosmik, alat diagnostik penyakit, alat terapi radiasi, kecelakaan
nuklir, bom atom dan sampah radioaktif. Sinar ultraviolet berasal dari
matahari.
Sinar ultraviolet menyebabkan tumor pada paparan berulang dan dosis
tertentu. Jaringan yang terkena adalah kulit. Pada bibir terutama
karsinoma sel skuamosa dan paling jarang melanoma malignum tetapi
merupakan penyebab kematian utama kanker kulit. CFC
(chlorofluorocarbon) menyebabkan berkurang tebalnya lapisan ozon di
stratosfer sehingga radiasi ultraviolet matahari lebih banyak sampai ke
permukaan bumi. Orang yang genetik melaninnya lebih sedikit lebih
tinggi risiko terkena kanker kulit. Terjadinya kanker karena radiasi sinar
X dan ultraviolet menimbulkan sejumlah lesi yang berbeda pada DNA
sel. (Kartawiguna, 2001).
 Virus
Banyak kanker pada binatang disebabkan oleh virus, pada
manusia, virus adalah penyebab kanker tertentu. Dari penyelidikan virus
DNA atau virus RNA (retrovirus) yang membentuk tumor ganas
didapatkan terbentuknya tumor ganas karena onkogen virus yang masuk
ke gen sel penderita yaitu integrasi sebagian atau seluruh DNA virus atau
DNA copy dari RNA retrovirus ke kromosom penderita. Dengan cara
langsung pengaktifan onkogen sel penderita atau dengan cara
menghilangkan fungsi gen supresor tumor penderita sebagai akibat
mutasi gen penderita terbentuk neoplasma. (Kartawiguna, 2001).
 Mutasi
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA
maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun
pada taraf kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut
aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru.
(Warmadewi, 2017).
Mutasi dalam Kanker Payudara
Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2
 Mutasi delesi baik pada gen BRCA1 maupun BRCA2 membuat
penderita berisiko 4 kali untuk menderita kanker payudara
kontralateral.
 Mutasi delesi missense pada gen BRCA1 meningkatkan risiko 6 kali
untuk menderita kanker payudara kontralateral.
 Mutasi splice, frameshift, nonsense pada BRCA1 meningkatkan risiko
4,2 kali menderita kanker payudara kontralateral.
 Mutasi splice, frameshift, nonsense pada BRCA2 meningkatkan risiko
3,6 kali menderita kanker payudara kontralateral. (Romadhon, 2013).
Mutasi p53 pada kanker payudara
P53 merupakan protein yang dikode oleh gen TP53/p53. Sebagian
besar fungsinya adalah induksi apoptosis, mengontrol dan menghentikan

siklus sel, berperan dalam perbaikan DNA, dan menghambat


angiogenesis (Gambar 3). (Suryanto. 2008).
Gambar 3. Peran p53 dalam merespon perubahan di lingkungan sel.
Fungsi p53 dalam mengatur respon sel terhadap stress lingkungan
berperan besar dalam mencegah timbulnya tumor, sehingga p53 dikenal
sebagai salah satu contoh dari gen penekan tumor (Tumor Suppressor
Gene). Mutasi pada gen p53 bisa menyebabkan hilangnya fungsi
penekan tumor dengan mekanisme alterasi fungsi protein p53 sebagai
factor induksi apoptosis, dan sebagai factor transkripsi. Presentase
mutasi somatic gen p53 dijumpai pada sekitar 25-30% kasus kanker
payudara sporadic. Sebagian besar mutasi gen p53 terlokalisasi pada
daerah pengikatan DNA dan ± 90 % mutasi yang terjadi berupa missense
point mutation. (Suryanto. 2008).
Mutasi p53 dijumpai pada sekitar 35% kasus kanker payudara.
Pasien dengan mutasi p53 memiliki survival rate yang buruk
dibandingkan pasien yang tidak memiliki mutasi p53. Laporan terdahulu
yang melibatkan total 63 pasien kanker payudara local lanjut
menunjukkan bahwa pasien dengan mutasi p53, yang mengganggu situs
pengikatan zinc pada protein p53, cenderung mengalami kekambuhan
dibanding dengan pasien tanpa mutasi p53 ketika diberikan monoterapi
berbasis anthracycline. (Suryanto. 2008).
Kemungkinan besar tingkat keberhasilan kemoterapi pada pasien kanker
payudara, selain juga ditentukan oleh mutasi gen p53, tapi juga oleh jenis
kanker payudara (basal, locally advanced, status hormone), strategi
pemilihan kemomterapi, atau jumlah dan frekuensi dosis kemoterapi.
(Suryanto. 2008).

Siklus sel
Gambar 4. Jalur stimulasi sel normal dan mutan.
Respons seluler di ujung jalur adalah sintesis protein yang
merangsang siklus sel (Gambar 4). Biasanya, jalur seperti itu tidak akan
beroperasi kecuali dipicu oleh faktor pertumbuhan yang sesuai. Tetapi
mutasi tertentu pada gen ras dapat menyebabkan produksi protein Ras
hiperaktif yang memicu kaskade kinase bahkan tanpa adanya faktor
pertumbuhan, yang mengakibatkan peningkatan pembelahan sel.
Bahkan, versi hiperaktif atau jumlah berlebih dari komponen jalur mana
pun dapat memiliki hasil yang sama: pembelahan sel yang berlebihan.
(Urry. 2017).

Gambar 5. Jalur penghambat siklus sel normal dan mutan

(Gambar 5) Sinyal intraseluler mengarah pada sintesis protein


yang menekan siklus sel. Dalam kasus ini, sinyalnya merusak DNA sel,
mungkin akibat paparan sinar ultraviolet. Pengoperasian jalur
pensinyalan ini memblokir siklus sel hingga kerusakan telah diperbaiki.
Jika tidak, kerusakan mungkin berkontribusi pada pembentukan tumor
dengan menyebabkan mutasi atau kelainan kromosom. Dengan
demikian, gen untuk komponen jalur bertindak sebagai gen penekan
tumor. Gen p53, dinamai dengan berat molekul 53.000 dalton dari
produk proteinnya, adalah gen penekan tumor. Protein yang dikodekan
adalah faktor transkripsi spesifik yang mendorong sintesis protein
penghambat siklus sel. Itulah sebabnya mutasi yang menghancurkan gen
p53, seperti mutasi yang mengarah pada protein Ras yang hiperaktif,
dapat menyebabkan pertumbuhan sel dan kanker yang berlebihan. (Urry.
2017).(LathifahSekarAzmi_1302619035_TugasMakalahBiologi, n.d.)
1.2.1.1 Faktor Gen berdasarkan Contoh dari Jurnal Penelitian
Kanker prostat (PCa) merupakan masalah utama dalam kesehatan
masyarakat, dengan lebih dari 1,1 juta kasus di seluruh dunia terdeteksi setiap
tahun. Beberapa faktor risiko untuk mengembangkan PCa diketahui, misalnya,
usia yang lebih tua, sejarah keluarga dan etnis Afrika. Terlepas dari
penyempurnaan perawatan dan kemunculan yang ada strategi manajemen baru,
seperti pengawasan aktif dan terapi fokal, penyakit metastasis adalah sering dan
kematian masih relatif tinggi, dengan perkiraan 26.730 kematian pada tahun
2017.
Berdasarkan tingkat keparahan penyakit saat diagnosis menurut
diferensiasi, ekstensi dan stadium, PCa dapat diperlakukan dengan cara yang
berbeda; yang paling penting adalah ketergantungan hormon awalnya yang
memungkinkan perawatan khusus, terutama selama penyakit stadium
awal. Perbedaan lebih lanjut ada antara primer, metastatik (mPCa) dan PCa
tahan kastrasi (CRPCa). Oleh karena itu, penting untuk diketahui faktor yang
paling penting, terutama peran penting genetika dalam kanker sensitif hormon
ini. Beberapa penelitian menunjukkan banyak subset PCa yang berbeda secara
genetik. Berbagai driver adalah diketahui, seperti fusi terkait androgen dari gen
terkait ETS (ERG) dan anggota keluarga ETS, virus cacar tipe bintik dan mutasi
protein jari seng (SPOP), hipermetilasi DNA, Perubahan jalur PIK3/RAS/RAF
dan jalur perbaikan kerusakan DNA (DDR).
Untuk pemahaman yang lebih baik, perlu disebutkan skrining genetik,
yang dieksplorasi di awal 2000-an dan ditinggalkan pada 2012 setelah
ditunjukkan bahwa banyak PCa yang terdeteksi adalah klinis tidak signifikan
dan tidak mempengaruhi harapan hidup pasien .
Dalam beberapa tahun terakhir, genetika yang kuat tes dikembangkan
yang memberikan skor risiko poligenik untuk pasien individu. Namun,
tantangan yang tersisa adalah munculnya kembali PCa yang relevan secara
klinis, yang juga dapat mengambil manfaat dari pendekatan pribadi untuk
penilaian risiko atau terapi. Meskipun kemajuan baru-baru ini, patologi standar
tetap menjadi alat mendasar dalam mengelola PCa.
Skor Gleason (GS), mencerminkan diferensiasi tumor, adalah pokok
pengambilan keputusan klinis, dan pertemuan baru-baru ini dapat memperbaiki
konsensus dan mengurangi variabilitas antar pengamat. Namun demikian, GS
sendiri tidak akan memberikan semua informasi yang diperlukan; profil
molekuler PCa dapat memberikan lebih lanjut informasi. Misalnya, sebuah studi
oleh Haffner et al. menunjukkan bahwa metastasis tidak ketat dan mungkin hasil
dari daerah tumor dengan tingkat yang lebih rendah, di samping mengamati
hilangnya PTEN. Klinisi perlu menjadi semakin sadar bahwa meskipun
histopatologi klasik adalah dasar yang mapan untuk klinis, keputusan, itu bukan
penentu tunggal perilaku PCa.
Dalam studi terbaru yang mengambil pendekatan cermat untuk penilaian
Gleason dari PCa, ahli patologi menunjukkan: bahwa PCa cribriform dan
intraductal, yang harus dianggap sebagai Gleason grade 4, mungkin lebih agresif
daripada pola Gleason grade 4 klasik. Selain itu, beberapa penelitian
menggarisbawahi perilaku PCa cribriform yang lebih agresif, sebagian
dijelaskan oleh penyimpangan molekul yang mendasarinya dalam pola tumor
ini. Sebuah studi baru-baru ini menguji ketidakstabilan genom dengan
menentukan porsi genom diubah dan perubahan nomor salinan somatik
(CNA). Pasien dengan cribriform dan/atau PCa intraductal dan GS 7 memiliki
persentase genom yang diubah secara signifikan lebih tinggi daripada pria tanpa
pola ini di kedua kohort The Cancer Genome Atlas (TCGA) (2,2 kali lipat; p =
0,0003) dan Jaringan Genom Kanker Prostat Kanada (CPC-GENE) (1,7 kali
lipat; p = 0,004). Pola-pola ini adalah terkait dengan penghapusan kromosom
yang berbeda, seperti 8p, 16q, 10q23, 13q22, 17p13 dan 1q22, dan amplifikasi
8q24, yang memainkan peran utama dalam evolusi PCa dan secara khusus
dibahas di ulasan ini. CNA terdiri dari total 1299 penghapusan gen dan 369
amplifikasi dalam dataset TCGA.
Beberapa gen yang terpengaruh diketahui terkait dengan kanker prostat
agresif, seperti kehilangan PTEN, CDH1 dan BCAR1 dan gain MYC. Mutasi
titik pada TP53, SPOP dan FOXA1 juga terkait dengan pola PCa ini tetapi
terjadi lebih jarang daripada CNA. Studi ini dengan jelas menunjukkan bahwa
pola cribriform / intraductal dikaitkan dengan peningkatan ketidakstabilan
genom, pengelompokan ke daerah genetik yang terlibat dalam PCa agresif.
 Mutasi Germline Mengemudi PCa
Kanker prostat herediter (HPC) didefinisikan oleh kriteria klinis yang
ketat dan mewakili 5% dari semua PCa yang baru didiagnosis. Predisposisi
yang diwariskan untuk memperoleh PCa ditentukan secara genetik oleh:
adanya mutasi merusak gen perbaikan DNA yang juga terkait dengan kanker
payudara/ovarium (yaitu, BRCA1 dan BRCA2, ATM, dll.) atau gen risiko
spesifik PCa (wilayah HOXB13 dan 8q24) .
. Berdasarkan tipologi risiko genetik, predisposisi menghadapkan
individu pada usia onset yang lebih awal atau lebih bentuk agresif dari
penyakit, meningkatkan risiko kematian akibat kanker ini. Mutasi germline
dari Faktor perbaikan DNA hanya ditemukan hingga 8% dari pasien ini
karena kelangkaan mutase. Jalur respons kerusakan DNA (DDR) adalah
target yang sangat menjanjikan dalam pengobatan PCa.
Dua faktor yang menonjol adalah gen kanker payudara 1 dan 2 (BRCA1
dan BRCA2). Penelitian TCGA jaringan, menguji 333 PCas primer,
melaporkan mutasi pada gen perbaikan DNA pada 19% PCas primer. Di
antaranya, 3% dipengaruhi oleh BRCA2, termasuk germline serta mutasi
pemotongan somatik. Hanya satu kasus yang menampilkan BRCA1 sebagai
mutasi frameshift. Jika gen supresor tumor ini bermutasi secara heterozigot di
garis germinal, mereka dapat menghasilkan bentuk agresif, terutama mPCa .
Di sebuah pengaturan normal, BRCA1 dan BRCA2 memperbaiki
kerusakan untai ganda dengan rekombinasi homolog. Dalam hal dari mutasi
germline BRCA, akibatnya adalah hilangnya fungsi somatik pada alel BRCA
tipe liar sering diamati bersama-sama dengan rekombinasi homolog yang
rusak. Meskipun BRCA yang merusak varian germline jarang terjadi, pasien
ini terbukti lebih sering mengembangkan PCa dan mPCa, dan juga
menunjukkan skor Gleason yang tinggi (kelompok kelas 3-5) dan hasil yang
lebih buruk. Namun demikian, tumor ini tampaknya tidak memiliki aspek
histologis spesifik yang memungkinkan mereka untuk dikenali slide
standar. Menariknya, diamati bahwa mutasi germline ATM dan BRCA1/2
terkait dengan reklasifikasi kelas Gleason selama pengawasan aktif pasien
pembawa, dengan upgrade GS dari 6(3 + 3) ke GS 7(3 + 4) atau 7(4 + 3).
Gen lain yang terlibat dalam mekanisme perbaikan DNA adalah ATM,
yang juga berperan dalam DNA perbaikan kerusakan dan menengahi sinyal
pos pemeriksaan hilir. Prevalensinya di mPCa adalah 1,6% dan oleh karena
itu harus diperhatikan, terutama pada bentuk PCa ini. ATM juga
mengintegrasikan konsep dari apa yang disebut profil defisiensi perbaikan
homolog. Mutasi ini dilaporkan di hamper 2,5% pasien PCa, beberapa
terdeteksi pada PCa mematikan (kematian karena PCa metastatik), dengan
lebih sedikit di lokalisasi PCa (penyakit risiko rendah, GS 6, organ terbatas).
Menariknya, pada pasien Cina, mutasi ATM ditemukan pada 4,5% PCa
yang mematikan. Dalam studi Amerika-Afrika-Asia yang disebutkan, tidak
ada ko-mutasi BRCA1/2-ATM terdeteksi, menunjukkan bahwa mutasi ini
mungkin eksklusif secara bersamaan. Studi ini juga menunjukkan bahwa
pembawa mutasi menunjukkan kematian keseluruhan yang lebih tinggi,
mPCa yang lebih tinggi tingkat dan kelangsungan hidup spesifik PCa yang
lebih rendah pada pasien dengan mPCa yang didiagnosis, terutama pada
pasien muda di bawah 60 tahun. Di sisi lain, tingkat pembawa terendah
adalah di antara pasien yang meninggal karena PCa> 75 tahun atau > 10
tahun setelah diagnosis PCa awal mereka.
Potensi mendeteksi pasien dengan mutasi germline yang disebutkan di
atas membuka pintu ke pendekatan pengobatan khusus, salah satu obat yang
paling menjanjikan adalah inhibitor anti-poli ADP-ribosa polimerase
(PARP). Inhibitor PARP menginduksi kematian sel karena mereka
mengganggu mekanisme perbaikan kerusakan DNA untai tunggal. Ini terjadi
secara normal selama siklus sel, tetapi juga selama onkogenesis. Dalam kasus
mutasi gen perbaikan lain yang disebutkan di atas, PARP diperlukan untuk:
memperbaiki kedua untai, yang berarti bahwa sel sepenuhnya bergantung
pada PARP untuk perbaikan untai tunggal.
Dalam konteks mutasi BRCA dan penghambatan PARP bersamaan,
misalnya, sel tumor tidak akan mampu melakukan langkah-langkah ini,
menghasilkan ketidakstabilan kromosom, penghentian siklus sel dan
apoptosis.
Sebuah studi baru-baru ini oleh Hussain et al. menunjukkan bahwa
pasien dengan PCa menyimpan setidaknya satu mutasi pada BRCA1, BRCA2
atau ATM yang menerima olaparib inhibitor PARP memiliki kelangsungan
hidup yang jauh lebih lama daripada mereka yang menerima enzalutamide
atau abiraterone plus prednison sebagai terapi kontrol. Studi lain juga
menunjukkan bahwa metastatik, PCa tahan kastrasi (mCRPCa) dengan mutasi
germline BRCA2 atau varian yang merusak menunjukkan respons yang lebih
besar terhadap kemoterapi berbasis platinum. .
Bentuk PCa ini memiliki kriteria anatomis yang agresif, dengan bentuk
intraductal (25%), insiden skor Gleason 8 dan tingkat tinggi (40-500%)
penyakit metastatik de novo yang sering visceral (30% pasien
metastasis). Pada tingkat molekuler, mereka dicirikan oleh tingkat tinggi
mutasi (beban mutasi tumor). Mempertimbangkan stadium lanjut mereka,
mereka merespons dengan relatif baik terhadap kekurangan androgenik, tetapi
kurang begitu untuk taxanes sekali tahan pengebirian. Pasien yang menderita
adalah subkelompok saat ini dianggap kandidat dan dievaluasi untuk
imunoterapi anti-PD1 atau anti-CTL4.
Pada tingkat germinal, Pritchard et al. melaporkan bahwa, dari 692
pasien dengan mPCa, 12% menunjukkan mutasi germline yang merusak (1%
melibatkan MSH2, 1% MSH6 dan 2% PMS2). Abida dkk. melaporkan
bahwa, dari 1346 pasien PCa, 3% menunjukkan ketidakstabilan mikrosatelit
yang tinggi, di mana 22% di antaranya memiliki mutasi kuman pada gen yang
terkait dengan sindrom Lynch. Sebagian besar pasien (46%) memiliki mutasi
MSH6.
 Wilayah 8q24
8q24 adalah hotspot lokus kerentanan untuk PCa. Lokus risiko ini,
diidentifikasi oleh genome-wide studi asosiasi (GWAS), tidak mempengaruhi
DNA pengkodean dan sering dikaitkan dengan polimorfisme nukleotida
tunggal (SNP). Ditunjukkan bahwa amplifikasi 8q24 (menyimpan MYC)
adalah sering. Seringkali, penambah seperti rs-6983267 berinteraksi dengan
MYC dan mengubah kepekaan terhadap hal-hal penting tertentu jalur
pensinyalan, misalnya, WNT.
Dengan penelitian yang sedang berlangsung, terbukti bahwa varian 8q24
berperan berperan dalam karsinogenesis PCa. Sebuah meta-analisis baru-baru
ini menentukan hubungan yang signifikan antara PCa risiko dan 15 varian di
8q24. Wilayah 8q24 padat dengan SNP; beberapa varian ini mungkin
meningkatkan gen yang terlibat dalam karsinogenesis PCa.
Meskipun komponen yang diturunkan untuk PCa sebelumnya telah
diakui, identifikasi variasi genetik pada 8q24 yang memberikan kerentanan
spesifik kanker dapat membantu meningkatkan skrining strategi. Studi di
seluruh genom melaporkan penetrasi sinyal yang rendah mempengaruhi
risiko. Namun demikian, karena alel risiko relatif umum dalam populasi,
dampak kumulatifnya berpotensi besar. Satu studi baru-baru ini
menggarisbawahi beberapa sinyal independen di berbagai wilayah dan
menghasilkan anotasi biologis yang diperkaya dengan berbagai elemen,
seperti promotor, enhancer, dan situs pengikatan faktor transkripsi, seperti
AR, ERG dan FOXA1.
 Mutasi Somatik Mengemudi PCa
Gen yang diatur androgen outlier memainkan peran penting dalam
pengembangan PCa. Gen-gen ini umumnya diekspresikan pada tingkat
rendah, tetapi dapat menunjukkan variasi dalam ekspresi genom yang berbeda
himpunan bagian. Terutama mengingat obat-obatan pribadi yang muncul,
semakin penting untuk mempertimbangkan mekanisme individu yang
mendorong PCa agresif. Fusi gen di PCa sebagian besar dikendalikan oleh
androgen, bergabung dengan anggota ETS (khusus transformasi E26)
keluarga faktor transkripsi.
Salah satu fusi gen yang paling banyak dikutip di PCa adalah ekspresi
berlebih dari fusi gen TMPRSS2-ERG (T2E). Konsekuensi dari fusi ini
adalah ekspresi berlebihan dari faktor onkogenik; ini sering hadir secara
global, di sekitar 50% dari PCa. TMPRSS2 juga bergabung dengan gen
keluarga ETS lainnya, seperti ETV1, ETV4 dan, jarang, ETV5. Dari sudut
pandang morfologi, tumor ini sering menampilkan aspek tertentu, seperti
makronukleus, cincin sel meterai, aspek cribriform dan karsinoma
intraduktal. Dampak prognostik T2E adalah masih menjadi kontroversi. T2E
bertindak sebagai faktor transkripsi menyimpang dengan sifat onkogenik.
Beberapa makalah menunjukkan bahwa kehadirannya merupakan
indikator fenotipe agresif dan miskin ramalan. Beberapa penulis mengklaim
bahwa itu adalah faktor prognostik yang paling penting pada pasien diobati
dengan prostatektomi. Selanjutnya, diusulkan untuk menjadi penanda risiko
untuk kelenjar getah bening metastasis dan penyakit berdiferensiasi buruk,
serta kekambuhan biokimia pada lima tahun.
Namun demikian, data tersebut masih kontroversial, dan T2E tidak
dipertimbangkan untuk pengambilan keputusan saat ini. Beberapa studi
kontras tidak menemukan signifikansi klinis dari TMPRSS2-ERG fusi.
Menariknya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa PCa T2E-positif dan
-negatif adalah dua hal yang berbeda kelompok molekul PCa, menunjukkan
bahwa status T2E menentukan sifat terkait metastasis tanda tangan gen.
Dalam kasus T2E-positif, ekspresi berlebih dalam mPCa terlihat untuk
beberapa gen (GMNN, TROAP dan WEE1). Dalam kasus T2E-negatif, gen
terkait metastasis yang sama sekali berbeda diekspresikan, seperti ASPN,
BGN dan TYMS. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa, menurut
status T2E, gen yang berbeda terkait dengan pengembangan mPCa. Pada
pasien dengan ekspresi berlebihan dari ASPN, BGN dan TYMS,
kelangsungan hidup bebas peristiwa yang lebih pendek dipamerkan. TYMS
(timidilat sintetase), misalnya, berperan dalam replikasi dan perbaikan
DNA. Menariknya, tidak ada mutasi PTEN atau TP53 bias
hasilnya. Akhirnya, penelitian menunjukkan bahwa status T2E bukanlah
biomarker prognostik yang kuat per se, tetapi menentukan nilai prognostik
dari biomarker lain.
 Gen yang Berulang Kali Berubah
PCa memiliki beban mutasi yang lebih rendah daripada banyak tumor
epitel lainnya. Makalah TCGA baru-baru ini menunjukkan beberapa gen yang
bermutasi secara signifikan, seperti SPOP, TP53, FOXA1, PTEN dan lainnya
Gen yang relevan secara klinis, seperti BRAF, HRAS dan AKT1, serta jalur -
catenin dan Jalur perbaikan DNA (lihat di atas), juga menunjukkan
pentingnya.
Kehilangan PTEN (terletak di 10q23) sering diamati dan terkait erat
dengan MYC ekspresi berlebihan. Yang terakhir ini ditemukan pada
8q24. Keduanya bersama-sama tampaknya berperan dalam PCa berisiko
tinggi.
Kehilangan PTEN dikaitkan dengan temuan yang merugikan pada PCa
awal dan terjadi pada sekitar 15% sebagai
penghapusanhomozigot. Kehilangan PTEN atau tanda tangan genomik
berbasis mRNA dapat berguna untuk membantu menentukan apakah terapi
definitif diperlukan, dan kehilangannya tampaknya lebih sering terjadi pada
pasien dengan keturunan Afrika. Penyelidikan awal sudah menunjukkan
bahwa hilangnya PTEN, bahkan Ketika terdeteksi oleh imunohistokimia,
adalah prediktor penyakit metastasis agresif. 
Sebuah makalah oleh Haffner dkk. menunjukkan bahwa mutasi PTEN
tidak ada dalam morfologi, kelas yang lebih tinggi lesi di sekitar tumor
dengan kehilangan PTEN ketika skor Gleason lebih rendah. TP53 terkait dan
mutasi SPOP dilaporkan pada pasien yang sama. Menariknya, metastasis
kelenjar getah bening tidak tidak memiliki mutasi yang sama, menunjukkan
asal klonal/subklonal independen dari lesi ini.
Secara genetik, ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa PCa yang
berdiferensiasi buruk (skor Gleason 9/10) memiliki tingkat ketidakstabilan
genom yang lebih tinggi dengan peningkatan tingkat perubahan dan
perubahan jumlah Salinan di jalur pensinyalan utama (TP53, PTEN dan RB1)
yang terkait dengan resistensi terhadap kekurangan androgen terapi
(ADT). Fungsi PTEN terkait erat dengan jalur PIK3, di mana PTEN adalah
umumnya dianggap sebagai regulator negatif. PIK3CA terbukti sering
bermutasi, baik melalui aktivasi hotspot mutasi, kebetulan mengaktifkan
mutasi atau amplifikasi. Menurut literatur, tumor yang dihapus PTEN
cenderung bergantung pada PIK3CB; kehilangan dan mutasi yang hidup
berdampingan PTEN dan PIK3CB dapat meningkatkan output jalur PIK3 dan
menunjukkan PCa dengan penghambatan pensinyalan AR.
Jalur PIK3 dan perubahan perbaikan DNA tampaknya lebih sering terjadi
pada spesimen metastatik. Ekspresi berlebih MYC adalah peristiwa awal
dalam perkembangan kanker prostat. Tampaknya, bersamaan dengan
hilangnya PTEN melalui kontrol transkripsi HOXB13 yang ditandai,
ketidakstabilan genom dan penyakit agresif dengan risiko tinggi metastasis
dimulai. Tumor ini biasanya menunjukkan skor Gleason tinggi dan
perkembangan penyakit. Di sisi lain, aktivasi MYC terisolasi dan PTEN
dilaporkan tidak cukup untuk menginduksi PCa invasif, dengan sel-sel yang
tersisa dalam tahap prakanker (neoplasia intraepitel prostat tingkat tinggi
(PIN)). 
Sebuah studi baru-baru ini dari Liu et al. menunjukkan bahwa perolehan
MYC dan hilangnya PTEN mengakibatkan peningkatan mortalitas PCa yang
terkait bahkan dengan single perubahan nomor salinan. Mengenai interaksi
kedua faktor ini, ekspresi berlebih MYC dapat menyebabkan ketidakstabilan
genetik, sementara PTEN mungkin menekan proses ini dalam sel PCa. Hasil
terbaru menyarankan bahwa PTEN mungkin berperan dalam perbaikan DNA,
dan jika PTEN hilang, tingkat kerusakan DNA yang tinggi biasanya menekan
apoptosis karena peningkatan pensinyalan PIK3 diperkenalkan.
Salah satu gen yang bermutasi berulang pada PCa adalah SPOP, protein
adaptor ligase ubiquitin E3 dari sistem ubiquitin-proteasome. Mutasi dapat
mempengaruhi degradasi regulator perkembangan PCa, termasuk AR. SPOP
berperan dalam beberapa fungsi seluler penting lainnya, dan mengintervensi
dalam transkripsi, regulasi siklus sel dan apoptosis.
Satu substrat langsung SPOP yang relevan dengan PCa adalah reseptor
androgen (AR) , yang memuat Motif ikat SPOP. Saat mengikat SPOP, AR
mengalami degradasi yang dimediasi di mana-mana. sambungan AR varian
yang tidak memiliki motif pengikat SPOP lolos dari degradasi
ini. Menariknya, SPOP terkait PCa mutan tidak mengikat AR atau
mempromosikan degradasinya. Degradasi AR yang dimediasi SPOP didorong
oleh antiandrogen dan diblokir oleh androgen. Tidak jelas apakah SPOP
dapat berinteraksi dengan nuklir lain reseptor.
Tidak jelas apakah mutasi SPOP yang sama terdapat pada etnis yang
berbeda, karena beberapa penulis menggambarkan perbedaan menurut nenek
moyang pasien. Kita dan yang lainnya diamati frekuensi mutasi yang berbeda
antara pasien Afrika dan Eropa, dengan mutasi SPOP berbeda secara
signifikan antara kedua kelompok. Dalam penelitian kami, mutasi SPOP
ditemukan di lebih dari 20% pasien dengan asal Afrika dibandingkan dengan
10% asal Eropa. Sebaliknya, sebuah studi baru-baru ini menganalisis 720
sampel PCa dari enam kohort internasional, termasuk PCa Kaukasia, Afrika-
Amerika dan Asia pasien, menunjukkan bahwa mutasi SPOP sering
bervariasi (4,6-14,4%), tetapi tidak menemukan hubungan dengan etnis. Oleh
karena itu, penulis menyimpulkan bahwa mutasi SPOP tidak terkait dengan
etnis, kekambuhan biokimia, parameter klinis atau parameter
patologis. Mengingat tidak konsisten data, studi lebih lanjut diperlukan untuk
membuat pernyataan konklusif. CDK12 adalah gen yang juga terlibat dalam
perbaikan DNA dengan regulasi tingkat ekspresi yang berbeda gen respon
kerusakan perbaikan DNA. CDK12 berulang kali bermutasi pada PCa lokal
yang agresif dan dalam mPCa.
Kehilangan biallelik CDK12 dikaitkan dengan duplikasi tandem
fokal. Lebih-lebih lagi, Mutasi CDK12 terkait dengan peningkatan fusi gen,
yang dapat menghasilkan neoantigen dan menginduksi infiltrasi kekebalan
yang kuat, menunjukkan bahwa pasien dengan mutasi ini dapat mengambil
manfaat dari kekebalan imunoterapi pos pemeriksaan.
 Reseptor Androgen
PCa adalah kanker yang peka terhadap hormon, dan reseptor androgen
(AR) memainkan peran utama dalam pengobatan dan pengembangan
PCa. Untuk PCa tingkat lanjut, ADT adalah standar perawatan, tetapi sangat
tidak efektif dalam PCa tahan-kastrasi (CRPCa) [1]. Di bawah pengobatan
ADT, testosteron yang bersirkulasi menunjukkan tingkat penekanan
androgen. Di CRPCa, aktivitas AR tetap meningkat, meskipun androgen
berkurang tingkat. Dalam beberapa tahun terakhir, generasi kedua, terapi
penargetan AR dikembangkan untuk CRPCa dengan agen untuk memusuhi
AR dan untuk menekan androgen ekstragonad (berasal dari kelenjar adrenal).
kelenjar, misalnya).
Setelah pengikatan ligan, AR ditranslokasi ke dalam nukleolus,
membentuk dimer dan berikatan dengan elemen respons androgen dari
promotor atau penambah gen target. Lebih-lebih lagi, dimer AR membentuk
kompleks dengan protein koaktivator dan koregulasi di berbagai daerah dan
mengatur ekspresi gen dengan beragam fungsi. Ini terletak di hilir androgen
elemen respons, termasuk gen fusi (TMPRESS2–ERG), faktor transkripsi
(FOXP1, NKX3.1) dan lain-lain. Banyak koaktivator yang berinteraksi
dengan domain AR yang berbeda terlibat dalam aktivasi AR pada PCa yang
resisten terhadap terapi. Sementara aktivitas AR normal pada transkripsi
didorong oleh ligan, transkrip AR varian dapat mengkodekan protein AR
terpotong yang tidak memiliki domain pengikat ligan, yang dapat
mengaktifkan Gen target AR tanpa adanya androgen.
Spektrum gen yang diatur oleh AR patut mendapat perhatian khusus. AR
memiliki transkripsi aktivitas dan varian struktural ada yang berperan dalam
hasil pasien. Namun, itu adalah tidak diketahui sejauh mana tumor PCa
primer individu berbeda dalam sensitivitas atau ketergantungan androgen.
Aktivitas androgen adalah sumbu sentral dalam evolusi PCa, dan mendorong
sebagian besar gen fusi ETS. fusi ETS gen berada di bawah kendali AR,
tetapi kelompok fusi-positif ETS memiliki transkripsi AR yang berbeda
aktivitas. Kejadian yang lebih sering, seperti fusi yang diatur androgen dari
anggota keluarga ERG atau ETS, membentuk kelompok PCa yang berbeda
(T2E, lihat di atas). Driver yang paling sering adalah ERG, ETV1-4, SPOP
dan Mutasi FOXA1.
Harus disebutkan bahwa AR adalah gen yang paling sering menyimpang
di mCRPCa, dengan sekitar 63% ekspresi menyimpang. Mutasi titik
ditemukan pada 15–30% CRPCa, sebagian besar mutasi berada dalam
domain pengikatan ligan. Mutasi titik ini dapat mengaktifkan AR dengan
mutasi titik tertentu (T878A), yang juga mengaktifkan resistensi terhadap
agonis AR generasi kedua. Mutasi ini terdeteksi pada 13% pasien CRCa
dengan resistensi abiraterone. Mekanisme kedua yang diamati adalah
amplifikasi reseptor AR, terlihat pada hingga 50% pasien dengan
CRPCa. dalam kasus ADT, kadar androgen rendah masih ada. Dalam kasus
amplifikasi AR, sel PCa dapat bertahan di bawah ADT, menyebabkan
perkembangan CRPCa. Perubahan biosintesis androgen juga
berperan. Contohnya, selama ADT, kelenjar adrenal masih memproduksi
androgen, sedangkan CRCa mengekspres konversi secara berlebihan enzim,
mengubah kadar androstenedion yang lemah menjadi DHT untuk
mengaktifkan AR. Varian splice AR (AR-Vs) memiliki urutan mRNA yang
berbeda dari full-length AR (AR-FL).
1.2.1.2 Kesimpulan
Seperti yang ditunjukkan oleh ikhtisar singkat ini, perubahan genom
dalam pengembangan PCa sangat kompleks dan banyak faktor yang berbeda
perlu dipertimbangkan. Salah satu tantangan utama penyakit lanjut adalah bahwa
banyak mekanisme yang mendasari yang diusulkan masih kurang dipahami atau
tidak jelas karena kontras hasil, dan dengan demikian belum dapat dimanfaatkan
sebagai pendekatan terapeutik yang disempurnakan. Namun, sains adalah
berkembang pesat. Ulasan ini memberikan gambaran tentang pengetahuan saat
ini, tetapi di masa mendatang tahun, lebih banyak data akan tersedia untuk
mengobati kanker yang sering terjadi ini dengan lebih efektif..(Compérat et al.,
2020)

1.2.2 Makanan Penyebab Kanker pada Jurnal Penelitian


Setiap tahun, sekitar 355.000 kasus kanker mulut dan 93.000 kanker
orofaringeal kasus didiagnosis, mewakili masing-masing 2% dan 0,5% dari
neoplasma ganas terdeteksi di seluruh dunia. Insiden lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita (5,8 dan 2,3 per 100.000 individu masing-
masing); namun, tampaknya ada tren yang meningkat pada wanita terutama
karena paparan mereka yang relatif baru terhadap faktor risiko seperti tembakau
atau alcohol.
Usia rata-rata saat presentasi adalah sekitar dekade keenam kehidupan,
meskipun peningkatan onset telah diamati pada orang dewasa muda (kurang dari
45 tahun), terutama terkait dengan genetic predisposisi dan human
papillomavirus (HPV). Prevalensinya sangat tinggi di Asia (64% dari total kasus
yang didiagnosis), diikuti oleh Eropa (17,4%) dan Amerika Utara
(7,6%). Peningkatan prevalensi di negara-negara Asia mungkin terkait dengan
paparan faktor risiko tertentu seperti tembakau tanpa asap dan konsumsi alkohol
serta mengunyah sirih.
Hubungan antara produk makanan dan risiko mengembangkan kanker
telah baru-baru ini dievaluasi. Jika studi yang melaporkan alkohol dan tembakau
tidak disertakan, tampaknya menjadi peningkatan risiko dalam kaitannya dengan
makanan atau keluarga tertentu termasuk yang kaya akan faktor pro-
inflamasi. Di sisi lain, nutrisi tertentu, mikronutrien, dan makanan komponen
dapat bertindak sebagai elemen pelindung. Efek perlindungan ini dapat
diperoleh dari buah-buahan, sayuran, dan vitamin tertentu serta makanan dan
produk lain yang umum untuk pola makan kita. Rendahnya konsumsi buah dan
sayuran telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker mulut. Oleh karena
itu, wilayah geografis dengan akses yang buruk ke makanan ini memiliki tingkat
yang lebih tinggi prevalensi dari daerah di mana mereka sering dikonsumsi.
Sejumlah penelitian tampaknya menunjukkan bahwa senyawa makanan
yang berbeda dapat mengubah atau memodifikasi sel kanker. Dengan demikian,
produk makanan yang berbeda akan efektif dalam pencegahan dan pengobatan
jenis kanker tertentu. Makanan tertentu akan bertindak dengan memproduksi
epigenetic perubahan sel dan memodifikasi materi genetik mereka. Istilah
"epigenetik" mengacu pada perubahan ekspresi gen dan remodeling kromatik
terlepas dari urutan DNA diri. Perubahan ini biasanya terjadi oleh metilasi DNA,
modifikasi histon, atau ekspresi genetik oleh nc-RNA.
Demikian pula, diet kaya buah dan sayuran tertentu, serta kaya akan
vitamin dan mineral, dapat mengintervensi inisiasi apoptosis dan supresi gen
tumor. Komponen bioaktif tertentu dari makanan tampaknya memiliki potensi
untuk mencegah jenis kanker, termasuk kanker mulut. Senyawa bioaktif
mikronutrien ini hadir dalam elemen makanan seperti sayuran, buah-buahan, teh,
bawang putih, dan sereal, di antara yang lain. Mekanisme regulasi DNA seluler
yang berbeda telah diusulkan.

1.2.2.1 Diet Pro-Peradangan


Kebiasaan diet secara konsisten dikaitkan dengan perkembangan
beberapa jenis kanker. Adanya faktor serum inflamasi seperti C-reactive protein
(CRP), interleukin (IL)IL-1β, IL-4, IL-6, IL-10, dan faktor nekrosis tumor
(TNF) TNF-α telah dipelajari dalam jenis diet tertentu, menetapkan makanan
yang meningkatkan peradangan dan makanan yang mengurangi kondisi
peradangan ini.
Ada beberapa cara di mana diet pro-inflamasi dapat meningkatkan risiko
kanker mulut: pertama-tama, melalui produksi biomarker seperti CRP, IL-6, dan
homosistein. Dengan demikian, proses inflamasi bertanggung jawab untuk
menyediakan bioaktif molekul ke lingkungan tumor. Selain itu, faktor
transkripsi inflamasi juga dapat diaktifkan oleh sitokin dan biomarker inflamasi
lainnya, yang mengintervensi inisiasi dan promosi kanker. Modifikasi
mikrobiota oral disbiotik telah diusulkan sebagai rute lain yang mungkin,
membangun kemungkinan hubungan dengan kepala dan leher kanker.
Di antara faktor pro-inflamasi, asupan zat besi yang tinggi telah
dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa oral (OSCC), dan juga ditunjukkan
pada tumor lain seperti: paru-paru, prostat, dan kanker payudara. Hal ini dapat
dijelaskan karena besi berpartisipasi dalam fungsi seluler mendasar, seperti
metabolisme sel, pertumbuhan, dan proliferasi, yang dapat menyebabkan
produksi senyawa nitrogen dan mengkatalisis pembentukan radikal yang
menyebabkan kerusakan sel. Selain zat besi, daging merah alami mengandung
komponen lain seperti nitrat dan nitrit yang dapat berkontribusi pada
perkembangan kanker mulut. Selanjutnya, ketika dimasak, mekanisme
karsinogenik lainnya, seperti amina heterosiklik dan hidrokarbon polisiklik
produksi yang dihasilkan.
Makanan yang digoreng secara langsung dikaitkan dengan kanker perut,
dubur, dan usus besar. Penelitian memiliki telah dilakukan untuk menjelaskan
apakah ini juga ada pada kanker mulut, menyimpulkan bahwa peningkatan
risiko karsinoma orofaringeal diamati pada pria dengan diet kaya gorengan
makanan. Penulis lain telah menganalisis hubungan makanan pro-inflamasi ini
dengan kanker laring. Hubungan ini ditemukan lebih kuat pada individu yang
kegemukan. Produk diet lainnya dengan potensi glikemik tinggi, seperti
minuman ringan dan makanan penutup, dengan cepat meningkatkan indeks
glikemik darah, yang menyebabkan peningkatan kadar insulin plasma — yang
adalah hormon yang terkait dengan proliferasi tumor, meskipun tidak ada data
spesifik yang menghubungkannya makanan ini untuk kanker mulut.
1.2.2.2 Diet Pelindung
Beberapa mekanisme telah disarankan untuk menjelaskan kemungkinan
perlindungan efek. Antioksidan menurunkan spesies oksigen reaktif. Beberapa
senyawa yang ditemukan dalam sayuran etabel dianggap memiliki sifat anti-
tumor, seperti glikat dan indol-3 karbonol (menginduksi enzim fase II) yang
bertanggung jawab untuk menghilangkan spesies oksigen reaktif dan DNA
memperbaiki.
Vitamin yang ditemukan dalam berbagai produk makanan memiliki
antioksidan dan anti-proliferatif properti, termasuk peningkatan sistem
kekebalan tubuh dengan sintesis dan metilasi DNA
Asupan vitamin C, seperti yang ditemukan dalam buah jeruk,
mengurangi risiko pengembangan primer kanker, meskipun tidak ada bukti yang
jelas telah dilaporkan dalam kaitannya dengan kanker sekunder. Tidak ada dosis
yang direkomendasikan telah ditetapkan, tetapi bagaimanapun, pengurangan
risiko tampaknya jernih. Vitamin C memiliki efek mengurangi dalam
sel. Tampaknya ada efek sinergis vitamin C dan vitamin E (bertugas
menghilangkan radikal bebas pada membran sel). Vitamin C juga melindungi
terhadap produksi nitrosamin dan penyatuan antara DNA dan karsinogen
tertentu, yang menyebabkan kerusakan kromosom, sehingga menurunkan risiko
pengembangan kanker meskipun mekanisme yang berbeda.
Sehubungan dengan buah kuning tua (misalnya jeruk, lemon, aprikot),
tidak ada hubungan yang telah ditetapkan antara konsumsi mereka dan risiko
yang lebih rendah dari oral, faring, atau kanker kerongkongan. Namun demikian,
dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Brasil, penulis mengamati bahwa
konsumsi pisang mengurangi risiko diagnosis kanker kepala dan leher sebesar
77%. Buah ini mengandung vitamin, asam fenolik, karotenoid, dan amina
biogenik dengan efek antioksidan.
Buah merah seperti blackberry dan redberry, bersama dengan anggur,
mengandung sejumlah besar kandungan polifenol seperti resveratrol. Senyawa
ini memiliki sifat anti inflamasi, antioksidan, dan sifat anti-kanker. Resveratrol
mengontrol pertumbuhan sel, pembelahan sel, migrasi sel, adhesi sel, dan invasi
sel, bersama dengan apoptosis dan angiogenesis.
Likopen adalah pigmen alami yang disintesis oleh tanaman dan
mikroorganisme tertentu. Meskipun ditemukan dalam buah-buahan seperti
semangka dan jeruk bali,tomat matang tampaknya menjadi sumber utama
likopen. Senyawa ini memiliki sifat antioksidan yang hebat dan memiliki telah
dipelajari untuk pencegahan dan pengobatan penyakit kronis seperti degeneratif,
penyakit, kelainan tulang, dan penyakit kardiovaskular.
Dengan demikian, dapat bermanfaat dalam pengobatan kondisi mulut
yang berpotensi ganas dan sebagai faktor pelindung versus kanker mulut karena
regulasi peroksidasi lipid dan pengurangan glutathione (GSH), Sayuran lain
seperti bawang putih, dari keluarga liliaceae ("sayuran allium"), meskipun
digunakan sebagai bumbu, juga terkenal karena sifat terapeutiknya, seperti:
antioksidan, antikarsinogenik, antiinflamasi, dan antimikroba. Bawang putih
memiliki kandungan komponen organosulfur dan flavonoid yang tinggi yang
memberikan rasa, tetapi juga mengandung komponen non-sulfur yang bekerja
secara sinergis untuk memberikan efek yang menguntungkan.
Efek Studi yang menyelidiki sifat anti-kanker bawang putih berhipotesis
bahwa fitokimia tertentu dapat meningkatkan aktivitas sistem enzim dengan
mendetoksifikasi cinogen. Beberapa penulis menekankan bukti yang kredibel
dalam kaitannya dengan asosiasi konsumsi bawang putih dan kerongkongan,
prostat, laring, usus besar, ovarium, ginjal, dan mulut kanker. Asosiasi ini telah
dipelajari dengan menggunakan bukti ilmiah yang tersedia (beberapa
kekurangan metodologis dicatat). 
Seperti disebutkan sebelumnya, konsumsi gabungan buah dan sayuran
mengurangi risiko menderita semua jenis kanker, dengan menyatakan jumlah
minimum yang tertelan 550–600 g/hari, meskipun bervariasi menurut makanan
dan bahkan di antara yang berbeda studi yang diterbitkan. Penulis lain
berpendapat bahwa diet pencegahan kanker harus mencakup: konsumsi 10
sayuran sehari, dalam berbagai bentuknya, terutama mentah, dan juga termasuk
dalam jus.
Mikronutrien tersebut dipelajari secara mendalam, dengan
mempertimbangkan sumber utama dan mekanisme aksi mereka.
 Folat
Asam folat atau folat, juga dikenal sebagai vitamin B9 , dapat ditemukan
dalam sayuran, kacang-kacangan, sereal, dan pasta. Selain itu, dapat berasal dari
makanan nabati dan hewani (folat alami) dan dari suplemen juga dikenal sebagai
asam folat. Ini penting elemen dalam metilasi DNA dan telah dikaitkan dengan
tumor yang berbeda seperti payudara, ovarium, leher rahim, paru-paru, dan
kanker usus besar. Konsumsi alkohol dan tembakau dilaporkan menurunkan
kadar folat.
Folat yang ada dalam makanan memiliki rantai samping poliglutamat
yang perlu dioksidasi dan dihidrolisis untuk diserap. Untuk meningkatkan bio-
availabilitas, folat dapat ditemukan sebagai teroksidasi asam pteroylglutamat.
Folat sangat penting untuk sintesis DNA, metilasi, dan dalam mekanisme
perbaikan siklus sel, memodulasi risiko pengembangan kanker mulut, karena
epitel terus menerus proliferasi dan regenerasi.
 Selenium
Selenium adalah mineral terkenal yang ditemukan dalam kenari, ayam,
daging sapi, dan hewan buruan(bushdaging). Selenium memiliki efek
antioksidan dan perbaikan DNA bersama dengan pro-apoptosis properti, bekerja
pada metilasi DNMT dan histone deacetylase (HDAC).
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan hubungan terbalik antara
asupan selenium dan risiko terkena kanker, studi klinis acak baru-baru ini telah
melaporkan bahwa suplemen mentation mineral ini dapat meningkatkan risiko.
Sehubungan dengan kanker mulut, tingkat tinggi serum selenium bertindak
sebagai faktor pelindung bila dikombinasikan dengan asupan tinggi buah-
buahan dan ikan bersama dengan pengurangan konsumsi tembakau dan alcohol.
 Seng dan Tembaga
Seng terutama ditemukan dalam protein yang berasal dari hewan (daging
sapi, babi, dan domba), bersama dengan: produk makanan seperti kacang-
kacangan, sereal, kacang-kacangan, dan ragi. Seng dalam kombinasi dengan
tembaga berinteraksi dalam berbagai proses biologis seperti eliminasi radikal
bebas melalui sistem enzimatik. Selanjutnya, seng sangat penting dalam respon
imun, dalam DNA sintesis, dan dalam regulasi transkripsi gen; oleh karena itu,
perubahan seng dapat mempengaruhi kesehatan. Kadar tembaga dan seng serum
yang tinggi atau rendah mungkin memiliki hubungan dengan risiko terkena
kanker mulut; dengan demikian, parameter ini harus dikontrol dalam makanan.
 Pati
Pati adalah salah satu sumber energi utama dalam makanan karena hadir
dalam berbagai bentuk makanan. Berbagai jenis pati telah diklasifikasikan
sebagai pati yang cepat dicerna (RDS), perlahan mencerna pati (SDS), dan pati
resisten. RDS adalah pati olahan, dan konsumsi mereka telah dikaitkan dengan
risiko mengembangkan kanker mulut. SDS perjalanan perlahan di usus kecil,
dan mereka hadir dalam kacang-kacangan dan biji-bijian. Akhirnya, pati resisten
adalah pati tidak tergelatinisasi yang tidak dapat dicerna. Tergantung pada jenis
pati, sifat fisiologis yang berbeda mempengaruhi Kesehatan dan khususnya
kesehatan mulut dapat diamati. Namun, ulasan sebelumnya tentang asupan pati
pada kesehatan mulut disajikan bukti yang tidak meyakinkan.
Konsumsi makanan bertepung tertentu, terutama dengan sereal olahan di
RDS, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker mulut. Ada beberapa
indikasi bahwa mengonsumsi serat makanan, gandum utuh, dan sereal dapat
mengurangi risiko kanker kepala dan leher.
 Kunyit
Kurkumin (Curcuma longa L.) merupakan sumber biologis dalam famili
Zingiberaceae yang berasal dari ing di Asia Tenggara. Resin kunyit digunakan
sebagai perasa jeruk dan pewarna makanan. Kurkumin, senyawa fenolik,
digunakan untuk membumbui dan mewarnai beberapa makanan. Telah banyak
digunakan dalam pengobatan tradisional (Cina, Hindu dan Ayurveda) untuk
meringankan pencernaan masalah. Selama berabad-abad, telah dikenal untuk
menunjukkan anti-inflamasi, antioksidan, aktivitas antiangiogenik, dan
antikanker, bersama dengan potensi penyembuhan yang besar.
 Teh hijau
Teh adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di
dunia. Itu berasal dari Camellia sinensis tanaman, dengan hitam dan hijau
menjadi varietas yang paling populer. Satu jam setelah menelan teh hijau,
konsentrasi katekin dan flavin yang tinggi dapat terdeteksi dalam air liur,
meningkatkan pelepasan lambat senyawa ini di rongga mulut. Sebagai hasilnya,
dapat efektif dalam mencegah kerusakan gigi dan penyakit periodontal.
Konsumsi teh dan khususnya teh hijau telah dilaporkan memiliki kebalikannya
hubungannya dengan kanker mulut. Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk
menjelaskan hubungan ini tionship: teh hijau menginduksi apoptosis sel tumor
pada karsinoma mulut, dan epigallocatechin- 3-gallate (EGCG) menghambat
pertumbuhan dan invasi sel tumor.
 Diet Mediterania
Diet Mediterania khas di negara-negara Eropa Selatan yang berbatasan
dengan Laut Mediterania: Prancis, Portugal, Italia Spanyol, Yunani, Malta, dan
Siprus. Spesifik iklim juga merupakan karakteristik dari lokasi ini. Pertama kali
dijelaskan oleh Trichopoulou dan Lagiou pada tahun 1997, dan berdasarkan
konsumsi minyak zaitun tion selain sering konsumsi ikan dan makanan laut,
sayuran buah dan sereal.
Rekomendasi lainnya adalah konsumsi alkohol sedang dan asupan
daging yang rendah produk susu. Piramida Diet Mediterania meningkatkan
konsumsi makanan local produk musiman dan menghormati lingkungan. Orang
yang mengikuti Diet Mediterania (MediD) memiliki insiden kanker yang lebih
rendah. menurut literatur, meskipun literatur yang mendukung pernyataan ini
langka. Filomeno dkk. menganalisis data dari studi kasus-kontrol yang
dilakukan antara tahun 1997 dan 2009 di Italia dan Swiss, termasuk 768 pasien
dengan insiden, dikonfirmasi secara histologis kasus kanker dan 2.078 kontrol
rumah sakit. Tiga indeks digunakan untuk evaluasi: the Skor Diet Mediterania
(MDS), Indeks Kepatuhan Pola Diet Mediterania (MDP), dan Indeks Kecukupan
Mediterania (MAI). Mereka menemukan kebalikan yang kuat hubungan antara
risiko kanker mulut dan kepatuhan terhadap diet Mediterania menunjukkan
peran menguntungkan yang kuat dari MediD pada kanker mulut.
1.2.2.3 Kesimpulan
Sejumlah studi epidemiologi menghubungkan diet dengan pencegahan
berbagai jenis kanker. Pengaruh berbagai jenis makanan pada sel-sel tubuh
dimediasi melalui: mekanisme epigenetik mengubah materi genetik
mereka. Mekanisme yang sama ini dapat bertindak pada sel kanker, mengubah
atau memodifikasinya, menjadi efektif baik dalam pencegahan kanker dan untuk
pengobatan. Efek menguntungkan dari diet kaya sayuran dan buah-buahan
dikaitkan dengan perbedaan mikronutrien, seperti polifenol, likopen, katekin,
flavin, kurkuminoid, perlahan-lahan mencerna pati, mineral (selenium, seng, dan
tembaga), karoten, vitamin (A, B, C, dan E), asam folat dan omega 3. Namun
demikian, beberapa juga ditemukan pada ikan dan produk hewani.
Senyawa ini menunjukkan mekanisme aksi yang berbeda, dan ketika
digabungkan, mereka mungkin memiliki antioksidan sinergis, anti inflamasi,
anti angiogenik, dan anti proliferasi properti. Sehubungan dengan kanker mulut,
penelitian masih langka. Sebagian besar studi yang diterbitkan merujuk pada
orofaringeal atau kanker saluran aerodigestif atas tanpa membuat perbedaan
yang jelas dengan kanker mulut. Ada sangat sedikit penelitian dengan detail dan
kualitas yang cukup yang mengidentifikasi hubungan antara diet dan kanker
mulut. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki spesifik hubungan antara
kanker mulut dan diet.(Rodríguez-Molinero et al., 2021)

1.2.3 Lingkungan Penyebab Kanker


Ulasan saat ini memberikan ringkasan komprehensif tentang faktor
lingkungan yang terlibat dalam HNSCC dan menyoroti mekanisme yang baru-
baru ini dilaporkan yang terlibat dalam faktor lingkungan terkait perkembangan
HNSCC. Bukti yang mendukung pengembangan lebih lanjut dari berbasis
presisi model pencegahan kanker bergantung pada faktor risiko yang dapat
dimodifikasi juga disediakan. terkait perkembangan HNSCC. Bukti yang
mendukung pengembangan lebih lanjut dari presisi- model berbasis pencegahan
kanker bergantung pada faktor risiko yang dapat dimodifikasi juga disediakan.

1.2.3.1 Merokok Tembakau


Lonjakan kematian yang tiba-tiba terkait dengan karsinoma paru-paru
pada tahun 1950 membuat R. Doll dan B. Hill untuk mengidentifikasi
peningkatan risiko kanker di antara pasien perokok tembakau. Setelah itu, data
dari beberapa penelitian memperluas hubungan konsumsi tembakau dengan
karsinoma mempengaruhi kepala dan leher, kerongkongan, pankreas, kandung
kemih, ginjal, leher rahim, dan perut, sebagai serta dengan penyakit
kardiovaskular dan pernapasan.
Rokok, bentuk tembakau yang paling umum, mengandung lebih dari
7000 bahan kimia dan racun zat, termasuk lebih dari 60 karsinogen yang
diakui. Berbasis bukti langsung pada model hewan percobaan menunjukkan N -
nitrosonornicotine (NNN), spesifik tembakau nitrosamine (TSNA), menjadi
komponen tembakau utama yang mendorong karsinoma kepala dan leher.
asal. Di samping NNN, TSNA lain dan konstituen tembakau, seperti polisiklik
hidrokarbon aromatik (PAH), amina aromatik, dan agen organik volatil tertentu,
penghargaan untuk tumorigenesis dan perkembangan tumor. Pro-tumor
tembakau yang mendasari kontribusi adalah penciptaan ketidakseimbangan
antara aktivasi metabolik dan detoksifikasi kation karsinogen yang secara
langsung menyebabkan kerusakan DNA. Aktivasi metabolik terutama dicapai
melalui enzim sitokrom P450 (CYPs), sementara detoksifikasi metabolik dapat
dilakukan oleh berbagai enzim, seperti glutathione-S-transferases (GSTs) dan
uridine-5 - difosfat-glucuronosyltransferases (UGTs). DNA adduct
menghasilkan DNA spesifik mutasi yang, jika dibiarkan tidak diperbaiki, dapat
mengaktifkan onkogen dan/atau menonaktifkan supresi tumor gen. Di hampir
semua tumor terkait merokok HNSCC, anotasi genom terintegrasi perubahan
molekuler menunjukkan hilangnya fungsi gen supresor tumor p53 dan inaktivasi
cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A).
Sejumlah besar bukti telah menunjukkan konsumsi tembakau sebagai
lingkungan utama faktor risiko mental untuk pengembangan HNSCC. Memang,
pasien yang melaporkan tembakau konsumsi 2,13 kali lebih mungkin untuk
mengembangkan HNSCC dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah
menggunakan tembakau. Selain itu, risiko kematian terkait kanker pada pasien
terkena HNSCC adalah 36% lebih tinggi pada perokok dibandingkan non-
perokok, yang mendukung temuan bahwa perokok menunjukkan kelangsungan
hidup keseluruhan yang jauh lebih rendah. Meskipun merokok penghentian
menunjukkan keuntungan yang cukup besar dalam 4 tahun pertama, kerangka
waktu lebih dekat ke 20 tahun dianggap diperlukan bagi seorang pasien untuk
membawa tingkat risiko yang sama dengan pasien yang tidak pernah
merokok. Secara bersama-sama, efek jangka panjang dan sangat merusak dari
karsinogen tembakau pada epitel mukosa telah dibuat jelas.
Merokok tembakau dapat berkontribusi pada perkembangan kanker dan
metastasis di berbagai cara, seperti dengan menginduksi fenotipe seperti epitel-
mesenkimal transisi (EMT), mempromosikan lingkungan mikro tumor pro-
inflamasi, atau mengubah atau memblokir farmakokinetik obat
antikanker. Ekspresi alfa-7 nikotinik reseptor asetilkolin (nAChRs) pada sel
tumor mendorong proliferasi dan migrasi melalui fosforilasi reseptor faktor
pertumbuhan epidermal (EGFR), protein kinase B (Akt), target mamalia
rapamycin (mTOR), dan stimulasi beta-adrenergik reseptor. Nikotin
meningkatkan ekspresi protein penanda mesenkim, seperti fibronektin dan
vimentin, tetapi menurunkan regulasi protein penanda epitel beta-catenin dan E-
kaderin. 
Selain itu, nikotin dapat mengganggu kemanjuran obat melalui CYP-
mediated metabolisme, glukuronidasi, dan/atau pengikatan protein. Data yang
muncul lebih lanjut menunjukkan bahwa paparan nikotin berkontribusi pada
perkembangan metastasis dengan mendukung mekanisme yang mendorong
invasi perineural (PNI). PNI adalah jalur yang baru-baru ini dikenal terlibat
dalam penyebaran tumor padat dan terkait dengan risiko tinggi local
kekambuhan, metastasis, dan penurunan kelangsungan hidup. Meskipun
mekanisme yang mendasari mengimplikasikan PNI tidak sepenuhnya dipahami,
muncul bukti berdasarkan analisis biopsi kanker manusia dan model hewan
percobaan telah mengungkapkan bahwa kompleks ini proses, yang disebut
pelacakan saraf, didorong oleh pensinyalan molekuler antara saraf dan sel tumor
melalui faktor neurotropik. Ekspresi berlebihan dari faktor pertumbuhan saraf
(NGF) dan reseptornya tropomyosin-related kinase A (TrkA) dilaporkan pada
pasien

1.2.3.2 Alkohol
Sekilas, alkohol menghasilkan atrofi epitel dan menguraikan komponen
lipid sel. nents, memfasilitasi penyerapan karsinogen yang diperoleh dari
tembakau (terutama NNN), makanan, atau sumber lain ke dalam sel
epitel. Metabolit utama metabolisme etanol, asetaldehida, terbukti sangat
mutagenik. Namun demikian, peran konsumsi alcohol tion sebagai faktor
independen dalam pengembangan HNSCC tidak dikuatkan saat ini literatur. Jika
tidak, konsumsi sinergis antara tembakau dan alkohol telah meluas diakui
sebagai faktor risiko utama untuk HNSCC. Oleh karena itu, tampaknya alkohol
bertindak sebagai promotor perkembangan tumor daripada karsinogen.
Ekspresi faktor 1-alpha yang dapat diinduksi hipoksia (HIF-1α), protein
pusat untuk mengendalikan lingkungan mikro tumor hipoksia, telah dilaporkan
lebih tinggi pada tumor spesimen yang diperoleh dari pasien yang terkena
kanker mulut yang mendukung konsumsi alcohol daripada mereka yang
menyangkalnya. Yang penting, HIF-1α meregulasi transkripsi wide sejumlah
faktor yang terlibat dalam mempromosikan sifat invasif dan metastasis dalam sel
tumor, seperti EMT dan angiogenesis. Data dari penelitian kanker usus besar
dan payudara mengungkapkan bahwa alkohol mampu secara langsung
meningkatkan vimentin, matrix metalloproteinase (MMP)-2, MMP-7, dan
MMP-9, mempromosikan fenotipe invasif EMT melalui EGFR-Snail- jalur
perantara.
1.2.3.3 Mikrobioma
Mikrobioma oral adalah arena beragam yang terdiri dari sekitar 1000
spesies berbeda mikroba, termasuk bakteri dan virus, yang ada dalam
keseimbangan fungsional dengan tuan rumah dalam kondisi normal. Namun
demikian, kondisi tertentu mendorong gangguan keseimbangan ini, yang
mengarah pada perkembangan beberapa gangguan sistemik dan lokal seperti:
sebagai tumor ganas.
 Virus
Bukti pertama virus yang mempromosikan tumorigenesis berasal dari
tahun 1964 ketika Virus Epstein-Barr (EBV) ditemukan terkait dengan limfoma
Burkitt. Sekarang- hari, tujuh virus onkogenik telah dikenali: EBV (lebih lanjut
terkait dengan Hodgkin limfoma, limfoma Burkitt, kanker lambung, dan
karsinoma nasofaring), hepatitis Virus B (HBV, terkait dengan karsinoma
hepatoseluler), virus hepatitis C (HCV, terkait karsinoma toselular), human
immunodeficiency virus (HIV, terkait dengan sarkoma Kaposi, limfoma non-
Hodgkin dan Hodgkin), human herpesvirus 8 (HHV-8, terkait dengan Kaposi
sarkoma), HPV (terkait dengan serviks, vagina, vulva, penis, karsinoma
orofaring dubur, dan kanker kandung kemih), dan human T-lymphotropic virus
(HTLV-1, terkait dengan sel T dewasa leukemia/limfoma).
 EBV
EBV (juga disebut Human gammaherpesvirus 4) telah dikaitkan dengan
berbagai keganasan pria, termasuk karsinoma nasofaring (NPC). NPC itu
tidak biasa tumor yang muncul dari epitel nasofaring dan paling sering
mempengaruhi nasofaring. NPC paling sering terjadi sebagai penyakit lanjut
dengan lokoregional yang tinggi infiltrasi dan limfatik dan metastasis
jauh. Sekitar 30% kasus kambuh setelah perlakuan. Tingkat agresivitas yang
tinggi dapat dijelaskan, sebagian, karena fitur histologis yang berdiferensiasi
atau tidak berdiferensiasi, selain limfatik yang melimpah jaringan yang
ditemukan di nasofaring yang memungkinkan invasi limfatik awal. Yang
paling tempat umum metastasis jauh, terjadi pada sekitar 5% pasien NPC,
adalah tulang, diikuti oleh paru-paru, hati, dan kelenjar getah bening jauh.
Infeksi EBV memberikan fungsi kunci dalam onset dan progresi tumor
melalui regulasi berbagai proses, termasuk memodifikasi profil epigenetik,
menginduksi genomic ketidakstabilan, menghindari respon imun,
mempromosikan kelangsungan hidup sel, dan berkontribusi sifat seperti sel.
LMP1, oncoprotein utama yang dikodekan oleh EBV, adalah salah satu
kuncinya produk gen latensi II yang terkait dengan setiap aspek penting
biologi tumor, terutama melalui aktivasi faktor nuklir kappa B (NF-κB).
 HPV
Mekanisme molekuler karsinogenesis HNSCC terkait HPV melibatkan
tion DNA HPV genom ke dalam sel epitel basal, yang mengarah ke ekspresi
virus onkoprotein E6 dan E7. Akibatnya, jalur pensinyalan seluler utama
yang bertanggung jawab untuk kontrol siklus diubah melalui degradasi
protein supresor tumor p53 melalui E6 dan protein retinoblastoma (pRb)
melalui E7, menghasilkan transformasi sel ganas dan keabadian.
Selanjutnya, protein HPV E6 berinteraksi dengan c-myc yang merupakan
kompleks c-myc/E6, yang mengaktifkan transkripsi katalitik telomerase
manusia subunit dari (hTERT), berkontribusi pada keabadian sel tumor.
Infeksi HPV (subtipe 16, 18, 33, dan 52) risiko tinggi telah ditetapkan
sebagai etiologic faktor logis untuk HNSCC. HNSCC terkait HPV
menghadirkan molekuler, klinis, dan fitur patologis dibandingkan dengan
tumor terkait tembakau. Sementara tingkat insiden keseluruhan HNSCC
yang terkait dengan konsumsi tembakau dan alkohol telah menurun
belakangan ini Tahun, pasien dengan penyakit HPV-positif (+) bertanggung
jawab atas peningkatan prevalensi dilaporkan di beberapa negara. Yang
menggembirakan, pendekatan preventif, seperti profilaksis vaksinasi HPV
laktat, dapat menurunkan prevalensi infeksi HPV sebesar 88,2%. Di dalam
khususnya, penyakit HPV (+) terutama mempengaruhi pasien yang lebih
muda dari 45 tahun, tumor biasanya melibatkan orofaring dan menunjukkan
metastasis kelenjar getah bening lanjut, dan pasien umumnya menunjukkan
prognosis yang lebih baik. Analisis histopatologi mengungkapkan bahwa
tumor non-keratin menunjukkan morfologi basaloid, sedangkan profil
molekule
Seperti disebutkan sebelumnya, konsumsi tembakau memiliki potensi
untuk mengubah perilaku logis dan klinis tumor terkait HPV. Dengan
demikian, pasien yang datang dengan tumor HPV (+) dan perokok
tembakau lebih dari 10 bungkus per tahun diklasifikasikan dalam risiko
kematian tahap menengah, mirip dengan pasien dengan tumor HPV (-) pada
stadium tumor awal dengan kurang dari 10 bungkus-tahun merokok
tembakau.
 Bakteri
Hubungan antara infeksi bakteri dan perkembangan kanker awalnya
diidentifikasi antara Helicobacter pylori (H. pylori) dan kanker lambung. Saat
ini, Dunia Organisasi Kesehatan/Badan Internasional untuk Penelitian Kanker
(IARC) telah mengakui H. pylori sebagai karsinogen yang pasti bagi
manusia. Selanjutnya, infeksi H. pylori juga telah dikaitkan dengan limfoma
jaringan limfoid terkait mukosa lambung (MALT) tingkat rendah, Infeksi
Salmonella typhi dengan kanker kandung empedu, Chlamydia trachomatis
dengan serviks kanker, dan Chlamydia pneumoniae dengan limfoma dan kanker
paru-paru. Yang mendasari mekanisme yang terlibat termasuk respon imun
pejamu yang kuat yang dipicu oleh infeksi, menyebabkan peradangan kronis,
metaplasia, displasia, dan, terakhir, ganas transformasi. Secara khusus, H. pylori
menghasilkan translokasi kromosom pada orang yang terinfeksi sel, dan racun
karsinogenik yang dihasilkan oleh Salmonella typhi menderegulasi siklus sel
mekanisme kontrol dan perbaikan DNA, berkontribusi pada proses
karsinogenik.
Meskipun rongga mulut merupakan salah satu mikrobioma yang paling
beragam dan kompleks, peran dysbiosis dalam pengembangan dan
perkembangan HNSCC baru-baru ini ditempatkan sedang dalam
investigasi. Studi awal telah mengidentifikasi prevalensi Gram-negatif anaerob
menjadi dua kali lebih tinggi pada pasien yang terkena karsinoma sel skuamosa
oral (OSCC), di samping penurunan kelimpahan bakteri, keragaman, dan
komposisi taksonomi dibandingkan dengan subyek sehat. Karakterisasi lebih
lanjut dari mikrobioma OSCC mengungkapkan profil mikroba yang diperkaya
oleh patogen oportunistik, termasuk Fusobacterium nu- cleatum, Prevotella
intermedia, Aggregatibacter segnis, Peptostreptococcus stomatis, dan Catonella
morbi. Yang paling mengejutkan, dan untuk pertama kalinya, tanda mikrobial
yang melibatkan prevalensi Lactobacillus dan/atau rendahnya insiden
Haemophilus, Neisseria, Gemellaceae, atau Aggregatibacter dalam air liur telah
disarankan sebagai biomarker untuk HNSCC.
Mengingat luasnya efek merokok tembakau di rongga mulut, tidak
mengherankan bahwa konsumsi tembakau juga menyebabkan perubahan
langsung dalam komposisi mikroba oral. Memang, subjek perokok, terlepas dari
konsumsi alkohol, menunjukkan kekayaan spesies yang lebih rendah, termasuk
penurunan kelimpahan Neisseria, Gemella, dan Peptostreptococcus. Selain
dampak tembakau pada mikroflora rongga mulut, infeksi HPV juga
dipertimbangkan faktor risiko etiologi utama untuk kanker orofaringeal dan
untuk mendorong perubahan ekologi. Secara khusus, profil mikrobioma oral
pada kanker mulut terkait HPV terwakili oleh kekayaan Lactobacillus dan
Weeksellaceae. Sebagai catatan, spesies beradaptasi dengan hipoksia kondisi
khas dari lingkungan mikro tumor, seperti Veillonella, Megasphaera, dan
Anaerolineae, telah diakui sebagai biomarker potensial untuk HNSCC terkait
HPV.
1.2.3.4 Diet dan Nutrisi
Istilah diet mengacu pada jenis dan jumlah total makanan dan minuman
yang dikonsumsi secara teratur. dijumlahkan oleh suatu organisme. Diet
menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk reaksi biokimia terlibat dalam
proses metabolisme yang bertujuan untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan
untuk fungsi selulertion. Sangat penting untuk mengenali, bagaimanapun, bahwa
beberapa zat non-nutrisi (misalnya, kimia, kafein) yang diperoleh melalui diet
juga mampu mempengaruhi metabolisme sel.
 Sayuran dan buah-buahan
Buah dan sayuran tersusun dari beberapa senyawa bioaktif yang
dikategorikan menjadi: fitokimia (misalnya, fenolat, flavonoid, karotenoid),
mikronutrien (vitamin dan mineral), dan serat. Sebagian besar komponen ini
dapat mempengaruhi berbagai tahap kanker onset dan progresi. Salah satu famili
senyawa yang melimpah pada tumbuhan, polifenol, memiliki telah dieksplorasi
secara luas karena fungsinya yang luas sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan
pengatur kekebalan. Secara khusus, aktivitas antioksidan mengurangi oksigen
reaktif spesies (ROS), melindungi terhadap stres oksidatif, mendukung
perbaikan DNA, dan merangsang transkripsi gen yang mengkode enzim
antioksidan. Hebatnya, regulasi mediator inflamasi seperti sitokin dan kemokin
dapat menyebabkan penyakit kronis tingkat rendah peradangan.
Banyak jalur pensinyalan sel yang terkait dengan metabolisme glukosa,
ekspresi gen, transkripsi faktor pertumbuhan, intermediet siklus sel, microRNA,
dan modifikasi epigenetic fiksasi dapat dipengaruhi pada berbagai tingkat oleh
fitokimia ini (misalnya, NF-κB, Akt, mitogen-activated protein kinase (MAPK),
Wnt, Notch). Dalam perspektif ini, in vitro studi mengevaluasi sel kanker
payudara dalam menanggapi polifenol telah melaporkan siklus sel ar- istirahat
selama fase G1/S dan G2/M. Memang, individu dengan asupan terbesar
karotenoid memiliki risiko 39% lebih rendah untuk mengembangkan HNSCC
dibandingkan subjek dengan karotenoid rendah konsumsi. Selanjutnya, evaluasi
baru-baru ini tentang risiko yang berbeda di antara HNSCC subsitus
menunjukkan efek lokal tambahan yang dihasilkan oleh kontak langsung
makanan dengan epitel sel skuamosa, dengan asosiasi terkuat dilaporkan pada
tumor yang terletak di rongga mulut.
 Daging Merah dan Daging Olahan
Meskipun daging merupakan sumber protein yang penting, zat gizi
mikro (misalnya vitamin B6, vitamin B12), dan mineral (misalnya, seng, besi,
selenium, fosfor), proses memasak pada suhu tinggi menimbulkan pembentukan
zat karsinogenik, seperti PAH, Senyawa N-nitroso (NOC), dan amina aromatik
heterosiklik (HAA). Pada tahun 2015, berdasarkan analisis lebih dari 800 studi
epidemiologi, IARC melaporkan hubungan positif antara tingginya konsumsi
daging merah dan daging olahan dengan kanker.
Secara khusus, daging merah diklasifikasikan sebagai berpotensi
karsinogenik bagi manusia dengan kuat bukti dan dikaitkan dengan kanker yang
mempengaruhi usus besar, rektum, pankreas, dan prostat. Daging olahan, di sisi
lain, diklasifikasikan sebagai agen karsinogenik dengan cukup bukti untuk
menghasilkan kanker kolorektal pada manusia dan lebih lanjut terkait dengan
perut kanker.
Hasil dari penelitian yang sama lebih lanjut mengungkapkan bahwa diet
termasuk protein tanpa lemak, buah-buahan, dan sayuran secara keseluruhan
menurunkan risiko HNSCC. Sampai saat ini, bagaimanapun, tidak ada penelitian
yang menemukan hubungan antara konsumsi daging merah dan peningkatan
risiko HNSCC.

1.2.3.5 Pengaruh Faktor Lingkungan Selama Pengobatan Kanker


Faktor lingkungan tidak hanya ditemukan mempengaruhi induksi tumor
dan seminasi tetapi respon terapeutik pasien juga. Merokok selama pengobatan,
misalnya, telah dikaitkan dengan peningkatan beban gejala dan dapat
menyebabkan gangguan farmakokinetik variabel dalam agen antikanker, seperti
melalui regulasi transkripsi dan epigenetik enzim metabolik. Oleh karena itu,
merokok selama terapi radiasi terkait dengan penurunan tingkat respons dan
kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker kepala dan leher. Menariknya,
interaksi mikroba juga telah dilaporkan mempengaruhi kemanjuran dan dampak
terapi antikanker. Lactobacillus brevis CD2 tablet hisap (umumnya ditemukan
dalam produk susu), misalnya, ditemukan untuk mengurangi intensitas dan
prevalensi mukositis pada pasien HNSCC yang menerima kemoterapi atau
radioterapi, mengakibatkan peningkatan penyelesaian pengobatan.
Bukti praklinis dan klinis juga mulai muncul mengenai dampak yang
pasti rejimen diet mungkin ada pada pasien selama perawatan
antikanker. Beberapa studi telah mengidentifikasi puasa memiliki efek sinergis
pada kemoterapi dan radioterapi. pai dan mungkin mengurangi toksisitas
pengobatan. Meskipun kemungkinan tidak seefektif itu, kalori pembatasan juga
dapat memberikan manfaat bagi mereka yang menjalani terapi antikanker. 

1.2.3.6 Kesimpulan dan Perspektif


Kanker sebagian disebabkan oleh perubahan gen tertentu dan, dalam
beberapa kasus, dapat secara langsung hasil dari paparan lingkungan yang
menyebabkan kerusakan DNA. Bukti yang disajikan dalam tinjauan saat ini
mendukung gagasan bahwa faktor lingkungan, termasuk tembakau merokok,
konsumsi alkohol, mikrobioma, dan infeksi HPV, dapat menciptakan lingkungan
ronment yang memungkinkan untuk sirkuit molekuler genetik yang terlibat
dalam pathogenesis dan perkembangan HNSCC. Pola diet juga merupakan
faktor risiko potensial untuk HNSCC, dan ada minat yang tumbuh dalam
membedah hubungan di antara mereka menggunakan tujuan biomarker,
misalnya. Bagaimana faktor lingkungan dan target selulernya terbentuk Kembali
proses pada tingkat genomik, proteomik, dan metabolisme belum sepenuhnya
terungkap, namun, dan dengan demikian, masih banyak yang harus dipahami
mengenai kontribusi mereka ke HNSCC. Penyelidikan lebih lanjut tentang efek
lingkungan jangka pendek dan jangka Panjang eksposur, serta intervensi awal,
kemungkinan akan memungkinkan kita untuk mengontrol HNSCC dengan lebih
baik pada tingkat individu melalui terapi pribadi. Namun demikian, menciptakan
budaya pencegahan yang mempromosikan gaya hidup sehat mungkin yang
paling efektif (dan paling sulit). Sementara penjangkauan pendidikan lanjutan
tentang topik-topik seperti vaksinasi HPV akan sangat penting untuk bergerak
maju, beberapa intervensi perilaku kesehatan, seperti yang dijelaskan oleh
musim semi et al., hampir pasti akan diperlukan di samping upaya investigasi
untuk tidak hanya memerangi HNSCC tetapi semua kanker.(Thomas, 2011)

1.2.4 Pencegahan Kanker


Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa informasi terkait kesehatan yang
disediakan secara online membantu untuk mengimplementasikan program
intervensi yang bertujuan untuk mengubah perilaku yang tidak pantas, serta
meningkatkan partisipasi dalam pemeriksaan pencegahan. Perlu dicatat bahwa
pengetahuan yang ditransfer harus disesuaikan dengan usia, kebutuhan, sikap
dan keterampilan klien atau pasien, sedangkan program pendidikan harus
dilakukan baik di bentuk tradisional dan online. Mereka harus menutupi seluruh
masyarakat, harus direncanakan selama beberapa dekade dan konsisten
dilaksanakan selama periode ini untuk membawa terukur dan efek yang
dimaksudkan. Tanpa tekad ini di implementasi, tidak akan pernah mungkin
untuk mewujudkan harapan ditempatkan dalam tindakan pencegahan.
Selama dekade terakhir, studi epidemiologi dari berbagai populasi telah
mengkonfirmasi pentingnya diet yang tepat, termasuk faktor nutrisi tertentu,
dalam mencegah dan pengendalian kejadian penyakit tidak menular; sehingga
memungkinkan intervensi gizi dan mengubah berdampak pada tubuh manusia.
Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa pada populasi yang dietnya
mengandung jumlah gula rafinasi, garam, lemak hewani, merah dan olahan
daging, peningkatan risiko kanker diamati. Berdasarkan rekomendasi terbaru
dari World Cancer Research Dana, konsumsi daging merah harus dibatasi 500 g
per minggu, dan jumlah yang sangat kecil ini mungkin sosis.
Rekomendasi untuk pencegahan primer termasuk dalam kemoprevensi
pertama, yang, ternyata, dapat dilakukan efek positif untuk menghentikan atau
memperlambat tahap awal dari proses karsinogenesis. 
Efek pencegahan kemoterapi telah ditunjukkan untuk vitamin A, -
karoten, fenretinide, turunan sintetis turunan vitamin A. Menurut Laporan yang
dikeluarkan oleh the Dana Penelitian Kanker Dunia (WCRF) dan Amerika
Institute for Cancer Research (AICR), produk makanan mengandung karotenoid
yang protektif terhadap oral, tenggorokan, laring dan kanker paru-paru. Sebuah
korelasi positif juga telah ditunjukkan antara asupan -karoten dan penurunan
risiko mengembangkan karsinoma esofagus. Acak penelitian yang dilakukan di
Cina antara approx. 30.000 orang berisiko terkena kanker esofagus dan lambung
menunjukkan bahwa kematian terendah pada tumor yang diteliti terjadi Ketika -
karoten dan selenium diambil secara bersamaan. 
Penelitian tentang suplementasi vitamin E telah menunjukkan bahwa
dosis tinggi vitamin ini dapat mengurangi risiko kandung kemih
kanker. Manfaat penggunaan vitamin E dalam jangka panjang adalah telah
ditunjukkan dalam survei yang dilakukan pada tahun 2001 di AS – asupan
vitamin C dan E selama 10 tahun berkontribusi untuk pengurangan insiden
kanker usus besar dan rectum. Namun, menurut laporan IARC baru-baru ini
tentangnsuplementasi beta-karoten dan vitamin E, -karoten suplemen
meningkatkan risiko kanker paru-paru pada perokok, sementara suplemen
vitamin E tidak memberikan anti- perlindungan kanker.
Vitamin D juga menunjukkan pro-apoptosis dan antiproliferative properti
dalam kaitannya dengan kanker. Studi menunjukkan bahwa orang tinggal di
lintang yang lebih tinggi lebih mungkin untuk mengembangkan kanker seperti
penyakit Hodgkin, pankreas, kolorektal, ovarium dan kanker prostat. Ada
laporan dalam literatur yang menunjukkan bahwa orang yang mengembangkan
kanker payudara, kolorektal atau prostat di musim panas-musim gugur, di mana
sintesis kulit vitamin D meningkat, memiliki tingkat kelangsungan hidup yang
lebih besar daripada mereka yang didiagnosis pada musim dingin-musim semi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kekurangan asam folat dalam diet
dapat meningkatkan risiko kolorektal, uterus dan kanker payudara. Peran
pencegahannya terkait dengan fungsi bahwa senyawa ini berperan dalam
metilasi DNA, asam nukleat sintesis dan S-adenosilmetionin. Kadar folat yang
rendah dapat merusak kromosom dan hipometilasi genom. Folat Kekurangan
asam juga menyebabkan proliferasi sel yang berlebihan.
Efek positif pada tubuh manusia juga telah ditunjukkan untuk asam
lemak omega-3 tak jenuh, terutama asam lemak rantai asam lemak tak jenuh
ganda, seperti eicosapentaenoic asam (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA)
[30]. Di dalam kemoprevensi, pada berbagai tingkat karsinogenesis, glukosinolat
juga dapat digunakan untuk mengurangi aktivitas enzim yang mengaktifkan
karsinogen dan menginduksi enzim yang terlibat dalam detoksifikasi. Mereka
juga dapat menangkap metabolit elektrofilik dan bentuk oksigen reaktif, dan
mengaktifkan mekanisme yang memperbaiki DNA. Jumlah glukosinolat
tertinggi dapat ditemukan dalam biji tanaman silangan dan sayuran segar,
sedangkan levelnya menurun seiring waktu penyimpanan.
Serat pangan merupakan salah satu komponen pangan yang memiliki
dampak yang signifikan terhadap kesehatan, dan sejak penelitian tahun 1980-an
hasil tentang efek antikanker serat telah dipublikasikan. Sebagai hasil dari
penelitian, Howe et al. ditemukan bahwa peningkatan
Saat ini, diet yang didasarkan terutama pada produk nabati adalah
direkomendasikan, termasuk setidaknya lima porsi sayuran dan buah-buahan
setiap hari. Diet harus mengandung biji-bijian, menggantikan sumber
karbohidrat murni. Pola makan yang tidak seimbang menyebabkan kelebihan
berat badan dan obesitas, yang, seperti yang ditunjukkan oleh hasil studi
populasi, adalah menjadi ancaman epidemiologis yang serius di negara maju
negara. Sebuah korelasi ditemukan antara kelebihan berat badan, massa tubuh
indeks dan peningkatan risiko kanker, terutama yang besar usus dan
payudara. Studi epidemiologis telah menunjukkan kelebihan berat badan dan
obesitas, yang semakin meningkat epidemi di sebagian besar negara, terkait
dengan peningkatan risiko kanker berbagai lokalisasi. 
Studi epidemiologis juga menunjukkan bahwa pasien obesitas yang
diobati secara onkologis memiliki prognosis yang lebih buruk dan mortalitas
yang lebih besar dibandingkan pasien dengan BMI normal. Menyiapkan
makanan dengan cara dikukus atau direbus sesuai dengan rekomendasi EPIC
dan IARC adalah bentuk kanker pencegahan. 
Di antara faktor-faktor yang berkontribusi pada pembentukan tumor juga
kekurangan atau kekurangan fisik aktivitas. Laporan terbaru menunjukkan
bahwa aktivitas fisik dapat mempengaruhi risiko kanker melalui berbagai
mekanisme. Kekurangan atau kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kelebihan
berat badan yang, pada gilirannya, meningkatkan kadar estrogen yang
bersirkulasi, androgen, insulin, dan faktor pertumbuhan seperti insulin. Ini faktor
yang berhubungan dengan pertumbuhan sel serta tumor. Berkurangnya aktivitas
fisik juga menyebabkan peningkatan paparan jaringan payudara terhadap
hormon ovarium yang bersirkulasi serta retensi makanan di usus besar, sehingga
meningkatkan durasi efek mutagenik potensial pada usus lapisan. Hubungan
antara aktivitas fisik dan risiko kanker payudara, kolorektal dan endometrium
telah didemonstrasikan. Kemungkinan besar, ini juga membantu mengurangi
risiko kanker prostat dan paru-paru. Studi epidemiologi multisenter dilakukan
saat ini, mengikuti prinsip-prinsip bukti- obat berbasis, telah ditentukan, peran
aktivitas fisik dilakukan secara sistematis untuk mencegah kanker. 
Dampak dari aktivitas fisik pada tubuh bersifat multi arah: itu
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, melepaskan katekolamin dan kortisol,
yang meningkatkan jumlah pembunuh alami. Fisik biasa aktivitas menyebabkan
hilangnya jaringan adiposa. Ini meningkatkan konsentrasi adiponektin,
menurunkan konsentrasi TNF-α dan IL-6 yang dapat merusak DNA,
menghambat apoptosis dan memfasilitasi invasi tumor. Aktivitas fisik juga
menurunkan kadar hormon seks, dan meningkatkan seks kadar globulin pengikat
hormon yang, pada gilirannya, mengurangi risiko kanker payudara. Aktivitas
fisik meningkatkan usus peristaltik dan mempercepat perjalanan usus, sehingga
mengurangi paparan karsinogen yang terkandung dalam makanan.
Isu yang sangat penting dalam pencegahan primer kanker adalah
pengurangan paparan aktif dan pasif terhadap asap tembakau yang merupakan
penyebab tunggal dan utama kanker. Menurut FCTC WHO, semua produk
tembakau sepenuhnya atau sebagian terbuat dari daun tembakau yang digunakan
untuk merokok, mengunyah atau mengendus, merupakan sumber berbagai
karsinogen dan racun lainnya faktor. Beberapa karsinogen adalah bahan dari
tembakau tanaman itu sendiri, termasuk nitrosamin [TSNA] – termasuk N-
nitrosonornicotine [NNN], 4-(methylnitrosamino)- 1-(3-piridil)-1-butanon
[NNK]), sebagian besar adalah terbentuk ketika tembakau dibakar (yaitu
aromatik polisiklik). hidrokarbon [PAH], khususnya benzo[a]pyrene.
Perokok pasif juga bersifat karsinogenik, asap dari ujung rokok yang
bercahaya empat kali lebih berbahaya daripada yang dihirup oleh
perokok. Merokok pasif meningkat risiko kanker paru-paru hingga seperempat,
meningkatkan risiko kanker laring dan esofagus, serta pada masa kanak-kanak
leukemia dan kanker laring, tenggorokan, otak, kandung kemih rektum dan perut
(Laporan American Cancer Society)
Studi epidemiologis telah menunjukkan bahwa ada hubungan kausal
antara konsumsi alkohol dan peningkatan risiko kanker. Konsumsi alkohol
meningkatkan risiko kanker mulut, tenggorokan, laring, kerongkongan, hati dan
payudara. Besarnya risiko bervariasi dan tergantung pada jumlah alkohol yang
dikonsumsi, jenisnya, dan faktor lain. Bahkan jumlah kecil dapat meningkatkan
risiko kanker. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa memiliki satu
pecandu alcohol minum sehari (6-8 g etanol murni) meningkatkan risiko
payudara kanker sebesar 11%, sedangkan dua minuman sehari meningkatkan
risiko kanker kolorektal sebesar 8%. Badan Internasional untuk Penelitian
Kanker (IARC) telah mengidentifikasi alkohol sebagai Kelas I karsinogen untuk
kanker hati [92, 93]. Baik tinggi maupun rendah konsumsi alkohol (10-12%),
merupakan faktor risiko kanker.
Saat ini, ada banyak strategi dan program yang dapat mencegah kaum
muda untuk mulai menggunakan tembakau, termasuk iklan dan promosi
terbatas, kenaikan cukai kewajiban, tindakan yang ditujukan untuk membatasi
akses tembakau kepada anak di bawah umur, pendidikan dan kontra-iklan. 
Telah terbukti bahwa pencemaran alam dan lingkungan kerja adalah
penyebab kanker, yang sulit untuk menghindari selama kehidupan individu,
tetapi tindakan pencegahan dapat digunakan untuk sebagian kecil. Kegiatan di
daerah ini adalah dikenal luas dan termasuk pengurangan asap dan debu emisi
dari pabrik, kendaraan, pemupukan alami pada pertanian, pengolahan air minum
yang tepat, atau penerapan standar kesehatan dan keselamatan yang melindungi
ibu hamil dan ibu menyusui dengan membatasi paparan bahan kimia dalam
lingkungan profesional. Pencegahan yang penting elemen membatasi paparan
anak-anak dan hamil dan ibu menyusui untuk produk rumah tangga, pestisida,
asap dupa dan pewarna rambut.
Saat ini, banyak perhatian diberikan pada peran medan elektromagnetik
dalam proses kanker dan untuk mengurangi paparan dampaknya pada tubuh
manusia. Terlepas dari besarnya paparan elektromagnetik yang diizinkan
lapangan, disarankan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian menghindari dan
membatasi paparan di rumah, tempat kerja dan di lingkungan. Hal ini dapat
dengan mudah dicapai dengan membatasi keberadaan kabel listrik, peralatan
listrik rumah tangga, peralatan kantor, pesawat televisi atau komputer, dan
dengan tidak menempatkan perangkat ini di dekat tempat istirahat dan
tidur. Mengurangi dampak gelombang yang dihasilkan oleh ponsel dan
microwave oven juga dipertimbangkan, terutama pada anak-anak.
Pencegahan kanker kulit termasuk mengurangi paparan terhadap radiasi
ultraviolet. Metode terbaik untuk mengurangi eksposur adalah untuk
menghindari radiasi matahari selama jam aktivitas puncaknya antara 10.00 –
15.00 dan memakai pakaian yang pantas (lengan panjang, penutup kepala), dan
pada saat terpapar gunakan krim dengan filter penyerap UV lebih besar dari 15
(SPF>15)
Perhatian juga harus diberikan pada faktor-faktor yang berpotensi
mengurangi kegigihan produk di permukaan kulit dan melemah keefektifannya,
yaitu penghilangan mekanis selama fisik aktivitas, dengan menggosok pakaian,
handuk dan kontak dengan air. Fitur produk fotoprotektif yang sesuai sangat
luas spektrum fotoproteksi, fotostabilitas, jangka Panjang perlindungan, tahan
air dan kualitas kosmetik yang baik.
Karena meningkatnya peran agen infeksi dalam kanker pembentukan,
penting untuk mengurangi paparan biologis agen seperti virus, bakteri, jamur,
protozoa. Pencegahan tindakan terdiri dari menjaga kondisi perumahan yang
layak (kering dan tidak berjamur), membatasi kemungkinan infeksi dan
menghindari infeksi dini pada bayi di bawah tiga bulan. Orang dengan riwayat
keluarga kanker hati atau penyakit hati harus diuji untuk HBV dan HCV, anak-
anak dari ibu yang adalah pembawa HBV atau HCV harus menerima
immunoglobulin setelah lahir, dan wanita yang merupakan pembawa HTLV-1
harus tidak menyusui anaknya
Vaksinasi pelindung, sebagai tindakan pencegahan, memiliki
menyebabkan tingkat kejadian hepatitis B yang lebih rendah di
Polandia. Sebagai data epidemiologi menunjukkan, pengenalan vaksinasi di
semua bayi baru lahir pada tahun 1994–1996 berkontribusi pada peningkatan
situasi kesehatan di antara anak-anak bungsu. NS 'insiden hepatitis B pada tahun
1997 untuk anak usia 0–3 tahun rata-rata 2,5/100,000' [100].
Dalam pencegahan primer jinak dan neoplastic Lesi yang disebabkan
oleh jenis kelamin human papillomavirus (HPV), menurut pedoman WHO,
vaksin pencegahan adalah terobosan. Pada tahun 2006, Obat-obatan Eropa
Badan Evaluasi menyetujui dua vaksin untuk digunakan di Eropa, karena
terbukti efektif dengan mengurangi risiko pengembangan displasia
serviks. Vaksinasi massal harus digunakan pada anak perempuan antara 12 – 15
tahun, yang menciptakan peluang nyata untuk mencegah kanker
serviks. Pencegahan sekunder kanker adalah skrining massal, yang ditujukan
untuk deteksi dini kanker pada orang tanpa gejala penyakit dan pengurangan
kematian terkait. Skrining pencegahan sekunder memiliki efek menguntungkan
dalam mengurangi kematian akibat kanker. Contoh deteksi dini melalui skrining
adalah sitologi, tes ginekologi, mikrobiologi dan virologi di pencegahan kanker
serviks. Tes sitologi harus dianggap sebagai bentuk penyaringan wajib untuk
neoplasia endotel. Perhimpunan Serviks Amerika Kolposkopi dan Patologi
(ASCCP), bersama dengan American Cancer Society (ACS),
merekomendasikan sitologi tes dari usia 21, atau 3 tahun setelah onset seksual
aktivitas. Saat ini, Program Kependudukan untuk Pencegahan dan Diagnosa
Dini Kanker Serviks dan Penduduknya Program Deteksi Dini Kanker Payudara
adalah dilaksanakan sebagai bagian dari Program Nasional untuk Memerangi
Penyakit Neoplastik. Informasi terkini di tempat-tempat di mana tes gratis
dilakukan di payudara dan program pencegahan kanker serviks dapat ditemukan
di situs Dana Kesehatan Nasional. Selain itu, sebagai bagian dari Program
Nasional untuk Memerangi Penyakit Neoplastik, program perawatan untuk
keluarga dengan risiko herediter yang tinggi mengembangkan neoplasma ganas,
direncanakan, termasuk: deteksi dini keganasan payudara dan ovarium seperti
keluarga.
Pencegahan sekunder kanker ovarium meliputi pencegahan dini
diagnosis disgenesis gonad dan insensitivitas androgen sindrom, evaluasi
kromatin seks pada semua neonatus wanita, dan skrining ultrasonografi untuk
menilai keberadaan alveolus aparatus dalam gonad. Dalam proses awal payudara
deteksi kanker, elemen penting dalam sekunder pencegahannya adalah
pemeriksaan payudara sendiri, USG dan pemeriksaan radiologi. Efektivitas
payudara sendiri pemeriksaan bersama dengan pemeriksaan radiologi dalam
mendeteksi kanker payudara pada stadium awal mencapai hamper
90%. Pemeriksaan radiologi payudara bertujuan untuk mendeteksi kanker
kelenjar susu pada tahap awal perkembangan, dimana penyakit tersebut belum
menunjukkan gejala. USG pemeriksaan sangat berharga pada wanita dengan
struktur radiologis payudara, dengan kandungan tinggi jaringan
kelenjar. Keuntungan tambahan dari tes ini adalah non-invasif dan tidak
berbahaya, itulah sebabnya hal itu bisa terjadi dilakukan dengan aman pada
wanita hamil.
. Tidak diragukan lagi, masa depan dalam pencegahan sekunder akan
menjadi tes genetik, yang saat ini merupakan metode utama menentukan risiko
mengembangkan bentuk herediter dari kanker. Contohnya adalah analisis gen
BRCA1 dan BRCA2, yang bertujuan untuk menentukan predisposisi herediter
terhadap ovarium, payudara dan kanker lainnya. Penelitian tentang BRCA2 gen
menunjukkan bahwa mutasi pada gen ini bertanggung jawab untuk 35- 45% dari
kanker payudara bawaan pada wanita, meningkatkan risiko kanker payudara
hingga 85%, kanker ovarium – 15-20%, dan risikonya mengembangkan kanker
payudara pada pria menjadi 5-10%. Juga, pengetahuan tentang tanda-tanda awal
kanker di masyarakat, pengamatan dan pemeriksaan diri, juga memungkinkan
pengamatan gejala yang mengganggu dan pelaporan untuk pemeriksaan
pencegahan ups, yang akan memungkinkan deteksi dini penyakit.
1.2.5 KESIMPULAN
Karena peningkatan sistematis dalam kejadian kanker, penekanan kuat
harus ditempatkan pada pencegahan. Pencegahan tindakan membawa manfaat
tidak hanya bagi individu, tetapi merupakan aspek penting dari kebijakan
kesehatan. Sebagai bagian dari pencegahan, selain meningkatkan situasi
kesehatan masyarakat, ada adalah pengurangan konsekuensi dalam pengeluaran
perawatan kesehatan. NS pentingnya pencegahan primer dalam kaitannya
dengan Kesehatan orang telah ditunjukkan, termasuk sekunder pencegahan yang
ditujukan untuk mengendalikan faktor risiko dalam kaitannya dengan orang
yang terpapar faktor-faktor ini. Kombinasi ini kegiatan menjadi elemen penting
dalam menjaga kesehatan individu, juga masyarakat. Kondisi dasar untuk
efektivitas program penyaringan yang tinggi, dalam Selain cakupan luas
populasi berisiko tinggi kanker, bagaimanapun, adalah untuk meningkatkan
kesadaran. Pendidikan adalah sebuah elemen yang tidak terpisahkan dari
tindakan pencegahan, tidak hanya meningkatkan kesadaran kesehatan, tetapi di
atas semua memiliki terukur berdampak pada perilaku kesehatan, termasuk
pengujian rutin di set.(Lewandowska et al., 2021)

Daftar Pustaka

Compérat, E., Wasinger, G., Oszwald, A., Kain, R., Cancel-Tassin, G., & Cussenot, O.
(2020). The genetic complexity of prostate cancer. Genes, 11(12), 1–12.
https://doi.org/10.3390/genes11121396

LathifahSekarAzmi_1302619035_TugasMakalahBiologi. (n.d.).

Lewandowska, A. M., Lewandowski, T., Rudzki, M., Rudzki, S., & Laskowska, B.
(2021). Cancer prevention – review paper. Annals of Agricultural and
Environmental Medicine, 28(1), 11–19. https://doi.org/10.26444/aaem/116906

Rodríguez-Molinero, J., Migueláñez-Medrán, B. D. C., Puente-Gutiérrez, C., Delgado-


Somolinos, E., Carreras-Presas, C. M., Fernández-Farhall, J., & López-Sánchez, A.
F. (2021). Association between oral cancer and diet: An update. Nutrients, 13(4),
1–15. https://doi.org/10.3390/nu13041299

Thomas, M. C. (2011). Pathogenesis and progression of proteinuria. Contributions to


Nephrology, 170, 48–56. https://doi.org/10.1159/000324943

Anda mungkin juga menyukai