Anda di halaman 1dari 9

PERAN PENGAMBIL KEPUTUSAN TERHADAP

PENGGUNAAN MKJP DI INDONESIA


(ANALISIS LANJUT DATA SRPJMN TAHUN 2017)
Tien Ihsani1, Caroline Endah Wuryaningsih2, Sukarno 3
1
Pemerintah Kota Solok/ Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
2
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
3
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
1
tien.ihsani@yahoo.co.id, 2endah1@ui.ac.id, 3lararashida@gmail.com

Abstrak
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang merupakan jenis kontrasepsi yang efektif dari segi biaya dan untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, namun peningkatan penggunaan MKJP di Indonesia dalam beberapa
tahun belakangan sangat lambat. Pengambil keputusan ber-KB merupakan target dalam sasaran program
komunikasi KB. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran pengambil keputusan terhadap
penggunaan MKJP. Desain penelitian adalah cross sectional. Sampel penelitian ini adalah akseptor kontrasepsi
modern yang diambil data sekunder hasil Survei Indikator Kinerja Program KKBPK RPJMN tahun 2017 sejumlah
20109 orang. Data dianalisis dengan regresi logistik ganda. Pengambilan keputusan yang dilakukan secara
bersama oleh akseptor bersama pasangan atau bersama penyedia layanan secara substansi mempunyai peluang
yang lebih besar terhadap penggunaan MKJP. Hubungan pengambil keputusan dengan penggunaan MKJP
berbeda menurut sumber layanan setelah dikontrol variabel umur, pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak,
rencana punya anak, sumber layanan dan konseling KB. Pada sumber layanan pemerintah peluang penggunaan
MKJP menjadi kecil pada pengambilan keputusan yang dilakukan bersama daripada pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh akseptor sendiri. Disarankan untuk dapat meningkatkan peran pasangan odan penyedia layanan
untuk mendiskusikan pemilihan alat kontrasepsi dengan akseptor.

Kata kunci: Pengambil keputusan, Sumber layanan kontrasepsi, MKJP.

A. Pendahuluan
Salah satu intervensi yang dapat & Gipson, 2014). MKJP memberikan banyak
mencegah atau mengurangi angka kematian ibu pilihan bagi wanita yang menginginkan
dan bayi baru lahir adalah dengan memastikan kehamilan kembali dengan menggunakan MKJP
bahwa setiap kehamilan merupakan kehamilan reversibel dan bagi wanita yang tidak
yang diinginkan melalui penggunaan kontrasepsi menginginkan adanya kehamilan lagi dengan
modern (Jacob, Bakamjian, & Pile, 2008). menggunakan MKJP permanen. Dengan
Selain upaya peningkatan penggunaan banyaknya pilihan yang tersedia dalam
kontrasepsi (CPR), BKKBN juga mentargetkan kontrasepsi MKJP wanita akan cenderung
peningkatan prevalensi mix MKJP yaitu menggunakan metode kontrasepsi, puas dengan
prevalensi penggunaan Metode Kontrasepsi pilihannya serta terus menggunakannya sampai
Jangka Panjang (MKJP) pada peserta KB saat tidak ingin lagi mencegah kehamilan
modern dalam Renstra BKKBN tahun 2015- (USAID, 2008).
2019. MKJP merupakan metode kontrasepsi Upaya peningkatan penggunaan MKJP
yang terdiri dari MKJP yang reversibel yaitu bertujuan untuk meningkatkan CPR karena
IUD dan implan, serta MKJP yang bersifat keunggulan lain dari MKJP adalah peluang
permanen yaitu sterilisasi wanita (tubektomi) untuk putus dalam pemakaian kontrasepsi lebih
dan sterilisasi pria (vasektomi) (United Nation, rendah dibandingkan non MKJP. Di negara
2015). MKJP adalah metode kontrasepsi yang berkembang sekitar 20% sampai 30% wanita
sangat efektif dari segi biaya dan untuk yang menggunakan kontrasepsi oral atau suntik
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan akan berhenti dalam waktu dua tahun sejak
selama 3 sampai 10 tahun (Eeckhaut, Sweeney, dimulainya karena efek samping atau masalah

11
kesehatan lainnya dan banyak dari wanita juga merupakan keputusan bersama dimana hal
tersebut merasakan manfaat dengan beralih ini terkait dengan bagaimana metode kontrasepsi
menggunakan MKJP (Ali, Sadler, Cleland, Ngo, yang akan digunakan. Selain terkait dengan
& Shah, 2012). metode, faktor yang berkaitan dengan
Di Indonesia penggunaan kontrasepsi pemberdayaan wanita seperti tingkat pendidikan
dari hasil estimasi penggunaan kontrasepsi pada juga berpengaruh terhadap pengambilan
tahun 2015 masih didominasi oleh metode keputusan penggunaan kontrasepsi (Hameed et
suntik yaitu sebanyak 32,6% angka ini lebih al., 2014).
tinggi dari penggunaan suntik secara Berdasarkan uraian diatas peneliti
keseluruhan di negara ASEAN 18,9% menganalisis tentang bagaimana peran
sedangkan penggunaan IUD hanya 3,9% dan pengambil keputusan terhadap penggunaan
implan sebanyak 3,3% (United Nation, 2015). MKJP di Indonesia tahun 2017 dengan
Berdasarkan data SDKI 2012, penggunaan alat menganalisis lebih lanjut data SRPJMN tahun
dan obat Metode Kontrasepsi Jangka Pendek 2017. Untuk menjawab pertanyaan penelitian
(non MKJP) terus meningkat dari 46,5% maka peneliti menguraikan tujuan penelitian
menjadi 47,3% (SDKI 2007 dan 2012), secara khusus yaitu:
sementara metode Kontrasepsi Jangka Panjang 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi
(MKJP) cenderung menurun, dari 10,9% persen penggunaan MKJP berdasarkan pengambil
menjadi 10,6 persen dan 18,3 persen untuk keputusan, umur, pendidikan, tempat
prevalensi mix MKJP (BKKBN, BPS, & tinggal, jumlah anak hidup, pengetahuan
Kemenkes, 2013). tentang metode kontrasepsi, rencana punya
Menurut survei RPJMNtahun 2016 anak, sumber pelayanan kontrasepsi dan
capaian mix MKJP tahun 2016 sudah memenuhi konseling KB di Indonesia Tahun 2017.
target yaitu sebanyak 21,5% namun pada hasil 2. Untuk mengetahui peran pengambil
survei RPJMN tahun 2017 capaian mix MKJP keputusan terhadap penggunaan MKJP
masih tetap 21,5% sementara target capaian mix sebelum dikontrol dengan faktor umur,
MKJP untuk tahun 2017 yang ditetapkan dalam pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak
Renstra 2015-2019 adalah sebanyak 21.7%. Jika hidup, pengetahuan tentang metode
dibandingkan dengan capaian mix MKJP kontrasepsi, rencana punya anak, sumber
provinsi di Indonesia terdapat 12 provinsi yang pelayanan kontrasepsi dan konseling KB
angkanya berada diatas angka nasional , namun pada aseptor KB di Indonesia berdasarkan
capaian mix MKJP di 22 provinsi lainnya berada data SRPJMN tahun 2017.
dibawah angka nasional. (BKKBN, 2016). 3. Untuk mengetahui peran pengambil
Sejak awal program KB dilaksanakan, keputusan terhadap penggunaan MKJP
pihak yang terlibat dalam pengambilan setelah dikontrol dengan faktor umur,
keputusan ber-KB merupakan hal pokok yang pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak
menjadi fokus perhatian program KB. Hal ini hidup, pengetahuan tentang metode
disebabkan keputusan akseptor/ wanita untuk kontrasepsi, rencana punya anak, sumber
menggunakan kontrasepsi sangat dipengaruhi pelayanan kontrasepsi dan konseling KB
oleh pengaruh sosial dari pasangan, keluarga, pada akseptor KB di Indonesia berdasarkan
teman atau komunitas. Sehingga untuk data SRPJMN tahun 2017.
mengatasi hal tersebut pihak yang berperan
dalam pengambilan keputusan ber-KB menjadi B. Kerangka Konsep
sasaran program komunikasi KB (Bongaarts, Menurut Bertrand (1980) ada tiga faktor
Cleland, Townsend, Bertrand, & Das Gupta, utama yang dapat berpengaruh secara langsung
2012). Dalam banyak rumah tangga seringkali dalam penerimaan terhadap kontrasepsi. Faktor
suami menjadi orang yang dominan terhadap yang pertama adalah faktor sosiodemografi
keputusan penggunaan kontrasepsi (Herbert, antara lain berupa pendidikan, pendapatan,
2015). Pengambilan keputusan dalam status pekerjaan, tipe rumah, asupan nutrisi
penggunaan kontrasepsi dapat merupakan (khusus untuk negara berkembang) dan
sebuah keputusan independen wanita dan dapat pendapatan tidak langsung lainnya. Faktor yang

12
kedua yaitu faktor psikososial yang termasuk di Winconsin pada tahun 2014 menemukan
didalamnya adalah sikap dan keyakinan dengan bahwa sebagian besar wanita kulit putih
beberapa indikator penting lainnya antara lain menyatakan bahwa penyedia layanan KB
ukuran keluarga ideal, pentingnya memiliki anak merupakan sumber informasi yang terpercaya
laki-laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami- mengenai alat kontrasepsi terutama untuk MKJP
istri, pengambil keputusan, persepsi terhadap jenis reversibel. (Higgins, Kramer, & Ryder,
kematian bayi serta pengetahuan tentang metode 2016). Selain informasi dari penyedia layanan
KB. Faktor yang ketiga adalah faktor yang KB, ketersediaan layanan dan alat kontrasepsi
berhubungan dengan pemberi layanan yang dan biaya layanan. Kualitas konseling juga
termasuk didalamnya adalah ketersediaan KB, memiliki efek mendalam pada seberapa efektif
kunjungan dari petugas KB, dan sumber (konsisten dan benar) metode kontrasepsi
informasi yang ada (Bertrand, 1980). tersebut akan digunakan (World Health
Pengambilan keputusan dalam memilih Organization, 2016).
kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh pengetahuan Ukuran keluarga ideal yang rendah dan
tentang kontrasepsi dari pengambil keputusan. dukungan suami dalam pengambilan keputusan
Kurangnya pengetahuan tentang kontrasepsi dapat menyebabkan tingginya motivasi untuk
merupakan salah satu faktor utama tidak membatasi atau menjarangkan kehamilan
menggunakan KB pada populasi dengan (World Health Organization, 2017). Hal ini
prevalensi kontrasepsi rendah (World Health dibuktikan dari penelitian di negara Amerika
Organization, 2017). Hal ini dibuktikan oleh Serikat bahwa tren penggunaan IUD (salah satu
salah satu penelitian yang dilakukan di Tigray MKJP) meningkat dari 1,8% pada tahun 2002
Ethiopia tahun 2011 bahwa wanita menikah menjadi 9,8% pada tahun 2012 pada wanita
dengan pengetahuan yang tinggi tentang MKJP yang masih menginginkan anak, dimana
berpeluang 8 kali lebih memilih MKJP penggunaan IUD 5 kali lebih banyak digunakan
dibanding yang berpengetahuan rendah pada wanita yang telah memiliki satu orang anak
(Alemayehu, Belachew, & Tilahun, 2012). dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan
Meskipun pengetahuan tentang daripada wanita yang tidak menginginkan
kontrasepsi berpengaruh terhadap pemilihan dan kehamilan lagi. Sedangkan pada wanita yang
penggunaan kontrasepsi namun pengetahuan sudah tidak menginginkan anak lebih memilih
tentang kontrasepsi akan lebih berpengaruh untuk menggunakan metode sterilisasi (Mosher,
signifikan terhadap penggunaan kontrasepsi jika Moreau, & Lantos, 2016).
calon akseptor mendapatkan informasi yang Berdasarkan teori dan penelitian-
memadai tentang metode spesifik kontrasepsi penelitian sebelumnya maka disusunlah
(World Health Organization, 2017). Informasi kerangka konsep sebagai berikut:
yang memadai tentang kontrasepsi dapat
diperoleh dari penyedia layanan KB diantaranya
tentang informasi mengenai jenis-jenis
kontrasepsi, cara penggunaan, efektifitas, tingkat
kegagalan, efek samping dan cara mengatasi
efek samping, serta dimana kontrasepsi tersebut
dapat diperoleh (Trussell, 2013).
Informasi yang lengkap tentang metode
kontrasepsi dari penyedia layanan dapat
menimbulkan kepercayaan akseptor pada
penyedia layanan, sehingga dapat
mempengaruhi keputusan dan kesediaan wanita
untuk menggunakan IUD dan implan, serta
dapat mencegah kekhawatiran calon akseptor
terhadap metode tersebut. Sebuah studi kualitatif
Gambar 1. Kerangkakonseppenelitian

13
C. MetodePenelitian bagian dari sampel survei indikator SRPJMN
Penelitian ini menggunakan data sekunder 2017 dan mendapatkan sumber layanan
yaitu data hasil survei RPJMN 2017 yang kontrasepsi pada fasilitas kesehatan sektor
dilakukan di 34 provinsi di Indonesia yang pemerintah dan swasta. Sedangkan kriteria
dilakukan oleh Badan Kependudukan dan eksklusi adalah akseptor yang tidak memiliki
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat kelengkapan seluruh variabel penelitian.
dengan tujuan untuk melihat hasil pelaksanaan Jumlah wanita menggunakan
program Kependudukan, Keluarga Berencana kontrasepsi modern yang memenuhi kriteria
dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di inklusi dan eksklusi dari data Survei Indikator
lapangan. Desain penelitian yang digunakan Kinerja KKBPK RPJMN tahun 2017 adalah
adalah cross sectional dan pendekatan penelitian sebanyak 20.109 orang. Berdasarkan hasil
secara kuantitatif. penghitungan sampel minimal maka jumlah
Sampel yang ditargetkan dalam penelitian sampel yang digunakan dalam penelitian ini
ini adalah total sampel dari data Survei Indikator memenuhi kriteria untuk uji hipotesis.
Kinerja RPJMN tahun 2017 yang ditentukan Analisis data yang digunakan dalam
berdasarkan kriteria inklusinya yaitu akseptor penelitian ini adalah analisis univariat, analisis
KB modern di Indonesia yang merupakan bivariat dan analisis multivariat.

D. Hasil dan Pembahasan


1. Analisis univariat Tabel.1
Distribusi Frekuensi Variabel Pengambil Keputusan
Analisis univariat menunjukkan hasil Penggunaan Kontrasepsi
proporsi penggunaan MKJP berdasarkan
pengambil keputusan adalah sebagai berikut; Pengambil
Jumlah Persentase
pengambilan keputusan oleh akseptor sendiri Keputusan
sebesar 17,2%, pengambilan keputusan oleh Akseptor sendiri 9931 49,4
Penyedia layanan 255 1,3
penyedia layanan sebesar 48,2%, pengambilan Pasangan 1299 6,5
keputusan oleh pasangan sebesar 25%, Akseptor bersama 677 3,4
pengambilan keputusan oleh akseptor dan penyedia layanan
penyedia sebesar 39,9% dan akseptor dan Akseptor bersama 7947 39,5
pasangan sebesar 30,5%. pasangan
Total 20.109 100

Analisis bivariat terhadap variabel


2. Analisis Bivariat pengambil keputusan menunjukkan hasil
Hasil analisis bivariat variabel pengambil proporsi penggunaan MKJP terbanyak adalah
keputusan dengan penggunaan MKJP dapat pada pengambilan keputusan oleh penyedia
dilihat pada tabel.2 berikut ini: layanan yaitu sebesar 48,2% kemudian diikuti
Pengambil
Non
p- 95% oleh pengambil keputusan oleh akseptor
MKJP MKJP OR bersama penyedia layanan 39,9% dan
keputusan value CI
% %
pengambilan keputusan oleh akseptor bersama
Akseptor
82,8 17,2 *Ref *Ref *Ref pasangan sebesar 30,5%. Hasil uji statistik
sendiri
Penyedia 0,000 3,49- menunjukkan bahwa terdapat hubungan
51,8 48,2 4,49
layanan 1 5,77 pengambil keputusan dengan metode
0,000 1,40- kontrasepsi MKJP (p value = 0,0001).
Pasangan 75,0 25,0 1,60
1 1,83
Akseptor Pengambilan keputusan oleh pasangan memiliki
bersama 0,000 2,72- peluang 1,6 kali terhadap penggunaan MKJP
60,1 39,9 3,20
penyedia 1 3,76 dibandingkan pengambilan keputusan oleh
layanan akseptor sendiri. Begitu juga dengan
Akseptor
0,000 1,96- pengambilan keputusan oleh akseptor bersama
bersama 69,5 30,5 2,10
1 2,26 penyedia layanan berpeluang 3,2 kali bagi WUS
pasangan
untuk menggunakan MKJP dibandingkan

14
pengambilan keputusan oleh akseptor sendiri. itu pengambilan keputusan oleh penyedia
Pengambilan keputusan oleh akseptor bersama layanan memiliki peluang 4,4 kali bagi WUS
pasangan memiliki peluang 2,1 kali bagi WUS untuk menggunakan MKJP dibandingkan
untuk menggunakan MKJP dibandingkan pengambilan keputusan oleh akseptor sendiri.
pengambilan oleh akseptor sendiri. Sementara

Analisis bivariat terhadap variabel 0,00


2,59
confounding (Tabel.3) menunjukkan hasil Tinggi 58,8 41,2 2,90 -
01
3,24
proporsi penggunaan MKJP terbesar Tempat
berdasarkan kelompok umur adalah pada Tinggal
kelompok umur ≥ 35 tahun yaitu sebesar 29,3%, Pedesaan 79,2 20,8 *Ref *Ref *Ref
berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok 1,57
0,00
akseptor berpendidikan tinggi sebesar 41,2%, Perkotaan 69,4 30,6
01
1,67 -
berdasarkan tempat tinggal adalah pada akseptor 1,79
yang tinggal di perkotaan sebesar 30,6%, Jumlah anak
berdasarkan jumlah anak adalah pada akseptor ≤2 80,5 19,5 *Ref *Ref *Ref
yang memiliki jumlah anak ≥ 5 orang sebesar 1,64
0,00
35,7%, berdasarkan tingkat pengetahuan adalah 3-4 70,1 29,9
01
1,76 -
akseptor yang berpengetahuan tinggi sebesar 1,88
2,02
31,4%, berdasarkan rencana punya anak ≥5 64,3 35,7
0,00
2,29 -
proporsi penggunaan MKJP terbesar pada 01
2,59
akseptor yang tidak merencanakan punya anak Pengetahuan
lagi yaitu 26,5%, berdasarkan sumber layanan Rendah 80,7 19,3 *Ref *Ref *Ref
kontrasepsi proporsi penggunaan MKJP terbesar 1,79
adalah pada sumber pemerintah yaitu sebesar 0,00
Tinggi 68,6 31,4 1,91 -
01
37,1% dan berdasarkan konseling KB proporsi 2,04
penggunaan MKJP terbesar adalah pada WUS Rencana
yang memperoleh konseling lengkap yaitu punya anak
sebesar 26,9%. Ya 84,4 15,6 *Ref *Ref *Ref
Tabel.3 1,78
0,00
HubunganVariabel Confounding dengan penggunaan Tidak 73,5 26,5 1,94 -
01
MKJP 2,12
Sumber
Non layanan
p-
Pengambil MKJP MKJP 95% Sumber
valu OR 84,1 15,9 *Ref *Ref *Ref
keputusan CI swasta
% % e
2,92
Sektor 0,00
Umur 62,9 37,1 3,12 -
pemerintah 01
3,33
< 35 tahun 81,7 18,3 *Ref *Ref *Ref
Konseling
1,73 KB
0,00
≥ 35 tahun 70,7 29,3 1,85 -
01 Tidak lengkap 78,3 21,7 *Ref *Ref *Ref
1,98
1,24
Pendidikan 0,00
Lengkap 73,1 26,9 1,32 -
01
Rendah 80,5 19,5 *Ref *Ref *Ref 1,41
1,29
0,00
Sedang 74,9 25,1 1,39 -
01
1,49
dimasukkan dalam pemodelan awal.
3. Analisis Multivariat Berdasarkan hasil pemodelan awal tidak
Pada tahapan uji interaksi dalam analisis didapatkan variabel yang memiliki nilai p value
multivariat didapatkan hasil bahwa variabel > 0,05 yang dapat dijadikan kandidat untuk
pengambil keputusan berinteraksi dengan dikeluarkan dalam uji confounding sehingga
sumber layanan sehingga variabel interaksi

15
seluruh variable masuk dalam pemodelan akhir. penggunaan MKJP berbeda menurut sumber
Hasil pemodelan akhir dapat dilihat dari tabel 4. layanan kontrasepsi. Setelah dikontrol variabel
pengambil keputusan, umur, pendidikan, tempat
Tabel.4 tinggal, jumlah anak, rencana punya anak,
Pemodelan akhir hubungan pengambil keputusan sumber layanan dan konseling KB, pada
dengan penggunaan kontrasepsi MKJP akseptor yang memperoleh layanan kontrasepsi
pada sektor pemerintah peluang penggunaan
Variabel P Value OR 95% CI kontrasepsi yang pengambilan keputusan oleh
Pengambilan pasangan saja, akseptor bersama penyedia
Keputusan*SumberLayanan layanan dan akseptor bersama pasangan menjadi
lebih kecil dibandingkan dengan pengambilan
Sektorswasta (Baseline)
keputusan yang dilakukan oleh akseptor sendiri,
Sektorpemerintah sedangkan pengambilan keputusan dilakukan
Akseptorsendiri *Ref *Ref *Ref oleh penyedia layanan memiliki peluang 2,1 kali
untuk menggunakan MKJP dibandingkan
Penyedialayanan 0,012 2,12 1,18-3,81
pengambilan keputusan oleh akseptor secara
Pasangan 0,003 0,65 0,48-0,86 sendiri.
Akseptor dan Dari hasil penelitian setelah dimasukkan
0,0001 0,56 0,40-0,79
penyedia
Akseptor dan variabel interaksi terlihat pengambilan
0,0001 0,75 0,64-0,87 keputusan yang dilakukan oleh penyedia layanan
pasangan
Pengambil tetap berpeluang lebih tinggi terhadap
Keputusan penggunaan MKJP dibandingkan pengambilan
Akseptorsendiri *Ref *Ref *Ref keputusan yang dilakukan oleh akseptor,
Penyedialayanan 0,0001 3,37 2,25-5,05 pasangan, akseptor bersama pasangan dan
Pasangan 0,0001 2,03 1,67-2,47 akseptor bersama penyedia layanan. Namun
Akseptor dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
0,0001 3,82 2,98-4,90
penyedia penyedia layanan tidak dapat disarankan karena
Akseptor dan pengambilan keputusan penggunaan alat
0,0001 2,24 2,00-2,50
pasangan
kontrasepsi merupakan hak akseptor (USAID,
Umur (≥ 35 tahun) 0,0001 1,49 1,37-1,62
JHU, & World Health Organization, 2011).
Pendidikan Dalam pengambilan keputusan penggunaan
Rendah *Ref *Ref *Ref kontrasepsi penyedia layanan dapat berperan
Sedang 0,0001 1,40 1,29-1,51 sebagai konselor yang menjelaskan aspek
Tinggi 0,0001 2,86 2,51-3,25
keamanan, efektifitas, akses dan keterjangkauan
TempatTinggal
alat kontraspsi sehingga keputusan yang diambil
0,0001 1,64 1,52-1,77 dapat dikatakan sebagai keputusan sebuah
(perkotaan)
Jumlahanak bersama (CDC, 2014; World Health
≤2 *Ref *Ref *Ref
Organization, 2006, 2015, 2016).
Terdapat perbedaan hasil hubungan
3-4 0,0001 1,39 1,28-1,50
pengambil keputusan terhadap penggunaan
≥5 0,0001 1,67 1,45-1,93 MKJP dengan hasil hubungan interaksi
Pengetahuan pengambil keputusan dengan sumber layanan
0,0001 1,60 1,49-1,72
(tinggi)
Rencana punya
terhadap penggunaan MKJP. Hasil analisis
0,0001 1,40 1,26-1,56 multivariat menunjukkan bahwa pengambilan
anak (tidak)
Sumberlayanan keputusan secara substansi mempunyai peluang
0.0001 4,08 3,65-4,57
(sektorpemerintah) yang lebih besar terhadap penggunaan MKJP
Konseling KB
0,002 1,12 1.04-1,20 jika tidak diinteraksikan dengan sumber layanan.
(lengkap) Artinya pengambilan keputusan merupakan
penentu yang kuat terhadap penggunaan MKJP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa namun terdapat perbedaan pola pengambilan
hubungan pengambil keputusan dengan keputusan menurut sumber layanan sehingga

16
melemahkan peluang penggunaan MKJP menggunakan MKJP dibandingkan dengan
menurut pengambil keputusan. pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
Pengambilan keputusan penggunaan wanita saja. Peluang penggunaan MKJP juga
kontrasepsi dapat dilatar belakangi oleh menjadi 2,01 kali lebih besar jika pengambilan
beberapa faktor. Penggunaan kontrasepsi sering keputusan dilakukan oleh wanita dan
didasarkan pada pengalaman teman, relasi, dan suami/pasangan dibandingkan dengan
kenalan yang menggunakan kontrasepsi pada pengambilan yang dilakukan oleh wanita saja.
saat tersebut, selain itu pengguna kontrasepsi
sangat bergantung pada saran dari penyedia E. Kesimpulan dan Saran
layanan dalam memilih metode yang akan Pengambil keputusan mempunyai peran
digunakan (Babalola & John, 2012). Penyedia terhadap penggunaan MKJP
layanan KB juga berperan terhadap pengambilan dimanapengambilan keputusan oleh akseptor
keputusan dalam penggunaan kontrasepsi, bersama pasangan memiliki peluang 2,2 kali
karena dapat menentukan apakah metode KB lebih tinggi bagi akseptor untuk menggunakan
yang dipilih merupakan metode tepat dan sesuai MKJP dibandingkan pengambilan oleh akseptor
dengan kriteria kelayakan medis dan keinginan sendiri. Pengambilan keputusan oleh pasangan
klien (World Health Organization, 2015). memiliki peluang 2 kali lebih tinggi terhadap
Pengambilan keputusan penggunaan MKJP penggunaan MKJP dibandingkan pengambilan
perlu didukung dengan pengetahuan, selain itu keputusan oleh akseptor sendiri. Pengambilan
informasi yang lengkap dari penyedia layanan keputusan oleh penyedia layanan memiliki
turut berperan dalam upaya peningkatan peluang 4,4 kali untuk menggunakan MKJP
penggunaan MKJP (George, Decristofaro, dibandingkan pengambilan keputusan oleh
Dumas, & Murphy, 2015). Di Indonesia layanan akseptor sendiri, hal ini sejalan dengan
KB pada sektor pemerintah tersedia alat bantu penelitian yang dilakukan (Sukarno, NL.
pengambilan keputusan bersama untuk Meilani, Sri Wahyuni, 2017) bahwa petugas
menggunakan kontrasepsi, alat bantu kesehatan mempunyai pengaruh yang paling
pengambilan keputusan ini merupakan suatu besar dibanding dengan penyedia informasi
metode efektif yang dapat mendukung pasangan lainnya.. pengambilan keputusan oleh akseptor
mengambil keputusan untuk menerima dan bersama penyedia layanan berpeluang 3,8 kali
menggunakan MKJP. bagi akseptor untuk menggunakan MKJP
Idealnya keputusan untuk menggunakan dibandingkan pengambilan keputusan oleh
metode kontrasepsi diambil bersama oleh akseptor sendiri.
pasangan. Biasanya keputusan penggunaan Hubungan pengambil keputusan dengan
kontrasepsi diambil secara bersama dengan penggunaan MKJP berbeda menurut sumber
pasangan pada wanita yang mengetahui dengan layanan setelah dikontrol variabel dikontrol
baik tentang metode kontrasepsi dan memiliki variabel umur, pendidikan, tempat tinggal,
keterampilan mendiskusikan penggunaan jumlah anak, rencana punya anak, sumber
kontrasepsi dengan suami/pasangan Namun layanan dan konseling KB. Pengambilan
kadang-kadang seorang wanita membuat keputusan bersama secara substansi mempunyai
keputusan sendiri untuk menggunakan metode peluang yang lebih besar terhadap penggunaan
kontrasepsi secara rahasia jika suami menentang MKJP jika tidak diinteraksikan dengan sumber
penggunaan KB (Babalola & John, 2012). layanan. Namun terdapat perbedaan pola
Dukungan penggunaan kontrasepsi dengan pengambilan keputusan menurut sumber layanan
pengambilan keputusan bersama sesuai dengan sehingga melemahkan peluang penggunaan
penelitian (Hameed et al., 2014) bahwa MKJP menurut pengambil keputusan.
pengambilan keputusan secara bersama Disarankan bagi pemegang kebijakan
merupakan penentu kuat terhadap penggunaan dan petugas pelayanan KB untuk dapat
kontrasepsi. Penelitian (Muliawati & Trihandini, meningkatkan upaya program (Konseling
2012) menemukan bahwa pengambilan Informasi dan Edukasi KB) tentang MKJP
keputusan yang dilakukan oleh suami/pasangan sebagai kontrasepsi efektif yang dapat
berpeluang 2,39 kali lebih besar untuk digunakan oleh calon akseptor pada seluruh

17
kelompok umur karena penggunaan MKJP BKKBN, BPS, & Kemenkes. (2013). Survei
sangat fleksibel baik untuk tujuan penundaan, Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.
penjarangan maupun pembatasan kelahiran. SDKI, 16. https://doi.org/10.1111/j.1471-
Meningkatkan upaya promosi penggunaan 0528.2007.01580.x
MKJP pada layanan sektor swasta, karena Bongaarts, J., Cleland, J., Townsend, J.,
sebagian besar pengguna kontrasepsi Bertrand, J., & Das Gupta, M. (2012).
mendapatkan layanan kontrasepsi adalah pada Family planning programs for the 21st
sektor swasta. Meningkatkan kapasitas petugas century.
layanan KB dalam memberikan konseling KB CDC. (2014). Providing Quality Family
dengan penggunaan alat bantu pengambil Palnning Services.Recommendations of
keputusan pada sektor layanan pemerintah dan CDC and the U.S. Office of Population
swasta. Pengambilan keputusan yang dilakukan Affairs. MMWR. Morbidity and Mortality
bersama baik oleh akseptor bersama pasangan Weekly Report, 63(4).
ataupun bersama penyedia layanan sangat Eeckhaut, M. C. W., Sweeney, M. M., &
berperan dalam peningkatan penggunaan MKJP, Gipson, J. D. (2014). Who Is Using Long-
sehingga perlu dilakukan upaya konseling yang Acting Reversible Contraceptive Methods?
efektif dan melibatkan pasangan dalam Findings from Nine Low-Fertility
memberikan konseling KB . Countries. Perspectives on Sexual and
Reproductive Health, 46(3), 149–155.
https://doi.org/10.1363/46e1914
REFERENSI George, T. P., Decristofaro, C., Dumas, B. P., &
Murphy, P. F. (2015). Shared Decision
Alemayehu, M., Belachew, T., & Tilahun, T.
Aids: Increasing Patient Acceptance of
(2012). Factors associated with utilization
Long-Acting Reversible Contraception,
of long acting and permanent contraceptive
205–218.
methods among married women of
https://doi.org/10.3390/healthcare3020205
reproductive age in Mekelle town, Tigray
Hameed, W., Azmat, S. K., Ali, M., Sheikh, M.
region, north Ethiopia. BMC Pregnancy
I., Abbas, G., Temmerman, M., & Avan,
and Childbirth, 12(1), 6.
B. I. (2014). Women’s empowerment and
https://doi.org/10.1186/1471-2393-12-6
contraceptive use: The role of independent
Ali, M., Sadler, R., Cleland, J., Ngo, T., & Shah,
versus couples’ decision-making, from a
I. (2012). Long-term contraceptive
lower middle income country perspective.
protection, discontinuation and switching
PLoS ONE, 9(8).
behaviour: Intrauterine device (IUD) use
https://doi.org/10.1371/journal.pone.01046
dynamics in 14 developing countries.
33
World Health Organization, 1–48.
Herbert, S. (2015). Social norms, contraception
Babalola, S., & John, N. (2012). Factors
and family planning. GSDRC Helpdesk
underlying the use of long-acting and
Research Report, 1–15.
permanent family planning methods in
Higgins, J. A., Kramer, R. D., & Ryder, K. M.
Nigeria: a qualitative study. The
(2016). Provider Bias in Long-Acting
RESPOND Project Study Series:
Reversible Contraception (LARC)
Contributions to Global Knowledge–
Promotion and Removal: Perceptions of
Report, (5), 3–84.
Young Adult Women. AJPH
Bertrand, J. T. (1980). audience research for
PERSPECTIVES FROM THE SOCIAL
improving family planning communication
SCIENCES Contraceptive, 106, No.11.
programs. Media Monograph 7.
Jacob, R., Bakamjian, L., & Pile, M. (2008).
BKKBN. (2016). Survei Indikator Kinerja
Threatened and still greatly needed Family
Program Kependudukan , Keluarga
planning programs in Sub-Saharan Africa.
Berencana dan Pembangunan Keluarga
The ACQUIRE Project/Engender Health.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Advocacy Brief (Vol. 2). New York.
Nasional ( RPJMN ) Tahun 2016. Jakarta.
Mosher, W. D., Moreau, C., & Lantos, H.

18
(2016). Trends and determinants of IUD Use Worldwide. New York: United
use in the USA, 2002-2012. Human Nations.
Reproduction, 31(8), 1696–1702. USAID. (2008). Long Acting and Permanent
https://doi.org/10.1093/humrep/dew117 Methods. Family Health International ,
Muliawati, R., & Trihandini, I. (2012). Faktor- 2(1).
faktor Yang Berhubungan Dengan USAID, JHU, & World Health Organization.
Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka (2011). Family planning a global handbook
Panjang Pada Wanita Usia 35 Tahun for providers (1).
Keatas ( Analisis Survei Demografi dan World Health Organization. (2006). Decision-
Kesehatan Indonesia Tahun 2007 dan Making Tool for Family Planning Clients
2012). and Providers. Technical adaptation guide.
Sukarno, NL. Meilani, Sri Wahyuni, N. W. World Health Organization. (2015). Medical
(2017). The Effect of Information , eligibility criteria for contraceptive use --
Education and Communication ( IEC ) 5th ed. Retrieved from
Channels on the Use of Family Planning http://apps.who.int//iris/handle/10665/1814
Methods in Indonesia. In Seoul 68
International Conference on Social World Health Organization. (2016). Selected
Sciences and Management (SICSSAM) (pp. practice recommendations for
1–11). contraceptive use (3rd ed.). Geneva: WHO.
Trussell, J. (2013). Contraceptive Failure in the World Health Organization. (2017).
United States. Contraception, 27(3), 320– Accelerating uptake of voluntary, rights-
331. based family planning in developing
https://doi.org/10.1002/nbm.3066.Non- countries.
invasive
United Nation. (2015). Trends in Contraceptive

19

Anda mungkin juga menyukai