Aku hanya bisa tersenyum. Walau hati ini berharap demikian tapi aku nggak
akan pernah menolak apapun yang akan terjadi. Akhirnya kami memutuskan hal
terakhir yang bisa membuat kami saling kontak, Selanjutnyaku serahkan semua
kepada Tuhan. Karena sebenarnya aku dan Anes masih saling sayang akan tetapi
keadaan membuat kita gak bisa bersama lagi. Yaitu kami sama-sama punya kekasih
dan tidak ingin menyakiti siapapun.
Setelah itu aku kembali fokus pada pekerjaan dan impianku untuk waktu yang
tak pernah terjawab. Setahun kemudian suatu ketika aku kembali bertemu dengan
Anes tak sengaja di bandara. cinta sepertinya begitu rumit hubungan Anes dan
kekasihnya saat ini berakhir. Anes menjadi seperti dahulu kala, sendiri. Ketika Anes
sendiri, menjalani hidup saya seperti biasanya. Pada saat itu aku sudah tidak lagi
bekerja di Mandala Airlines karena hal yang sama terjadi kembali, maskapai
perusahaanku bangkrut. Sayangnya aku masih bersama kekasihku, tapi kita
menjalin hubungan kembali dan melupakan janji kita untuk tidak saling kontak
karena ia sudah bekerja di Jakarta.
Aku dan Anes sering kontak walau hanya sekedar bertanya kabar. Tapi akupun
tersasar, tidak baik untuk menganggu hubunganku dengan kekasihku saat itu. Jadi
dari hari ke hari, aku selalu bercerita banyak hal tentang apa yang terjadi dalam
hidupku dan Anes tetap menjadi pendengar yang baik meski hanya bagaikan
seorang saudara. Aku menganggap Anes adalah orang yang paling layak tau apa-
apa saja yang telah aku miliki dengan apa yang aku kerjakan dengan penuh
keringat. Anespun senang aku bisa mulai mencicil rumah kontrakan yang aku beli
dengan susah payah, bahkan aku sudah bisa lebih baik dalam hidup karena
pengalamaku sebagai pramugari senior membuat hidup dia lebih baik, artinya
kehidupan keluargaku pun lebihbaik.
Sampai suatu malam entah mengapa aku ingin berkata kepada Anes.
Ilma : “bisa gak sih kita kembali kayak dulu, sebagai kekasih, bukan seperti saat
ini. Seperti ada jarak diantara kita yang bikin kita tidak bisa seperti dulu..”
Anes : “keadaan kita beda.. kamu sudah ada yang punya.. aku gak bisa.. seperti
saat ini saja aku sudah bahagia kok.. “
Ilma : “aku enggak.. aku enggak bahagia.. “
Anes : “kamu harus coba bahagia.. kamu pasti bisa..”
Karena mungkin saat itu ia tidak ingin merusak hubunganku sama kekasihku,
akhirnya Anes menghilang sesaat dari hidupku. Walau dalam hatiku merasa sedih
untuk pergi dari hidupnya dan dia tak mengabariku lagi, tapi mungkin ini harus terjadi
semua yang menyakiti hatiku dan hatinya. Anes selalu menghindar dan tak jarang
tidak membalas semua pesan yang telahku kirimkan kepadanya. Walau Anes selalu
memperhatikan status yangku buat di Blackberry. Anes juga bilang kalau dia sudah
balikan dengan mantannya entah apa yang kurasakan saat itu, akupun juga bingung
untuk merasakannya. Suatu malam, Anes mengucapkan selamat ulang tahun lewat
telepon untuk hari ulang tahunku. Melalui suaranya Anes senang, dia menjadi orang
pertama yang mengucapkan hal itu kepadaku. Tapi di entah mengapa aku rasanya
ingin menangis, akupun menangis tidak peduli Anes mendengarnya atau tidak.
Anes : “kamu nangis ya?”
Ilma : “Enggak kok.. Cuma senang aja dikasih Tuhan umur yang panjang sampai
bisa ngerayain ulang tahun ke 25..”
Anes : “kalau gitu make a wish dong?” katanya
Entah mengapa setelah aku berkata sesuatu Anes menjadi terdiam untuk
sesaat.
Ilma : “ Aku mau make a wish sama kamu boleh?”
Anes : “kok sama aku, sama Tuhan dong? Tapi yauda gapapa.. ngomong aja..”
Ilma : “kalau ini uda jadi saat terakhir aku merayakan ulang tahun aku, aku mau
kamu tau. Kalau aku bahagia mengenal kamu dan aku titip semua yang aku miliki
sama kamu ya.. ” katanya yang membuat aku tersentuh.
Anes : “ kok kamu ngomong gitu?”
Ilma : “karena Cuma kamu yang benar-benar tau bagaimana kehidupan aku,
keluarga aku dan semua impian aku.. makanya aku bahagia.. soalnya teman-
teman aku bahkan gak ada yang pernah tau semua tentang hidup aku.. karena aku
harus jujur, aku malu kalau mereka tau keadaan keluarga aku, Cuma sama kamu
aja.. aku jadi berani dan sadar.. bagaimanapun keadaan keluarga aku, mereka itu
tetap bagian hidup aku.. ” ceritaku kepadanya.
Anes : “aku juga bahagia kok..kamu jangan bikin aku bingung ah.. make a wish kok
jadi sedih gini.. ayo dong senyum.. kan senyum kamu itu hadiah terindah dari
Tuhan.. nah sekarang kamu mau kado apa dari aku?” Tanya Anes..
Ilma : “ aku gak mau apa-apa aku Cuma mau kamu jangan pernah lupain aku
dalam hidup kamu.. bisa?”
Anes : “pasti..”kataku pendek. Dan setelah hari itu, kata-kata itulah kata-kata yang
terakhir saya dengar darinya.
Suara terakhir yang ku dengar darinya. Saat itu Anes sempat berjanji untuk
memberikanku kado ulang tahun dan berjanji setelah Anes tidak sibuk syuting dia
pasti membawakan kado itu untukku. Jadwal kami yang sama-sama sibuk membuat
kami tidak sempat bertemu. Akhirnya Anes mengantarkan kado itu ke rumahku.
Sebuah parfum yang dia miliki satu dan aku satu. Katanya, parfum itu edisi khusus
yang dia beli pada saat tidak sengaja pergi ke Singapura. Aku menerima kado itu
dan mengucapkan terima kasih. Dan aku memberitahu kalau aku sudah sendiri.
Sebenarnya pada saat itu kami bisa juga memutuskan untuk menjalin hubungan
kembali tapi sepertinya lampu hijau yang diberikanku tentang kesendirian tak begitu
Anes perhatikan karena sibuk dengan pekerjaannya. Dua hari kemudian aku
mengatakan pada Anes.
Ilma : “jadi setelah kita sama-sama sendiri.. menurut kamu kalau kita balikan
gimana ?”
Anes : “kasih aku waktu untuk berpikir.. aku pengen banget kita seperti dulu.. tapi
saat ini aku sibuk, aku takut gak bisa membuat kamu bahagia.. kamu mau nunggu
aku kan?”
Ilma : “aku tau kok.. aku akan selalu nunggu kamu.. kapan pun itu.. aku akan
selalu nunggu kamu.. kamu kalau kerja ingat kesehatan kamu ya….”
Kata kata itulah hal yang terakhir kami sempat bicarakan. Meskipun saat ini kami
sudah tidak ada hubungan aku tetap mencintainya seperti dulu kita masih
berpacaran. Aku pun masih merasa bahwa hubunganku dan Anes tidak pernah usai.
Tidak terasa ternyata aku melamun sambil melihat ke luar jendela, aku dapat melihat
bagaimana indahnya ciptaan tuhan yaitu langit, aku merasa bahagia dan bersyukur
ketika ku mengingat selama ini aku menaiki pesawat tuhan masih memberikan aku
keselamatan.
Penerbangan kali ini melesak ke dalam kalbuku. Dinginnya hawa di pesawat
menembus kulit, membuatku menoleh kepada teman seperjuanganku yang kini
mulai menyiapkan makanan dan minuman untuk para penumpang. Aku bertanya
padanya mengenai kesiapan makanan dan minuman yang akan diberikan, namun ia
menggeleng, belum siap katanya. Aku segera membantunya untuk menuangkan jus
jeruk pesanan beberapa penumpang. Gerak pesawat pun mulai terasa, entah
diketinggian berapa kami telah terbang, Co-Pilot belum memberikan informasi
mengenai itu. Kalau tidak salah, setiap kami terbang, selalu ada hal-hal menarik
yang menggelitik ingatan ini, mulai dari teman-teman ku yang dalam hal ini
pramugari lain kesusahan mengendalikan penumpang yang tidak mau diatur,
mengajarkan cara untuk menggunakan kamar mandi pesawat pada penumpang,
serta menggunakan sabuk pengaman juga mempraktikkan tindakan darurat yang
harus dilakukan oleh penumpang apabila terjadi sesuatu yang di luar kendali.
Setelah selesai kami menyiapkan makanan dan minuman untuk penumpang,
kami pun mulai menaruhnya di atas trai beroda. Kami menyusuri Lorong-lorong kursi
penumpang dengan telaten dengan tujuan tidak meumpahkan makana atau
minuman yang berda di ataas trai ini ke tubuh penumpang. Suara-suara riuh
penumpang yang berbicara dan bercanda satu sama lain memenuhi kabin ini. Sat
dan dua Lorong telah selesai mendapatkan makanan, sesamoainya pada Lorong
ketiga, aku melihat penumpang kami duduk dengan sikap tegang dan wajah pucat,
aku mejutusakn untuk bertanya adakah hal yang mengganggunya sehinga wajahnya
begitu putih dan tampak tidak nyaman untuk duduk di kursi penumpang. Ia
menjawab, inilah penerbangan pertamanya yang membuat ia khawatir, namun aku
masih belum puas dengabn jawaban tersebut, khawatir akan apa yang dimaksud. Ia
menjelaskan Kembali bahwa ia tidak tau mengapa langit terlihat cerah namun
beberapa kali pesawat mengalami goncangan yang tidak biasa. aku pun
menjelaskan bahwa meski langit terlihat cerah, namun awan dapat menjadikan
pesawat berguncang.
Mengingat jawaban dari penumpang tadi, aku memahami bahwa tanggung
ajwab menjadi tim pada awak pesawat tidak lah mudah. Mengendalikan ketakutan
pada setiap penumpang yang merasa tidak nyaman juga merupakan tanggung
jawab kami. Sesaat aku melirik lagi pada teman ku di kursi sebelah.
Rossy: “Ada apa il, kok lihatin gue kayak gitu?”
Ilma: “Gak apa-apa Ros, keinget aja awal-awal kita jadi pramugari, hectic banget,
nggak sih?”
Rossy: “Hem…iya sih, tapi lu tau kan semua pasti bisa karena terbiasa, gue juga
nggak nyangka bisa ada di tingkat ini, hehe…”
Ilma: “Oh iya ros, habis landing nanti, kira-kira kita ada waktu istirahat nggak ya atau
langsung take off lagi?”
Rossy: “Ada sih waktu istirahatnya, yuk kita beli oleh-oleh dulu nanti il!”
Ilma: “hem… oke deh yuk!”
Guncangan demi guncangan dari setiap pesawat penerbangan kami membuat
kami sadar bahwa banyak rintangan yang telah kami lalui sebagai flight attendant.
Namun, kali ini guncangannya terasa begitu berbeda. Benturan demi benturan
sangat sakit mengenai tubuh kami. aku pun mendengar teriakan dari kabin
penumpang yang menandakan bahwa situasi berubah sangat mencekam. Alaram
pengingat pesawat sedari tadi meraung-raung. “hindari benturan, hindari benturan.”
begitu serunya yang diucapkan dalam baha asing. Pesawat pun diminta untuk
menaikkan tubuhnya enam kali peringatan karena kami terbang terlalu rendah. Ah,
alaramnya berbunyi Kembali, ia mengingatkan bahwa roda pendaratan belum
diturunkan. Ya Allah, kami panik, nafas kami terputus-putus. Segera aku
menginformasikan kepada penumpang bahwa alat keamanan darurat harus segara
digunakan.
Aku melihat ke jendela samping, tampak sebuah tebing dari gunung yang
menjulang tinggi. Rumput-rumput dan pohonnya rimbun, indah sekali. Tak lama,
terdengar suara ledakan, aku bertanya-tanya dari mana suara ledakan tersebut.
Kini, aku dan penumpang lain telah mendarat dengan bahagia, kami melihat sungai-
sungai mengalir dan buah-buahan yang tumbuh lebat. Ya Allah, terima kasih,
ternyata ini nikmat yang selama ini engkau janjikan.
Ketika aku menoleh kearah kiri, ternyata sudah banyak penumpang yang
ditunggu oleh sanak saudaranya. Namun, seharusnya pertemuan ini menjadi
sebuah kebahagiaan, mengapa mereka sekarang menangis tersedu-sedu dengan
raungan yang mnejerit-jerit sedangkan semua penumpang telah berada di depan
mereka. Oh, mereka pasti sedang melepas rindu, pikirku.
Tak jauh dari keluarga penumpang, aku melihat sosok laki-laki yang teramat
sangat aku rindukan, Anes.
Ilma : “Nes…nes…kamu datang jemput aku ya nes?” sorakku saat
menghampirinya.
Anes : “Ilma, aku dating nih buat kencan kita, kamu nggak kangen aku, il?, kok
malah pergi sih?”
Ilma : “lah, siapa yang pergi? kan aku di sini Anes, ih kebiasaan deh, ngelawak ya
kamu?” ucapku terheran-heran
Anes : “Il. Aku minta maaf ya, minta maaf banget il, aku gagal jaga kamu, gagal
mempertahankan hubungan ini, il“
Ilma : “Kamu apaan sih, nes. Biasa aja kali, kayak orang habis berantem aja.” Aku
melihat air matanya jatuh bercucuran
Anes : “Il, aku sayang banget sama kamu, terima kasih ya sudah jadi orang yang
paling berharga buat aku selama ini.”
Ilma : “Iya Anes, aku juga sayang banget sama kamu, terima kasih juga nes, kamu
yang terbaik deh pokoknya.”
Anes : “Il, kalau gitu, aku balik dulu ya, aku akan jaga semua yang kamu titipkan ke
aku”
Sesaat aku menyadari sesuatu dari air matanya yang tak kunjung mereda itu,
saat ini aku menyadari alasan dibalik tangis Anes beserta keluarga dari para
penumpang yang membuatku tersenyum begitu tulus.
“Nes, pulang gih kalau gitu, aku yakin kebaikanmu selama ini akan mengantarkan
kamu menjadi orang yang hebat suatu saat nanti, kamu yang kuat yan nes, lanjutkan
cita-cita kita” aku pun bersiap berbalik badan meninggalkan Anes.
Anes, detik, waktu, jam bergulir sesuai dengan kehendak yang maha kuasa.
Pertemuan kita, kebersamaan kita selama ini, tidak terlepas izin dari yang maha
pengasih. Aku tahu, setiap pertemuan berhak memiliki perpisahan. Namun, aku
rasa, setiap pertemuan kita mnejadi kenangan terindah yang tidak memiliki kata
selesai nes. Kita tidak memiliki kata perpisahan, selalu melekat indah setiap memori
ini Bersamamu.
Anes, dari setiap teman yang aku miliki, cerita ini selalu mengalir kepadamu.
Setiap saat, kamu sanggup untuk menjadi pendengar yang baik, menjadi komentator
yang bijak, menjadi pemberian nasihat yang sangat luas hatinya. Semoga, kesanmu
tentangku juga sama indah ya nes. Anes, kamu lihat tebing di depan sana, aku
menuliskan sesuatu, barangkali tidak ada yang tahu selain aku dan kamu. Aku tulis
bahwa setiap cinta yang tulus tidak akan terpisah oleh apapun.
Anes, senyummu selalu terbayang di benakku, penerbangan kali ini
membuktikan bahwa raga dan cinta tak ubahnya seperti jarak dan waktu. Aku harap
Gunung Salak menjadi pengingat abadi kisah cinta kita yang tak lekang oleh waktu.
Kini, usai sudah ungkapan hati ini, ungkapan yang selalu ku tahan agar saat kembali
aku dapat bercerita kepadamu sekaligus melepas rindu. Tolong, lanjutkan
perjuangan ini dengan membahagiakan hatimu.
Anes, apabila suatu hari nanti ada teman yang dapat menemanimu seperti ku
dahulu, ku mohon jaga dan sayangi ia seperti bagaimana kamu memperlakukanku
ya nes. Aku tahu kok, kamu orang yang sangat amanah, jadi aku bisa percaya
kamu, deh.
Gunung Salak, tak lupa kuucapkan terima kasih pula untukmu, yang telah
memberitahukan kepada seluruh dunia bahwa, semua orang yang terkasih tak
ternilai harganya, tidak dengan emas, intan, berlian atau harta apapun. Prasasti ini,
di saat kami menatap langit dari lambaian pepohonanmu, kami mengucapkan salam
perpisahan yang terbaik. Salam perpisahan yang mungkin menghasilkan ribuan
derai air mata, namun kenangan yang sangat berharga untuk kami dan mereka.
Gunung Salak, kisah cinta kami serta semua penumpang yang berada di sini
menjadi saksi bisu gagahnya keberadaanmu serta ciptaan tuhan yang maha kuasa
itu.
Anes, terima lah pemberianku ini, kisah cinta tanpa pamrih.
Dari aku yang tak pernah Lelah mencintaimu,
MT. Salak, 09 Mei 2012.
Ilma.