Anda di halaman 1dari 11

MT.

Salak: The Never Ending Love

“Anes, senyummu selalu terbayang di benakku, penerbangan kali ini


membuktikan bahwa raga dan cinta tak ubahnya seperti jarak dan waktu. Aku harap
Gunung Salak menjadi pengingat abadi kisah cinta kita yang tak lekang oleh waktu.”
Pagi ini, Rabu, 09 Mei 2012 merupakan jadwal keberangkatanku untuk
penerbangan Pesawat Sukhoi Superjet 100. Namaku Nur Ilmawati, bisa dipanggil
Ilma aku adalah seorang pramugari, menjadi diriku yang sekarang adalah mimpiku
sedari kecil. Senang rasanya berada di titik ini sekarang. Melihat awan, dan
berpergian kemana-mana dan yang paling aku senangi adalah mendapatkan uang
untuk kehidupanku. Sebagai pramugari, seperti biasanya aku telah berdandan cantik
menggunakan lipstick pink Maybelline nomor 15 dan berpenampilan rapi. Akupun
menyiapkan beberapa baju ganti, bekal, dan perlengkapan yang telah masuk
kedalam koper hitamku. Semilir angin dan daun yang gugur mengiringi kepergianku
menggunakan mobil antar jemput ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Berjalanku menuju pesawat yang hari ini akanku naiki. Rute kali ini adalah dari
Jakarta menuju ke Jakarta Kembali. Setiap penerbangaku aku senang sekali dapat
melayani para penumpang, Ketika aku menyambut para penumpang aku selalu
berpikir akan kemanakah orang-orang ini akan pergi, untuk apa mereka pergi, aku
terkesima ketika melihat beberapa crew dari Trans TV ikut kedalam penerbangan
kali ini, aku menjadi lebih semangat untuk bekerja, karena merekapun pasti akan
bekerja pula. Dalam hatiku aku selalu berdoa agar aku, crew pesawat, dan para
penumpang dapat berangkat dan pulang dengan selamat.
Tetapi rasanya pada penerbangan kali ini ada yang menjanggal dari hatiku,
seolah perasaanku sangat berat untuk pergi. Entah mengapa tiba-tiba aku teringat
oleh kekasihku emm.. atau lebih dikatakan mantan kekasihku. Anes, ya Anes
mungkin sudah banyak yang tau siapa dia. Anes adalah model sekaligus pemain di
tv meskipun dia belum se terkenal Rafi Ahmad. Haha… aku tertawa saat mengingat
kejadian pertama kali aku dan Anes bertemu. Laki-laki yang selalu ada untukku,
mendengarkan semua keluh kesahku, dan tidak peduli bagaimana latar belakang
keluargaku. Anes adalah seorang pekerja kuli seni atau nama kerennya disebut
talent. Katanya dia menjalani kehidupan sebagai talent untuk nabung modal di masa
depan untuk jadi wiraswasta, mengikuti jejak ayahnya yang cukup sukses sebagai
penjahit baju. demi masadepannya, Anes bekerja tanpa kenal batas waktu. Sampai
tidurpun terkadang suka lupa waktu.
Gara-gara Anes sering lupa waktu, aku jadi mengenal dia yang memiliki
senyum terindah yang belum pernahku lihat sepanjang hidupku. Perawakannya
yang tegap dan kekar, kulitnya yang putih bersih, membuatku jatuh cinta padanya.
Pertemuan dimulai saat itu ketika suatu hari, aku menjadi pramugari Maskapai Adam
Air yang akan berangkat ke Bali. Waktu itu si Anes terlambat sampai membuat
semua penumpang dan kru pesawat menunggu sangat lama. Lalu aku bertemu
dengannya yang sedang lari terbirit-birit mengejar pesawat, akupun menyapanya.
“ini mas Arnhenzky Arzhanka?” tanyaku sambal terbata-bata mengeja namanya.
“iya iya… aku duduk mana ya? Hampir aja ditinggal pesawat”. katanya
“buruan mas ikut aku, penumpang udah ngamuk-ngamuk nih nunggu mas…” kataku
Akhirnya aku mengantarkannya kekursi dan sialnya karena terburu-buru kakinya
tersandung kursi dan menimpa tubuhku, aku ikut terjatuh. Melihat kejadian itu
pramugari-pramugari dan penumpang, ngebantu dengan cepat. Tentu aja kejadian
itu membuatku dan dia malu setengah mati. Dia mengucapkan kata maaf, aku hanya
bisa tersenyum dan pergi. Akhirnya aku kebelakang kabin, dan ketua pramugari
yang bertugas mengatar dia ke kursi. Pertemuan itu pun selesai, akupun tidak mau
terlalu memikirkannya karena tugasku masih banyak.
Sesampainya di hotel, tiba-tiba aku mendengar notifikasi hpku berbunyi. Ketika
aku membuka dan melihat ternyata itu pesan dari Anes yang kala itu aku masih tidak
tau namanya.
Anes : “Ilma ya? Maaf ya tadi di pesawat bikin kejadian memalukan…merepotkan.
Anes…”
Ilma : “kok bisa tau nomor aku?”
Anes : “dari senior kamu, nggak papa kan?, dimaafin nggak?”
Ilma : “dimaafkan kok, kan dalam ajaran agama memaafkan itu amal ibadah…”
Kamipun jadi sering whatsapp-an. Beberapa hari sampai akhirnya dari
perkenalan itu berakhir begitu saja, tanpa pernah bertemu. Kesibukanku sebagai
pramugari dan dia sebagai talent membuat takdir kami terus berjalan. Tetapi tidak
begitu lama sampai suatu Ketika. Tanpa sengaja, aku salah kirim pesan ke anes
yang seharusnya kukirimkan ke kakakku, bahwa aku sedang di Bandung. Karena
kebetulan Anes juga menuju Bandung, pesan itu akhirnya mempertemukan kita
kembali.
Anes yang aku lihat terkesan tidak serius dan berantakan, ternyata saat bertemu
bisa juga terlihat bijaksana juga. Akupun bercerita kalau aku sudah tidak lagi bekerja
karena maskapai tempatku bekerja mengalami kebangkrutan dan sedang melamar
pekerjaan. Akhirnya dari pertemuan itu kita menjadi saling dekat dan berjanji untuk
sering bertemu lagi.
Sampai suatu hari, saat kita lagi jalan dan duduk di pantai Ancol sambil
menikmati matahari sore. Aku bercerita banyak tentang kehidupanku ke pada Anes,
dia yang berpikit aku selalu bahagia dengan senyumku ternyata tidak sebahagia itu.
Semakin kita mengenal, semakin dia tahu betapa rapuhnya aku diantara senyum
yang selama ini ku berikan. Saat itu aku bertanya kepadanya, kenapa dia mau jadi
kuli seni? Lalu Anes menjawab.
Anes : “habis aku gak suka kerja kantoran… kalau mau cari duit gampang ya coba
disini dulu. Kebetulan muka aku katanya lumayan buat iklan… lagian aku males
kuliah, jadi ayah cuma kasih dua pilihan fokus kerja atau kuliah… ya aku fokus kerja
dong…”
Ilma : “kamu enak ya, gak usah pusing harus bagaimana dalam hidup kamu…
dibandingin aku… mau kuliah aja gak bisa. Syukur-syukur bisa lulus SMA tapi
sekarang nasib cari kerja aja susah…”
Anes : “memangnya kenapa?”
Ilma : “aku gak seperti kamu, punya keluarga yang bisa bantu selalu untuk
bertahaan hidup. Sebaliknya, aku harus bekerja untuk bertahan hidup buat aku dan
keluargaku…”
Mungkin Anes jadi bingung mengapa aku berkata demikian dan aku pun
bercerita tentang masalaluku. Aku lahir dari empat bersaudara. Aku adalah anak
paling kecil diantara keempat kakakku. Ibu dan ayahku telah bercerai, keduanya
sudah menikah lagi. Aku kemudian diasuh oleh kakak perempuan tertua dibantu
oleh nenekku. masa kecilku dihabiskan dengan didikan nenek dan kakak. Kakak
sendiri bukan orang yang mampu tapi dengan sekuat tenaga ia membantu aku
sampai lulus sekolah. Karena sudah dewasa akhirnya aku memutuskan untuk
mencari pekerjaan. Apapun pernah aku lakukan sampai menjadi SPG hingga
menjadi penjual tiket di XXI. Impianku hanya satu yaitu mengubah kehidupan lebih
baik dan membalas kebaikan mereka yang merawatku.
Aku bercerita sambil menangis mengenai bagaimana kehidupan keluargaku…
Saat itu sepertinya Anes merasa tidak enak hati membuatku bercerita hingga
menangis. Tapi akupun merasa nyaman untuk bercerita kepadanya, lalu dua
membuat satu pertanyaan terakhir…
Anes : “kok kamu mau jadi pramugari?”
Ilma : “sejak kecil, aku tuh gak pernah naik pesawat. Mimpi naik pun gak berani…
itu kan hanya untuk orang mampu… sedangkan aku orang miskin. Jadi impian
kecilku ya pengen naik pesawat. Kebetulan suatu ketika aku dengar dari teman
kalau ada buka lowongan jadi pramugari… akhirnya aku coba ngelamar… dan yang
paling membuatku optimis, perusahaan itu membuka lowongan untuk lulusan SMA.
Akhirnya aku ngelamar dan diterima…”
Anes : “kamu emang gak takut diatas ketinggian…?” tanyaku.
Ilma : “takut sih, tapi mau gimana lagi… kalau aku kerja jadi kasir penjual tiket
seumur hidup juga gak akan bisa mengubah kehidupan aku. Yaudah aku hilangin
rasa takut aku jadi pramugari, gajinya kan lumayan besar…”
Anes : “begitu ya?”
Ilma : “kenapa kamu takut ya naik pesawat? Dengan nada mengejek”
Anes : “hehehe… lumayan sih. Habis serem banget kalau naik pesawat apalagi pas
goyang-goyang, jantung kayak mau copot”
Ilma : “kalau gitu jantungnya direm aja pakai lakban supaya ngga hilang…” kataku
yang membuat kami tertawa.
Akhirnya lelucon tadi bisa membuatku yang tadi menangis bercerita tentang
kehidupan masa laluku tersenyum kembali. Jujur saya aku bekerja bukan hanya
untuk diriku sendiri, makanya selama masa pengangguran ini aku sedikit sedih
karena banyak orang yang harusku bantu dalam kehidupan. Aku harus bantu orang
tuaku, juga harus bantu keponakan agar tetap bisa sekolah, dan juga harus
membalas jasa kakak dan hal yang paling menyedihkan aku melakukan segalanya
tanpa pernah berpikir tentang diriku sendiri.
Bukannya itu semua tugas orang tuaku? Keduanya telah memiliki keluarga dan
anak-anak yang harus dibiayai… hal yang paling disesali aku tidak pernah melihat
yang namanya keluarga utuh seperti di sinetron-sinetron walaupun aku sendiri
bermimpi kelak semua keluarga dapat berkumpul bersama dalam sebuah
kebahagiaan dan menghapus semua jarak serta hal yang memisahkan kami.
Kemandirian dan dedikasiku dalam keluarga membuatku bertemu dengan Anes
dan akhirnya dia menyatakan cinta kepadaku. Aku menerimanya dan akhirnya kami
jadian, setelah hari itu sebagai pasangan kekasih. Setelah kami jadian, aku
mendapat kabar gembira bahwa aku diterima di Maskapai Riau Airlines dengan gaji
yang memuaskan walau harus di luar kota. Anes mengucapkan selamat untuk
pekerjaan baruku walau dengan begitu aku jadi tau, pekerjaan itu akan membuat
aku semakin jarang bertemu dengan Anes. Karena aku selalu pergi dari satu kota ke
kota lain. Tapi kami menjalani semua ini dengan suka cita, sebagai kekasih. Aku dan
Anes sama-sama menjalani kehidupan cinta kami yang indah. Walau hanya bisa
bertemu sebulan sekali atau dua kali.
Dengan pekerjaan baru ini aku benar-benar memanfaatkan apa yang aku dapat
untuk masa depanku dan keluargaku. Aku berusaha bekerja mati-matian untuk
mengambil setiap kesempatan terbang agar bisa mengubah hidupku. Mulai dari
menabung untuk satu hal yang selalu ku katakan ke padanya. Karena sejak kecil
aku selalu hidup menumpang dari kakakku yang mengontrak rumah dengan
berpindah-pindah, rasanya aku ingin punya satu tempat untuk selamanya yaitu
sebuah rumah untuk diriku. Akhirnya aku memutuskan menabung untuk impianku
tersebut.
Seperti sebuah kisah cinta, gak selalu indah dan baik-baik saja. Kita juga
terkadang mengalami keributan kecil dan semua baik-baik saja sampai akhirnya
suatu ketika kami terlalu jauh dalam keributan dan putus nyambung akhirnya putus
untuk waktu yang lama. Tapi kita sama-sama sadar, bahwa kita saling mencintai dan
akhirnya berpisah untuk mencoba intropeksi agar mengerti arti kita di hati masing-
masing. Anes fokus pada kariernya yang saat itu sedang naik, begitu pula denganku
senditi dan tanpa sadar kami berpisah oleh waktu. Dalam kesendirian itu ternyata
Anes jatuh cinta kepada seseorang dan menjalin hubungan.
Mendengar hubungan baru Anes rasanya hatiku hancur, meski begitu aku tetap
mengucapkan selamat kepadanya. Meskipun sebenarnya, hatiku pedih dan
hubungan barunya ini membuatku terluka. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak
menghubungi dia sementara waktu, agar aku tidak lebih menderita karena hubungan
baru Anes. Di hari-hari berikutnya, akupun bertemu dengan laki-laki yang baik
meskipun rasanya tidak senyaman Ketika aku Bersama Anes. Apa yangku rasakan
sebenarnya rasa masih ingin Kembali dan aku baru menyadari betapa bodohnya
aku melewatkan dia dalam hidup saya, tapi aku tidak bisa egois dan akhinya
menerima takdir kami masing-masing. Entah apa Anes tau tentang hubungan ini,
aku hanya bisa menerima takdir dan melanjutkan hidupku demi segala cita-cita dan
masa depanku.
Tidak henti-hentinya aku dicoba oleh takdir. Riau Airlines kembali mengalami
kebangkrutan dan akhirnya aku kembali untuk tidak bekerja. Tapi tidak begitu lama
dari kejadian itu aku pindah bekerja ke Mandala Airlines. Ya artinya aku akan pindah
kembali ke Jakarta. Diam-diam pada saat itu, kami berjanji untuk bertemu sebagai
sahabat karena masing-masing dari kami punya kekasih. Kami bertemu di sebuah
tempat yang pernah jadi tempat terindah kami dulu. Di sebuah pantai. Saat itulah
kami mencoba untuk mengerti mengapa kami menjadi seperti ini dan satu hal yang
akan kami ingat selalu tentang kata-kata terakhir kami.
Ilma : “kalau kita berjodoh kita akan akan pernah dipisahkan takdir. Dengan siapa
pun kamu? pacaran kalau jodohnya kamu adalah aku, maka aku akan jadi takdir
kamu..”
Anes : “hmm ya, lita percaya saja takdir. Untuk sementara, kita gak usah
berhubungan.. kamu hapus aku dari kontak kamu. Aku juga hapus. Kita berdoa
saja.. kalau memang takdir semoga kita kembali bersatu..”

Aku hanya bisa tersenyum. Walau hati ini berharap demikian tapi aku nggak
akan pernah menolak apapun yang akan terjadi. Akhirnya kami memutuskan hal
terakhir yang bisa membuat kami saling kontak, Selanjutnyaku serahkan semua
kepada Tuhan. Karena sebenarnya aku dan Anes masih saling sayang akan tetapi
keadaan membuat kita gak bisa bersama lagi. Yaitu kami sama-sama punya kekasih
dan tidak ingin menyakiti siapapun.
Setelah itu aku kembali fokus pada pekerjaan dan impianku untuk waktu yang
tak pernah terjawab. Setahun kemudian suatu ketika aku kembali bertemu dengan
Anes tak sengaja di bandara. cinta sepertinya begitu rumit hubungan Anes dan
kekasihnya saat ini berakhir. Anes menjadi seperti dahulu kala, sendiri. Ketika Anes
sendiri, menjalani hidup saya seperti biasanya. Pada saat itu aku sudah tidak lagi
bekerja di Mandala Airlines karena hal yang sama terjadi kembali, maskapai
perusahaanku bangkrut. Sayangnya aku masih bersama kekasihku, tapi kita
menjalin hubungan kembali dan melupakan janji kita untuk tidak saling kontak
karena ia sudah bekerja di Jakarta.
Aku dan Anes sering kontak walau hanya sekedar bertanya kabar. Tapi akupun
tersasar, tidak baik untuk menganggu hubunganku dengan kekasihku saat itu. Jadi
dari hari ke hari, aku selalu bercerita banyak hal tentang apa yang terjadi dalam
hidupku dan Anes tetap menjadi pendengar yang baik meski hanya bagaikan
seorang saudara. Aku menganggap Anes adalah orang yang paling layak tau apa-
apa saja yang telah aku miliki dengan apa yang aku kerjakan dengan penuh
keringat. Anespun senang aku bisa mulai mencicil rumah kontrakan yang aku beli
dengan susah payah, bahkan aku sudah bisa lebih baik dalam hidup karena
pengalamaku sebagai pramugari senior membuat hidup dia lebih baik, artinya
kehidupan keluargaku pun lebihbaik.
Sampai suatu malam entah mengapa aku ingin berkata kepada Anes.
Ilma : “bisa gak sih kita kembali kayak dulu, sebagai kekasih, bukan seperti saat
ini. Seperti ada jarak diantara kita yang bikin kita tidak bisa seperti dulu..”
Anes : “keadaan kita beda.. kamu sudah ada yang punya.. aku gak bisa.. seperti
saat ini saja aku sudah bahagia kok.. “
Ilma : “aku enggak.. aku enggak bahagia.. “
Anes : “kamu harus coba bahagia.. kamu pasti bisa..”
Karena mungkin saat itu ia tidak ingin merusak hubunganku sama kekasihku,
akhirnya Anes menghilang sesaat dari hidupku. Walau dalam hatiku merasa sedih
untuk pergi dari hidupnya dan dia tak mengabariku lagi, tapi mungkin ini harus terjadi
semua yang menyakiti hatiku dan hatinya. Anes selalu menghindar dan tak jarang
tidak membalas semua pesan yang telahku kirimkan kepadanya. Walau Anes selalu
memperhatikan status yangku buat di Blackberry. Anes juga bilang kalau dia sudah
balikan dengan mantannya entah apa yang kurasakan saat itu, akupun juga bingung
untuk merasakannya. Suatu malam, Anes mengucapkan selamat ulang tahun lewat
telepon untuk hari ulang tahunku. Melalui suaranya Anes senang, dia menjadi orang
pertama yang mengucapkan hal itu kepadaku. Tapi di entah mengapa aku rasanya
ingin menangis, akupun menangis tidak peduli Anes mendengarnya atau tidak.
Anes : “kamu nangis ya?”
Ilma : “Enggak kok.. Cuma senang aja dikasih Tuhan umur yang panjang sampai
bisa ngerayain ulang tahun ke 25..”
Anes : “kalau gitu make a wish dong?” katanya
Entah mengapa setelah aku berkata sesuatu Anes menjadi terdiam untuk
sesaat.
Ilma : “ Aku mau make a wish sama kamu boleh?”
Anes : “kok sama aku, sama Tuhan dong? Tapi yauda gapapa.. ngomong aja..”
Ilma : “kalau ini uda jadi saat terakhir aku merayakan ulang tahun aku, aku mau
kamu tau. Kalau aku bahagia mengenal kamu dan aku titip semua yang aku miliki
sama kamu ya.. ” katanya yang membuat aku tersentuh.
Anes : “ kok kamu ngomong gitu?”
Ilma : “karena Cuma kamu yang benar-benar tau bagaimana kehidupan aku,
keluarga aku dan semua impian aku.. makanya aku bahagia.. soalnya teman-
teman aku bahkan gak ada yang pernah tau semua tentang hidup aku.. karena aku
harus jujur, aku malu kalau mereka tau keadaan keluarga aku, Cuma sama kamu
aja.. aku jadi berani dan sadar.. bagaimanapun keadaan keluarga aku, mereka itu
tetap bagian hidup aku.. ” ceritaku kepadanya.
Anes : “aku juga bahagia kok..kamu jangan bikin aku bingung ah.. make a wish kok
jadi sedih gini.. ayo dong senyum.. kan senyum kamu itu hadiah terindah dari
Tuhan.. nah sekarang kamu mau kado apa dari aku?” Tanya Anes..
Ilma : “ aku gak mau apa-apa aku Cuma mau kamu jangan pernah lupain aku
dalam hidup kamu.. bisa?”
Anes : “pasti..”kataku pendek. Dan setelah hari itu, kata-kata itulah kata-kata yang
terakhir saya dengar darinya.
 Suara terakhir yang ku dengar darinya. Saat itu Anes sempat berjanji untuk
memberikanku kado ulang tahun dan berjanji setelah Anes tidak sibuk syuting dia
pasti membawakan kado itu untukku. Jadwal kami yang sama-sama sibuk membuat
kami tidak sempat bertemu. Akhirnya Anes mengantarkan kado itu ke rumahku.
Sebuah parfum yang dia miliki satu dan aku satu. Katanya, parfum itu edisi khusus
yang dia beli pada saat tidak sengaja pergi ke Singapura. Aku menerima kado itu
dan mengucapkan terima kasih. Dan aku memberitahu kalau aku sudah sendiri.
Sebenarnya pada saat itu kami bisa juga memutuskan untuk menjalin hubungan
kembali tapi sepertinya lampu hijau yang diberikanku tentang kesendirian tak begitu
Anes perhatikan karena sibuk dengan pekerjaannya. Dua hari kemudian aku
mengatakan pada Anes.
Ilma : “jadi setelah kita sama-sama sendiri.. menurut kamu kalau kita balikan
gimana ?”
Anes : “kasih aku waktu untuk berpikir.. aku pengen banget kita seperti dulu.. tapi
saat ini aku sibuk, aku takut gak bisa membuat kamu bahagia.. kamu mau nunggu
aku kan?”
Ilma : “aku tau kok.. aku akan selalu nunggu kamu.. kapan pun itu.. aku akan
selalu nunggu kamu.. kamu kalau kerja ingat kesehatan kamu ya….”
Kata kata itulah hal yang terakhir kami sempat bicarakan. Meskipun saat ini kami
sudah tidak ada hubungan aku tetap mencintainya seperti dulu kita masih
berpacaran. Aku pun masih merasa bahwa hubunganku dan Anes tidak pernah usai.
Tidak terasa ternyata aku melamun sambil melihat ke luar jendela, aku dapat melihat
bagaimana indahnya ciptaan tuhan yaitu langit, aku merasa bahagia dan bersyukur
ketika ku mengingat selama ini aku menaiki pesawat tuhan masih memberikan aku
keselamatan.
Penerbangan kali ini melesak ke dalam kalbuku. Dinginnya hawa di pesawat
menembus kulit, membuatku menoleh kepada teman seperjuanganku yang kini
mulai menyiapkan makanan dan minuman untuk para penumpang. Aku bertanya
padanya mengenai kesiapan makanan dan minuman yang akan diberikan, namun ia
menggeleng, belum siap katanya. Aku segera membantunya untuk menuangkan jus
jeruk pesanan beberapa penumpang. Gerak pesawat pun mulai terasa, entah
diketinggian berapa kami telah terbang, Co-Pilot belum memberikan informasi
mengenai itu. Kalau tidak salah, setiap kami terbang, selalu ada hal-hal menarik
yang menggelitik ingatan ini, mulai dari teman-teman ku yang dalam hal ini
pramugari lain kesusahan mengendalikan penumpang yang tidak mau diatur,
mengajarkan cara untuk menggunakan kamar mandi pesawat pada penumpang,
serta menggunakan sabuk pengaman juga mempraktikkan tindakan darurat yang
harus dilakukan oleh penumpang apabila terjadi sesuatu yang di luar kendali.
Setelah selesai kami menyiapkan makanan dan minuman untuk penumpang,
kami pun mulai menaruhnya di atas trai beroda. Kami menyusuri Lorong-lorong kursi
penumpang dengan telaten dengan tujuan tidak meumpahkan makana atau
minuman yang berda di ataas trai ini ke tubuh penumpang. Suara-suara riuh
penumpang yang berbicara dan bercanda satu sama lain memenuhi kabin ini. Sat
dan dua Lorong telah selesai mendapatkan makanan, sesamoainya pada Lorong
ketiga, aku melihat penumpang kami duduk dengan sikap tegang dan wajah pucat,
aku mejutusakn untuk bertanya adakah hal yang mengganggunya sehinga wajahnya
begitu putih dan tampak tidak nyaman untuk duduk di kursi penumpang. Ia
menjawab, inilah penerbangan pertamanya yang membuat ia khawatir, namun aku
masih belum puas dengabn jawaban tersebut, khawatir akan apa yang dimaksud. Ia
menjelaskan Kembali bahwa ia tidak tau mengapa langit terlihat cerah namun
beberapa kali pesawat mengalami goncangan yang tidak biasa. aku pun
menjelaskan bahwa meski langit terlihat cerah, namun awan dapat menjadikan
pesawat berguncang.
Mengingat jawaban dari penumpang tadi, aku memahami bahwa tanggung
ajwab menjadi tim pada awak pesawat tidak lah mudah. Mengendalikan ketakutan
pada setiap penumpang yang merasa tidak nyaman juga merupakan tanggung
jawab kami. Sesaat aku melirik lagi pada teman ku di kursi sebelah.
Rossy: “Ada apa il, kok lihatin gue kayak gitu?”
Ilma: “Gak apa-apa Ros, keinget aja awal-awal kita jadi pramugari, hectic banget,
nggak sih?”
Rossy: “Hem…iya sih, tapi lu tau kan semua pasti bisa karena terbiasa, gue juga
nggak nyangka bisa ada di tingkat ini, hehe…”
Ilma: “Oh iya ros, habis landing nanti, kira-kira kita ada waktu istirahat nggak ya atau
langsung take off lagi?”
Rossy: “Ada sih waktu istirahatnya, yuk kita beli oleh-oleh dulu nanti il!”
Ilma: “hem… oke deh yuk!”
Guncangan demi guncangan dari setiap pesawat penerbangan kami membuat
kami sadar bahwa banyak rintangan yang telah kami lalui sebagai flight attendant.
Namun, kali ini guncangannya terasa begitu berbeda. Benturan demi benturan
sangat sakit mengenai tubuh kami. aku pun mendengar teriakan dari kabin
penumpang yang menandakan bahwa situasi berubah sangat mencekam. Alaram
pengingat pesawat sedari tadi meraung-raung. “hindari benturan, hindari benturan.”
begitu serunya yang diucapkan dalam baha asing. Pesawat pun diminta untuk
menaikkan tubuhnya enam kali peringatan karena kami terbang terlalu rendah. Ah,
alaramnya berbunyi Kembali, ia mengingatkan bahwa roda pendaratan belum
diturunkan. Ya Allah, kami panik, nafas kami terputus-putus. Segera aku
menginformasikan kepada penumpang bahwa alat keamanan darurat harus segara
digunakan.
Aku melihat ke jendela samping, tampak sebuah tebing dari gunung yang
menjulang tinggi. Rumput-rumput dan pohonnya rimbun, indah sekali. Tak lama,
terdengar suara ledakan, aku bertanya-tanya dari mana suara ledakan tersebut.
Kini, aku dan penumpang lain telah mendarat dengan bahagia, kami melihat sungai-
sungai mengalir dan buah-buahan yang tumbuh lebat. Ya Allah, terima kasih,
ternyata ini nikmat yang selama ini engkau janjikan.
Ketika aku menoleh kearah kiri, ternyata sudah banyak penumpang yang
ditunggu oleh sanak saudaranya. Namun, seharusnya pertemuan ini menjadi
sebuah kebahagiaan, mengapa mereka sekarang menangis tersedu-sedu dengan
raungan yang mnejerit-jerit sedangkan semua penumpang telah berada di depan
mereka. Oh, mereka pasti sedang melepas rindu, pikirku.
Tak jauh dari keluarga penumpang, aku melihat sosok laki-laki yang teramat
sangat aku rindukan, Anes.
Ilma : “Nes…nes…kamu datang jemput aku ya nes?” sorakku saat
menghampirinya.
Anes : “Ilma, aku dating nih buat kencan kita, kamu nggak kangen aku, il?, kok
malah pergi sih?”
Ilma : “lah, siapa yang pergi? kan aku di sini Anes, ih kebiasaan deh, ngelawak ya
kamu?” ucapku terheran-heran
Anes : “Il. Aku minta maaf ya, minta maaf banget il, aku gagal jaga kamu, gagal
mempertahankan hubungan ini, il“
Ilma : “Kamu apaan sih, nes. Biasa aja kali, kayak orang habis berantem aja.” Aku
melihat air matanya jatuh bercucuran
Anes : “Il, aku sayang banget sama kamu, terima kasih ya sudah jadi orang yang
paling berharga buat aku selama ini.”
Ilma : “Iya Anes, aku juga sayang banget sama kamu, terima kasih juga nes, kamu
yang terbaik deh pokoknya.”
Anes : “Il, kalau gitu, aku balik dulu ya, aku akan jaga semua yang kamu titipkan ke
aku”
Sesaat aku menyadari sesuatu dari air matanya yang tak kunjung mereda itu,
saat ini aku menyadari alasan dibalik tangis Anes beserta keluarga dari para
penumpang yang membuatku tersenyum begitu tulus.
“Nes, pulang gih kalau gitu, aku yakin kebaikanmu selama ini akan mengantarkan
kamu menjadi orang yang hebat suatu saat nanti, kamu yang kuat yan nes, lanjutkan
cita-cita kita” aku pun bersiap berbalik badan meninggalkan Anes.
Anes, detik, waktu, jam bergulir sesuai dengan kehendak yang maha kuasa.
Pertemuan kita, kebersamaan kita selama ini, tidak terlepas izin dari yang maha
pengasih. Aku tahu, setiap pertemuan berhak memiliki perpisahan. Namun, aku
rasa, setiap pertemuan kita mnejadi kenangan terindah yang tidak memiliki kata
selesai nes. Kita tidak memiliki kata perpisahan, selalu melekat indah setiap memori
ini Bersamamu.
Anes, dari setiap teman yang aku miliki, cerita ini selalu mengalir kepadamu.
Setiap saat, kamu sanggup untuk menjadi pendengar yang baik, menjadi komentator
yang bijak, menjadi pemberian nasihat yang sangat luas hatinya. Semoga, kesanmu
tentangku juga sama indah ya nes. Anes, kamu lihat tebing di depan sana, aku
menuliskan sesuatu, barangkali tidak ada yang tahu selain aku dan kamu. Aku tulis
bahwa setiap cinta yang tulus tidak akan terpisah oleh apapun.
Anes, senyummu selalu terbayang di benakku, penerbangan kali ini
membuktikan bahwa raga dan cinta tak ubahnya seperti jarak dan waktu. Aku harap
Gunung Salak menjadi pengingat abadi kisah cinta kita yang tak lekang oleh waktu.
Kini, usai sudah ungkapan hati ini, ungkapan yang selalu ku tahan agar saat kembali
aku dapat bercerita kepadamu sekaligus melepas rindu. Tolong, lanjutkan
perjuangan ini dengan membahagiakan hatimu.
Anes, apabila suatu hari nanti ada teman yang dapat menemanimu seperti ku
dahulu, ku mohon jaga dan sayangi ia seperti bagaimana kamu memperlakukanku
ya nes. Aku tahu kok, kamu orang yang sangat amanah, jadi aku bisa percaya
kamu, deh.
Gunung Salak, tak lupa kuucapkan terima kasih pula untukmu, yang telah
memberitahukan kepada seluruh dunia bahwa, semua orang yang terkasih tak
ternilai harganya, tidak dengan emas, intan, berlian atau harta apapun. Prasasti ini,
di saat kami menatap langit dari lambaian pepohonanmu, kami mengucapkan salam
perpisahan yang terbaik. Salam perpisahan yang mungkin menghasilkan ribuan
derai air mata, namun kenangan yang sangat berharga untuk kami dan mereka.
Gunung Salak, kisah cinta kami serta semua penumpang yang berada di sini
menjadi saksi bisu gagahnya keberadaanmu serta ciptaan tuhan yang maha kuasa
itu.
Anes, terima lah pemberianku ini, kisah cinta tanpa pamrih.
Dari aku yang tak pernah Lelah mencintaimu,
MT. Salak, 09 Mei 2012.

Ilma.

Anda mungkin juga menyukai