Anda di halaman 1dari 8

Meja 66 Karya Dharmizon Piliang

MEJA 66
Tragedi Sekeping Hati

Cerpen Karya Dharmizon Piliang

Jimbaran, 10 Maret , 2013

Entah untuk keberapa kali kualihkan pandanganku ke laut lepas saat Stella memberikan buku menu di
cafe menega jimbaran ini. “Mas, kamu mau pesen apa ? “. Aku menerima buku menu itu sesaat,
melempar senyum , “ apapun yang kamu suka dinda, aku ikut aja “. Ini adalah pertama kali bagiku pada
akhirnya menyetujui ajakan Stella untuk menemaninya makan malam sambil menikmati indahnya
matahari terbenam di Jimbaran setelah, ah , entahlah aku sendiri bimbang mungkin setelah lebih dari 6
tahun yang selalu menyiksa setiap relung hatiku. Perih dan teramat perih.

Pandangan ayu dan seutas senyum tulus sang psikiater ini setidaknya pada hari ini memberi kehangatan
tersendiri bagiku. Lugas dan tanpa ada sedikitpun keraguan dia meraih tanganku. “Terima kasih mas,
akhirnya perjuanganku berbuah hasil” katanya. “ Ada apa dinda ? “ , “ Akhirnya mas mau menemaniku
makan di sini, aku sangat senang” ujarnya. Ah, semestinya aku yang merasa senang, bangga bahkan
mungkin seharusnya sangat berbahagia, karna mendapatkan perhatian tulus dari seorang yang mungkin
tidak terlalu berlebihan bisa dikatakan “sempurna”. Kugenggam tangan halus itu sembari berbisik, “lihat
dinda sebentar lagi mataharinya terbenam, sungguh semburat merahnya sesejuk hatimu”.

25 Desember 2006, Ditempat yang sama......

“Ini mejanya mas “ ujar Made , sesaat kemudian dia memberikan buku menu padaku sembari berlalu.
aku menatap meja bernomor 66 ini dengan takjub. “ Terima kasih Bli”. Kugenggam lembut tangan Sisylia
, “Gimana sayang ? Kamu suka tempat ini ? “ . ia menjawabnya dengan anggukan mantap. Aku memilih
beberapa menu, saat sisylia beranjak dari kursinya sambil berkata “ Sayang, mau jagung bakar ? “ seraya
menunjuk seorang pedagang jagung bakar dipinggir pantai. “ Ya, terima kasih”. Jawabku mantap.

Sesaat ia berjalan sambil sesekali menyibakkan rambut panjangnya yang diterpa angin senja, bergerai,
hitam. Tubuhnya yang dibalut gaun malam berwarna merah marun itu menambah keanggunannya. Aku
kembali menatap buku menu , memilihkan makanan spesial buat kekasih hatiku ini. Aku menatap
sekeliling cafe ini, masih tergolong sepi pengunjung semenjak lebih kurang 2 tahun lalu sebuah tragedi
meluluh lantakkan setiap hati, Bom Jimbaran Bali.
“Sayang, .......kok bengong ?” , aku tersentak sesaat dari lamunan tentang bagaimana dahsyatnya akibat
yang ditimbulkan oleh tragedi Bom Jimbaran Bali tersebut. “ Nggak sayang, masih sepi banget ya ?
bahkan setelah dua tahun , tempat ini masih menyisakan kenangan pahit “ aku bergumam. “Ini jagung
bakarnya sayang” ujarnya. Lalu kami menikmati jagung bakar itu sambil melihat kuasa Tuhan yang
menguasai rotasi waktu menenggelamkan sang mentari diujung laut jimbaran sore itu. Makan malam
kamipun diselingi candaan-candaan kecil tentang nikmatnya suguhan lobster bakar yang sangat enak.

Waktu mulai beranjak malam saat Made menyuguhkan “dessert” di meja kami. Aku lalu kembali
menanyakan rencana sisyl yang akan mengunjungiku di Manado tepat di acara tahun baru. “ Aku masih
belum dapat izin dari papa mas” ujarnya singkat. Namun hati kecilku menangkap ada suatu kilatan yang
tidak biasanya dari mata kekasihku ini. “ Papamu masih ragu padaku ? “ berusaha aku bertanya sedatar
mungkin untuk menghilangkan sakwasangka hatiku yang pelan namun pasti semakin menggerogoti
relung hatiku. “Mas, bolehkah kita tidak membahas masalah ini malam ini ?” Matanya mulai basah, Aku
semakin kalut. “Syl, ada apa sesungguhnya ? Bisakah kau jelaskan padaku ?. Namun pertanyaanku hanya
dijawab gelengan lemah dan setetes air mata disudut matanya. Akhirnya aku mengalah , “ Maafkan aku
sayang jika merusak malam yang indah ini dengan egoku, aku tak semestinya ...., ah sudahlah. “. Akupun
tak bisa membendung jatuhnya setetes air mata di pipiku. Dan, malam ini pun berakhir dengan mimpi
yang memang tak indah. Aku mengantarkan sisyl pulang ke Villa tempat dia dan keluarganya menginap
di Nusa Dua dengan menahan sebak yang teramat dalam. Setengah akhir episode cintaku ini diakhiri
dengan sebuah teriakan lantang Papa Sisyl saat menemuiku diberanda depan villa itu “ Jangan harap aku
merestui hubungan kalian sampai kapanpun, Dia telah kupilihkan lelaki yang layak dan setara dengan
kami”. Maka atas nama episode cinta kebanyakan yang berakhir duka, kutinggalkan hatiku dengan
keikhlasan yang sungguh sampai beberapa tahun berikutnya masih menghantuiku.

1 Januari 2007, Pukul 05.00 WITA Manado ..............

“ Kriiingg, Kriinggg, Krinnggg” suara HP membangunkanku dari tidur yang memang tak pernah lelap
hampir seminggu ini. Oh, perlahan dengan pasti kuangkat HP ku dan diujung telpon itu “ Halo Mas, hari
ini aku ke manado ya, Aku naik Adam Air KI 574, tolong jemput aku di bandara Jam 16.15 WITA ya “ dan
sekonyong-konyong sambungan itupun diputuskan. Apa yang harus kukatakan ? bahagia ? senang ?
resah ? ..... Entah apa namanya perasaan ini namun yang kutahu terlepas dari semua itu aku ingin
menumpahkan segala kerinduanku, semangatku yang telah terenggut seminggu terakhir. Akhirnya tidak
selalu semua cerita cinta berakhir sedih bukan , bisik hatiku pelan.

Pukul 15.30 WITA aku telah bersiap-siap untuk menjemput pujaan hati ke Bandara Sam Ratulangi
Manado. Tepat Pukul 16.00 WITA aku telah berdiri di luar terminal kedatangan Bandara. Seperti biasa
menunggu waktu landing, aku membaca koran lokal untuk menghilangkan kejenuhan. Setengah jam,
satu jam, dua jam , tidak ada tanda-tanda pesawat akan mendarat. Tepat pukul 22.00 WITA, layar
televisi menampilkan berita tentang penerbangan KI 574 dikabarkan hilang dalam penerbangan dari
Jakarta menuju Manado, dan saat ini sedang dilakukan investigasi oleh otoritas penerbangan. Sedetik
kemudian... perlahan aku merasakan gelap, teramat gelap dan akhirnya senyap.

Aku tersadar saat kutemui dua orang suster di balai kesehatan bandara sedang mengoleskan minyak
angin ke rongga hidungku. “ Sabar ya Pak, kita semua sedang menunggu perkembangan beritanya”,
kuedarkan pandangan sekelilingku yang sungguh serasa mengiris-iris seluruh ruang hati. Suara tangis
silih berganti, teriakan histeris dari beberapa keluarga korban. Sesaat kemudian kudapati kembali diriku
pingsan.

2 Januari 2007, Pukul 03.00 WITA.


Aku kembali tersadar. Pandanganku nanar, lalu kulangkahkan kaki menuju kerumunan orang yang saling
berebutan untuk mendapatkan berita dari kantor perwakilan Adam Air, aku sungguh tak sanggup
menahan segala sebak yang kumiliki, tanpa kusadari titik-titik air mataku perlahan mengalir, lalu
mengering seolah seluruhnya telah tumpah, namun tumpah kedalam, kering, sungguh kering kerontang
sekering hatiku. Kudapati dengan segala kesabaran list nama penumpang itu , dan kudapati sebuah
nama, Sisylia Putri Anandita. Kali ini aku terhempas , hitam, dan kelam. Yang kutahu hampir 5 Tahun
berikutnya diriku terbaring di Rumah Sakit Prof Dr V.L Ratumbuysang.

Dalam kegelapan yang tiada tara selama hampir 5 tahun ini, yang kutahu dan kukenal hanyalah sebuah
nama Dr. Psi. Stella Boyoh. Entah sejak kapan ia dengan segala kesabaran dan ketelatenan
menghadirkan suasana yang berubah –ubah dalam diriku. Emosi yang tidak terkendali terkadang lepas
kendali , memukul , mencakar dan entah apa lagi. Namun selama 5 tahun itu cukup buatku untuk
mengenal sosok bersahaja ini sebagaimana aku mengenal wangi alamiah tubuh ibuku. Ia dengan seuntai
senyuman indah dan tawa renyah itu selalu menghiasi setiap hari-hariku, minggu ke mingku, bulan ke
bulan bahkan tahun berganti tahun. Perlahan berkat kuasa Tuhan, serpihan dan potongan kenangan-
kenangan itu kembali dan akhirnya menghadirkan kesadaran penuh dalam diriku. Oh aku telah pulih,
pulih dari mimpi panjang yang sungguh seolah tiada tepi.

Dan hari ini, setelah waktu yang membimbing dengan ketentuan dan hakekatnya, aku diberkahi kasih
sayang tulus oleh seorang bidadari , Stella. Serpihan-serpihan kenangan itu seolah terkuak penuh makna
sedalam syukurku ketika hari ini aku kembali hadir di Jimbaran ini setelah bertahun-tahun kemudian,
tentu dengan sekeping hati baru.

Hempasan ombak sudah semakin mendekati meja kami saat temaram mulai mendatangi cafe Mennega
nan penuh kenangan ini. aku merengkuh bahu stella dan berbisik, “lihat ombak itu. Ia selalu setia
menghampiri tepian, kadang surut, kadang pasang, namun ia selalu setia. Aku selalu berdoa kepada
Tuhan agar dapat menjadi ombak bagi tepian hatimu” kukecup lembut pipinya, lalu beranjak. Kami
berdiri berbarengan saat mataku terpaku pada Meja 66 yang diisi oleh sepasang suami istri dan seorang
gadis cantik lincah yang mempermainkan anak rambut mamanya.

Aku terkesiap, dan sesaat detak jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Oh diakah itu ?
Salahkah mataku ? Dalam keterpanaan tanpa sengaja kami bersitatap. “Sisyl ?” ucapku parau. “Sisyl,
benarkah kau sisyl ? “ Aku panik. “ Mas Danu ?” lalu tenggelamlah ia dengan tangisan paraunya.

Hari ini kusadari lewat Meja 66 ini , bahkan tragedi pun dapat mengkhianati sekeping hati.
Dharmizon Piliang
Jimbaran, 10 Maret 2013

PROFIL PENULIS

Dharmizon Piliang , Lahir 16 Nov 1976 , lulusan Teknologi Pendidikan IKIP Padang tahun 1998, saat ini
adalah President Director PT IBP Energi , sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang jasa services

Cerpen Karangan: Kanda Rudiyanto


Lolos moderasi pada: 14 August 2015

“Aku cinta kamu Vita, maukah kamu jadi pacarku?” detak jantungku, yang semakin kencang mengiringi
ucapanku yang terlotar dari bibirku. Aliran darah yang mengalir deras ke ubun-ubunku. Keringat dingin
mulai membasahi ragaku.
Semua itu telah kembali normal.
“Aku ingin jadi pacar kamu Nda..” ketika ucapan itu keluar dari bibir manis Vita. Penantianku yang lama
di sebuah danau yang indah, sepi, dengan air yang tenang serta rumput hijau, telah terbayar ketika Vita
membalas rasa cintaku.

Di depan danau itu kita banyak membahas tentang diri kita masing-masing dan saling mengagumi
kelebihan pasangannya. Ketika Vita menyebutkan banyak kelebihanku, aku selalu tertunduk malu.
Mungkin jika yang mengucapkan itu orang lain aku tidak akan semalu ini, tapi ini beda yang
mengucapkan adalah kekasih yang aku sayang.
Hampir dua jam kita berada di depan danau.

“Vita, kamu pulang naik apa?” berharap aku bisa mengantar Vita pulang.
“Belum tahu nih Nda.. mungkin nanti Ayahku bakalan jemput” Vita menjawab dengan muka agak sedikit
kebingungan.

Aku pun menyadari bahwa kesempatan inilah yang dicari olehku. Tanpa pikir panjang aku pegang tangan
kekasihku, lalu aku tarik perlahan ke sepeda untaku.

“Aku akan mengantarmu pulang Vita” Vita pun terdiam sejenak dan aku langsung saja menyiapkan diri
di atas sepeda kebanggaanku. Aku tahu jika cewek itu diam itu artinya “IYA”.

Walaupun di jalan perbincangan kita terus berlanjut dan semakin seru, maklumlah kan kita pasangan
baru. Di dalam perbincangan itu kita sepakat bahwa kita besok pagi berangakat ke SMA dengan unta
kebanggaanku.
Vita sudah sampai rumah.

Kayuhanku ketika pulang ke rumahku semakin ringan bahkan tidak terasa karena hatiku yang semakin
berbunga-bunga, pandanganku dan pikiranku yang tak terpusat ke jalan tetapi terpusat pada bayangan
cantiknya wajah kekasihku, Vita.

Sesampainya aku di rumah seperti biasa aku ganti baju, makan dan beranjak akan tidur siang. Tapi di saat
aku membaringkan raga ini terbayang kejadian itu semua. Semakin aku berusaha untuk melupakan
kejadian itu untuk tidur siang, semakin aku mengingatnya dan hatiku kembali berbunga.

“Nanda sayang kamu lagi apa?” sms dari Vita masuk di Hp-ku. Oh, rasanya ingin terbang ke langit
diperhatiin Vita sampai seperti itu, itu adalah pembuka sms kita. Dan kita terus saling berbalas pesan
selama satu jam.
Ngobrol selama dua jam, sms selama satu jam dan itu semua serasa kurang puas.

“Apakah ini yang namanya rasa sayang?” Pertanyaan yang kuajukan untuk diriku sendiri.

Akhirnya siang itu aku mengurungkan niat aku untuk tidur. Gara-gara rasa sayang ini ke Vita lebih besar
dari niat aku untuk tidur. Ketika malam sudah lewat. Ketika sang surya mulai tersenyum ke ibu pertiwi.
Aku sudah siap dengan segala aktifitas hari ini dan bersiap menjemput Vita dengan tunggangan
kebanggaanku.

“Maaf ya Nda.. kalau aku lama” Ucapan yang kudengar dari belakang tubuhku.
“Iya gak apa-apa kok” Namanya juga sayang pikirku dalam hati, apapun akan kuberikan termasuk juga
rasa maafku.

Seperti pulang sekolah aku dan Vita berbincang banyak hal mengenai pribadi sendiri, keluarga,
lingkungan sekitar, dan lainnya. Kejadian antar jemput itu terjadi selama empat bulan sesudah aku
berpacaran dengan Vita. Rasa sayang ini ke Vita seperti kuku di tanganku, walau hanya kecil rasa itu
akan selalu tumbuh sedikit demi sedikit.

Di bulan keempat masa pacaranku dengan Vita. Ada cewek yang mulai mendekatiku. Ada cewek yang
mengakrabkan komunikasi denganku. Cewek itu adalah Rina yang aku sayang di masa SMP. Rina itu
semakin mendekatkan hubungan denganku dan bilang kepadaku bahwa ia ingin menjadi kekasihku.

Tak tahu apa hal yang harus aku lakukan akhirnya aku menawarkan Rina untuk menjadi Adikku. Aku
tidak bisa menjadikan Rina sebagai kasihku karena di sisi lain aku masih berpacaran dengan Vita. Rina
pun tak kuasa untuk memaksa aku untuk menjadikan ia kekasihku dan tak menolak saat ia kutawarkan
menjadi adikku.

Di masa SMP aku sangat mengagumi Rina karena dia adalah seorang atlet badminton yang sudah sering
menjuarai ajang-ajang bergengsi di daerahku, selain itu dia juga penah mengikuti lomba-lomba pramuka
dan lomba cerdas cermat dan Rina selalu mendapatkan ranking satu di kelasnya.

Rina adalah seorang gadis yang berasal dari Bandung. Biasa cewek-cewek Sunda terkenal dengan kulit
yang putih, halus, manis dan cantik. Dan dua bulan sudah aku mempunyai adik beda ayah beda ibu itu,
selama enam bulan pula aku berpacaran dengan Vita. Namanya juga cowok idaman, ketika status
pacaranku berumur enam bulan dengan Vita. Ada kembali temanku yang menggagumi diriku.

“Nanda, aku sayang sama kamu” ujar Amy dari bibir kecilnya.

Di saat Amy mengucapkan itu, aku bingung nggak karuan aku bingung apa yang harus aku lakukan. Di
sisi perasaan, aku nggak tega kalau harus nolaknya. Tapi di sisi logika, aku harus menolaknya karena aku
masih berhubungan dengan Vita.

“Apa yang kau inginkan dariku?” aku berbalik tanya dengan Amy. Soalnya aku juga bingung apa yang
harus aku lakukan dan apa yang aku harus jawab waktu itu.
“Jika kesempatanku memilikimu sudah tertutup, izinkanlah aku tetap berkomunikasi padamu, soalnya aku
sayang kamu?” saat aku mendengar itu, aku bingung nggak karuan.
“Besok aja aku jawabnya” lalu ku tinggalkan Amy, bukan karena aku nggak cowok atau gimana, soalnya
aku terlalu bingung mau menjawab apa.

Saat istirahat pertama di SMA-ku, kutemui Amy.

“Oke, walau kita enggak saling memiliki, tapi kita boleh selalu komunikasi”. Jawabku singkat yang ku
kira itu jawaban yang terbaik dan terbijak.

Aktifitas-aktifitas itu berjalan dua bulan, jadi totalnya aku berpacaran dengan Vita delapan bulan, punya
adek Rina empat bulan, dan yang terakhir selalu berkomunikasi denga Amy dua bulan.

Ketika aku punya pacar Vita, punya adik Rina, dan akan selalu berkomunikasi dengan Amy. Yang
dulunya aku sering tidur siang, kalau malam selalu belajar, kalau ada ulangan nilai lumayan bagus, kalau
dijelaskankan guru selalu memperhatikan.

Tapi semenjak aku harus membahagiakan tiga cewek remaja itu, semua itu telah lenyap. Nilaiku jeblok,
kalau siang nggak pernah istirahat, kadang yang satu sms, lama lagi, ketika udah selesai, ehh nggak lama,
yang satunya juga ikut ikutan sms, kalau udah selesai, satunya nyambung lagi. Waktu istirahatku, waktu
makanku, waktu belajarku “Hilang semua!!”

Aku semakin tertekan atas nilai jeblokku “Kalau aku gini terus, bagaimana kehidupanku, bagaimana masa
dewasaku, apa hal ini jika terus terusan bakalan baik untukku?” Perang batin yang sangat hebat melanda.

Akhirnya aku putuskan untuk cuek sama semua cewek-cewek itu, aku kembalikan, aku yang dulu. Aku
yang selalu berprestasi. Keputusanku sudah bulat!! Nggak bisa diganggu gugat!

Walau mereka bertiga sama-sama sayang denganku mereka bertiga bisa memaklumi itu. Walau tetap
semakin banyak cewek yang mendekatiku, aku tetap cuek, banyak teman-teman akrabku memujiku,
bahwa aku banyak Fans. Semua itu nggak luput dari aku seorang ketua kelas dan sebuah organisasi
bergengsi yang kuikuti di sekolahanku yaitu organisasi Pramuka.

Cerpen Karangan: Kanda Rudiyanto


Facebook: Shinichi Virgo Rudy
Aku adalah seorang penulis amatiran, masih belajar jadi harap maklum kalau cerpen masih di bawah
standar pembaca. Aku masih butuh saran dari pembaca. Aku adalah Kanda Rudiyanto anak kelas XI IPS3
SMA N 6 Purworejo. Terimakasih.

Ini merupakan cerita pendek karangan Kanda Rudiyanto, kamu dapat mengunjungi halaman khusus
penulisnya di: Kanda Rudiyanto untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatan penulis, jangan lupa juga
untuk menandai Penulis cerpen Favoritmu di Cerpenmu.com!
Cerpen ini masuk dalam kategori: Cerpen Remaja

Memiliki chingu (sahabat) memang indah. Benar kata orang-orang kalau sahabat memang selalu
ada didekatmu walau bagaimanapun keadaanmu. Begitulah yang kurasakan sekarang ini. Aku
memiliki 4 orang chingu yaitu Yuri, Sooyoung, Seohyun dan Donghae. Mereka selalu disisiku di
saat kapanpun aku. Di saat suka, duka atau bagaimanapun mereka ada disampingku.

Aku lupa menceritakan diriku. Namaku Im Yoona. Biasanya orang-orang terdekatku


memanggilku Yoon. Aku menyukai pangggilan itu dan aku bahagia. Aku ingin memberitahu
kapan aku mengenal sahabat-sahabatku ini. Aku mengenal mereka ketika aku kelas 3 SMP. Di
saat aku memasuki kelas baru dan banyak teman-teman baru. Sementara teman-temanku yang
sekelas denganku ketika aku kelas 2 SMP berbeda kelas denganku. Aku harus beradaptasi lagi
dengan teman-teman baruku.

Setiap hari begitu membuat kami bahagia. Tawa suka selalu datang menghampiri kami. Tangis
duka juga sering datang ketika kami remedial ujian. Semua orang di kelas kami pun mengetahui
bagaimana kekompakan kami. Aku benar-benar bahagia dengan semua yang kualami.

Walaupun aku memiliki sahabat, aku masih belum berani mengakui bahwa aku menyukai
seorang pria di kelas kami. Nama pria itu Kyuhyun. Aku pernah melihat Kyuhyun ketika
kebaktian sekolah yang diadakan di gereja. Waktu itu aku duduk di kelas 2 SMP. Aku duduk
bersama uri chingu (teman-temanku) di bangku yang menghadap ke timur sedangkan dia duduk
bersama teman-temannya di bangku yang menghadap ke barat. Posisi kami duduk langsung
berhadapan. Kyuhyun melihatku dan aku juga melihatnya. Entah mungkin karena belum saling
mengenal kami sama-sama tidak peduli dan kembali fokus pada kebaktian kami.

Aku makin mengenali Kyuhyun karena kami sekelas. Awalnya aku tidak terlalu menyukainya.
Tapi Kyuhyun terus mengerjaiku. Aku kesal karenanya, namun kekesalanku memberikan rasa
suka pada dia. Aku mulai tertarik pada Kyuhyun.

“Yuri, kau lihat kertas ujian matematikaku ga?” tanyaku pada Yuri.
“Ga Yoon. Kertasmu hilang?” tanyanya balik.
“Iya. Seingatku tadi ku bawa lah. Kok jadi hilang ya? Otokkhe (Bagaimana nih)?” tanyaku. Aku
hampir menangis.
“Udah. Jangan nangis Yoon. Entah kelupaannya kau membawanya.” ucap Yuri.
Tiba-tiba Kyuhyun datang. Dia membawa sebuah kertas dan memberikannya padaku.
“Nih, kertasmu. Aku curi kemarin.” ucap Kyuhyun santai lalu meninggalkan kami.
Aku bengong. Sesaat kemudian aku marah-marah tidak jelas. Yuri menertawaiku. Aku
menundukkan kepalaku dan menyadari betapa bodohnya aku. Tapi aku bersyukur kertas ujianku
tidak hilang. Syukurlah.

Aku semakin menyukai Kyuhyun. Dia namja (pria) pintar, tampan. Namun dia suka
mempermainkan yeoja (wanita). Aku tidak mempermasalahkannya. Namun sekarang dia
sebangku dengan sahabatku Yuri. Aku cemburu melihatnya bersama Yuri. Kyuhyun adalah first
loveku dan aku marah. Aku sempat kesal pada Yuri dan menyebabkan kami berjauhan.

“Yoon, kamu kenapa dengan kia? Kalian sepertinya bermusuhan. Ada apa?” tanya Seohyun.
“Tanya saja sama dia sendiri.” balasku.
“Arraseo (Baiklah). Aku akan menanyakan kepadanya.” balas Seohyun.

Esoknya, Seohyun menanyakan hal itu kepada Yuri. Sooyoung dan Donghae juga
menanyakannya. Mereka kesal karena kami bermusuhan. Tiba-tiba Saskia menghampiriku. Aku
hanya memandangnya kesal.

“Yoon, kau suka sama Kyuhyun kan? Jawab saja. Aku hanya ingin mengetahuinya.” tanya Yuri.
“Ne (Iya). Memangnya kenapa?” ucapku ketus.
“Jadi kau cemburu melihatku berdekatan dengan Kyuhuyun.” goda Yuri. Aku tidak bisa marah
padanya kalau dia sudah menggodaku seperti ini.
“Ne. Uri Yuri (Iya. Yuriku) Aku suka sama Kyuhyun dan aku cemburu kau berdekatan
dengannya.” balasku.
“Aku bukan teman makan teman Yoon. Aku menyayangimu. Lagipula Kyuhyun kan
sebangkuku. Jadi wajar saja kalau kami dekat. Dia orangnya baik dan humoris makanya aku
betah sebangku dengannya. Seharusnya kau bilang saja kalau kau menyukainya. Walaupun aku
bisa melihat dari tingkah lakumu kau menyukai Kyuhyun.” jawab Yuri panjang.
“Lebih baik aku tidak mendapatkannya. Karena kalian berharga bagiku. Aku hanya sebatas suka
dengan Kyuhyun. Aku jadi menyadari, kalau karena dia kita jadi bermusuhan seperti ini. Mianhe
Yuri (Maafkan aku ya Yuri).” ucapku.
“Nah, gitu dong. Kalau begini sama-sama enak. Kita jadi kembali bersatu.” ucap Sooyoung.
“Kita adalah chingu (teman) selamanya. Kita tidak akan pernah bisa terlepas.” Tambah Donghae
lagi.
“Ne (benar). NANEUN SARANGHAE URI CHINGU (AKU MENYAYANGI KALIAN
SAHABATKUKU)!” teriakku.

Chingu (Sahabat) memang indah. Meskipun aku pernah marah dengannya, mereka tidak pernah
marah denganku. Aku menyayangi sahabatku seperti keluargaku. Chingu sejati memang akan
selalu ada bersama dan selalu di samping kita. You are my Chingu and always in my heart.

Cerpen Karangan: Nancy Veronica


Blog: cycyveronica.blogspot.com
Namaku Nancy Veronica. Panggilanku Cycy. Hobiku menulis cerita. Salam kenal.

Anda mungkin juga menyukai